case report asma

27
ASMA BRONKIAL 1. Definisi Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasann yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. 1 Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri- ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas. 2 2. Epidemiologi Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai 1

Upload: reginalisa

Post on 26-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

16

ASMA BRONKIAL1. DefinisiAsma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasann yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan.1 Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.22. Epidemiologi

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.3Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.33. PatogenesisAsma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel. Pada asma terjadi mekanisme hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran mikrovaskuler, dan mekanisme saraf. Hiperresponsif bronkus adalah respon bronkus yang berlebihan akibat berbagai rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respon bronkus biasanya mengikuti paparan alergen, infeksi virus pada saluran nafas atas, atau paparan bahan kimia. Hiperesponsif bronkus dihubungkan dengan proses inflamasi saluran napas. Pemeriksaan histopatologi pada penderita asma didapatkan infiltrasi sel radang, kerusakan epitel bronkus, dan produksi sekret yang sangat kental. Meskipun ada beberapa bentuk rangsangan, untuk terjadinya respon inflamasi pada asma mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil dan limfosit T disertai pelepasan epitel bronkus.4Kerusakan sel epitel saluran napas dapat disebabkan oleh karena basic protein yang dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari bermacam-macam sel inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa. Sel epitel sendiri juga mengeluarkan mediator. Kerusakan pada epitel bronkus merupakan kunci terjadinya hiperresponsif bronkus, ini mungkin dapat menerangkan berbagai mekanisme hiperresponsif bronkus oleh karena paparan ozon, infeksi virus, dan alergen. Kerusakan epitel mempunyai peranan terhadap terjadinya hiperresponsif bronkus melalui cara pelepasan epitel yang menyebabkan hilangnya pertahanan, sehingga bila terinhalasi, bahan iritan akan langsung mengenai submukosa yang seharusnya terlindungi. Pelepasan epitel bronkus meningkatkan kepekaan otot polos bronkus terhadap bahan spasmogen.4Mekanisme kebocoran mikrovaskuler terjadi pada pembuluh darah venula akhir kapiler. Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin, dan leukotrin dapat menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi ekstravasasi makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler mengakibatkan edema saluran napas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan submukosa. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tahanan saluran napas dan merangsang konstraksi otot polos bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi kebocoran mikrovaskuler pada saluran napas. Penurunan adrenalin dan kortikosteroid pada malam hari mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator dan peningkatan kebocoran mikrovaskuler, hal ini berperan dalam terjadinya asma pada malam hari. 4Pengaruh mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif bronkus dan patogenesis asma masih belum jelas, hal ini dikarenakan perubahan pada tonus bronkus terjadi sangat cepat. Peranan saraf otonom kolinergik, adrenergik, dan nonadrenergik terhadap saluran napas telah diidentifikasi. Beberapa mediator inflamasi mempunyai efek pada pelepasan neurotransmiter dan mengakibatkan terjadinya reaksi reseptor saraf otonom. Saraf otonom mengatur fungsi saluran nafas melalui berbagai aspek seperti tonus otot polos saluran napas, sekresi mukosa, aliran darah, permeabilitas mikrovaskuler, migrasi, dan pelepasan sel inflamasi. Peran saraf kolinergik paling dominan sebagai penyebab bronkokonstriksi pada saluran napas. Beberapa peneliti melaporkan bahwa rangsangan yang disebabkan oleh sulfur dioksida, prostaglandin, histamin dan bradikinin akan merangsang saraf aferen dan menyebabkan bronkokonstriksi. Bronkokonstriksi lebih sering disebabkan karena rangsangan reseptor sensorik pada saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh mediator inflamasi.44. Faktor Risiko2Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan.1. Faktor Genetik

a. Atopi/alergi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.b. Hipereaktivitas bronkus

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis kelamin

Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

d. Ras/etnik

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.2. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari dan spora jamur).3. Faktor Lain

a. Alergen makananContoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.b. Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.

c. Bahan yang mengiritasi

Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

d. Ekspresi emosi berlebih

Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

g. Exercise-induced asthmaPada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.h. Perubahan cuaca

Cuaca yang lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).

