bab ii tinjauan teori a. definisi -...

Download BAB II TINJAUAN TEORI A. DEFINISI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-dewihajar0... · 1. Asma imunologis atau asma alergik Sering terjadi pada

If you can't read please download the document

Upload: vuongquynh

Post on 09-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. DEFINISI

    Asma bronkiale adalah penyakit jalan napas abstruktif intermitten

    reversibel di mana trakhea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap

    stimulus tertentu. (Brunner and Suddarth,1997)

    Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan

    berbagai sel inflamasi, hiperaktifitas bronkus, abstruksi jalan napas yang

    bersifat reversibel. (Mansjoer, 1999)

    Asma adalah keadaan klinis yang di tandai oleh masa penyempitan

    bronkus yang reversibel, di manifestasikan dengan sesak napas dan batuk.

    (Price, 1995)

    B. KLASIFIKASI

    Menurut Long; 1996, ada beberapa tipe Asma Bronchiale yaitu :

    1. Asma imunologis atau asma alergik

    Sering terjadi pada anak-anak, biasanya mengikuti penyakit alergik seperti

    : eksim, rinitis, urtikaria. Serangan di cetuskan oleh kontak dengan alergen

    pada penderita yang sensitif, alergen dapat berupa asap, polusi udara,

    serbuk bunga, bulu binatang, suhu udara yang dingin, stress emosional,

    latihan fisik dan lain-lain.

    1

  • 2. Asma non alergik atau asma non imunologis

    Biasanya terjadi pada orang dewasa di atas 35 tahun. Serangan sering kali

    di cetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronkiale.

    3. Asma Gabungan

    Bentuk asma yang paling umum, merupakan gabungan dari asma alergik

    dan non alergik.

    C. ETIOLOGI

    Menurut Long;1996, kelainan yang mendasari pada asma bronkiale adalah

    meningkatnya reaspon jalan napas terhadap berbagai rangsangan, yang

    dikelompokan sebagai berikut :

    1. Alergik

    Seperti bulu binatang, debu serbuk bunga dan antigen lain yang di

    temukan di lingkungan

    2. Rangsangan farmakologis

    Obat yang paling sering adalah aspirin, bahan pewarana misal tartazin,

    antagonis beta adrenergik.

    3. Faktor pekerjaan

    Pajaan terhadap senyawa sepeti logam (platinum), debu kayu, bahan

    kimia, plastik.

    4. Faktor lingkungan dan polusi udara

    5. Infeksi

    Infeksi jalan napas yang di sebabkan oleh virus ataupun alergi.

    2

  • 6. Latihan fisik berlebihan

    7. Stress emosional

    8. Suhu udara yang dingin

    9. Terpajan asap rokok (merokok)

    10. Adanya riwayat asma dalam keluarga.

    D. PATOFISIOLOGI

    Suatu serangan asma merupakan akibat adanya reaksi antigen-antibodi

    yang menyebabkan di lepaskanya mediator-mediator kimia. Mediator-mediator

    kimia tersebut meliputi histamin, slow releasing substance of anaphylaksis (SRS-

    A), eosinophilic chemototic factor of anaphilaksis (ECF-A). Mediator kimia itu

    berikatan dengan Ig E yang menyerang sel mast dalam paru, sehingga

    menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama : (1) konstriksi otot-otot polos baik

    saluran napas yang besar maupun saluran napas yang kecil yang menimbulkan

    bronkospasme. (2) peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam

    terjadinya edema mukosa yang menambah sempitnya saluran napas lebih lanjut,

    (3) peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.

    Sebagai akibatnya, pasien yang mengalami serangan asma akan berusaha untuk

    bernapas melalui mulut yang mengkibatkan keringnya mulut dan lebih lanjut akan

    menghambat saluran napas.

    3

  • Selama serangan akut, alveoli mengembang secara progresif seperti pada

    emfisema. Bila relaksasi bronkiolus tidak dapat di lakukan, oksigen yang tidak

    memadai melewati membran alveolar-kapiler ke dalam darah (hipoksia) sehingga

    pasien tampak cianosis. Pada waktu yang sama, penderita biasanya mengalami

    hiperventilasi dan mengeluarkan CO2. Bila Pa CO2 menjadi meningkat maka

    penderita akan mengalami kelelahan dan usaha ventilasi menjadi tidak adekuat

    sehingga pertukaran gas dalam tubuh terganggu dan tubuh kekurangan suplay

    oksigen. (Price, 1995; Long,1996)

    4

  • E. PATHWAYS Faktor pencetus asma faktor psiklogik

    Faktor lingkungan (debu, bulu binatang, asap rokok) faktor perubahan cuaca Faktor infeksi (ISPA & brochitis) faktor keturunan

