laporan pendahuluan demensia
DESCRIPTION
Berikut adalah laporan pendahuluan demensia, Definisi, Etiologi, Faktor Risiko, dan Rencana Asuhan KeperawatannyaTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA
Oleh Thatiana Dwi Arifah, 1206244346
1. DEFINISI
Demensia merupakan kerusakan fungsi kognitif global yang bersifat progresif
dan mempengaruhi aktivitas sosial, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari (Stanley, 2006
Menurut Miller (2012) terdapat empat tipe demensia, yakni penyakit Alzheimer,
demensia vaskular, demensia Lewy-body, dan demensia frontotemporal.
a. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan tipe demensia yang paling banyak terjadi pada
lansia. Kejadian penyakit Alzheimer ditemukan pada lebih dari 60% dari keseluruhan
kejadian demensia pada lansia. Pada penyakit Alzheimer terjadi atrofi otak sehingga
otak tidak mampu menjalankan fungsinya untuk memproses informasi yang
didapatkan dari stimulus lingkungan (Miller, 2012). Penyakit Alzheimer
dikarakteristikkan dengan kehilangan memori yang bersifat progresif dan berefek
pada kehilangan fungsi kognitif serius. Lansia dengan penyakit Alzheimer akan
menunjukkan abnormalitas struktur otak, seperti adanya neurofibrilliary tangles dan
amyloid plaques pada pemeriksaan mikroskopik (Husband & Worsley, 2006). Ciri
utama penyakit Alzheimer adalah adanya perubahan dalam kognitif dan seperti
kesulitan mengingat dan memahami kalimat yang dikatakan oleh orang lain. Selain
itu, penyakit Alzheimer juga dapat diketahui dari adanya perubahan sikap seperti
halusinasi, agitasi, kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, dan keluyuran
(Passmore, 2010).
b. Demensia Vaskular
Demensia vaskular merupakan tipe demensia yang terjadi sekitar 20% dari
keseluruhan kejadian demensia. Demensia vaskular lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Demensia vaskular biasanya terjadi akibat adanya lesi
iskemik atau hemoragik serebrovaskular. Beberapa faktor risiko demensia vaskular
diantaranya adalah fibrilasi atrial, hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes,
dan faktor genetik (Passmore, 2010). Karakteristik utama dari demensia vaskular
adalah penurunan fungsi kognitif secara progresif pada fungsi sosial dan pekerjaan
seseorang, parkinson spontan, kehilangan kesadaran, mudah jatuh, depresi, dan
gangguan tidur (Passmore, 2010)
c. Demensia Frontotemporal
Demensia frontotenmporal merupakan tipe demensia yang jarang terjadi.
Demensia frontemporal dapat disebabkan oleh genetik dan dapat pula disebabkan oleh
abnormalitas struktur di otak. Abnormalitas struktur di otak itu meliputi adanya
akumulasi protein (tau) dan protein TDP-43 dalam otak. Demensia frontotemporal
kadang tidak terdeteksi pada lansia karena karakteristik yang tidak terlalu menonjol.
Karakteristik demensia frontotemporal adalah perilaku hilang kontrol, sering
memasukkan objek ke dalam mulut (hiperoralitas), apati, gangguan obsesi, gangguan
dalam mengartikan kata, penurunan kemampuan verbal, dan penurunan gerakan
motorik (Passmore, 2010). Selain itu, lansia dengan demensia frontotemporal juga
mungkin menunjukkan perilaku yang repetitif dan cenderung kompulsif karena
demensia frontotemporal melibatkan otak bagian frontotemporal dimana bagian
tersebut merupakan pengendali mood dan perilaku (Snowden, Neary, & Mann, 2002).
d. Demensia Lewy Body
Demensia Lewy body merupakan tipe demensia yang cukup banyak terjadi pada
keseluruhan kejadian demensia. Lansia dengan demensia Lewy body akan menunjukkan
hasil protein abnormal bernama Lewy Body pada batang otak ketika dilakukan
pemeriksaan mikroskopik. Karakteristik utama pada demensia Lewy body diantaranya
adalah kognisi yang fluktuatif dengan perubahan perhatian dan kesadaran, halusinasi
visual yang berulang, dan adanya karakteristik dari Parkinsonisme (Latoo & Jann, 2008).
