asuhan keperawatan luka bakar

58
BAB II KONSEP MEDIS LUKA BAKAR 2.1 Pengertian Cidera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan terhadap sumber panas, kimia, listrik, atu radiasi disebut sebagai luka bakar (Joyce.2014:839) Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi elektromagnet(Brunner & Suddarth,2002) Gambar Luka Bakar 2.2 Klasifikasi Cidera luka bakar dapat digambarkan berdasarkan agen penyebab, kedalaman dan keparahannya 2.2.1 Agen penyebab 1

Upload: tata

Post on 14-Jul-2016

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

askep ini dapat membantu untuk peluasan materi dan lengkap dengan pathway dan juga catatan kaki

TRANSCRIPT

BAB II

KONSEP MEDIS LUKA BAKAR

2.1 Pengertian

Cidera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan terhadap sumber panas, kimia,

listrik, atu radiasi disebut sebagai luka bakar (Joyce.2014:839)

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber energi dari

suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi

elektromagnet(Brunner & Suddarth,2002)

Gambar Luka Bakar

2.2 Klasifikasi

Cidera luka bakar dapat digambarkan berdasarkan agen penyebab, kedalaman dan

keparahannya

2.2.1 Agen penyebab

Cedera luka bakar biasanya terjadi akibat transfer energi dari sumber panas ke tubuh.

Sumber panas dapat berupa panas, zat kimia, atau listrik

a. Luka bakar akibat panas

Luka bakar akibat panas dapat disebabkan oleh sumber api seperti tungkai

perapian di rumah, cidera saat memasak, atau ledakan api. Luka bakar akibat uap

1

panas atu bersentuhan dengan benda yang panas, seperti wajan, teko panas, dapat

juga menyebabkan cedera luka bakar akibat panas.

b. Luka bakar akibat zat kimia

Luka bakar akibat zat kimia sering dihadapi setelah terpajan zat asam dan basa,

termasuk asam hidroflorat asam formiat, amonia anhidrosa, semen, dan fenol.

Agen kimia spesifik lain yang menyebabkan luka bakar kimia terdiri atas fosfor,

unsur logam tertentu, nitrat, hidrokarbon, dan ter

Waktu kontak adalah unsur penting dalam menentukan keparahan cedera.

Permulaan hidroterapi sangat penting untuk membatasi efek zat kimi. Tanpa

memoerhatikan agen penyebab, irigasi harus dilakukan setelah pasien tiba di unit

gawat darurat.

c. Luka bakar akibat listrik

Pengaruh listrik pada tubuh ditentukan oleh tujuh faktor: jenis arus, jumlah arus,

alur arus, durasi kontak, area kontak, resistensi, dan voltase. Manusia sensitif

terhadap arus listrik yang sangat kecil karena sistem saraf manusia terbentuk

dengan sangat baik. Listrik menelusuri alur yang memiliki resistensi paling kecil,

oleh karena itu jaringan, saraf, dan otot mudah mengalami kerusakan sementara

tulang tidak. Namun cedera akibat voltase rendah dianggap oleh voltase sebesar

380 volt atu kurang. Cidera akibat voltase rendah cenderung terjadi dirumah dan

mengenai tangan dan rongga mulut. Penyebab luka bakar akibat voltase rendah

ditangan adalah bersentuhan dengan kabel penyambung yang lapisan luarnya telah

terkelupas, baik kabel yang sudah dipakai maupun yang digunakan dengan salah.

Luka bakar akibat voltase rendah ditangan biasanya berupa luka bakar kecil yang

dalam yang dapat mengenai pembuluh darah, tendon, dan saraf. Luka bakar ini

mengenai sedikit area ditangan, mesti demikian luka bakar mungkin cukup berat

sehingga memerlukan amputasi jari. Listrik bervoltase rendah dapat juga merusak

rongga mulut menyebabkan jaringan parut yang permanen. Cidera ini paling

sering pada anak anak usia 1-2 tahun. Sebagian besar disebabkan oleh menarik atu

menggigit kabel stopkontak. Arus voltase rendah biasanya menjalar diarea yang

memiliki resistensi yang paling kecil (saraf, pembuluh darah) sementara arus

voltase tinggi menjalar dialur langsung antara pintu masuk arus listrik dan

permukaan. Arus berkontraksi ditempat masuknya listrik ke dalam tubuh,

kemudian menyebar secara sentral dan akhirnya menyatu sebelum keluar.

