bab i pendahuluan - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/bab 1-bab 5...

64
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, alkohol memiliki perkembangan dalam pertumbuhannya dari zaman ke zaman seperti buku yang ditulis oleh Hartati Nurwijaya dan Zullies Ikawati yang berjudul “Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduannya”. Dalam buku ini menerangkan juga tentang sejarah alkohol, di mana para arkeolog menyebut bahwa minuman beralkohol muncul kali pertama di zaman peradaban Mesir Kuno, kemudian perkembangannya berlanjut pada periode Yunani Kuno dan Romawi Kuno, dari sinilah minuman beralkohol terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan menjadi peradaban bagi manusia. 1 Dalam perjalanan perkembangannya alkohol tidak lepas dari kebudayaan peradaban manusia. Seperti halnya di Indonesia pada masyarakat Manado, Sulawesi, Sumatra Utara, Jawa, Bali dan beberapa daerah lain menggunakan minuman keras dalam prosesi acara ritual adatnya, ritual adat ini menjadi salah satu pendorong masyarakat mengkonsumsi alkohol. Di sisi lain alkohol juga digunakan sebagai antiseptik yang digunakan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri dan kuman pada luka. Alkohol juga banyak digunakan bagi masyarakat yang hidup didaerah pegunungan yang bersuhu dingin, dan dipercaya dapat dijadikan sebagai minuman untuk menghangatkan tubuh mereka dari suhu dingin tersebut. 1 Hartati Nur Wijaya dan Zullies Ikawati Phd. 2009. Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduannya, Jakarta; Penerbit Elexmedia Computindo.

Upload: lamdung

Post on 13-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, alkohol memiliki perkembangan dalam

pertumbuhannya dari zaman ke zaman seperti buku yang ditulis oleh Hartati

Nurwijaya dan Zullies Ikawati yang berjudul “Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah

Kecanduannya”. Dalam buku ini menerangkan juga tentang sejarah alkohol, di mana

para arkeolog menyebut bahwa minuman beralkohol muncul kali pertama di zaman

peradaban Mesir Kuno, kemudian perkembangannya berlanjut pada periode Yunani

Kuno dan Romawi Kuno, dari sinilah minuman beralkohol terus berkembang seiring

dengan perkembangan zaman dan menjadi peradaban bagi manusia.1

Dalam perjalanan perkembangannya alkohol tidak lepas dari kebudayaan

peradaban manusia. Seperti halnya di Indonesia pada masyarakat Manado, Sulawesi,

Sumatra Utara, Jawa, Bali dan beberapa daerah lain menggunakan minuman keras

dalam prosesi acara ritual adatnya, ritual adat ini menjadi salah satu pendorong

masyarakat mengkonsumsi alkohol. Di sisi lain alkohol juga digunakan sebagai

antiseptik yang digunakan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri dan

kuman pada luka. Alkohol juga banyak digunakan bagi masyarakat yang hidup

didaerah pegunungan yang bersuhu dingin, dan dipercaya dapat dijadikan sebagai

minuman untuk menghangatkan tubuh mereka dari suhu dingin tersebut.

1 Hartati Nur Wijaya dan Zullies Ikawati Phd. 2009. Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduannya,

Jakarta; Penerbit Elexmedia Computindo.

2

Namun di sisi lain terjadi penyalahgunaan terhadap fungsi alkohol tersebut,

alkohol yang pada mulanya ditujukan dapat berfungsi bagi kehidupan pada

masyarakat, namun seiring dengan majunya peradaban manusia pada era modern,

alkohol tak jarang disalahgunakan pada kehidupan manusia. Sebagai contoh banyak

masyarakat yang menggunakannya sebagai media pelarian sesaat dalam menghadapi

masalah dalam hidupnya atau hanya sebagai kesenangan semata, bahkan para remaja

yang diharapkan sebagai penerus bangsapun turut mengkonsumsi minuman yang

mengandung alkohol tersebut. Padahal dengan mengkonsumsi minuman beralkohol

tersebut akan merusak fisik dan psikis mereka, dan biasannya hal yang akan terjadi

pada orang-orang yang mengkonsumsi alkohol, mereka akan kehilangan kesadaran

dalam arti bertindak diluar pemikiran yang wajar, dan mereka juga kehilangan rasa

malu dan cenderung tindakannya menjadi tidak terkontrol. Maka tak jarang banyak

tindak kejahatan yang terjadi sebagai akibat dari pengaruh minum minuman keras,

seperti yang diberitakan pada TribunJateng.com edisi jum‟at tanggal 20 April 2012

yang memberitakan tentang seorang gadis belia di Purwokerto bernama Vega (16)

yang nekat menentang larangan yang diberikan oleh orangtuanya untuk tidak pergi

bersama teman-temannya malam hari, namun gadis belia itu menentang larangan

orangtuanya untuk tetap pergi dan mengkonsumsi minum-minuman keras bersama-

sama dengan teman-teman pria yang lain di dalam kamar kos salah seorang temannya.

Berita ini menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi alkohol dapat merusak jaringan

otak bagi orang yang meminumnya, karena dapat menghilangkan akal sehat bagi yang

mengkonsumsinya sehingga yang mengkonsumsi tidak dapat berpikir secara logis.2

Berita tersebut merupakan salah satu bukti dari adanya penyalahgunaan alkohol

dalam kehidupan sehari-hari, alkohol yang ditujukan sebagai hal yang positif namun

2 TribunJateng.com edisi Jum‟at tanggal 20 April 2012

3

dalam penyalahgunaannya alkohol menjadi terlihat sebagai hal yang negatif. Alkohol

dapat mempengaruhi alam sadar manusia, sehingga mereka yang meminumnya dalam

dosis yang cukup besar dapat kehilangan kesadaran dalam melakukan tindakan-

tindakannya, konsumsi alkohol dalam dosis yang berlebihan juga dapat menimbulkan

pemerkosaan, pembunuhan, perkelahian, bahkan bunuh diri, karena bagi mereka yang

mengkonsumsi minuman beralkohol cenderung memiliki tingkat emosional yang

tinggi. Penyalahgunaan alkohol ataupun meminum minuman keras merupakan salah

satu tingkah laku yang melanggar aturan hukum dan merupakan salah satu bentuk

tindak pidana yang senantiasa melekat dan akan selalu hadir dalam kehidupan

masyarakat serta sulit untuk dilenyapkan. Minuman keras memang bukanlah akibat

langsung dari timbulnya kejahatan akan tetapi dapat menjadi penyebab seseorang

melakukan tindak pidana karena dalam minuman keras tersebut terkandung alkohol

yang dapat menyebabkan keracunan dan kebiusan dari otak, yaitu mengakibatkan

ketidakseimbangan mental dengan disertai gangguan badaniah dengan ciri-ciri antara

lain merasa dirinya hebat, gembira kehilangan kontrol moril, kurang kritik terhadap

diri sendiri, memandang sepele terhadap bahaya, dan konsentrasi yang berkurang.

Begitu besar dampak negatif yang ditimbulkan akibat minum minuman keras,

baik bagi si pelaku sendiri maupun bagi lingkungan sekitar. Kesehatan bagi mereka

yang mengkonsumsi minuman keras cenderung memiliki organ tubuh yang tidak

sehat, sedangkan bagi lingkungan dapat menimbulkan terganggunya tata kehidupan

masyarakat (Kamtibmas). Dalam hal inilah maka diperlukan peran serta masyarakat

secara luas untuk secara aktif mengawasi penyalahgunaan minuman keras di

lingkungan sekitar, dan terutama sekali bagi aparat kepolisian selaku penyidik.

Peneliti melakukan penelitian melalui Polres Resort Banyumas karena disamping

peneliti berdomisili di Banyumas, menurut peneliti Polres Banyumas kerap

4

mengadakan operasi minuman keras. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak

Bambang Sidik S, S.H, selaku Kepala Satuan SABHARA terdapat beberapa larangan

dalam penggunaan minuman keras, di antaranya :

1. Meminum minuman keras dan/atau mabuk di tempat umum.

2. Menjual minuman keras dengan kadar alkohol 10% tanpa ijin.

3. Menjual minuman keras tidak di tempat tertentu yang telah ditetapkan.

Tempat tertentu tersebut dilarang berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah,

rumah sakit dan pemukiman.3

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis melakukan pengkajian

secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “PENANGGULANGAN

MINUMAN KERAS OLEH KEPOLISIAN DI WILAYAH HUKUM POLISI

RESORT BANYUMAS”.

3 Wawancara dilakukan dengan penyidik Bambang Sidik, pada tanggal 9 Mei 2012, di Polres Banyumas

5

B. Perumusan Masalah

Dari pembahasan latar belakang di atas, dapat ditarik perumusan masalah sebagai

berikut :

1. Apa saja dampak negatif dari penggunaan alkohol dalam kehidupan masyarakat?

2. Bagaimana Polisi Resort Banyumas menanggulangi dampak negatif penggunaan

alkohol/miras?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dampak negatif dari penggunaan alkohol dalam kehidupan

bermasyarakat

2. Untuk mengetahui penanggulangan dampak negatif dari penggunaan alkohol/miras

yang dilakukan oleh Polisi Resort Banyumas

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan sumbangan

bagi perkembangan ilmu Hukum Pidana.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat

khususnya kaum muda agar tidak salah dalam menggunakan alkohol sebagai

minuman keras.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana

1. Pengertian Hukum Pidana

Hukum yang berlaku menurut isinya dapat dibagi ke dalam dua macam

hukum, hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Iswanto sebagai berikut:

a. Hukum Publik. Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan hukum

antara orang dengan negara, antara badan atau lembaga negara yang satu dengan

yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan masyarakat atau negara.

Termasuk dalam Hukum Publik antara lain: Hukum Pidana, Hukum Tata

Negara, Hukum Administrasi Negara.

b. Hukum Sipil. Hukum Sipil adalah hukum yang mengatur hubungan hukum

antara orang yang satu dengan orang yang lain sebagai anggota masyarakat, dan

menitikberatkan pada kepentingan perorangan yang bersifat pribadi. Termasuk

dalam Hukum Sipil antara lain: Hukum Perdata, Hukum Dagang.4

Kedudukan hukum pidana termasuk dalam hukum publik, sebagaimana

dikatakan oleh Andi Hamzah sebagai berikut :

Hukum pidana termasuk dalam hukum publik, yang berarti hukum pidana

lebih condong mengatur kepada kepentingan masyarakat atau negara.

Rumusan tentang hukum pidana di kalangan para sarjana masih beraneka

ragam, belum ada satu pun rumusan yang dianggap sebagai rumusan yang

sempurna dan dapat diberlakukan secara umum. Apakah hukum pidana itu?

Pertanyaan ini sesungguhnya sangat sulit untuk dijawab seketika karena

hukum pidana itu mempunyai banyak segi, yang masing-masing mempunyai

arti sendiri-sendiri.5

Moeljatno di lain pihak berpendapat bahwa:

Hukum Pidana adalah sebagian dari keseluruhan yang berlaku di suatu Negara

yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang dan disertai pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar

larangan itu;

4 Iswanto. 1995. Diktat Kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Fakultas Hukum UNSOED. Purwokerto. hal. 7

5 Andi Hamzah. 1994. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta. Jakarta. hal. 1.

7

b. Menetukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan;

c. Menetukan dengan cara bagaimana penjatuhan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan

itu.6

Beberapa pendapat tentang hukum pidana disampaikan oleh sarjana lain,

sebagaimana dikutip oleh Sudarto, adalah sebagai berikut:

a. SIMONS

1) Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan

nestapa yaitu suatu “pidana” apabila tidak ditaati.

2) Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan

pidana, dan;

3) Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan

penerapan pidana.

b. VAN HAMEL

Keseluruhan dasar aturan yang dianut negara dalam kewajibannya untuk

menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa saja yang bertentangan dengan

hukum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang

melanggar larangan tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi yang dicantumkan diatas tentang hukum pidana,

terdapat inti yang berpokok kepada 2 (dua) hal, yaitu:

a. Perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

b. Pidana. Maksudnya penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang

melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu.7

Hukum Pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-

perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat

dijatuhkan kepada pelaku. Istilah hukum pidana sendiri mempunyai beberapa

pengertian antara lain:

a. Hukum pidana dalam arti objektif.

Hukum pidana dalam arti objektif juga disebut ius poenale. Menurut Roeslan

Saleh pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang

sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik.8

b. Hukum pidana dalam arti subjektif.