Pada dasarnya, demensia dapat terjadi karena beberapa faktor seperti faktor
genetik, gaya hidup, status kesehatan, kurangnya latihan fisik, kondisi psikologis buruk,
serta kekurangan omega-3 fatty acids (Miller, 2012). Selain itu, demensia juga dapat
terjadi akibat kekurangan zat nutrisi tertentu seperti vitamin D.Vitamin D sangat
bermanfaat untuk mengurangi amyloid-induced cytotoxicity dan apoptosis pada neuron
kortikal primer di otak (Littlejohns et al, 2014)
Tabel 3. Perbedaan antara delirium dan Demensia
Delirium Demensia
Serangan/onset Terjadi secara-tiba-tiba Terjadi secara bertahap
Durasi Terjadi dalam waktu
singkat
Terjadi dalam waktu
lama
Penyebab Infeksi, obat-obatan,
nyeri, konstipasi,
Terjadi karena penyakit
kronik seperti penyakit
alzaimer
Sifat Bersifat reversible Bersifat progresif
Kesadaran Letargi sampai hyperalert
(kesecamasan berlebih)
Tidak berpengaruh pada
tingkat kesadaran sampai
mencapai tingkat parah
Memori Efek pada memori
bervariasi
Kehilangan memori
2. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA FUNGSI KOGNITIF LANSIA
Perubahan-perubahan pada fungsi kognitif lansia ada yang bersifat fisiologis dan
ada pula yang bersifat patologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada fungsi kognitif
lansia menurut Miller (2012) diantaranya adalah:
Tabel 1. Perubahan Fisiologis pada Kognitif Lansia
Komponen yang
Mengalami
Perubahan
Hal yang terjadi Konsekuensi
Sistem saraf pusat Hilangnya white
matter yang penting
untuk
menghubungkan
pusat-pusat
informasi
(biasanya banyak
terjadi pada lansia
yang memiliki
masalah
kardiovaskular)
Ketidakmampuan
otak untuk
menghubungkan
informasi dari
stimulus yang
diterima
Penurunan aliran
darah ke otak
Risiko penurunan
kemampuan otak
untuk memproses
informasi. Namun,
otak lansia
cenderung bisa
berkompensasi
dengan perubahan ini
Penurunan volume
kortikal terutama
pada bagian lobus
frontal
Penurunan berat otak Perlambatan dalam
penerimaan
informasi dan Pelebaran ventrikel
dan pemanjangan
Komponen yang
Mengalami
Perubahan
Hal yang terjadi Konsekuensi
sulci pemrosesan
informasi di otakPengurangan jumlah
neurotransmitter
Fluid Intelligence
dan Cristallized
Intelligence
*Note :
Fluid Intelligence
adalah kecerdasan
yang bergantung
pada fungsi sistem
syaraf pusat dan
kemampuan yang
melekat pada diri
manusia.
Berhubungan dengan
hal seperti:
kemampuan
mengintegrasikan
sesuatu, inductive
reasoning,
pengambilan
keputusan, berpikir
abstrak, serta
kemampuan untuk
berpikir fleksibel dan
adaptif
Kemunduran dalam
fluid intelligence,
sedangkan
Cristallized
Intelligence terus
berkembang di usia
tua.
Idealnya, fluid
intelligence dan
cristallized
intelligence sama-
sama berkembang
seiring
bertambahnya usia
Kemunduran dalam
fluid intelligence
mengakibatkan
lansia sulit berpikir
abstrak dan
cenderung belajar
dan menanggapi hal-
hal yang bersifat
nyata dan faktual.
Namun menurut Li,
Baldassi, Jhonson, &
Weber (2013) dapat
mengkompensasi
kondisi kemunduran
fluid intelligence,
khususnya pada
komponen
kecerdasan
kemampuan dalam
mengambil
keputusan
Komponen yang
Mengalami
Perubahan
Hal yang terjadi Konsekuensi
Cristallized
Intelligence
merupakan
kecerdasan yang
berhubungan dengan
kemampuan
berbahasa,
perbendaharaan kata,
pemahaman verbal,
dan lain-lain
Memori Kemunduran dalam
memori primer dan
memori sekunder
*Catatan:
Memori primer
adalah memori
jangka pendek
dengan kapasitas
penyimpanan
informasi yang
sedikit. Memori ini
memungkinkan
seseorang mengingat
kejadian yang baru
saja terjadi.
Memori sekunder
adalah memori
Penurunan kemampuan
untuk mengingat suatu
kejadian yang baru saja
terjadi dan yang terjadi
pada waktu lampau.
