bab i pendahuluan a. latar belakang...

117
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat “tidak kekal” yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Sifat tidak kekal termaksud, selalu meliputi dan menyertai manusia, baik ia sebagai pribadi, maupun ia dalam kelompok atau dalam bagian kelompok masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. 1 Dewasa ini, sarana transportasi sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang dengan pesat. Setiap hari bisa kita lihat jumlah kendaraan semakin banyak. Data dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat volume penjualan motor di Indonesia mencapai 4.073.813 unit sepanjang semester satu 2011. Peningkatan penjualan motor di Indonesia selama semester satu 2011 juga dipengaruhi penurunan suku bunga kredit motor. Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), 90% penjualan motor di Indonesia dibiayaai oleh kredit melalui perusahaan pembiayaan. 2 Perkembangan di bidang transportasi tentunya tidak hanya memberikan manfaat dan pengaruh positif terhadap masyarakat tetapi juga membawa pengaruh negatif. Dampak negatif dari perkembangan di bidang transportasi diantaranya adalah sering timbulnya kecelakaan lalu lintas dan pencurian kendaraan bermotor. Baik pemilik kendaraan bermotor maupun orang lain yang menjadi korban kecelakaan tentunya sangat membutuhkan 1 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 2 2 Adm. 2011. Pasar Motor Indonesia Rp 40, 73 Triliun di Semester 2011, (Online), (www.antaranews.com, diakses 10 Agustus 2011)

Upload: trancong

Post on 09-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung

berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri.

Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat “tidak kekal” yang

selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Sifat

tidak kekal termaksud, selalu meliputi dan menyertai manusia, baik ia

sebagai pribadi, maupun ia dalam kelompok atau dalam bagian kelompok

masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.1

Dewasa ini, sarana transportasi sebagai suatu kebutuhan yang sangat

penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang

dengan pesat. Setiap hari bisa kita lihat jumlah kendaraan semakin banyak.

Data dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat

volume penjualan motor di Indonesia mencapai 4.073.813 unit sepanjang

semester satu 2011. Peningkatan penjualan motor di Indonesia selama semester

satu 2011 juga dipengaruhi penurunan suku bunga kredit motor. Berdasarkan

data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), 90% penjualan motor

di Indonesia dibiayaai oleh kredit melalui perusahaan pembiayaan.2

Perkembangan di bidang transportasi tentunya tidak hanya

memberikan manfaat dan pengaruh positif terhadap masyarakat tetapi juga

membawa pengaruh negatif. Dampak negatif dari perkembangan di bidang

transportasi diantaranya adalah sering timbulnya kecelakaan lalu lintas dan

pencurian kendaraan bermotor. Baik pemilik kendaraan bermotor maupun

orang lain yang menjadi korban kecelakaan tentunya sangat membutuhkan

1 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi (Jakarta: Sinar

Grafika, 2001), hal. 2 2 Adm. 2011. Pasar Motor Indonesia Rp 40, 73 Triliun di Semester 2011, (Online),

(www.antaranews.com, diakses 10 Agustus 2011)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

2

biaya untuk keperluan pengobatan ataupun biaya perbaikan kendaraan

bermotor yang rusak akibat kecelakaan ataupun perbuatan jahat.

Laurentinus Iwan Pranoto Sutanto yang merupakan Head Marketing

Communications & Public Relation PT. Asuransi Astra Buana

mengatakan bahwa masih banyak pemilik kendaraan bermotor yang

belum melindungi roda dua maupun mobilnya dengan asuransi untuk

perawatan dan perlindungan terhadap kecelakaan. Menurut beliau alasan

orang tidak mengasuransikan kendaraannya terbilang sepele seperti

pengendara sudah merasa aman atau yakin tidak akan terjadi apa-apa.

Padahal, masih menurut beliau, data kepolisian menunjukkan bahwa

setiap empat menit sekali terdapat kecelakaan.3

Ditinjau dari segi hukum asuransi, kecelakaan atau perbuatan jahat

inilah yang merupakan keadaan yang tidak dapat diramalkan terlebih dahulu

secara pasti. Keadaan yang tidak pasti inilah akhirnya menimbulkan suatu

kerugian yang jumlahnya tidak pasti pula.

Keadaan tidak pasti terhadap setiap kemungkinan yang dapat terjadi

baik dalam bentuk atau peristiwa yang belum tertentu menimbulkan rasa tidak

aman lazim disebut sebagai risiko.4

Risiko adalah kewajiban menanggung atau memikul kerugian sebagai

akibat suatu peristiwa di luar kesalahannya, yang menimpa benda yang

menjadi miliknya. Risiko itu ada yang sudah pasti adanya, misalnya

keusangan (“slijtage”), yaitu susutnya benda karena dipakai dan ada yang

belum tentu adanya, misalnya kebakaran, kecurian, perampokan,

karamnya kapal, tubrukan kapal dan lain-lain. Risiko tersebut terakhir ini

disebabkan oleh peristiwa yang tidak dapat dipastikan lebih dulu tentang

kapan terjadinya atau disebut peristiwa tak tentu (“onzekervoorval”).5

Upaya untuk mengatasi sifat alamiah yang berwujud sebagai suatu

keadaan yang tidak pasti, antara lain dilakukan oleh manusia dengan cara

3 Adm. 2011. Pentingnya Asuransi Kendaraan Bermotor, (Online),

(www.antaranews.com, diakses 10 Agustus 2011) 4Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 2. 5 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum

Pertanggungan (Jakarta: PT. Djambatan, 1990), hal. 24.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

3

menghindari, atau melimpahkannya kepada pihak-pihak lain di luar dirinya

sendiri.6

Secara umum, manusia lebih suka menghindari atau mengurangi atau

kalau dapat meniadakan risiko yang mengancam jiwa atau kesejahteraan.

Hal ini berlaku baik pada orang perorangan, maupun pada masyarakat,

cara yang ditempuh antara lain dengan meningkatkan metode-metode

penanganan risiko atau menyebarkan risiko.7

Salah satu metode yang paling baik untuk penanganan risiko tidak lain

adalah dengan cara mentrasfernya/mengalihkannya kepada pihak lain dengan

jalan mengadakan perjanjian asuransi.8

Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

memberikan pengertian mengenai asuransi atau pertanggungan, yaitu:

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana

seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,

dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian

kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan

yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa

yang tak tertentu.

Selain dalam KUHD, pengertian asuransi juga dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang

Usaha Perasuransian, yaitu:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau

lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan

penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang

timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau memberikan suatu

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang

yang dipertanggungkan.

6 Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 3. 7Ibid. hal. 68.

8Ibid. hal. 70.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

4

Lembaga atau institusi yang mempunyai kemampuan untuk

mengambil alih risiko pihak lain ialah lembaga asuransi, dalam hal ini

adalah perusahaan-perusahaan asuransi. Dalam masyarakat modern

seperti sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai peranan dan

jangkauan yang sangat luas, karena perusahaan asuransi tersebut

mempunyai jangkauan yang menyangkut kepentingan-kepentingan

ekonomi maupun kepentingan-kepentingan sosial. Di samping itu ia juga

dapat menjangkau baik kepentingan-kepentingan individu maupun

kepentingan-kepentingan masyarakat luas, baik risiko individu maupun

risiko-risiko kolektif.9

Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka

mengadakan penawaran/menawarkan suatu perlindungan/proteksi serta

harapan pada masa yang akan datang kepada individu atau kelompok-

kelompok dalam masyarakat atau institusi-institusi lain, atas

kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut karena terjadinya suatu

peristiwa yang tidak tertentu atau belum pasti.10

Perjanjian pertanggungan di dalam pengertian yang murni

mengandung suatu tujuan bahwa kerugian yang sungguh-sungguh

diderita oleh pihak tertanggung akan diganti oleh pihak penanggung.

Oleh karena di dalamnya terdapat suatu penggantian kerugian, maka

pertanggungan ini disebut “Pertanggungan Kerugian”.11

Usaha asuransi kerugian meliputi beberapa jenis kegiatan usaha.

Menurut Pasal 3 huruf a angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang

Usaha Perasuransian, jenis usaha yang dapat dilakukan oleh usaha asuransi

kerugian yaitu memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,

kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang

timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

Salah satu hal penting dalam perjanjian asuransi adalah mengenai

pemberian ganti rugi pada saat terjadinya peristiwa tidak tentu yang telah

diperjanjikan dan menimbulkan kerugian bagi tertanggung. Dalam menentukan

9Ibid. hal. 5-6.

10Ibid. hal. 6.

11Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok

Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa) (Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, 1990), hal. 8

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

5

besarnya jumlah ganti rugi bukanlah hal yang mudah. Terkadang tertanggung

masih merasa tidak puas atas besarnya jumlah ganti rugi yang diberikan oleh

penanggung. Hal ini bisa jadi dikarenakan ketidaktahuan tertanggung

mengenai mekanisme pembayaran ganti rugi.

Terdapat salah satu asas dalam asuransi yang harus dipegang dalam

memberikan ganti kerugian. Asas yang dimaksud adalah asas

“indemnitas”. Asas “indemnitas” adalah salah satu asas dalam asuransi

yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari

perjanjian asuransi itu sendiri (khusus untuk asuransi kerugian).

Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk

memberi suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak

penanggung. Pengertian kerugian itu tidak boleh menyebabkan posisi

keuangan pihak tertanggung menjadi lebih diuntungkan dari posisi

sebelum menderita kerugian. Jadi terbatas sampai pada keadaan/posisi

awal, artinya hanya mengembalikannya pada posisi semula.12

Perjanjian asuransi jumlah tidak mempunyai tujuan untuk mengganti

suatu kerugian, sehingga asas “indemnitas” tidak berlaku bagi asuransi

ini. Hal yang ingin dicapai oleh asas “indemnitas” adalah keseimbangan

antara risiko yang dialihkan kepada penanggung dengan kerugian yang

diderita oleh tertanggung sebagai akibat dari terjadinya peristiwa yang

secara wajar tidak diharapkan terjadinya.13

Pengaturan mengenai asas

“indemnitas” atau asas keseimbangan oleh undang-undang tidak

diberikan dengan jelas, namun demikian asas ini tersiratdalam beberapa

pasal yaitu Pasal 250, 252, 253 KUHD.

Perjanjian pertanggungan mempunyai arti yang sangat penting bagi

penanggung sejak saat perjanjian itu diadakan, yaitu untuk mengetahui

berapakah jumlah maksimum dari prestasinya. Jumlah ini disebutuang

pertanggungan. Di dalam suatu pertanggungan kerugian mengenai

berapakah maksimum dari penggantian kerugian yang harus diberikan

oleh penanggung, sangat perlu diketahui sebelumnya. Uang

pertanggungan berfungsi sebagai jumlah maksimum terhadap mana

penanggung terikat untuk menggantikannya apabila kerugian telah terjadi

(Pasal 253 ayat (1) KUHD).14

12Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 98. 13

Ibid. hal. 99. 14

Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1990. Op. Cit. hal. 43.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

6

Pasal 253 ayat (1) KUHD menyebutkan bahwa:

Suatu pertanggungan yang melebihi jumlah harga atau kepentingan

yang sesungguhnya, hanyalah sah sampai jumlah tersebut.

Selanjutnya, disamping berfungsi sebagai jumlah maksimum dari

ganti kerugian, jumlah yang dipertanggungkan ini pun dapat berfungsi

sebagai dasar perhitungan dalam hal ada kerugian sebagian dalam

pertanggungan di bawah nilai benda sesungguhnya. Apabila tertanggung

hendak mempertanggungkan kepentingannya itu secara penuh, maka

haruslah jumlah yang dipertanggungkan kepentingannya itu sama

nilainya dengan nilai benda yang dipertanggungkan sejauh itu dapat

dipertanggungkan. Tetapi sering pula bahwa yang dipertanggungkan itu

tidaklah nilai penuh, akan tetapi hanya sebagian saja, sehingga si pemilik

memikul risiko sendiri untuk bagian lain yang tidak dipertanggungkan

itu, dan tentunya akibatnya bahwa jumlah yang dipertanggungkan itu

akan menjadi lebih kecil dari nilai benda sesungguhnya.15

Pertanggungan dengan nilai sebagian diatur dalam Pasal 253 ayat (2)

KUHD, yaitu:

Apabila harga penuh sesuatu barang tidak dipertanggungkan, maka

apabila timbul kerugian, si penanggung hanyalah diwajibkan

menggantinya menurut imbangan daripada bagian yang

dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak dipertanggungkan.

Terkait dengan risiko dan besarnya kerugian yang mungkin dialami

oleh pemilik kendaraan bermotor, PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967

Cabang Purwokerto, sebagai salah satu perusahaan asuransi yang bergerak

dalam asuransi kerugian, telah menawarkan solusi melalui asuransi kendaraan

bermotor yang dapat meringankan pemilik dalam menghadapi risiko kerugian

akibat peristiwa yang tidak tentu seperti pencurian, tabrakan, terbalik,

kebakaran dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi

15

Ibid. 43.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

7

yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN GANTI

KERUGIAN PADA ASURANSI PAKET MOTORKOEDI PT. ASURANSI

UMUM BUMIPUTERA MUDA 1967 CABANG PURWOKERTO”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

permasalahan “Bagaimana pemberian ganti kerugian pada asuransi paket

Motorkoe di PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian ganti

kerugian pada asuransi paket Motorkoe di PT. Asuransi Bumiputera Muda

1967 Cabang Purwokerto.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

wacana, referensi dan acuan penelitian yang sejenis dari permasalahan yang

berbeda dan diharapkan juga dapat memajukan perkembangan ilmu hukum

pada umumnya dan bidang hukum asuransi khususnya.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memacu perkembangan

informasi dan pengetahuan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

8

khususnya terkait dengan mekanisme pembayaran ganti kerugian pada

asuransi paket Motorkoe di PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang

Purwokerto.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASURANSI

1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi

Secara umum terdapat dua istilah yang sering digunakan dalam

asuransi. Kedua istilah tersebut yaitu pertanggungan dan asuransi.

Istilah pertanggungan dalam bahasa Belanda adalah “verzekering”

dan “assuranntie” sementara dalam bahasa Inggris dipakai istilah

“insurance”. Prof. Soekardono menerjemahkan “verzekering” itu

dengan pertanggungan. Dalam hukum pertanggungan, orang yang

mempertanggungkan disebut tertanggung sebagai terjemahan dari

bahasa aslinya bahasa Belanda “verzekerde” dan dalam bahasa Inggris

dipakai istilah “the insured”. Orang yang menanggung disebut

penanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya bahasa Belanda

“verzekeraar” dan dalam bahasa Inggris dipakai istilah “the insurer”.16

Istilah pertanggungan dipakai dalam literatur ilmu pengetahuan

hukum, misalnya pertanggungan kerugian, pertanggungan jiwa, benda

pertanggungan dan jumlah pertanggungan. Prof. Subekti umumnya

juga menggunakan istilah pertanggungan dalam terjemahannya Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang.17

Istilah “assurantie” dalam bahasa Indonesia menjadi asuransi.

Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai dalam praktek

perusahaan pertanggungan sehari-hari. Orang yang mengasuransikan

dalam bahasa Belanda disebut “geassureerde” sementara dalam

bahasa Inggris disebut “the assured”. Penerima asuransi dalam bahasa

Belanda disebut “assuradeur” dan bahasa Inggris “the assurer”. Istilah

asuransi dipakai terbatas pada nama jenis usaha dan nama perusahaan,

misalnya asuransi kebakaran, asuransi jiwa dan PT. Asuransi

Bumiputera. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dipakai

istilah perasuransian.18

16

Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Asuransi (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1994), hal. 5-6. 17

Ibid. hal. 6. 18

Ibid. hal. 6.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

10

Prof. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah asuransi untuk

penanggung dan terjamin untuk tertanggung. Walaupun istilah yang

dimaksud itu ada persamaan pengertiannya, istilah penjamin dan

terjamin lebih tepat dipakai dalam hukum perdata yang membicarakan

tentang perjanjian penjaminan “garantie”, “borgtocht”dan

“hoofdelijkheid”. J.E. Kaihatu menjelaskan penggunaan istilah bahasa

Inggris “insurance” dan “assurance” dalam praktik pertanggungan di

Inggris. Menurut beliau, istilah “insurance” dipakai untuk

pertanggungan kerugian, sedangkan istilah “assurance” dipakai untuk

pertanggungan jumlah “sommenverzekering”.19

Untuk selanjutnya, apabila penulis menggunakan istilah asuransi

atau pertanggungan, maksudnya adalah sama. Dalam penelitian ini yang

digunakan adalah istilah tertanggung untuk orang yang mempertanggungkan

dan penanggung untuk orang yang menanggung.

Asuransi dilihat dari segi ekonomi merupakan suatu lembaga

keuangan, sebab melalui asuransi dapat dihimpun dana yang besar,

yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping

bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi

yang bertujuan untuk memberikan perlindungan “proteks” atas

kerugian keuangan “finansiil loss”, yang ditimbulkan oleh peristiwa

yang tidak dapat diduga sebelumnya “fortuitius event”.20

Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa asuransi merupakan

suatu perjanjian yang berdasarkan pada motif ekonomi, artinya

tertanggung menyadari bahwa ancaman bahaya terhadap harta benda

miliknya dan jiwa raganya. Apabila bahaya itu menimpa dirinya,

maka ia akan mengalami kerugian. Secara ekonomi menderita

kerugian atau menderita materiil dan menderita korban jiwa, akan

mempengaruhi jalan hidupnya ataupun ahli warisnya. Tertanggung

sebagai pihak yang diancam bahaya merasa berat memikul beban

tersebut, tertanggung berusaha mencari jalan bila ada pihak lain yang

ingin mengambil oper beban ancaman bahaya itu dan ia sanggup

membayar kontra prestasi yang disebut dengan premi.21

Dari usaha pertanggungan itu dapat dijelmakan bahwa usaha

asuransi itu berarti memasukkan premi yang kemudian merupakan

19

Ibid. hal. 7. 20

Eti Purwiyantiningsih, Tesis: Kajian Yuridis Tentang Prinsip Itikad Baik

Berdasarkan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Dalam Asuransi

Kerugian (Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2008), hal. 56. 21

Ibid.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

11

dana.dana yang tersimpan dalam perusahaan dapat digunakan oleh

perusahaan tersebut untuk membiayai suatu usaha yang mendatangkan

suatu keuntungan baginya disamping membantu masyarakat. Usaha

ini semuanya sudah jelas membantu pembangunan ekonomi negara

kita, yang kemudian dapat dinikmati oleh anggota masyarakat. Jadi

semua premi yang kemudian terkumpul itu dapat dipakai sebagai

usaha investasi dalam proyek-proyek ekonomi.22

Pengertian asuransi dari segi hukum dapat dilihat dari beberapa

ketentuan undang-undang yang mengaturnya. Secara umum, peraturan

mengenai asuransi di Indonesia diatur dalam dua peraturan umum yang

sudah ada sejak lama yaitu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD). KUH Perdata merupakan peraturan yang bersifat umum di bidang

keperdataan. Sementara itu, KUHD merupakan peraturan yang mengatur

lebih khusus daripada KUH Perdata. Apabila dalam KUHD tidak mengatur,

maka KUH Perdata sebagai peraturan yang bersifat umum akan mengisi

kekosongan hukum atas apa yang tidak diatur dalam KUHD. Adanya

peraturan khusus yang mengatur, maka peraturan yang khusus tersebutlah

yang digunakan “lex specialis derogat legi generaly”. Dengan kata lain,

terkait asuransi maka yang digunakan adalah aturan yang ada di KUHD,

karena KUHD telah mengatur secara khusus mengenai asuransi.

Di dalam KUH Perdata, asuransi diklasifikasikan sebagai

perjanjian untung-untungan sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1774.

Pasal 1774 KUH Perdata

Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang

hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun

22

Ibid.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

12

bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum

tentu.

Demikian adalah:

perjanjian pertanggungan;

bunga cagak hidup;

perjudian dan pertaruhan.

Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang.

Meskipun perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara

umum oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk

perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu penerapan

yang sama sekali tidak tepat. Perjanjian untung-untungan mempunyai

kecenderungan yang besar menuju pada pertaruhan atau perjudian.