Hukum pidana dalam arti subjektif dapat diartikan sebagai ius poenale. Secara

luas berarti hak-hak dari Negara untuk mengenakan pidana terhadap perbuatan

tertentu. Arti sempit hukum pidana dapat berupa hak untuk menuntut perkara

6 Moelyatno. 1987. Azas-azas Hukum Pidana. Bina Aksara Jakarta. hal. 1.

7 Sudarto. 2001. Op.Cit. hal. 7.

8 Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan. Sinar Grafika. Jakarta. hal. 9.

8

pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan

tindak pidana. Simons juga merumuskan hukum pidana secara subjektif yaitu

merupakan keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang

atas pelanggarannya oleh Negara atau masyarakat hukum umum lainnya telah

dikaitkan dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa suatu hukuman,

dan keseluruhan dari peraturan-peraturan di mana syarat-syarat mengenai akibat

hukum itu telah diatur serta keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur

masalah penjatuhan dan pelaksanaan dari hukum itu sendiri.9

Hukum pidana juga dapat dibagi menjadi hukum pidana umum dan pidana

khusus. A. Fuad Usfa, dkk, menjelaskannya sebagai berikut:

Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) yaitu hukum pidana yang

memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap orang. Aturan ini

misalnya KUHP. Hukum pidana khusus yaitu hukum pidana yang memuat aturan-

aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum.10

Menurut H.B. Vos yang dikutip oleh Bambang Poernomo, hukum pidana

diartikan dari cara bekerjanya, yaitu:

a. Peraturan hukum objektif (ius poenale) dapat dibagi menjadi:

1) Hukum pidana materiil yaitu peraturan tentang syarat-syarat bilamanakah,

siapakah dan bagaimanakah sesuatu itu dapat dipidana.

2) Hukum pidana formil yaitu hukum acara pidana.

b. Peraturan hukum subjektif (ius punedi) yaitu meliputi hukum yang memberikan

kekuasaan untuk menetapkan ancaman pidana, menetapkan putusan dan

melaksanakan pidana yang hanya dibebankan kepada negara atau pejabat yang

ditunjuk untuk itu.

c. 1) Hukum pidana umum (algeme strafrecht) yaitu hukum pidana yang berlaku

bagi semua orang;

2) Hukum pidana khusus (bijzondere strafrecht) yaitu dalam bentuknya sebagai

“ius speciale” seperti hukum pidana militer dan sebagai “ius singulare”

seperti hukum pidana fiskal.11

Selanjutnya Sudarto membagi hukum pidana kedalam dua jenis, yaitu:

a. Hukum pidana materiil, yang memuat aturan-aturan yang menetapkan dan

merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang

memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai

pidana, seperti KUHP;

9 P.A.F. Laminating. 1994. Hukum Penitensier Indonesia. Armieo. Bandung. hal. 4.

10 A Fuad Usfa, Moh Najib dan Tongat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. UMM Press Malang. hal. 5.

11 Bambang Poernomo. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia. Yogyakarta. hal. 20-21.

9

b. Hukum pidana formil, mengatur bagaimana negara dengan perantara alat-alat

perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana Hukum

pidana formil juga disebut hukum pidana.12

Selain pendapat tersebut diatas, beberapa ahli juga memberikan penjelasan

mengenai hukum pidana materiil dan pidana formil, sebagaimana dikutip oleh

P.A.F. Laminating, sebagai berikut:

a. Van Hamel

Hukum pidana material itu menunjukan asas-asas dan peraturan yang

mengkaitkan pelanggaran hukum itu dengan hukuman, sedangkan pidana

formal menunjukan bentuk-bentuk dan jangka waktu yang mengikat

pemberlakuan hukum pidana material.13

b. Van Hattum

Termasuk kedalam hukum pidana material yaitu semua ketentuan dan peraturan

yang menunjukan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan

tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat

dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman yang

bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut. Hukum pidana

formal memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana hukum pidana

material harus diberlakukan, biasanya disebut juga hukum acara pidana.14

c. Simons

Hukum pidana material memuat ketentuan-ketentuan dan rumusan tindak

pidana, peraturan-peraturan mengenai syarat-syarat tentang bilamana seseorang

itu menjadi dapat dihukum, penunjukan dari orang-orang yang dapat dihukum

dan ketentuan-ketentuan mengenai hukuman-hukumannya sendiri, jadi ia

menentukan bilamana seseorang itu dapat dihukum dan bilamana hukuman

tersebut dapat dijatuhkan. Hukum pidana formal itu mengatur bagaimana

caranya Negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaannya menggunakan

haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dengan demikian ia

memuat acara pidana.15

Satochid Kartanegara, sebagaimana dikutip oleh A. Fuad Usfa, dkk,

mengemukakan pendapatnya mengenai isi hukum pidana materiil sebagai berikut:

Hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang:

1) Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman

2) Siapa-siapa yang dapat dihukum

12

Sudarto. 1997. Op.Cit. hal. 8. 13

P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. hal. 10. 14

Ibid., hal. 11. 15

Ibid., hal. 11.

10

Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang.16

2. Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana

Sebelum mengetahui tentang tujuan dan hukum pidana itu sendiri, akan lebih

baik jika diketahui terlebih dahulu fungsi dari hukum pidana itu. Hal ini

dikarenakan tanpa mengetahui fungsi dari hukum pidana, maka tidak bisa diketahui

diketahui untuk tujuan apa sebenarnya hukum pidana itu ada.

Hukum dibuat untuk dilaksanakan, yang berarti hukum itu bekerja di dalam

masyarakat. Bekerjanya hukum dalam masyarakat menunjukkan bahwa hukum itu

mempunyai fungsi. Hukum pidana yang masuk dalam bagian hukum publik

mempunyai fungsi yang sangat penting mengingat hukum pidana mementingkan

pada kepentingan masyarakat atau negara.

Fungsi hukum pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu fungsi yang

umum dan fungsi yang khusus. Fungsi yang umum dan khusus dari hukum pidana

ini oleh Sudarto dijelaskan sebagai berikut:

a. Fungsi umum

Fungsi umum dari hukum pidana sama dengan fungsi hukum pada umumnya,

karena hukum pidana merupakan sebagian keseluruhan lapangan hukum, yaitu

mengatur hidup atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Dalam

kehidupan masyarakat terjadi hubungan sosial diantara para anggota masyarakat

itu sendiri. Setiap anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang seringkali

berlawanan dengan kepentingan anggota masyarakat lainnya, sehingga sering

menimbulkan konflik dan terjadi ketidakharmonisan dalam masyarakat, hukum

pidana lah sarana yang diterapkan dalam menyelesaikan konflik tersebut.

b. Fungsi khusus

16

Ibid., hal. 11.

11

Fungsi yang khusus dari hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum

terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa

pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat

dalam cabang-cabang hukum lainnya. Kepentingan-kepentingan hukum (benda-

benda hukum) ini boleh dari orang seorang dari badan atau dari kolektiva,

misalnya masyarakat atau negara. Sanksi yang tajam itu dapat mengenai harta

benda, kehormatan, badan dan kadang-kadang nyawa seseorang yang

memperkosa benda-benda hukum itu. Dapat dikatakan, bahwa hukum pidana itu

memberi aturan-aturan untuk menanggulangi perbuatan jahat.17

Bentuk-bentuk dari adanya fungsi umum dan khusus dari hukum pidana

adalah dengan adanya penjatuhan sanksi. Mengenai penjatuhan sanksi ini Sudarto

menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

Sanksi hukum pidana mempunyai pengaruh preventif (pencegahan) terhadap

terjadinya pelanggaran-pelanggaran norma hukum. Pengaruh ini tidak hanya

ada apabila sanksi pidana itu benar-benar diterapkan terhadap pelanggaran

yang konkrit, akan tetapi sudah ada, karena sudah tercantum dalam peraturan

hukum (Theorie des psychischen Zwanges = ajaran paksaan pyschis). Sebagai

alat “social control” fungsi hukum pidana adalah subsidier, artinya hukum

pidana hendaknya baru diadakan, apabila usaha-usaha lain kurang memadai.

Selain daripada itu, karena sanksi hukum pidana adalah tajam, sehingga

berbeda dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya, maka

hukum pidana harus dianggap sebagai “ultimum remidium” (obat terakhir)

apabila upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan atau dianggap tidak

mempan, oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi, kalau masih ada jalan

lain janganlah menggunakan hukum pidana.18

Berdasarkan apa yang ada di atas dalam perkembangannya dapat dilihat

bermunculan pendapat dari para sarjana tentang apa yang menjadi tujuan hukum

pidana tersebut. Menurut Wirjono Projodikoro tujuan dari hukum pidana adalah

17

Sudarto. 2001. Op. Cit. hal. 9-10. 18

Ibid., hal. 10.

12

memenuhi rasa keadilan.19

Menurut Tirtamidjaja yang dikutip oleh Bambang

Poernomo, maksud dari hukum pidana ialah melindungi masyarakat.20

Pada umumnya didalam membuat suatu uraian tentang tujuan hukum pidana,

sebagian besar penulis hukum pidana tidak mengadakan pemisahan antara tujuan

hukum itu sendiri dengan tujuan diadakannya hukuman atau pidana. Di antara para

sarjana hukum diutarakan bahwa tujuan hukum pidana adalah:

a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara

menakut-nakuti orang banyak (generale preventie) maupun secara menakut-

nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan, agar dikemudian hari

tidak tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie);

b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka

melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya.21

3. Sumber Hukum Pidana Indonesia

Sumber utama dan hukum pidana Indonesia adalah hukum yang tertulis, di

samping itu di daerah-daerah tertentu dan untuk orang-orang tertentu hukum

pidana yang tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum pidana. Induk

peraturan hukum pidana positif ialah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP). Nama aslinya adalah Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie

(W.v.S.), sebuah Titah Raja (Koninklijk Besluit atau disingkat K.B.) tanggal 15

Oktober 1915 No. 33 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. KUHP ini

merupakan copy (turunan) dari Wetboek Van Strafrecht Negeri Belanda

(W.v.S.Bld) yang selesai dibuat pada tahun 1881 dan mulai berlaku pada tahun

1886.22

19

Wirjono Projodikoro. 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama. Bandung. hal. 18. 20

Bambang Poernomo. 1993. Op. Cit. hal. 23. 21

Wirjono Projodikoro. 2002. Op. Cit. hal. 8-9. 22

Sudarto. 1991. Op. Cit. hal. 18.

13

KUHP sekarang yang berlaku ini setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17

Agustus 1945 mendapat perubahan-perubahan yang penting berdasarkan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1946 (Undang-Undang dari Pemerintah RI Yogyakarta).

Pasal 1 menegaskan sebagai berikut:

Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden RI tertanggal 10

Oktober 1945 No. 2 menetapkan, bahwa peraturan hukum pidana yang sekarang

berlaku, ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret

1942. Ini berarti, bahwa teks resmi (yang sah) untuk KUHP kita adalah bahasa

Belanda.23

Sementara itu Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1945 kembali lagi ke

Indonesia setelah mengungsi selama zaman pendudukan Jepang (1942-1945) juga

mengadakan perubahan terhadap W.v.S.v.N.I (KUHP), misalnya dengan

Staatsblad 1945 No. 135 Tijdelijke buitengewone bepalingen van Strafrecht

(ketentuan-ketentuan sementara yang luar biasa mengenai hukum pidana).24

Sudah barang tentu perubahan-perubahan yang dilakukan oleh kedua

pemerintah yang saling bermusuhan itu tidak sama, sehingga hal ini seolah-olah

atau pada hakikatnya menimbulkan “dua” KUHP, yang masing-masing

mempunyai ruang berlakunya sendiri-sendiri. Jadi boleh dikatakan ada “dualisme”

KUHP (peraturan hukum pidana) atau lebih tepat ada “kwasidualisme”. Hal ini

rupanya kurang disadari oleh para petugas hukum.

Guna menghilangkan kedaan yang ganjil ini, maka dikeluarkan Undang-undang

Nomor 73 Tahun 1958 yang antara lain menyatakan bahwa Undang-undang (RI)

No. 1 Tahun 1946 itu berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan ini maka

segala perubahan yang diadakan oleh Pemerintah Hindia Belanda sesudah tanggal

23

www.google.com 24

ibid

14

8 maret 1942 (saat menyerahkan Hindia Belanda kepada Jepang) dianggap tidak

ada.

KUHP itu merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku unbtuk semua

golongan penduduk, ialah golongan Bumiputera, Timur Asing dan Eropa. Dengan

demikian, dalam lapangan hukum pidana sejak 1918 dikatakan ada UNIFIKASI.

