memori dan demensia

56
PENGAYAAN MEMORI DAN DEMENSIA Oleh : A. M. Henry Santoso 105070100111019 Berlian Cyntia Devi 105070100111030 Pembimbing : dr. S. B. Rianawati, Sp.S

Upload: albertus-maria-henry-santoso

Post on 19-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Memory and Dementia _ a reference for a medical student clerkship in neurology department

TRANSCRIPT

Page 1: Memori Dan Demensia

PENGAYAAN

MEMORI DAN DEMENSIA

Oleh :

A. M. Henry Santoso 105070100111019

Berlian Cyntia Devi 105070100111030

Pembimbing :

dr. S. B. Rianawati, Sp.S

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG

2015

Page 2: Memori Dan Demensia

DAFTAR ISI

Daftar Isi.............................................................................................i

BAB I . PENDAHULUAN...................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................1

1.2 Tujuan..........................................................................................2

BAB II . PEMBAHASAN....................................................................3

2.1 Memori.........................................................................................4

2.1.1 Definis Memori...............................................................4

2.1.2 Klasifikasi.......................................................................5

2.2 Sistem Limbik...............................................................................7

2.2.1 Talamus..........................................................................8

2.2.2 Hipotalamus...................................................................9

2.2.3 Amygdala........................................................................9

2.2.4 Hipokampus...................................................................10

2.3 Tahapan Pembentukan Memori...................................................10

2.3.1 Registrasi atau encoding................................................10

2.3.2 Penyimpanan atau storage............................................11

2.3.3 Pemanggilan kembali atau recall...................................11

2.4 Biomolekular Memori...................................................................13

2.4.1 Short Term Potentiation..................................................13

2.4.2 Long Term Potetiation....................................................14

2.5 Demensia.....................................................................................16

2.5.1 Definisi............................................................................16

2.5.2 Etiologi dan Klasifikasi....................................................16

2.5.3 Patofisiologi....................................................................17

2.5.4 Tanda dan Gejala...........................................................17

2.5.5 Pemeriksaan Fisik..........................................................18

2.5.6 Pemeriksaan Penunjang................................................19

2.5.7 Diagnosis Banding ........................................................19

2.5.7.1 Delirium............................................................19

Page 3: Memori Dan Demensia

2.5.7.2 Pseudodemensia..............................................20

2.6 Demensia Alzheimer....................................................................21

2.6.1 Definisi............................................................................21

2.6.2 Patofisiologi....................................................................21

2.6.3 Etiologi............................................................................22

2.6.4 Tanda dan Gejala...........................................................22

2.6.5 Pemeriksaan Fisik..........................................................23

2.6.6 Pemeriksaan Penunjang................................................24

2.6.7 Kriteria Diagnosis...........................................................25

2.6.8 Terapi..............................................................................26

2.6.9 Prognosis.......................................................................26

2.7 Demensia Vakular........................................................................27

2.7.1 Definisi............................................................................27

2.7.2 Etiologi............................................................................28

2.7.3 Patofosiologi...................................................................28

2.7.4 Tanda Klinis....................................................................29

2.7.5 Pemeriksaan Fisik..........................................................29

2.7.6 Pemeriksaan Penunjang................................................30

2.7.7 Kriteria Diagnosis...........................................................31

2.7.8 Terapi..............................................................................32

2.7.9 Prognosis.......................................................................32

BAB III . KESIMPULAN.....................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................34

Page 4: Memori Dan Demensia

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Memori merupakan suatu fungsi fundamental yang sangat penting

bagi manusia. Dalam melakukan setiap aktifitas sehari-hari manusia

membutuhkan memori baik secara sadar maupun tidak sadar. Contoh

pemakaian memori secara sadar seperti mengingat materi yang telah

dipelajari saat ujian, mengingat jalan, mengingat nama orang ataupun

mengingat suatu kegiatan yang harus dilakukan. Sedangkan pada

pemakaian memori secara tidak sadar seperti melakukan skill dan prilaku

sehari-hari. Sebagai contoh, bagi orang yang sudah bisa dan terbiasa

mengendarai mobil, dia tidak akan perlu berpikir lagi dimana letak rem

ataupun gas dan cara menggunakannya.

Perbedaan penggunaan memori tersebut ditentukan dari jenis

memori apa yang digunakan. Penggunaan memori pada saat seseorang

mengingat suatu informasi ataupun kegiatan dikenal dengan memori

eksplisit. Sedangkan memori yang berhubungan dengan skill disebut

dengan memori implisit. Memori implisit sangat bergantung pada sudut

pandang individu terhadap stimulus yang diberikan sedangkan pada

memori eksplisit tidak dipengaruhi. Dalam penyimpanan suatu memori

diperlukan suatu proses penyimpanan. Secara umum proses

penyimpanan memori melalui 3 proses yang saling berkaitan satu sama

lain. Proses penyimpanan memori tersebut tidak dapat dipisahkan dari

bagian otak yang disebut sistem limbik.

“Lupa” adalah fenomena yang mungkin sudah dianggap wajar ter-

jadi pada manusia, khususnya para manula, namun tak jarang pula hal ini

dapat dirasakan sangat mengganggu dan merugikan diri sendiri dan

orang disekitarnya. Bila kelupaan ini sudah sangat merugikan dan mulai

mengarah ke keadaan patologis, maka masalah ini bisa menjadi perha-

tian sendiri dalam bidang kedokteran.

Fungsi memori sendiri sangat peka terhadap segala perubahan

patologis dari tubuh manusia, antara lain penyakit neurodegenerative,

stroke, tumor, cedera kepala, hipoksia, malnutrisi, depresi, kecemasan,

Page 5: Memori Dan Demensia

ataau bahkan merupakan efek samping dari suatu obat. Pada akhirnya

masalah yang mungkin lebih dikenal dengan istilah “kepikunan” dalam ba-

hasa awam, menjadi masalah multidisipliner, yang melibatkan dokter

umum, dokter saraf, dokter jiwa, dokter penyakit dalam, dan bahkan dok-

ter bedah.

Istilah kepikunan yang dikeluhkan oleh para kaum manula, sering

kali merupakan demensia, entah demensia vascular ataupun non-vasku-

lar. Melalui makalah yang jauh dari sempurna ini, penulis berharap bahwa

mahasiswa kepaniteraan umum madya dapat mendiagnosis, melakukan

penatalaksanaan awal, dan mengetahui indikasi untuk merujuk pasien de-

mensia, mengingat demensia memiliki kompetensi 3A dan Alzheimer

kompetensi 2 menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012.

1. 2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari

penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui definisi dari memori

1. Mengeahui neuroanatomi dari memori

2. Mengetahui neurofisiologi dari memori

3. Mengetahui definisi dan batasan dari demensia, demensia

Alzheimer, dan demensia vaskular

4. Mengetahui etiologi dari demensia, demensia Alzheimer, dan

demensia vaskular

5. Mengetahui faktor resiko dari demensia, demensia

Alzheimer, dan demensia vaskular

6. Mengetahui patofisiologi dari demensia, demensia

Alzheimer, dan demensia vaskular

7. Mengetahui tanda dan gejala dari demensia, demensia

Alzheimer, dan demensia vaskular

8. Mengetahui kriteria diagnosis dari demensia, demensia

Alzheimer, dan demensia vaskular

9. Mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang untuk

Page 6: Memori Dan Demensia

demensia, demensia Alzheimer, dan demensia vaskular

10. Mengetahui manajemen penatalaksanaan dari demensia,

demensia Alzheimer, dan demensia vaskular

Page 7: Memori Dan Demensia

BAB II

PEMBAHASAN

Memory merupakan suatu fungsi fundamental yang sangat penting bagi

manusia. Dalam melakukan setiap aktifitas sehari-hari manusia membutuhkan

memory baik secara sadar maupun tidak sadar. Contoh pemakaian memori

secara sadar seperti mengingat materi yang telah dipelajari saat ujian, mengingat

jalan, mengingat nama orang ataupun mengingat suatu kegiatan yang harus

dilakukan. Sedangkan pada pemakaian memori secara tidak sadar seperti

melakukan skill dan prilaku sehari-hari. Sebagai contoh, bagi orang yang sudah

bisa dan terbiasa mengendarai mobil, dia tidak akan perlu berpikir lagi dimana

letak rem ataupun gas dan cara menggunakannya.

