bab ii landasan teorirepository.unwira.ac.id/3854/3/04. skripsi 2018-bab ii.pdf · ii-1 bab ii...

20
II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintas. Selanjutnya beban tersebut diteruskan dan disebarkan ke tanah dasar sehingga tanah dasar tidak menerima beban melebihi daya dukungnya. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis sehingga perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai (Sukirman, 2003). Konstruksi lapis perkerasan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu lapis perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat 2. Perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu lapis perkerasan yang menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat. 2.2 Perkerasan Lentur Menurut Sukirman (1992) konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipampatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya, dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Upload: dinhkhanh

Post on 09-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Umum

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara

lapis tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi untuk memikul beban

lalu lintas. Selanjutnya beban tersebut diteruskan dan disebarkan ke tanah

dasar sehingga tanah dasar tidak menerima beban melebihi daya dukungnya.

Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis

sehingga perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai

(Sukirman, 2003).

Konstruksi lapis perkerasan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis

yaitu:

1. Perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu lapis perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat

2. Perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu lapis perkerasan yang

menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat.

2.2 Perkerasan Lentur

Menurut Sukirman (1992) konstruksi perkerasan lentur terdiri dari

lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipampatkan.

Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan

menyebarkannya ke lapisan di bawahnya, dapat dilihat pada gambar 2.1

berikut:

II-2

Gambar 2.1 Susunan Lapisan konstruksi perkerasan lentur

Sumber : Rekayasa Jalan Raya II

Berdasarkan gambar di atas, diantara lapisan permukaan dan lapisan

tanah dasar terdapat lapis pondasi yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi

bawah. Dalam pelaksanaan proyek jalan umumnya pekerjaan lapis pondasi

termasuk dalam lingkup pekerjaan perkerasan berbutir yaitu pekerjaan yang

meliputi lapis pondasi agregat A sebagai lapis pondasi atas dan lapis pondasi

agregat B sebagai lapis pondasi bawah (Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3

Diisi 5).

2.3 Lapis Pondasi

Lapis pondasi merupakan bagian perkerasan jalan raya yang terletak

diantara lapis permukaan jalan dan tanah dasar. Lapis pondasi terdiri atas dua

bagian yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah yang berfungsi antara

lain:

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda

b. Sebagai perletakkan terhadap lapis permukaan

2.3.1 Lapis Pondasi atas

Lapis pondasi atas adalah bagian perkerasan yang terletak di

bawah lapis permukaan dan di atas lapis pondasi bawah. Fungsi lapis

pondasi atas adalah:

1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya

2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah

II-3

3. Bantalan terhadap lapisan permukaan

2.3.2 Lapis pondasi bawah

Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak

dibawah lapis pondasi atas dan di atas tanah dasar. Fungsi lapis

pondasi bawah adalah:

1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda

ke tanah dasar

2. Efisiensi penggunaan material yang relatif murah sehingga

lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya

3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal

4. Lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi

5. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar

naik ke lapis pondasi atas

2.3.3 Sumber Bahan untuk Lapis Pondasi

Bahan yang biasa digunakan untuk lapis pondasi adalah agregat atau

batu pecah yang bisa diambil dari kali ataupun gunung.

2.3.4 Kelas Lapis Pondasi

Terdapat tiga kelas yang berbeda dari lapis pondasi agregat yaitu lapis

pondasi agregat Kelas A, Kelas B, dan Kelas S. Dalam penelitian ini

hanya dibahas tentang agregat A dan agregat B.

1. Lapis pondasi agregat kelas A

Lapis pondasi agregat kelas A adalah agregat yang lolos saringan

(37,5 mm) dan biasa digunakan untuk lapis pondasi atas untuk

lapisan di bawah lapisan beraspal dan

2. Lapis pondasi agregat kelas B

Lapis pondasi agregat kelas B adalah agregat yang lolos saringan

2” (50,0 mm) dan bisa digunakan untuk lapis pondasi bawah.

2.3.5 Fraksi Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 (4,75 mm),

biasanya terdiri dari partikel atau pecahan batu yang keras dan awet.