Tujuan perjanjian untung-untungan tersebut, selalu berkaitan dengan

kepentingan keuangan yang berkaitan dengan terjadi atau tidak

terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti, dan keberadaan dari

peristiwa tersebut baru dimulai setelah ditutupnya perjanjian

termaksud.23

Karakteristik dari perjanjian untung-untungan ini adalah

berdasarkan pada kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif. Oleh

karena itu pada perjanjian untung-untungan tujuan utama hanya

kepentingan keuangan yang sangat spekulatif. Lain halnya dengan

perjanjian asuransi atau pertanggungan yang pada dasarnya sudah

mempunyai tujuan yang lebih pasti ialah memperalihkan risiko yang

sudah ada yang berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu

sehingga tetap berada pada posisi yang sama. Posisi atau keadaan

ekonomi yang sama tersebut dipertahankan dengan memperjanjikan

pemberian ganti rugi karena terjadinya suatu peristiwa yang belum

pasti. Jadi peristiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syarat

baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian

asuransi atau pertanggungan.24

Meskipun demikian peristiwa yang belum pasti terjadi pada

perjanjian untung-untungan yang bersifat pertaruhan atau perjudian

tidak sama tepat dengan yang terjadi pada perjanjian asuransi. Pada

perjanjian pertaruhan dan perjudian, risiko itu justru diciptakan oleh

perjanjian itu sendiri. Lain halnya pada perjanjian pertanggungan,

risiko itu sudah ada sebelum perjanjian dibuat dan justru perjanjian

pertanggungan ditutup dengan tujuan memperalihkan risiko yang

sudah ada.25

23 Sri Rejeki Hartono. 2001 Op. Cit. hal. 81. 24

Ibid. 25

Ibid. hal. 82.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

13

Pada perjanjian untung-untungan peristiwa yang belum pasti itu

andaikata tak terjadi sama sekali tidak menyebabkan kerugian

ekonomi pada salah satu atau para pihak. Sedangkan pada perjanjian

asuransi apabila peristiwa yang belum pasti itu benar terjadi pasti

menimbulkan kerugian ekonomi pada salah satu pihak ialah pihak

tertanggung.26

Purwosutjipto mengemukakan adanya perbedaan antara perjanjian

asuransi dengan perjanjian perjudian atau pertaruhan sebagai berikut27

:

1. Pada pertanggungan, hubungan antara kemungkinan untung-rugi dengan

peristiwa tak tentu itu masih bisa diperhitungkan atau diperkirakan,

artinya bila kemungkinan terjadinya peristiwa tak tentu itu dekat atau

kemungkinan timbulnya kerugian atau kerusakan itu tidak jauh, maka

penanggung dapat menolak pertanggungan atau menaikan preminya.

2. Pada perjudian atau pertaruhan, hubungan antara kemungkinan untung-

rugi dengan peristiwa tak tentu itu tidak dapat diperhitungkan atau

diperkirakan sebelumnya. Adanya untung-rugi itu sama sekali tergantung

pada nasib orang yang melakukan perjudian atau pertaruhan.

Pengertian asuransi atau pertanggungan dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 246 KUHD yang menyebutkan bahwa:

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana

seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,

dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian

kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan

keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena

suatu peristiwa yang tak tertentu.

Menurut H.M.N Purwosutjipto ada tiga unsur mutlak dalam Pasal

246 KUHD, yaitu28

:

1. Adanya kepentingan sebagai yang dimaksud dalam undang-undang

(Pasal 250 dan 268 KUHD);

2. Adanya peristiwa tak tentu;

3. Adanya kerugian.

26

Ibid. 27

H.M.N Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 6. 28

Ibid.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

14

H.M.N Purwosutjipto juga berpendapat, bahwa ketentuan Pasal 246

dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai definisi

pertanggungan umum. Beliau berpendapat bahwa ketentuan Pasal 246

KUHD mengandung unsur-unsur bagi pertanggungan kerugian, tetapi tidak

mengandung unsur-unsur pertanggungan jiwa. Dengan demikian,

menurutnya Pasal 246 KUHD hanya tepat sebagai definisi pertanggungan

kerugian.29

Abdulkadir Muhammad memberikan unsur-unsur asuransi atau

pertanggungan berdasarkan definisi Pasal 246 KUHD sebagai berikut30

:

a. Pihak-Pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu

penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi.

Penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak.

Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak

memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar

premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas

harta miliknya yang diasuransikan.

b. Status Pihak-Pihak

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum,

dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan

(Persero) atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai

perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan

29

Ibid. hal. 9. 30

Abdulkadir Muhammad. 2002. Op. Cit. hal. 8-10.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

15

ataupun bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau

pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.

c. Objek Asuransi

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang

melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti

kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai

oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran

sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Sedangkan

tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika

timbul kerugian atas harta miliknya.

d. Peristiwa Asuransi

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (“legal act”)berupa

persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung

mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (“evenemen”) yang

mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam

asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam

bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-

satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

e. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan

tertanggung adalah keterikatan (“legally bound”) yang timbul karena

persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa

kesediaan secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

16

memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain

(secara timbal balik). Artinya sejak tercapai kesepakatan asuransi,

tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada

penanggung, dan sejak itu pula penanggung menerima pengalihan risiko.

Jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi,

penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan ketentuan

polis asuransi. Jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar

oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.

Selain dalam KUHD, pengertian asuransi atau pertanggungan juga

bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU No. 2 Tahun 1992), yang

menyebutkan bahwa:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak

atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan

penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang

timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau memberikan suatu

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang

yang dipertanggungkan.

Rumusan Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 ternyata lebih luas

jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena tidak

hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa. Hal ini

dapat diketahui dari kata-kata akhir rumusan, yaitu “ untuk

memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Dengan demikian, objek

asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga jiwa/raga

manusia.31

31

Ibid. hal. 11.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

17

Molengraaf memberikan definisi mengenai asuransi yaitu asuransi

kerugian ialah persetujuan dengan mana satu pihak, penanggung

mengikatkan diri terhadap yang lain, tertanggung untuk mengganti kerugian

yang dapat diderita oleh tertanggung, karena terjadinya suatu peristiwa yang

telah ditunjuk, dan yang belum tentu serta kebetulan, dengan mana pula

tertanggung berjanji untuk membayar premi.32

Hukum asuransi atau pertanggungan di Indonesia diatur dalam

KUHD dan di luar KUHD.

Peraturan pertanggungan dalam KUHD ialah33

:

1. Buku I, Bab IX tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya

(Pasal 246 sampai dengan 286).

2. Buku I, Bab X tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran,

terhadap bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum

dipaneni dan tentang pertanggungan jiwa (Pasal 287 sampai dengan 308).

3. Buku II, Bab IX tentang pertanggungan terhadap segala bahaya laut

(Pasal 592 sampai dengan 685).

4. Buku II, Bab X tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam

pengangkutan di daratan dan di sungai dan di perairan darat (Pasal 686

sampai dengan 695).

Walaupun dalam Pasal 248 KUHD dinyatakan bahwa ketentuan-

ketentuan yang bersifat umum diberlakukan terhadap pertanggungan

yang telah diatur dalam Buku I dan Buku II KUHD, pasal tersebut

hendaknya ditafsirkan juga berlaku bagi pertanggungan khusus di luar

KUHD. Ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dalam Buku I Bab

32 H. Mashudi dan Moch. Chidir Ali, Hukum Asuransi (Bandung: PT. Mandar Maju,

1998). hal. 3. 33

H.M.N. Purwosujtipto. 1990. Op. Cit. hal. 11.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

18

IX KUHD adalah ketentuan-ketentuan yang harus diindahkan karena

memuat syarat-syarat umum yang berlaku bagi setiap

pertanggungan.34

Timbulnya bermacam jenis pertanggungan khusus dalam praktek

menunjukkan bahwa masyarakat makin berkembang, sehingga makin

menyadari pula adanya bermacam bahaya yang mengancam

keselamatan harta kekayaan atau jiwa dan raga, terhadap bahaya-

bahaya tersebut lalu diadakan pertanggungan. Pada waktu KUHD

dirancang lebih dari satu abad yang lalu, bahaya-bahaya semacam itu

belum diatur, misalnya bahaya yang disebabkan oleh kesibukan lalu

lintas, bahaya kemungkinan tidak membayar hutang, dan bahaya

kecelakaan kerja.35

Peraturan pertanggungan di luar KUHD antara lain36

:

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.

2. Undang-undang Asuransi Sosial. Perundang-undangan yang mengatur

asuransi sosial sebagai berikut:

a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):

1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana

Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan

pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun

1965.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan

Lalu Lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965.

b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek):

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (Jamsostek).

34 Abdulkadir Muhammad.2002. Op. Cit. hal. 19. 35

Ibid. hal. 19. 36

Ibid. hal. 19-21.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

19

2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang

Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977).

3. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi

Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).

4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi

Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS).

c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan

Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Penerima Pensiun, Veteran,

Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya.

2. Tujuan Asuransi

Tujuan perjanjian pertanggungan adalah untuk mengalihkan risiko

si tertanggung kepada si penanggung, yang berarti bahwa penanggung

berkewajiban untuk mengganti kerugian tertanggung bila terjadi

evenemen. Sebagai kontra prestasinya tertanggung harus membayar

uang premi kepada penanggung. Berapa jumlah uang premi yang

harus dibayar oleh tertanggung, penanggung harus memperhitungkan

berdasarkan statistik dan pengalaman yang cermat. Dengan

perhitungan jumlah uang premi yang tepat, maka perusahaan

pertanggungan tidak akan merugi dan dapat memelihara

perusahaannya dengan baik.37

Menurut Emmy Pangaribuan, pertanggungan itu mempunyai tujuan

mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak

dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko

untuk mengganti kerugian.38

37

H.M.N. Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 25. 38

Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1990. Op. Cit. hal. 5.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

20

Menurut Abdulkadir Muhammad ada beberapa tujuan asuransi,

yaitu39

:

1. Teori Pengalihan Risiko

Menurut teori pengalihan risiko “risk transfer theory”tujuan

perjanjian pertanggungan adalah untuk mengalihkan risiko si tertanggung

kepada si penanggung, yang berarti bahwa penanggung berkewajiban

untuk mengganti kerugian tertanggung bila terjadi evenemen. Sebagai

kontra prestasinya tertanggung harus membayar uang premi kepada

penanggung.

2. Pembayaran Ganti Rugi

Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian,

maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh

penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang

mengancam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan

baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa

tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika suatu ketika

sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko

berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan

akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya.

Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan

untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh

dideritanya.

39

Abdulkadir Muhammad. 2002. Op. Cit. hal. 12-15.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

21

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan

perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung

“voluntary insurance”. Akan tetapi, undang-undang mengatur asuransi

yang bersifat wajib “compulsory insurance”, artinya tertanggung terikat

dengan penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena

perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial “social security

insurance”. Tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk

undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan

mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.

4. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan

dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka

perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota

perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa

yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung),

perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota

(tertanggung) yang bersangkutan. Prof. Wirjono Prodjodikoro menyebut

asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan koperasi”. Asuransi ini

merupakan asuransi saling menanggung “onderlinge verzekering” atau

asuransi bersama “mutual insurance” yang bertujuan mewujudkan

kesejahteraan anggota.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

22

3. Jenis-Jenis Asuransi

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di dalam Pasal 247 ayat (1)

menyebutkan bahwa:

Pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai:

bahaya kebakaran;

bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum

dipaneni;

jiwa; satu atau beberapa orang;

bahaya laut dan pembudakan;

bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, di sungai-

sungai dan di perairan darat.

Jenis-jenis pertanggungan yang disebut dalam Pasal 247 ayat (1)

itu tidak tertutup, ternyata dari adanya kata “antara lain”. Ini berarti

bahwa pembentuk undang-undang masih membuka kesempatan bagi

jenis-jenis pertanggungan baru, yang timbul berdasar perkembangan

dunia perusahaan.40

Pembedaan asuransi atau pertanggungan berdasarkan ilmu

pengetahuan terdiri dari Pertanggungan Kerugian dan Pertanggungan

Sejumlah Uang. Cara untuk mengetahui apakah suatu pertanggungan itu

tergolong pertanggungan kerugian atau pertanggungan jumlah adalah dilihat

dari “prestasi penanggung”.

Dikatakan Pertanggungan Sejumlah Uang apabila penanggung

mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi memberikan sejumlah uang

yang telah ditentukan sebelumnya. Pada Pertanggungan Sejumlah Uang,

pemberian sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya itu bergantung

pada peristiwa yang pada umumnya tidak pasti akan terjadi, yang ada

hubungannya dengan hidup atau jiwa atau bahkan kesehatan seseorang.

Dengan demikian, tujuan dari Pertanggungan Sejumlah Uang ialah

40

H.M.N. Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 14.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

23

membayar sejumlah uang tertentu, tidak tergantung pada persoalan pada

apakah “evenemen” menimbulkan kerugian atau tidak. Santunan diberikan

kepada penikmat meskipun dia dengan matinya si badan tertanggung tidak

menderita kerugian suatu apapun. Prestasi penanggung di sini sama sekali

tidak bisa disebut memberi penggantian kerugian, sebagai yang disebut

dalam Pasal 246 KUHD.41

Dikatakan Pertanggungan Kerugian apabila penanggung

mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi dalam bentuk mengganti

rugi sepanjang ada kerugian. Dengan demikian, tujuan dari Pertanggungan

Kerugian ialah mengganti kerugian yang mungkin timbul pada harta

kekayaan tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung ingin mengamankan

kepentingan harta kekayaannya.42

Pertanggungan dapat juga dibedakan menurut kriteria “ada

tidaknya persesuaian kehendak” dari kedua belah pihak dalam

menutup pertanggungan itu. Apabila pertanggungan itu ditutup atas

dasar kehendak yang bebas dari kedua belah pihak maka kita

menghadapi pertanggungan sukarela atau “voluntary insurance”.

Biasanya “voluntary insurance” ini ditutup atas keinginan perorangan

sehingga disebut juga sebagai “voluntary private insurance”.

Sebaliknya bilamana pertanggungan itu ditutup oleh pihak

tertanggung karena diwajibkan oleh suatu peraturan (pihak

penanggung) maka pertanggungan demikian adalah termasuk

pertanggungan wajib atau “compulsary insurance”. Oleh karena

biasanya pertanggungan yang demikian ini adalah diwajibkan oleh

pemerintah kepada seluruh atau sebagian tertentu dari anggota

masyarakat untuk suatu tujuan memberikan perlindungan “sosial

security” maka pertanggungan ini dinamakan juga sebagai “social

insurance” atau “social goverment insurance”.43

41

Ibid. hal. 16. 42

Ibid. hal. 15 43

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya

(Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1990), hal. 40-41.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

24

Pertanggungan sukarela sebagian besar dikenal orang dalam dunia

pertanggungan sebagai usaha pertanggungan yang mengandung unsur

bisnis, karena pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan

pertanggungan dalam masyarakat. Hal itulah juga yang menyebabkan

bahwa biasanya pertanggungan itu disebut dengan nama “commercial

insurance”. Perusahaan-perusahaan pertanggungan yang

melaksanakan usahanya dengan tujuan memperoleh keuntungan dari

penutupan-penutupan pertanggungan melaksanakan usahanya itu

dengan pemasaran jasa dalam masyarakat, mencari langganan-

langganan yang rela menjadi tertanggung. Jadi kelihatan sifat

“commercial” atau sifat perdagangannya itu. Namun demikian,

“voluntary insurance” dalam menjalankan kegiatannya tidak semata-

mata hanya dalam usaha-usaha yang mencari keuntungan. “Voluntary

insurance” mungkin saja dilaksanakan oleh suatu perusahaan

pertanggungan dengan tujuan sekedar memberi perlindungan kepada

anggota-anggota masyarakat tertentu sebagai suatu kumpulan. Oleh

penulis David L. Bicklehaupt, voluntary insurance yang demikian ini

disebut dengan nama “cooperative insurance”.44

“Voluntary” atau “Commercial Insurance” dapat dibedakan atas

dua bagian besar menurut sifat obyek yang dipertanggungkan yaitu45

:

a. “Personal Insurance”

Pada umumnya memang yang dimaksud sebagai “personal

insurance” adalah yang menyangkut pemberian perlindungan kepada

seseorang atau keluarga berhubung timbulnya suatu kerugian, sehingga

mengakibatkan seseorang kehilangan kemampuan mencari nafkah atau

kehilangan sumber nafkah karena suatu peristiwa mati, cacat, sakit, usia

tua atau kehilangan pekerjaan. Oleh karena itulah bahwa pada pokoknya

personal insurance ini ditujukan pada pemberian perlindungan atas hidup

seseorang atau atas sakitnya seseorang sehingga terdapat “life

insurance” dan “health insurance”.

44

Ibid. hal. 41. 45

Ibid. hal. 42.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

25

b. “Property Insurance”

“Property Insurance”adalah pertanggungan yang ditutup atas

harta benda yang menjadi milik seseorang atau yang dipertanggungkan

adalah kerugian yang menimpa harta milik seseorang. Sehubungan

dengan kerugian yang menimpa harta benda mungkin saja seseorang itu

tidak hanya rugi karena miliknya ditimpa suatu peristiwa, melainkan juga

karena harta orang lain yang ditimpa kerugian sedangkan dia menurut

hukum bertanggung jawab atas keselamatan dari barang itu. Kerugian

seperti ini dapat dipertanggungkan dan masih tetap tergolong pada

“property insurance” dan disebut dengan “liability insurance”.

4. Syarat Sah Perjanjian Asuransi

Secara tegas dikatakan dalam Pasal 246 KUHD, bahwa asuransi

didasarkan atas suatu perjanjian dan perjanjian yang dimaksud adalah

perjanjian antara tertanggung dengan penanggung. Sehubungan dengan

asuransi sebagai perjanjian, maka perjanjian asuransi, sebagaimana

perjanjian pada umumnya, harus memenuhi syarat sahnya perjanjian

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Pasal 1320 KUH Perdata

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Perjanjian asuransi sebagai bentuk perjanjian khusus, mempunyai

syarat-syarat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

26

seperti yang tersebut dalam Pasal 251 KUHD mengenai kewajiban

pemberitahuan yang benar.46

Syarat perjanjian asuransi yang dikemukakan oleh Abdulkadir

Muhammad adalah47

:

1. Kesepakatan “Consensus”

Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi:

a. Benda yang menjadi objek asuransi;

b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi;

c. Evenemen dan ganti kerugian;

d. Syarat-syarat khusus asuransi;

e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis.

Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat

dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara

langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi

tanpa perantara. Dilakukan secara tidak langsung artinya kedua belah

pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui jasa perantara. Perantara

dalam KUHD disebut makelar sementara dalam Undang-Undang No. 2

Tahun 1992 disebut pialang.

2. Kewenangan “Authority”

Kedua pihak, tertanggung dan penanggung wenang melakukan

perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat

ada yang bersifat sebjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan

46

Abdulkadir Muhammad. Op. Cit. hal. 49. 47

Ibid. hal. 49-54.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

27

subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada

di bawah perwalian “trusteeship”, atau pemegang kuasa yang sah.

Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang

sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan

miliknya sendiri.

3. Objek Tertentu “Fixed Object”

Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang

diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang

melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia.

Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia

harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek

asuransi itu.

4. Kausa yang Halal “Legal Cause”

Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian itu tidak

dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum

dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

5. Pemberitahuan “Notification”

Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung

mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat

mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya

asuransi batal. Pasal 251 KUHD menyebutkan bahwa:

Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap

tidak memberitahukan hal-hal yang tidak diketahui oleh si

tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian

sifatnya, sehingga, seandainya si penanggung telah mengetahui

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

28

keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutp atau tidak

ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya

pertanggungan.

Kewajiaban pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah

diadakan asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek asuransi.

5. Prinsip-Prinsip Asuransi

Terkait dengan prinsip-prinsip asuransi terdapat asas-asas dan

ketentuan-ketentuan umum perjanjian asuransi. Untuk itu, penulis akan

mengklasifikasikan menjadi dua bagian, bagian pertama ialah asas dan

syarat yang berkaitan dengan terjadi dan sahnya perjanjian asuransi

sedangkan bagian kedua ialah syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan

perjanjian asuransi.

a. Asas dan syarat yang berkaitan dengan terjadinya dan sahnya perjanjian

asuransi

Secara umum, sahnya suatu perjanjian diatur dan harus

memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Pasal 1320 KUH

Perdata beserta pasal-pasal yang lain yaitu Pasal 1321-1329 KUH

Perdata.

Setiap perjanjian, termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi

syarat-syarat umum sebagai berikut48

:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

48

Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 97.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

29

Keempat hal tersebut di atas tidak boleh dilakukan karena

adanya kekhilafan, paksaan ataupun karena tipuan49

.

Sedangkan untuk syarat khusus bagi perjanjian asuransi harus

memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Buku I Bab IX KUHD ialah50

:

a. Asas indemnitas“principle of indemnity”.

b. Asas kepentingan “principle of insurable interest”.

c. Asas kejujuran yang sempurna “utmost good faith”.

d. Asas subrogasi pada penanggung.

Ad. a. Asas Indemnitas“Principle of Indemnity"

Perjanjian pertanggungan mempunyai tujuan untuk

mencegah tertanggung dari menderita kerugian atau supaya

risiko yang dihadapinya diperalihkan kepada si penanggung.

Di dalam penggantian kerugian itu dipakai suatu asas yaitu

asas perseimbangan, yaitu perseimbangan antara risiko yang

akan diperalihkan kepada penanggung dengan kerugian yang

di derita oleh tertanggung sebagai akibat suatu peristiwa yang

tidak dapat diharapkan akan terjadinya.51

Asas indemnitas ini merupakan ketentuan lebih lanjut

dari adanya kepentingan. Jadi harus ada hubungan

kesinambungan antara kepentingan dan asas indemnitas,

bahwa tertanggung benar-benar mempunyai kepentingan

terhadap kemungkinan menderita kerugian karena terjadinya

peristiwa yang tidak diharapkan.52

Masih terkait dengan asas indemnitas atau prinsip

keseimbangan, Pasal 252 KUHD menentukan bahwa:

Kecuali dal hal-hal yang disebutkan dalam ketentuan-

ketentuan undang-undang, maka tak bolehlah diadakan

suatu pertanggungan kedua, untuk jangka waktu yang sudah

49

Ibid. 50

Ibid. 51

Emmy Pangaribuan. 1990. Op. Cit. hal. 64. 52

Sri Rejeki Hartono.2001. Op. Cit. hal. 99.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

30

dipertanggungkan untuk harganya penuh, dan demikian itu

atas ancaman batalnya pertanggungan yang kedua tersebut.

