1. laporan pembuatan alkohol

35
LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI NANGKA MATA KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI Dosen Pengampu : Dr. Siti Harnina Bintari, M.S. oleh Evi Yanti (0402513125) Ria Yanna Kharista (0402513009) Yotiani (0402513019) PRODI PENDIDIKAN IPA (KIMIA) REGULER PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 0

Upload: akmal-januar-pratama

Post on 27-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI NANGKA

MATA KULIAH

MIKROBIOLOGI INDUSTRI

Dosen Pengampu : Dr. Siti Harnina Bintari, M.S.

oleh

Evi Yanti (0402513125)

Ria Yanna Kharista (0402513009)

Yotiani (0402513019)

PRODI PENDIDIKAN IPA (KIMIA) REGULERPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2013

0

Page 2: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

BAB I

PENDAHULUAN

Alkohol merupakan senyawa karbon yang sangat banyak digunakan untuk

keperluan kosmetik, obat-obatan, industri minuman dan lain-lain, bahkan juga

digunakan sebagai larutan untuk penelitian-penelitian di laboratorium. Dari tahun

ke tahun penggunaan alkohol dalam skala industri makin meningkat sesuai

penggunaannya. Bahkan kini alkohol mulai digunakan sebagai bahan bakar.

Alkohol dipandang sebagai salah satu alternatif yang memberikan harapan baik

untuk bahan suplemen atau bahkan untuk substituisi bahan bakar minyak yang

cadangannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui.

Indonesia merupakan salah satu negara pemakai alkohol yang dari tahun ke

tahun konsumsinya terus meningkat. Kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan

Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun

berbanding terbalik dengan ketersediaannya. Di Jawa Tengah misalnya, suplai

BBM dari tahun ke tahun menurun meskipun angkanya relatif tetap. Menurut

Badan Pusat Statistik Jawa Tengah jumlah total penyaluran BBM pada tahun

2006 adalah 4.202.246 kL kemudian pada tahun 2008 mengalami penurunan yang

tidak signifikan menjadi 4.204.353kL dan pada tahun2010juga mengalami

penurunan menjadi 4.010.695 kL. Menurunnya total suplai bahan bakar minyak

tersebut salah satunya dikarenakan sumber penghasil BBM yaitu fosil semakin

lama semakin berkurang.

Salah satu upaya untuk mengurangai konsumsi masyarakat terhadap BBM

adalah dengan memanfaatkan energi alternatif terbarukan seperti yang tertuang

dalam Peratusran Presiden (Perpres) Republik Indonesia no. 5 tahun 2006, tetapi

pemerintah juga menargetkan pada tahun 2016 pemanfaatan BBM bisa mencapai

angka 5%. Salah satu contoh bahan bakar berbasis nabati adalah bioetanol. Saat

ini sudah banyak ditemukan pemanfaatan bioetanol sebagai bahan campuran

(aditif) dari bensin yang sering disebut dengan gasohol E-10. Gasohol E-10

merupakan campuran antara bensin dengan 10% bioetanol murni. Gasohol E-10

memiliki angka oktan 92 yang hampir setar dengan pertamax yang memiliki nilai

1

Page 3: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

oktan 92-95. Oleh karena itu sangatlah mungkin jika bioetanol dapat dijadikan

sebagai salah satu alternatif pensubstitusi BBM yang ramah lingkungan karena

hasil pembakarannya hanya menghasilkan H2O dan CO2.

Bioetanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung gula sederhana, pati,

maupun bahan berserat melalui proses fermentasi. Masing-masing bahan berbeda

cara pengolahannya untuk bisa dijadikan bioetanol. Menurut Retno dan Nuri

(2011), produksi bioetanol dengan menggunakan bahan berpati harus diawali

dengan proses pemecahan pati menjadi gula sederhana atau glukosa melalui

metode hidrolisis asam atau enzimatis.

Etil alkohol (alkohol) dapat dibuat dengan cara sintesa kimia dan cara

mikrobiologis (fermentasi). Cara sintesis kimia yaitu menggunakan pereaksi

kimia biasa untuk mengubah bahan dasar menjadi alkohol. Sedangkan cara

mikrobiologis yaitu menggunakan mikroorganisme untuk mengubah bahan dasar

menjadi alkohol.

Winarno dan Ferdiaz (1979) mengatakan bahwa karbohidrat dapat

difermentasi menjadi alkohol. Karbohidrat banyak terdapat pada buah-buahan, ubi

kayu, beras dan lain-lain.