Namun menurut
penelitian yang dilakukan
oleh Cansino (2009),
lansia cenderung lebih
banyak mengingat
kejadian yang terjadi di
waktu lampau
dibandingkan yang baru
saja terjadi. Lansia
cenderung mengingat
sesuatu yang terjadi di
waktu lampau tanpa
mengingat dimana
Komponen yang
Mengalami
Perubahan
Hal yang terjadi Konsekuensi
jangka panjang
dengan kapasitas
penyimpanan
informasi yang lebih
banyak. Memori ini
memungkinkan
seseorang dapat
mengingat sesuatu
atau kejadian yang
berlangsung pada
waktu yang telah
lampau.
Metamemori yang buruk.
Metamemori merupakan
memori yang tercipta dari
persepsi diri sendiri
mengenai kemampuan
mengingat, kemampuan
kognitif, dan
perkembangan memori
kejadian itu berlangsung.
Lansia memiliki
anggapan bahwa ia tidak
lebih kompeten dalam hal
mengingat sehingga tidak
ada upaya untuk berusaha
mengingat dan terjadi
penurunan memori jangka
panjang dan jangka
pendek
3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF LANSIA
Perubahan fungsi kognitif lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah :
Tabel 2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Fungsi Kognitif Lansia
Faktor yang
MempengaruhiKomponen Implikasi
Pengaruh personal,
sosial, dan attitudinal
(sikap)
Tingkat pendidikan Semakin tinggi
tingkat pendidikan,
semakin banyak ia
belajar dan semakin
meningkat pula
kemampuan
kognitifnya
Pekerjaan Hubungan sosial
mencakup kombinasi
antara pengalaman
yang mendukung dan
yang membuat
seseorang stres
(Agrigoroaei &
Lachman, 2011).
Lansia yang memiliki
pekerjaan dan
memiliki hubungan
sosial yang baik
cenderung memiliki
fungsi kognitif yang
lebih baik karena
pengaruh lingkungan
tempat kerjanya.
Keputusan lanasi
untuk melanjutkan
berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dapat
membantu mencegah
penurunan kognitif
pada lansia
Hubungan sosial
Faktor yang
MempengaruhiKomponen Implikasi
(Population Research
Bureau, 2007).
Aktivitas belajar
dan istirahat
Penelitian yang
dilakukan oleh
Blondell,
Hammersley-Mather
& Veerman (2014)
telah membuktikan
bahwa lansia yang
melakukan aktivitas
fisik memiliki risiko
yang lebih kecil
terhadap penurunan
kemampuan kognitif.
Orang-orang yang
melakukan aktifitas
fisik secara rutin akan
memiliki performa
kognitif yang lebih
baik, seperti: memori,
fungsional, dan
kecepatan
pemrosesan
(Agrigoroaei &
Lachman, 2011).
Gaya hidup
(contoh: status
nutrisi, aktivitas
fisik)
Ageism dan
stereotipe terhadap
lansia (lansia
dianggap sebagai
individu yang
Stereotipe pada lansia
dapat menurunkan
kemampuan kognitif
lansia dalam
mengingat sesuatu,
Faktor yang
MempengaruhiKomponen Implikasi
kemampuan
memorinya
berkurang)
terutama pada lansia
dengan tingkat
pendidikan yang
tinggi (Hess, Emery,
& Queen, 2009)
Faktor Kesehatan Fisik
dan Mental
Kondisi kronis
seperti penyakit
diabetes mellitus,
gagal jantung,dan
penyakit tiroid
Menurut penelitian
yang dilakukan oleh
Eggermont, de Boer,
Muller, Jaschke,
Camp, & Scherder
(2012), lansia yang
memiliki penyakit
kardiovaskuler
memiliki risiko yang
lebih tinggi terhadap
penurunan fungsi
kognitif karena
kurangnya asupan
darah ke otak
sehingga otak tidak
dapat memproses
informasi dengan
baik
Status nutrisi
(contoh: beta
karoten, vitamin B,
vitamin C,vitamin
D)
Kekurangan vitamin
B6 dan B12 telah
terbukti dapat
menurunkan fungsi
kognitif lansia.Hal ini
dapat dilihat pada
penelitian yang
Faktor yang
MempengaruhiKomponen Implikasi
dilakukan oleh
Agarwal (2011) yang
menunjukkan bahwa
lansia dengan kadar
vitamin B6 dan B12
yang rendah
mendapatkan skor
yang rendah saat tes
kognitif. Hal ini
terjadi karena vitamin
B6 dan vitamin B12
dapat menyebabkan
hiperhomosisteinemia
yang berpotensi
mengganggu
metabolisme
monokarbon dalam
otak sehingga terjadi
penurunan kognitif
Ketidakseimbangan
sensori (gangguan
penglihatan dan
gangguan
pendengaran)
Lansia yang
mengalami
penglihatan dan
pendengaran dapat
mengganggu proses
penerimaan informasi
Stres psikologis
dan depresi
Depresi merupakan
faktor risiko yang
dapat menyebabkan
lansia mengalami
gangguan fungsi
Faktor yang
MempengaruhiKomponen Implikasi
kognitif karena
depresi yang
berkepanjangan
mengakibatkan
elevasi hormon
kortisol yang
berkelanjutan.