Berdasarkan ketentuan di atas bahwa adalah batal

pertanggungan kedua atas suatu kepentingan yang telah

dipertanggungkan untuk nilai penuh pada saat di mana

pertanggungan kedua itu diadakan. Dengan tegas ketentuan

ini bertujuan untuk mencegah adanya penggantian kerugian

yang menjadi melebihi daripada kerugian yang diderita dan

mengharuskan adanya perseimbangan antara penggantian

kerugian dan nilai benda itu. Tetapi, di dalam Pasal 252

KUHD disebutkan pula tentang adanya perkecualian menurut

undang-undang yang terhadapnya dibolehkan adanya

pertanggungan yang rangkap itu.53

Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak,

pengecualian yang dimaksud oleh Pasal 252 KUHD adalah Pasal

277 KUHD. Pasal 277 KUHD menyebutkan:

Pasal 277 ayat (1) KUHD

Apabila berbagai penanggungan, dengan itikad baik,

telah diadakan mengenai satu-satunya barang, sedangkan

dalam pertanggungan yang pertama harga sepenuhnya telah

dipertanggungkan, maka hanya pertanggungan pertama itu

sajalah mengikat, sedangkan para penanggung yang

berikutnya dibebaskan.

Pasal 277 ayat (2) KUHD

Apabila dalam pertanggungan yang pertama itu tidak

dipertanggungkan harga sepenuhnya, maka para

penanggung yang berikut bertanggung jawab untuk harga

yang selebihnya, menurut tertib waktu ditutupnya

pertanggungan-pertanggungan yang berikut itu.

Ketentuan Pasal 277 KUHD ini adalah tepat sebagai

pengecualian Pasal 252 KUHD, karena beberapa

pertanggungan atas benda yang sama dengan kepentingan

yang sama dan untuk waktu yang sama dengan nilai penuh

daripada benda. Bagaimanapun juga larangan yang

disebutkan di dalam Pasal 252 KUHD itu harus pertama-tama

53

Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1990. Op. Cit. hal. 66.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

31

diartikan bahwa undang-undang melarang tertanggung untuk

memperoleh penggantian kerugian berlipat ganda “double”

atau yang lebih daripada yang diderita. Kemungkinan

tertanggung menerima ganti rugi berlipat ganda inilah yang

sebenarnya ingin dicegah oleh pembentuk undang-undang

dengan ketentuan Pasal 252 KUHD itu.54

Ad. b. Asas Kepentingan“Principle of Insurable Interest”

Batasan atau pengertian kepentingan di dalam perjanjian

asuransi atau pertanggungan dapat dimulai dari pengertian

yang tidak langsung sebagai berikut yaitu seseorang dapat

dianggap mempunyai kepentingan di dalam perjanjian

asuransi ialah apabila orang tersebut dapat atau mungkin

menderita kerugian yang bersifat kerugian ekonomi, sehingga

dengan demikian kepentingan dapat pula diartikan sebagai

keterlibatan kerugian keuangan karena suatu peristiwa yang

belum pasti.55

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, mengenai

kepentingan, mengaturnya dalam dua pasal yaitu Pasal 250 dan

Pasal 268 KUHD.

Pasal 250 KUHD

Apabila seorang yang telah mengadakan suatu

pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang, yang

untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat

diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu

kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu,

maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti

rugi.

Pasal 268 KUHD

Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan

yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh

54

Ibid. hal. 65-67. 55

Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 101.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

32

sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-

undang.

Jadi pada hakikatnya, setiap kepentingan itu dapat

diasuransikan/dipertanggungkan, baik kepentingan yang

bersifat kebendaan atau kepentingan yang bersifat hak,

sepanjang memenuhi syarat yang diminta oleh Pasal 268

KUHD tersebut di atas, yaitu bahwa kepentingan itu dapat

dinilai dengan uang, dapat diancam bahaya dan tidak

dikecualikan oleh undang-undang.56

Ketentuan lain yang masih berkaitan dengan asas

kepentingan antara lain:

1) Pertanggungan mengikuti kepentingan

Pada dasarnya tiap-tiap pertanggungan terdapat

adanya unsur kepentingan, jika kepentingan tidak ada,

maka penanggung tidak berkewajiban untuk mengganti

kerugian (Pasal 250 KUHD). Dari ketentuan ini maka

timbul asas pertanggungan mengikuti kepentingan, yang

berarti bila kepentingan yang dipertanggungkan itu pindah

kepada orang lain, maka mulai saat itu pertanggungan

berjalan untuk keuntungan orang yang berkepentingan

baru itu (Pasal 263 KUHD).57

2) Pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga

Pasal 264 KUHD berbunyi:

Suatu pertanggungan tidak saja dapat ditutup atas

tanggungan sendiri, tetapi juga dapat ditutup atas

tanggungan seorang ketiga, baik berdasarkan suatu kuasa

umum atau khusus, maupun di luar pengetahuan si yang

berkepentingan sekalipun, dan demikian itu

mengindahkan ketentuan-ketentuan yang berikut.

Ketentuan pasal di atas menunjukkan bahwa

perjanjian pertanggungan juga dapat dilakukan untuk

56

Ibid. hal. 101. 57

H.M.N Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 74.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

33

kepentingan pihak ketiga berdasarkan pemberian kuasa

ataupun di luar pengetahuan si yang berkepentingan.

Pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini tentunya

harus tunduk pada ketentuan yang lainnya, dalam hal ini harus

melihat ketentuan Pasal 265, 266 dan 267 KUHD. Pasal 265

KUHD pada intinya menekankan bahwa pertanggungan untuk

kepentingan pihak ketiga harus tegas dinyatakan dalam polis

apakah berdasarkan pemberian kuasa atau tanpa sepengetahuan

si yang berkepentingan. Pasal 266 KUHD berisi batalnya

pertanggungan pihak ketiga, yaitu apabila si yang

berkepentingan juga mempertanggungkan sebelum ia

mengetahui tentang pertanggungan yang ditutup di luar

pengetahuannya itu. Sementara itu, Pasal 267 KUHD

menjelaskan bahwa jika dalam polis tidak disebutkan atas

tanggungan pihak ketiga, maka dianggap bahwa si tertanggung

telah membuat pertanggungan untuk dirinya sendiri.

Ad. c. Asas Kejujuran yang Sempurna“Utmost Good Faith”

Untuk istilah kejujuran yang sempurna dalam perjanjian

asuransi, lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu itikad baik

yang sebaik-baiknya, “principle of utmost good faith atau

uberrimae fidei”.58

Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi

setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak

58

Sri Rejeki Hartono. 2001 Op. Cit. hal. 103.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

34

yang mengadakan perjanjian. Tidak dipenuhinya asas ini

pada saat akan menutup suatu perjanjian akan menyebabkan

adanya cacat kehendak, sebagaimana makna dari keseluruhan

ketentuan-ketentuan dasar yang diatur oleh Pasal-Pasal 1320-

1329 KUH Perdata. Bagaimanapun juga itikad baik

merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang melandasi

setiap perjanjian dan hukum pada dasarnya juga tidak

melindungi pihak yang beritikad buruk.59

Meskipun secara umum itikad baik sudah diatur

sebagaimana ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata, khusus

untuk perjanjian asuransi, masih dibutuhkan penekanan atas itikad

baik sebagaimana diminta oleh Pasal 251 KUHD.60

Pasal 251 KUHD

Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun

setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si

tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang

demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah

mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak

akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama,

mengakibatkan batalnya pertanggungan.

Secara umum, itikad baik yang sempurna dapat diartikan

bahwa masing-masing pihak dalam suatu perjanjian yang

akan disepakati, menurut hukum mempunyai kewajiban

untuk memberikan keterangan atau informasi yang

selengkap-lengkapnya, yang akan dapat mempengaruhi

keputusan pihak yang lain untuk memasuki perjanjian atau

tidak, baik keterangan yang demikian itu diminta atau tidak.

Jadi sebenarnya, secara adil kewajiban memberikan

keterangan dan informasi sebagai pencerminan itikad baik

yang sempurna itu harus dipenuhi kedua belah pihak, baik

pihak I/Penanggung/Perusahaan Asuransi maupun Pihak

II/Tertanggung/Pengambil Asuransi mempunyai beban

kewajiban sama dan seimbang.61

Pasal 251 KUHD secara sepihak hanya memberikan

kewajiban untuk memberikan keterangan dan informasi yang

59

Ibid. hal. 103. 60

Ibid. hal. 103. 61

Ibid. hal. 104.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

35

benar kepada pihak II yaitu tertanggung atau pengambil

asuransi saja. Sedangkan pihak I/Penanggung sebaliknya

mendapat perlindungan terhadap pelanggaran asas itikad baik

yang sempurna dari tertanggung.62

Ad. d. Asas Subrogasi pada Penanggung

Asas subrogasi diatur secara tegas dalam Pasal 284

KUHD, yaitu:

Seorang penanggung yang telah membayar kerugian

sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si

tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap

orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian

tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab

untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si

penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.

Asas subrogasi bagi penanggung, seperti diatur pada

Pasal 284 KUHD tersebut di atas adalah suatu asas yang

merupakan konsekuensi logis dari asas indemnitas.63

Mengingat tujuan perjanjian asuransi itu adalah untuk

memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung,

karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak

diharapkan menjadi diuntungkan. Artinya tertanggung di

samping sudah mendapat ganti kerugian dari penanggung

masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga

(meskipun ada alasan untuk itu).64

Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan

undang-undang.65

Dengan subrogasi ini penanggung yang telah

membayar ganti kerugian kepada tertanggung berdasarkan

perjanjian pertanggungan, dapat menuntut ganti kerugian itu

kepada orang yang oleh tertanggung dapat dituntut bertanggung

62

Ibid. hal. 104. 63

Ibid. hal. 107. 64

Ibid. hal. 107. 65

Ibid. hal. 107.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

36

jawab atas kerugian yang diderita dan yang tuntutannya ini sudah

dilepaskannya karena ia telah menuntut dari penanggung.66

Oleh

karena itu, asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila

memenuhi dua syarat berikut67

:

1. Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap

penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.

2. Hak tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian.

Permasalahan lain terkait dengan asas subrogasi adalah

apabila perjanjian pertanggungan tersebut ditutup dengan

pertanggungan dengan nilai sebagian. Artinya tertanggung hanya

mempertanggungkan sebagian saja dari kepentingannya dan

kerugian yang diderita oleh tertanggung tersebut tidak semuanya

diganti oleh penanggung.

Apabila ketentuan di atas mutlak diterapkan pada

keadaan bahwa semua hak-hak dari tertanggung terhadap

orang lain itu, diperalihkan kepada penanggung walaupun

penanggung hanya membayar kerugian sebagian saja, maka

secara logis tidak dapat diterima. Dengan demikian,

penanggung menjadi dapat menuntut lebih dari orang yang

bersalah itu daripada apa yang telah dibayarkannya kepada

tertanggung. Maka setelah melihat adanya kemungkinan yang

tidak baik di atas, tidaklah ada jalan lain yang lebih adil lagi

untuk menerapkan subrogasi itu terbatas, yang berarti kalau

penggantian kerugian itu hanya untuk sebagian saja dibayar

oleh penanggung, maka hanyalah dapat disubrogasikan untuk

sejumlah kerugian yang telah dibayarnya itu dan hak-hak

selebihnya tertanggung terhadap orang-orang yang bersalah

itu masih tetap dipegang tertanggung sendiri.68

66 Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1990. Op. Cit. hal. 75. 67

Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 107. 68

Emmy Pangaribuan Simanjuntak.1990. Op. Cit. hal. 76.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

37

Subrogasi tidak hanya dikenal dalam hukum

pertanggungan. Di dalam hukum perdata juga terdapat ketentuan-

ketentuan mengenai subrogasi yaitu dalam Pasal-Pasal 1400,

1401 dan 1403 KUH Perdata.

Pasal 1400 KUH Perdata

Subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang oleh

seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang

itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-

undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 284 KUHD dan 1400 KUH

Perdata yang sama-sama mengatur mengenai subrogasi, dapat

dilihat bahwa terdapat perbedaan diantara kedua ketentuan

tersebut. Pada Pasal 1400 KUH Perdata bahwa hak subrogasi

berada pada pihak ketiga (setelah ia membayar), sedang

dalam pertanggungan subrogasi itu ada pada tangan

penanggung yang menjadi pihak lawan dari tertanggung di

dalam perjanjian pertanggungan itu, jadi bukan pada pihak

ketiga. Tehadap pihak ketigalah penanggung dapat

melaksanakan hak subrogasinya.69

b. Syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian asuransi

Syarat-syarat agar penanggung bersedia memenuhi tanggung

jawabnya dengan melaksanakan prestasinya adalah sebagai berikut70

:

1. Adanya peristiwa yang tidak tertentu.

2. Hubungan sebab akibat.

3. Apakah ada yang memberatkan risiko.

4. Apakah ada cacat atau kebusukan atau sifat kodrat dari barang.

69

Ibid. hal.77. 70

Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 108.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

38

5. Kesalahan tertanggung.

6. Nilai yang diasuransikan.

Ad. 1. Adanya Peristiwa yang Tidak Tentu

Peristiwa tidak tentu merupakan suatu peristiwa yang

menurut pengalaman manusia normaliter tidak dapat

diharapkan akan terjadinya. Di samping itu, peristiwa

tersebut secara subjektif sama sekali tidak dapat dipastikan

apakah terjadi atau tidak.71

Kerugian yang timbul di dalam pertanggungan itu

haruslah kerugian yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa

yang tidak tertentu (peristiwa yang tidak pasti terjadi).

Apabila seorang tertanggung menuntut dari penanggung

penggantian kerugian, maka supaya ia dapat menerima ganti

kerugian itu, haruslah kerugian yang ditimbulkan suatu

peristiwa tidak tertentu itu.72

Beberapa pasal dalam KUHD menyebutkan sejumlah

bahaya-bahaya. Pasal 290 KUHD misalnya, menyebutkan

mengenai pertanggungan kebakaran dan Pasal 637 KUHD

untuk bahaya pertanggungan laut. Penyebutan peristiwa tidak

tentu yang disebutkan di dalam beberapa pasal di dalam

KUHD pada asasnya adalah bukan limitatif melainkan

numerik. Artinya di luar peristiwa yang disebutkan itu masih

dimungkinkan mengadakan pertanggungan atas peristiwa-

peristiwa lainnya.73

Ad. 2. Hubungan Sebab Akibat

Hubungan sebab akibat dalam asuransi adalah

penanggung hanya wajib membayar ganti rugi, apabila

kerugian atau kerusakan itu disebabkan oleh peristiwa yang

telah diperjanjikan. Jadi kerugian itu adalah sebagai akibat

dari suatu peristiwa yang tidak tertentu yang telah

diperjanjikan.74

Dalam hukum asuransi, dikenal beberapa teori yang

terkait dengan hubungan sebab akibat, yaitu:

71

Ibid. hal.109. 72 Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1990. Op. Cit. hal. 51. 73

Ibid. hal. 52. 74

Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 112.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

39

1) Teori Causa Proxima (penyebab yang terdekat)

Teori ini berpijak pada adagium “causa proxima non

remota spectatur”, yang berarti bahwa penyebab yang

paling dekat, paling akhir dengan kerugian yang dipakai

sebagai faktor penentu untuk dipertimbangkan dan bukan

penyebab terjauh.75

Menurut P.L Wery, teori ini mengandung kelemahan

karena di dalam beberapa kasus dapat menghilangkan

fakta yang terjadi dan dapat meniadakan tanggung jawab.

Misalnya fakta yang berkaitan dengan kesalahan sendiri

atau kekurang hati-hatian dari tertanggung sendiri.76

2) Teori Conditio Sine Qua Non (syarat yang tidak dapat

dihindari)

Menurut teori ini bahwa setiap fakta atau peristiwa

merupakan suatu hal yang tidak dapat ditiadakan, tanpa

meniadakan kerugian itu sendiri, sehingga dengan

demikian dapat dikatakan bahwa tanpa kenyataan/fakta

termaksud, kerugian tidak akan terjadi. Jadi bahwa setiap

kenyataan yang terjadi merupakan penyebab dalam arti

yuridis.77

Teori ini mengandung kelemahan, karena melibatkan

setiap fakta/kenyataan yang terjauh sekalipun sebagai

penyebab. Secara yuridis, penentuan fakta sebagai faktor

penyebab haruslah sesuatu yang bersifat normatif, yang

ternyata sangat sulit andaikata sampai mundur pada suatu

sebab yang terjauh.78

3) Teori Adequat

Menurut teori ini suatu peristiwa adalah penyebab

kerugian apabila terdapat hubungan yang wajar/pantas

dengan kerugian, yaitu merupakan suatu akibat yang

pantas dan patut diduga berdasarkan peraturan atau

pengalaman yang ada atau berdasarkan kepantasan.

Pendapat ini juga menimbulkan berbagai kesulitan untuk

menentukan suatu peralihan di antara rentetan fakta yang

75

Ibid. hal. 113. 76

Ibid. hal. 113. 77

Ibid. hal. 114. 78

Ibid. hal. 114.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

40

terjadi. Apabila rentetan fakta yang pantas adalah yang

paling jauh maka dapat berkembang sebagai teori sebab

yang terjauh atau “causa remota”.79

4) Teori Pembebasan

Teori ini menekankan sifat yang normatif dari

hubungan sebab akibat yang bersifat yuridis, artinya di

antara peristiwa-peristiwa dan kerugian harus ada/terdapat

suatu hubungan yang sedemikian rupa, sehingga sesuatu

kerugian menurut keadilan adalah sebagai akibat dari

suatu peristiwa yang dapat dibebankan kepada seseorang

yang bertanggung jawab. 80

Ad. 3. Apakah Ada yang Memberatkan Risiko

Pada hakikatnya, setiap perjanjian harus dilaksanakan

atas adanya itikad baik, demikian pula dengan perjanjian

asuransi. Kelalaian dari pihak tertanggung, dapat

mengakibatkan penanggung merasa tidak bertanggung jawab

untuk membayar ganti kerugian dengan alasan karena

kesalahan sendiri dari pihak tertanggung. Jadi sesuai dengan

ketentuan Pasal 251 KUHD, tertanggung tetap dalam

kewajiban sebagai “bapak yang baik” bagi benda/obyek

pertanggungan, supaya obyek tetap dalam konsidi yang

aman. Pengertian ini mencakup hal-hal bahwa ia tidak

diperkenankan melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

memberatkan risiko yang sudah dialihkan kepada

penanggung berdasarkan perjanjian asuransi.81

Akibat lebih lanjut dari terdapatnya keadaan yang

memberatkan risiko adalah tidak dibayarnya ganti kerugian

sama sekali oleh penanggung, meskipun tertanggung benar-

benar secara nyata memang menderita kerugian. Oleh karena

itu, tertanggung mempunyai kewajiban sedemikian rupa,

bahwa agar dengan sungguh-sungguh telah berusaha

mencegah atau paling tidak mengurangi risiko yang mungkin

terjadi.82

79

Ibid. hal. 114. 80

Ibid. hal. 115. 81

Ibid. hal. 115. 82

Ibid. hal. 116.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

41

Ad. 4. Apakah Ada Cacat atau Kebusukan atau Sifat Kodrat dari Barang

Terkait cacat atau kebusukan dari obyek pertanggungan

dapat kita lihat dalam Pasal 249 KUHD, yaitu:

Terhadap kerugian atau kehilangan yang langsung timbul

karena suatu cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan

kodrat dari barang-barang yang dipertanggungkan sendiri,

penanggung tidak pernah berkewajiban mengganti kecuali

bilamana dengan tegas dipertanggungkan terhadap itu.

Pasal ini bermaksud memberikan perlindungan kepada

penanggung terhadap bahaya-bahaya yang tidak datang dari

luar, tetapi berasal dari sifat-sifat yang secara alamiah

terkandung pada benda obyek asuransi/pertanggungan.

Ketentuan umum semacam ini, berlaku bagi semua jenis

asuransi, kecuali asuransi yang tidak mempunyai obyek

bahaya, misalnya asuransi kebakaran tidak menanggung

kerugian atas kerusakan pada barang-barang yang disebabkan

sifat kodrat dari barang-barang itu sendiri.83

Pada dasarnya kepada para pihak masih mempunyai

kebebasan untuk mengatur sendiri sesuai dengan

kebutuhannya. Dalam hal ini dengan tegas dapat

diperjanjikan bahwa kerugian yang disebabkan atau

ditimbulkan karena adanya cacat atau kebusukan sendiri atau

karena sifat dan kodrat dari barang yang bersangkutan, masih

tetap dapat dipertanggungkan atau diasuransikan. Oleh

penanggung ketentuan tersebut lazim dicantumkan sebagai

pengecualian tertentu atas tanggung jawab penanggung.84

Ad. 5. Kesalahan Tertanggung

Pada dasarnya batasan kesalahan tertanggung meliputi

cakupan yang relatif luas, karena dapat meliputi

kemungkinan kekurangan sendiri dan atau kesalahan sendiri.