    Mediator kimia

    Berikatan dengan Ig E

    Degranulasi sel mast

    Pelepasan histamin

    Kontrksi otot polos Permeabilitas kapiler Hiperseksi mukus Bronkus meningkat Bronkokontriksi Oedem mukus Akumulasi sekresi Mukus Saluran menyempit Saluran menyempit Atelektasis Suplai O2 menurun Dispnea saat tidur

    Sinosis Penurunan PO2 Penaikan PCO2

    Merangsang nafas melalui mulut

    Gg. petukaran gas

    Penggunaan otot Mukus kering dan

    Gg. pertukaran gas

    Gg.pola tidur

    bantu napas kental Mudah lelah Hygiene mulut

    Kurang Bersaihkan jalan nafas tidak efektif Aktifitas menurun

    Nafsu makan menurun

    Perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

    Intoleransi aktivitas

    Sumber :

    (Price. Silvia A,1995)

    5

  • F. MANIFESTASI KLINIS

    Manifestasi klinis dari Asma Bronchiale berupa tiga gejala utama yaitu ;

    batuk, dispnea dan mengi (wheezing). Serangan asma biasanya bermula

    mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, di sertai dengan

    pernapasan lambat (fase ekspirasi selalu lebih susah dan panjang di banding

    inspirasi), penggunan otot bantu pernapasan (pernapasan cuping hidung),

    sputum kental dan lengket, pasien tampak lemah, letih, keluar keringat serta

    kuku dan mulut cyanosis, ekstremitas dingin.

    Gejala biasanya bersifat paroksismal yaitu membaik pada siang hari dan

    memburuk pada malam hari. (Brunner and Suddart, 1997)

    G. KOMPLIKASI

    Komplikasi asma mencakup fraktur iga, pneumotorax, emfisema, PPOK,

    atelektasis, bronchitis kronis dan status asmatikus. Status asmatikus

    merupakan kegawatdaruratan medis yaitu keadaan asma yang tidak berespon

    dengan terapi konvensional atau pengobatan antagonis beta (metaproerenol,

    terbutalin, albuterol) dan teofilin. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24

    jam. Tanpa pengobatan yang adekuat, status asmatikus dapat berlanjut ke

    gagal napas dengan hipoksemia, hipercapnea dan acidosis respiratorik.

    6

  • H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Pemeriksaan darah

    Hb, Ht, Leukosit, eritrosit, trombosit, terutama eosinifil, Ig E total dan Ig

    E spesifik.

    2. Pemeriksaan sputum

    Spiral chrusmann

    Kristal charcot leyden

    3. Analisa Gas Darah

    Pada analisa Gas Darah kita mungkin akan menjumpai :

    Penurunan saturasi oksigen darah

    Peningkatan PCO2 darah arteri sehingga terjadi acidosis

    respiratorik (bila asma semakin berat/status asmatikus).

    Penurunan PO2 darah.

    4. Foto Thorax

    5. Tes fungsi paru, dengan spirometri atau peak flow meter.

    Di gunakan untuk menentukan adanya abstruksi jalan napas.

    (Mansjoer, 1999)

    7

  • I. PENATALAKSANAAN

    1. Farmakologis

    Pengobatan asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul saat

    serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan

    kesehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam

    pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus.

    Terapi awal, yaitu :

    a. Oksigen 4-6 liter / menit.

    b. Antagonis Beta 2 adrenergik (salbutamol 5 mg atau fenetoral 2,5 mg

    atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat di

    ulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2

    adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol

    0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%.

    c. Aminophilin intravena 5-6 mg/kg, jika sudah menggunakan obat ini

    dalam 12 jam sebelumnya maka cukup di berikan setengah dosis.

    d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon

    segera atau dalam serangan sangat berat.

    e. Bronkodilator, untuk mengatasi abstruksi jalan napas, termasuk di

    dalamnya golongan Beta adrenergik dan anti kolinergik

    (Barbara C. Long,1996)

    8

  • 2. Non Farmakologis

    a. fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien unutuk

    mengeluarkan sputum dengan baik.

    b. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktifitas fisik.

    c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).

    d. Anjurkan untuk minum hangat 1500-2000 ml/hari.

    e. Usahakan agar pasien mandi air hangat setiap hari.

    f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.

    (Mansjoer, 1999)

    J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

    sekret berlebih pada jalan napas. (Doengoes, 1999)

    Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif

    Kriteria hasil :

    Pasien mampu mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi

    napas bersih.