i. Status ekonomi5. Diagnosis dan KlasifikasiAsma akut merupakan kegawatdaruratan medis yang harus segera didiagnosis dan diobati. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 Diagnosis penyakit asma bronkial perlu dipikirkan apabila ada gejala batuk yang disertai dengan wheezing (mengi) yang karakteristik dan timbul secara episodik. Gejala batuk terutama terjadi pada malam atau dini hari, dipengaruhi oleh musim, dan aktivitas fisik. Adanya riwayat penyakit atopik pada pasien atau keluarganya memperkuat dugaan adanya penyakit asma. Dermatitis atopik dan alergi makanan merupakan penyakit alergi yang pertama kali muncul pada usia tahun pertama anak, kemudian dapat berkembang menjadi alergi respiratorik.2Pada pemeriksaan fisik terutama ditujukan kepada keadaan umum pasien. Pasien dengan kondisi sangat berat akan duduk tegak. Penggunaan otot-otot tambahan untuk membantu bernapas juga harus menjadi perhatian, sebagai indikator adanya obstruksi yang berat. Adanya retraksi otot sternokleidomastoideus dan suprasternal menunjukkan adanya kelemahan fungsi paru.1Frekuensi pernapasan (RR) > 30 x/menit, takikardi > 120 x/menit atau pulsus paradoxus > 12 mmHg merupakan tanda vital adanya serangan asma akut berat. Lebih dari 50% pasien dengan asma akut berat, frekwensi jantungnya berkisar antara 90-120 x/menit. Umumnya keberhasilan pengobatan terhadap obstruksi saluran pernapasan dihubungkan dengan penurunan frekwensi denyut jantung, meskipun beberapa pasien tetap mengalami takikardi oleh karena efek bronkotropik dari bronkodilator.1Pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SpO2) perlu dilakukan pada seluruh pasien asma akut untuk mengeksklusi hipoksemia. Pengukuran SpO2 diindikasikan saat kemungkinan pasien jatuh ke dalam gagal napas dan kemudian memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif. Target pengobatan ditentukan agar SpO2 92% tetap terjaga.1Pemeriksaan radiologis dilakukan hanya untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit paru lain. Pemeriksaan patologi ditemukan adanya hipertrofi otot polos bronkus, peningkatan sekresi mukus dalam lumen bronkus, edema pada mukosa saluran nafas, inflamasi pada dinding dan lumen saluran napas dengan infiltrasi sel eosinofil dan netrofil.2Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat seperti ditunjukkan pada tabel 1.

Berdasarkan beratnya serangan11. Serangan asma ringan : sesak nafas saat berjalan, berbicara kalimat, kesadaran mungkin agitasi, frekuensi nafas meningkat, terdapat penggunaan otot bantu napas, mengi terdengar keras, nadi 100-120 kali/menit, pulsus paradoksus tidak ada, APE sesudah terapi awal > 80%, PaO2 normal, PaCO2 < 45 mmHg dan saturasi O2>95%.

2. Serangan asma sedangSesak napas saat berbicara dan lebih suka duduk, berbicara kata-kata, kesadaran biasanya agitasi, frekuensi napas meningkat, penggunaan otot napas ada, mengi terdengar tanpa stetoskop, nadi 100-120x/menit, pulsus paradoksus mungkin ada, APE sesudah terapi awal 60-80%, PaO2 > 60 mmHg, PaCO2 < 45 mmHg dan saturasi O2 91-95%.3. Serangan asma beratSesak napas saat istirahat dan duduk membungkuk, berbicara kata demi kata, kesadaran biasanya agitasi, frekuensi 30x/menit, penggunaan otot napas ada, mengi terdengar keras, nadi 120x/menit, pulsus paradoksus sering ada >25 mmHg, APE sesudah terapi awal < 60% < 100 L/menit, PaO2 < 60 mmHg, PaCO2 > 45 mmHg dan saturasi O22x dalam sebulan. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantungRiwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien menderita asma.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pekerjaan pasien ibu rumah tangga Ventilasi di rumah pasien baikPemeriksaan Umum

Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan umum: Tampak sakit sedang

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 72x/i

Nafas

: 32x/menit

Suhu

: 36,70C

Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+ Leher: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)Thoraks

Paru

Inspeksi: Bentuk dan gerakan dada kanan = kiri, pernapasan torakoabdominal, gerakan otot bantu napas (+), sela iga melebar (-), retraksi iga (-)

Palpasi

: sulit dinilai

Perkusi: SonorAuskultasi: Ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus kordis teraba lemah di RIC V 1 jari medial LMCS

