bab ii tinjauan teori -...

24
7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Tifus abdominalis (demam tifoid, enteri fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari I minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan pada kesadaran (Ngastiyah : 2005). Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul : 2005). Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna. dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi dan Rita Y : 2001). Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tifus abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang di sebabkan oleh salmonella typhosa. 2. Anatomi Fisiologi a. Mulut Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu : 1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, dan pipi. 2) Bagian rongga mulut/bagian dalam yang sisi-sisinya di batasi oleh tulang maxillaris, palatu, dan mandibularis di sebelah belakang yang bergabung dengan faring (Evelyn C. Pearce : 2002).

Upload: phamtu

Post on 15-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteri fever) ialah penyakit infeksi

akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam

lebih dari I minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan pada

kesadaran (Ngastiyah : 2005).

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus

dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul

: 2005).

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat

pada saluran cerna. dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan

terdapat gangguan kesadaran (Suriadi dan Rita Y : 2001).

Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

tifus abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang di

sebabkan oleh salmonella typhosa.

2. Anatomi Fisiologi

a. Mulut

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian

yaitu :

1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi,

bibir, dan pipi.

2) Bagian rongga mulut/bagian dalam yang sisi-sisinya di batasi oleh

tulang maxillaris, palatu, dan mandibularis di sebelah belakang yang

bergabung dengan faring (Evelyn C. Pearce : 2002).

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

8

b. Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung

limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi (Evelyn C. Pearce :

2002).

c. Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,

panjangnya 25 cm. Esofagus terletak di belakang trakhea (Syaifuddin :

1997).

d. Lambung

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak

terutama di daerah epigaster.

Fungsi lambung terdiri dari :

1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan

oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

2) Sekresi getah lambung

a) Pepsin

b) Asam garam (HCl)

c) Renin

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan, bila

melihat makanan dan mencium makanan maka sekresi lambung akan

terangsang, sehingga akan menimbulkan rangsangan kimiawi yang

menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang di sebut

sekresi getah lambung (Syaifuddin : 1997).

e. Usus halus

1) Dedunum

Di sebut juga usus 12 jari panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda

yang melengkung ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan

pada bagian kanan dedunum ini terdapat lendir yang membukit yang

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

9

di sebut papila valeri yang bermuara pada saluran empedu dan saluran

pankreas (Syaifuddin : 1997).

2) Yeyenum dan Ileum

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang 6 meter. Dua per lima

adalah yeyenum (2-3 meter), dan ileum 4-5 meter. Sambungan antara

yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah

ileum berhubungan dengan seikum.7

Pada mukosa usus halus terdapat penampang melintang vili di

lapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam

hormon jaringan dan enzime yang berperan aktif dalam pencernaan.

Absorbsi makanan seluruhnya berlangsung di usus halus (Syaifuddin :

1997).

Fungsi usus halus terdiri dari :

1) Menerima zat-zat makanan yang sudah di cerna untuk di serap

melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

Karbohidrat di serap dalam bentuk monosakarida (Syaifuddin : 1997).

Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah

usus yang menyempurnakan makanan :

1) Enterokinase, mengaktifkan enzime proteolitik

2) Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.

a) Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.

b) Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.

Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida (Syaifuddin :

1997).

f.Usus besar

1) Kolon assenden

Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan

membujur ke atas dari ileum ke hati (Syaifuddin : 1997).

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

10

2) Kolon transversum

Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon assenden terdapat sampai

ke kolon dessenden berada di bawah abdoment. Sebelah kanan

terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis

(Syaifuddin : 1997).

3) Kolon dessenden

Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdoment bagian kiri membujur

dari atas ke bawah fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri,

bersambung dengan kolon sigmoid (Syaifuddin : 1997).

4) Kolon sigmoid

Merupakan lanjutan dari kolon dessenden yang terletak miring. Dalam

rongga pelvis sebelah kiri berbentuk menyerupai huruf S, ujung

bawahnya berhubungan dengan rektum (Syaifuddin : 1997).

g. Rektum

Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum

mayor dengan anus, terletak di dalam rongga pelvis di depan os sakrum

dan os koksigis (Syaifuddin : 1997).

h. Anus

Bagian saluran pencernaan terakhir yang menghubungkan rektum dengan

dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya di perkuat

oleh 3 sfingter :

1) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.

2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak

(Syaifuddin : 1997).