Produksi hormon
kortisol yang
menumpuk
(hiperkortisolemia)
dapat mengakibatkan
kerusakan
hipokampal sehingga
otak kehilangan
resistensi atau
kemampuan
mengkompensasi
terhadap kerusakan
degeneratif,
contohnya penyakit
Alzheimer (Ganguli,
2009)
Efek Medikasi Obat-obatan
antikolinergik,
diuretik,
antihipertensi,
antiansietas, dan
lain-lain
Penelitian yang
dilakukan oleh
Ruxton, Woodman,
& Mangoni (2015)
membuktikan bahwa
lansia yang
mengonsumsi obat-
obatan antikolinergik
Faktor yang
MempengaruhiKomponen Implikasi
berisiko tiga kali
lebih tinggi terhadap
gangguan kognitif,
risiko jatuh, dan
berisiko
menyebabkan
kematian
dibandingkan dengan
lansia yang tidak
banyak mengonsumsi
antikolinergik
Faktor Lingkungan Pajanan terhadap
asap rokok dan
pajanan terhadap
polutan dan zat
kimia di tempat
kerja
Merokok dapat
menjadi faktor risiko
terhadap gangguan
kognitif karena
pajanan asap rokok
dapat menyebabkan
progresi lesi pada
periventricular dan
subcortical white
matter yang dapat
mengganggu
kemampuan
menghubungkan
informasi di otak
(Sabia et al, 2013)
4. PENGKAJIAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA
Fungsi kognitif lansia dapat dikaji dengan beberapa cara, diantaranya adalah
dengan MMSE dan CDR.
C. Mini Mental Status Exam (MMSE)
Mini Mental Status Exam (MMSE) merupakan suatu metode pengkajian yang
dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada klien sebagai tes awal
untuk mengetahui kondisi kognitif klien (Woodford & George, 2007). Pada
pemeriksaan MMSE, klien dihadapkan dengan beberapa pertanyaan yang berfokus
pada masalah ketidakseimbangan kognitif, fokus dan orientasi spesifik, kemampuan
berbahasa, perhatian, dan konsentrasi (Miller, 2012). MMSE terdiri dari dua bagian,.
Bagian pertama hanya membutuhkan respon verbal dan mengkaji orientasi, memori,
dan atensi. Bagian kedua mengkaji kemampuan menulis kalimat, menamakan obyek,
mengikuti perintah tertulis dan verbal, serta menyalin gambar poligon komplek (Dewi,
2014).
Berikut format pengkajian MMSE (Dewi, 2014)
Tabel 2.3 Mini Mental Status Exam (MMSE)
No Langkah Skor
Maks
Skor
I. ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal),
(hari) apa? Satu poin untuk setiap jawaban benar.
Tidak ada poin setengah.
5
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota),
(rumah sakit), (lantai/kamar) Satu poin untuk setiap
jawaban benar. Tidak ada poin setengah.
5
II. REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda yang tidak
berhubungan (apel, meja, koin). Klien diminta
mengulangi nama benda.
Sebutkan tiga benda dengan perlahan kira-kira 1
3
detik untuk masing-masing benda. Setelah
disebutkan ketiganya, klien diminta mengulangi
ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama
benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
pengulangan.
III. ATENSI DAN KALKULASI
4 Klien diminta menghitung mundur: mengurangi
100 dengan 7. Hentikan setelah klien memberikan 5
jawaban. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar.