Apabila terdapat kekurangan sendiri yang disebabkan karena

kelalaian (karena kurang hati-hati atau lengah atau tidak

seksama), dan atau kesalahan sendiri dari pihak tertanggung,

maka penanggung dapat dibebaskan dari kewajiban

membayar ganti kerugian tetapi tetap masih berhak atas

premi yang telah ia terima.85

83

Ibid. hal. 117. 84

Ibid. hal. 117. 85

Ibid. hal. 118.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

42

Pasal 276 KUHD menyebutkan bahwa:

Tiada kerugian atau kerusakan yang disebabkan karena

kesalahan si tertanggung sendiri harus ditanggung oleh si

penanggung. Bahkan berhaklah si penanggung itu memiliki

premi ataupun menuntutnya, apabila ia sudah mulai

memikul sesuatu bahaya.

Ad. 6. Nilai yang Diasuransikan

Sehubungan dengan adanya asas indemnitas atau

perseimbangan dalam asuransi, maka penanggung pada

hakikatnya hanya dapat mengikat dirinya tidak lebih dari

nilai riil yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan,

atau dengan perkataan lain, bahwa penanggung tidak dapat

mengikat dirinya lebih besar dari nilai kepentingan yang

sudah dinyatakan dengan uang. Disamping itu, penanggung

tidak boleh memberikan ganti rugi lebih dari nilai yang dapat

diasuransikan, apalagi tertangggung menjadi memperoleh

posisi ekonomi yang jelas lebih menguntungkan.86

Sehubungan dengan nilai yang dapat diasuransikan,

maka dapat dibedakan empat kemungkinan keadaan sebagai

berikut87

:

1) asuransi dengan nilai penuh

2) asuransi di atas harga/asuransi lebih

3) asuransi di bawah harga

4) asuransi ganda.

6. Polis

Undang-undang menentukan bahwa perjanjian asuransi harus

ditutup dengan suatu akta. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 255

KUHD yang menyebutkan bahwa:

86

Ibid. hal. 119. 87

Ibid. hal. 119-120.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

43

Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta

yang dinamakan polis.

Namun demikian, ketentuan Pasal 257 ayat (1) KUHD

menyebutkan bahwa:

Perjanjian pertangggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup;

hak-hak dan kewajiaban-kewajiban bertimbal balik dari si

penanggung dan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu,

bahkan sebelum polisnya ditandatangani.

Berdasarkan dua ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

polis bukan merupakan syarat adanya perjanjian pertanggungan, tetapi

hanya sebagai alat bukti adanya perjanjian pertanggungan, karena perjanjian

pertanggungan bersifat konsensuil dan sudah terjadi pada saat perjanjian

ditutup sebelum polis ditandatangani.

Pasal 258 KUHD menyebutkan bahwa:

Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut, diperlukan

pembuktian dengan tulisan; namun demikian bolehlah lain-lain alat

pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah ada suatu permulaan

pembuktian dengan tulisan.

Namun demikian bolehlah ketetapan-ketetapan dan syarat-syarat

khusus, apabila tentang itu timbul suatu perselisihan, dalam jangka

waktu antara penutupan perjanjian dan penyerahan polisnya,

dibuktikan dengan segala alat bukti; tetapi dengan pengertian bahwa

segala hal yang dalam beberapa macam pertanggungan oleh

ketentuan-ketentuan undang-undang, atas ancaman-ancaman batal,

diharuskan penyebutannya dengan tegas dalam polis, harus dibuktikan

dengan tulisan.

Polis sebagai suatu akta yang formalitasnya diatur di dalam

undang-undang, mempunyai arti yang sangat penting pada perjanjian

asuransi, baik pada tahap awal, selama perjanjian berlaku dan dalam

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

44

masa pelaksanaan perjanjian. Jadi polis tetap mempunyai arti yang

sangat penting di dalam perjanjian asuransi.88

Undang-undang menentukan bahwa polis dibuat dan

ditandatangani oleh penanggung sebagaimana diatur pada Pasal 256 ayat (2)

KUHD yaitu polis tersebut harus ditandatangani oleh tiap-tiap penanggung.

Polis yang telah ditandantangani penanggung harus diserahkan

kepada tertangggung sesuai dengan ketentuan Pasal 259 dan 260 KUHD.

Tenggang waktu penyerahan polis dari penanggung kepada tertanggung

adalah 24 jam. Apabila dengan perantara makelar harus diserahkan paling

lambat dalam waktu 8 hari.

Pasal 259 KUHD

Apabila suatu pertanggungan ditutup langsung antara si

tertanggung, atau seorang yang telah diperintahnya untuk itu atau

mempunyai kekuasaan untuk itu dan si penanggung maka haruslah

polisnya dalam waktu 24 jam setelah dimintanya ditandatangani oleh

pihak yang terakhir ini, kecuali apabila dalam ketentuan-ketentuan

undang-undang dalam suatu hal tertentu, ditetapkan suatu jangka

waktu yang lebih lama.

Pasal 260 KUHD

Apabila pertanggungan ditutup dengan perantaraan seorang

makelar, maka polis yang telah ditandatangani harus diserahkan di

dalam waktu delapan hari setelah ditutupnya perjanjian.

Undang-undang menentukan bahwa untuk setiap polis harus

memenuhi syarat-syarat minimal sebagaimana diatur oleh Pasal 256

KUHD sebagai syarat-syarat umum. Disamping syarat-syarat umum

setiap jenis polis sesuai dengan jenis asuransi masih harus ditambah

dengan syarat-syarat khusus pula.89

88

Ibid. hal. 124. 89

Ibid. hal. 125.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

45

Pasal 256 ayat (1) KUHD menyebutkan:

Setiap polis, kecuali yang mengenai suatu pertanggungan jiwa,

harus menyatakan:

1. Hari ditutupnya pertanggungan;

2. Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri

atau atas tanggungan seorang ketiga;

3. Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang

dipertanggungkan;

4. Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan;

5. Bahaya-bahaya yang ditanggungkan oleh si penanggung;

6. Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si

penanggung dan saat berakhirnya itu;

7. Premi pertanggungan tersebut, dan

8. Pada umumnya, semua keadaan yang kiranya penting bagi si

penanggung untuk diketahuinya, dan segala syarat-syarat yang

diperjanjikan antara para pihak.

7. Premi

Pada definisi asuransi/pertanggungan disebutkan tentang “premi”

sebagai suatu prestasi dari pihak tertanggung kepada penanggung.

Premi ini biasanya ditentukan dalam suatu persentase dari jumlah

yang dipertanggungkan, di mana tercermin penilaian risiko dari

penanggung. Perusahaan pertanggungan akan menentukan besarnya

premi itu dengan pertimbangan-pertimbangan yang dihubungkan

dengan jumlah yang dipertanggungkan. Biasanya premi ini dipenuhi

oleh tertanggung lebih dulu. Kalau pertanggungan ini adalah untuk

jangka waktu lama, maka diadakanlah pembayaran premi yang

periodik.90

Apabila premi tidak dibayar pada waktunya maka penanggung

dapat meminta pemecahan dari perjanjian pertanggungan itu seperti

yang ditentukan oleh Pasal 1266 KUH Perdata. Akan tetapi, di dalam

praktik selalu diusahakan jangan sampai pemecahan perjanjian itu

dilakukan berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, karena jika

mendasarkan pada Pasal 1266 KUH Perdata, setiap kali ada kelalaian

pembayaran premi dari pihak-pihak tertanggung yang mungkin saja

sering terjadi, setiap kali itu pulalah penanggung harus menghadap di

muka hakim. Untuk mencegah itu, maka dalam praktik dipakailah

suatu klausula yang disebut “polis klausula” yang berisikan bahwa

pertanggungan itu tidak akan berjalan apabila premi tidak dibayar

pada waktunya.91

90

Emmy Pangaribuan Simanjuntak.1990. Op. Cit. hal. 41. 91

Ibid. hal. 41.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

46

Fungsi dari premi itu merupakan harga pembelian dari tanggunagn

yang wajib diberikan oleh penanggung atau sebagai imbalan dari risiko

yang diperalihkan kepada penanggung, yang termasuk di dalamnya ialah92

:

1. Banyaknya kerugian yang mungkin akan diderita itu, yang kebanyakan

dipastikan di dalam suatu persentase dari jumlah pertanggungan.

2. Sejumlah uang sebagai penggantian dari ongkos-ongkos perusahaan dari

penanggung.

3. Provisie untuk orang perantara misalnya makelar dan juga untung bagi

penanggung serta suatu jumlah cadangan.

Premi yang telah dibayar oleh tertanggung kepada penanggung

dapat dituntut pengembaliannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk

sebagian jika asuransi gugur atau batal, sedangkan tertanggung telah

bertindak dengan itikad baik “in good faith”. Premi yang harus dibayar

kembali oleh penanggung itu disebut “premi restorno”.

Istilah “restorno” atau “ristorno” berasal dari bahasa Italia yang

artinya kembali. Jadi premi restorno artinya pengembalian uang

premi. Premi restorno adalah pembayaran kembali uang premi,

karena batalnya atau gugurnya perjanjian pertanggungan. Menurut

Pasal 1359 KUH Perdata, bila suatu perjanjian pertanggungan batal,

maka uang premi tidak perlu dibayar atau kalau sudah terlanjur

dibayar, dapat diminta kembali. Peraturan dalam hukum perdata

umum tersebut akan menyulitkan penanggung, karena tertanggung

dengan itikad jahatnya dapat menipu penanggung untuk

merugikannya. Kalau hal tersebut ketahuan, maka perjanjian

pertanggungan menjadi batal dan kalau batal maka segala hal harus

dipulihkan sebagai semula, sedangkan apabila itikad jahat itu tidak

ketahuan maka penanggung dapat dirugikan.93

92

Ibid. hal. 41-42. 93

H.M.N. Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 100.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

47

Pengaturan dalam hukum perdata, apabila dihubungkan dengan

pertanggungan, ternyata bahwa aturan yang demikian itu tidak dapat

diterima dalam hukum pertanggungan, sebab akan menghadapkan

penanggung dalam risiko yang sangat besar. Hal tersebut akan

memungkinkan seorang tertanggung dengan daya upayanya

sedemikian rupa tanpa akan dihukum untuk memperoleh suatu

kesempatan membawa penanggung itu dalam suatu keadaan yang

menyebabkan tidak sahnya perjanjian pertanggungan itu. Penanggung

mungkin tidak akan dapat mengajukan pembuktian.94

Undang-undang mengatur tentang premi restoro yakni dalam Pasal

281 KUHD, yang menyebutkan bahwa:

Dalam segala hal dimana perjanjian pertanggungan itu untuk

seluruhnya atau sebagian gugur atau menjadi batal, sedangkan si

tertanggung telah beritikad baik, maka si penanggung diwajibkan

mengembalikan preminya untuk seluruhnya, ataupun untuk sebagian

yang sedemikian untuk mana ia tidak telah menghadapi bahaya.

B. ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR

1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Kendaraan Bermotor

Menurut Bab I Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 Tentang Lalu Llintas dan Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan

kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan

mekanik berupa bensin selain yang berjalan di atas rel.

Pengertian dari pertanggungan kendaraan bermotor menurut Emmy

Pangaribuan Simanjuntak adalah pertanggungan yang menutup semua

bahaya-bahaya yang dapat menimbulkan kerugian bagi seseorang

sebagai pemilik mobil, pemeliharaan mobil dan kerugian-kerugian

yang timbul karena pemakaian mobil itu sendiri. Biasanya kerugian-

kerugian yang timbul karena bahaya-bahaya atas mobil itu dapat

ditutup masing-masing dalam satu pertanggungan atas satu polis, atau

beberapa polis menanggung tiap-tiap peristiwa dalam satu perjanjian

dengan suatu polis umum atau yang luas “comprehensive”yang

menggabungkan beberapa pertanggungan.95

94

Emmy Pangaribuan Simanjuntak.1990. Op. Cit. hal. 78. 95

Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1990. Op. Cit. hal. 93.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

48

Dalam pertanggungan kendaraan bermotor ini kerugian yang dapat

dipertanggungkan dapat dibedakan atas96

:

a. Kerugian yang diderita oleh orang lain, misalnya:

- Kerugian karena luka-luka badan pada orang lain dan ini menjadi

tanggung jawab pemilik mobil.

- Kerugian membayar semua biaya pengobatan dari orang yang luka.

- Kerugian atas harta kekayaan orang lain dan ini menjadi tanggung

jawab pemilik mobil/kendaraan.

b. Kerugian atau kerusakan mobil/kendaraan sendiri:

- Kerugian karena tabrakan.

- Kerugian karena kebakaran, kilat atau halilintar dan pengangkutan.

- Karena pencurian

- Karena banjir dan gempa bumi.

Tidak seperti asuransi kebakaran yang mendapat pengaturan

khusus dalam KUHD, asuransi kendaraan bermotor adalah asuransi

kerugian yang tidak mendapat pengaturan khusus dalam KUHD. Karena

tidak mendapat pengaturan khusus, maka semua ketentuan umum asuransi

kerugian dalam KUHD berlaku terhadap asuransi kendaraan bermotor.

Disamping ketentuan umum mengenai asuransi kerugian, kesepakatan bebas

yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis, menjadi

dasar hubungan asuransi kendaraan bermotor antara tertanggung dan

penanggung. Polis ditandatangani oleh penanggung dan menjadi alat bukti

96

Ibid. hal. 94.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

49

tertulis bagi kedua pihak untuk memenuhi kewajiban dan memperoleh hak

secara timbal balik.

2. Tujuan Asuransi Kendaraan Bermotor

Sejalan dengan tingginya mobilitas masyarakat dalam melakukan

kegiatannya, maka masyarakat dituntut untuk bergerak serba cepat. Dalam

rangka memenuhi kebutuhan mobilitasnya, masyarakat sangat

membutuhkan alat transportasi. Kebutuhan masayarakat akan alat

transportasi terutama kendaraan bermotor menjadi semakin tinggi.

Permintaan yang tinggi akan kendaraan bermotor mengakibatkan tingginya

jumlah kendaraan bermotor yang beredar di masyarakat. Jalanan menjadi

dipenuhi kendaraan bermotor sehingga menyebabkan kemacetan,

kecelakaan dan maraknya tindak kriminalitas.

Pemilik kendaraan bermotor tidak menginginkan sesuatu hal yang

buruk menimpa kendaraannya, seperti kerusakan ataupun hilang. Pemilik

kendaraan berusaha untuk menghindari kerugian dari peristiwa-peristiwa

yang tidak tentu. Cara yang dapat ditempuh untuk menghindari risko

tersebut adalah mengadakan perjanjian asuransi dengan perusahaan

asuransi.

Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian yang

bermotif ekonomis, artinya tertanggung menyadari betul bahwa

ancaman bahaya terhadap jiwa raganya. Apabila bahaya itu menimpa

harta benda miliknya atau jiwa raganya, maka tertanggung akan

menderita rugi atau menderita jiwa raganya. Untuk mengurangi atau

menghilangkan beban tersebut, tertanggung berusaha mencari jalan

apabila ada pihak lain yang ingin mengambil oper beban ancaman

bahaya itu dan ia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut

premi. Adanya perjanjian pertanggungan yang didasarkan pada motif

ekonomis tersebut, bertujuan untuk memperalihkan risiko dari

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

50

tertanggung kepada penanggung dengan imbalan bahwa penanggung

menerima sejumlah uang sebagai premi dari tertanggung.97

Sebagaimana tujuan asuransi pada umumnya, yaitu mengalihkan

risiko yang mungkin diderita oleh tertanggung kepada penanggung, maka

hal tersebut pun terjadi pada asuransi kendaraan bermotor. Pada asuransi

kendaraan bermotor, tertanggung mengalihkan risikonya kepada pihak

penanggung. Manakala terjadi evenemen atas mana dilakukan

pertanggungan, maka tertanggung berhak meminta ganti kerugian kepada

pihak penanggung. Dengan demikian, asuransi kendaraan bermotor

bertujuan untuk menjamin kerugian atau kerusakan pada harta benda dan

atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan

oleh peristiwa yang tidak pasti atas mana dilakukan pertanggungan, yang

biasanya berupa tabrakan, benturan, terperosok, pencurian dan kebakaran.

Tujuan pertanggungan kendaraan bermotor menurut Emmy

Pangaribuan adalah untuk menutup semua bahaya-bahaya yang dapat

menimbulkan kerugian bagi seseorang sebagai pemilik mobil,

pemeliharaan mobil dan kerugian-kerugian yang timbul karena

pemakaian mobil itu sendiri.98

3. Polis Asuransi Kendaraan Bermotor

Polis asuransi kendaraan bermotor selain harus memenuhi syarat-

syarat umum Pasal 256 KUHD, juga harus memuat syarat-syarat khusus

yang hanya berlaku bagi asuransi kendaraan bermotor. Dengan demikian

syarat umum dan syarat khusus yang harus ada dalam polis asuransi

kendaraan bermotor yaitu99

:

97 Abdulkadir Muhammad. 1994. Op. Cit. hal. 23. 98

Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1990. Op. Cit. hal. 93. 99

Abdulkadir Muhammad. 2002. Op. Cit. hal. 181.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

51

1. Hari dan tanggal kapan serta tempat dimana asuransi kendaraan bermotor

diadakan.

2. Nama tertanggung yang mengasuransikan kendaraan bermotor untuk diri

sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga.

3. Keterangan yang cukup jelas mengenai kendaraan bermotor yang

diasuransikan terhadap bahaya (risiko) yang ditanggung.

4. Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya (risiko) yang ditanggung.

5. Waktu asuransi kendaraan bermotor mulai berjalan dan berakhir yang

menjadi tanggungan penanggung.

6. Premi asuransi kendaraan bermotor yang dibayar oleh tertanggung.

7. Janji-janji khusus yang diadakan antara tertanggung dan penanggung.

Dalam polis standar asuransi kendaraan bermotor selain ketentuan

mengenai risiko yang ditanggung dan risiko yang tidak ditanggung, dimuat

juga syarat-syarat khusus tersebut adalah sebagai berikut100

:

1. Wilayah negara berlakunya asuransi kendaraan bermotor.

2. Pembayaran premi.

3. Pemberitahuan kecelakaan, tindakan pencegahan, tuntutan dari pihak

ketiga, tuntutan pidana terhadap tertanggung.

4. Kerugian, ganti kerugian, asuransi rangkap, laporan tidak benar,

subrogasi Pasal 284 KUHD dan hilangnya hak ganti kerugian.

5. Perselisihan dan arbitrase.

6. Berakhirnya asuransi kendaraan bermotor.

100

Ibid. hal. 181-182.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

52

C. PT. ASURANSI UMUM BUMIPUTERA MUDA 1967

PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 (selanjutnya disebut

BUMIDA) didirikan atas ide pengurus AJB Bumiputera 1912 sebagai induk

perusahaan yang diwakili oleh Drs. H.I.K Suprakto dan Mohammad S.

Hasyim, MA sesuai dengan akte No. 7 tanggal 8 Desember 1967 dari Notaris

Raden Soerjono Wongsowidjojo, SH yang berkedudukan di Jakarta dan

diumumkan dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 15 tanggal

20 Februari 1970.101

Bumida memperoleh ijin operasional dari Direktorat Lembaga

Keuangan, Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri, Departemen Keuangan

Republik Indonesia No. KEP. 350/DJM/111.3/7/1973 tanggal 24 Juli 1973102

.

Sebagai suatu perusahaan asuransi yang besar, Bumida mempunyai

visi dan misi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Visi Bumida yaitu

Menjadi Asuransi Umum yang memberikan nilai lebih bagi “stakeholder”.

Sementara Misinya yaitu menghasilkan bisnis dengan kualitas: menciptakan

SDM yang unggul; mengintegrasikan sistem dan teknologi informasi;

melakukan inovasi terus-menerus; mengembangkan jaringan layanan yang

luas; mengoptimalkan BUMIPUTERA group103

.

Produk-produk asuransi yang dikeluarkan oleh PT. Asuransi Umum

Bumiputera Muda bermacam-macam, yaitu104

:

101

NN. 2011. Sejarah (Online), (www.bumida.co.id, diakses 10 Agustus 2011) 102

Ibid. 103

NN. 2011. Visi Misi Budaya (Online), (www.bumida.co.id, diakses 10 Agustus

2011) 104

NN. 2011. Produk (Online), (www.bumida.co.id, diakses 10 Agustus 2011)

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

53

1. Produk Perorangan

a. Romahkoe

b. Mobilkoe

c. Motorkoe

d. Sehatkoe

2. Produk Korporasi

a. Siswakoe

b. Karyawankoe

c. Asuransi Kebakaran

d. Asuransi Kecelakaan Diri

e. Asuransi Kendaraan Bermotor

f. Asuransi Pengangkutan

g. Asuransi Kesehatan

h. Asuransi Mesin

i. Asuransi Aneka

j. Bonding (“Surety Bond & Customs Bond”)

3. Produk Khusus

a. Asuransi Kecelakaan Di Luar Hubungan Kerja

b. Asuransi Tanggung Gugat Dokter

c. Wargakoe.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode merupakan cara kerja yang bersistem yang dimaksudkan

untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan suatu kegiatan guna

mencapai tujuan yang telah ditentukan.105

Metode pendekatan yang dipakai

dalam penelitian ini adalah yuridis normatif atau penelitian hukum

kepustakaan.106

Dalam penelitian ini peneliti mengkonsepsikan hukum sebagai

suatu sistem normatif yang bersifat otonom dan tertutup serta terlepas dari

kehidupan hukum masyarakat.107

Metode pendekatan di atas digunakan dengan

mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan

perundangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lainnya serta

kaitannya dengan penerapannya dalam praktik.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

deskriptif108

yaitu penelitian yang hanya menggambarkan objek atau

105

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (Jakarta: Balai Pustaka,

1991), hal. 652. 106

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007), hal. 14. 107 Ronny Hanitijo Soemitro, Metododologi Penelitian Hukum dan Jurumetri (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1990), hal. 13-14. 108

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 2007), hal. 7.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

55

masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum.