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

11

2.1 Gambar system pencernaan pada manusia

Sumber:http://asuhan-keperawatan patriani.blogspot.com/2008/07/

3. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah salmonella typosa basil gram negatif

yang bergerak dengan bulu getar tidak berspora, mempunyai sekurang--

kurangnya 3 macam antigen.

a. Antigen O

Somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida.

b. Antigen H

Merupakan komponen protein dalam flagella.

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

12

c. Antigen Vi.

Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ke tiga

macam antigen tersebut (Ngastiyah : 2005).

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas 10-20 hari, selama masa, inkubasi ditemukan gejala

prodromal yaitu, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan

tidak bersemangat nafsu makan berkurang, menyusul gambaran klinik yang

biasa ditemukan.

a. Demam

Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris reminten dan suhu tidak

tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh ber angsur-angsur naik

setiap hari, dan malam hari. Dalam minggu ke 2 pasien terus dalam

keadaan demam pada minggu ke tiga, suhu berangsur-angsur turun dan

normal kembali akhir minggu ke tiga (Ngastiyah : 2005).

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada nafas berbau tidak sedap bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).

Lidah tertutup selaput putih kotor. Pada, abdomen ditemukan keadaan

perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri

pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare, atau

normal (Ngastiyah : 2005).

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam

apatis atau somnolen, jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali

penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan) di samping

gejala tersebut mungkin juga terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan

anggota gerak dan dapat di temukan rosella : yaitu bintik-bintik

kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan

pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula

bradikardia dan epistaksis pada anak besar (Ngastiyah : 2005).

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

13

d. Relaps (kambuh)

Yaitu keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi

berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu ke dua

setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar di terangkan,

seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit

walaupun mendapat infeksi yang cukup berat. Menurut teori, relaps

terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat di

musnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi

pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan

pembentukan jaringan - jaringan fibrolas (Ngastiyah : 2005).

5. Patofosifiologi

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan hasil diserap di usus halus,

melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai

diorgan-organ terutama hati dan limfe. Basil yang tidak dihancurkan

berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut

akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk ke

dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke

dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong

pada mukosa di atas plak nyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan

perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh

endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh

kelainan usus (Ngastiyah : 2005) dan (Suriadi dan Rita Y : 2001).

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

14

6. Pathway

( Ngastiyah, 2005 : 236, Suriadi dan Rita, 2001 : 76 )

Salmonela Thyposa

Usus halus

Penyerapan usus halus

Thypus Abdominalis

Masuk ke pembuluh darah

Basil tidak di hancurkan

Berkembang biak di hati dan

limpa

Terjadi pembesaran Organ

(Hepatomegali)

Makanan tetap

di lambung

Mual muntah

Refluk

Resiko tinggi

kekurangan

volume /cairan

Makanan di

keluarkan

Diare

Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

Konstipasi

Makanan

tertahan

Pelepasan endotoksin

oleh infeksi

Proses infeksi

Gangguan rasa

nyaman panas /

hipertermi

Salmonela

menginfeksi usus

Gangguan

penyerapan di

usus halus

Metabolisme

makanan terganggu

Gangguan rasa

nyaman nyeri

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

15

7. Diagnosa Pembanding

1) Dengue Hemoragik Fever (DHF)

2) Gastroenteritis

3) Gastritis

4) Peritonitis

5) Perforasi gaster. (Carpenito, L. Jual : 2001).

8. Komplikasi

a. Pada usus halus (Ngastiyah : 2005).

1) Pendarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika

dilakukan pemeriksaan dengan benzidin. Jika perdarahan banyak

terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.

2) Perforasi usus Timbul biasanya pada minggu ke 3 atau

setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasinya tidak

disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga

peritorium hati dan diafragma foto rontgen abdomen yang dibuat

dalam keadaan tegak.

3) Peritonitis biasanya menyertai perforasi tetapi dapat

terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu

nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.

b. Di Luar Usus (Ngastiyah : 2005).

1) Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis

kolesistitis, ensefalopati.

2) Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronko pneumoni.

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah : 2005).

a. Darah tepi

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofillia

pada permukaan kulit, mungkin terdapat anemia dan trombsositopenia

ringan.

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

16

b. Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal

Biakan empedu untuk menentukan diagnosis tifus abdominalis secara

pasti.

1) Biakan Empedu

Basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah penderita

biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering

ditemukan dalam urine dan feces dan makanan atau tetap positif untuk

waktu yang lama. Pemeriksaan yang positif dari contoh darah

digunakan untuk menegakkan diagnosa, sedangkan perneriksaan dari

urine dan feces dan 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan

bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi

pembawa kuman (karier).