Jika klien tidak dapat melakukannya, minta klien
mengeja terbalik kata ”DUNIA”. Nilai diberi pada
huruf yang benar sebelum kesalahan,misalnya aiund
= 2 nilai.
5
IV. MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Klien diminta menyebut kembali 3 nama benda
yang telah disebutkan pada poin registrasi. Satu
poin untuk setiap jawaban benar.
3
V. BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan 2 nama benda yang
ditunjuk (pensil, buku). Satu poin untuk setiap
jawaban benar.
2
7 Klien diminta mengulang kalimat yang telah
disebutkan terlebih dahulu ”namun”, ”tanpa”,
”bila”. Satu poin untuk setiap pengulangan
sempurna.
1
8 Klien diminta melakukan perintah: ”Ambil kertas
ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua, dan
letakkan di lantai”. Satu poin untuk setiap perintah
yang dilakukan dengan benar.
3
9 Klien diminta membaca dan melakukan perintah
”Pejamkanlah mata anda” yang tertulis di selembar
kertas. Satu poin untuk perintah yang dilakukan
1
dengan benar.
10 Pasien diminta menulis kalimat dengan spontan.
Jangan mendikte kalimat. Kalimat minimal terdiri
dari subyek dan predikat. Ejaan dan tanda baca
tidak diperhitungkan. Satu poin jika klien dapat
melakukannya.
1
11 Klien diminta meniru gambar. Satu poin untuk
salinan gambar yang sesuai.
1
Setelah format terisi, maka selanjutnya dilakukan penilaian. Penilaian MMSE
adalah sebagai berikut (Dewi, 2014):
Tabel 2.4 Penilaian MMSE
Skor Keterangan
Nilai 24-30 Tidak ada gangguan kognitif/ normal
Lansia cenderung pelupa, cenderung untuk melakukan
pekerjaan di rumah, dapat melakukan pekerjaan yang
mudah dan aman, dapat mengenali nama/ alamat
sendiri, pembicaraan terbatas namun masih dapat
dimengerti, dan dapat mengerjakan tugas khusus
Nilai 18-23 Gangguan kognitif sedang
Sering kali tersesat di luar rumah, tidak tahu alamat,
risiko kecelakaan lebih tinggi
Nilai 0-17 Gangguan kognitif berat
Gangguan memori berat, pembicaraan kacau, tidak
mempedulikan personal hygiene.
B. Clinical Dementia Rating (CDR)
CDR merupakan suatu metode pengkajian dengan wawancara klinis dengan
klien dan informan lain untuk mendapatkan informasi mengenai 6 domain kognitif,
yakni memori, orientasi, penilaian dan penyelesaian masalah, hubungan sosial, serta
hobi dan perawatan diri. Dari hasil pengkajian tersebut, tenaga kesehatan akan
mendapatkan hasil yang menyatakan tingkat demensia seseorang. Cara menentukan
seseorang mengalami demensia pada tingkat berapa, perawat dapat mengikuti
beberapa langkah dibawah ini:
1. Lakukan pengkajian kepada pasien dan informan lain menggunakan form yang
terlampir di bawah. Perawat perlu memperhatikan beda form yang akan digunakan
kepada pasien dan informan
2. Lakukan penilaian dan tentukan nilai terhadap masing-masing domain. Menurut
website http://www.ncbi.nlm.nih.gov, masing-masing domain dinilai pada 5 skala
poin, yaitu:
a) 0 : tidak ada gangguan
b) 0,5 : penurunan dipertanyakan
c) 1 : gangguan ringan
d) 2 : gangguan sedang
e) 3 : gangguan berat
*(kecuali domain perawatan diri dinilai pada 4 skala poin tanpa skala poin 0,5)
Kriteria penilaian masing-masing skala poin pada masing-masing domain dapat
dilihat pada tabel yang terlampir.
3. Tentukan skor keseluruhan dengan dihitung menggunakan sebuah algoritma. Untuk
menghitung skor keseluruhan, perawat dapat menggunakan algoritma secara online di
website http://www.biostat.wustl.edu/~adrc/cdrpgm/index.html.