II-4

2.3.6 Fraksi Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm),

terdiri dari partikel pasir alami atau batu pecah halus.

2.3.7 Sifat-sifat bahan yang diisyaratkan

Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas dari bahan organik dan

gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan

setelah dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi yang diberikan

dalam tabel 2.1 dan memenuhi sifat-sifat yang diberikan dalam tabel

2.2 berikut :

Tabel 2.1 Gradasi Lapis Pondasi Agregat

Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos

ASTM (mm) Kelas A Kelas B

2” 50 100

1½” 37,5 100 88-95

1” 25,0 79-85 70-85

3/8” 9,50 44-58 30-65

No.4 4,75 29-44 25-55

No.10 2,0 17-30 15-40

N0.40 0,425 7-17 8-20

No.200 0,075 2-8 2-8

Sumber : Spesifikai Umum 2010 (Revisi 3) Divisi 5

Tabel 2.2 Sifat-sifat Lapis Pondasi Agregat

Sumber : Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Divisi 5

Kelas A Kelas B

0 - 40 % 0 - 40 %

0 - 25 0 - 35

0 - 6 0 - 10

min. 90 % min. 60 %

-

0 - 5 %

maks. 2/3

Sifat-sifat

Abrasi dari agregat kasar (SNI 2417:2008)

Butiran pecah, tertahan ayakan 3/8" (SNI

7619:2012)

Batas Cair (SNI 1967:2008)

Indeks Plastisitas (SNI 1966:2008)

Hasil kali Indeks Plastisitas dengan %

Lolos Ayakan No. 200

95/901)

maks. 25

0 - 5 %

maks. 2/3

55/502)

Gumpalan Lempung dan Butiran-butiran

Mudah Pecah (SNI 03-4141-1966)

CBR rendaman (SNI 1744:2012)

Perbandingan Persen Lolos Ayakan No.

200 dan No. 40

II-5

2.4 Agregat

Agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan

padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari

mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun fragmen-fragmen.

Agregat merupakan komponen utama dari perkerasan jalan yang mengandung

90-95% agregat berdasarkan presentase berat atau 75-85% agregat

berdasarkan persentase volume.

2.4.1 Klasifikasi Agregat

Berdasarkan proses pengolahannya, agregat yang dipergunakan untuk

perkerasan lentur dapat terdiri dari tiga macam, yaitu:

1. Agregat alam

Agregat yang dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam yang

terbentuk melalui proses erosi dan abrasi. Agregat alam yang

sering dipergunakan adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah

agregat dengan ukuran partikel >1/4 inch (6,35 mm), pasir adalah

agregat dengan ukuran partikel <1/4 inch tetapi lebih besar dari

0,075 mm (saringan No. 200). Berdasarkan tempat asalnya agregat

alam dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari

tempat terbuka di alam dan bankrun yaitu agregat yang berasal

dari sungai (endapan sungai).

2. Agregat yang melalui proses pengolahan

Merupakan agregat yang harus melalui pengolahan berupa proses

pemecahan batu menggunakan mesin pemecah batu (stone

crusher) sehingga ukuran agregat yang dihasilkan dapat terkontrol,

gradasi yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi

yang ditetapkan.

3. Agregat buatan

Agregat buatan adalah agregat yang merupakan mineral filler

(partikel dengan ukuran <0,075 mm), diperoleh dari hasil olahan

pabrik semen dan kapur, atau limbah industri.

Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan atas:

II-6

a. Menurut ASTM (American Society for Testing and Material)

dan Bina Marga[Buku 3 Second nine]

- Agregat kasar, > saringan No. 4 (4,75 mm)

- Agregat halus, < saringan No. 4 (4,75 mm)

- Bahan pengisi (filler) bagian dari agregat halus yang

minimum 75% lolos saringan No. 200 (0,075 mm)

b. Menurut AASHTO (The American Association of State

Highway and Transportation Official)

- Agregat kasar, > saringan No. 8 (2,36 mm)

- Agregat Halus, < saringan No. 8 (2,36 mm)

- Bahan pengisi (filler) bagian dari agregat halus yang lolos

saringan No. 30 (0,60 mm)

2.4.2 Sifat Fisik Agregat

Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan

perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap

cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang teliti sebelum

diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material

perkerasan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai

material perkerasan jalan raya adalah:

1. Gradasi

2. Ukuran maksimum agregat

3. Daya tahan agregat

4. Bentuk dan tekstur agregat

5. Berat jenis agregat

Dalam penelitian ini, sifat fisik yang diuji adalah gradasi, daya tahan

agregat dan berat jenis agregat.

2.4.3 Sifat Mekanis Agregat

Sifat mekanis agregat merupakan salah satu faktor terpenting yang

mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanis

dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap

II-7

pembebanan yang diberikan. Pengujian untuk mengetahui sifat-sifat

mekanis agregat yaitu:

1. Percobaan pemadatan

2. CBR laboratorium

2.4.4 Gradasi

Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, yang

dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Saringan

berukuran paling besar diletakkan teratas, dan yang paling halus

terbawah sebelum pan. Ukuran bukaan saringan yang digunakan

dalam pemeriksaan gradasi sesuai SNI dalam ASTM dapat dilihat

pada tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Ukuran bukaan saringan

Sumber : Beton Aspal Campuran Panas, 2003

Gradasi agregat dinyatakan dalam persentasi lolos saringan atau

persentase tertahan yang dihitung berdasarkan berat agregat.

Gradasi agregat menentukan pengaruh besarnya rongga antara butiran

yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses

pelaksanaan. Selain itu, gradasi agregat menentukan besarnya rongga

pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat

campuran adalah agregat hasil pencampuran berbagai macam agregat

yang masing-masing mempunyai gradasi tertentu. Agregat campuran

II-8

yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori

banyak, karena tak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat

mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat

terdistribusi dari agregat yang berukuran besar sampai kecil secara

merata, maka rongga atau pori yang terjadi sedikit. Hal ini disebabkan

karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar,

akan diisi oleh agregat berkukuran kecil.

Agregat campuran diperoleh dengan mencampur secara proporsional

fraksi agregat kasar dan fraksi agregat halus. Proporsi dari masing-

masing agregat dirancang secara proporsional sehingga diperoleh

gradasi agregat yang diiinginkan. Agregat campuran adalah hasil a %

fraksi agregat kasar dan b % fraksi agregat halus, dengan nilai a + b =

100%, tetapi apabila nilai a dan b dalam bilangan desimal maka a + b

= 1.

Jenis gradasi agregat dapat dibedakan atas:

1. Agregat bergradasi baik

Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya

terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Agregat

bergradasi baik disebut juga agregat bergradasi rapat. Berdasarkan

ukuran butir agregat, agregat bergradasi baik dibedakan atas:

a. Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang

mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai

dengan halus, tetapi dominan berukuran kasar

b. Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang

mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan

halus, tetapi dominan berukuran agregat halus.

Agregat bergradasi baik atau buruk dapat diperiksa dengan

menggunakan rumus Fuller

(

)

...................................................................... (2.1)

II-9

Dengan:

P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm

d = ukuran agregat yang diperiksa

D = ukuran maksimum agregat dalam gradasi tersebut

2. Agregat bergradasi buruk

Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi

baik. Tiga macam gradasi agregat yang dikelompokkan ke dalam

agregat bergradasi buruk, yaitu:

a. Agregat bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri

dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama,

mempunyai pori antar butir yang cukup besar sehingga sering

dinamakan juga agregat bergradasi terbuka

b. Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi

ukuran butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak

terisi dengan baik

c. Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi

ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang

tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali

2.4.5 Ukuran Maksimum Agregat

Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan

mempergunakan:

1. Ukuran maksimum agregat yaitu menunjukkan ukuran saringan

terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak

100%

2. Ukuran nominal maksimum agregat menunjukkan ukuran saringan

terbesar dimana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak

tidak lebih dari 10%. Ukuran maksimum agregat adalah satu

saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal

maksimum.