Nangka (Artocarpus heterophy, Lmk) merupakan salah satu buah-buahan

yang banyak digemari orang. Dikonsumsi karena rasanya manis dan lezat.

Sekarang ini sudah banyak sirup nangka yang dikalengkan dijual di pasar, super

market dan lain-lain. Di Indonesia nagka belum diproduksi dalam bentuk

perkebunan seperti halnya buah-buahan lain, sehingga jumlah produksinya tidak

diketahui dengan pasti.

Biji nangka merupakan bagian nangka yang hingga saat ini belum

dimanfaatkan secara sempurna. Biji nangka merupakan bagian nangka yang

mempunyai kadar karbohidrat yang cukup tinggi. Menurut Siswoputranto (1982),

kandungan karbohidrat biji nangka 36,7%. Besarnya kandungan karbohidrat ini

merupakan salah satu potensi yang baik untuk dijadikan alkohol. Upaya ini selain

2

Page 4: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

meningkatkan nilai tambah juga dalam usaha memanfaatkan limbah hasil

pertanian.

3

Page 5: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nangka

Tanaman nangka berasal dari India bagian selatan dan telah dibudidayakan

sejak dulu. Kemudian menyebar ke Malaysia. Kini pohon nangka ditanam luas di

dataran rendah di hampir seluruh negara-negara beriklim tropis.

Nangka (Artocarpus heterophyllus, Lmk) termasuk famili Moraceae, ordo

Uticales, kelas Dicotyledoneae, sub divisi Angiospermae, dan divisi

Spermatophyta (Samingan, 1981). Nangka masih keluarga dekat dengan tanaman

cempedak (Artocarpus champeden, Spreng).

Menurut Setijati (1977), nangka merupakan pohon yang berukuran sedang,

tinggi 10 sampai 25 meter, batangnya lurus dan berbentuk silinder, tidak

berpenunjang, percabangannya rendah, diameternya 30 sampai 100 cm, rapat,

kulitnya abu-abu, kasar dan kompak. Getah nangka berwarna putih susu. Menurut

Siswoputranto (1982), getah nangka mengandung damar.

Di indonesia, tanaman nangka terdapat di daerah lembab maupun kering.

Terutama di dataran rendah hingga ketinggian 700 meter. Tetapi sering dijumpai

pohon nangka yang hidup pada ketinggian di atass 1.000 meter. Hal ini karena

pohon nangka tahan terhadap suhu yang agak dingin (Siswoputranto, 1982).

Tanaman nangka tumbuh pada setiap jenis tanah, tetapi lebih menyukai tanah liat

(sendyloam) yang dalam serta pengairan yang cukup (Gilbert, 1949 dan Singh,

1980).

Nangka dapat berbuah sepanjang tahun, tetapi produksi buah tertinggi

dicapai sekitar bulan Oktobeer sampai Desember (Setijati, 1977). Menurut Singh

(1980), hasil dari satu pohon nangka dapat mencapai 200 sampai 500 buah per

tahun. Biasanya berat buah nangka kira-kira 20 kg, bahkan buah yang besar dapat

mencapai 55 kg.

Buah nangka sangat bervariasi dalam bentuk, ukuran dan mutu, karena

biasanya ditanam dari biji. Tekstur daging buah beraneka ragam dari yang keras

sampai yang lunak. Perbedaan ini yang jadi dasar penggolongan varietas pohon

nangka. Ada dua golongan nangka, yaitu nangka biasa dan nangka bubur. Nangka

4

Page 6: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

biasa daging buahnya keras dan agak kering, sedangka nangka bubur daging

buahnya lunak dan berair (Siswoputranto, 1982).

Buah nangka terdiri dari beberapa bagian, yaitu daging buah, kulit, jerami

dan biji nangka. Menurut Siswoputranto (1982), biji nangka banyaknya kira-kira

5% dari seluruh buah. Hingga saat ini biji nangka belum termanfaatkan secara

sempurna. Tien Muchtadi (1980) melakukan analisa terhadap komposisi kimia

daging nangka, kulit nangka, jerami dan biji nangka. Hasil analisa tersebut dpat

dilihat pada daftar Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi bagian-bagian buah nangka

No. Komposisi Daging buah Jerami Biji Kulit

1 Air (%) 80,29 65,12 71,12 79,85

2 Protein (%) 1,91 1,95 2,85 1,41

3 Lemak (%) 1,86 10,00 0,54 0,18

4 Karbohidrat (%) 9,85 9,30 19,23 5,39

5 Serat kasar (%) 1,58 1,94 3,07 5,13

6 Abu (%) 0,69 1,11 1,08 1,50

7 Gula (%) 1,39 1,42 0,11 0,82

8 VRS,meg/1000gr (%) 30,29 22,25 31,77 32,92

9 Vitamin C,mg/100gr

(%)