Penelitian ini berusaha menggambarkan peristiwa “in concreto” yang

dikonsultasikan pada seperangkat peraturan hukum positif yang berlaku dan

kaitannya dengan masalah yang menjadi objek penelitian.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Universitas Jenderal

Soedirman, Pusat Informasi Ilmiah Fakultas HukumUniversitas Jenderal

Soedirman dan PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto.

D. Jenis Data

Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan data sekunder saja

untuk membangun penelitian dan untuk mendapatkan hasil yang obyektif dari

penelitian. Data sekunder dibagi ke dalam tiga bagian yaitu:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah semua aturan hukum yang dibentuk

dan/atau dibuat secara resmi lemabaga negara, dan/atau badan-badan

pemerintahan yang demi tegaknya akan diupayakan berdasarkan daya paksa

yang dilakukan secara resmi pula oleh aparat negara. Dalam penulisan ini,

bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai asuransi atau pertanggungan. Peraturan

perundang-undangan yang digunakan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

56

Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuransian.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah seluruh informasi tentang hukum

yang berlaku atau yang pernah berlaku di suatu negara. Bahan hukum ini

terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum yang

berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana dan kasus-kasus

hukum.109

Dalam penulisan ini, bahan hukum sekunder yang digunakan

berupa buku-buku teks yang berkaitan dengan pertanggungan atau asuransi

dan artikel-artikel yang berasal dari situs-situs internet serta materi kuliah

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Di sini

penulis menggunakan kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia untuk

mempermudah dalam memahami penelitian.

E. Metode Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dengan menggunakan studi kepustakaan.

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari peraturan-peraturan,

dokumen resmi, buku-buku literatur, jurnal, makalah ilmiah dan karya tulis

ilmiah yang telah diinventarisasi. Pengumpulan bahan hukum tersebut akan

109

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Kencana, 2005), hal.

142.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

57

penulis klasifikasikan atau kategorisasikan bentuk-bentuk atau format bahan

hukum agar lebih mudah dipahami dalam penelitian.

F. Metode Penyajian Data

Data dalam penelitian ini akan disajikan dengan cara teks naratif.

Keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan antara satu dengan yang

lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang menjadi objek

penelitian, sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh.

G. Metode Analisis Data

Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis normatif kualitatif, yaitu analisis atau pembahasan yang dilakukan

dengan cara menjabarkan dan memberikan interpretasi terhadap bahan-bahan

hukum yang diperoleh dengan mendasarkan pada norma-norma yang berlaku

atau pada kaidah-kaidah hukum yang berlaku untuk dihubungkan dengan

pokok permasalahan. Norma hukum diperlukan sebagai premis mayor,

kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta yang relevan “legal facts” yang

dipakai sebagai premis minor dan melalui proses silogisme akan diperoleh

kesimpulan terhadap permasalahan yang menjadi obyek penelitian.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada asuransi

kendaraan bermotor “Motorkoe” di PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda

1967 Cabang Purwokerto, diperoleh data-data sebagai berikut:

1. Para Pihak

Berdasarkan Polis Motorkoe Umum Ikhtisar Pertanggungan, maka

dapat diketahui bahwa para pihak dalam asuransi kendaraan bermotor

“Motorkoe” di PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang

Purwokerto, yaitu:

1.1 Pihak Tertanggung

Pihak Tertanggung adalah pemilik yang mempunyai

kepentingan terhadap kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.

Pada asuransi “Motorkoe” ini yang berhak menjadi tertanggung adalah

hanya orang perorangan atau pribadi.

1.2 Pihak Penanggung

Pihak Penanggung adalah PT. Asuransi Umum Bumiputera

Muda 1967 Cabang Purwokerto.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

59

2. Objek Pertanggungan

Objek pertanggungan atau benda pertanggungan dalam asuransi

kendaraan bermotor “Motorkoe” adalah kendaraan bermotor beroda dua.

Berdasarkan Surat Permintaan Penutupan Asuransi (SPPA), kendaraan yang

tidak dijamin dalam asuransi ini adalah kendaraan beroda dua yang

digunakan untuk pemakaian untuk disewakan atau komeril dan motor gede.

3. Tujuan Pertanggungan

Tujuan Pertanggungan adalah untuk memperalihkan risiko

kendaraan bermotor beroda dua milik tertanggung kepada penanggung yaitu

PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto terhadap

peristiwa tidak tentu yang telah disepakati kedua belah pihak.

4. Besarnya Pertanggungan

Besarnya harga pertanggungan ini adalah sesuai dengan harga

pasar kendaraan pada saat dipertanggungkan. Penentuan harga kendaraan

sesaat sebelum dilakukan perjanjian pertanggungan dilakukan oleh

penanggung.

5. Jangka Waktu Pertanggungan

Lamanya jangka waktu pertanggungan pada asuransi kendaraan

bermotor “Motorkoe” adalah 366 (tiga ratus enam puluh enam) hari.

6. Ketentuan Asuransi Kendaraan Bermotor Motorkoe

Manfaat atau jaminan pada asuransi kendaraan bermotor

“Motorkoe” adalah kerugian total atau “total loss only”(TLO). Selain itu,

manfaat atau jaminan lain yang dijamin dalam asuransi “Motorkoe” terdiri

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

60

dari tanggung jawab hukum pihak ketiga, santunan meninggal dunia akibat

kecelakaan bagi pengemudi, santunan meninggal dunia akibat kecelakaan

bagi penumpang, santunan biaya pengobatan akibat kecelakaan bagi

pengemudi, santunan biaya pengobatan akibat kecelakaan bagi penumpang,

santunan cacat tetap bagi pengemudi dan santunan pengurusan dokumen.

6.1 Jaminan

Berdasarkan Pasal 1 tentang Jaminan Terhadap Kendaraan

Bermotor pada Polis Standar Kendaraan Bermotor Indonesia,

Pertanggungan atau asuransi kendaraan bermotor “Motorkoe” ini

menjamin:

Ayat 1: Kerugian dan atau kerusakan pada kendaraan bermotor dan

atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara

langsung disebabkan oleh:

1.1 tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir atau terperosok;

1.2 perbuatan jahat;

1.3 pencurian, termasuk pencurian yang didahului atau

disertai atau diikuti dengan kekerasan ataupun ancaman

kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362, 363

ayat (3), (4), (5) dan Pasal 365 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana;

1.4 kebakaran, termasuk:

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

61

1.4.1 kebakaran akibat kebakaran benda lain yang

berdekatan atau tempat penyimpanan Kendaraan

Bermotor;

1.4.2 kebakaran akibat sambaran petir;

1.4.3 kerusakan karena air dan atau alat-alat lain yang

dipergunakan untuk mencegah atau memadamkan

kebakaran;

1.4.4 dimusnahkannya seluruh atau sebagian Kendaraan

Bermotor atas perintah pihak yang berwenang

dalam upaya pencegahan menjalarnya kebakaran

itu.

Ayat 2: Kerugian dan atau kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa

yang tersebut dalam ayat (1) Pasal ini selama Kendaraan

Bermotor yang bersangkutan berada di atas kapal untuk

penyeberangan yang berada di bawah pengawasan Direktorat

Jenderal Perhubungan Darat, termasuk kerugian dan atau

kerusakan yang diakibatkan kapal bersangkutan mengalami

kecelakaan.

Pasal 2 tentang Jaminan Tanggung Jawab Hukum Terhadap

Pihak Ketiga pada Polis standar Asuransi Kendaraan Bermotor

Indonesia, menyebutkan:

Penanggung memberikan ganti rugi atas:

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

62

Ayat 1: Tanggung jawab hukum Tertanggung terhadap kerugian yang

diderita pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh

Kendaraan Bermotor sebagai akibat risiko yang dijamin Pasal

1 ayat (1) butir 1.1 dan 1.4, baik penyelesaiannya melalui

proses musyawarah, mediasi, arbitrase atau pengadilan,

dengan syarat telah mendapat persetujuan tertulis terlebih

dahulu dari Penanggung, yaitu:

1.1 kerusakan atas harta benda;

1.2 biaya pengobatan, cidera badan dan atau kematian;

maksimum sebesar harga pertanggungan untuk jaminan

Tanggung Jawab Hukum terhadap Pihak Ketiga

sebagaimana yang dicantumkan dalam polis.

Ayat 2: Biaya perkara atau biaya bantuan para ahli yang berkaitan

dengan tanggung jawab hukum Tertanggung dengan syarat

mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari

Penanggung. Tanggung Jawab Penanggung atas biaya

tersebut, setinggi-tingginya 10% (sepuluh persen) dari limit

pertanggungan Tanggung Jawab Hukum terhadap Pihak

Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini.

6.2 Pengecualian

Berdasarkan BAB II tentang Pengecualian pada Polis Standar

Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia, Pasal 3 menyebutkan

bahwa:

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

63

Ayat 1: Pertanggungan ini tidak menjamin kerugian, kerusakan, biaya

atas Kendaraan Bermotor dan atau tanggung jawab hukum

terhadap pihak ketiga, yang disebabkan oleh:

1.1 kendaraan digunakan untuk:

1.1.1 menarik atau mendorong kendaraan atau benda

lain, memberi pelajaran mengemudi;

1.1.2 turut serta dalam perlombaan, latihan, penyaluran

hobi kecakapan atau kecepatan, karnaval, pawai,

kampanye, unjuk rasa;

1.1.3 melakukan tindak kejahatan;

1.1.4 penggunaan selain yang dicantumkan dalam polis:

1.2 penggelapan, penipuan, hipnotis dan sejenisnya;

1.3 perbuatan jahat yang dilakukan oleh:

1.3.1 suami atau istri, anak, orang tua atau saudara

sekandung Tertanggung;

1.3.2 orang yang disuruh Tertanggung bekerja pada

Tertanggung, orang yang sepengetahuan atau

seizin Tertanggung;

1.3.3 orang yang tinggal bersama Tertanggung;

1.4 kelebihan muatan dari kapasitas kendaraan yang telah

ditetapkan pabrikan.

Ayat 3: Pertanggungan ini tidak menjamin kerugian, kerusakan dan

atau biaya atas Kendaraan Bermotor dan atau tanggung jawab

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

64

hukum terhadap pihak ketiga yang langsung maupun tidak

langsung disebabkan oleh, akibat dari, ditimbulkan oleh:

3.1 kerusuhan, pemogokan, penghalangan bekerja, tawuran,

huru-hara, pembangkitan rakyat, pengambilalihan

kekuasaan, revolusi, pemberontakan, kekuatan militer,

invansi, perang saudara, makar, terorisme, sabotase,

penjarahan;

3.2 gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan, badai

tsunami, hujan es, banjir, genangan air, tanah longsor

atau gejala geologi atau meteorologi lainnya;

3.3 reaksi nuklir, termasuk tetapi tidak terbatas pada radiasi

nuklir atau pencemaran radio aktif, tanpa memandang

apakah itu terjadi di dalam atau di luar Kendaraan

Bermotor dan atau kepentingan yang dipertanggungkan.

Ayat 4: Pertanggungan ini tidak menjamin kerugian, kerusakan dan

atau biaya atas Kendaraan Bermotor dan atau tanggung jawab

hukum terhadap pihak ketiga jika:

4.1 disebabkan oleh tindakan sengaja Tertanggung dan atau

pengemudi;

4.2 pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan, Kendaraan

Bermotor dikemudikan oleh seseorang yang tidak

memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

65

4.3 dikemudikan oleh seorang yang berada di bawah

pengaruh minuman keras, obat terlarang atau sesuatu

bahan lain yang membahayakan;

4.4 dikemudikan secara paksa walaupun secara teknis

kondisi kendaraan dalam keadaan rusak atau tidak layak

jalan;

4.5 memasuki atau melewati jalan tertutup, terlarang, tidak

diperuntukkan untuk Kendaraan Bermotor atau

melanggar rambu-rambu lalu-lintas.

Ayat 5: Pertanggungan ini tidak menjamin kerugian dan atau

kerusakan atas:

5.1 perlengkapan tambahan yang tidak disebutkan pada

Polis;

5.2 ban, velg, dop yang tidak disertai kerusakan pada bagian

lain Kendaraan Bermotor kecuali yang disebabkan oleh

risiko yang dijamin pada Pasal 1 ayat (1) butir 1.2, 1.3

dan 1.4;

5.3 kunci dan bagian lainnya dari Kendaraan Bermotor pada

saat tidak melekat atau berada di dalam kendaraan

tersebut;

5.4 bagian atau material Kendaraan Bermotor yang aus

karena pemakaian, sifat kekurangan material sendiri atau

salah dalam pemakaiannya;

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

66

5.5 Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik

Kendaraan Bermotor (BPKB) dan surat-surat lain

Kendaraan Bermotor.

6.3 Penentuan Nilai Ganti Rugi

Berdasarkan Pasal 15 tentang Penentuan Nilai Ganti Rugi

pada Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia, pada

ayat (2) menyebutkan:

Ayat 2: Kerugian total adalah berdarakan harga sebenarnya.

2.1 Kerugian Total terjadi jika:

2.1.1 kerusakan dan atau kerugian karena suatu peristiwa

yang dijamin oleh Polis dimana biaya perbaikan,

penggantian atau pemulihan ke keadaan semula

sesaat sebelum terjadinya kerugian dan atau

kerusakan sama dengan atau lebih tinggi dari 75%

(tujuh puluh lima persen) dari harga sebenarnya,

atau

2.1.2 hilang karena pencurian sebagaimana dimaksud

pada Pasal 1 ayat (1) butir 1.3 dan tidak

diketemukan dalam waktu 60 (enam puluh) hari

sejak terjadinya pencurian;

2.2 Jika terjadi Pertanggungan di bawah harga sebagaimana

dimaksud Pasal 17 dan Tertanggung telah menerima

pembayaran ganti rugi dari Penanggung sebesar Harga

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

67

Pertanggungan, Tertanggung berhak atas sebagian nilai

jual sisa barang yang dihitung secara proporsional antara

selisih harga sebenarnya dengan Harga Pertanggungan

terhadap harga sebenarnya.

2.3 Jika suatu kerugian tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir 2.1 pasal ini,

kerugian tersebut dianggap sebagai kerugian sebagian.

6.4 Cara Penyelesaian dan Penetapan Ganti Rugi

Berdasarkan Pasal 16 tentang Cara Penyelesaian dan

Penetapan Ganti Rugi pada Polis Strandar Asuransi Kendaraan

Bermotor Indonesia, menyebutkan bahwa:

Ayat 1: Dalam hal terjadi kerugian dan atau kerusakan atas

Kendaraan Bermotor dan atau kepentingan yang

dipertanggungkan, Penanggung berhak menentukan

pilihannya atas cara melakukan ganti rugi sebagai berikut:

1.1 perbaikan di bengkel yang ditunjuk atau disetujui oleh

Penanggung;

1.2 pembayaran uang tunai;

1.3 penggantian suku cadang atau kendaraan sesuai dengan

merk, tipe, model dan tahun yang sama sebagaimana

tercantum pada polis.

Ayat 2: Tanggung jawab Penanggung atas kerugian dan atau

kerusakan terhadap kendaraan dan atau kepentingan yang

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

68

dipertanggungkan setinggi-tingginya adalah sebesar Harga

Pertanggungan.

Ayat 3: Perhitungan besarnya kerugian setinggi-tingginya sebesar

selisih antara harga sebenarnya sesaat sebelum dengan harga

sebenarnya sesaat setelah terjadinya kerugian dan atau

kerusakan.

Ayat 4: Dalam hal terjadi kerugian, Tertanggung wajib melunasi

premi yang masih terhutang untuk masa pertanggungan yang

masih berjalan.

6.5 Kewajiban dan Hak Para Pihak

6.6.1 Kewajiban Tertanggung

a. Berdasarkan Pasal 6 tentang Kewajiban Untuk

Mengungkapkan Fakta pada Polis Standar Asuransi

Kendaraan Bermotor Indonesia, menyebutkan bahwa:

Ayat 1: Tertanggung wajib:

1.1 Menggunakan fakta material yaitu informasi,

keterangan, keadaan dan fakta yang

mempengaruhi pertimbangan Penanggung

dalam menerima atau menolak suatu

permohonan penutupan asuransi dan dalam

menerapkan suku premi apabila permohonan

dimaksud diterima;

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

69

b. Berdasarkan Pasal 7 tentang Pembayaran Premi pada Polis

Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia,

menyebutkan bahwa:

Ayat 1: Merupakan syarat dari tanggung jawab Penanggung

atas jaminan asuransi berdasarkan polis ini, setiap

premi terhutang harus sudah dibayar lunas secara

nyata telah diterima seluruhnya oleh Penanggung,

dalam hal:

1.1 jangka waktu pertanggungan 30 (tiga puluh)

hari atau lebih, maka pelunasan pembayaran

premi harus dilakukan dalam tenggang waktu

14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak

tanggal mulai berlakunya polis.

Ayat 2: Pembayaran premi dapat dilakukan dengan cara

tunai, cek, bilyet giro, transfer atau dengan cara lain

yang disepakati antara Penanggung dan

Tertanggung.

Penanggung dianggap telah menerima pembayaran

premi, pada saat:

2.1 diterimanya pembayaran tunai, atau

2.2 Premi bersangkutan sudah masuk ke rekening

bank Penanggung, atau

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

70

2.3 Penanggung telah menyepakati pelunasan premi

bersangkutan secara tertulis.

c. Berdasarkan Pasal 11 tentang Kewajiban Tertanggung Dalam

Hal Terjadi Kerugian Dan Atau Kerusakan pada Polis

Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia,

menyebutkan bahwa:

Ayat 1: Tertanggung setelah mengetahui atau seharusnya

mengetahui adanya kerugian dan atau kerusakan atas

Kendaraan Bermotor dan atau kepentingan yang

dipertanggungkan, wajib:

1.1 memberitahu Penanggung secara tertulis atau

secara lisan yang diikuti dengan tertulis kepada

Penanggung selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kalender sejak terjadinya kerugian dan atau

kerusakan;

1.2 melaporkan kepada dan mendapat surat

keterangan dari serendah-rendahnya Kepolisian

Sektor (Polsek) di tempat kejadian, jika terjadi

kerugian dan atau kerusakan sebagian yang

disebabkan oleh pencurian atau melibatkan

pihak ketiga;

1.3 melaporkan kepada dan mendapat surat

keterangan dari Kepolisian Daerah (Polda) di

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

71

tempat kejadian dalam hal kerugian total akibat

pencurian.

Ayat 2: Jika Tertanggung dituntut oleh pihak ketiga

sehubungan dengan kerugian dan atau kerusakan

yang disebabkan oleh Kendaraan Bermotor, maka

Tertanggung wajib:

2.1 memberitahu Penanggung tentang adanya

tuntutan tersebut selambat-lambatnya 5 (lima)

hari kalender sejak tuntutan tersebut diterima;

2.2 menyerahkan dokumen tuntutan pihak ketiga

dan menyerahkan surat laporan Kepolisian

Sektor (Polsek) di tempat kejadian;

2.3 memberikan surat kuasa kepada Penanggung

untuk mengurus tuntutan ganti rugi dari pihak

ketiga, jika Penanggung menghendaki;

2.4 Tidak memberikan janji, keterangan atau

melakukan tindakan yang menimbulkan kesan

bahwa Tertanggung mengakui suatu tanggung

jawab.

Ayat 3: Pada waktu terjadi kerugian dan atau kerusakan,

Tertanggung wajib:

3.1 melakukan segala usaha yang patut guna

menjaga, memelihara, menyelamatkan

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

72

Kendaraan Bermotor dan atau kepentingan yang

dipertanggungkan serta mengizinkan pihak lain

untuk menyelamatkan Kendaraan Bermotor dan

atau kepentingan tersebut;

3.2 memberikan bantuan dan kesempatan

sepenuhnya kepada Penanggung atau Kuasa

Penanggung atau pihak lain yang ditunjuk oleh

Penanggung untuk melakukan penelitian atas

kerugian dan atau atas kerusakan yang terjadi

atas Kendaraan Bermotor sebelum dilakukan

perbaikan atau penggantian;

3.3 mengamankan Kendaraan Bermotor dan atau

kepentingan yang dipertanggungkan yang dapat

diselamatkan.

6.6.2 Hak Penanggung

a. Berdasarkan Pasal 6 tentang Kewajiban Untuk

Mengungkapkan Fakta pada Polis Standar Asuransi

Kendaraan Bermotor Indonesia, menyebutkan bahwa:

Ayat 2: Jika Tertanggungtidak melaksanakan kewajiban

sebagaimana diatur dalam ayat (1), Penanggung

tidak wajib membayar kerugian yang terjadi dan

berhak menghentikan pertanggungan serta tidak

wajib mengembalikan premi.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

73

b. Berdasarkan Pasal 7 tentang Pembayaran Premi pada Polis

Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia,

menyebutkan bahwa:

Ayat 3: Jika Tertanggung tidak memenuhi kewajiban

sebagaimana dimaksud ayat (1), polis ini berakhir

dengan sendirinya sejak berakhirnya tenggang waktu

tersebut tanpa kewajiban bagi Penanggung untuk

menerbitkan endosemen dan Penanggung

dibebaskan dari semua tanggung jawab berdasarkan

polis.