II-10

2.4.6 Daya Tahan Agregat

Daya tahan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur

atau pecah oleh pengaruh mekanis ataupun hujan. Agregat dapat

mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butir-

butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses

mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan

perkerasan jalan (penimbunan, penghamparan, pemadatan), pelayanan

terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi seperti pengaruh

kelembapan, kepanasan, dan perubahan suhu sepanjang hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi yang terjadi

sangat ditentukan oleh jenis agregat, gradasi campuran, ukuran

partikel, bentuk agregat, dan besarnya energi yang dialami oleh

agregat tersebut.

Daya tahan terhadap beban mekanis diperiksa dengan

melakukan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles,

sesuai dengan SNI-03-2417-1991 atau AASHTO T 96-87. Gaya

mekanis pada pemeriksaan dengan alat abrasi Los Angeles diperoleh

dari bola-bola baja yang dimasukkan bersama agregat yang hendak

diuji.

2.4.7 Bentuk dan Tekstur Agregat

1. Bentuk Agregat

Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan

sebagai berikut:

a. Bulat

Agregat bentuk bulat umumnya ditemui di sungai sebagai

akibat erosi, sehingga berbentuk bulat. Bidang kontak antar

agregat berbentuk bulat sangat sempit, sehingga menghasilkan

penguncian antara agregat yang tidak baik, dan menghasilkan

kondisi kepadatan lapisan perkerasan yang kurang baik.

II-11

b. Kubus

Agregat bentuk kubus pada umumnya merupakan agregat hasil

pemecahan mesin pemecahan batu (stone crusher). Bidang

kontak agregat ini luas, sehingga mempunyai daya saling

mengunci yang baik. Agregat ini merupakan agregat yang

terbaik untuk dipergunakan sebagai material perkerasan jalan.

c. Lonjong

Agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai atau bekas

endapan sungai. Sifat campuran agregat berbentuk lonjong

hampir sama dengan agregat berbentuk bulat..

d. Pipih

Agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil produksi dari

mesin pemecah batu, dan biasanya agregat ini memang

cenderung pecah dengan bentuk pipih.

e. Tak beraturan

Agregat berbentuk tak beraturan adalah bentuk agregat yang

tidak mengikuti salah satu bentuk diatas.

2. Tekstur Agregat

Tekstur permukaan agregat dapat dibedakan atas licin,

kasar, atau berpori. Agregat berbentuk bulat pada umumnya

mempunyai permukaan licin, dan seringkali dijumpai di snugai.

Permukaan agregat yang licin menghasilkan daya penguncian

antar agregat yang rendah, dan mempunyai tingkat kestabilan

rendah.

Permukaan argregat kasar mempunyai gaya gesek yang

baik, ikatan antara butir agregat kuat, sehingga lebih mampu

menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Agregat kasar

merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan sebagai

material perkerasan jalan.

Agregat berpori dapat dibedakan atas agregat berpori

sedikit berguna untuk menyerap aspal sehingga terjad ikatan yang

II-12

baik antara aspal dan agregat, dan agregat berpori banyak yang

mempunyai tingkat kekerasan rendah, sehingga mudah pecah dan

terjadi degradasi.

2.4.8 Berat Jenis Agregat

Dalam perhitungan rancangan campuran dibutuhkan parameter

berat, yaitu berat jenis agregat. Berat jenis agregat adalah

perbandingan antara berat volume agregat dan berat volume air.

Agregat dengan berat jenis kecil, mempunyai volume besar, atau berat

yang ringan.

Jenis berat jenis (specific gravity) agregat, yaitu:

1. Berat jenis bulk (bulk specific gravity), adalah berat jenis dengan

memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh

volume agregat

2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat

jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan

kering permukaan, jadi merupakan berat agregat kering+berat air

yang dapat meresap ke dalam pori agregat, dan seluruh volume

agregat.