14,21 2,05 0,98 1,71

10 pH (%) 6,14 6,02 5,63 5,67

Biji Nangka adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia.  Biji Nangka mengandung energi sebesar 165 kilokalori,

protein 4,2 gram, karbohidrat 36,7 gram, lemak 0,1 gram, kalsium 33 miligram,

fosfor 200 miligram, dan zat besi 1 miligram.  Selain itu di dalam Biji Nangka

juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,2 miligram dan vitamin

C 10 miligram.  Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100

gram Biji Nangka, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 75 %.

5

Page 7: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Biji Nangka :

Nama Bahan Makanan : Biji Nangka

Nama Lain / Alternatif : Nangka, Biji

Banyaknya Biji Nangka yang diteliti (Food Weight) = 100 gr

Bagian Biji Nangka yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 75 %

Jumlah Kandungan Energi Biji Nangka = 165 kkal

Jumlah Kandungan Protein Biji Nangka = 4,2 gr

Jumlah Kandungan Lemak Biji Nangka = 0,1 gr

Jumlah Kandungan Karbohidrat Biji Nangka = 36,7 gr

Jumlah Kandungan Kalsium Biji Nangka = 33 mg

Jumlah Kandungan Fosfor Biji Nangka = 200 mg

Jumlah Kandungan Zat Besi Biji Nangka = 1 mg

Jumlah Kandungan Vitamin A Biji Nangka = 0 IU

Jumlah Kandungan Vitamin B1 Biji Nangka = 0,2 mg

Jumlah Kandungan Vitamin C Biji Nangka = 10 mg

Sumber Informasi Gizi : Berbagai publikasi Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia serta sumber lainnya.

B. Hidrolisa

Hidrolisa adalah proses pemecahan (penguraian) pati menjadi unit-unit

monomer gula. Hidrolisa dapat dibagi atas dua cara, yaitu hidrolisa dengan katalis

asam dan hidrolisa dengan enzimatis (Saraswati, 1982). Menurut Junk dan

Pancoast (1980), hidrolisa pati dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu hidrolisa

dengan katalis asam, kombinasi asam dan enzim, dan kombinasi enzim dan

enzim.

Secara umum proses kimia yang terjadi pada hidrolisa karbohidrat terlihat

pada Gambar 1.

6

Page 8: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

1. Hidrolisa Asam

Hidrolisa asam yaitu proses pemecahan pati menjadi gula-gula sederhana

dengan bantuan katalis asam. Jika pati dihidrolisis dengan katalis asam akan

terjadi pemutusan ikatan –C-O-C- yang menghasilkan glukosa dan beberapa

polimernya. Bila proses diteruskan akan menghasilkan jumlah gula yang bobot

molekulnya lebih rendah, polimer-polimer itu dihidrolisis sampai menjadi glukosa

(Junk dan Pancoast, 1977).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembuatan glukosa secara asam

ialah jenis asam, konsentrasi asam, konsentrasi awal pati, waktu hidrolisa, suhu

dan tekanan (Anonim, 1984). Sedangkan menurut Djubaedah dan Somaatmadja

(1975), tiga hal yang perlu diperhatikan dalam proses hidrolisis asam yaitu jumlah

asam yang digunakan, lama hidrolisa dan kandungan protein bahan baku.

Dalam proses ini, jenis asam yang digunakan antara lain H2SO4, HCl, dan

asam oksalat. Apabila digunakan H2SO4 maka penetralan dilakukan dengan

menambahkan Ca(OH)2. Begitu juga halnya dengan asam oksalat. Bila

menggunakan HCl, maka larutan gula dinetralkan dengan NaOH atau Na2CO3.

Hidrolisa asam dilakukan dengan memasukkan wadah yang tahan panas ke

dalam autoclave. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam).

Junk dan Pancoast (1973) menyatakan bahwa proses hidrolisa asam selalu

menggunakan suhu tinggi yaitu sekitar 140 – 160 derajat celcius. Ini

menimbulkan masalah yaitu memerlukan peralatan yang tahan korosi.

2. Hidrolisa Enzimatis

Hidrolisa secara enzimatis dapat dilakukan dengan memasukkan mikroba ke

dalam media atau memasukkan enzim saja ke dalam medianya.