    Pasien mennjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan

    napas, misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

    Intervensi

    a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi

    (wheezing).

    b. Monitor frekuensi pernapasan.

    9

  • c. Monitor adanya derajat dyspnea, misal, gelisah, ansietas, distress

    pernapasan.

    d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misal : peninggian kepala

    tempat tidur.

    e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal : debu, asap.

    f. Bantu pasien latihan napas dalam / batuk efektif.

    g. Tingkatkan intake cairan ampai 3000 ml/hari, berikan minum air

    hangat.

    h. Kolaborasi :

    Pemberian obat sesusai indikasi, misal : bronkodilator, xantin,

    steroid, analgesik.

    Pemberian humidifikasi tambahan, misal: nebuliser, humidifier

    aerosol.

    Monitor AGD, foto dada.

    2. Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan suplay oksigen

    (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus). (Doengoes, 1999)

    Tujuan : Gangguan pertukaran gas teratasi, pertukaran gas adekuat .

    Kriteria Hasil :

    Pasien menunjukan perbaikan ventilasi dan iksigenasi jaringan

    adekuat dengan AGD dalam batas normal dan bebas gejala distres

    pernafasan.

    Pasien mau berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai

    tingkat kemampuan.

    10

  • Intervensi :

    a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot

    aksesori, nafas bibir.

    b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang

    nyaman.

    c. Dorong pasien mengeluarkan sputum, penghisapan bila

    diindikasikan.

    d. Awasi tingkat kesadaran atau status mental, warna kulit dan

    membran mukosa.

    e. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan yang

    tenang dan batasi aktivitas pasien sesuai tingkat toleransi individu.

    f. Monitor TTV.

    g. Kolaborasi :

    Monitor AGD.

    Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

    3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    anorexia ; mual, muntah ; peningkatan produksi sputum. (Doengoes,1999)

    Tujuan : kebutuhan nutrisi tercukupi

    Kriteria Hasil :

    Pasien menujukan peningkatan berat badan / BB dalam batas

    normal.

    Pasien menunjukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan BB

    11

  • Intervensi :

    a. Timbang Berat Badan.

    b. Kaji masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan.

    c. Berikan perawatan oral sesering mungkin.

    d. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.

    e. Hindari makanan yang menghasilkan gas dan minuman karbonat,

    serta makanan sangat panas / sangat dingin.

    f. Kolaborasi :

    Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah

    dicerna .

    Berikan multivitamin penambah nafsu makan.

    4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum; ketidak

    adekuatan suplay oksigen. (Tucker, 1998)

    Tujuan : Pasien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransi.

    Kriteria hasil :

    Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang

    dapat diukur dengan tidak adanya dyspnea, kelemahan yang

    berlebihan.

    TTV dalam batas normal.

    Intervensi :

    a. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas, catat adanya laporan

    peningkatan kelemahan.

    12

  • b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan bantu pasien memilih posisi

    yang nyaman untuk istirahat.

    c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam perencanaan pengobatan dan

    perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat.

    d. Bantu pasien melakukan aktifitas perawatan diri yang diperlukan.

    e. Anjurkan tirah baring atau bedrest total pada gejala pernafasan

    berat.

    f. Anjurkan penggunaan yang tepat tehnik relaksasi fisik dan mental

    untuk mencegah serangan asma.

    g. Bantu pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, misal : nafas

    dalam dan meditasi.

    5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang terjadi pada malam

    hari; bronkospasme. (Carpenito, 1998)

    Tujuan : Pasien mempunyai keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.

    Kriteria Hasil :

    Pasien dapat memenuhi jumlah kebutuhan waktu tidur.

    Pasien dapat tidur dengan tenang, ekspresi wajah tampak segar,

    mata tidak tampak kemerahan.

    Intervensi :

    a. Berikan ligkungan yang tenang dan bantu pasien memilih posisi

    yang nyaman untuk istirahat.

    b. Ajarkan tindakan untuk meningkatkan tidur dengan cara :

    13

  • makan snack atau minum susu yang mengandung

    protein tinggi.

    Menghindari minum kopi dan minum obat obatan

    yang mengandung sedatif.

    c. Tingkatkan relaksasi dan kenyamanan dengan cara :

    - menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

    - pastikan ventilasi ruangan yang adekuat.

    d. Kolaborasi :

    - pemberian antitusif

    14

    BAB IITINJAUAN TEORIDEFINISIB. KLASIFIKASIC. ETIOLOGIF. MANIFESTASI KLINISG. KOMPLIKASIH. PEMERIKSAAN PENUNJANGI. PENATALAKSANAAN1. FarmakologisJ. DIAGNOSA KEPERAWATAN