3. Berat jenis semu (apparent specific gravity), adalah berat jenis

dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan

volume agregat yang tak dapat diresapi oleh air

4. Berat jenis efektif (efective specific gravity) adalah berat jenis

dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering.

Pengukuran volume agregat dalam proses penentuan berat jenis

agregat dilakukan dengan mempergunakan hukum Archimedes, yaitu

berat benda di dalam air akan berkurang sebanyak berat zat cair yang

dipindahkan. Dengan mengasumsikan berat jenis dan berat volume air

adalah selalu sama dengan satu, maka volume agregat sama dengan

berat zat cair yang dipindahkan.

II-13

2.4.9 Pemadatan Agregat

Pemadatan merupakan usaha untuk merapatkan butran-butiran

tanah yang satu dengan yang lainnya, dalam satu satuan volume yang lebih

padat. Pada struktur tanah kohesif, pemadatan menimbulkan perubahan-

perubahan yang meliputi perubahan pada daya rembes (permeability),

kemampuan pemadatan (compressibility), dan kekuatan dari tanah. Usaha

pemadatan yang lebih tinggi cenderung menghasilkan lebih banyak

partikel lempung dengan orientasi yang sejajar sehingga lebih banyak

struktur tanah yang terdispersi. Partikel-partikel tanah lebih dekat satu

sama lain dan dengan sendirinya dipadatkan berat volume yang lebih

tinggi.

Percobaan ini untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi

kering maksimum. Ada dua macam percobaan di laboratorium yang biasa

menentukan kadar air optimum (optimum moisture content) dan berat isi

kering maksimum (maximum dry density), yaitu:

a. Percobaan pemadatan standar (standar compaction test)

Tujuannya yaitu untuk menentukan hubungan antara kadar air

optimum dan berat isi kering yang akan diperoleh dari hasil-hasil

percobaan yang akan dilakukan, dengan menggunakan alat-alat yang

terdiri dari tabung pemadat dan palu

b. Percobaan pemadatan modifikasi (modifiet compaction test)

Alat-alat yang digunakan hampir sama dengan alat-alat pada

percobaan pemadatan standar, hanya berat palu, tinggi jatuh palu dan

jumlah lapis tanah yang berbeda. Cara melakukannya juga sama.

Garis angka pori udara sama dengan nol.

Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi

kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan

pemadatan partikel. Pemadatan di laboratorium digunakan alat-alat

pemadatan tanah untuk percobaan (compaction soil test apparatus).

II-14

Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki sifat-sifat teknis massa tanah

yaitu:

a. Mempertinggi kekuatan tanah

b. Memperkecil pengaruh air pada tanah

c. Memperkecil compressibility dan daya rembes airnya

Bila kadar air campuran agregat rendah, maka agregat kaku dan

sukar dipadatkan, jika ditambah air, maka air akan berlaku sebagai

pelumas sehingga campuran agregat lebih mudah dipadatkan. Jika

penambahan air terlalu banyak, maka nilai kepadatan akan turun karena

pori-pori tanah terisi penuh dengan air. Berdasarkan kondisi di atas

dilakukanlah 5 kali percobaan dengan kadar air bervariasi, hasilnya adalah

kadar air (w) dan berat isi kering (d) yang bervariasi pula, kemudian

nilai-nilai ini di plot pada kurva hubungan antara kadar air pada absis dan

berat isi kering pada ordinat. Nilai berat isi kering maksimum terdapat

pada puncak kurva, nilai ini akan berpadanan dengan kadar air optimum

pada absis. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering dapat dilihat

pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Hubungan kadar air dengan berat isi kering

Sumber : Jurnal Rekyasa Sipil Volume 10 No. 2 Oktober 2014, Herman

dan Jon Edwar

II-15

2.4.10 CBR Laboratorium

Daya dukung tanah dasar (sub grade) pada perkerasan lentur

dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk

pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada

tahun 1928. Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O.J. Porter.

CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan

terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang

sama, dinyatakan dalam presentase. Pengujian ini dimaksudkan untuk

menentukan CBR (California Bearing Ratio) tanah dan campuran tanah

agregat yang dipadatkan di laboratarium pada kadar air tertentu. Prinsip

pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan memasukkan benda ke

dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau

bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan. Nilai kekuatan

tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah

dibandingkan dengan yang diisyaratkan dalam spesifikasinya.

Tujuan dilakukan pengujian CBR adalah untuk mengetahui nilai

CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan kekuatan

lapisan tanah dasar atau bahan lain dengan cara percobaan CBR diperoleh

nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang

diperlukan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengujian CBR adalah

tekstur tanah, kadar air, dan kepadatan. Prosedur pelaksanaan pengujian

tergantung dari jenis tanah yang diuji. Pada percobaan pemadatan akan

diperoleh berat isi kering maksimum dan nilai kadar air optimum. Nilai

kadar air inilah yang akan digunakan untuk percobaan CBR, sedangkan

nilai berat isi kering maksimum digunakan untuk mengetahui besar nilai

CBR. Penggunaan grafik hubungan kepadatan dengan nilai CBR.

Misalnya pada tumbukan 10 kali didapat titik A, pada tumbukan 35 kali

didapat titik B dan pada tumbukan 65 kli didapat titik C. Titik-titik ini

dihubungkan dengan menggunakan nilai berat isi kering maksimum,

kemudian diperoleh nilai CBR.

II-16

2.5 Pengujian Laboratorium Terhadap Agregat

2.5.1 Pengujian Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk pemeriksaan gradasi agregat

dengan menggunakan saringan. Tujuannya untuk mengetahui susunan

butir agregat sesuai ukurannya yang dinyatakan dalam presentase

lolos atau presentase tertahan yang dihitung berdasarkan berat agregat.

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan SNI 03-1968-1990.

2.5.2 Pengujian Abrasi Agregat dengan Mesin Los Angeles

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan daya tahan agregat

terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan

dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat

saringan No. 12 terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen.

Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan SNI-03-2417-2008

............................................................ (2.2)

dimana:

a = berat benda uji semula (gram)

b = berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram)

2.5.3 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat

1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Pemeriksaan berat jenis bertujuan untuk memperoleh berat jenis

(bulk), berat jenis permukaan jenuh (saturated surface-dry Specific

Gravity), berat jenis semu (Apparent Specific Gravity), dan angka

penyerapan dari agregat kasar. Penyerapan ialah perbandingan

berat air yang dapat diserap quarry terhadap berat agregat kering

dinyatakan dalam persen.

Perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat kasar yaitu sebagai

berikut:

a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity):

............................................................................. (2.3)

II-17

b. Berat jenis kering-permukaan jenuh (saturated surface dry):

............................................................................. (2.4)

c. Berat jenis semu (apparent specific gravity):

............................................................................ (2.5)

d. Penyerapan:

.............................................................. (2.6)

Keterangan:

Bk = berat benda uji kering oven (gram)

Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)

Ba = berat benda uji kering jenuh di dalam air (gram)

2. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity):

....................................................................... (2.7)

b. Berat jenis kering-permukaan jenuh (saturated surface dry):

....................................................................... (2.8)

c. Berat jenis semu (apparent specific gravity):

....................................................................... (2.9)

d. Penyerapan:

................................................................ (2.10)

Keterangan:

Bk = berat benda uji kering oven (gram)

Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)

Ba = berat piknometer berisi air (gram)

Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)

2.5.4 Percobaan Pemadatan Agregat

Pemadatan ini dilakukan dengan memadatkan contoh tanah

basah dengan jumlah berat tertentu (pada kadar air terkontrol) dalam

cetakan silinder dengan ukuran tertentu dan alat penumbuk tertentu

II-18

pula. Setiap lapisan dipadatkan dengan jumlah tumbukan tertentu

berdasarkan massa dan tinggi jatuh penumbuk. Untuk setiap daya

pemadatan tertentu, pemadatan yang tercapai tergantung pada

banyaknya air yang ditambahkan ke dalam tanah tersebut atau kadar

airnya. Pemadatan menggunakan variasi kadar air secara bertahap

menyebabkan berat air dari bahan persatuan volume juga meningkat

seara bertahap, sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang

akan dapat menurunkan berat volume dari tanah tersebut. Hal ini

disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang pori-pori tanah.