2). Pemeriksaan Widal

Dasar pemeriksaan ialah : reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum

penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella typhosa.

Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Untuk

membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap

antigen gen O. Titer yang bernilai 1 / 200 / lebih digunakan untuk

membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan

dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak dapat

diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap, tinggi setelah imunisasi

atau apabila penderita, telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan

widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita tifus

abdominalis.

Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut :

a) Titer O dan H tinggi karena ada aglutinin normal, karena infeksi

basil coli patogen dalam usus.

b) Pada neonatus, zat anti diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.

c) Akibat imunisasi secara, alamiah karena masuknya basil peroral

pasien keadaan infeksi subklinis.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

17

10. Penatalaksanaan

Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis

harus dianggap dan diperlukan langsung sebagai pasien thypus

abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :

a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.

b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit

yang lama, lemah, anorexia.

c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal

kembali (istirahat total) kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi

boleh berdiri, berjalan.

d. Diet makanan harus mengandung cairan, kalori dan protein. Bahkan

makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan

tidak bergas, susu 2 gelas/hari. Bila kesadaran pasien menurun

diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan

nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.

e. Obat pilihan, klomramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat

diberikan obat lainnya, seperti : kotrimoksazol, pemberian

kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu : 100 mg/kg BB/hr (maksimal

2 gr/hr) diberikan 4x sehari peroral/intravena. Pemberian

kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu

perawatan dan mencegah relaps, efek negatifnya adalah pembentukan

zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.

f. Bila terdapat komplikasi di sesuaikan penyakitnya Bila terjadi

dehidrasi dan asidosis di berikan cairan secara intravena.

Penyakit Tifus Abdominalis adalah penyakit menular yang

sumber infeksinya dari feses dan urine, sedangkan lalat pembawa atau

penyebar dari kuman tersebut. Pasien thypoid harus di rawat di kamar

isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang

menderita penyakit menular, seperti desinfektan untuk mencuci

tangan, merendam pakain kotor dan pot atau urine bekas pakaian

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

18

pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar memakai

celemek (Ngastiyah : 2005).

B. Konsep Dasar Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-pshiko sosio

spiritual yang komprehensif di tujukan kepada individu, keluarga dan

masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit (NANDA, NIC & NOC :

2010).

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang sistematis untuk

mengenal masalah-masalah pasien dan mencarikan pemecahan masalah dalam

memenuhi kebutuhan pasien yang terdiri dari tahapan-tahapan penting yang

meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan,

implementasi, evaluasi yang masing-masing berkesinambungan dan berkaitan

satu sama lain (NANDA, NIC & NOC : 2010).

1. Fokus Pengkajian

Pengkajian adalah suatu fase permulaan dari proses keperawatan yang

mempunyai komponen utama yaitu mengumpulkan data, memvalidasi data,

mengorganisasi data dan menuliskan data. Data yang perlu di kaji meliputi

data subyektif dan obyektif (NANDA, NIC & NOC : 2010).

Data-data tersebut terdiri dari :

a. Aktifitas Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, cepat lelah, merasa gelisah dan

ansietas.

Pembatasan aktivitas karena proses penyakit.

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardia (respon terhadap demam, proses inflamasi dan

nyeri).

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

19

TD : hipotensi, termasuk postural.

Kulit/Membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah

pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).

c. Integritas Ego

Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, missal : perasaan tak

berdaya. Faktor stress missal : hubungan dengan keluarga/

pekerjaan, pengobatan mahal.

Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi.

d. Eliminasi

Gejala : Tektur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau/

berair.

Tanda : Menurunnya bising usus, tak ada peristaltik, atau adanya

peristaltik yang dapat dilihat.

e. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual-muntah, BB menurun.

Tanda : Penurunan lemak subkutan / massa otot, kelemahan, tonus

otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat.

f.Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah.

Tanda : Nyeri tekan abdomen.

g. Keamanan

Gejala : Peningkatan suhu tubuh 39,6-40 derajat Celsius Elergi

terhadap makanan yang mengeluarkan histamine kedalam

usus dan mempunyai efek inflamasi.

Tanda : Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum

(meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan bengkak)

(Doenges, M.E : 2000).