Fagarty dan Kelly (1979) menyatakan bahwa enzim yang berperan dalam

mengubah pati (karbohidrat) menjadi gula-gula sederhana yaitu enzim α-amilase,

ᵦ-amilase, dan amyloglukosidase. Enzim α-amilase (α 1, 4 glucan-4-

glucanohydrolase) dan ᵦ-amylase (α 1,4 glucanmaltohydrolase) akan memecah

ikatan α1,4 glukosidik dan ikatan α1,6 glukosidik).

7

Page 9: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

Enzim adalah katalis yang hidup (biokatalis) sehingga agar enzim dapat

bekerja secara optimal diperlukan kondisi pH dan suhu tertentu.

Degradasi pati dengan enzim mikroorganisme dapat melalui dua tahap yaitu

likuifikasi dan sakarifikasi atau hanya melalui satu tahap pati langsung diubah

menjadi glukosa dengan menggunagkan enzim glukoamylase asal kapang, antara

lain Aspergillus niger dan Rhizopus delemar.

Menurut Junk dan Pancoast (1973), hidrolisa tahap pertama dengan α-

amylase yang stabil dalam keadaan panas. Tahap ini disebut juga tahap likuifikasi.

Tahap ini berlangsung pada suhu 85-95oC dan pH sekitar 6-6,5 (Anonim, 1984).

Selanjutnya hidrolisa tahap kedua dengan enzim amiloglukosidase. Tahap

ini disebut tahap sakarifikasi, yaitu perubahan gel-gel karbohidrat dari hasil

likuifikasi menjadi gula. Proses ini berlangsung pada suhu 60oC dan pH 4,5

(Anonim, 1984).

C. Khamir

Starter yang digunakan dalam pembuatan alkohol ini merupakan ragi roti

komersil dengan merk Fermipan. Ragi roti merupakan khamir jenis

Saccharomyces cerevisiae tipe tertentu yang umumnya cepat tumbuh di dalam

adonan roti. Di dalam adonan roti Saccharomyces cerevisiae memetabolisme

sumber gula dan salah satu hasil metabolismenya adalah gas CO2 yang dapat

mengembangkan adonan roti. Proses ini terjadi pada kondisi aerob. Di dalam

kondisi anaerob ragi roti tetap menghasilkan gas CO2, meskipun tidak secepat

dalam kondisi aerob. Hal ini sesuai dengan pendapat Pelczar dan Chan (1988),

yang menyatakan bahwa ragi roti merupakan khamir jenis Saccharomyces

cerevisiae yang telah diseleksi sebelumnya untuk tujuan komersil. Saccharomyces

cerevisiae yang dipilih adalah Saccharomyces cerevisiae yang memiliki

kemampuan memfermentasi gula dengan baik di dalam adonan dan dapat tumbuh

dengan cepat. Karbondioksida yang dihasilkan dari proses fermentasi inilah yang

membuat adonan roti mengembang. Oleh karena itu, ragi roti umumnya terdiri

dari Saccharomyces cerevisiae terpilih yang cepat dalam menghasilkan

karbondioksida untuk tujuan pengembangan roti. Fermipan adalah brand yeast

8

Page 10: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

yang diproduksi di Perancis dan telah dikenal luas oleh para baker di berbagai

negara di dunia. Yeast atau ragi adalah suatu macam organisme ber-sel tunggal

yang tergolong dalam 1 rumpun cendawan.

Gambar 2. Struktur sel khamir (Suriawiria, 1986)

Fraizer (1967) mengklasifikasi Saccharomyces cerevisiae sebagai berikut :

Phylum : Eumycetes

Class : Ascomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Saccharomycetaceae

Subfamili : Saccharomycetoideae

Genus : Saccharomyces

Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim

zimase berperan sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida, sedangkan

enzim invertase mengubah monosakarida tersebut menjadi etanol dan

karbondioksida. Saccahromyces cerevisiae mengkarboksilase piruvat menjadi

asetaldehid yang kemudian diubah menjadi etanol oleh alkohol dehidrogenase

dengan bantuan koenzim nikotinamid adenin dinukletida (NAD).

Frasier dan Westhoff (1973) menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae

termasuk “top yeast” tumbuh cepat dan sangat aktif memfermentasi pada suhu

20oC. Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mampu menghasilkan alkohol

dalam jumlah yang tinggi pada media yang sesuai dengan pertumbuhannya, yaitu

16% dari bahan baku bukan sirup dan sampai 18% dari bahan baku sirup

(Amerine et al.,1967).