Tidak demikian halnya dengan hukum pidana, di sini tidak hanya ada dualisme

bahkan boleh dikatakan ada pluralisme.

Sumber hukum pidana yang tertulis lainnya adalah peraturan-peraturan pidana

di luar KUHP, ialah peraturan-peraturan pidana yang tidak dikodifikasikan, yang

tersebar dalam Undang-undang atau peraturan-peraturan dari Pemerintah Pusat

atau Daerah.

Sumber hukum pidana lainnya adalah hukum pidana adat. Hukum pidana adat

ini untuk beberapa daerah masih harus diperhitungkan juga. Dasar hukum

berlakunya hukum pidana adat, pada zaman Hindia Belanda dicari dalam Undang-

undang, ialah Pasal 131 LS. Juncto A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgeving).

Semasa berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dapat ditunjukkan

beberapa pasal yang dapat dijadikan dasar, ialah Pasal 16 ayat (2). Akan tetapi

sebenarnya tidak diperlukan dasar hukum yang diambil dari ketentuan Undang-

undang, sebab hukum adat itu hukum yang asli dan sesuatu yang asli itu berlaku

dengan sendirinya, kecuali jika ada hal-hal yang menghalangi berlakunya.

15

B. Tindak Pidana

1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan tindak adalah perbuatan.

Sedangkan pidana adalah kejahatan, kriminal. Jadi tindak pidana adalah suatu

perbuatan yang jahat atau perbuatan kriminal.25

Barda Nawawi Arief menyatakan

bahwa tindak pidana secara umum dapat diartikan sebagai perbuatan yang

melawan hukum baik secara formal maupun secara materiil.26

Sudarto menyatakan tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya

dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau Verbrechen atau

misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis.27

Istilah Tindak Pidana dipakai sebagai pengganti “Strafbaarfeit”, yaitu istilah

dalam bahasa Belanda Srafbaarfeit terdiri dari kata Strafbaar, artinya dapat

dihukum dan Feit artinya ialah “sebagian dari suatu kenyataan”. Dengan demikian

secara harfiah, istilah Strafbaarfeit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari

suatu kenyataan yang dapat dihukum.28

Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat antara

para sarjana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar hukum pidana.

Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

“perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau verbrechen atau misdaad) yang bisa

diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis. Wirjono Prodjodikoro

memberikan definisi pendek tentang tindak pidana, yaitu bahwa tindak pidana

berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.29

25

W.J.S.Porwodarminto. 1980. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka. Jakarta. hal. 345. 26

Barda Nawawi Arief. 2001. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung. hal. 81. 27

Sudharto. 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Fakultas Hukum Undip. Semarang. hal. 40. 28

P.A.F. Lamintang. 1994. Op. Cit. hal. 172. 29

Wirjono Projodikoro. 2002. Op. Cit. hal. 55

16

Istilah tindak pidana dimaksudkan sebagai terjemahan “Strafbaarfeit” yang

berasal dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Belanda yang

kemudian diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi pada masa

penjajahan Belanda, yang masih digunakan di Indonesia sampai saat ini dengan

beberapa perubahan. Mengenai istilah ini, para sarjana menggunakan istilah yang

berlainan. Moeljatno menerjemahkan strafbaar feit dengan istilah perbuatan pidana

dan merumuskan sebagai berikut:

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi

barangsiapa melanggar aturan tersebut. Di mana larangan tersebut ditujukan

pada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan

orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang

menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan

yang erat, oleh karena itu keduanya tidak dapat dipisahkan.30

Apabila seseorang melakukan perbuatan yang dilarang maka orang tersebut

dapat diancam dengan pidana. Menurut Moeljatno untuk menyatakan hubungan

yang erat itu ia menggunakan istilah “perbuatan pidana”, dan istilah itu mempunyai

pengertian yang abstrak dan menunjuk pada dua konflik yaitu adanya kejadian atau

perbuatan tertentu dan adanya orang yang melakukan perbuatan tersebut.31

Menurut Moeljatno apabila strafbaar feit menggunakan istilah peristiwa pidana

atau tindak pidana adalah kurang tepat, sebab peristiwa itu adalah pengertian yang

konkret yang hanya menunjuk kepada kejadian tertentu saja sedangkan perkataan

tindak adalah menunjukkan kepada kelakuan atau sikap jasmani seseorang, jadi

menyatakan keadaan yang konkret pula.32

Pengertian strafbaar feit dikemukakan

oleh Simons dan Van Hamel, sebagaimana dikutip oleh Sudarto sebagai berikut:

Menurut Simons strafbaar feit diartikan sebagai berikut, strafbaar feit adalah

kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan

hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang

30

Moeljatno. 1987. Op. Cit. hal. 54. 31

ibid 32

Ibid. hal. 55.

17

yang mampu bertanggung jawab. Berbeda pula pendapat Van Hamel yang

mengartikan strafbaar feit sebagai berikut, strafbaar feit adalah kelakuan

(handeling) orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum,

yang patut dipidana (strafwaardich) dan dilakukan dengan kesalahan.33

Jika melihat pengertian-pengertian ini maka terdapat beberapa pokok mengenai

pengertian tindak pidana, yaitu:

a. Bahwa feit dalam strafbaar feit berarti handeling (kelakuan atau tingkah laku);

b. Bahwa pengertian strafbaar feit dihubungkan dengan kesalahan orang yang

mengadakan kelakuan tadi.34

Utrecht menerjemahkan strafbaar feit dengan peristiwa pidana, karena istilah itu

meliputi suatu perbuatan (handeling atau doen positif) maupun akibatnya (keadaan

yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melainkan itu). Lebih lanjut

dijelaskan pula oleh Utrecht peristiwa pidana sebagai berikut, suatu peristiwa

hukum yaitu suatu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur

oleh hukum.35

Sudarto menggunakan istilah strafbaar feit dengan istilah tindak pidana,

alasanya pemakaian istilah yang berlainan itu tidak menjadikan soal asal diketahui

apa yang dimaksud dan dalam hal yang penting adalah isi dari pengertian itu,

namun lebih condong untuk memakai tindak pidana seperti yang dilakukan oleh

pembentuk undang-undang, istilah ini sudah dapat diterima masyarakat, jadi

mempunyai sosilogishie gelding.36

Menurut W.P.J Pompe, sebagaimana dikutip oleh Bambang Purnomo,

pengertian Strafbaarfeit dibedakan menjadi dua definisi, yaitu:

a. Definisi menurut teori, adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang

dilakukan karena kesalahan si Pelanggar dan diancam dengan pidana untuk

mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum;

33

Sudarto. 1991. Op. Cit. hal. 5. 34

Moeljatno.1987. Op. Cit. hal. 56. 35

Utrecht. 1986. Hukum Pidana II. Pustaka Tinta Emas. Surakarta. hal. 251. 36

Sudarto. 1991. Op. Cit. hal. 35

18

b. Definisi menurut hukum positif, adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan

Undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.37

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Pengertian dan unsur-unsur tindak pidana ada dua golongan (pandangan) yaitu

pandangan monistis dan dualistis. Menurut pandangan monistis bahwa keseluruhan

adanya syarat pemidanaan merupakan sifat dari perbuatan, tidak ada pemisahan

antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pengikut pandangan

monistis antara lain: D. Simons, Van Hamel, E. Mezger, Karni, Wirjono

Prodjodikoro. Sedangkan pandangan dualistis membedakan secara tegas antara

perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pengikut pandangan ini antara

lain: H.B. Vos, W.P.J. Pompe, Moeljatno, Sudarto. Untuk lebih jelas mengenai

tindak pidana (Strafbaar Feit) dan unsur-unsurnya berikut pendapat beberapa

sarjana:

a. Simon berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah perbuatan manusia,

diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, oleh

orang yang mampu bertanggung jawab.

b. Van Hamel berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah perbuatan

manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum,

dilakukan dengan kesalahan, patut dipidana.

c. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan

yang pelakunya dikenakan pidana.

d. H.B. Vos berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah kelakuan

manusia dan diancam pidana dalam undang-undang.

e. Moeljatno memberi arti “perbuatan pidana” sebagai “perbuatan yang diancam

dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut”.

Untuk adanya perbuatan pidana harus memenuhi unsur-unsur yaitu perbuatan yang

memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan hukum. Berdasarkan

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur utama tindak pidana adalah

perbuatan tersebut memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan

hukum.38

37

Bambang Poernomo. 1993. Pola Dasar Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana. Liberty. Yogyakarta.

hal. 91. 38

Sudarto. 1991. Op. Cit. hal. 41-43.

19

Seseorang dapat dijatuhi pidana adalah apabila orang itu telah memenuhi unsur-

unsur tindak pidana yang telah dirumuskan dalam KUHP, karena pada umumnya

pasal-pasal dalam KUHP terdiri dari unsur-unsur tindak pidana. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Lamintang, yaitu:

Sungguhpun demikian setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam

unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur,

yakni unsur subjektif dan unsur-unsur objektif.39

Kemudian Lamintang juga menjelaskan tentang unsur-unsur subjektif dan

unsur-unsur objektif sebagai berikut:

Unsur-unsur subjektif yaitu unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau

berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk kedalamnya yaitu segala yang

terkandung di dalam hatinya.

Unsur-unsur objektif yaitu unsur-unsur yang ada hubunganya dengan keadaan-

keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus

dilakukan.40

Mengenai pengertian strafbaar feit, Sudarto membagi menjadi dua pandangan

sebagai berikut:

a. Pandangan monistis yaitu melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya

pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan.

b. Pandangan dualistis yaitu pandangan yang memisahkan “pengertian perbuatan

pidana” (criminal act) dan “pertanggungjawaban pidana” (criminal

responbility).41

Unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh ahli hukum dalam

pandangan monistis, sebagaimana dikutip oleh Sudarto adalah sebagai berikut:

Menurut Simons unsur-unsur strafbaar feit adalah:

a. Perbuatan manusia (positif dan negatif, berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan);

b. Diancam dengan pidana (strafbaargesteld)

c. Melawan unsur (onrechmatig);

d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (teorekeningsvatbaar persoon).

39

P.A.F. Lamintang. 1997. Op. Cit. hal. 193. 40

Ibid 41

Sudarto. 1991. Op. Cit. hal. 24.

20

E.Mezger menyebutkan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:

a. Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan),

b. Sifat melawan hukum (baik bersifat objektif maupun subjektif),

c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang,

d. Diancam dengan pidana,

J.Baumman menyebutkan unsur-unsur tindak pidana yaitu adanya perbuatan yang

memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dilakukan dengan

kesalahan.

Menurut Karni delik itu mengandung suatu perbuatan yang mengandung

perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal

budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungkan.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, beliau mengemukakan definisi pendek, yaitu:

Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

Jelas sekali dilihat dari definisi-definisi di atas tidak adanya pemisahan antara

criminal act (perbuatan pidana) dan criminal responsibility (pertanggungjawaban

pidana).42

Beberapa sarjana yang mempunyai pandangan dualistis mengemukakan unsur-

unsur tindak pidana, sebagaimana dikutip oleh Sudarto sebagai berikut:

Menurut H.B Vos unsur-unsur Strafbaar feit yaitu:

a. Kelakuan manusia, dan

b. Diancam pidana dalam undang-undang

Menurut W.P.J Pompe unsur-unsur yaitu:

a. Perbuatan

b. Bersifat melawan hukum

c. Dilakukan dengan kesalahan, dan

d. Diancam pidana.

Menurut Moeljatno untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur:

a. Perbuatan (manusia);

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil);

c. Bersifat melawan hukum (syarat materiil).43

Menurut Sudarto sendiri yaitu kedua pendirian tersebut di atas tidak ada

perbedaan yang prinsipiil, sebab jika seseorang menganut pendirian salah satu

diantaranya hendaknya memegang pendirian tersebut dengan konsekuen agar tidak

ada kekacauan pengertian. Yang penting adalah bahwa kita harus menyadari bahwa

untuk pengenaan pidana itu diperlukan syarat-syarat tertentu, dan semua syarat

yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus lengkap adanya.44

42

Ibid. hal. 24-25. 43

Ibid. hal. 25-26. 44

Ibid. hal. 26.