Perbadaan penggunaan memory tersebut ditentukan dari jenis memori

apa yang digunakan. Penggunaan memori pada saat seseorang mengingat

suatu informasi ataupun kegiatan dikenal dengan memori eksplisit. Sedangkan

memori yang berhubungan dengan skill disebut dengan memori implisit. Memori

implisit sangat bergantung pada sudut pandang individu terhadap stimulus yang

diberikan sedangkan pada memori eksplisit tidak diengaruhi. Dalam

penyimpanan suatu memori diperlukan suatu proses penyimpanan. Secara

umum proses penyimpanan memori melalui 3 proses yang saling berkaitan satu

sama lain. Proses penyimpanan memori tersebut tidak dapat dipisahkan dari

bagian otak yang disebut sistem limbic.

2.1 Memori

2.1.1 Definisi Memori

Memori merupakan istilah umum dari suatu proses mental yang

menyebabkan seseorang dapat menyimpan informasi untuk recall

selanjutnya. Jangka waktu untuk panggilan/ recall dapat singkat beberapa

detik, atau panjang dalam beberapa tahun. Memori merupakan tempat

penyimpanan informasi dari lingkungan dengan kapasitas yang tidak

terbatas. Tulving &Craik mendefinisikan memori sebagai cara-cara yang

dengannya kita mempertahankan dan menarik pengalaman - pengalaman

dari masa lalu untuk digunakan saat ini

Page 8: Memori Dan Demensia

2.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan jenis materi yang diingat, memori dibagi atas :

a. Memori prosedural

Disebut juga memori implisit. Merupakan bentuk memori yang tidak

dapat dinyatakan atau dibawa ke fikiran melalui penglihatan. Bentuk

memori ini lebih menekankan pada kemahiran dan recall keahlian kognitif

dan motorik setelah suatu prosedur khusus (misal belajar berjalan,

mengendarai sepeda, atau mobil). Daerah yang berperan adalah

neostriatum, serebellum dan korteks sensorimotor.

b. Memori deklaratif

Disebut juga memori eksplisit. Berupa pengetahuan yang dapat

dinyatakan dan dibawa ke dalam fikiran selama penglihatan sadar, seperti

fakta- fakta, kata, nama dan wajah seseorang, yang dapat dipanggil

kembali dari memori, ditempatkan dalam fikiran, dan dilaporkan. Jenis

memori ini sangat erat kaitannya dengan fungsi hipokampus dan struktur

lobus temporal mesial lainnya. Terbagi menjadi memori episodik dan

memori semantik. Memori episodik menunjuk kepada kejadian khusus

atau pengalaman seseorang, misalnya menghadiri acara pernikahan

teman dekat. Memori semantik menunjuk kepada proses belajar dan recall

fakta-fakta dan pengetahuan umum.

Berdasarkan modalitas materi yang diingat, terdiri dari :

a. Memori verbal

Berkenaan dengan proses belajar dan recall informasi yang didapat

dari bahasa.

b. Memori non verbal

Berhubungan dengan proses belajar dan recall informasi visual,

melodi, sensasi sentuh dan bau.

Page 9: Memori Dan Demensia

Berdasarkan jangka waktu materi diingat, dibagi menjadi :

a. Short term memory

Ingatan jangka pendek merupakan tempat kita menyimpan ingatan

atas sesuatu yang baru saja dialami atau dipikirkan. Ingatan yang masuk

dalam memori sensoris diteruskan kepada ingatan jangka pendek. Ingatan

jangka pendek mempunyai durasi yang sedikit lebih lama dari memori

sensoris, selama kita menaruh perhatian pada sesuatu, kita dapat

mengingatnya dalam ingatan jangka pendek. Dari ingatan jangka pendek

ini, akan ada sebagian materi yang hilang, dan sebagian lagi diteruskan ke

dalam ingatan jangka panjang.

Jika kita mengingat kembali terhadap suatu informasi, maka dari

ingatan jangka panjang tadi akan dikembalikan ke ingatan jangka pendek.

Suatu misal, kita membaca suatu kalimat dalam sebuah buku, kalimat

tersebut kita ulang terus sampai kita bisa menuliskannya, dan kalimat

tersebut akan tetap tersimpan di dalam memori kita selama kita sering

memikirkannya atau mengulasnya kembali. Jika kita berhenti mengulas

atau memikirkannya maka, hal itu dengan sendirinya akan terhapus dalam

kisaran waktu 10-20 detik.

Kemampuan memori jangka pendek dalam menyimpan informasi

sangat terbatas, kurang lebih hanya lima hingga sembilan informasi saja

yang dapat ditampung di dalam memori jangka pendek secara sekaligus.

Setiap kali kita memberikan perhatian ke informasi baru yang berasal dari

memori sensorik, kita harus menyisihkan hal lain yang telah kita

perhatikan sebelumnya. Ingatan jangka pendek tidak hanya merupakan

tempat menampung ingatan sementara, tetapi juga berperan sebagai

tempat akses berpikir secara aktif, tempat menyaring, memilih, dan

menggabungkan informasi lama dengan informasi yang baru, setelah itu

barulah otak yang berperan dalam mengambil keputusan.

b. Long term memory

Ingatan jangka panjang adalah ingatan yang tersimpan dalam otak

Page 10: Memori Dan Demensia

manusia dan dapat ditarik kembali pada beberapa minggu bahkan tahun

kemudian. Pada long term memory, ingatan dapat isimpang tahunan

bahkan selamanya atau bersifat permanen. Pemrosesan memori dimulai

sejak diberikannya stimulus pada sistem sensoris. Selanjutnya stimulus

masuk ke dalam sensory register dalam beberapa detik. Sebagian besar

informasi yang masuk dalam sensory register akan dilupakan dan

beberapa akan dilanjutkan ke dalam memori jangka pendek. Informasi

yang sudah berada dalam short term memori sebagian lagi akan diproses

lebih lanjut ke dalam long term memory system namun sisanya akan

dilupakan. Informasi yang masuk ke dalam long term memory akan

bertahan lebih lama atau bahkan akan tetap ada seumur hidup.

Daerah otak yang berperan dalam proses belajar dan memori

2.2 Sistem Limbik

Sistem limbic adalah bagian dari otak yang sangat erat kaitannya dengan

prilaku. Struktur sentral serebrum basal dikelilingi korteks serebri yang disebut

korteks limbik. Korteks limbik berfungsi sebagai daerah asosiasi untuk

Page 11: Memori Dan Demensia

pengendalian fungsi tingkah laku tubuh dan sebagai gudang informasi atau

ingatan yang menyimpan informasi mengenai pengalaman yang lalu seperti rasa

nyeri, senang, nafsu makan, bau, dan sebagainya. Gudang informasi selanjutnya

disalurkan ke daerah limbik. Asosiasi informasi yang didapatkan dari gudang

informasi merupakan perangsangan untuk mencetuskan jawaban tingkah laku

yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi seperti marah dan lain-lain.

Sistem limbic terdiri atas thalamus, amigdala, hipotalamus dan

hipokampus. Dimana setiap bagian dari sistem limbic tersebut memiliki fungsi

dan peranan masing-masing dalam menyimpan suatu ingatan serta memberi

respon terhadap suatu kejadian.

Fungsi dari setiap bagian pada sistem limbic:

2.2.1 Talamus

Page 12: Memori Dan Demensia

Secara anatomis, thalamus terletak di otak bagian tengah dan berada tepat

diatas batang otak. Thalamus bekerja sebagai pusat pengaturan kognitif

manusia dimana thalamus sebagai pusat penerimaan hantaran rangsangan

dari sistem indra pada tubuh dan menyalurkan ke korteks serebri untuk

diolah.

2.2.2 Hipotalamus

Hipotalamus merupakan bagian depan dari diensefalon yang terletak di

bagian bawah dari sulkus hipotalamic dan di depan nucleus

interpundenkuler. hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan daerah

inti. Thalamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf

autonom juga bekerja dengan hipofisis untuk mempertahankan

keeimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui

peningkatan vasokonstriksi maupun vasodilatasi pembuluh darah.

Hipotalamus juga bekerjasama dengan kelenjar hipofisis untuk

mempengaruhi hormon dalam tubuh. Fungsi lain dari hipotalamus

adalah memberikan sensasi lapar ketika gula darah rendah, mengatur

berat badan dengan cara mempengaruhi deposit lemak subkutan,

mengatur rasa mengantuk, mengatur suhu tubuh, mengatur tekanan

darah, mengatur respon emosional serta mengatur gairah seksual.