Menurut Van der Walt (1970), Saccharomyces cerevisiae dapat melakukan

fermentasi glukosa, sukrosa, rafinosa dan fruktosa.

9

Page 11: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

D. Fermentasi Alkohol

Fermentasi adalah proses metabolisme yang menyangkut perubahan kimia

bahan organik yang disebabkan aktivitas enzim mikrootganisme (Amerine, 1980).

Proses fermentasi dapat berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen) dan

dapat secara anaerob (tidak memerlukan oksigen) (Pringgomulyo dan wardoyo,

1980).

Proses fermentasi alkohol melibatkan reangkaian reaksi enzimatis yangg

menghasilkan etanol dan CO2 serta sedikit senyawa-senyawa lain. Menurut Haas

(1978), proses fermentasi gula menjadi alkohol melalui empat belas tahap

perubahan kimia dan tidak kurang dari lima belas macam enzim serta tiga macam

koenzim yang ikut berperan dalam proses tersebut. Seluruh enzim dan koenzim

ini sering juga disebut zimase.

Proses fermentasi alkkohol ini melibatkan Saccharomyces cerevisiae yang

akan memetabolisme glukosa menjadi etanol. Rehm dan Reed (1983); dan Ayres,

Mundt dan Sandine (1980) mengatakan bahwa tehapan pembuatan alkohol

melalui jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP). Hal ini dapat dilihat pada Gambar

3.

Secara ringkas reaksi pembentukan etanol dari glukosa sebagai berikut :

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + Energi

Glukosa etanol

Pada reaksi ini 1 mol glukosa akan membentuk 2 mol etanol dan 2 mol CO2

serta ATP (energi), atau dengan basis berat, 51,1 % glukosa diubah menjadi

etanol dan 48,9 % CO2. Pada kenyataannya hasil ini tidak tercapai, karena

beberapa nutrisi digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme khamir serta

terbentuknya hasil sampingan, sehingga hanya 90 – 95% dari nilai yang dapat

dicapai (Kunkee dan Amerine, 1970).

10

Page 12: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

Gambar 3. Jalur pembentukan ethanol Embden-Meyerhof-parnas (Higgins.,1984)

Menurut Presscot dan Dunn (1959), besarnya alkohol dapat diperkirakan

berdasarkan besarnya kandungan gula awal pada fermentasi dikalikan dengan

bilangan 0,575, sehingga didapatkan :

KADAR ALKOHOL = KADAR GULA AWAL X 0,575

Etanol adalah etil alkohol atau metil karbonil. rumus kimia etanol adalah

C2H5OH, yaitu suatu cairan tak berwarna, bening, mudah menguap, atau berbau

merangsang, dan mudah larut dalam air. Alkohol dapat dibuat melalui proses

sintesa dan fermentasi (Pringgomulyo dan Wardoyo, 1980). Wanto dan

Soubagyio (1980) menyatakan sifat-sifat alkohol. Hal ini dapat dilihat pada Tabel

2.

11

Page 13: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

Tabel 2. Sifat-sifat alkohol

Sifat-sifat

Berat molekul (BM)

Kerapatan

Titik lebur

Titik didih

Titik bakar (flash point)

Titik nyala

Batas ledak

(i) Atas

(ii) Bawah

Batas keracunan

Jenis mutu

46

0,791 gr/mL pada 20oC

-117,3oC

78,3oC

21oC

372oC

19% volume

3,5 % volume

100 btj

Kering (anhidrous)

95% dan denaturasi

Menurut Amerine dan Cruess (1967), selain etanol dan CO2, proses

fermentasi juga menghasilkan hasil sampingan yaitu asam laktat, asam piruvat,

asetaldehid, asam asetat dan gliserol.

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi alkohol perlu diperhatikan,

karena tanpa adanya kondisi optimal maka alkohol yang dihasilkan juga tidak

akan maksimum.

1. Suhu fermentasi

Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim serta dapat pula mengurangi

hasil alkohol karena proses penguapan.

2. pH

Keasaman atau pH optimum untuk proses fermentasi antara 4,0 – 5,0. Pada

keasaman di bawah 3,0, proses fermentasi akan berkurang kecepatannya

(Presscot dan Dunn, 1959). Menurut Rehn dan Reed (1983), khamir sanggup

12

Page 14: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

tumbuh dan efisien untuk fermentasi etanol pada pH 3,5 sampai 6,0 dengan

temperatur 28 – 35oC.