21

Dapat diambil kesimpulan bahwa perbuatan tindak pidana apabila perbuatan itu

harus memenuhi syarat-syarat pemidanaan, yaitu:

a. Memenuhi rumusan undang-undang;

b. Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar);

c. Terhadap pelakunya atau orangnya harus ada unsur kesalahan;

d. Orang yang melakukan tindakan mampu bertanggungjawab;

e. Dolus atau Culpa (tidak ada alasan pemaaf)

Mengenai penentuan perbuatan pidana yang memenuhi rumusan undang-

undang di Indonesia menganut azas legalitas yang terdapat Pasal 1 ayat (1) Kitab

Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi:

Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana

dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan

dilakukan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan, pembentuk undang-undang menyatakan

dalam suatu aturan perundang-undangan pidana, sebelum dinyatakan dalam suatu

peraturan perundang-undangan pidana maka perbuatan tersebut belum dapat

dikatakan perbuatan pidana. Hal tersebut memenuhi ketentuan yang disebutkan

dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.45

Dengan demikian bahwa dasar pokok dalam menjatuhkan pidana adalah norma

yang tertulis. Azas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan

diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-

undangan, lebih dikenal dalam bahasa latin yaitu nullum delictum poena sine

previa poenela (tidak ada pidana tanpa ada peraturan lebih dulu).

45

Roeslan Saleh. 1980. Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan penjelasannya. Aksara Baru. Jakarta. hal.

1.

22

Azas ini bertujuan untuk terjaminya kepastian hukum di samping latar belakang

bahwa tentu saja azas ini mencegah agar tidak terjadi kesewenang-wenangan

penguasa terhadap rakyatnya. Azas ini mengandung tiga pengertian, yaitu:

a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu

belum dinyatakan dalam suatu peraturan perundang-undangan.

b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi

(kiyas).

c. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.46

Unsur pemidanaan yang kedua adalah bersifat melawan hukum, yang dalam

Bahasa Belanda disebut dengan istilah “Onrechtmatigheid” atau bisa dinamakan

juga “Wederrechtelijkheid”. Menurut Roeslan Saleh mengenai unsur sifat melawan

hukum, dengan jalan menyatakan suatu perbuatan dapat dipidana maka pembentuk

undang-undang memberitahukan bahwa ia memandang perbuatan itu sebagai

bersifat melawan hukum, atau untuk selanjutnya dipandang seperti demikian.47

Menurut Pompe, melawan hukum merupakan unsur mutlak perbuatan pidana

bilamana melawan hukum secara tegas disebutkan dalam ketentuan pidana

bersangkutan. Sesungguhnya demikian, walaupun melawan hukum bukan unsur

mutlak perbuatan pidana, namun adanya hal-hal yang menghapuskan unsur

melawan hukum akan menghapuskan pula adanya pidana.48

Unsur pemidanaan yang ketiga adalah kesalahan yang terdiri dari kesengajaan

(dolus dan culpa) dan kemampuan bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan

penjelasan dari Sudarto sendiri bahwa, untuk memungkinkan adanya pemidanaan

secara wajar, apabila diikuti pendirian dari Moeljatno, maka tidak cukup apabila

seseorang telah melakukan tindak pidana belaka. Di samping itu pada orang

tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab.49

46

Ibid. hal. 40. 47

Ibid. hal. 1. 48

Ibid. hal. 5. 49

Sudarto. 1991. Op. Cit. hal. 39.

23

Berkaitan dengan masalah bertanggung jawab Simons, sebagaimana dikutip

oleh Sudarto, menyatakan pendapatnya sebagai berikut:

Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu kejadian psikis

sedemikian yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan,

baik dilihat dari unsur sudut umum maupun dari orangnya. Seseorang mampu

bertanggung jawab jika jiwanya sehat, yaitu apabila:

a. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatanya

bertentangan dengan hukum;

b. Ia dapat menentukan kehendak sesuai dengan kesadaran tersebut.50

Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan unsur atau bersifat melawan unsur, meskipun

perbuatanya telah memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang dan

tidak dibenarkan namun hal tersebut memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana.

Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat bahwa orang yang melakukan

perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt). Azas

kesalahan (culpabilitas) menyangkut orangnya atau pelakunya. Jadi untuk adanya

pemidanaan harus ada kesalahan pada si pembuat tindak pidana. Dalam hal ini

berlaku azas “nulla poena sine culpa” atau tidak ada pidana tanpa kesalahan.51

Menurut Sudarto, kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar

untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana.52

Kemudian

Sudarto membagi kesalahan menjadi tiga arti, yaitu:

a. Kesalahan dalam arti seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian

“pertanggung jawab dalam unsur pidana” di dalamnya terkandung makna dapat

dicelanya si pembuat atas perbuatanya.

b. Kesalahan dalam bentuk kesalahan berupa:

1) Kesengajaan (dolus).

50

Ibid. hal. 39. 51

Ibid. hal. 39. 52

Ibid. hal. 41.

24

2) Kealpaan (culpa).

c. Kesalahan dalam arti sempit yaitu kealpaan (culpa) seperti yang disebutkan

pada kesalahan dalam arti bentuk kesalahan yang berupa kealpaan.53

Apabila ketiga syarat pemidanaan tersebut di atas, baik memenuhi rumusan

undang-undang, sifat melawan unsur, serta unsur kesalahan dipenuhi oleh si pelaku

tindak pidana maka pidana dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan dalam KUHP.

Jika ada perbuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya,

maka aturan dalam KUHP dapat dikesampingkan.

C. Tindak Pidana Minuman Keras

1. Pengertian Tindak Pidana

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa tindak

pidana minuman keras diatur dalam Pasal 300, Pasal 492, dan Pasal 536. Pasal 300

KUHP mengatur tentang ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi

seseorang yang sengaja menjual atau memberikan minuman yang memabukkan

kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk, dengan sengaja membuat mabuk

seorang anak yang belum cukup enam belas tahun, serta dengan kekerasan atau

dengan ancaman kekerasan sengaja memaksa orang untuk meminum minuman

yang memabukkan. Di samping itu juga mengatur tentang ancaman pidana penjara

sebagai akibat dari perbuatan tindak pidana minuman keras. Ketentuan Pasal 300

KUHP tersebut menegaskan sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

a) barangsiapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang

memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk;

53

Ibid. hal. 45.

25

b) barangsiapa dengan sengaja membuat mabuk seorang anak yang umumnya

belum cukup enam belas tahun;

c) barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan sengaja

memaksa orang untuk meminum minuman yang memabukkan.

(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(4) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pekerjaannya, maka haknya untuk menjalankan pekerjaan itu dapat dicabut.

Pasal 492 KUHP mengatur tentang ancaman pidana kurungan atau pidana

denda bagi seseorang yang dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu-

lintas, atau mengganggu ketertiban umum atau mengancam keselamatan orang

lain. Ketentuan Pasal 492 KUHP selengkapnya menentukan sebagai berikut:

(1) Barangsiapa dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu-lintas, atau

mengganggu ketertiban, atau mengancam keselamatan orang lain, atau

melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan

mengadakan tindakan penjagaan tertentu terlebih dahulu supaya jangan

membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain, diancam dengan pidana

kurungan paling lama enam hari atau pidana denda paling banyak tiga ratus

tujuh puluh lima rupiah.

(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya

pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, atau karena

hal yang disebutkan dalam Pasal 536, dijatuhkan pidana kurungan paling lama

dua minggu.

26

Pasal 536 KUHP mengatur tentang ancaman hukuman pidana denda dan

pidana kurungan bagi seseorang yang berada di jalan umum dalam keadaan mabuk.

Pasal 536 KUHP selengkapnya menentukan sebagai berikut:

(1) Barangsiapa berada di jalan umum dalam keadaan mabuk, diancam dengan

pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.

(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya

pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama atau yang

diterangkan dalam Pasal 492, maka pidana denda dapat diganti dengan pidana

kurungan paling lama tiga hari.

(3) Bila terjadi pengulangan kedua dalam satu tahun setelah pemidanaan pertama

berakhir dan menjadi tetap, maka dikenakan pidana kurungan paling lama dua

minggu.

(4) Pada pengulangan ketiga atau lebih dalam satu tahun, setelah pemidanaan

yang kemudian karena pengulangan kedua atau lebih menjadi tetap, dikenakan

pidana kurungan paling lama tiga bulan.

Pengertian nyata mabuk atau kentara mabuk atau kelihatan mabuk yaitu

mabuk sedemikian rupa sehingga terlihat dan dapat diketahui oleh setiap orang dan

mengganggu perasaan pada orang-orang di sekitarnya. Syarat-syaratnya sebagai

berikut:

a. Tersangka menghembuskan nafas yang berbau minuman keras (bau alkohol)

b. Tersangka berjalan dengan sempoyongan atau dengan tidak berdaya roboh di

jalanan; dan

c. Bicara tidak karuan (kacau) atau tidak mampu sama sekali untuk bicara.

Yang dikenakan Pasal tersebut di atas, terdakwa berada di jalan umum. Jika

didalam rumah, tidak dikenakan Pasal tersebut dan tugas polisi yaitu

27

mempertahankan ketertiban dan keamanan serta ketentraman umum, dalam tugas

ini termasuk pula menyingkirkan orang-orang kentara mabuk dari jalan umum

untuk dilindungi, ditahan sementara sampai mereka sembuh kembali dari

mabuknya. Berdasarkan pendapat ini, maka biasanya oleh polisi orang yang mabuk

di jalan umum itu dibawa dan ditahan di kantor polisi.54

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Minuman Keras

Hari Sasongko mengatakan bahwa dalam KUHP masalah tindak pidana

minuman keras diatur dalam 3 (tiga) buah pasal, yaitu Pasal 300, Pasal 492, dan

Pasal 536. Berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal tersebut, maka unsur-unsur

tindak pidana minuman keras adalah sebagai berikut:

a. Dengan sengaja menjual atau menyerahkan minuman yang memabukkan

kepada orang yang dalam keadaan mabuk (Pasal 300 ayat (1) ke 1).

b. Dengan sengaja membuat mabuk seorang anak di bawah usia 16 tahun (Pasal

300 ayat (1) ke 2).

c. Dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan sengaja memaksa orang

untuk meminum minuman yang memabukkan (Pasal 300 ayat (1) ke 3).

d. Dalam keadaan mabuk berada di jalanan umum (Pasal 536 ayat (1))

Seseorang yang betul-betul mabuk, tidak bisa berbuat apa-apa. Terhadap orang

yang melakukan tindak pidana dianggap bertanggungjawab atas perbuatannya.

Karena sebelum mabuk seseorang sudah bisa berpikir akibat-akibat apa yang bisa

terjadi pada seseorang yang sedang mabuk.55

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, maka unsur-unsur tindak pidana

minuman keras adalah seseorang yang dengan sengaja menjual atau menyerahkan

54

Natal Frids Sitorus. Tindak Pidana Minuman Keras. Diakses melalui http://inf.g-

excess.cm/id/nline/Minuman-Keras-Narkba.inf pada 21 September 2012. 55

Hari Sasongko. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Mandar Maju. Bandung. hal. 117-

118.

28

minuman yang memabukkan kepada orang lain yang dalam keadaan mabuk,

membuat mabuk seorang anak di bawah umur, dalam keadaan mabuk mengganggu

ketertiban di tempat umum dan dalam keadaan mabuk berada di jalanan umum.

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

sosiologi hukum. Soejono Soekanto memberikan pengertian mengenai pendekatan

sosiologi hukum sebagai berikut:

Sosiologi Hukum yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis

dan empiris yang menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara

hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. 56

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kantor Kepolisian di Wilayah Hukum Polisi Resort

Banyumas, dan ditempat-tempat lain yang berkaitan dengan adanya sumber bahan

yang digunakan dalam penelitian.

C. Sumber Bahan Hukum

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan data yang diperoleh melalui keterangan hasil

wawancara/interview, yaitu hasil wawancara/interview dengan Penyidik Polres

Banyumas .

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang mendukung bahan primer yang

dapat membantu menganalisis. Bahan sekunder yang digunakan dalam penelitian

ini antara lain dari hasil-hasil penelitian,literatur-literatur,makalah-makalah dalam

seminar,serta artikel-artikel yang mendukung penelitian.

56

Soejono Soekanto

30

D. Metode Pengambilan Data

1) Kepustakaan

Data sekunder yang di dapat melalui studi kepustakaan yaitu dengan mencari dan

mengumpulkan hasil-hasil penelitian,literatur-literatur,makalah-makalah dan

artikel-artikel yang berhubungan dengan alkohol sebagai minuman keras.

2) Wawancara (interview)

Terhadap data lapangan yang merupakan data primer dilakukan melalui interview

dan memuat kejadian yang terjadi dalam masyarakat yang berhubungan dengan

miras.