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

20

2. Perumusan Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada dasarnya adalah mendiagnosa respon

manusia terhadap stressor. Stressor yang ada bisa menyebabkan banyak

respon yang bisa di karakteristikan sebagai respon adatif atau respon

maladatif. Respon maladatif pada akhirnya akan memunculkan masalah

kesehatan (NANDA, NIC & NOC : 2010).

Untuk mendapatkan diagnosa yang aktual di perlukan data yang

aktual pula. Apabila diagnosa aktual di dapatkan maka perawat perlu

mempertimbangkan pada kondisi lebih lanjut. Tetapi jika diagnosa aktual

tidak muncul maka perlu mengkaji lebih lanjut tentang diagnosa resiko

terkait dengan masalah tertentu yang terdapat pada pasien (NANDA, NIC &

NOC : 2010).

3. Fokus intervensi

Intervensi keperawatan menurut Doctherman & Bulecheck (2008)

adalah semua treatment yang di dasarkan pada penilaian klinik dan

pengetahuan perawat untuk meningkatkan pasien / klien. Intervensi

keperawatan juga di rujuk kepada istilah tindakan keperawatan,aktivitas,

dan strategi. Tetapi dalam NIC, istilah intervensi dan aktifitas mempunyai

arti yang spesifik (Wilkinson, 2007). Di bawah ini adalah beberapa

intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada kasus

thypus abdominalis (NANDA, NIC & NOC : 2010).

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

21

Diagnosa I : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan

proses inflamasi pada usus halus (Carpenito, L. Jual :

2001).

Kriteria hasil :

a. Suhu badan menurun 370 C.

b. Nadi kembali normal (90-100 kali per menit).

c. Pasien akan kelihatan tenang (Doenges, M.E : 2000).

Intervensi :

1). Monitor tanda-tanda vital.

2). Anjurkan kompres hangat di dahi, axila dan paha.

3). Anjurkan banyak minurn air putih.

4). Anjurkan memakai baju yang tipis.

5). Anjurkan pasien tirah baring.

6). Kolaborasi dalam awasi pemeriksaan laboratorium

7). Kolaborasi medis dalain pemberian anti piretik dan anti biotik

(Doenges, M.E : 2000).

Diagnosa II : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan

dengan intake yang kurang (Carpenito, L. Jual : 2001).

Kriteria hasil :

a. Pasien mampu makan dengan lahap.

b. Nafsu makan meningkat.

c. Tidak mual dan muntah (Doenges, M.E : 2000).

Intervensi :

1). Kaji kebiasaan makan pasien.

2). Sajikan makanan dalam bentuk hangat dan bervariasi.

3). Observasi intake dan output.

4). Kolaborasi gizi untuk pemberian makanan.

5). Berikan porsi makanan sedikit tapi sering.

6). Libatkan peran keluarga dalarn perawatan (Doenges, M.E : 2000).

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

22

Diagnosa III : Gangguan eliminasi : diare berhubungan dengan adanya

peradangan pada usus halus (Carpenito, L. Jual : 2001).

Kriteria hasil :

a. Konsistensi dan frequensi BAB normal.

b. Pasien mengatakan tidak nyeri perut.

c. Ekspresi tenang (Doenges, M.E : 2000).

Intervensi

1). Monitor frekuensi BAB pasien.

2). Monitor konsistensi BAB pasien.

3). Anjurkan banyak minum.

4). Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit tinggi serat.

5). Libatkan keluarga dalam perawatan (Doenges, M.E : 2000).

Diagnosa IV : Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan

mual muntah (Carpenito, L. Jual : 2001).

Kriteria hasil : Mempertahankan volume cairan yang adekuat dan defisit

cairan terpenuhi (Doenges, M.E : 2000).

Intervensi :

1) Observasi TTV

2) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan.

3) Observasi intake dan output.

Kolaborasi antipiretik dan antibiotik sesuai progam (Doenges, M.E :

2000).

Diagnosa V : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

hepatomegali (Carpenito, L. Jual : 2001).

Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol tampak rileks dan

mampu tidur atau istirahat (Doenges, M.E : 2000).

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

23

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital.

b. Anjurkan pasien untuk alih baring (miring kanan dan kiri) untuk

mengurangi nyeri.

c. Ajarkan tekhnik relaksasi (nafas dalam)

d. Observasi keadaan umum pasien (Doenges, M.E : 2000).

4. Implementasi

Menurut Wilkinson (2007) implementasi yang bisa dilakukan oleh

perawat terdiri dari :

a. Melakukan, implementasi pelaksanaan kegiatan di bagi di dalam

beberapa kriteria yaitu :

1) Di laksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan

kesehatan lain.