3. Oksigen

Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerob, tetapi ada beberapa jenis dapat

tumbuh pada kondisi anaerob, dimana proses respirasi digantikan dengan

proses fermentasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan substrat untuk beberapa

jenis khamir berkisar antara 2 – 30 ppm (David dan Kirsop, 1972 di dalam

Pollock, 1981).

Oksigen dapat menghambat proses fermentasi. Jika kadar oksigen cukup

tinggi maka dalam sel khamir akan terjadi metabolisme aerob atau respirasi.

Pada proses respirasi, asam piruvat akan dioksidasi menjadi karbon dioksida

dan air. Jika terdapat bakteri dari genus Acetobacter, maka etanol akan diubah

menjadi asam asetat.

4. Media fermentasi

Proses fermentasi adalah pembentukan etanol dan karbon dioksida dari

glukosa dengan bantuan khamir. Higgins et al. (1984) menyatakan bahwa

konsentrasi gula yang paling baik untuk proses fermentasi adalah 16 - 25%,

dimana akan menghassilkan etanol sebesar 6 - 12%. Konsentrassi gula di atas

25% memperlambat fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan

terhenti. Hal ini disebabkan adanya tekanan osmotik (Amerine et al., 1980).

Jika konsentrasi gula dalam substrat terlalu tinggi maka etanol yang

terbentuk akan menghambat aktivitas khamir, sehingga waktu fermentasi

menjadi lebih lama dan efisiensi menjadi rendah, karena tidak semua gula

dikonversi menjadi etanol. Konsentrasi gula yang terlalu rendah menjadikan

proses tidak ekonomis, karena penggunaan fermentor tidak efisien.

Presscot dan Dunn (1959) mengatakan, pada proses fermentasi anggur,

jika konsentrassi terlalu tinggi maka akan dihasilkan kandungan asam menguap

yang meningkat. Sedangkan konsentrasi gula terlalu rendah maka akan

menghasilkan asetaldehid, gliserol, dan asam-asam mudah menguap lainnya.

13

Page 15: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimental, dengan

penelitian meliputi persiapan bahan,hidrolisis,fermentasi,pemurnian dan hasil

analisis hasil.

Berikut ini adalah langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan :

Biji nangka

+ Air 1 L

14

Dikupas, dicuci, dibuat sari pati

Menghasilkan beton seberat 190 gram

Gelatinasi , suhu 750C,selama 20 menit

Likuifaksi,suhu 750C, selama 2 jam,ditambahkan enzim amilase 2 mL

Pra-sakarifikasi,suhu 600C, waktu 2jam, ditambah enzim gluko-amilase

Fermentasi suhu 300Cwaktu 5 hari

Distilasi

Dihasilkan bioetanol

Page 16: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ;

Pisau, baskom, penumbuk (ulek),mangkok, panci, pengaduk

kayu,thermometer,jerigen,botol air mineral(1Liter) digunakan untuk tempat

fermentasi, plastik,lilin malam, kompor, selang plastic (sebagai aliran gas

CO2),penyaring (untuk menyaring pati), corong, 1 set alat destilasi

3.2.2 Bahan

Biji beton(biji nangka), enzim alfa amilase, enzim gluko-amilase, fermipan,

NaOH dan HCl (bila diperlukan).

3.2.3 Gambar Rangkaian Alat

Gambar 4. Alat Fermentasi

Gambar 5. Alat Destilasi

15

Page 17: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan bahan baku

Biji nagka (biji beton) dikupas dan dicuci dengan air bersih, umbi

ditumbuk sampai halus dan diperas untuk diambil sari pati,air hasil perasan

diendapkan dan didiamkan selama 1 malam untuk memisahkan air dan sari pati

yang terkandung didalamnya,pati yang telah terbentuk dipisahkan dari air,

kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian disaring dan diayak

sehingga diperoleh pati yang homogen.

Gambar 6. Biji nangka yang belum dikuliti

Gambar 7. Proses pengupasan kulit biji nangka

Gambar 8. Biji nangka yang sudah dikupas kulitnya

Gambar 9. Proses penumbukkan biji nangka

Gambar 10. Proses penyaringan biji nangka yang sudah ditumbuk

Gambar 11. Air hasil penyaringan biji nangka yang sudah ditumbuk

Gambar 12. pemisahan air dan sari pati yang telah direndam

Gambar 13. Sari pati yang telah terpisah dari air

16

Page 18: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

3.3.2 Hidrolisa Pati

Sebanyak 190 gram pati dari biji nangka dicampur dengan 1 Liter air

kemudian dipanaskan pada suhu 750C selama 20 menit didalam pancidisertai

dengan pengadukan, larutan pati dan tepung dari biji nagka tersebut semula encer

akan berubah wujudnya menjadi seperti bubur kental.