2.2.3 Amigdala

Amigdala berfungsi sebagai pusat pengatur emosi. Jadi rangsangan dari

indra tubuh diteruskan ke otak kemudian ke talamus lalu sinaps tunggal

menuju ke amigdala. Kemudian amigdala akan memberikan reaksi/respon

emosi. Emosi yang ditangkap oleh amigdala akan dirasionalisasikan oleh

korteks prefrontal, ketika amigdala mengontrol emosi, korteks prefrontal

mengendalikannya dalam proporsi seimbang. Mekanisme kerjanya, amigdala

memproses emosi secara langsung atau melalui system limbik yang lain yang

sinyalnya diberikan oleh amigdala. Untuk komponen emosi yang kerjanya

dijalarkan ke hipotalamus, maka yang menentukan komponen emosi apa

yang akan timbul ( senang atau kecewa, marah atau bahagia serta

komponen lain ) ditentukan oleh amigdala. Hipotalamus hanya sebagai

Page 13: Memori Dan Demensia

tempat pembentukan, tapi konsep atau pola emosi yang akan dibentuk sudah

ditentukan oleh amigdala meskipun hipotalamus sendiri dapat menghasilkan

komponen perilaku dengan menggunakan rangsangan listrik. Terkadang

rangsangan dari talamus bekerja lebih cepat pada amigdala daripada

neurokorteks sehingga terjadi emosi yang bertindak lebih cepat sebelum otak

rasional dapat berpikir.

2.2.4 Hipokampus

Hipokampus merupakan bagian dari otak besar yang terdapat didaerah lobus

temporal. Normalnya setiap manusia memiliki 2 hipokampus yang masing-

masing berada di bagian kanan dan kiri otak. Hipokampus memiliki peran

penting dalam proses penyimpanan memori jangka pendek. Untuk memori

jangka pendek, memori akan cepat hilang dan tidak dapat diingat samasekali.

Untuk menjadi ingatan jangka panjang, perlu dilakukan pengulangan atas

memori jangka pendek. Perubahan memori jangka pendek menjadi meori

jangka panjang disebut konsolidasi memori.

2.3 Tahapan Pembentukan Memori

Proses memori terdiri dari 3 tahapan:

2.3.1 Registrasi atau encoding

Pada tahap ini informasi diterima dan diregistrasi oleh suatu modalitas

sensorik tertentu seperti sentuhan, pendengaran atau penglihatan.

Setelah informasi sensorik diterima dan diregistrasi, informasi tersebut

dipertahankan sementara dalam working memory (memori jangka

pendek). Proses Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi

dengan cara mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombang-

gelombang listrik tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada

organisme). Jadi encoding merupakan suatu proses mengubah sifat suatu

informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat memori

organisme. Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu informasi

disimpan dalam memori.

Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:

1. Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya

Page 14: Memori Dan Demensia

dimasukkan dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh

konkritnya dapat kita lihat pada anak-anak yang umumnya menyimpan

pengalaman yang tidak disengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa

yang diinginkan jika ia menangis keras-keras sambil berguling-guling.

   2. Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan

pengalaman dan pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya kita

sebagai mahasiswa, dimana dengan sengaja kita memasukkan segala hal

yang dipelajarinya di perguruan tinggi.

2.3.2 Penyimpanan atau storage

Fungsi kedua dari ingatan adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan

terhadap apa yang telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari atau apa

yang dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan tersimpan dalam

bentuk jejak-jejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut bi-

asa juga disebut dengan memory traces. Walaupun disimpan namun jika tidak

sering digunakan maka memory traces tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kem-

bali bahkan juga hilang, dan ini yang disebut dengan kelupaan. Sehubungan

dengan masalah retensi dan kelupaan, ada satu hal yang penting yang dapat di-

catat, yaitu mengenai interval atau waktu antara memasukkan dan menimbulkan

kembali.

Masalah intercal dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:

Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan bahan

(act of remembering). Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin

lama intervalnya, makin kurang kuat retensinya, atau dengan kata lain kekuatan

retensinya menurun.

Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat atau

mengisi interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan merusak atau

mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan individu akan mengalami

kelupaan.

Proses penyimpanan ini dapat ditingkatkan dengan pengulangan, sehingga

dikatakan bahwa penyimpanan adalah suatu proses aktif yang memerlukan us-

aha berupa latihan dan pengulangan.

Page 15: Memori Dan Demensia

2.3.3 Pemanggilan kembali atau Recall

Merupakan tahap akhir dari proses memori. Pada tahap ini

informasi yang sudah disimpan dipanggil kembali sesuai permintaan atau

kebutuhan (disebut memori deklaratif). Fungsi ketiga ingatan adalah

berkaitan dengan menimbulkan kembali hal-hal yang disimpan dalam

ingatan. Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan

menemukan informasi yang disimpan dalam memori untuk digunakan

kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam proses mengingat kembali

sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan

sehari-hari. Seseorang dikatakan “Belajar dari Pengalaman” karena ia

mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa

lalu untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi saat ini juga.

Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan dapat

menggunakan cara:

1. Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa

lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya

mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang dimaksud.

2. Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah dipela-

jari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya

mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang yang

bersangkutan.

3. Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan berba-

gai informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks.

Proses mengingat reintegrative terjadi bila seseorang ditanya sebuah

nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka akan teringat banyak

hal dari tokoh tersebut karena orang tersebut telah menontonnya berkali-

kali.

Klasifikasi lain dari memori yang di recall adalah:

1. Immediate memory

Istilah yang digunakan bila memori dipanggil kembali setelah jangka

waktu beberapa detik. Disebut juga immediate recall. Immediate memory

Page 16: Memori Dan Demensia

sangat bergantung pada atensi dan konsentrasi. Contoh memori ini adalah

mengingat nama baru yang baru saja didengar. Daerah yang berperan

adalah daerah asosiasi neokorteks dan prefrontal.

2. Recent Memory

Berkaitan dengan recall memori setelah beberapa menit, jam atau hari.

Memori ini ditingkatkan dengan proses belajar dan pengulangan.

Beberapa peneliti telah menemukan adanya perubahan pada sinaps, yang

disebut dengan long term synaptic potentiation yang dapat menjelaskan

keadaan ini. Contoh dari memori ini adalah mempelajari materi baru dan

memanggil materi itu setelah beberapa menit, jam, atau hari. Daerah yang

berperan adalah lobus temporal medial (hipokampus, amigdala dan

diencephalon.

3. Remote Memory

Menunjuk kepada recall kejadian yang telah terjadi bertahun- tahun

sebelumnya, misalnya mengingat nama- nama guru, dan teman- teman

sekolah yang lama, tanggal lahir, dan fakta sejarah. Pada pasien yang

mengalami gangguan pada recent memory, remote memory menunjuk

kepada recall kejadian- kejadian sebelum onset terjadinya gangguan

recent memory. Struktur otak yang terlibat dalam remote memory adalah

korteks asosiasi kanan dan kiri.

Perbedaan dari ketiga jenis memori tersebut dideskripsikan dalam tabel dibawah

ini.

Memory

Stage

Phase Time course Name Required Anatomy

Sensori Perception

information

Immediate Perception

recognition

Basic sensory cortex

Primary

short term

Processing

registration

Few seconds Short term Sensory, motor,cortex

Secondary

long term

Storage/

consolidation

Minutes,

hours, days

Recent

memory

Limbic system,

hippocampus,

Page 17: Memori Dan Demensia

amygdala

Retrieval Years Remote/old

memory

Left, right association

cortex

Sumber: Kempler, D. 2005. Neurocognitivedisorder in aging. Sage

Publications, Inc. California

2.4 Biomolekular Memory

2.4.1 Short Term Potentiation

Penyimpanan memori jangka pendek sangat erat kaitannya dengan

habituasi dan sensitisasi. Habituasi adalah pengurangan respon terhadap

rangsangan atau kejadian yang diberikan secara berulang ulang terutama

jika tidak ada pengaruh terhadapnya. Sedangkan sensitisasi adalah

peningkatan respon terhadap stimulus yang ringan menyertai stimulus

yang kuat atau berbahaya.

Habituasi

Saat sebuah potensial aksi tiba pada terminal akson presinap,

kanal ca2+ terbuka sehingga Ca masuk kedalam sel untuk memicu

eksositosis neuoro transmitter. Pada habituasi pembukaan kanal Ca ini

tidak terjadi atau berkurang. Habituasi merupakan proses belajar yang

paling umum dan merupakan proses pertama pada bayi. Dengan belajar

untuk tidak mengindhkan stimulus tertentu, stimulus-stimulus yang lebih

penting akan lebih diperhatikan.