E. Metode Analisis Bahan

Bahan hukum yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-kualitatif,yaitu dengan

mengelompokan data yang diperoleh dari data lapangan dan dihubungkan dengan

teori-teori,asas-asas yang diperoleh melalui studi kepustakaan sehingga diperoleh

jawaban atas permasalahan yang diteliti.57

57

Ronny Hanitijo Soemitro. 1983. Metode Penelitian Hukum. Jakarta; Ghalia indonesia

Jonny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Yogyakarta; Banyumedia Publising

Ronny Hanintijo Soemitro. 1999. Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta; Ghalia Indonesia

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan,

dokumen-dokumen dan literatur yang digunakan sebagai data utama, yaitu sebagai

berikut:

1) Pasal 300 KUHP tentang Ancaman Pidana Penjara atau Pidana Denda bagi

seseorang yang sengaja menjual atau memberikan minuman yang

memabukkan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa tindak

pidana minuman keras diatur dalam Pasal 300, Pasal 492, dan Pasal 536. Pasal

300 KUHP mengatur tentang ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi

seseorang yang sengaja menjual atau memberikan minuman yang

memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk, dengan sengaja

membuat mabuk seorang anak yang umumnya belum cukup enam belas tahun,

serta dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan sengaja memaksa

orang untuk meminum minuman yang memabukkan. Disamping itu juga

mengatur tentang ancaman pidana penjara sebagai akibat dari perbuatan tindak

pidana minuman keras. Ketentuan Pasal 300 KUHP tersebut menegaskan

sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

a) barangsiapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang

memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk;

32

b) barangsiapa dengan sengaja membuat mabuk seorang anak yang

umumnya belum cukup enam belas tahun;

c) barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan

sengaja memaksa orang untuk meminum minuman yang

memabukkan.

(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(4) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pekerjaannya, maka haknya untuk menjalankan pekerjaan itu dapat

dicabut.

Pasal 492 KUHP mengatur tentang ancaman pidana kurungan atau pidana

denda bagi seseorang yang dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi

lalu-lintas, atau mengganggu ketertiban umum atau mengancam keselamatan

orang lain. Ketentuan Pasal 492 KUHP selengkapnya menentukan sebagai

berikut:

(1) Barangsiapa dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu-lintas,

atau mengganggu ketertiban, atau mengancam keselamatan orang lain,

atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau

dengan mengadakan tindakan penjagaan tertentu terlebih dahulu supaya

jangan membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain, diancam dengan

pidana kurungan paling lama enam hari atau pidana denda paling banyak

tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.

33

(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak

adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama,

atau karena pelanggaran yang sama, atau karena hal yang disebutkan

dalam Pasal 536, dijatuhkan pidana kurungan paling lama dua minggu.

Pasal 536 KUHP mengatur tentang ancaman hukuman pidana denda dan

pidana kurungan bagi seseorang yang berada di jalan umum dalam keadaan

mabuk. Pasal 536 KUHP selengkapnya menentukan sebagai berikut:

(1) Barangsiapa berada di jalan umum dalam keadaan mabuk, diancam

dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.

(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak

adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama

atau yang diterapkan dalam Pasal 492, maka pidana denda dapat diganti

dengan pidana kurungan paling lama tiga hari.

(3) Bila terjadi pengulangan kedua dalam satu tahun setelah pemidanaan

pertama berakhir dan menjadi tetap, maka dikenakan pidana kurungan

paling lama dua minggu.

(4) Pada pengulangan ketiga atau lebih dalam satu tahun, setelah pemidanaan

yang kemudian karena pengulangan kedua atau lebih menjadi tetap,

dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan.

Hari Sasongko mengatakan bahwa dalam KUHP masalah tindak pidana

minuman keras diatur dalam 3 (tiga) buah pasal, yaitu Pasal 300, Pasal 492,

dan Pasal 536. Berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal tersebut, maka unsur-

unsur tindak pidana minuman keras adalah sebagai berikut:

a. Dengan sengaja menjual atau menyerahkan minuman yang memabukkan

kepada orang yang dalam keadaan mabuk (Pasal 300 ayat (1) ke 1).

34

b. Dengan sengaja membuat mabuk seorang anak di bawah usia 16 tahun

(Pasal 300 ayat (1) ke 2).

c. Dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan sengaja memaksa orang

untuk meminum minuman yang memabukkan (Pasal 300 ayat (1) ke 3).

d. Dalam keadaan mabuk mengganggu ketertiban di tempat umum (Pasal 492

ayat (1)).

e. Dalam keadaan mabuk mengganggu ketertiban di tempat umum (Pasal 536

ayat (1)).

Seseorang yang betul-betul mabuk, tidak bisa berbuat apa-apa. Terhadap orang

yang melakukan tindak pidana dianggap bertanggungjawab atas perbuatannya.

Karena sebelum mabuk seseorang sudah berpikir akibat-akibat apa yang bisa

terjadi pada seseorang yang sedang mabuk.58

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, maka unsur-unsur tindak

pidana minuman keras adalah seseorang yang dengan sengaja menjual atau

menyerahkan minuman yang memabukkan kepada orang lain yang dalam

keadaan mabuk, membuat mabuk seorang anak di bawah umur, dalam keadaan

mabuk mengganggu ketertiban di tempat umum dan dalam keadaan mabuk

berada di jalanan umum.

2) Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 13 Tahun 2001 tentang

Pengendalian dan Pengawasan Minuman Keras

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 13 Tahun

2001, diatur hal-hal sebagai berikut:

a) Pengendalian dan Pengawasan

58

Hari Sasongko. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Mandar Maju. Bandung. hal. 117-

118.

35

Pasal 3 mengatur tentang larangan memproduksi, mengoplos atau

membuat minuman keras kecuali seseorang atau badan hukum yang telah

memiliki ijin, sebagai berikut:

(1) Dilarang memproduksi, mengoplos atau membuat minuman keras.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi

seseorang atau badan hukum yang telah memiliki ijin sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4 lebih lanjut mengatur tentang larangan mengedarkan, menjual,

menimbun, membawa, menyediakan dan menyajikan minuman keras

sebagai berikut:

(1) Dilarang mengedarkan, menjual, menimbun, membawa, menyediakan

dan menyajikan minuman keras.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan bagi:

a. Usaha perdagangan minuman keras yang beralkohol yang

mengandung rempah-rempah, jamu dan sejenisnya yang khusus

untuk tujuan kesehatan dan atau pengobatan.

b. Bagian hotel berbintang 3, 4 dan 5, restoran dengan tanda talam

lencana dan talam selaka, bar, klab malam dan diskotik, sepanjang

dijual secara langsung dan diminum di tempat serta harus mendapat

ijin Bupati.

(3) Khusus bagi usaha perdagangan minuman keras sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai

berikut:

a. Minuman keras yang mengandung alkohol setinggi-tingginya 10%

36

b. Bagi usaha perdagangan wajib memiliki Ijin Usaha Perdagangan

(IUP) dan atau Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol

(IUPMB).

c. Bagi usaha untuk penyembuhan suatu penyakit, harus dilengkapi

Surat Rekomendasi dari DKKS Kabupaten Banyumas.

Lokasi usaha perdagangan minuman keras ditentukan di tempat

tertentu, sebagaimana diatur pada Pasal 5 sebagai berikut:

(1) Usaha perdagangan minuman keras beralkohol sebagaimana dimaksud

Pasal 4 ayat (2) huruf a harus ditempat tertentu yang ditetapkan oleh

Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD.

(2) Tempat tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) dilarang berdekatan

dengan tempat peribadatan, rumah sakit dan pemukiman.

Minuman keras dilarang dikonsumsi di tempat umum, dan

diperbolehkan untuk upacara keagamaan dengan ijin Bupati, sebagaimana

diatur pada Pasal 6 sebagai berikut:

(1) Dilarang meminum minuman keras dan atau mabuk di tempat umum.

(2) Diperbolehkan menyediakan, menyajikan dan menggunakan minuman

keras untuk kepentingan upacara keagamaan dengan ijin Bupati.

Pengawasan terhadap peredaran minuman keras berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 13 Tahun 2001 ini dapat dilakukan

oleh Tim yang ditetapkan oleh Bupati. Hal ini sebagaimana ditegaskan pada

Pasal 7 sebagai berikut:

Pelaksanaan dan pengawasan terhadap Peraturan Daerah ini dapat

dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh Bupati.

37

b) Ketentuan Pidana

Ketentuan-ketentuan pidana atas tindak pidana minuman keras diatur

pada Pasal 8 yang menegaskan sebagai berikut:

(1) Barang siapa terbukti bersalah melanggar Pasal 4 ayat (1) diancam

dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Barang siapa terbukti bersalah melanggar Pasal 4 ayat (2) dan

Pasal 6 ayat (1), diancam dipidana kurungan selama-lamanya 3

(tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000 (lima juta

rupiah).

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah

tindak pidana pelanggaran.

Pasal 9 lebih lanjut menegaskan sebagai berikut:

Bagi tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1),

(2) dan (3) dikenakan pidana tambahan yaitu usahanya dapat

ditutup dan atau barang buktinya disita untuk dimusnahkan.

2. Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara bebas terpimpin

dengan Kepala Satuan Sabhara Polres Banyumas, yaitu Bambang Sidik.

Wawancara atau interview bebas terpimpin adalah suatu wawancara yang di

dalamnya terdapat unsur kebebasan, namun terdapat juga pengarahan pembicaraan

secara tegas, serta pengontrolan-pengecekan dan penilaian. Adapun hasil

wawancara tersebut adalah sebagai berikut:59

59

Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Mei 2012 di Polres Banyumas.

38

1) Dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol di

wilayah hukum Polres Banyumas ditemukan beberapa pelanggaran tentang

penjualan minuman keras, seperti terdapatnya kios-kios kecil yang tidak

memiliki izin dalam penjualan minuman keras, minuman keras yg dijual tidak

berstiker izin dari pemerintah setempat dalam hal ini izin Bupati Banyumas.

2) Ditemukan Minuman keras yang dijual melewati batas kadar alkohol yang

telah ditetapkan yaitu diatas 5% dan waktu penjualan minuman keras tersebut

di atas jam 00,00.

3) Dalam operasinya Polres Banyumas mendata sebagai berikut :

Bulan Hasil Operasi

Tersangka Barang Bukti

Januari 2010 11 orang 71 Boto Miras

17 Liter Miras Jenis Ciu

Februari 2010 16 orang 104 botol Miras jenis anggur

23,5 Liter Miras Jenis Ciu

145 Liter Miras jenis Tuak

Maret 2010 11 orang 64 Botol Miras Jenis Anggur

38 Liter Miras Jenis Ciu

74 Liter Miras Jenis Tuak

April 2010 21 orang 43 Botol Miras Jenis Anggur

80,5 Liter Miras Jenis Ciu

177 Liter Miras Jenis Tuak

Mei 2010 4 orang 15 Botol Miras Jenis Anggur

21 Liter Miras Jenis Ciu

Juni 2010 15 orang 21 Botol Miras Jenis Anggur

60 Botol Miras Jenis Tuak

39

129 Liter Miras Jenis Ciu

Juli 2010 18 orang 67 Botol Miras Jenis Anggur

74 Liter Miras Jenis Tuak

24 Liter Miras Jenis Ciu

Agustus 2010 10 orang 29 Botol Miras Jenis Anggur

40 Liter Miras Jenis Tuak

20 Liter Miras Jenis Ciu

Agustus 2011 5 orang 12 Botol Miras Jenis Anggur

10 Liter Miras jenis Tuak

20 Liter Miras Jenis Ciu

Oktober 2011 7 orang 2 Botol Miras Jenis Anggur

87 Liter Miras Jenis Ciu

November 2011 3 orang 24 Botol Miras Jenis Tuak

2 Liter Miras Jenis Ciu

Desember 2011 6 orang 23 Botol Miras Jenis Anggur

9 Botol Miras Jenis Vodca

51,5 Liter Miras Jenis Ciu

Januari 2012 4 orang 24 Liter Miras Jenis Ciu

Februari 2012 17 orang 63 Botol Miras Jenis Anggur

89 Liter Miras Jenis Ciu

66 Liter Miras Jenis Tuak

Maret 2012 4 orang 11 Botol Miras jenis Anggur

23 Liter Miras Jenis Ciu

April 2012 5 orang 4 Botol Miras Jenis Anggur

13 Liter Miras Jenis Ciu

151 Liter Miras Jenis Tuak

Mei 2012 13 orang 62 Botol Miras Jenis Anggur

12 Botol Miras Jenis Vodca

38 Liter Miras Jenis Ciu

2695 Liter Miras Jenis Tuak

40

B. Pembahasan

1. Dampak Negatif Mengkonsumsi Miras

Berdasarkan hasil wawancara selama melakukan penelitian dalam pelaksanaan

pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol di wilayah hukum Polres

Banyumas, ditemukan beberapa pelanggaran tentang penjualan minuman keras,

seperti terdapatnya kios-kios kecil yang tidak memiliki izin dalam penjualan minuman

keras, minuman keras yang dijual tidak berstiker izin dari pemerintah setempat dalam

hal ini izin Bupati Banyumas, ditemukan minuman keras yang dijual melewati batas

kadar alkohol yang telah ditetapkan yaitu diatas 10 %, sebagaimana diatur dalam

Pasal 4 ayat (3) huruf a Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 13 Tahun

2001.