Kedalam bubur pati dan tepun g dari biji nangka tersebut kemudian ditambahkan

enzim α-amilase sebanyak 2 mL.Proses likuifaksi ini berlangsung selama 45

menit pada suhu 750C setelah proses likuifaksi ini selesai dilanjutkan proses pra-

sakarifikasi dengan menambahkan enzim gluko-amilase sebanyak 2 mL. proses

ini berlangsung selama 45 menit pada suhu 600C. selama proses likuifaksi dan

pra-sakarifikasi ph diatur range 4-5 dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N dan

larutan NaOH 0,1 N.

Gambar 14. Penambahan air pada sari pati yang telah kering

Gambar 15. Pemanasan pada suhu 75oC sambil diaduk

Gambar 16. Pengukuran pH Gambar 17. Penambahan enzim α-amilase

17

Page 19: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

Gambar 18. Penambahan enzim glukoamilase

Gambar 19. Enzim α-amilase

Gambar 20. Enzim glukoamilase

Gambar 21. Indikator universal Gambar 22. Setelah penambahan enzim α-amilase

3.5.3 Fermentasi

Kedalam larutan substrat ditambahkan yeast Saccharomyces cerevisiae

dengan variable ragi sebanyak 12 gram. Proses fermentasi dilakukan pada suhu

300C selama 5 hari dengan range pH 4-5. Proses berlangsung secara anaerob.

Hasil fermentasi disaring dengan kain saring untuk memisahkan endapan dengan

larutan etanol-air.

Gambar 23. Penambahan Saccharomyces cerevisiae

Gambar 24. Persiapan fermentasi

Gambar 25. Proses fermentasi (5 hari)

18

Page 20: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

3.5.4 Distilasi

Bioetanol hasil fermentasi dimurnikan dengan cara distilasi proses distilasi

ini menggunakan alat distilasi . Proses pemurnian ini berlangsung dua tahap,

yakni distilasi tahap I dan tahap II. Distilasi tahap I, uap hasil distilasi didinginkan

hanya dengan kondensor yang berisi air biasa sedangkan distilasi tahap II,

sebelum didinginkan dengan kondensor yang berisi air, uap hasil distilasi

dilewatkan kedalam kolom isian terlebih dahulu.

Gambar 26. Rangkaian alat destilasi Gambar 27. Mengukur volume distilat

Gambar 28. Hasil bioethanol

19

Page 21: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian pembuatan etanol dari biji nangka

dengan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae. Tujuan dari penelitian

ini ialah menghasilkan produk etanol yang berasal dari biji nangka. Peneliti

memilih biji nangka sebagai bahan bakunya karena biji nangka merupakan bagian

nangka (Artocarpus heterophyllus, Lmk) yang hingga saat ini belum

dimanfaatkan secara sempurna. Biji nangka merupakan bagian nangka yang

mempunyai kadar karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 36,7%. Besarnya

kandungan karbohidrat ini merupakan salah satu potensi yang baik untuk

dijadikan etanol. Karbohidrat dapat diubah menjadi etanol melalui proses sintesa.

Upaya ini selain meningkatkan nilai tambah juga dalam usaha memanfaatkan

limbah hasil pertanian.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan proses pembuatan etanol dari biji

nangka dengan cara mikrobiologis (fermentasi). Cara ini menggunakan

mikroorganisme untuk mengubah bahan dasar menjadi etanol. Mikroorganisme

yang digunakan fermentasi berupa khamir Saccharomyces cerevisiae. Khamir

Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari ragi roti komersil dengan merk

Fermipan. Saccharomyces cerevisiae dapat memfermentasikan senyawa-senyawa

karbohidrat yang terdapat di dalam biji nangka secara anaerob (tanpa oksigen).