Sensitasi

Berkebalikan dengan habituasi, pada sensitasi pembukaan kanal

kalsium justru meningkat. Oleh karena itu, terjadi peningkatan pelepasan

neurotrasnmiter sehingga potensial post sinaps juga menjadi lebih besar.

Neurotransmitter serotonin dilepaskan dari interneuron yang bersinaps

pada terminal presinaps sehingga terjadi peningkatan pelepasan

neurotransmitter presinaps sebagai respon atas potensial aksi. Hal

tersebut juga memicu aktivasi jalur second messenger cAMP di dalam

terminal presinaps yang akan menyebabkan pengeblokan kanal K+. Hal

Page 18: Memori Dan Demensia

tersebut akan memperpanjang potensial aksi pada terminal presinaps

mengingat fungsi kanal k+ pada repolarisasi terhambat.

2.4.2 Long Term Potentiation

Long Term Potentiation (LTP) adalah peningkatan transmisi sinaps

yang lain, suatu peningkatan pada eksitabilitas sel- sel post sinaps yang

berlangsung selama beberapa jam, hari atau minggu setelah sel pre

sinaps yang berkaitan distimulasi dengan getaran frekuensi tinggi (Curran

dkk,2002)

Long Term Potentiation (LTP) pertama kali ditemukan di

hipokampus dan telah lama diketahui berperan dalam proses belajar dan

memori. Proses ini dibangkitkan melalui pengaktifan sinaps dari reseptor

post sinaps N-Methyl D-Aspartate (NMDA), suatu reseptor glutamat jenis

ionotropik, dan depolarisasi post sinaps, yang disebabkan oleh stimulasi

berulang pada sinaps.

Pada keadaan basal dimana transmisi sinaps berfrekuensi rendah,

sinaps melepaskan glutamat yang berikatan pada 2 reseptor glutamat

ionotropik yang berbeda, yakni NMDA dan AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-

methyl-4-isoxazole propionic acid), yang terletak pada celah dendrit.

Reseptor AMPA memiliki saluran yang permeable terhadap kation

monovalen (Na+ dan K+), dan pengaktifan reseptor AMPA menyebabkan

ion-ion tersebut masuk dan membangkitkan respons eksitasi sinaps ketika

sel berada pada potensial membran istirahat. Sedangkan reseptor NMDA

bergantung pada voltase yang kuat karena hambatan pada salurannya

oleh magnesium pada potensial membran negatif. Akibatnya, reseptor

NMDA hanya berperan sedikit pada respon post sinaps selama aktivitas

sinaps basal. Pada keadan sel depolarisasi, magnesium terpisah dari

tempat ikatannya didalam saluran reseptor NMDA, dan menyebabkan

kalsium dan natrium memasuki celah dendrit. Peningkatan kalsium

intraseluler dibutuhkan untuk membangkitkan LTP.

Ion Kalsium (Ca2+) yang berperan sebagai second messenger

Page 19: Memori Dan Demensia

melekatkan diri pada protein calmodulin dan enzim Protein Kinase C

(PKC) membentuk Calcium calmodulin- dependent protein kinase II

(CaMKII) yang dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan sinaps yang

berlangsung lama, sehingga memori dapat disimpan dalam jangka

panjang.

Gambar Proses pembentukan long term potentiation

2.5 Demensia

2.5.1 Definisi

Demensia adalah sebuah gangguan pada kemampauan intelektual, khusus-

nya pada fungsi otak yang lebih tinggi, seperti ingatan, pengambilan keputusan,

berpikir abstrak, pencarian alasan, kemmapuan berbahasa, dan hubungan visu-

ospasial, dan semua hal tersebut berfungsi untuk menjaga seseorang tetap

sadar dan waspada. Adanya gangguan pada hal tersebut cukup mengganggu

fungsi social dan ekonomi dari penderita.

Page 20: Memori Dan Demensia

Menurut NINCDS-ADRDA (National Institute of Neyrological and Communi-

cate Disorder Stroke-Alzheimer’s Disease and Related Disorders Association),

demensia adalah kemunduran memori dan fungsi kognisi lain dibanding tingkat

fungsi sebelumnya berdasarkan riwayat kemunduran kognisi dan gangguan yang

terlihat pada pemeriksaan klinik serta tes neuropsikologi.

2.5.2 Etiologi dan Klasifikasi

Berdasarkan etiologi dan reversibilitasnya demensia dapat dibagi menjadi 2

kategori :

A. Reversibel / potensial reversible

- Demensia vascular

- Demensia akibat hidrosefalus

- Demensia akibat penyakit psikiatri

- Demensia akibat penyakit umum berat

- Demensia akibat defisiensi vitamin B12

- Demensia akibat gangguan / penyakit metabolic misalnya hipertiroid /

hipotiroid

A. Ireversibel

- Demensia Alzheimer

- Demensia akibat infeksi (HIV)

- Demensia akibat trauma kapitis

- Demensia akibat penyakit Parkinson

- Demensia akibat penyakit Pick

- Demensia Lewy bodies

- Demensia akibat penyakit Creutzfeld Jacob

Angka kejadian tertinggi adalah demensia Alzheimer yang meliputi 50-55%

dari seluruh jenis demensia. Namun pada penelitian di beberapa negara Asia,

seperti Singapura, Jepang, dan India, menunjukkan angka kejadian demensia

vascular lebih tinggi dibandingkan demensia Alzheimer.

2.5.3 Patofisiologi

Terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan terjadinya proses de-

mensia:

Page 21: Memori Dan Demensia

- Proses degenerasi bisa terjadi karena adanya kerusakan secara genetik,

karena inflamasi, atau biokemis dari otak sendiri;

- Terjadinya kematian sel (infark) otak pada beberapa tempat (multiple foci)

pada thalamus, basal ganglia, jalur proyeksi otak, dan area asosiasi;

- Trauma, lesi pada serebrum, terutama pada daerah frontal, temporal, kor-

pus kalosum, dan mesencephalon;

- Penekanan, peningkatan tekanan intracranial, dan hidrosefalus kronis.

Proses degenerasi demensia yang paling sering ditemukan adalah

jenis demensia Alzheimer, demensia vascular, demensia Lewy bodies,

penyakit Huntington, dan penyakit Creutzfeldt-Jakob. Setiap jenis

demensia memiliki patofisologi sendiri-sendiri yang melibatkan mekanisme

molecular dalam otak. Pada jenis demensia yang sifatnya diturunkan,

seperti demensia Alzheimer, faktor resiko seseorang untuk terkena

demensia bisa meningkat 4x lipat, bila terdapat riwayat keluarga yang

terkena demensia, khususnya tipe Alzheimer. Pengaruh lingkungan juga

berpengaruh pada terjadinya demensia. Namun pengaruh lingkungan

yang paling pasti mempengaruhi terjadinya demensia, seperti aluminium,

masih belum bisa dimengerti secara jelas.

2.5.4 Tanda dan Gejala

Onset dari demensia sebenarnya masih belum jelas, namun yang pasti

penyakit ini muncul perlahan-lahan, bisa bulanan hingga tahunan. Perjalanan

klinisnya bertahap dan perlahan, progresif dan terus memburuk. Pada penderita

demensia bisa ditemukan gejala neruropsikologis, berupa waham, halusinasi,

misidentifikasi, depresi, apatis, dan cemas. Mungkin juga ditemukan gejala peri-

laku, seperti bepergian tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresivitas fisik

maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.

Riwayat adanya gangguan kognisi merupakan bagian pening dalam tanda

dan gejala demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek, dan

jangka panjang; gangguan orientasi ruang dan waktu; gangguan berbahasa / ko-

munikasi (fungsi luhur berbahasa : fluently, comprehension, repetition, naming,

reading, writing); gangguan fungsi eksekutif; gangguang praksis; dan visu-

ospasial. Dalam hal ini diperlukan heteroanamnesis terhadap orang terdekat

Page 22: Memori Dan Demensia

pasien, apakah ada perubahan atau penurunan pada kinerja pasien selama di

rumah atau di tempat kerja, seperti mempersiapkan keperluan harian, mengatur

keuangan, melakukan hobinya, ataupun berinteraksi social dengan orang sekitar.

2.5.5 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai mengalami demensia terdiri

dari pemeriksaan fisik umum, neurologis, dan neuropsikologi. Pemeriksaan fisik

umum terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagiamana yang dilakukan dalam

praktik klinis, seperti keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisis

dari kepala hingga ekstremitas.