Namun demikian Tertanggung tetap berkewajiban

membayar premi sebesar 20% (dua puluh persen)

dari premi satu tahun.

c. Berdasarkan Pasal 9 tentang Pemeriksaan pada Polis Standar

Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia, menyebutkan

bahwa Penanggung berhak melakukan pemeriksaan atas

Kendaraan Bermotor setiap saat selama jangka waktu

pertanggungan.

6.7 Manfaat atau Jaminan Plus Asuransi Kendaraan Motorkoe

Berdasarkan Surat Permintaan Penutupan Asuransi (SPPA),

selain Kerugian Total yang dijamin dalam Asuransi Kendaraan

Bermotor Motorkoe, manfaat atau jaminan lain yang dijamin dalam

polis Asuransi Motorkoe yaitu:

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

74

Tabel 1. Manfaat atau Jaminan Plus Asuransi Kendaraan

Motorkoe

No. Manfaat atau Jaminan Plus Nominal

1. Tanggung jawab hukum Pihak Ketiga. Rp 1.000.000,-

2. Santunan meninggal dunia akibat

kecelakaan bagi Pengemudi.

Rp 2.000.000,-

3. Santunan meninggal dunia akibat

kecelakaan bagi Penumpang

Rp 1.000.000,-

4. Santunan biaya pengobatan akibat

kecelakaan bagi Pengemudi

Rp 150.000/thn

5. Santunan biaya pengobatan akibat

kecelakaan bagi Penumpang

Rp 150.000/thn

6. Santunan cacat tetap bagi Pengemudi Rp 1.000.000,-

7. Santunan pengurusan dokumen Rp 350.000,-

Sumber : PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang

Purwokerto.

Risiko yang harus ditanggung sendiri dalam Asuransi

Motorkoe, yaitu:

1. Risiko sendiri akibat kecelakaan Nol

2. Risiko sendiri akibat kecurian Rp 100.000,-

Penjelasan manfaat atau jaminan plus yaitu:

1. Tanggung jawab hukum yang timbul dari tuntutan Pihak Ketiga

yang dirugikan dan dapat dibuktikan secara tertulis akibat

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

75

kecelakaan dari kendaraan yang dijamin dalam polis maksimum Rp

1.000.000,-/tahun dan sebatas kerugian harta benda dan kerugian

cedera badan.

2. Santunan meninggal dunia bagi pengendara dan penumpang (satu

orang) akibat kecelakaan dalam mengendarai kendaraan yang

dijamin dalam polis untuk mengemudi sebesar Rp 2.000.000,- dan

penumpang Rp 1.000.000,- maksimal satu kali dalam satu tahun.

3. Santunan biaya pengobatan bagi pengemudi dan penumpang yang

diakibatkan kecelakaan masing-masing sebesar Rp 150.000,-

maksimal satu kali dalam satu tahun.

4. Santunan pengurusan dokumen/surat untuk kehilangan kendaraan

yang dijamin dalam polis Rp 350.000,- (dibayarkan bersama

pembayaran klaim).

6.8 Premi

Tabel 2. Premi Asuransi Motorkoe

No.

Harga Kendaraan

(pembulatan ke atas)

Premi Umum Premi Khusus

1. 5.000.000 170.000 155.000

2. 6.000.000 200.000 182.000

3. 7.000.000 230.000 209.000

4. 8.000.000 260.000 236.000

5. 9.000.000 290.000 263.000

6. 10.000.000 320.000 290.000

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

76

Lanjutan

7. 11.000.000 350.000 317.000

8. 12.000.000 380.000 344.000

9. 13.000.000 410.000 371.000

10. 14.000.000 440.000 398.000

11. 15.000.000 470.000 425.000

12. 16.000.000 500.000 452.000

13. 17.000.000 530.000 479.000

14. 18.000.000 560.000 506.000

15. 19.000.000 590.000 533.000

16. 20.000.000 620.000 560.000

17. 21.000.000 650.000 587.000

18. 22.000.000 680.000 614.000

19. 23.000.000 710.000 641.000

20. 24.000.000 740.000 668.000

21. 25.000.000 770.000 695.000

22. 26.000.000 800.000 722.000

23. 27.000.000 830.000 749.000

24. 28.000.000 860.000 776.000

25. 29.000.000 890.000 803.000

26. 30.000.000 920.000 830.000

27. 31.000.000 950.000 857.000

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

77

Lanjutan

28. 32.000.000 980.000 884.000

29. 33.000.000 1.010.000 911.000

30. 34.000.000 1.040.000 938.000

31. 35.000.000 1.070.000 965.000

32. 36.000.000 1.100.000 992.000

33. 37.000.000 1.130.000 1.019.000

34. 38.000.000 1.160.000 1.046.000

Sumber : PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang

Purwokerto.

6.9 Surat Permintaan Penutupan Asuransi (SPPA)

Penutupan asuransi kendaraan bermotor Motorkoe di PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto

dilakukan dengan cara pemohon atau calon tertanggung mengisi

formulir SPPA. Adapun isi SPPA adalah sebagai berikut:

1. Nomor polis Bumiputera/Bumida.

2. Nomor rekening Bank Bumiputera.

3. Data calon pemegang polis/peserta:

a. Nama lengkap.

b. Alamat.

c. Tanggal lahir.

d. Email.

e. Nomor telepon/handphone.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

78

f. Pekerjaan.

g. Penghasilan per tahun.

h. Sumber penghasilan.

i. Kewarganegaraan.

j. Nama dan nomor rekening bank.

4. Data Kendaraan

a. Merk.

b. Jenis.

c. Tahun.

d. Nomor polisi.

e. Nomor rangka.

f. Nomor mesin.

g. Harga kendaraan.

5. Pilihan Paket

a. Jenis paket.

b. Jangka waktu.

6. Tempat dan tanggal dibuat SPPA.

7. Nama dan tanda tangan pemohon.

6.10 Dokumen Pendukung Klaim Asuransi

1. Dalam Hal Total Loss Karena Pencurian

a. Klaim form yang ditandatangani tertanggung (form dari

Bumida).

b. Polis asli dan kwitansi polis asli.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

79

c. Copy SIM dan KTP pengendara pada saat terjadi kecelakaan.

d. STNK asli dan kunci kontak.

e. BPKB asli.

f. Faktur pembelian.

g. Laporan polisi setempat (tempat lokasi kejadian).

h. Berita Acara Pemeriksaan dari kepolisian setempat.

i. Laporan kejadian dari Polres.

j. Laporan Kemajuan (LAPJU) dari Polwil.

k. Surat blokir STNK.

l. Tiga lembar kwitansi kosong yang sudah ditandatangani oleh

tertanggung (satu lembar bermaterai cukup).

m. Letter of Subrogation (surat penyerahan subrogasi).

2. Dalam Hal Total Loss Karena Kecelakaan

a. Klaim form yang ditandatangani tertanggung atau ahli waris

keluarga (form dari Bumida).

b. Polis asli, kwitansi polis asli

c. Copy SIM dan atau KTP pengendara pada saat terjadi

kecelakaan.

d. STNK asli dan kunci kontak.

e. BPKB asli.

f. Faktur pembelian.

g. Surat keterangan kejadian dari polisi setempat.

h. Denah tempat terjadinya kejadian.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

80

i. Foto fisik kendaraan yang rusak.

j. Estimasi perbaikan bengkel.

k. Tiga lembar kwitansi kosong yang sudah ditandatangani oleh

tertanggung (satu lembar bermaterai cukup).

l. Letter of Subrogation (surat penyerahan subrogasi).

3. Dalam Hal Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga

a. Klaim form yang ditandatangani tertanggung (form dari

Bumida).

b. Copy polis dan copy kwitansi polis.

c. Copy SIM pengendara saat terjadi kejadian.

d. Copy SIM atau KTP dan STNK pihak ketiga.

e.Laporan polisi setempat yang juga menegaskan mengenai pihak

yang bersalah.

f. Surat tuntutan pihak ketiga bermaterai cukup dan tercantum

besar nilai tuntutan.

4. Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan

a. Klaim form yang ditandatangani tertanggung atau ahli waris

yang mempunyai hubungan keluarga (form dari Bumida).

b. Surat keterangan kecelakaan dari yang berwenang (polisi). Baik

asli atau copy legalisir.

c. Surat keterangan rumah sakit (asli atau copy legalisir).

d. Foto copy SIM pengendara saat terjadi kejadian.

e. Copy polis dan copy kwitansi polis

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

81

5. Klaim Cacad Tetap Akibat Kecelakaan

a. Klaim yang ditandatangani tertanggung (form dari Bumida).

b. Surat keterangan rumah sakit atau dokter yang menyatakan

tertanggung mengalami cacad selama-lamanya dan tidak

mungkin disembuhkan lagi, serta dijelaskan mengenai kondisi

cacadnya.

c. Foto untuk yang menderita cacadnya.

d. Foto copy SIM tertanggung.

6.11 Polis

Bentuk perjanjian pertanggungan yang dibuat oleh PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto secara

tertulis tercantum dalam polis pertanggungan Motorkoe yang berisi

perihal:

a. Nama perusahaan pertanggungan yang tercantum adalah PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto.

b. Judul polis yaitu Polis Motorkoe Umum Ikhtisar Pertanggungan.

c. Nama para pihak yaitu nama penanggung dan nama tertanggung

yang mengadakan perjanjian pertanggungan.

d. Uraian singkat mengenai barang yang dipertanggungkan yaitu

terdiri dari merk atau tipe kendaraan, nomor polisi kendaraan,

penggunaan kendaraan, tahun pembuatan kendaraan, nomor rangka

kendaraan dan nomor mesin kendaraan.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

82

e. Jangka waktu pertanggungan yaitu selama 366 (tiga ratus enam

puluh enam) hari.

f. Besarnya nilai pertanggungan

g. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.

h. Besarnya premi yang harus dibayar tertanggung.

i. Hari ditutupnya pertanggungan yang disertai dengan materai, cap

dan tanda tangan.

B. Pembahasan

Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menentukan bahwa:

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana

seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,

dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian

kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan

yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa

tak tertentu.

Abdulkadir Muhammad memberikan unsur-unsur asuransi atau

pertanggungan berdasarkan definisi Pasal 246 KUHD sebagai berikut110

:

a. Pihak-Pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu

penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi.

Penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak.

Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak

memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar

premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta

miliknya yang diasuransikan.

110

Abdulkadir Muhammad. 2002. Op. Cit. hal. 8-10.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

83

b. Status Pihak-Pihak

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum,

dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero)

atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai

perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan

ataupun bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau

pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.

c. Objek Asuransi

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang

melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti

kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh

pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah

premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Sedangkan tertanggung bertujuan

bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas

harta miliknya.

d. Peristiwa Asuransi

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum “legal act”berupa

persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung

mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti “evenemen”yang mengancam

benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan

atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta

yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai

untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

84

e. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan

tertanggung adalah keterikatan “legally bound” yang timbul karena

persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan

secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi

kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain (secara timbal

balik). Artinya sejak tercapai kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan

wajib membayar premi asuransi kepada penanggung, dan sejak itu pula

penanggung menerima pengalihan risiko. Jika terjadi evenemen yang

menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar

ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi. Tetapi jika tidak

terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi

milik penanggung.

Pengertian asuransi menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor

2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU No. 2 Tahun 1992) adalah:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau

lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan

penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang

timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau memberikan suatu

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang

yang dipertanggungkan.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

85

Purwosutjipto mengemukakan pengertian pertanggungan yaitu suatu

perjanjian (timbal balik) dalam mana kedua belah pihak masing-masing

mempunyai kewajiban yang senilai.111

Menurut Emmy Pangaribuan, pertanggungan merupakan suatu

perjanjian dimana penanggung dengan menikmati premi mengikatkan

dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian

karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan

yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak

pasti112

.

Molengraaf memberikan definisi mengenai asuransi yaitu asuransi

kerugian ialah persetujuan dengan mana satu pihak, penanggung

mengikatkan diri terhadap yang lain, tertanggung untuk mengganti

kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung, karena terjadinya suatu

peristiwa yang telah ditunjuk, dan yang belum tentu serta kebetulan,

dengan mana pula tertanggung berjanji untuk membayar premi.113

Berdasarkan data nomor 1 tentang para pihak dalam asuransi

Motorkoe, data nomor 2 tentang objek pertanggungan, data nomor 6 tentang

ketentuan asuransi kendaraan bermotor Motorkoe dan data nomor 6.6 tentang

kewajiban dan hak para pihak, apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal

246 KUHD, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang

Usaha Perasuransian serta pendapat Purwosutjipto, Emmy Pangaribuan dan

Molengraaf tentang pengertian asuransi atau pertanggungan serta pendapat

Abdulkadir Muhammad tentang unsur-unsur asuransi atau pertanggungan,

maka dapat dideskripsikan bahwa dalam asuransi kendaraan Motorkoe di PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto telah memenuhi

unsur-unsur pertanggungan, yaitu:

111

Purwosutjipto. 1990.Op. Cit. hal. 1. 112Emmy Pangaribuan. 1999. Op. Cit. hal. 7. 113

H. Mashudi dan Moch. Chidir Ali, Hukum Asuransi (Bandung: PT. Mandar

Maju,1998), hal. 3.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

86

1. Pihak-Pihak

Para pihak dalam asuransi adalah tertanggung dan penanggung.

Tertanggung adalah pihak yang mempunyai kepentingan dengan obyek

yang dipertanggungkan, dalam hal ini obyek yang dipertanggungkan adalah

kendaraan bermotor beroda dua. Tertanggung mempunyai kewajiban untuk

membayar sejumlah premi yang telah disepakati kepada penanggung dan

tertanggung berhak menerima ganti rugi atas obyek yang dipertanggungkan

apabila menderita kerugian akibat peristiwa tidak tentu yang telah

diperjanjikan sebelumnya. Pada asuransi kendaraan bermotor “Motorkoe”,

yang dapat menjadi tertanggung adalah orang atau individu perorangan.

Sementara itu, penanggung dalam asuransi kendaraan bermotor

“Motorkoe” adalah PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang

Purwokerto. Penanggung mempunyai kewajiban untuk memberikan ganti

rugi kepada tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan

apabila peristiwa tidak tentu terjadi dan menimbulkan kerugian pada

tertanggung. Hak penanggung adalah menerima premi dari tertanggung

sebagai imbalan atas risiko yang ditanggungnya. Dalam hal ini, penanggung

berstatus sebagai perusahaan badan hukum.

2. Objek Asuransi

Obyek asuransi atau benda pertanggungan pada asuransi kendaraan

bermotor “Motorkoe” adalah kendaraan beroda dua. Adapun yang

dipertanggungkan atas benda pertanggungan tersebut adalah kerugian dan

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

87

atau kerusakan pada kendaraan bermotor dan atau kepentingan daripada

kendaraan bermotor beroda dua.

3. Peristiwa Tidak Tentu

Peristiwa tidak tentu yang diperjanjikan dalam asuransi kendaraan

bermotor “Motorkoe” diantaranya adalah tabrakan, benturan, tergelincir,

terperosok, pencurian, kebakaran, tanggung jawab hukum terhadap pihak

ketiga, meninggal dunia akibat kecelakaan dan biaya pengobatan akibat

kecelakaan.

4. Adanya kerugian

PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto

selaku penanggung, baru akan memberikan ganti rugi apabila akibat

terjadinya peristiwa tidak tentu yang telah disepakati, menimbulkan

kerugian bagi tertanggung dimana antara peristiwa tidak tentu tersebut ada

hubungan sebab akibat dengan kerugian yang ditimbulkan.

Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya bahwa Pasal 246 KUHD

secara jelas mengatakan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu

perjanjian, dengan demikian perjanjian asuransi sebagaimana perjanjian pada

umumnya harus memenuhi syarat sahnya perjanjian.

Syarat sahnya perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1320 KUH Perdata

yang merumuskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat

syarat yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

88

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Kedua syarat yang pertama yaitu sepakat dan cakap, dinamakan syarat

subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian, sedangkan

kedua syarat terakhir yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal merupakan

syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian. Apabila syarat subjektif

tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, artinya perjanjian

tersebut tetap sah sepanjang tidak ada pembatalan. Jika syarat objektif tidak

terpenuhi maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah tidak sah, artinya

sejak semula dianggap tidak pernah ada. Untuk mengetahui lebih jauh dari

keempat persyaratan tersebut, maka syarat-syarat tersebut diuraikan sebagai

berikut:

1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri

Kata sepakat mengandung petunjuk bahwa setifak-tidaknya ada

dua pihak yang saling memberikan persetujuan. Dikatakan saling

memberikan persetujuannya kalau mereka memang menghendaki apa

yang disepakatinya secara timbal balik. Sepakat merupakan pertemuan

antara dua kehendak yang saling mengisi.114

Supaya sepakat tersebut bisa saling bertemu, maka kehendak tersebut harus

dinyatakan.

Meskipun undang-undang tidak menentukan secara tegas tetapi

dari ketentuan-ketentuan yang ada, antara lain Pasal 1320 jo Pasal

1338 KUH Perdata, orang menyimpulkan bahwa pada asasnya,

kecuali ditentukan lain, undang-undang tidak menetapkan secara baku

bagaimana atau dengan cara apa orang harus menyatakan

kehendaknya. Oleh karena itu, asasnya orang boleh dengan ragam

cara dalam menyatakan/menyampaikan kehendaknya dalam mencapai

114

Nur Wakhid, Syarat Sah Perjanjian(Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman, 2008), hal. 8.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

89

sepakat asal ragam cara tersebut sampai dan dimengerti oleh kedua

belah pihak.115

2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan

Menurut Pasal 1329 KUH Perdata, pada asasnya semua orang itu

dianggap cakap membuat perjanjian kecuali oleh undang-undang dinyatakan

tak cakap. Berangkat dari prinsip seperti itu maka yang harus diketahui

bukannya siapa saja yang cakap akan tetapi siapa saja yang oleh undang-

undang dinyatakan tidak sah bila mereka membuat perjanjian.

Pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa mereka yang tak

cakap (sehingga tidak sah) membuat perjanjian yaitu: orang-orang yang

belum dewasa; mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; orang-orang

perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada

umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang untuk

membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3. Suatu Hal Tertentu

Salah satu syarat sahnya perjanjian yang apabila tidak terpenuhi

akan berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum adalah syarat “hal

tertentu” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 sub 3 KUH Perdata.

Untuk memahami syarat tersebut harus diketahui mengenai apa yang

dimaksud dengan kata “hal” dan “tertentu”.

Kata “hal” maksudnya adalah pokok suatu perjanjian maka dalam

kenyataannya tidak semua perjanjian mempunyai pokok perjanjiannya

berupa barang. Ada pula yang menafsirkan bahwa kata “hal” dalam

Pasal 1320 KUH Perdata artinya tidak lain adalah hak-hak dan

kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan oleh para pihak. Hak dan

115

Ibid. hal. 8.

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

90

kewajiban yang diperjanjikan dan karenanya menjadi isi perjanjian

oleh para pihak. Hak dan kewajiban yang diperjanjikan dan karenanya

menjadi isi perjanjian tersebut tidak lain adalah apa yang dinamakan

perikatan menurut Pasal 1234 KUH Perdata dapat berupa memberikan

sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu, yang kesemua itu

dalam hukum perikatan dinamakan prestasi.116

Suatu perjanjian yang menimbulkan hak bagi kreditur dan

kewajiban bagi debitur akan menjadi tidak dapat dilaksanakan apabila

objek perjanjiannya atau isi prestasinya tidak tertentu. Bagi debitur, ia

sudah merasa memenuhi kewajiban prestasinya sebaliknya bagi si

kreditur dapat saja merasa belum mendapatkan haknya sebagaimana

mestinya. Dengan demikian, kata “tertentu” memiliki makna sebagai

tertentu secara individual dalam arti tertuju pada isi prestasi tertentu

yang tidak dapat lagi ditafsirkan lain selain sebagaimana dimaksud.117

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa maksud

dari hal tertentu adalah tidak lain dari objek perjanjian dimana objek

perjanjian itu adalah suatu prestasi yang dapat berupa memberikan sesuatu,

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Terkait dengan prestasi

itu bisa menyangkut barang seperti yang dimaksud dalam Pasal 1333 KUH

Perdata ataupun tidak menyangkut barang misalnya perjanjian untuk

melantunkan lagu tertentu.