Perkusi: Batas-batas jantung

Kanan : RIC V linea sternalis dextra

Kiri : RIC V 1 jari medial linea mid clavicula sinistra

Auskultasi: bunyi jantung normal, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi: Perut datar , venectasi (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi: Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normalEkstremitas (Superior et inferior)

Akral hangat, pitting udem(-), clubbing finger (-)Resume

Pasien Ny. Z, 57 tahun, masuk melalui IGD pada tanggal 31 Agustus 2013 pukul 03.00 WIB dengan keluhan utama sesak nafas sejak 30 menit sebelum masuk puskesmas. Pada pernafasan terdengar bunyi ngik semakin keras, pasien lebih suka posisi duduk daripada berbaring, pasien masih bisa berbicara. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk berdahak, dahak bewarna putih, tidak berdarah, pasien dibawa ke IGD Puskesmas Kuok dan diberi pengasapan, karena belum tampak perubahan, pasien dirawat inap

Pada pemeriksaan fisik ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan (+), ekspirasi memanjang (+) dan wheezing (+/+).

DAFTAR MASALAH

Asma bronkial sedang pada asma persisten ringan

RENCANA PEMERIKSAAN

Spirometri

Analisa gas darah

Rencana Penatalaksanaan

Non Farmakologi

Istirahat

hindari faktor pemicu

menjaga kebersihan kamar tidur agar tidak banyak debu menumpuk

Farmakologi

IVFD D5% 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul

O2 5 L/i

Nebulizer ventolin 3x1

Salbutamol 2x2 mg Dexamethasone 3x1 ampul

Ambroxol 3x1 cth

Ranitidin 2x1 grFollow Up

1 September 2013S: sesak nafas berkurang, batuk berdahak (+)O: TD 120/70 mmHg, nadi 70x/i, nafas 24x/i, wheezing (+/+)

A: Asma bronkial ringan pada asma persisten ringan

P: IVFD D5% 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul

Salbutamol 2x1 mg Ambroxol 3x1 cth Dexamethasone 3x1 ampul

Ranitidin 2x1 gr2 September 2013S: Sesak nafas berkurang, batuk kadang-kadang ada dan berdahak putihO: TD 120/80 mmHg, nadi 80x/i, nafas 20x/menit

A: Asma bronkial ringan pada asma persisten ringanP: Salbutamol 2x2 mg Ambroxol 3x1 cth Dexamethasone 3x0,5 mgPasien boleh pulangPEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial sedang pada asma persisten ringan karena adanya keluhan sesak nafas yang timbul bila pasien terpapar debu dan asap rokok. Bila sesak nafas timbul terdengar suara ngik. Sesak terutama timbul pada malam hari. Gejala sesak nafas > 1 kali dalam seminggu, gejala sesak nafas malam > 2 kali dalam sebulan, sesak nafas mengganggu aktivitas da tidur. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat asma persisten ringan berdasarkan gambaran klinis. Pasien lebih suka posisi duduk, sesak bertambah jika pasien berbicara dan pasien hanya dapat mengucapkan beberapa kata ketika berbicara. Hal ini sesuai dengan kriteria beratnya serangan asma yaitu serangan asma sedang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dengan wheezing terdengar pada kedua lapangan baru.

Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernafas, batuk, dada sesak dan adanya suara wheezing. Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau mungkin diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk pada malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi.

Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan nafas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta-2 agonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik lebih awal.Penyuluhan:

Pencegahan kekambuhan asma dilakukan dengan pencegahan sensitisasi alergi. Penderita sebaiknya mengurangi pajanan dengan beberapa alergen indoor dan outdoor. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah emosi-stres, terlalu lelah dan faktor lain. Pasien diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol. Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi serangan dikenal sebagai pelega dan pasien juga dianjurkan untuk berolahraga misalnya senam asma.DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam: buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II ed.4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal. 978-87.2. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. 2008;58(11):444-51. 3. Sastrawan IGP, Suryana K, Rai IBN. Prevalensi asma bronkial atopi pada pelajar di Desa Tenganan. Jurnal Penyakit Dalam. 2008;9(1):48-53.

4. Meiyanti, Mulia JI. Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti. 2000;19(3):125-32.5. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University press: 1989 ;1-11.6. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan antara Eosinofil sputum dengan Hiperaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia: 2006;1-45.1