2) Intervensi yang di lakukan dengan profesional kesehatan yang lain.

3) Intervensi di lakukan dengan melakukan nursing orders dan sering

juga digabungkan dengan order dari medis.

b. Mendelegasikan

Pelaksanaan dapat didelegasikan hanya saja ada beberapa tanggung

jawab yang perlu di cermati oleh pemberi delegasi.

c. Mencatat

Pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format tergantung pilihan dari

setiap institusi (NANDA, NIC & NOC : 2010).

5. Evaluasi

Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan

sebagai proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian di buat

mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan

membandingkan pada kriteria yang didefinisikan atau standart

sebelumnya.

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

24

Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan klien, dan

keefektifan dari rencana asuhan keperawatan. Evaluasi di mulai dengan

penkajian dasar dan dilanjutkan selama setiap kontak perawat dengan

pasien (NANDA, NIC & NOC : 2010).

6. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk

mengadakan pencatatan terhadap semua yang digunakan untuk

mengungkapkan data yang aktual dan dapat dipertanggung jawabkan

(Nursalam : 2001).

Dokumentasi ini bertujuan untuk :

a. Sebagai sarana komunikasi

b. Sebagai mekanisme pertanggung jawaban dan tanggung gugat

c. Sebagai sarana dalam mengumpulkan data

d. Sebagai sarana pelayanan keperawatan profesi

e. Untuk menjamin akan kelangsungan dan terarahnya askep.

f. Sebagai sarana untuk mengevaluasi baik formatif maupun sumatif.

Untuk meningkatkan kerjasama antara disiplin ilmu (Nursalam : 2001).

C. Teori Tumbuh Kembang

1. Pengertian

Pertumbuhan dan perkembangan meliputi seluruh proses kejadian

sejak terjadi pembuahan sampai dewasa. Pertumbuhan berkaitan dengan

masalah perubahan dalam besar, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu (Soetjiningsih : 1995). Perkembangan menitik beratkan

aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau individu

termasuk perubahan aspek sosial atau emosional (Soetjiningsih : 1995).

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

25

Tumbuh kembang di bedakan menjadi (Soetjiningsih : 1995). :

a. Tumbang fisis

Meliputi perubahan dalam ukuran besar dan fungsi organ tubuh

individu.

b. Tumbang intelektual

Berkaitan dengan kepandaian bekomunikasi dan kemampuan

menangani hal yang abstrak dan simbol.

c. Tumbang emosional

Kemampuan individu membentuk ikatan batin cinta, berkasih sayang

dan kemampuannya menangani kegelisahan akibat suatu frustasi.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang :

a. Faktor genetik

1) Jenis kelamin

2) Ras / Bangsa

b. Faktor lingkungan

1) Lingkungan Prenatal

(a) Gizi Ibu hamil

(b) Mekanis

(c) Toksin / zat kimia

(d) Endokrin radiasi

(e) Infeksi

(f) Stress

(g) Imunitas

(h) Anoksia embrio

(i) Radiasi

2) Lingkungan Post natal

(a) Faktor biologis

1) Ras / suku Bangsa

2) Jenis kelamin

3) Umur

4) Gizi

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

26

5) Perawatan kesehatan

6) Kepekaan terhadap penyakit

7) Penyakit kronis

8) Fungsi metabolisme

9) Hormon

(b) Faktor fisik

1) Cuaca, musim, keadaan geografis

2) Sanitasi

3) Keadaan rumah

4) radiasi

(c) Faktor pshikososial

1) Stimulasi

2) Motivasi belajar

3) Hukuman yang wajar

4) Kelompok sebaya

5) Stress

6) Sekolah

7) Cinta dan kasih sayang

8) Kualitas interaksi anak dan orang tua

(d) Faktor keluarga dan adat istiadat

1) Pekerjaan

2) Pendidikan ayah dan ibu

3) Jumlah saudara

4) Jenis kelamin

5) Stabilitas rumah tangga

6) Kepribadian ayah dan ibu

7) Norma dan adat

8) Agama

9) Urbanisasi

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

27

3. Teori-teori perkembangan anak

a. Perkembangan phsikoseksual (Sigmon Freud)

Perkembangan phsikoseksual anak terdiri dari :

1) Fase oral (0-11 bulan)

Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas

oral : menghisap, menggigit, mengunyah dan mengucap. Masalah

yang di peroleh pada tahap ini adalah meyapih dan makan.

2) Fase anal (1-3 tahun)

Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap diri

sendiri, sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya.

Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan

fesesnya sesuai dengan keinginanya. Untuk itu toilet tranning

adalah waktu yang tepat dilakukan pada periode ini. Masalah yang

dapat diperoleh dalam masa ini adalah bersifat obsesif (gangguan

fikiran), dan bersifat impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak

rapi, kurang pengendalian diri.

3) Fase phalik / oedipal (3-6 tahun)

Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang

sensitif. Anak mulai suka pada lawan jenis. Anak mulai

mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin. Anak mulai

memahami identitas gender (anak sering meniru ibu atau bapak

dalam berpakaian).

4) Fase laten (6-12 tahun)

Kepuasan anak mulainterintegrasi, anak akan menggunakan energi

fisik dan psikologis untuk mengeksplorasi pengetahuan dan

pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya. Pada awal

masa laten, anak perempuan lebih suka teman dengan jenis kelamin

yang sama, demikian juga sebaliknya. Pertanyaan anak lebih

banyak mengarah pada sistem reproduksi.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

28

5) Fase genital (12-18 tahun)

Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan

cinta yang matang terhadap lawan jenis.

b. Perkembangan pshikososial (Erik Erikson)

1) Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)

Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya pada seseorang

baik orang tua maupun yang mengasuhnya atau pada perawat yang

merawatnya. Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan

dalam mengasuh atau merawat maka akan timbul rasa tidak

percaya.

2) Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)

Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tumbang

seperti dalam motorik kasar, halus : berjinjit, memanjat, berbicara,

dll. Sebaliknya rasa malu dan ragu akan timbul apabila anak

merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan kemandirian

atau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.

3) Tahap inisiatif versus rasa bersalah (3-6 tahun)

Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru

secara aktif dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan

indranya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuannya untuk

menghasilkan sesuatu sebagai prestasi. Apabila dalam tahap ini

anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada

diri anak.

4) Industri versus inferiority (6-12 tahun)

Anak akan bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan akademik

maupun pergaulan melalui permainan yang di lakukan bersama.

Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang di inginkan

sehingga anak pada usia ini rajin dalam melakukan sesuatu.

Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari

lingkungan dan anak tidak berhasil memenuhinya maka akan

timbul rasa inferiority (rendah diri). Reinforcement dari orang tua

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

29

atau orang lain menjadi begitu penting untuk menguatkan rasa

berhasil dalam melakukan sesuatu.

5) Tahap identitas versus kerancuan peran (12-18 tahun)

Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam

fisik dan kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukan

identitas dirinya seperti siapa saya kemudian. Apabila kondisi tidak

sesuai dengan suasana hati maka dapat menyebabkan terjadinya

kebingungan dalam peran. Apabila anak mengidolakan seseorang

maka dia akan melakukan perannya seperti orang yang di idolakan.

c. Perkembangan kognitif (piaget)

1) Tahap sensorik motorik (0-2 tahun)

Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi dalam cara melihat, mendengar,

menyentuh, dan aktifitas motorik. Semua gerakan akan di arahkan

kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang di

lihat, di dengar, dan di sentuh.

2) Tahap pra operasional (2-7 tahun)

Perkembangan anak masih bersifat egosentris, transduktif

(menganggap semua orang sama), dan animisme (selalu

memperhatikan benda mati).

3) Tahap konkret (7-11 tahun)

Pemikiran anak meningkat atau bertanbah logis dan koheren.

Kemampuan anak berpikir sudah operasional, imajinatif dan dapat

menggali objek untuk memecahkan suatu masalah.

4) Tahap operational (11-15 tahun)

Anak dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda

atau simbol dengan menggambarkan kesimpulan yang logis. Anak

dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikiran yang

abstrak, toritis, dan filosofis. Pola berfikir logis membuat mereka

mampu berfikir tentang apa yang orang lain juga memikirkanya

dan berfikir untuk memecahkan masalah.

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORI - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-rifkitriat...dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul:

30

4. Cara mendeteksi tumbuh kembang anak

Dalam mendeteksi tumbang anak dapat di gunakan beberapa cara yaitu :

a. Pengukuran antropometrik : BB, TB, LK, LILA

b. Pemeriksaan fisik : Bentuk tubuh, perbandingan bentuk tubuh dengan

anggota gerak lainya, pantat, paha, dll.

c. Pemeriksaan laboratorium : kadar HB, albumin, hormonal, dll.

d. Pemeriksaan radiologi : Umur tulang (bila curiga ada gangguan

pertumbuhan).