4. Tentukan tingkat demensia pasien berdasarkan hasil skor keseluruhan yang didapat.
Berikut ini merupakan interpretasi dari hasil skor keseluruhan yang didapat (Ellis,
2013) :
a) Stage 1: CDR-0 atau tidak ada gangguan
Stage 1 CDR menggambarkan tidak adanya gangguan pada kemampuan
seseorang yang artinya pasien tidak memiliki masalah memori yang signifikan,
sepenuhnya berorientasi pada waktu dan tempat, memiliki penilaian yang normal,
berfungsi optimal dalam hubungan sosialnya, memiliki kehidupan di rumah yang
terpelihara dengan baik, dan sepenuhnya mampu melakukan perawatan kebutuhan
diri sendiri.
b) Stage 2: CDR-0,5 atau gangguan dipertanyakan
Skor 0,5 pada skala CDR menggambarkan sangat sedikit gangguan. Pasien
kemungkinan memiliki inkonsistensi memori yang kecil. Pasien juga
kemungkinan berusaha keras untuk memecahkan masalah yang menantang dan
memiliki masalah dengan waktu. Selain itu, pasien kemungkinan melakukan
keliru atau salah pada saat kerja atau ketika terlibat dalam kegiatan sosial. Namun,
pasien pada tahap ini masih dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa
bantuan.
c) Stage 3: CDR-1 atau gangguan ringan
Stage 3 CDR menggambarkan adanya gangguan pada tiap domain namun
gangguan tersebut masih ringan. Memori jangka pendek pasien mengalami
gangguan dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari pasien. Pasien mulai
menjadi disorientasi tempat dan kemungkinan memiliki masalah dengan arah dan
bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Pasien mulai mengalami masalah dalam
aktivitasnya di luar rumah. Tugas-tugas rumah pasien pun akan mulai diabaikan
dan pasien membutuhkan seseorang untuk mengingatkan pasien untuk melakukan
perawatan personal hygiene.
d) Stage 4: CDR-2 atau gangguan sedang
Pasien pada tahap ini membutuhkan bantuan dalam hal hygiene. Meskipun
pasien pada tahap ini cukup baik dalam melakukan aktivitas sosial atau
melakukan tugas-tugasnya, namun pasien membutuhkan pendampingan. Pada
tahap ini pula, pasien mengalami disorientasi waktu dan tempat. Pasien mudah
tersesat dan berusaha keras untuk memahami hubungan antarwaktu. Memori
jangka pendek klien mengalami gangguan yang serius dan sulit mengingat sesuatu
yang baru, termask orang-orang yang baru saja ditemui.
e) Stage 5: CDR-3 atau gangguan berat
Tahap ini merupakan tahap yang paling parah dari demensia. Pada tahap
ini, pasien tidak dapat berfungsi pada semua aktivitas tanpa bantuan. Pasien juga
mengalami hilang memori yang ekstrim serta disorientasi waktu atau tempat. Hal
ini menyebabkan pasien tidak mungkin lagi terlibat dalam aktivitas sosial. Serta
aktivitas pasien di rumah akan sangat memerlukan bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan pribadi pasien.
5. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL
Konfusi Kronik
Kerusakan Memori
Keluyuran
Defisit Perawatan Diri: Eliminasi
6. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis 1: Konfusi Kronik
Data Diagnosis Outcome (NOC)
DS:
Klien menyatakan:
• Kesulitan mengikuti perintah
petugas panti
• Tidak mengenali orang yang
datang
• Lupa nama teman sesama
penghuni panti
DO:
• Kakek H sering berjalan mondar
mandir tanpa tujuan
• Lupa tempat menaruh benda
Konfusi Kronik (00128)
Domain 5: Persepsi/Kognisi
Kelas 4: Kognisi
Kode: 00128
Level 1, Domain II: Kesehatan
Fisiologis
Level 2, Kelas J: Neurokognitif
Level 3, Hasil:
Orientasi Kognitif (0901)
Pemrosesan Informasi (0907)
• 090709: Memahami sebuah
kalimat
• 090710: Memahami sebuah
paragraf
• 090711: Memahami sebuah cerita
• 090703: Mengungkapkan pesan
yang koheren
Intervensi
Level 1, Domain 4: Aktivitas
Keamanan
Level 2, Kelas V:
Manajemen Risiko
Level 3, Intervensi:
Manajemen Demensia
(6460)