Pemeriksaan neurologis yang dilakukan seharusnya adalah pemeriksaan

neurologis lengkap mulai dari tingkat kesadaran (GCS – Glasgow Coma Scale),

fungsi luhur (berbahasa, berbicara, menulis), tanda-tanda meningeal, fungsi

nervus kranialis, fungsi motoris, sensoris (umum dan khusus), reflek (fisiologis,

patologis, dan regresi), dan otonom. Namun yang lebih diperhatikan adalah

adanya tanda-tanda tekanan intracranial yang meningkat, gangguan neurologis

fokal, dan adanya reflek patologis dan regresi / primitive.

Pemeriksaan neuropsikologi pada penderita demesia meliputi evalusi mem-

ori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial, dan visuoperseptual. Mini-

Mental State Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) adalah pe-

meriksaan yang bisa digunakan untuk menilai adanya gangguan kognisi, progre-

sivitas penyakit, dan efektivitas obat. Nilai normal MMSE adalah 20-30. Gejala

awal demensia perlu dipertimbangkan bila skor MMSE kurang dari 27, khusus-

nya untuk pasien-pasien dengan latar belakang pendidikan atau sosio-ekonomi

yang tergolong tinggi. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan seperti Activity of

Daily Living (ADL) dan Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Namun sekali

lagi, pemeriksaan tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,

social, dan budaya pasien.

2.5.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dan perlu untuk dilakukan pada pasien

demensia adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan otak, EEG, dan bila

mungkin pemeriksaan genetis. Pemeriksaan laboratorium yag dianjurkan oleh

American Academy of Neurology, meliputi pemeriksaan darah lengkap, serum

Page 23: Memori Dan Demensia

elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormone tiroid (T3, T4, TSH), dan kadar vita-

min B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis bisa dilakukan bila memang pasien

memiliki factor resiko. Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan hanya bila

ada indikasi dan harus dilakukan oleh tenaga medis yang berkompeten dan di

fasilitas kesehatan yang lengkap.

Pemeriksaan penunjang selanjutnya yang bisa dilakukan adalah pencitraan

otak. Pemeriksaan ini selain digunakan untuk menunjang diagnosis, juga untuk

menentukan beratnya penyakit, maupun prognosis pasien. Pencitraan yang bi-

asa digunakan seperti CT-scan (Computerized Tomography), MRI (Magnetic

Resonance Imaging), PET (Positron Emission Tomography), dan SPECT (Single

Photon Emission Computerized Tomography). CT-scan dan MRI dapat mende-

teksi adanya kelainan structural, sedangkan PET dan SPECT dgunakan untuk

pemeriksaan fungsional. Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam pe-

meriksaan ini, seperti: Infark serebri, perdarahan subdural, atau tumor otak, Pe-

rubahan pembuluh darah kecil, Atrofi fokal, khususnya pada lobus temporalis

media (khas pada demensia Alzheimer), Atrofi serebri, Atau mungkin gambaran

normal sesuai dengan usia.

Pada pemeriksaan EEG akan didapatkan perlambatan umum dan kompleks

periodic pada stadium lanjut, selain itu pemeriksaan ini tidak menunjukkan ke-

lainan yang spesifik.Pemeriksaan genetika sejauh ini masih belumbisa dilakukan

secara rutin, namun hanya dilakukan dalam penelitian.

2.5.7 Diagnosis Banding

2.5.7.1 Delirium

Delirium adalah keadaan akut danserius, serta dapat mengancam jiwa, yang bisa

disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti gangguan metabolic dan reaksi obat. Tanda

dan gejala delirium meliputi penurunan kesadaran, kesulitan dalam mempertahankan

atensi terhadap rangsangan luar, ganggaun pola tidur, disorientasi, dan gangguan mem-

ori jangak pendek maupun panjang.

Gambaran Klinis Delirium Demensia

Onset Onset akut dan onset diketahui dengan tepat

Onset tidak jelas dengan waku onset yang tidak diketahui

Perjalanan penyakit Akut, dan berlangsung Perlahan, bertahap, dan

Page 24: Memori Dan Demensia

berhari-hari sampai mingguan

progresif memburuk

Reversible/irreversible Reversible Ireversible

Disoreintasi Hanya pada fase awal Pada fase lanjut

Fluktuasi Dari jam ke jam Ringan dari hari ke hari

Perubahan fisologis Nyata Tidak begitu nyata

Kesadaran Berfluktuasi Berkabut pada tahap akhir

Rentang waktu atensi Pendek Normal

Siklus tidur Ganggaun tidur-bangun, bervariasi dari jam ke jam

Gangguan tidur-bangun, bervariasi dari siang ke malam

Gangguan Psikomotor Pada fase awal Pada fase lanjut

2.5.7.2 Pseudodemensia

Pseudodemensia seringkali menunjukkan gejala yang hampir sama dengan demen-

sia itu sendiri, namun seringkali pseudodemensia lebih sering dikarenakan oleh adanya

depresi yang mempengaruhi status kognisi penderita.

Gambaran Klinis Pseudodemensia Demensia

Onset Akut, dengan perubahan tingkah laku

Perlahan, berbulan-bulan

Mood / tingkah laku Banyak keluhan, seperti tidak bisa melakukan tes, namun hasil tes objektif baik

Tes neuropsikiatri jelak, namun penderita ber-us-aha meminimalkan ke-kurangannya

Insight (tilikan) Jelek Normal

Keluhan Ansietas, insomnia, a-noreksia

Jarang, kadang-kadang insomnia, keluhan pro-gresif perlahan , ber-bu-lan-bulan

Durasi Bervariasi, dapat berhenti spontan / sete-lah terapi

Bervariasi, jangka sangat lama

Alasan konsultasi Rujukan sendiri, merasa cemas menderita Al-zheimer

Dibawa oleh keluarga yang meraskan pe-ruba-han memori, ke-pribadian dan tingkah laku

Riwayat sebelumnya Riwayat penyakit psi-kia-tri dan/atau masalh prib-adi / keluarga

Tidak jarang ditemukan riwayat keluarga dengan demensia

Page 25: Memori Dan Demensia

2.6 Demensia Alzheimer

2.6.1 Definisi

Pada usia 65 tahun ke atas biasanya jenis demensia yang paling banyak ter-

jadi adalah jenis demensia non-vaskular, dan salah satu yang terbanyak adalah

demensia Alzheimer. Penyakit Alzheimer merupakan salah satu penyakit yang

sangat sering terjadi dan juga menduduki peringkat ke-4 sebagai penyebab ke-

matian pada populasi lansia. Penyakit Alzheimer merupakan penyebab ter-

banyak demensia. Panyakit inimemiliki prevalensi yang terus bertambah sesuai

dengan bertambahnya usia. Sekitar 5% pada usia di atas 50 tahun, dan hampir

50% pada usia di atas 85 tahun. Hingga saat ini penyebab pasti dari demensia

Alzheimer masih belum diketahui.

Demensia Alzheimer yang selanjutnya lebih sering disebut dengan

Alzheimer saja pertama kali dikenalkan oleh seorang ahli neuropatologis berke-

bangsaan Jerman bernama Alois Alzheimer (1907), pada seorang wanita usia 50

tahun dengan gangguan memori dan waham paranoid, serta afasia progresif.

Pada tahun 1977, Maurer dan kawan-kawan dapat menjelaskan gambaran pa-

tologianatomi penyakit ini melalui otopsi, berupa senile plaque, yang selanjutnya

dikenal dengan neuritic plaque. Pada penyakit ini ditemukan adanya abnormali-

tas berupa pecahan protein membrane sel saraf yang disebut dengan Amyloid

Precursor Protein (APP) dan akumulasi dari β-amyloid.

2.6.2 Patofisiologi

Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit Alzheimer masih belum dike-

tahui. Namun ada beberapa teori yang akhir-akhir ini sudah mulai diteliti, seperti

berkurangnya stimulasi neurotransmitter oleh choline acetyltransferase; mutasi

dari APP; rusaknya apoE, yang berfungsi untuk mengikat β-amyloid; dan aktivasi

patologis pada NMDA (N-methyl-D-aspartate) sehingga terjadi influx berlebih dari

kalsium.

Patogenesis dari Alzheimer berhubungan dengan peptide β-amyloid. β-amy-

loid berasal dari proteolysis APP yang melepas β-amyloid 30 hingga 46, dengan

β-amyloid 40 dan 42 isoform yang paling banyak. Terganggunya keseimbangan

antara produksi dan pembersihan dari β-amyloid, menyebabkan penumpukan di

otak. Neuritic plaque merupakan tanda pertama hasil akumulasi dari β-amyloid.