4. Suatu Sebab yang Halal

Sekalipun dari bunyi Pasal 1320 sub 4 beserta pasal-pasal

penjabarannya tidak didapatkan gambaran yang jelas mengenai apa itu

“sebab yang halal”, akan tetapi para sarjana sepakat bahwa kata

“sebab” dalam pasal tersebut bukanlah berkaitan dengan pengertian

sebab-akibat. Kata “sebab” halal atau “justa causa” juga bukan berarti

motif, karena yang namanya motif adalah daya pengaruh yang paling

jauh mengapa seseorang itu menutup perjanjian dan dalam hal ini,

motif itu tidak dipedulikan oleh hukum perjanjian.118

Hogge Raad dalam Arrestnya tanggal 17 November 1922

menyatakan bahwa kausa suatu perjanjian adalah apa yang menjadi

116

Ibid. hal. 50. 117

Ibid. hal. 50. 118

Ibid. hal. 55.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

91

tujuan para pihak yaitu apa yang dituju oleh para pihak yang menutup

perjanjian tersebut. Dalam hal ini H.R mencari satu kausa yang

menjadi tujuan bersama para pihak.119

Menurut Subekti, yang dinamakan sebab atau “oorzak” atau

“causa” tidak lain selain isi perjanjian itu sendiri. Dengan penafsiran seperti

itu, maka dapat dikatakan bahwa suatu perjanjian itu harus mempunyai hal

tertentu yaitu isi prestasinya (objek perjanjian) maka isi prestasi tersebut

juga harus halal.120

Berdasarkan uraian di atas, adapun yang harus diperhatikan adalah

bahwa tujuan perjanjian tidak sama dengan isi perjanjian. Jika tujuan

perjanjian adalah sama dengan isi perjanjian, maka semua perjanjian

bernama yang diatur dalam KUH Perdata, tidak mungkin mempunyai

tujuan yang terlarang dan karenanya tidak mungkin batal atas dasar

kausanya bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau

ketertiban umum, sebab undang-undang sendiri yang mengaturnya

dan karenanya membolehkan adanya perjanjian seperti itu, tetapi

dalam kenyataanya tidaklah demikian. Ada perjanjian yang termasuk

dalam perjanjian bernama dan karenanya isinya sesuai dengan

ketentuan perjanjian khusus, tetapi mempunyai tujuan yang terlarang,

misalnya orang yang menyewakan tangga kepada seorang maling

untuk melakukan pencurian. Isi perjanjian yang demikian tidak

melahirkan perikatan bagi para pihak, dalam arti para pihak tidak

terikat untuk memenuhi kewajiban yang telah dijanjikannya karena

tujuannya terlarang.121

Syarat perjanjian asuransi yang dikemukakan oleh Abdulkadir

Muhammad adalah122

:

1. Kesepakatan “Consensus”

Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian

asuransi. Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi:

119

Ibid. hal. 57. 120

Ibid. hal. 58. 121 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari PerjanjianBuku II (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 74-75. 122

Abdulkadir Muhammad. 2002. Op. Cit. hal. 49-54.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

92

a. Benda yang menjadi objek asuransi;

b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi;

c. Evenemen dan ganti kerugian;

d. Syarat-syarat khusus asuransi;

e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis.

Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat

dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara

langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa

perantara. Dilakukan secara tidak langsung artinya kedua belah pihak

mengadakan perjanjian asuransi melalui jasa perantara. Perantara dalam

KUHD disebut makelar sementara dalam Undang-Undang No. 2 Tahun

1992 disebut pialang.

2. Kewenangan “Authority”

Kedua pihak, tertanggung dan penanggung wenang melakukan

perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat

ada yang bersifat sebjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan

subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di

bawah perwalian “trusteeship”, atau pemegang kuasa yang sah.

Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah

dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan

miliknya sendiri.

3. Objek Tertentu “Fixed Object”

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

93

Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang

diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat

pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Karena

yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus

mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi

itu.

4. Kausa yang Halal “Legal Cause”

Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian itu tidak dilarang

undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak

bertentangan dengan kesusilaan.

5. Pemberitahuan “Notification”

Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung

mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat

mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya

asuransi batal.

Berdasarkan data nomor 1 tentang para pihak dalam asuransi

Motorkoe, data nomor 2 tentang objek pertanggungan, data nomor 3 tentang

tujuan pertanggungan, data nomor 4 besarnya pertanggungan, data nomor 6.6

tentang kewajiban dan hak para pihak serta data nomor 6.9 tentang Surat

Permintaan Penutupan Asuransi (SPPA), apabila dihubungkan dengan

ketentuan Pasal 246 KUHD, Pasal 1320, 1329 dan 1330 KUH Perdata dan

pendapatnya Nur Wakhid, J. Satrio dan Abdulkasir Muhammad tentang syarat

perjanjian asuransi, maka dapat dideskripsikan bahwa asuransi kendaraan

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

94

bermotor “Motorkoe” di PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang

Purwokerto telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu:

1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri

Para pihak dalam asuransi kendaraan bermotor “Motorkoe” di PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto, yaitu pihak

tertanggung dan penanggung telah sepakat untuk mengadakan perjanjian

asuransi. Kesepakatan kedua belah pihak dapat dilihat dari diisinya SPPA

oleh pihak calon tertanggung yang kemudian disetujui oleh pihak

penanggung yang tidak lain adalah PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda

1967 Cabang Purwokerto. Selain disetujuinya SPPA oleh kedua belah

pihak, kesepakatan untuk mengadakan perjanjian asuransi tersebut juga

dapat dilihat dari disetujuinya ketentuan-ketentuan yang ada dalam polis

oleh pihak calon tertanggung dan pihak penanggung. Dengan disepakatinya

SPPA dan polis maka kedua belah pihak telah sepakat untuk menutup

perjanjian pertanggungan

2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan

Para pihak baik tertanggung maupun penanggung adalah pihak

yang cakap untuk melakukan perjanjian pertanggungan tersebut. Kecakapan

kedua belah pihak dapat dilihat pada identitas mereka masing-masing. Pihak

penanggung adalah perusahaan asuransi yang berstatus badan hukum

Perseroan Terbatas, dengan demikian perusahaan asuransi tersebut, yaitu

PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto, adalah

pihak yang cakap untuk melakukan perjanjian pertanggungan. Sementara

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

95

itu, kecakapan dan kewenangan pihak tertanggung dapat dilihat pada

identitas yang harus ia beritahukan untuk menutup perjanjian

pertanggungan, misalnya dari kartu tanda penduduk (KTP), “passport”,

SIM. Pihak penanggung tidak akan pernah menyetujui apabila tertanggung

adalah pihak yang tidak cakap untuk menutup perjanjian serta apabila

tertanggung juga tidak bisa membuktikan bahwa ia adalah pihak yang

mempertanggungkan kendaraan bermotornya, artinya ia tidak memiliki

kepentingan terhadap kendaraan beroda dua yang akan dipertanggungkan.

3. Suatu Hal Tertentu

Objek perjanjian pada asuransi kendaraan bermotor “Motorkoe”

adalah mempertanggungkan kendaraan beroda dua non komersil dan

kepentingan yang melekat pada kendaraan bermotor yang

dipertanggungkan. Pada perjanjian pertanggungan tersebut, tertanggung

dengan membayar sejumlah premi kepada penanggung, maka apabila

peristiwa yang tidak tentu terhadap mana benda itu dipertanggungkan

terjadi, penanggung akan membayar sejumlah ganti rugi. Segala ketentuan

dan kewajiban serta hak masing-masing pihak yang merupakan prestasi dari

perjanjian pertanggungan telah disetujui oleh para pihak. Hal tersebut telah

diuraikan pada data nomor 6 tentang ketentuan asuransi bermotor Motorkoe.

4. Suatu Sebab yang Halal

Tujuan para pihak dalam asuransi kendaraan bermotor “Motorkoe”

adalah untuk mempertanggungkan kendaraan beroda dua milik tertanggung

terhadap peristiwa tidak tentu yang telah disepakati. Peristiwa yang tidak

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

96

tentu tersebut antara lain tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir, pencurian

dan kebakaran.

Berdasarkan tujuan dari para pihak dalam membuat perjanjian

pertanggungan tersebut dapat disimpulkan bahwa, suatu sebab yang halal

sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian adalah telah dipenuhi. Tujuan

para pihak tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan

ketertiban umum.

Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang diatur

secara khusus dalam KUHD, oleh karena itu selain syarat sah perjanjian harus

dipenuhi, dalam perjanjian asuransi juga harus dipenuhi pripsip-prinsip yang

harus ada dalam suatu perjanjian asuransi. Prinsip-prinsip asuransi yang

dimaksud yaitu:

1. Asas Kepentingan “Principle of Insurable Interest”

Pasal 250 KUHD menyebutkan bahwa apabila seorang yang telah

mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang,

yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya

pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang

yang dipertanggungakan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan

memberikan ganti rugi.

Pasal 268 KUHD menyebutkan bahwa suatu pertanggungan dapat

mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat

diancam oleh sesuatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

97

Sri Rejeki Hartono mengemukakan pendapat bahwa batasan atau

pengertian kepentingan di dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan

dapat dimulai dari pengertian yang tidak langsung sebagai berikut yaitu

seseorang dapat dianggap mempunyai kepentingan di dalam perjanjian

asuransi ialah apabila orang tersebut dapat atau mungkin menderita kerugian

yang bersifat kerugian ekonomi, sehingga dengan demikian kepentingan

dapat pula diartikan sebagai keterlibatan kerugian keuangan karena suatu

peristiwa yang belum pasti.123

Molengraaf berpendapat bahwa ynag dimaksud dengan

kepentingan ialah harta kekayaan atau sebagian dari harta kekayaan

tertanggung yang dipertanggungkan yang mungkin diserang bahaya.124

Menurut Puwosutjipto, kepentingan adalah hak atau kewajiban

yang dipertanggungkan.125

Artinya, kepentingan merupakan hak subjketif

yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa

tidak tentu.

Berdasarkan data nomor 6.1 tentang jaminan, data nomor 6.9

tentang SPPA dan data nomor 6.10 tentang dokumen pendukung klaim,

apabila dihubungkan dengan Pasal 250, Pasal 268 KUHD serta pendapat

dari Sri Rejeki Hartono, Molengraaf dan Purwosutjipto tentang pengertian

dari kepentingan, maka dapat dideskripsikan bahwa kepentingan yang

dipertanggungkan dalam asuransi Motorkoe adalah berupa hak tertanggung

terhadap kendaraan bermotor roda dua miliknya dan kewajiban tertanggung

123 Sri Rejeki Hartono. 2001. Op. Cit. hal. 101. 124

H.M.N Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 36. 125

Ibid. hal. 36.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

98

mengganti kerugian kepada pihak ketiga yang menderita kerugian karena

perbuatannya atau yang jadi tanggung jawabnya. Tertanggung adalah pihak

yang memang benar memiliki kepentingan terhadap benda yang

dipertanggungkan, hal ini dapat dilihat kebenarannya pada dokumen yang

menyatakan bahwa tertanggung adalah benar pemilik kendaraan yang

dipertanggungkan. Dokumen tersebut dapat berupa SIM, STNK asli, BPKB

asli dan faktur pembelian. Dengan demikian, asas kepentingan pada asuransi

kendaraan bermotor “Motorkoe” telah dipenuhi.

2. Asas Indemnitas “Principle of Indemnity”

Kata indemnitas berasal dari bahasa latin yang artinya ganti

kerugian. Jadi, prinsip indemnitas artinya prinsip ganti kerugian. Inti

prinsip indemnitas adalah seimbang, yakni seimbang antara kerugian

yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti

kerugiannya.126

Perjanjian pertanggungan mempunyai tujuan untuk mencegah

tertanggung dari menderita kerugian atau supaya risiko yang

dihadapinya diperalihkan kepada si penanggung. Di dalam

penggantian kerugian itu dipakai suatu asas yaitu asas perseimbangan,

yaitu perseimbangan antara risiko yang akan diperalihkan kepada

penanggung dengan kerugian yang di derita oleh tertanggung sebagai

akibat suatu peristiwa yang tidak dapat diharapkan akan terjadinya.127

Berdasarkan data nomor 6.3 tentang penentuan nilai ganti rugi dan

data 6.4 tentang cara penyelesaian dan penetapan ganti rugi, apabila

dihubungkan dengan prinsip indemnitas sebagaimana telah diuraikan di atas

maka dapat dideskripsikan bahwa asuransi kendaraan bermotor Motorkoe

telah menerapkan asas indemnitas dimana batas maksimal tanggung jawab

penanggung adalah setinggi-tingginya sebesar harga pertanggungan.

126

Ibid. hal. 58. 127

Emmy Pangaribuan. 1990. Op. Cit. hal. 64.

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

99

Dengan demikian, antara ganti rugi yang menjadi tanggung jawab

penanggung dengan kerugian yang benar-benar di derita tertanggung telah

disesuaikan menurut prinsip keseimbangan.

3. Asas Kejujuran yang Sempurna “Utmost Good Faith”

Penanggung selaku pihak yang menerima peralihan risiko dari

tertanggung harus mengetahui berat ringannya risiko yang telah

diambil alih. Penanggung perlu mengetahui secara jelas tentang benda

pertanggungan. Kewajiban pemberitahuan ini dibebankan kepada

tertanggung, sebab benda tanggungan itu adalah milik tertanggung

dan dikuasai oleh sepenuhnya oleh tertanggung.128

Biasanya, hal-hal yang harus diketahui oleh penanggung atas benda

pertanggungan telah ditulis dalam formulir atau daftar isian yang telah

disediakan oleh penanggung untuk diisi oleh tertanggung. Namun demikian,

daftar isiian tersebut tidak menjadikan apa yang tidak dicantumkan dalam

daftar isiian tersebut atau tidak ditanyakan, tidak perlu diberitahukan kepada

penanggung. Tertanggung tetap wajib memberitahukan hal-hal lain yang

dapat mempengaruhi besarnya risiko kepada penanggung.

Pasal 251 KUHD menyebutkan bahwa setiap keterangan yang

keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang

diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang

demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui

keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-

syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.

128

H.M.N Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 52.

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

100

Tujuan Pasal 251 KUHD ialah untuk melindungi penanggung atau

membebaskan risiko yang tidak tepat diperalihkan kepadanya, sehingga

dalam Pasal 251 KUHD tidak menjadi pertimbangan apakah tertanggung itu

ada itikad baik atau buruk.

Berdasarkan data nomor 6.6 tentang kewajiban dan hak para pihak,

pada Pasal 6 Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia bahwa

tertanggung wajib mengungkapkan fakta material mengenai obyek

pertanggungan, yaitu berupa segala bentuk informasi, keterangan keadaan

maupun hal-hal yang benar yang mempengaruhi pertimbangan penanggung

dalam penutupan asuransi, apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 251

KUHD maka dapat dideskripsikan bahwa perjanjian asuransi kendaraan

bermotor Motorkoe telah menerapkan asas kejujuran yang sempurna

“utmost good faith”.

4. Asas Subrogasi pada Penanggung “Principle of Subrogation”

Apabila peristiwa tidak tentu yang telah disepakati para pihak

terjadi dan hal itu disebabkan oleh pihak ketiga, maka tertanggung akan

mengalami kerugian. Dalam hal yang demikian, maka tertanggung akan

mendapat kemungkinan untuk menuntut kepada pihak penanggung dan

pihak ketiga yang bersalah yang telah menimbulkan kerugian pada

tertanggung. Jika tertanggung mendapat ganti rugi baik dari penanggung

dan pihak ketiga yang bersalah, maka hal ini tidak sesuai dengan asas

pertanggungan yaitu asas indemnitas. Di satu sisi, apabila tertanggung sudah

mendapat ganti rugi dari penanggung, sementara tertanggung tidak boleh

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

101

mendapat penggantian kerugian dua kali, maka sangatlah tidak adil apabila

pihak ketiga yang bersalah dibebaskan dari tanggung jawabnya. Oleh karena

itu, dalam hal ini berlakulah asas subrogasi pada penanggung.

Asas subrogasi secara umum diatur dalam KUH Perdata yaitu Pasal

1400. Pasal 1400 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

Subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang oleh pihak

ketiga, yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi dengan

persetujuan maupun demi undang-undang.

Berdasarkan isi pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

apabila seorang pihak ketiga melunaskan utang seorang debitur

kepada kreditur yang asli, maka lenyaplah hubungan hukum antara

debitur dengan kreditur asli. Akan tetapi, pada saat yang sama

hubungan hukum tadi beralih kepada pihak ketiga yang melakukan

pembayaran kepada kreditur asli. Dengan pembayaran tersebut maka

perikatan itu sendiri tidak lenyap, tetapi yang terjadi ialah pergeseran

kedudukan kreditur kepada orang lain.129

Subrogasi dalam asuransi adalah penggantian hak atau kedudukan

tertanggung oleh penanggung terhadap pihak ketiga yang menimbulkan

kerugian. Asas subrogari di atur dalam Pasal 284 KUHD yang menyebutkan

bahwa:

Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu

barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam

segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung

dengan penerbitan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah

bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak

si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.

Berdasarkan asas subrogasi tersebut, maka jika tertanggung berhak

meminta ganti kerugian kepada penanggung, sebaliknya penanggung berhak

129

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2001), hal. 126-127.

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

102

meminta ganti kerugian kepada pihak ketiga yang bersalah. Tujuan dari

subrogasi adalah untuk mencegah tertanggung mendapat ganti kerugian dua

kali dan mencegah pihak ketiga membebaskan diri dari kewajibannya

membayar ganti kerugian.

Berdasarkan data nomor 6.10 tentang dokumen pendukung klaim

asuransi dimana salah satu dokumen yang harus dilampirkan pada saat

mengajukan klaim adalah “letter of subrogation” atau surat penyerahan

subrogasi, apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 284 KUHD tentang

asas subrogasi, maka dapat dideskripsikan bahwa perjanjian asuransi

kendaraan bermotor Motorkoe, telah menerapkan ketentuan asas subrogasi.

Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD, suatu pertanggungan harus

dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis. Dalam ketentuan

lebih lanjut yaitu dalam Pasal 257 KUHD, bahwa perjanjian pertanggungan

diterbitkan seketika setelah ia ditutup, hak-hak dan kewajiban-kewajiban

bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku semenjak

saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. Artinya, perjanjian

pertanggungan adalah perjanjian yang bersifat konsensuil, perjanian sudah

terjadi secara sah bila sudah memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam

Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan demikian, polis adalah sebagai salah satu

bukti adanya perjanjian pertanggungan.

Pasal 256 KUHD menyebutkan bahwa:

Setiap polis, kecuali yang mengenai suatu pertanggungan jiwa, harus

menyatakan:

1. hari ditutupnya pertanggungan;

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

103

2. nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri

atau atas tanggungan seorang ketiga;

3. suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang

dipertanggungkan;

4. jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan;

5. bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung;

6. saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si

penanggung dan saat berakhirnya itu;

7. premi pertanggungan tersebut, dan

8. pada umumnya, semua keadaan yang kiranya penting bagi si

penanggung untuk diketahuinya, dan segala syarat yang diperjanjikan

para pihak.

Polis tersebut harus ditandatangani oleh tiap-tiap penanggung.

Berdasarkan data nomor 6.9 tentang Surat Permintaan Penutupan

Asuransi (SPPA) dan data nomor 6.11 tentang polis, apabila dihubungkan

dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, 256 KUHD dan 257 KUHD, maka dapat

dideskripsikan bahwa polis pada asuransi kendaraan bermotor Motorkoe di PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto telah

menerapkan syarat-syarat isi polis.

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana

seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,

dengan menerima suatu premi ....”, demikian pengertian asuransi

menurut Pasal 246 KUHD. Sementara itu, menurut Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau

lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

tertanggung, dengan menerima suatu premi...”. Berdasarkan kedua aturan

diatas mengenai pengertian asuransi atau pertanggungan, maka salah satu

hal yang penting dalam perjanjian pertanggungan adalah premi. Premi

merupakan kewajiban tertanggung, sebagai imbalan dari kewajiban

penanggung untuk mengganti kerugian tertanggung.130

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung

adalah keterikatan “legally bound” yang timbul karena perestujuan atau

kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara sukarela

dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak

masing-masing terhadap satu sama lain (secara timbal balik). Artinya,

130

H.M.N Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 51.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

104

sejak tercapai kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib

membayar premi asuransi kepada penanggung dan sejak itu pula

penanggung menerima pengalihan risiko. Jika terjadi “evenemen” yang

menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib

membayar ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi. Akan

tetapi, jika tidak terjadi “evenemen”, premi yang sudah dibayar oleh

tertanggung tetap menjadi milik penanggung.131

Premi ini biasanya dinyatakan dengan persentase dari jumlah

pertanggungan, yang menggambarkan penilaian penanggung terhadap

risiko yang ditanggungnya. Biasanya premi di bayar di muka secara

tunai, tetapi apabila pertanggungan itu akan berlaku lama, maka

pembayaran premi itu dapat diperjanjikan secara angsuran.132

Berdasarkan data nomor 6.6 tentang kewajiban dan hak para pihak,

pada Pasal 7 Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia bahwa

tertanggung wajib membayar premi, apabila dihubungkan dengan ketentuan

Pasal 246 KUHD, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Tentang Usaha Perasuransian, pendapat Abdulkadir Muhammad dan

Pursowutjipto tentang premi, maka dapat dideskripsikan bahwa pembayaran

premi pada asuransi kendaraan bermotor Motoekoe di PT. Asuransi Umum

Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto telah sesuai. Pembayaran premi

dalam asuransi kendaraan bermotor Motorkoe di PT. Asuransi Umum

Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto dapat dilaksanakan dengan dua

cara yaitu:

1. Premi dibayar tunai

Pembayaran premi dapat dilakukan secara tunai baik pada saat

pengisian SPPA atau pada saat polis diterbitkan. Khusus untuk

131

Abdulkadir Muhammad. 2002. Op. Cit. hal. 9. 132

H.M.N Purwosutjipto. 1990. Op. Cit. hal. 51.

Page 105: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

105

pertanggungan yang jangka pertanggungannya satu tahun, maka premi harus

dibayar tunai pada saat polis diterbitkan.

2. Setelah penutupan perjanjian pertanggungan

Tertanggung diberikan jangka waktu untuk pelunasan pembayaran

premi yaitu dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak

tanggal mulai berlakunya polis. Penanggung tidak akan membayar ganti

kerugian manakala tertanggung belum melunasi kewajibannya yaitu

membayar premi. Dengan demikian, pertanggungan baru berjalan setelah

tertangggung melaksanakan kewajibannya membayar premi.