Minuman keras berkadar alkohol yang dikonsumsi berlebihan dapat menimbulkan

berbagai dampak negatif terhadap kehidupan sosial, seperti perkelahian, pembunuhan,

tindak pemerkosaan. Dan juga psikis bagi yang mengkonsumsinya. Alkohol yang

pertama kali ditemukan oleh peradaban Mesir kuno dan Berkembang melalui Yunani

Kuno dan Romawi Kuno, ditemukan karena memiliki fungsi dan manfaat bagi

kehidupan manusia, diantaranya kerap digunakan dalam prosesi acara ritual adat.

Disamping itu alkohol memiliki kegunaan untuk menghangatkan suhu tubuh terutama

bagi orang-orang yang hidup pada suhu dingin, dan alkoholpun kerap digunakan

sebagai antiseptik pada luka terbuka.Namun seiring dengan perkembangan zaman,

kegunaan alkohol kerap disalahgunakan.

Sedangkan menurut Wikipedia Ensiklopedia bebas alkohol dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis :

Anggur

41

Bir

Bourbon

Brendi

Brugal

Caipirinha

Chianti

Jägermeister

Mirin

Prosecco

Rum

Sake

Sampanye

Shōchū

Tuak

Vodka

Wiski

Alkohol yang telah tercampur dalam minuman kerap dikonsumsi sebagai media untuk

mabuk-mabukan. Bila dikonsumsi berlebihan dapat menimbulkan Gangguan Mental

Organik (GMO) yaitu gangguan dalam fungsi berfikir, merasakan,dan berprilaku.

Timbulnya GMO tersebut merupakan reaksi langsung terhadap sel-sel saraf pusat

dikarenakan sifat adiktif alkohol tersebut.60

Mereka yang terkena GMO biasanya akan cenderung lebih berani dan tingkat

emosionalnya lebih tinggi.Perubahan fisiologis juga terjadi,seperti berjalan tidak

mantap, muka merah, atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh

konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara ngawur atau kehilangan konsentrasi.

Seperti yang dijelaskan oleh Dra.Hartati Nurwijaya dan Prof.Zullies Ikawati Phd,

akibat penyalahgunaan alkohol / minuman keras antara lain :

60

Bersumber dari www.google.com

42

Gangguan Fisik : Meminum minuman berkadar alkohol dalam jumlah

banyak dapat menimbulkan kerusakan hati, jantung, pankreas dan peradangan

lambung, otot syaraf, menggangu metabolisme tubuh, membuat penis menjadi cacat,

impoten serta gangguan seks lainnya

Gangguan Jiwa : Dapat merusak secara permanen jaringan otak

sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan

belajar dan gangguan jiwa tertentu.61

Menyadari banyaknya penyalahgunaan terhadap fungsi alkohol pada masyarakat

Banyumas, Polisi Polres Banyumas kerap mengadakan operasi miras(minuman

keras)sebagai salah satu cara untuk menanggulanginya.Diharapkan dengan

diadakannya operasi miras tersebut penyalahgunaan alkohol pada kehidupan

masyarakat akan berkurang.

Bagaimana Alkohol Merusak Hati

Kerusakan organis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol secara terus menerus

seringkali bersifat fatal. Organ tubuh yang paling sering mengalami perubahan

struktural akibat alkohol adalah hati. Secara normal, hati memiliki kemampuan untuk

menahan zat aktif dalam bagian selularnya. Dalam kasus keracunan berbagai senyawa

beracun, kammi menganalisis seolah-olah hati merupakan sentral dari benda-benda

asing. Hal ini sama halnya dengan alkohol.

Hati seorang pecandu alkohol tidak pernah terbebas dari pengaruh alkohol dan

seringkali dipenuhi olehnya. Struktur kapsular atau selaput yang kecil dari hati

terkena dampak dari alkohol sehingga mencegah dialisis dan sekresi yang seharusnya.

61

Hartati Nur Wijaya dan Zullies Ikawati Phd. 2009. Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduannya,

Jakarta; Penerbit Elexmedia Computindo.

43

Hati menjadi besar karena dilatasi pembuluh-pembuluhnya, tambahan zat cair dan

penebalan jaringan.

Hal ini diikuti dengan kontraksi selaput dan penyusutan bagian-bagian selular dari

keseluruhan organ. Kemudian bagian bawah pecandu alkohol menjadi dropsikal

dikarenakan gangguan pada pembuluh darah yang membawa arus balik darah.

Struktur hati dipenuhi sel-sel lemak dan mengalami apa yang secara teknis ditunjuk

sebagai „lemak hati‟.

Bagaimana Alkohol Merusak Ginjal

Ginjal juga menderita akibat konsumsi alkohol yang berlebihan. Pembuluh darah

ginjal kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk kontraksi. Struktur-struktur yang

kkecil di dalam ginjal pergi melalui modifikasi lemak. Albumin dari darah mudah

melewati selaput mereka. Hal ini menyebabkan tubuh kehilangan kekuatannya seperti

seolah-olah tubuh kehabisan darah secara bertahap.

Kemampatan Paru-Paru

Alkohol menenangkan pembuluh darah paru-paru dengan mudah karena mereka yang

paling terkena fluktuasi panas dan dingin. Ketika mengalami efek dari variasi suhu

atsmofer yag cepat berubah, mereka menjadi mudah sesak. Selama musim dingin

yang parah, kemampatan paru-paru yang fatal dengan mudah mempengaruhi seorang

pecandu alkohol.

Alkohol Melemahkan Jantung

Konsumsi alkohol sangat memepengaruhi jantung. Kualitas struktur selaput yang

menyelubungi dan melapisi jantung berubah dan menebal menjadi seperti tulang

44

rawan atau berkapur. Kemudian katup kehilangan keluwesan mereka sehingga yang

disebut dengan gangguan katup menjadi permanen. Struktur lapisan pembuluh darah

besar dari jantung juga mengalami perubahan struktur yang sama sehingga

pembuluhnya kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk menyuplai jantung dengan

kemunduran dari proses menggelembungnya, setelah jantung lewat denyutannya,

telah mengisinya dengan darah.

Sekali lagi, struktur otot jantung gagal karena perubahan degeneratif dalam

jaringannya. Unsur-unsur dari serat otot diganti oleh sel lemak atau jika tidak jadi

diganti, merupakan diri mereka sendiri yang ditransfer ke dalam tekstur otot yang

telah dimodifikasi sehingga kekuatan kontraksinya berkurang drastis.

Mereka yang menderita kerusaka organis dari organ pusat dan organ pengaturan

sirkulasi darah menyadarinya secara diam-diam, hal tersebut sulit terlihat sampai pada

kerusakan yang lebih parah. Mereka menyadari kegagalan pusat kekuatan dari

penyebab-penyebab ringan seperti kelelahan, kesulitan istirahat yang cukup dan dapat

terlalu lama tidak menyentuh makanan.

Mereka meraskan apa yang mereka sebut dengan istilah „tenggelam‟, namun mereka

tahu bahwa anggur atau stimulan jenis lain akan meredakan sensasi tersebut dengan

cepat. Jadi mereka berusaha menghilangkan hal tersebut sampai akhirnya mereka

menemukan bahwa cara tersebut telah gagal.

Jantung yang setia, telah bekerja terlalu keras dan menjadi payah sehingga tidak dapat

bekerja lagi. Jantung tersebut telah habis masanya dan pengatur aliran darah telah

rusak. Arus balik bisa membanjiri jaringan setelah bertahap membendung jalannya

atau berhenti sepenuhnya di pusat hanya dengan kejutan ringan atau dengan gerakan

berlebihan.

45

Gangguan Bagi Wanita

Minuman beralkohol selama ini memang identik dengan minuman pria tapi saat ini

semakin banyak kaum wanita yang mulai keranjingan menenggak alkohol. Padahal,

dalam konsumsi berlebih minuman beralkohol lebih berdampak buruk untuk kaum

hawa.

Kenyataan penelitian menyebutkan bahwa kaum wanita ternyata lebih cepat mabuk,

para dokter mengingatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alkohol

lebih cepat muncul pada wanita.

Otak perempuan alkoholik dapat mengalami kerusakan, terutama pada fungsi syaraf

kognitifnya. Namun bukan berarti pria alkoholik terbebas dari masalah. Perempuan

alkoholik memiliki hasil tes yang buruk dalam hal memori visual, fleksibilitas

kemampuan kognitif, penyelesaian masalah dan perencanaan. Selain merusak syaraf

otak, alkohol juga merusak bagian liver. Lagi-lagi dampak kerusakannya lebih ceat

terjadi pada perempuan dibanding pria. Komposisi air dalam tubuh wanita lebih

sedikit dibanding pria. Pada tubuh pria terdapat 65% air, sedangkan wanita hanya

55% sehingga wanita lebih mudah mabuk. Alkohol diserap kedalam darah kemudian

dibawa oleh air ke dalam sel. Karena air dalam tubuh wanita lebih sedikit, maka

konsentrasi alkohol dalam darah lebih tinggi meski mereka minum dalam jumlah yang

sama dengan pria. Walaupun organ hati kaum wanita tidak sensitif pada alkohol,

namun konsentrasi alkohol dalam tubuh wanita yang tinggi itu akan membuat liver

wanita lebih cepat rusak dibanding pria. Dampak alkohol pada metabolisme wanita

berbeda dengan pria. Selain itu tubuh pria lebih banyak memiliki kandungan air

sehingga dapat mengurangi dampak alkohol. Alasan lain yang dikemukakan adalah

enzim yang mengubah alkohol menjadi materi inaktif lebih sedikit pada perempuan.

46

Jika wanita dan pria yang berat badannya sama diberikan alkohol dalam jumlah yang

sama, kadar alkohol dalam darah wanita tiga kali lebih tinggi.

Selain itu, penyalahgunaan alkohol juga dapat menyebabkan kekurangan gizi dan

menurunkan ketahanan terhadap penyakit, sekaligus memberikan dampak yang buruk

pada penampilan anda. Tidak seorangpun dapat mengatakan dengan pasti, tetapi

pantang minum alkohol mungkin menjadi salah satu cara seorang wanita dapat tetap

sehat dan tampak lebih muda lagi.

Konsumsi minuman beralkohol bagi wanita yang sedang hamil akan merusak sang

jabang bayi. Konsumsi itu akan berdampak pada kemampuan kognitif anak

dikemudian hari. Selain masalah kognitif anak yang lahir dari seorang ibu yang

mengkonsumsi minuman beralkohol saat hamil juga akan mengalami masalah dengan

rendahnya perhatian dan reaksi

Berikut ini adalah pengaruh buruk alkohol bagi kesehatan yang lainnya :

1. Mabuk : Konsumsi alkohol yang banyak dapat membuat mabuk dan

menyebabkan korban mengalami sakit kepala, mual, muntah serta nyeri pada

bagian tubuh tertentu.

2. Berat Badan Naik : Karena pada umumnya minuma beralkohol memiliki kadar

kalori dan gula yang tinggi.

3. Tekanan Darah Tinggi : Alkohol merupaka pemicu tekanan darah.

4. Sistem Kekebalann Tubuh Menurun : Dengan system kekebalan tubuh yang

lemah, maka tubuh anda akan mudah terserang infeksi.

5. Kanker, Penyakit Jantung, Gangguan Pernapasan dan Gangguan Hati :

Semakin sering dan semakin banyak jumlah alkohol yang anda konsumsi, semakin

besar pula resiko anda terjangkit kanker, penyakit jantung, gangguan pernapasan

dan gangguan pada organ hati.

47

Dampak Gangguan Jiwa (Psikologis)

Dapat merusak secarapermanen jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan

daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan jiwa

tertentu.

1. Gangguan Daya Ingat. Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang

awal dan menonjol pada dimensia, khususnya pada demensia yang mengenai

korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia,

gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru

terjadi.