Berbicara dengan jelas, pelan, hangat, dan nada suara yang respek
Gunakan interaksi dengan kontak mata dan sentuhan
Identifikasi ADL Klien
Mengkaji riwayat fisik, sosial, dan fisiologi klien, dan rutinitas
Mengkaji jenis dan tingkat penurunan kognitif,
Memonitor fungsi kognitif
Sediakan pencahayaan yang cukup dan tidak silau
Identifikasi dan hilangkan bahaya yang potensial dari lingkungan klien
Sediakan caregiver yang familiar dengan klien (hindari rotasi staff berkala)
Level 1, Domain 3:
Perilaku
Level 2, Kelas P: Terapi
Kognitif
Level 3, Intervensi:
Orientasi Realita (4820)
Aktivitas
Panggil klien dengan nama
Lakukan pendekatan secara perlahan dan santai
Berbicara dengan jelas
Tanyakan satu pertanyaan dalam satu waktu
Hindari membuat klien frustasi dengan permintaan yang melebihi kapasitas
Informasikan terkait orang, tempat, dan waktu kepada klien
Gunakan gerak tubuh dan alat bantu untuk mendukung komunikasi verbal selama pembicaraan
Hindari situasi yang tidak familiar dengan klien
Gunakan rambu pada lingkunan (seperti: rambu, gambar, jam, kalendar)
Level 1, Domain 3:
Perilaku
Level 2, Kelas P: Terapi
Kognitif
Level 3, Intervensi:
Stimulasi Kognitif
(4720)
Aktivitas
Orientasi kepada waktu, tempat, dan orang
Berbincang-bincang dengan klien
Lakukan stimulasi sensori
Gunakan jedah waktu
Lakukan pengulangan dalam memberikan materi baru
Gunakan bantuan peralatan untuk mengingat, seperti: checklist, jadwal, dan catatan pengingat
Penekanan atau pengulangan
Diagnosis 2: Kerusakan Memori
Data Diagnosis Otcome (NOC)
DS:
Klien menyatakan:
• Tidak mengenali orang yang
datang
• Lupa nama teman sesama
Kerusakan Memori
Domain 5: Persepsi/ Kognisi
Kelas 4: Kognisi
Kode: 00131
Level 1, Domain 2: Kesehatan Fisiologis
Level 2, Kelas J: Neurokognitif
Level 3 Kode (0900): Kognisi
Indikator:
penghuni panti
DO:
• Sering lupa jalan pulang
• Lupa tempat menaruh benda
• Sholat wajib lebih dari 5 waktu
• Mandi lebih dari waktu yang
ditentukan
• Klien mampu melaksanakan
proses mental yang komplex
Intervensi
Level 1, Domain 3:
Perilaku
Level 2, Kelas P: Terapi
kognitif
Level 3 Kode (4760):
Memory Training
Aktivitas:
Mendiskusikan dengan klien dan keluarga tentang adanya gangguan memori
Stimulasi klien dengan mengulang apa yang dia pikirkan dengan tepat
Membantu klien mengingat gambar dengan tepat
Mendorong klien untuk berpartisipasi dalam grup memory training jika memungkinkan
Identifikasi adanya orientasi eror pada klien
Monitor perubahan memori setelah training
Berikan kesempatan untuk berkonsentrasi seperti bermain game
Membantu klien mengingat kenangan masa lalu
Monitor perilaku klien selama terapi
Diagnosis 3: Keluyuran
Data Diagnosis Otcome (NOC)
DS:
Lansia di sekitar mengatakan kakek H
“gila”, setiap hari kakek H berjalan bolak-
balik tanpa tujuan
DO:
• Kakek H sudah dua kali hilang dan
dikembalikan satpol PP karena
kabur dari panti dan kebingungan
d jalan
• Kakek H sering lupa jalan pulang
Keluyuran
Domain 4: Aktivitas/Istirahat
Kelas 3: Keseimbangan Energi
Kode: 000154
Level 1, Domain 4: Health knowledge &
Behavior
Level 2, Kelas T: Risk control & Safety
Level 3 Kode (1909): Perilaku
pencegahan jatuh
Indikator:
• 190910 : Penggunaan alas kaki
anti selip
Level 1, Domain 3: Kesehatan Psikososial
Level 2, Kelas M: Kesejahteraan
Psikologis
Level 3 Kode (1211): Tingkat Ansietas
Indikator :
• 121102 Klien tidak mondar-
mandir tanpa tujuan
• 121101 Klien tidak mengalami
kegelisahan
• 121129 Klien tidak mengalami
gangguan tidur
Intervensi
Level 1 Domain 4:
Keamanan
Level 2 Kelas V:
Manajemen Risiko
Level 3 Intervensi:
Manajemen Lingkungan
Aktivitas
Berikan lingkungan yang aman untuk klien
Identifikasi kebutuhan keamanan klien berdasarkan tingkatan kesehatan fisik dan kognitif