Kewajiban utama penanggung dalam perjanjian pertanggungan adalah

memberikan ganti kerugian, sedangkan kerugian yang akan ditanggung adalah

kerugian sebagai akibat dari “evenemen”yang ditanggung dalam polis.

Besarnya ganti kerugian yang menjadi tanggungan penanggung tersebut sangat

erat kaitannya dengan jumlah yang dipertanggungkan. Agar prinsip indemnitas

dapat dilaksanakan, maka antara kerugian dan jumlah ganti rugi haruslah ada

keseimbangan.

Pemberian ganti rugi penanggung kepada tertanggung ketika terjadi

peristiwa tidak tentu dan menimbulkan kerugian, adalah jumlah maksimum

ganti kerugian. Jumlah maksimum ini berguna agar penanggung tidak

dirugikan atas besarnya kerugian yang harus diganti.

Jumlah yang dipertanggungkan “verzekerde som atau the sum

insured” adalah jumlah yang dipakai sebagai ukuran untuk menentukan

jumlah maksimum ganti kerugian yang harus dibayar oleh penanggung

dalam suatu pertanggungan kerugian. Jumlah yang dipertanggungkan

erat sekali hubungannya dengan nilai benda pertanggungan. Dengan

ditentukan jumlah yang dipertanggungkan dan nilai benda

Page 106: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

106

pertanggungan, dapat diketahui apakah pertanggungan itu di bawah nilai

benda bertanggungan “onder verzekering atau under insured”, sama

dengan nilai benda pertanggungan “volledig verzekering atau full

insurance” atau melebihi nilai benda pertanggungan “over verzekering”

atau “over insurance”. Dengan demikian, dapat ditentukan jumlah

maksimum ganti kerugian yang dapat dibayar jika timbul kerugian akibat

dari peristiwa yang menjadi tanggungan penanggung.133

Pasa 253 ayat (1) KUHD menyebutkan bahwa:

Suatu pertanggungan yang melebihi jumlah harga atau kepentingan

yang sesungguhnya, hanyalah sah sampai jumlah tersebut.

Apabila jumlah yang dipertanggungkan lebih besar daripada nilai

benda sesungguhnya, penanggung hanya bertanggung jawab membayar

ganti kerugian sampai jumlah nilai benda sesungguhnya dalam hal terjadi

peristiwa yang menimbulkan kerugian atas seluruh benda pertanggungan

“total loss”. Misalnya, sebuah rumah dipertanggungkan terhadap bahaya

kebakaran dengan jumlah pertanggungan Rp 15.000.000,00. Nilai penuh

rumah sesungguhnya Rp 10.000.000,00. Jika rumah tersebut terbakar

habis, penanggung berkewajiban membayar ganti kerugian hanya sampai

jumlah Rp 10.000.000,00.134

Pasal 253 ayat (2) KUHD menyebutkan bahwa:

Apabila harga penuh sesuatu barang tidak dipertanggungkan, maka

apabila timbul kerugian, si penanggung hanyalah diwajibkan

menggantinya menurut imbangan daripada bagian yang

dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak dipertanggungkan.

Sebagai contoh, sebuah rumah dipertanggungkan terhadap bahaya

kebakaran sejumlah Rp 8.000.000,00. Nilai rumah sesungguhnya Rp

10.000.000,00. Kemudian, terjadi kebakaran yang menimbulkan kerugian

Rp 6.000.000,00. Perbandingan antara jumlah yang dipertanggungkan

dan jumlah yang tidak dipertanggungkan adalah 8 : 2, jumlah

perbandingan = 10. Ganti kerugian yang harus dibayar oleh penanggung

adalah 8/10 x Rp 6.000.000,00 = Rp 4.800.000,00.135

133 Abdulkadir Muhammad. 1994. Op. Cit. hal. 70-71. 134

Ibid. hal. 71. 135

Ibid. hal. 71-72.

Page 107: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

107

Berdasarkan ketentuan Pasal 253 ayat (2) di atas, maka dapat

disimpulkan rumus yaitu:

Ganti Rugi = Uang Pertanggungan

X Kerugian Nilai Benda Pertanggungan

Ketetentuan Pasal 253 ayat (2) KUHD masih dapat disimpangi oleh

pihak-pihak, asalkan diperjanjikan dengan tegas di dalam polis bahwa

tanpa memperhatikan keseimbangan, kerugian yang menimpa benda

pertanggungan itu akan diganti sepenuhnya sampai jumlah yang

dipertanggungkan (Pasal 253 ayat (3) KUHD). Klausula yang demikian

ini disebut “premier risque” dan harus dinyatakan dengan tegas di dalam

polis.136

Klausula “premier risque” ini dimungkinkan karena sulit menentukan

batas-batas nilai penuh kepentingan dalam jenis pertanggungan itu.

Dengan demikian, sulit pula menentukan batas-batas risiko seluruhnya.

Klausula “premier risque” ini biasanya diadakan dalam pertanggungan

terhadap bahaya yang jarang menimbulkan kerugian total benda

pertanggungan, melainkan hanya sebagian saja.137

Berdasarkan kedua ketentuan Pasal 253 ayat (1) dan ayat (2) KUHD

tersebut, maka dapat dilihat bahwa pada pertanggungan yang melebihi nilai

benda “over verzekering”, seluruh risiko diperalihakn sementara pada

pertanggungan di bawah nilai benda pertanggungan “onder verzekering”, tidak

semua risiko diperalihkan. Oleh karena itu, pada pertanggungan “onder

verzekering” ganti kerugian adalah berdasarkan perseimbangan dan pada “over

verzekering”, ganti kerugian adalah sesuai kerugian. Pada pertanggungan sama

dengan nilai benda pertanggungan atau “volledig verzekering” atau “full

insurance”, semua risiko obyek pertanggungan juga diperalihkan dari

tertanggung kepada penanggung. Dengan demikian, ganti kerugian pada

136

Ibid. hal. 72. 137

Ibid. hal. 72.

Page 108: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

108

“volledig verzekering” juga sama dengan ganti kerugian pada “over

verzekering” yaitu ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang diderita.

Berdasarkan data nomor 4 tentang besar pertanggungan, data nomor

6.3 tentang penentuan nilai ganti rugi, dan data nomor 6.4 tentang cara

penyelesaian dan penetapan nilai ganti rugi, apabila dihubungkan dengan

ketentuan Pasal 253 ayat (1) dan (2), serta pendapat Abdulkadir Muhammad,

maka dapat dideskripsikan bahwa jenis pertanggungan pada asuransi kendaraan

bermotor paket “Motorkoe” di PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967

Cabang Purwokerto adalah berupa pertanggungan nilai penuh atau “volledig

verzekering” dengan penggantian kerugian berupa kerugian total atau “total

loss only”. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data-data sekunder, yaitu:

1. Besarnya Nilai Pertanggungan

Berdasarkan nilai pertanggungan yang tercantum dalam Polis

Motorkoe Ikhtisar Pertanggungan dan harga kendaraan dalam SPPA atau

harga kendaraan yang tercantum dalam data 6.8 tentang premi asuransi

motorkoe, maka besarnya nilai pertanggungan adalah sesuai dengan harga

pasar kendaraan pada saat yang dipertanggungkan. Penentuan harga

kendaraan sesaat sebelum dilakukan perjanjian pertanggugngan dilakukan

oleh penanggung.

Sebagai contoh, jika harga pasar kendaraan yang akan

dipertanggungkan adalah sebesar Rp 11.000.000,00, maka nilai

pertanggungan adalah sebesar Rp 11.00.000,00. Pada asuransi kendaraan

bermotor “Motorkoe”, besarnya harga kendaraan untuk dipertanggungkan

Page 109: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

109

sangat erat kaitannya dengan usia kendaraan. Penanggung akan

memperhitungkan pula nilai penyusutan kendaraan berdasarkan usia

kendaraan tersebut. Sebagai contoh, kendaraan yang dipertanggungkan

tahun pembuatannya adalah pada tahun 2010 sementara baru

dipertanggungkan pada PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda Cabang

Purwokerto pada tahun 2011. Dengan demikian, nilai dari kendaraan

tersebut ada penyusutan selama setahun yaitu dari tahun 2010 hingga tahun

2011. Harga pasar kendaraan yang akan dipertanggungkan pada saat akan

dipertanggungkan yaitu pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 15.000.000,00.

Berdasarkan nilai penyusutan maksimal yang dijadikan standar pada PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda Cabang Purwokerto sebesar 10% tiap

tahunnya, maka dapat diperhitungkan nilai kendaraan pada saat

dipertanggungkan adalah sebesar Rp 13.500.000,00. Nilai tersebut diperoleh

berdasarkan perhitungan 10% x Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00. Maka

Rp 15.000.000,00 – Rp 1.500.000,00 = Rp 13.500.000,00. Dengan

demikian, dapat dilihat bahwa PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda

Cabang Purwokerto selaku penanggung, sebelum mengadakan perjanjian

pertanggungan terlebih dahulu memeriksa dan mempertimbangkan besarnya

harga kendaraan yang akan dipertanggungkan serta selalu mengikuti harga

pasar kendaraan sebagai referensi untuk menilai harga kendaraan secara

layak. Oleh karena harga kendaraan pada saat akan dipertanggungkan

adalah sebesar Rp 13.500.000,00 maka nilai pertanggungan yang tercantum

dalam polis pun sebesar Rp 13.500.000,00.

Page 110: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

110

2. Batas Maksimal Ganti Rugi

Pasal 16 tentang Cara Penyelesaian dan Penetapan Ganti Rugi,

tepatnya pada ayat (2) menyebutkan bahwa tanggung jawab penanggung

atas kerugian dan atau kerusakan terhadap kendaraan dan atau kepentingan

yang dipertanggungkan setinggi-tingginya adalah sebesar harga

pertanggungan. Berdasarkan pasal tersebut bahwa pertanggungan paket

Motorkoe adalah pertanggungan dengan nilai penuh atau “volledig

verzekering”, karena batas maksimal penggantian ganti rugi adalah sebesar

harga pertanggungan. Hal ini tidak berlaku pada pertanggungan dengan nilai

sebagian atau “onder verzekering”, karena besarnya ganti rugi adalah

menurut imbangan antara bagian yang dipertanggungkan dengan bagian

yang tidak dipertanggungkan.

3. Jaminan

Berdasarkan Pasal 15 tentang Penentuan Nilai Ganti Rugi pada

Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia, tepatnya pada ayat

(2), bahwa asuransi kendaraan bermotor Motorkoe hanya menjamin atas

kerugian total atau “total loss only”. Kerugian total sebagaimana telah

dikemukakan sebelumnya adalah bahwa jika:

a. kerusakan dan atau kerugian karena suatu peristiwa yang dijamin oleh

polis dimana biaya perbaikan, penggantian atau pemulihan ke keadaan

semula sesaat sebelum terjadinya kerugian dan atau kerusakan sama

dengan atau lebih tinggi dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari harga

sebenarnya.

Page 111: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

111

b. hilang karena pencurian dan tidak diketemukan dalam waktu 60 (enam

puluh) hari sejak terjadinya pencurian.

Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa PT. Asuransi Umum

Bumiputera Cabang Purwokerto baru akan mengganti kerugian apabila

terjadi kerugian total atau “total loss only”. Besarnya kerugian yang

menentukan adalah dari pihak penanggung sendiri, bukan dari pihak

tertanggung. Apabila terjadi peristiwa tidak tentu yang menimbulkan

kerugian bagi tertanggung, maka kendaraan beroda dua yang

dipertanggungkan akan diperiksa atau dinilai kerusakannya di bengkel yang

biasanya telah ditunjuk sebagai bengkel rekanan penanggung. Berdasarkan

hasil pemeriksaan dari bengkel itulah dapat diketahui apakah kerugian yang

diderita tertanggung melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari harga

sebenarnya kendaraan tersebut. Jika tertanggung mengalami kerugian total,

barulah tertanggung akan mendapat ganti rugi. Besarnya ganti kerugian

maksimum adalah sebesar harga pertanggungan. Oleh karena yang dijamin

adalah hanya kerugian total, tidak termasuk kerugian sebagian, maka

seumpama kendaraan bermotor tertanggung setelah melakukan perbaikan di

bengkel dan kerusakannya tidak melebihi dari 75% dari harga sebenarnya,

maka tertanggung tidak akan mendapat ganti kerugian.

Pemberian ganti kerugian dengan syarat “total loss only” ini

sesungguhnya bertentangan dengan prinsip pemberian ganti kerugian pada

pertanggungan dengan nilai penuh atau “volledig verzekering”.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa, pada pertanggungan dengan

Page 112: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

112

nilai penuh, semua risiko atas obyek pertanggungan telah dialihkan pada

penanggung dan oleh karena itu pemberian ganti kerugian sesuai dengan

kerugian yang senyatanya diderita oleh tertanggung, meskipun kerugian

tersebut hanya kerugian sebagian.

4. Premi

Pada Surat Permintaan Penutupan Asuransi (SPPA) terdapat

beberapa ketentuan premi yang disesuaikan dengan harga kendaraan.

Terdapat dua jenis premi dalam asuransi kendaraan bermotor “Motorkoe”

yaitu premi umum dan premi khusus. Premi umum adalah premi dikenakan

terhadap calon tertanggung yang untuk pertama kalinya mengadakan

perjanjian pertanggungan dengan PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda

Cabang Purwokerto. Sementara itu, premi khusus adalah premi yang

dikenakan terhadap calon tertanggung yang telah pernah mengadakan

perjanjian pertanggungan dengan PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda

Cabang Purwokerto sebelumnya, biasanya tertanggung tersebut

mengadakan pertanggungan untuk kedua kalinya atau dengan kata lain

perjanjian pertanggungannya diperpanjang.

Penentuan premi baik premi umum maupun premi khusus tersebut

telah disesuaikan dengan harga kendaraan. Harga kendaraan yang dapat

dipertanggungan pada asuransi kendaraan bermotor “Motorkoe” di PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto adalah mulai

dari harga kendaraan sebesar Rp 5.000.000,00 hingga Rp 40.000.000,00.

Harga kendaraan tersebut adalah untuk kendaraan yang biasa digunakan

Page 113: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

113

untuk keperluan pribadi bukan kendaraan bermotor roda dua seperti motor

gede atau “harley davidson” ataupun sepeda khusus balap.

Berdasarkan tabel 2 tentang premi asuransi Motorkoe, maka dapat

disimpulkan bahwa pihak penanggung telah merumuskan harga kendaraan

dan besarnya premi yang wajib dibayar. Dengan demikian, pada asuransi

kendaraan bermotor Motorkoe, pihak penanggung telah melakukan

penawaran perjanjian pertanggungan terutama dari segi besarnya premi

yang wajib dibayar. Oleh karena pihak penanggung telah merumuskan

penawaran maka tertanggung tidak dapat memberikan penawaran lain lagi

untuk menutup perjanjian pertanggungan. Maksudnya adalah jika

tertanggung memang sudah setuju dengan penawaran yang ditawarkan oleh

penanggung, maka perjanjian pertanggungan akan dilakukan. Tetapi, jika

tertanggung memang tidak setuju dengan penawaran yang ditawarkan oleh

penanggung maka tertanggung tersebut tidak perlu mengadakan perjanjian

pertanggungan.

Perhitungan harga kendaraan yang dipertanggungkan adalah sama

seperti perhitungan yang telah dikemukakan sebelumnya. Sebagai contoh,

kendaraan yang akan dipertanggungkan dibuat pada tahun 2010 sementara

perjanjian pertanggungan diadakan pada tahun 2011, maka nilai kendaraan

tersebut telah terjadi penyusutan. Harga pasar kendaraan tersebut pada saat

akan dipertanggungkan adalah sebesar Rp 15.000.000,00. Maka dengan

kisaran penyusutan sebesar 10% pertahun, dapat kita hitung nilai atau harga

kendaraan tersebut yaitu 10% x Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00.

Page 114: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

114

Dengan demikian, nilai atau harga kendaraan pada saat akan

dipertanggungkan adalah Rp 13.500.000,00 dengan perhitungan harga pasar

kendaraan sebesar Rp 15.000.000,00 dikurangi nilai penyusutan sebesar Rp

1.500.000,00.

Setelah diperoleh harga kendaraan dengan pembulatan ke atas,

maka dapat kita sesuaikan jumlah premi yang harus dibayar oleh

tertanggung. Berdasarkan tabel harga kendaraan dan jumlah premi yang

harus dibayar sebagaimana tercantum dalam SPPA, yang juga dapat dilihat

pada data 6.8 tentang premi, maka harga kendaraan sebesar Rp

13.500.000,00 dengan pembulatan ke atas menjadi Rp 14.000.000,00 dan

premi yang harus dibayar adalah untuk premi umum sebesar Rp 440.000,00

dan untuk premi khusus sebesar Rp 398.000,00. Salah satu hal yang perlu

diingat adalah bahwa harga kendaraan tersebut adalah sama dengan nilai

pertanggungan yang tercantum di dalam polis.

5. Manfaat atau Jaminan Plus Asuransi Kendaraan Bermotor Motorkoe

Penawaran harga kendaraan dan jumlah premi yang harus dibayar

yang dibuat oleh penanggung, dan oleh karenanya tidak ada perhitungan

premi yang dilakukan secara bersama-sama dengan tertanggung karena

tertanggung tinggal menerima atau tidak atas penawaran penanggung

tersebut, membuat penanggung menawarkan kelebihan jaminan lain yang

sudah termasuk dalam premi yang harus dibayar oleh tertanggung.

Kelebihan jaminan tersebut yaitu sebagaimana yang tercantum pada data

tabel 1 yaitu jaminan terhadap tanggung jawab hukum pihak ketiga,

Page 115: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

115

santunan meninggal dunia bagi pengendara dan penumpang,santunan biaya

pengobatan bagi pengemudi dan penumpang serta santunan pengurusan

dokumen atau surat untuk kehilangan kendaraan.

Jaminan plus ini adalah jaminan yang akan didapat tertanggung

diluar ganti rugi karena kerugian total atau “total loss only”. Artinya,

seumpama tertanggung menderita kecelakaan yang menimbulkan kerugian

total dan memerlukan biaya pengobatan, maka tertanggung akan mendapat

ganti kerugian dari kerugian total atau “total loss” yang memang dijamin

secara tegas di dalam polis juga tertanggung akan mendapat santunan biaya

pengobatan yang merupakan jaminan plus. Jaminan plus ini sudah termasuk

dalam perhitungan premi yang harus dibayar tertanggung, artinya dengan

membayar premi sesuai dengan kategori harga kendaraan, tertanggung juga

mendapat jaminan lebih tidak hanya terhadap kerugian total atau “total loss”

saja. Sistem penawaran yang seperti ini, menurut PT. Asuransi Umum

Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto lebih menguntungkan

tertanggung, karena jika menggunakan perhitungan premi seperti biasa

jaminan yang ditanggung hanyalah terhadap kerugian total atau “total loss”

saja. Jika tertanggung ingin mendapat jaminan lebih, maka tertanggung

diharuskan membayar tambahan premi yang biasanya sebesar 3% (tiga

persen).

Page 116: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

116

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan pada

asuransi kendaraan bermotor Motorkoe di PT. Asuransi Umum Bumiputera

Muda 1967 Cabang Purwokerto, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa PT.

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwoketo memberi jaminan

kerugian total atau “total loss only” dan manfaat atau jaminan plus yaitu

jaminan terhadap tanggung jawab hukum pihak ketiga, santunan meninggal

dunia bagi pengendara dan penumpang, santunan biaya pengobatan bagi

pengemudi dan penumpang serta santunan pengurusan dokumen.

Berdasarkan jumlah yang dipertanggungkan dan nilai benda

pertanggungan, maka dapat disimpulkan bahwa asuransi paket Motorkoe

menerapkan pertanggungan nilai penuh (“volledig verzekering” atau “full

insurance”) dengan penggantian kerugian berupa kerugian total atau “total loss

only”. Manfaat atau jaminan yang ditanggung pada asuransi kendaraan

bermotor Motorkoe adalah kerugian total (“total loss only”) sebagaimana

diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor

Indonesia. Oleh karena jaminan yang ditanggung hanya kerugian total, maka

pihak penanggung hanya akan mengganti kerugian apabila terjadi kerugian dan

atau kerusakan pada obyek pertanggungan sama dengan atau lebih tinggi dari

75% (tujuh puluh lima persen) dari harga sebenarnya atau hilang karena

Page 117: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Microsoft... · 2015-07-29 · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan

117

pencurian. Artinya, penanggung tidak memberikan penggantian kerugian

sesuai dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung seandainya kerugian

yang sesungguhnya dialami tertanggung adalah berupa kerugian sebagian. Hal

ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip pemberian ganti rugi pada

pertanggungan nilai penuh (“volledig verzekering” atau “full insurance”) yaitu

seharusnya tertanggung menerima ganti rugi sesuai dengan kerugian yang

diderita karena seluruh risiko obyek pertanggungan telah dialihkan pada

penanggung.

B. SARAN

PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Cabang Purwokerto

sebagai perusahaan asuransi, selaku penanggung hendaknya memberikan ganti

kerugian kepada tertanggung sesuai dengan kerugian yang senyatanya diderita

oleh tertanggung meskipun kerugian itu berupa kerugian sebagian karena

tertanggung telah mempertanggungkan benda yang menjadi objek

pertanggungan dengan nilai penuh.