Page 26: Memori Dan Demensia

Penumpukan ini diikuti deposisi dari protein tau dan neurofibrillary tangles.

Penumpukan ini bersifat toksis terhadap sel saraf.

Protein tau, yang normalnya berfungsi untuk menstabilisasi sistem transport

mikrotubuler di sel saraf, terlepas dari mikrotubulus dan membentuk filament he-

lix yang tak larut, yang selanjutnya disebut neurofibrillary tangles. Penumpukan

neurofibrillary tangles dan neuritic plaque lebih banyak terjadi pada korteks sere-

bri dan hipokampus.Penumpukan β-amyloid pembuluh darah otak dapat menye-

babkan amyloid angiopathy yang menyebabkan gangguan peredaran darah pada

pasien dengan Alzheimer. Berkurangnya aliran darah ke otak dapat memper-

berat gejala Alzheimer karena transpor oksigen dan glukosa juga berkurang. Se-

cara makroskopis, gambaran otak pada pasien Alzheimer memiliki volume dan

berat yang menurun, sulcus yang melebar, dan girus yang menipis, khusunya

pada lobus fronto-temporal otak. Ventrikel otak juga ikut melebar untuk mengisi

kekosongan yang terjadi.

2.6.3 Etiologi

Terdapat beberapa factor resiko yang memungkinkan unutk seseorang

menderita demensia Alzheimer. Faktor resiko penyakit Alzheimer antara lain :

- Usia : kebanyakan penderita berusia di atas 65 tahun;

- Genetik : mutasi gen precursor amyloid, gen presenilin 1 dan 2, serta

apoE ε4;

- Riwayat penyakit terdahulu : cedera kepala berat;

- Penyakit metabolic : obesitas, hyperlipidemia, dan diabetes mellitus.

2.6.4 Tanda dan Gejala

Berdasarkan keadaan klinis dari penderita, Alzheimer dapat dibagi menjadi

beberapa stadium, yaitu :

Stadium awal : pada stadium ini sudah tampak adanya gangguan

memori yang ringan, namun sering kali oleh penderita atau keluarga

penderita masih dianggap suatu kepikunan yang wajar, dan biasanya juga

diikuti dengan sering merasa lelah dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Hal lain yang sering dikeluhkan oleh keluarga atau orang sekitar pasien

seperti sulit mengulang kata-kata, sulit menyebutkan nama benda yang

Page 27: Memori Dan Demensia

sudah dikenali, perubahan perilaku, kesulitan mempelajari hal baru, dan

juga tak jarang tersesat di jalan yang sering dilewati.

Stadium lanjut : pada stadium ini gejala-gejala yang sebelumnya

telah terjadi pada stadium awal, mulai nampak jelas. Sering kali pada

stadium ini pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan

aktivitas sehari-hari yang lebih rumit, seperti menyiapkan makanan sendiri

ataupun menyetir. Hal-hal lain yang sering dikeluhkan saat datang ke

dokter adalah penderita sering melupakan rincian tentang kegiatan

tertentu, tidak mengenali diri sendiri, halusinasi, waham, dan bahkan

depresi, yang kadang sering disalahartikan sebagai pseudodemensia.

Stadium akhir : pada stadium paling terakhir dari Alzheimer, penderta

sudah benar-benar tidak bisa melakukan kegiatan apapun tanpa bantuan

keluarga atau orang sekitarnya.

Bisa dikatakan bahwa gambaran klinis pada penderita Alzheimer meliputi

gangguan kognitif, psikiatri, dan perilaku. Gangguan kognitif awal yang bisa dis-

adari adalah gangguan memori jangka pendek dan juga memori kerja. Gangguan

ini seringkali diikuti dengan kesulitan berbahasa, disorientasi, dan inatensi. Gang-

guan psikiatrik dan perilaku yang sering muncul pada penderita Alzheimer adalah

depresi, kecemasan yang berlebih, halusinasi, dan waham.

2.6.5 Pemeriksaan Fisik

Prinsip pemeriksaan fisik pada demensia Alzheimer sama dengan demensia

pada umumnya, yaitu pemeriksaan fisik umum dan neurologis. Pemeriksaan fisik

umum lebih bertujuan utuk mendeteksi kelainan-kelainan metabolic yang

mungkin timbul pada pasien tersebut sebagai penyebab / etiologi dari Alzheimer

yang dideritanya.

Pada pemeriksaan fisik neurologis, yang perlu diperhatikan adalah adanya /

munculnya reflek-reflek regresi, seperti :

Reflek memegang : jari telunjuk dan tengah pemeriksa diletakkan di tela-

pak tangan penderita, dan dinyatakan positif bila jari pemeriksa dipegang

atau digenggam secara spontan oleh penderita;

Reflek menghisap : positif bila bibir penerita melakukan gerakan seperti

menghisap secara spontansaat bibirnya disentuh oleh sesuatu;

Page 28: Memori Dan Demensia

Reflek mencucu : positif bila saat pemeriksa mengetuk bibir atas atau

bawah penderita, muskulus orbicularis oris berkontraksi;

Reflek glabela : positif saat penderita memejamkan matanya setiap

glabella diketuk. Pada orang yang tidak menderita demensia, mata akan

berkedip 2-3 kali saja, meskipun glabella diketuk berkali-kali;

Reflek palmomental : positif saat goresan pada kulit tenar diikuti kon-

traksi otot mentalis ipsilateral.

Pemeriksaan fisik lain yang bisa dilakukan adalah MMSE, yang berguna un-

tuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemma-

puan bahasa, dan berhitung.

2.6.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan lain yang biasa digunakan untuk menunjang diagnosis

Alzheimer adalah:

Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, kadar vitamin B12 dan B9,

serum elektrolit, glukosa darah, fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi tiroid,

serologis HIV dan sifilis, serta analisis gas darah.

Pemeriksaan radiologi :

- MRI dan CT scan : kedua pencitraan ini merupakan pemeriksaan

yang utama untuk Alzheimer. Pada pemeriksaan ini akan menun-

jukkan atrofi serebral atau kortikal yang difus.

- SPECT scan : pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan perfusi

jaringan di daerah temporo-parietalis bilateral.

- PET scan : pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan aktivitas

metabolic di daerah temporo-parietalis bilateral.

EEG : pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan

peningkatan aktivitas teta yang menyeluruh.

Pungsi lumbal : pemeriksaan ini dilakukan untuk menyampingkan adanya

tanda-tanda infeksi pada cairan serebrospinalis, namun pungsi lumbal

hanya dilakukan atas indikasi.

Pemeriksaan MRI dan CT-scan diindikasikan untuk pasien demensia

yang memiliki onset terjadi pada usia < 65 tahun, atau manifestasi klinis

timbul < 2 tahun, atau tanda dan gejala neurologi asimetris, atau adanya

Page 29: Memori Dan Demensia

gambaran klinis hidrosefalus tekanan normal (NPH – Normal Pressure

Hydrocephalus).

2.6.7 Kriteria Diagnosis

Dasar diagnosis untuk Alzheimer adalah menurunnya memori dengan

onset tidak jelas/ insidious onset dan berjalan progresif, serta adanya

gangguan / kemunduran satu atau lebih domain kognitif lain, seperti afasia

apraksia, agnosia, dan fungsi eksekutif.

Berdasarkan NINCDS-ADRDA, diagnosis Alzheimer dibagi menjadi 3

tipe, yaitu:

- Definite Alzheimer :diagnosis Alzheimer berdasarkan pemeriksaan patologi

anatomi, dan didapatkan gambaran plaque neuritik dan neurofibrillary tan-

gle.

- Probable Alzheimer : Penderita denga kriteria usia 40 hingga 90 tahun

tanpa menunjukkan gejala klinis yang atipikal.

- Possible Alzheimer : Apabilaterdapat penyebab sekunder yang juga

berkontribusi tetapi tidak semata-mata penyebab demensia.

Kriteria diagnosis Alzheimer menurut DSM-IV (Diagnostic and

Statistical Manual Disorders, fourth revision), adalah sebagai berikut :

1. Perkembangan deficit kognitif multiple terdiri dari:

a. Gangguan memori

b. Salah satu gangguan di bawah:

- Afasia

- Apraksia

- Agnosia

- Gangguan berpikir abstrak

2. Gangguan kognitif pada kriteria 1a dan 1b menyebabkan gangguan

yang berat pada fungsi social dan pekerjaan penderita.