Proses pembuatan etanol dari biji nangka dilakukan dengan cara

menghancurkan biji nangka terlebih dahulu. Penghancuran biji nangka dilakukan

dengan cara ditumbuk hingga halus. Sebelum ditumbuk, biji nangka terlebih

dahulu dibersihkan dan dikupas kulitnya hingga bersih. Setelah ditumbuk hingga

halus, hasil tumbukan direndam dengan air. Kemudian diperas dengan

menggunakan kain dan disaring. Hasil pemerasan didiamkan dalam wadah selama

satu malam agar pati yang diperoleh mengendap. Setelah didiamkan, kemudian

pati berwarna putih yang mengendap diambil dengan membuang air yang ada

pada wadah. Pati dijemur hingga kering untuk memperoleh serbuk pati yang

20

Page 22: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

sudah tidak mengandung air dan berbentuk serbuk putih. Serbuk pati yang sudah

kering kemudian ditimbang dan diperoleh sebanyak 190 gram. Langkah

selanjutnya ialah melakukan pemanasan. Serbuk pati dicampur dengan air 1 L

dan dipanaskan pada suhu 75oC sambil diaduk. Suhu diukur dengan termometer

dan dijaga agar tetap bertahan pada suhu 75 oC. Hal ini agar proses gelatinisasi

berlangsung optimal. pH larutan juga diukur dan diusahakan berada pada pH 4-5.

Hal ini agar enzim dapat bekerja secara optimal. Dalam penelitian ini peneliti

tidak menggunakan larutan asam atau basa untuk mengatur pH larutan, karena pH

yang diperoleh sudah mencapai pH 4. Setelah pemanasan dilakukan selama 20

menit dan larutan berubah wujud menjadi seperti bubur kental, kemudian

dimasukan 2 mL enzim ∝-amilase. Enzim ini berfungsi mengubah pati menjadi

sukrosa. Pengadukan terus dilakukan selama 45 menit dan dijaga kondisinya pada

suhu 75oC dan pH 4. Kemudian dimasukkan enzim kedua yaitu Gluko-amilase

sebanyak 2 mL yang berfungsi sebagai proses likuifaksi dan pra-sakarifikasi pH

diatur 4-5 dan suhu diturunkan menjadi 60oC. Pemanasan dihentikan setelah 45

menit dilakukan pengadukan. Larutan substrat didingankan terlebih dahulu

sebelum ditambah fermipan dan dimasukkan ke dalam fermentor. Fermipan

dimasukkan pada saat larutan sudah dingin karena Saccharomyces cerevisiae

tidak dapat hidup pada kondisi panas.

Setelah dingin larutan substrat sebanyak 270 mL diinokulasi dengan starter

Saccharomyces cerevisiae (fermipan) sebanyak 9 gram. Larutan substrat

dimasukkan ke dalam fermentor. Fermentor ditutup dan diberi lubang untuk

tempat saluran selang (Gambar 1). Selang tersebut dicelupkan pada permukaan air

yang terdapat pada botol yang satunya dengan tujuan untuk melihat gas CO2 yang

dihasilkan dari proses fermentasi dalam bentuk gelembung dan agar udara tidak

masuk ke dalam botol yang berisi larutan substrat karena proses fermentasi

berlangsung dalam kondisi anaerob. Fermentasi berlangsung dalam suhu kamar.

Proses fermentasi dilakukan selama 5 hari. Untuk memurnikan etanol yang

dihasilkan dari proses fermentasi dilakukan distilasi. Etanol yang diperoleh

sebanyak 3 mL.

21

Page 23: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini ialah dihasilkannya

etanol dari biji nangka dengan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae

sebagai inokulumnya melalui proses fermentasi. Etanol yang diperoleh dari 190

gram pati biji nangka ialah sebanyak 3 mL.

B. Saran

Sehubungan dengan penelitian ini, tentunya masih banyak terdapat

kekurangannya. Oleh karena itu, diharapkan agar :

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan etanol dari biji nangka

dengan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae melalui hidrolisa

dengan katalis asam.

2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat-alat laboratorium yang standar

sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih akurat.

22

Page 24: 1. Laporan Pembuatan Alkohol

DAFTAR PUSTAKA

Amerine, M.A dan W.V. Cruess. 1967. The Technology of Wine making. 3rd

ed. The AVI Publishing Co.,Weatsport, Conecticut.

Frazier, W.C. 1977. Food Microbiology. McGraw-Hill Publishing Co., New

Delhi

Hidayat, N., M.C. Padaga dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Indistri.

Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Rehm, H.J dan G. Reed. 1981. Biotechnolog, Mikrobial Fundamental. Verlag

Chemi GMBH, Weinhein

Siswoputranto, L.D. 1982. Mengenal Tanaman Nangka. Jakarta:Trubus

Winarno, F.G. dan D. Ferdiaz. 1979. Bio Fermentasi dan Bio Sintesa Protein.

Bandung:Angkasa

http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-biji-nangka-komposisi-

nutrisi-bahan-makanan.html

23