Besarnya kepadatan dapat diukur atau dinyatakan dalam satuan

berat kering (dry density) yaitu berat butiran tanah persatuan volume.

Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi kepadatan yaitu:

1. Kadar air

Kadar air yang digunakan diukur berdasarkan berat air dan berat

kering yang dijabarkan dengan rumus:

........................ (2.11)

2. Jenis tanah

Cara dan besarnya usaha pemadatan diukur berdasarkan berat

volume kering material (Dry) ditentukan oleh berat volume basah

(Wet) dan kadar air. Berat volume basah didapat dari perbandingan

antara berat material dan volume mol.

Secara matematis ditulis:

.............................. (2.12)

............................. (2.13)

2.5.5 Hubungan kadar Air dan Kepadatan

Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air

dan berat butiran padat dan volume tanah yang diselidiki. Pada setiap

usaha pemadatan tertentu, kepadatan yang tercapai tergantung pada

kadar air. Apabila kadar air rendah maka tanah akan sulit dipadatkan,

II-19

namum bila tanah dipadatkan dalam jumlah kadar air terkontrol maka

air akan berfungsi sebagai pelumas pada partikel-partikel tanah

tersebut sehingga akan lebih mudah bergerak atau bergeser satu sama

lain dan membentuk kedudukan yang lebih padat atau rapat.

Peningkatan kadar air secara bertahap akan menyebabkan berat

dan bahan padat tanah persatuan volume juga meningkat secara

bertahap sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan

dapat menurunkan berat volume kering dari tanah tersebut. Hal ini

dapat disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang-ruang pori

tanah. pada keadaan dimana kadar air yang memebrikan berat volume

kering disebut kadar air optimum (optimum moisture content). Tujuan

kepadatan adalah untuk mendapatkan nilai kepadatan maksimum dari

suatu bahan serta mendapatkan kadar air optimum yang dapat

digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan pemadatan di lapangan.

kadar air optimum juga berfungsi untuk mencapai kepadatan optimum

yang dikehendaki dalam percobaan CBR (California Bearing Ratio).

Ada dua macam percobaan di laboratorium yang biasa

menentukan kadar air optimum (optimum moisture content) dan berat

isi kering maksimum (maximum dry density), yaitu:

c. Percobaan pemadatan standar (standar compaction test)

Tujuannya yaitu untuk menentukan hubungan antara kadar air

optimum dan berat isi kering yang akan diperoleh dari hasil-hasil

percobaan yang akan dilakukan, dengan menggunakan alat-alat

yang terdiri dari tabung pemadat dan palu

d. Percobaan pemadatan modifikasi (modifiet compaction test)

Alat-alat yang digunakan hampir sama dengan alat-alat pada

percobaan pemadatan standar, hanya berat palu, tinggi jatuh palu

dan jumlah lapis tanah yang berbeda. Cara melakukannya juga

sama. Garis angka pori udara sama dengan nol.

II-20

2.5.6 CBR (California Bearing Ratio)

Prosedur pelaksanaan pengujian CBR Laboratorium mengikuti

standar SNI-03-1744-1989. Pengujian CBR yang bertujuan untuk

medapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

.................................................................... (2.14)

Keterangan:

PT = beban penetrasi

PS = beban standar

Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi

suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan

penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0,1”

dan penetrasi sebesar 0,2” dan selanjutnya dari hasil kedua

perhitungan tersebut dibandingkan sesuai SNI 03-1744-1989 diambil

hasil terbesar. Alat percobaan untuk menentukan besarnya CBR dapat

dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Alat Pemeriksa CBR di laboratorium

Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999

Alat tersebut berupa alat yang mempunyai piston dengan luas

3”. Piston digerakkan dengan kecepatan 0,05” per menit, vertikal ke

bawah. Proving ring digunakan untuk mengukur beban yang

dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji

pengukur.