3. Kelainan ini ditandai dengan proses yang bertahap dan penurunan

fungsi kognitif yang berkelanjutan.

4. Gangguan kognitif kriteria 1a dan 1b tidak disebabkan hal-hal berikut:

Page 30: Memori Dan Demensia

a. Kelainan SSP lain yang menyebabkan gangguan memori lain yang progre-

sif (gangguan peredaran darah otak, parkinson, dan tumor otak).

b. Kelainan sistemik yang dapat menyebabkan demensia (hipotiroidisme, de-

fisiensi vitamin B12 dan B9, dan infeksi HIV).

5. Kelainan pasien tidak disebabkan oleh delirium

6. Kelainan tidak disebabkan oleh kelainan aksis 1 (missal depresi dan

skizofrenia).

Kriteria diagnosis DSM IV ataupun NINCDS-ADRDA perlu ditunjang dengan pe-

meriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah disebutkan di atas.

2.6.8 Terapi

Terapi untuk penderita Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan rehabilita-

tive, serta dari beberapa golongan seperti golongan penghambat kolinesterase

dan pemghambat reseptor NMDA, di bawah ini adalah tabel jenis, dosis, dan

efek samping obat-obat untuk Alzheimer.

Nama Obat Golongan Indikasi Dosis Efek Samp-

ing

Donepezil Penghambat

kolinesterase

DA ringan -

sedang

Dosis awal

5mg/hari, sete-

lah 4-6 minggu

menjadi 10mg/

hari

Mual, muntah,

diare, anorek-

sia

Galantamine Penghambat

kolinesterase

DA ringan -

sedang

Dosis awal

8mg/hari, setiap

bulan dinaikkan

8mg/hari hingga

dosis maksimal

24mg/hari

Mual, muntah,

diare, anorek-

sia

Rivastigmine Penghambat

kolinesterase

DA ringan -

sedang

Dosis awal

2x1,5mg/hari,

setiap bulan di-

naikkan

2x1,5mg/hari

Mual, muntah,

pusing, diare,

anoreksia

Page 31: Memori Dan Demensia

hingga dosis

maksimal

2x6mg/hari

Memantine Penghambat

reseptor

NMDA

DA sedang -

berat

Dosis awal

5mg/hari, sete-

lah 1 minggu di-

naikkan menjadi

2x5mg/hari

hingga dosis

maksimal

2x10mg/hari

Pusing, nyeri

kepala, kos-

ntipasi

2.6.9 Prognosis

Pasien Alzheimer memilik survival rate 5-10 tahun setelah tanda-tanda

Alzheimer muncul, dan penyebab dari kematiannya adalah karena infeksi. Penu-

runan kognitif serta sifat pada pasien, membuat mereka selalu harus bergantung

dengan orang sekitar, dimana hal tersebut secara tidak langsung memberikan

beban tersendiri baik dari segi mental, fisik, maupun ekonomi.

2.7 Demensia Vaskular

2.7.1 Definisi

Demensia vascular (VaD) adalah jenis demensia yag disebabkan oleh

adanya gangguan pada pembuluh darah otak.Gangguan pembuluh darah yang

dimaksud bisa bermacam-macam dan tidak hanya terbatas pada infark saja, mis-

alkan autoimun vaskulitis, infeksius vaskulitis, nonspesifik vaskulopati, hematom

post hemoragik, hidrosefalus obstruktif, perdaraha intraserebral yang berulang,

perdarahan subaraknoid, dan bahkan perdarah subdural, dapat menyebabkan

terjadinya demensia vascular.

Definisi demensia vascular menurut NINDS-AIREN (National Institue of Neu-

rological Disorders and Stroke and Association International pour la Recherche et

I’Enseignement en Neurosciences) adalah gangguan fungsi kognitif yang terjadi

minimal sesudah 3 bulan paska gangguan vascular di otak.

2.7.2 Etiologi

Page 32: Memori Dan Demensia

Sesuai dengan namanya, demensia vascular disebabkan oleh adanya gang-

guan pada pembuluh darah di otak. Tidak hanya stroke (baik perdarahan atau

sumbatan) yang bisa memungkinkan terjadinya demensia vascular, penyakit in-

feksi sistem saraf pusat yang kronis, seperti meningitis, sifilis,

toksoplasmosis,dan encephalitis; penggunaan alcohol kronis; pajanan kronis ter-

hadap logam berat (merkuri, arsenic, dan aluminium); trauma kepala berulang,

seperti pada petinju professional; serta penggunaan obat-obatan jangka panjang,

seperti obat-obatan sedasi dan analgesia; dapat menyebabkan demensia vascu-

lar.

2.7.3 Patofisiologi

Beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya VaD adalah :

Degenerasi yang disebabkan factor genetic, peradangan, atau perubahan

biokimia;

Aterosklerosis sehingga menyebabkan infark pada talamus, ganglia basalis,

jaras-jaras otak, dan area sekitarnya;

Trauma yang menimbulkan adanya lesi pada otak, terutama pada lobus fontalis,

temporalis, korpus kalosum, dan mesesefalon;

Peningkatan tekanan intracranial (TIK), seperti pada penderita hidrosefalus

yang kronis (NPH – Normal Pressure Hydrocephalus).

Sebagian fungsi diensefalon dan lobus temporalis lebih dominan untuk

memori jangka panjang diandingkan dengan korteks lobus lainnya.Gangguan

afasia berhubungan dengan adanya lesi pada hemisfer otak yang dominan

khususnya daerah perisilvian dari lobus frontalis, temporalis, dan perietalis. Kehi-

langan kemampuan membaca dan menghitung berhubungan dengan adanya lesi

di hemisfer serebri dominan bagian posterior. Adanya lesi di lobus pasrietalis

hemisfer otak nondominan menyebabkan gangguan menggambar, mengatur

gambar, serta membentuk bangunan sederhana dan kompleks dengan balok,

tongkat.

Keparahan dan gambaran klinis demensia vascular bergantung pada di-

mana lokasi lesi, jumlah lesi, dan ukuran lesi di otak.

Lokasi lesi. Lesi di daerah lobus temporalis menyebabkan gangguan memori;

lesi di lobus parietalis dapat mengakibatkan gangguan orientasi spasial, aprak-

Page 33: Memori Dan Demensia

sia, agnosia, serta gangguan fungsi luhur lain. Depresi juga bisa terjadi jika ada

lesi di hemisfer kiri daripada hemisfer kanan.

Jumlah lesi. Jika seseorang telah mempunyai lesi di otak dan kemudian lesinya

bertambah karena misalkan mengalami stroke yang berulang, maka deficit yang

timbul bukan aditif melainkan berlipat ganda.

Ukuran lesi. Gangguan perilaku biasanya cenderung terjadi jika volume lesi

melebihi 50mL, namun pada demensia dengan lokasi lesi yang strategis, ukuran

lesi kecilpun bisa mengakibatkan gangguan kognitif yang berat.

2.7.4 Tanda klinis

Tanda klinis pada demensia vascular dibagi menjadi 2, yaitu tanda klinis de-

mensia dengan gangguan kotikal dan subkortikal.

Sindroma kortikal VaD : umumnya disebabkan oleh gangguan pada pem-

buluh darah besar otak, misal stoke thrombosis yang berulang atau kardioemboli.

Demensia pada tipe ini ditandai dengan adanya gangguan kognitif / memori

yang biasanya timbul mengikuti gejala-gejala stroke pada umumnya, yaitu deficit

neurologis (sensorik, motoric, atau otonom) yang mendadak, misal afasia, hemi-

parese, apraksia, dan agnosia.

Sindroma subkortikal VaD : umumnya disebabkan karena adanya sum-

batan pada pembuluh darah yang lebih kecil, dan sering kali menunjukkan tanda

pseudobulbar, deficit pyramidal yang isolated, depresi, emosi yang labil, dan ge-

jala gangguan perilaku lobus frontalis (penurunan fungsi eksekusi, seperti peren-

canaan, berpikir abstrak, evaluasi, dan koreksi).

2.7.5 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk membantu penegakkan diag-

nosis sama dengan diagnosis demensia pada umunya. Munculnya reflek regresi

atau primitive, seperti reflek mencucu, reflek menghisap, reflek palmomental, re-

flek glabella, dan reflek menggenggam merupakan tanda khas pada penderita

demensia. Pemeriksaan dengan MMSE dan CDT juga bisa dilakukan untuk men-

diagnosis adanya demensia vascular.