2. Orientasi. Karena daya ingat adalah pernting untuk orientasi terhadap orang,

waktu dan tempat, orientasi dapat terganggu secara progresif selama

perjalanan penyakit Demensia. Sebagai conntohnya, pasien dengan Demensia

mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar

mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak

menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

3. Gangguan Bahasa. Proses demensia yang mengenai korteks, terutama

demensia type Alzheimer dan demensia vaskular, dapat mempengaruhi

kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata

yang samar-samar,stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar.

4. Perubahan Kepribadian. Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang

paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pesien demensia

mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal dan temporal kemungkinan

mengalami perubahan kepribadian yang jelas, mudah marah dan meledak-

ledak.

48

5. Psikosis. Diperkirakan 20-30% pasien demensia type Alzheimer, memiliki

halusinasi, dan 30-40% memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau

persekutorik dan tidak sistematik.

Gangguan Lain :

1. Psikiatrik. Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang

patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.

2. Neurologis. Di samping afasia, apraksia dan afmosia pada pasien demensia

adalah sering. Tanda neurologis lain adalah kejang pada demensia tipe

Alzheimer clan demensia vaskular. Pasien demensia vaskular mempunyai

gejala neurologis tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan,

tanda neorologis fokal, dan gangguan tidur. Palsi serebrobulbar, disartria, dan

disfagia lebih sering pada demensia vaskular.

3. Reaksi yang Katastropik. Ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran

subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah keadaan yang menegangkan,

pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut dengan

menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya

intelektual, seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan

pewawancara dengan cara lain.

4. Sindroma Sundowner. Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan

terjatuh secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang

mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara

menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat proaktif.

5. Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala)

psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental

49

Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiolognya (diduga) jelas

Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau

tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom

Otak Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau

lamanya penyakit yang menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak

Organik akut ialah kesadaran yang menurun (delirium) dan sesudahnya

terdapat amnesia, pada Sindrom Otak Organik menahun (kronik) ialah

demensia.

Dampak Terhadap Orangtua dan Keluarga

1. Menimbulkan beban mental, emosional, dan sosial yang sangat berat.

2. Menimbulkan beban biaya yang sangat tinggi yang dapat membuat

bangkrutnya ekonomi keluarga.

3. Menimbulkan beban penderitaan berkepanjangan dan hancurnya harapan

tentang masa depan anak.

4. Memicu proses penelantaran keluarga.

5. Memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan memicu perceraian.

Dampak Sosial (Gangguan Kamtibmas, Keresahan Masyarakat dan Beban

Negara)

1. Orang mabuk karena alkohol itu jika tidak terkontrol ternyata banyak yang

menyebabkan masalah sosial dan kamtibmas. Orang mabuk cenderungnya

memiliki emosi yang tidak terkontrol. Perasaan pemabuk mudah tersinggung, kita

sering mendengar dan melihatnya pada konser-konser musik di saat mereka

50

mabuk, tersenggol sedikit saja bisa memicu keributan. Di bawah pengaruh

alkohol, orang cenderung menjadi berani dan agresif, bahkan tidak takut mati.

Beberapa kekerasan masal terjadi karena sebelum mereka ricuh, rusuh atau

melakukan aksi brutal, mereka meneguk minuman beralkohol.

2. Pemabuk menjadi kurang memberi perhatian terhadap lingkungan terdekat dan

sekitar, bakhan untuk dapat memperoleh seteguk alkohol (kecanduan) dan bila

tidak terkontrol akan memicu tindakan-tindakan nekad yang melanggar norma-

norma dan sikap moral yang lebih parah lagi akan dapat menimbulkan tindakan

pidana atau kriminal.

3. Menimbulkan beban ekonomi yang tinggi bagi program pencegahan, penegeakan

hukum dan perawatan serta pemulihan pecandu minuman keras (beralkohol)

4. Menimbulkan gangguan terhadap ketertiban, ketentraman, dan keamanan

masyarakat.

5. Menghancurkan kualitas dan daya saing bangsa serta membunuh masa depan dan

kejayaan bangsa.

6. Berkaitan dengan peningkatan tindak kejahatan termasuk kerusuhan,separatisme

dan terorisme.

Anggapan Salah Kaprah (Pembenaran) Pecandu Alkohol

1. Minum alkohol dapat menenangkan jiwa yang gelisa jika ada orang mabuk

marah2 itu orang cuma cari sensasi saja karna alkohol akan merangsang hormon

anti setres sehingga orang yang meminumnya akan merasa fun,

2. Minum segelas alkohol setiap hari dapat menurunkan berat badan,

3. Minum arak dapat menurunkan kadar kolestrol dalam tubuh,

51

4. Minum anggur menyehatkan tubuh,

5. Alkohol yang dicampur susu dapatmenyembuhkan alergi pada bayi,

6. Minumlah alkohol secara rutin maka dirimu akan sehat.

Tanda – tanda sederhana jika kecanduan minuman keras :

1. Perubahan perilaku seperti : yang biasanya periang tiba-tiba menjadi pemurung,

mudah tersinggung dan cepat marah tanpa alasan yang jelas.

2. Sering menguap dan mengantuk, malas, melamun dan tidak memperhatikan

kebersihan atau penampilan diri.

3. Menjadi tidak disiplin, atau sering kabur, baik di rumah maupun di sekolah.

4. Nilai raport maupun prestasi lainnya menurun.

5. Bersembunyi di tempat-tempat gelap atau sepi agar tidak terlihat orang.

6. Lebih bergaul dengan orang-orang tertentu saja yang mempunyai ciri-ciri seperti

tanda-tanda diatas.

7. Mencuri apasaja milik orangtua atau saudara untuk membeli minuman keras

8. Sering cemas, mudah stres atau gelisah, sukar tidur.

9. Mata merah seperti mengantuk terus.

Alasan mengapa remaja terjerumus masalah minum minuman keras

Pada umunya remaja terjerumus kedalam masalah minum minuman keras karena

faktor lungkungan dan pergaulan. Biasanya bagi mereka yang mengkonsumsi

minuman keras mempunyai kelompok peminum juga. Pada mulanya mereka

mencoba-coba karena lingkungannya juga mengkonsumsinya, namun ada yang

kemudian menjadi kebiasaan.Pada remaja yang kecewa dengan kondisi diri mereka

atau keadaan keluarganya, seringkali justru lari kedalam hal yang bersifat negatif.

52

Biasanya bagi mereka yang mengalami broken home mereka cenderung lebih suka

bergaul dengan teman-temannya, namun seiring dengan perkembangan zaman dan

pergaulan yang bersifat modern,justru membawa para remaja tersebut terjerumuus

kepada masalah minuman keras dengan alih-alih coba-coba dan ingin terlepas dari

masalah atau beban yang ada. Pada umumnya mereka yang pada awalnya hanya

coba-coba lama kelamaan mereka akan merasa ketergantungan untuk mengkonsumsi

alkohol dan cenderung menjadi kebiasaan dalam kehidupan mereka.

Faktor perilaku

Menurut teori Lawrence Green (1980) mengemukakan bahwa perilaku individu

mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan,

yang dipengaruhi oleh 3 faktor pendukung yaitu faktor prediposisi (predisposing

factors), faktor pendukung (Enabling factors) dan faktor pendorong (reinforcing

factors)

a) Faktor prediposisi (predisposing factors)

Masalah dari hidup manusia berasal dari 2 sumber.Pertama yang berasal dari

luar diri, yang seringkali disebut sebagai faktor pencetus/precipitating factor,

dan yang kedua berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Yang kedua ini

seringkali disebut sebagai faktor bawaan/predisposing factors, yang

sebenarnya sudah menjadi masalah pada dirinya sendiri sebelum ada faktor

pencetus yang hadir.

Faktor ini merupakan faktor yang mempermudah dalam upaya penggunaan

kesehatan dan menjadi dasar atau motivasi yang mencakup :

- Kebiasaan minum-minuman keras sudah menjadi kebiasaan bagi

pemuda / remaja di kota-kota besar yang salah pergaulan dan sebagai

pelarian dari suatu masalah

- Kepercayaan pemuda / remaja sangat percaya jika meminum minuman

keras dapat menghilangkan stres, beban jadi hilang dan lain – lain.

b) Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor ini mencakup :

- Ketersediaan faktor : minuman keras umumnya mudah ditemukan, hal

ini dikarenakan adanya warung atau toko yang masih menjual minuman

keras secara bebas.

- Ketercapaian fasilitas : fasilitas perkotaan atau kampung yang padat

penduduk memungkinkan banyaknya warung atau toko menyediakan /

menjual minuman keras.

c) Faktor pendorong (reinforcing factors)

53

Sebagai faktor pendorong untuk berperilaku yang diharapkan, faktor ini

mencakup: sikap dan perilaku kesehatan, seminar tentang kesehatan, ceramah

dari tokoh masyarakat undang-undang dan sebagainya62

Tips mengatasi Kecanduan Alkohol

Detoksifikasi

Mengatasi kecanduan alkohol harus diikuti dengan proses detoksifikasi, yakni proses

menghilangkan racun yang menumpuk di dalam tubuh. Agar efektif, proses tersebut

harus ditunjang oleh perubahan gaya hidup.

Detoksifikasi hanya melengkapi, sebab upaya untuk mengatasi kecanduan harus

dimulai dengan niat dari si pecandu sendiri. Apapun caranya tidak akan berhasil jika

yang bersangkutan belum mantap 100 persen.

Jika tekad sudah bulat, proses detoksifikasi dilakukan dengan mengganti cairan tubuh

atau rehidrasi. Pada proses ini, air akan meluruhkan racun-racun dan pengotor di

dalam tubuh.

Proses tersebut akan efektif jika disertai perubahan gaya hidup. Beberapa di antaranya

adalah sebagai berikut :

1. Minum air putih lebih banyak. Untuk membersihkan racun alkohol, seseorang

harus menambah konsumsi carian sebanyak 2-3 liter/hari karen sel-sel dalam

tubuh butuh cairan agar bisa berfungsi dengan baik. Saat melakukan

detoksifikasi, cairan yang cukup akan sangat membantu sistem kekebalan tubuh.

Cairan juga akan melancarkan pembuangan racun-racun termasuk sisa alkohol

dari dalam tubuh.

62

Teori Lawrence Green (1980) dikutip melalui www.google.com

54

2. Mengkonsumsi sayuran dan buah segar. Jus buah bit (beetroots) diyakini

berkhasian membersihkan hati, sementara jus wortel mampu memperkuat sistem

kekebalan tubuh. Untuk mendukung proses detoksifikasi, kombinasikan jus buah

bit, wortel dan apel. Jus cranberry juga bisa ditambahkan, karena mampu

memurnikan tubuh dari racun-racun pengotor.

3. Mengkonsumsi herba dan suplemen. Beberapa jenis herba atau tumbuhan dan

suplemen yang mengandung vitamin B dapat membantu mengurangi ketegangan

fisik maupun psikis yang muncul selama proses detoksifikasi alkohol.

Konsultasikan dengan dokter atau konsultan herbal, suplemen apa yang cocok

dengan kondisi individual masing-masing.

4. Melakukan olahraga. Proses detoksifikasi bisa memicu depresi, yang bisa

diredakan dengan melakukan yoga atau olahraga lainnya secara teratur. Karena

banyak potasium yang dikeluarkan bersama keringat, imbangi dengan lebih

banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Pisang, melon, tomat, jeruk sitrus dan

sayuran hijau banyak mengandung potasium.

Perlu diingat, depresi yang timbul selama proses detoksifikasi dapat menyebabkan

perasaan gelisah dan mudah marah. Pada kondisi yang parah, efek samping

detoksifikasi bisa memicu tremor (gemetar) atau halusinasi. Kondisi tersebut

membutuhkan obat penenang yang harus dibeli dengan resep dokter.

DUKUNGAN KELUARGA DAN ORANG TERDEKAT

Setiap keluarga pasti memiliki masalah, mulai dari hal sepele sampai problema besar.

Cara orang menghadapinya pun berbeda-beda. Salah satunya, berpaling kepada

alkohol sebagai pelarian. Jika salah satu anggota terjerumus ke dalam kecanduan

55

alkohol, Anda tentu ingin melakukan sesuatu untuk menolong. Berikut ini adalah

langkah-langkah yang dapat dilakukan :

1. Membicarakan masalah. Jika ada masalah, Anda harus membicarakannya

terlebih dahulu. Yang terpenting adalah membuat orang itu mengakui

masalahnya. Setelah melewati tahap tersebut, barulah Anda benar-benar dapat

turun tangan membantunya.