Jauhkan objek berbahaya dari lingkungan sekitar klien
Dampingi klien ketika di luar lingkungan panti
Bantu klien untuk menggunakan pakaian yang khas pada klien seperti piyama pribadi, jubah
pribadi, atau sejenisnya
(6480)
Level 1 Domain 4:
Keamanan
Level 2 Kelas V:
Manajemen Risiko
Level 3 Intervensi:
Manajemen Lingkungan
(6480)
Aktivitas
Identifikasi kebiasaan klien, seperti pola tidur, pola makan, pola pemenuhan kebersihan diri, dan
pola eliminasi
Monitor fungsi kognitif dengan alat pengukuran standard
Modifikasi lingkungan yang nyaman bagi klien (tenang, sederhana, dan pola dekorasi ruangan yang
familiar dengan klien)
Sediakan penerangan yang terang namun tidak silau
Berikan gelang identitas pada klien
Diagnosis 4: Defisit Perawatan Diri
Data Diagnosis Otcome (NOC)
DS:
Kakek H menyatakan:
• sering Bak di sembarang tempat
dan
• Tidak mengetahui letak kamar
Eliminasi
Domain 4: Aktivitas/ Istirahat
Kelas 5: Perawatan Diri
Kode: 00110
Fungsional
Level 2, Kelas D: Perawatan diri
Level 3, Hasil: Perawatan Diri:
Toileting (0310)
Indikator:
mandi
DO:
• Kakek H sering BAK disembarang
tempat
• 031001: Merespon sensasi penuh
pada kandung kemih tepat waktu
• 031005: Memposisikan diri di
toilet
• 031014: Mencapai toilet diantara
sensasi ingin berkemih dan
pengeluaran urine
Intervensi
Level 2, Kelas B:
Manajemen Eliminasi
Level 3, Intervensi:
Bantuan Perawatan Diri:
Toileting (1804)
Aktivitas
Pertimbangkan budaya pasien ketika membantu aktivitas perawatan diri
Pertimbangkan usia pasien ketika membantu aktivitas perawatan diri
Bantu pasien untuk menuju toilet
Fasilitasi toilet hygiene setelah eliminasi
Siram toilet
Buat jadwal toileting
Instruksikan pasien dalam rutinitas toileting
Pantau integritas kulit klien
Referensi:
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier Inc
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2014). Nanda International, Inc. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017, tenth edition. Oxford : Wiley-Blackwell
Moorhead, S., Johson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier Inc
Wilkinson, Judith & Nancy A. Ahern. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9. Jakarta: EGC.
Husband, A., Worsley, A. (2006). Different types of dementia. Pharmaceutical journal, 277(5), 579-582
Miller, C. A. (2012). Nursing of Wellness in Older Adults: Theory and Practice (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin
Passmore, P. (2010). Behavioural and psychological symptomps in Alzheimer’s disease. Journal of quality research in dementia
Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Agarwal, R. (2011). Vitamin B12 deficiency and cognitive impairment in elderly population. Indian Journal of Medical Research, 134(4), 410-
412
Agrigoroaei, S., & Lachman, M.E. (2011). Cognitive functioning in midlife and old age: combined effects of psychosocial and behavioral
factors. The Journals of Gerontology, Series B: Psychological Sciences and Social Sciences, 66B(S1), i130–i140,
doi:10.1093/geronb/gbr017
Eggermont, L. H. P., de Boer, K., Muller, M., Jaschke, A. C.,Kamp, O., Scherder, E. JA. (2012). Cardiac disease and cognitive impairment.
Journal of health perspectives, 98(18), 1334-1340
Ganguli, M. (2009). Depression, cognitive impairment, and dementia: why should clinicians care about web of causation?. Indian J. Psychiatry,
51, 29-34
Morris, J. C. Clinical dementia rating (CDR). Dipublikasikan dalam website http//www.dementia-assessment.com.au > global.
Population Research Bureau. (2007). Cognitive aging: imaging, emotion, and memory. Today’s Research on Aging. Issue 5. July 2007
Sabia, S., et al. (2013). Impact of smoking on cognitive decline in early old age: the whitehall II cohort study. Arch gen psychiatry, 69(6), 627-
635