Bila seseorang sudah bisa didiagnosa dengan demensia, maka selanjutnya

perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui apakah penyebabnya

Page 34: Memori Dan Demensia

vascular atau non-vaskular. Untuk keperluan ini, ada beberapa kriteria yang bisa

digunakan, seperti :

- Haschinski Ischaemic Score (HIS), yang telah dimodifikasi oleh Loeb

dan Gandolfo (1983),

- DSM-IV

- ADDTC (Alzheimer’s Disease Diagnostic and Treatment Centers)

- ICD 10.

Diantara beberapa kriteria di atas biasnya yang lebih sering digunakan dan

lebih sederhana pemakaiannya adalah HIS.

2.7.6 Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan penunjang pada pasien yang diduga mengalami demen-

sia vascular adalah :

CT-scan : didapatkan lesi periventrikuar dan substansia alba yang

luas, dengan batas tak tegas dan memiliki kecenderungan meluas ke

centrum samiovale, dan paling sediki satu infark lacunar. Tidak ditemukan

infark di teritori non lacunar korteks, dan subkorteks. Ditemukan tanda-

tanda gangguan pada pembuluh darah besar (misal infark luas karena

cardioemboli), dan mungkin juga tanda-tanda hidrosefalus obstruktif.

MRI : melibatkan terutama lesi pada subtansia alba, lesi luas

periventricular dan substansia alba dalam, extending caps atau halo

irregular, dan hiperitensitas difus luas atau perubahan substansia alba

luas, dan infark lacunar-lakunar di bagian dalam substansia grisea. Juga

mencakup terutama lesi di lacunar, lacunar multiple di substansia grisea

dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat.

2.7.7 Kriteria diagnosis

Kriteria diagnosis untuk demensia vascular bisa menggunakan HIS (Hachin-

ski Ischemic Score). Skor ini bermanfaat untuk mengelompokkan penyebab de-

mensia menjadi 2 kelompok, demensia vascular dengan non vascular,

Page 35: Memori Dan Demensia

No. Gambaran Klinis Skor

1 Onset mendadak 2

2 Perburukan bertahap 1

3 Perjalanan berfluktuasi 2

4 Kebingungan nocturnal 1

5 Kepribadian relative baik 1

6 Depresi 1

7 Keluhan somatik 1

8 Emosi tidak tetap 1

9 Riwayat hipertensi 1

10 Riwayat stroke 2

11 Bukti hubungan aterosklerosis 1

12 Keluhan neurologis fokal 2

13 Tanda neurologis fokal 2

Jumlah total skor adalah 18, dengan kesimpulan bila didapatkan skor di atas

7 pada pemeriksaan, maka lebih mengarah ke demensia vascular, sedangkan

untuk skor di bawah 4 lebih mengarah ke demensia karena proses degenerative

atau demensia non-vaskular. Besar kecilnya skor HIS tidak menunjukkan tingkat

keparahan demensia. Ada beberapa hambatan pada pemeriksaan dengan HIS,

khususnya karena pada penderita demensia yang seringkali membantu adalah

informasi dari keluarga atau orang-orang sekitar yang tidak dipungkiri terkadang

memberikan informasi yang kurang tepat. Oleh karena itu diagnosis dari demen-

sia vascular membutuhkan dukungan dari pemeriksaan penunjang.

2.7.8 Terapi

Prinsip terapi pada demensia vascular lebih ditekankan pada pencegahan

sekunder dari stroke dan menekan factor resiko. Meskipun tidak bisa disem-

buhkan, namun demensia vascular dapat dihentikan progresfitasnya dengan

menangani factor resikonya.

A. Terapi non-farmakologis. Bertujuan untuk me-maksimalkan / mem-

perthankan fungsi kognisi yang masih ada, serta memanfaatkan sifat sel saraf

yaitu neuroplastisitas yang mungkin bisa memperbaiki fungsi kognisi yang sudah

Page 36: Memori Dan Demensia

mengalami gangguan. Intervensi terhadap pasien yang bisa dilakukan seperti :

perilaku pasien, orientasi relitas, stimulasi kognitif, edukasi, konseling, terapi mu-

sic, terapi okupasi. Adapula intervensi lingkungan yang bisa dilakukan adalah

tata ruang, terapi cahaya, dan nursing home.

B. Terapi farmakologis. Terapi kausal lebih bermanfaat untuk terapi de-

mensia vascular, seperti penanganan factor resiko stroke.

C. Terapi simtomatik. Pada VaD dan AD terjadi penurunan neurotransmit-

ter kolinergik sehingga kolinesterase inhibitor perlu diberikan. Efek samping ko-

linesterase inhibitor yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare,

bradikardia, dan gangguan konduksi supraventricular. Obat-obatan tersebut an-

tara lain Donepezil, Rivastigmin, dan Galantamine

2.7.9 Prognosis

Prognosis VaD lebih bervariasi bila dibading dengan AD, tergantung pada

penanganan dari penyakit pembuluh darah yang mendasarinya serta factor re-

siko yang ada pada pasien tersebut.

Page 37: Memori Dan Demensia

BAB III

KESIMPULAN

1. Memori adalah penyimpanan informasi di dalam otak yang menyebabkan

informasi tersebut dapat dimunculkan kembali pada waktu yang berbeda.

2. Beberapa klasifikasi memori adalah berdasarkan jenis informasi dan

jangka waktu penyimpanan memori

3. Proses penyimpanan ingatan tidak dapat dipisahkan dari bagian otak

yang disebut sistem limbic.

4. Bagian dari sistem limbic adalah thalamus, hypothalamus, amigdala dan

hipokampus yang masing masing memiliki peranan dalam proses belajar

dan respon terhadap rangsangan eksternal.

5. Secara umum memori dibagi menjadi 2 jenis yaitu short term memory dan

long term memory yang memiliki prinsip penyimpanan informasi berbeda.

6. Kepikunan merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien

atau orang sekitar, dan yang akhirnya lebih mengarah ke demensia

7. Demensia yang paling sering ditemukan adalah Alzheimer dan demensia

vaskular

8. Pemerisaksaan untuk pasien demensia meliputi pemeriksaan fisik umum,

neurologis, dan neuropsikiatri, serta didukung oleh pemeriksaan penun-

jang

9. Terapi untuk demensia terdiri atas terapi farmakologis, non-famakologis,

dan terapi simtomatik.

10. Prognosis dari demensia bervariasi, bergantung pada etiologi dan dukun-

gan dari lingkungan sekitar pasien

Page 38: Memori Dan Demensia

DAFTAR PUSTAKA

Barba R, MD; Espinosa, PhD; et al. Post Stroke Dementia : Stroke.

2000; 31 : 1494

Bell K, LaRusse S, et al. 2007. Alzheimer Disease in Current Diagnosis

& Treatment Neurology eds Marden K. The McGraw-Hill

Companies. Pp. 78-84

Boje Kathleen M.K. The Neurobiology of Memory : Basic Concepts in

Neuroscience. Slaughter M International edition. 2002. 228-249

Brust JCM. 2007. Current Diagnosis and Treatment Neurology, First

Edition. New York: McGraw-Hill

DeKoscky ST, Kaufer DI, et al. 2004. The Dementias in Neurology in

Clinical Practice Fourt Edition eds Bradly WG, Daroff RB, et al.

Philadelphia, PA 19106. p. 1901-1948

Desmond D W, PhD; Moroney J T MD; et al. Dementia as Predictor of

Adverse Outcomes Following Stroke : Stroke. 1998. 29: 69-74

Dewanto G, Suwono WJ, et al. 2009. Panduan Praktis : Diagnosis &

Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Honig LS. 2007. Vascular Cognitive Dementiasin Current Diagnosis &

Treatment Neurology eds Marden K. The McGraw-Hill

Companies. Pp. 85-87

McCance KL, Huether SE, et al. 2010. Pathophysiology : The Biologic

Basic for Disease in Adults and Children, Sixth Edition. Mosby,

Inc.

Misulis KE, Head TC. 2007. Netter’s Concise Neurology. Saunders, an

imprint of Elsevier Inc.

Samuels MA. 2004. Manual of Neurologic Therapeutics, Seventh

Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Warlow C. 2006. The Lancet Handbook of Treatment in Neurology.

Edinburg: Elsevier

Page 39: Memori Dan Demensia

Wijoto. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf : Memory Deficit.

Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. p.157-168

Wijoto, Poerwadi T. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf : Gangguan

Neurobehaviour. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan

Unair. p.49-80