2. Selingan adalah kunci. Anggota keluarga Anda mungkin menderita depresi atau

merasa kesepian. Itu sebabnya, dia berpaling kepada alkohol sebagai pelarian.

''Melibatkan orang itu dalam aktivitas apa pun dapat mengalihkan perhatiannya

dari kebutuhan untuk mengalah pada alkohol''. Daftarkan anggota keluarga itu ke

dalam sebuah kelas hobi atau kursus, atau biarkan dia melakukan aktivitas di

sekitar rumah. Dengan cara ini, dia tidak akan memiliki waktu untuk memikirkan

minuman keras.

3. Selalu mendampingi. Biarkan dia tahu bahwa Anda akan selalu berada di

sampingnya dalam suka dan duka. Pastikan Anda menunjukkan solidaritas untuk

membantu mengatasi rintangan terbesar dalam hidupnya. ''Anda harus dapat

berdiri kuat dan menjadi dukungan moral saat dia membutuhkannya''. Hal ini

merupakan faktor motivasi terbesar untuk seorang pecandu alkohol.

4. Bebas alkohol. Jangan menyimpan minuman keras di dalam rumah jika Anda

melindungi seseorang yang berusaha melepaskan diri dari alkoholisme. Dengan

cara ini, dia tidak akan berdekatan dengan alkohol. "Jangan minum di depan

orang itu dan tak perlu menggodanya".

Faktor penanggulangan lain yang dapat di lakukan antara lain :

1. Pendidikan agama sejak dini

56

2. Pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis dengan penuh perhatian

dan kasih sayang

3. Menjalin komunikasi yang konstruktif antara orangtua dan anak

4. Orangtua memberikan teladan yang baik kepada anak-anaknya

5. Anak-anak di beri pengetahuan sedini mungkin tentang narkoba, jenis dan

dampak negatifnya

Cara mengelola diri agar terhindar dari minum-minuman keras :

1. Aktif memegang teguh norma-norma agama dan sosial kemasyarakatan

2. Aktif melibatkan diri dalam kegiatan keluarga, sosial kemasyarakatan dan

agama

3. Aktif melakukan gerak badan dan olah raga

4. Aktif melakukan kegiatan hobi, rekreasi atau bermain bersama dengan teman-

teman

5. Aktif mengembangkan kemampuan diri dengan berbagai ketrampilan

6. Istirahat yang cukup dan juga makan yang cukup dengan gizi seimbang

7. Hadapi persoalan hidup dengan tanpa terlalu takut, panik atau stres, karena

pasti akan dapat diselesaikan seiring dengan berjalannya waktu

8. Jangan menyimpan persoalan, kalau bisa ceritakan kepada orang lain

9. Percaya bahwa hidup telah ada yang mengatur, kita hanya wajib menjalankan

dengan sebaik-baiknya

10. Lebih selektif dalam memilih pergaulan, karena pergaulan cukup berpengaruh

terhadap kepribadian dan gaya hidup kita

57

Sehubungan dengan banyaknya masalah yang bersifat negatif yang timbul sebagai

dampak dari peredaran minuman beralkohol dalam kehidupan masyarakat, maka

pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan guna mengendalikan peredaran

minuman beralkohol seperti keputusan presiden republik Indonesia nomor 3 tahun

1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol. Peraturan ini dibuat

guna mengendalikan peredaran minum minuman keras di lingkungan masyarakat,

diharapkan dengan dapat dikenadalikannya peredaran minuman beralkohol diatas

dosis yang ditentukan dapat terkendali, sehingga hal tersebut dapat membantu

menekan angka tindak kriminal dalam masyarakat sebagai akibat dari pengaruh

alkohol dimana penggunanya berada di bawah alam sadar mereka. Sehingga mereka

cenderung tidak berfikir rasional dan cenderung lebih emosional dan berani.

2. Upaya Penal dan Non Penal yang Dilakukan oleh Polres Resort Banyumas

dalam Menanggulangi Dampak Negatif Minuman Keras

Dalam perkembangan alkohol dalam kehidupan sehari-hari, alkohol tidak lagi

menjadi hal yang tabu dalam kehidupan masyarakat. Alkohol yang pada mulanya

ditujukkan sebagai hal positif yang turut membantu dalam kehidupan manusia, namun

seiring dengan pergantian zaman, alkohol justru menimbulkan dampak negatif dalam

penggunaannya. Tidak hanya berdampak pada orang dewasa saja, namun kini para

remajapun turut mengkonsumsi minuman keras tersebut dengan berawal dari coba-

coba dari pengaruh pegaulan negatif. Hal tersebut bahkan kerap kali menjadi pemicu

tindak kriminalitas dalam kehidupan masyarakat. Sehubungan sering terjadinya

kasus-kasus kriminal sebagai dampak negatif dari penyalahgunaan alkohol, Polres

Resort Banyumas melakukan beberapa tindakan, baik melalui upaya penal maupun

non penal. Polres Banyumas tidak hanya menggunakan upaya penal saja, karena

58

upaya penal dianggap bukanlah jalan satu-satunya dalam penanggulangan kasus-kasus

yang terjadi sebagai akibat dari penyalahgunaan alkohol tersebut. Penegakan hukum

melalui sarana penal merupakan salah satu sarana saja yang digunakan dalam

penanganan kasus yang terjadi pada masyarakat, namun dalam menanggulangi

masalah minuman keras yang terjadi pada masyarakat, Polres Resort Banyumas juga

menggunakan upaya non penal, upaya non penal ini sendiri juga akan sangat

menunjang dalam penegakan peradilan. Karena pencegahan dan penanggulangan

tindak kriminal sebagai akibat dari penyalahgunaan alkohol harus dilakukan

pendekatan integral yaitu antara sarana penal dan non penal.

Menurut M. Hamdan, upaya penanggulangan yang merupakan bagian kebijakan

sosial pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari upaya perlindungan

masyarakat (social defence) yang dapat ditempuh dengan 2 jalur, yaitu :

1) Jalur Penal, yaitu dengan menerapkan hukum pidana (criminal law application).

Dalam menangani kasus yang terjadi akibat dari penyalahgunaan alkohol dalam

minuman keras, terutama apabila sampai menimbulkan tindak kriminal, maka

polisi akan menanganinya melalui jalur hukum yang didasarkan pada Keputusan

Jaksa Agung RI No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang

Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang

Administrasi Perkara Tindak Pidana. Kode-kode tersebut adalah “ kode formulir

yang digunakan dalam proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak

pidana.”

Lebih lengkapnya rincian dari kode-kode Formulir Perkara adalah:

P-1 Penerimaan Laporan (Tetap)

P-2 Surat Perintah Penyelidikan

P-3 Rencana Penyelidikan

P-4 Permintaan Keterangan

P-5 Laporan Hasil Penyelidikan

P-6 Laporan Terjadinya Tindak Pidana

P-7 Matrik Perkara Tindak Pidana

59

P-8 Surat Perintah Penyidikan

P-8A Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan

P-9 Surat Panggilan Saksi / Tersangka

P-10 Bantuan Keterangan Ahli

P-11 Bantuan Pemanggilan Saksi / Ahli

P-12 Laporan Pengembangan Penyidikan

P-13 Usul Penghentian Penyidikan / Penuntutan

P-14 Surat Perintah Penghentian Penyidikan

P-15 Surat Perintah Penyerahan Berkas Perkara

P-16 Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti

Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana

P-16A Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian

Perkara Tindak Pidana

P-17 Permintaan Perkembangan Hasil Penyelidikan

P-18 Hasil Penyelidikan Belum Lengkap

P-19 Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi

P-20 Pemberitahuan bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis

P-21 Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap

P-21A Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap

2. Jalur nonpenal, yaitu dengan cara :

a. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punisment), termasuk di

dalamnya penerapan sanksi administrative dan sanksi perdata.

b. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan

pembinaan lewat media massa (influencing views of society on crime and

punishment).63

c. Adanya penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan kepada masyarakat

tentang bahaya penyalahgunaan alkohol dalam kehidupan masyarakat.

d. Dipampangnya spanduk-spanduk tentang penyalahgunaan alkohol dan

akibat buruk apabila mengkonsumsinya.

63

M. Hamdan, 1997, Politik Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta

60

Menyadari bahwa beberapa dekade terakhir berkembang ide-ide perbuatan tanpa

pidana, artinya tidak semua tindak pidana menurut undang-undang pidana dijatuhkan

pidana, serentetan pendapat dan beberapa hasil penelitian menemukan bahwa

pemidanaan tidak memiliki kemanfaatan ataupun tujuan, pemidaan tidak menjadikan

lebih baik. Karena itulah perlunya sarana nonpenal diintensifkan dan diefektifkan,

disamping beberapa alasan tersebut, juga masih diragukannya atau

dipermasalahkannya efektifitas sarana penal dalam mencapai tujuan politik kriminal.64

Maka Polres Resort Banyumas kerap mengadakan operasi razia minuman keras bagi

para penjual dan pengguna minuman keras tersebut.

64

Barda Nawawi, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Cet.Ke-2, Kencana, Jakarta

61

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Terdapat banyak dampak negatif dari penyalahgunaan alkohol dalam kehidupan

masyarakat, baik bagi fisik, jiwa, keluarga, dan kehidupan sosial.

2. Untuk menanggulangi penyalahgunaan alkohol dalam kehidupan masyarakat,

polisi Resort Banyumas menggunakan upaya penal dalam bentuk razia yang

kerap dilakukan, dan upaya non penal yaitu dengan memberikan penyuluhan

kepada masyarakat tentang akibat penyalahgunaan alkohol dalam kehidupan

sehari-hari.

B. SARAN

1. Diharapkan polisi lebih aktif lagi dalam memberikan penyuluhan kepada

masyarakat tentang penggunaan alkohol sebagai minuman keras, terutama bagi

masyarakat pedesaan karena kurangnya informasi.

2. Diharapkan bagi masyarakat dapat memilah dan lebih bijak dalam penggunaan

alkohol dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi para kaum muda.

62

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Nurwijaya,Dra.Hartati dan Prof.Zullies Ikawati Phd.2009.Bahaya Alkohol

dan Cara Mencegah Kecanduannya,Jakarta;Penerbit Elexmedia

Computindo.

Soemitro,Ronny Hanitijo.1983.Metode Penelitian Hukum,Jakarta;Ghalia

Indonesia.

Ibrahim,Jonny.2006.Teori dan Metodologi Penelitian Hukum

Normatif,Yogyakarta;Banyumedia Publising.

Soemitro,Ronny Hanintijo.1999.Metode Penelitian Hukum dan

Jurumetri,Jakarta;Ghalia Indonesia

Iswanto. 1995. Diktat Kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Fakultas Hukum

UNSOED. Purwokerto

Andi Hamzah. 1994. Asas-asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta. Jakarta

Suharto R.M. 2002. Hukum Pidana Materiil (Unsur-unsur Obyektif

Sebagai Dasar Dakwaan). Sinar Grafika. Jakarta

Moelyatno. 1987. Azas-azas Hukum Pidana Indonesia. Bina Aksara Jakarta

Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan. Sinar Grafika. Jakarta

P.A.F. Laminating. 1994. Hukum Penitensier Indonesia. Armieo. Bandung

63

_______________ 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT Citra

Aditya Bakti. Bandung

A Fuad Usfa, Moh Najib dan Tongat. 2004. Pengantar Hukum Pidana.

UMM Press Malang

Bambang Poernomo. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia.

Yogyakarta

Wirjono Projodikoro. 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika

Aditama. Bandung

W.J.S.Porwodarminto. 1980. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PN. Balai

Pustaka. Jakarta

Barda Nawawi Arief. 2001. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra

Aditya Bakti. Bandung

Sudharto. 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Fakultas Hukum Undip.

Semarang

Utrecht. 1986. Hukum Pidana II. Pustaka Tinta Emas. Surakarta

Hari Sasongko. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.

Mandar Maju. Bandung

M. Hamdan, 1997, Politik Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Barda Nawawi, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana

(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Cet.Ke-2, Kencana,

Jakarta

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

64

Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 13 Tahun 2001 tentang

Pengendalian dan Pengawasan Minuman Keras

Website

Natal Frids Sitorus. Tindak Pidana Minuman Keras. Diakses melalui

http://inf.g-excess.cm/id/nline/Minuman-Keras-Narkba.inf pada 21 Juni

2012

Teori Lawrence Green (1980) yang di kutip melalui www.google.com

Wikipedia Ensiklopedia Bebas

www.google.com

www.TribunJateng.com