Kerusakan paling berat pada jaringa terjadi di tempat kontak yang sering kali

2

disebut sebagai luka masuk dan luka tembus. Luka masuk akibat voltase tinggi

tampak hangus, membentuk cekungan ditengahnya dan kasar, sementara luka

tembus listrik voltase tinggi lebih tinggi cenderung meledak saat muatan listrik

keluar. (Patricia. 2011: 1536)

2.2.2 Kedalaman

Banyak faktor yang mengubah responsi jaringan tubuh akibat panas. Derajat atau

kedalaman luka bakar bergantung pada:

Suhu agen yang menyebabkan cedera

Durasi pajanan terhadap agen yang menyebabkan cedera

Area tubuh yang terpajan agen yang menyebabkan cedera.

Kerusakan kulit sering kali digambarkan sesuai dengan kedalaman uka dan

didefinisikan sebagai cedera superfisial, kedalam parsial dan kedalam penuh, yang

berhubungan dengan beragam lapisan kulit.

a. Luka bakar superfisial

Umumnya dikenal sebagai luka bakar derajat 1. Luka bakar superfisial mengenai

lapisan epidermal dan smebuh dengan intervensi minimal. Luka bakar akibat sinar

matahari adalah contoh luka bakar superfisial derajat 1 yang sudah dikenal. Kulit

yang terbakar pertama kali terasa sangat nyeri dan kemudian gatal karena

stimulasi reseptor sensoris karena penggantian sel epiteliel epidermal terjadi

secara terus menerus, jenis cedera ini sembuh secara spontan tanpa jaringan parut.

Perawatan luka bakar superfisial (derajat 1).

Tempelkan kantung es atau kompres dingin

Tidak dibutuhkan balutan

Gel aloe dengan lidocain dapat dioleskan ke kulit sesuai kebutuhan untuk

meredakan luka secara lokal

Asetaminofen, aspirin, ibueprofen dapat digunakan sesuai kebutuhan

untuk ketidak nyamanan umum.

b. Luka bakar dengan kedalaman parsial (derajat 2)

Luka bakar dengan kedalaman parsial dibagi menjadi luka bakar dengan kedalam

parsial superfisial dan dalam. Luka bakar dengan kedalaman parsial superfisial

mengenai epidermis dan lapisan dermis superfisial dan sembuh dengan intervensi

minimal. Luka bakar dengan kedalam parsial dalam mengenai epidermis dan

lapisan dermis yang dalam. Resusitasi cairan, status nutrisi, dan adanya penyakit

penyerta dalam mempengaruhi potensi penyembuhan cedera luka bakar dalam

3

kedalaman parsial dalam. Cedera luka bakar denga kedalam parsial dalam dapat

memrlukan waktu selama 3 minggu dapat sembuh secara spontan. Kelambatan

penyembuhan dapat menghasilkan jaringa parut dan kehilangan fungsi.

Perawatan luka bakar kedalaman parsial:

Apabila kulit atau lepuhan pecah, cuci area tersebut dengan air dan sabun

antiseptik yang lembut

Oleskan lapisan sulfadiazin perak atau basitrasin.

Pasang selapis kasa tanpa perekat dan fiksasi dengan kas gulung

Balutan harus diganti 2 x sehari

Balut jari tangan dan jari kaki secara sendiri-sendiri untuk mencegah

penyatuan jaringan granulasi

Pasien dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa bergantung dengan area

yang terbakar.

Ekstrimitas yang tergantung harus ditinggikan diats jantung untuk

mencegah edema berlebihan dan meningkatkan aliran balik vena

Pasien harus mengetahui tanda dan gejala infeksi, termasuk demam,

kemerahan dan eritema yang mencolok disekitar luka bakar, drainase

purulen yang bernanah garis merah yang menyebar dari luka, atau nyeri

yang tidak dapat dikendalikan secara analgesik.

c. Luka bakar dengan kedalaman penuh (derajat 3)

Luka bakar dengan kedalaman penuh (luka bakar derajat 3) membuka lapisan lemak,

yang terdiri atas jaringan adiposa, yang kurang mendapat vaskularisasi lapisan ini

berisi akar kelenjar keringat dan folikel rambut. Semua elemen epidermis dan dermis

rusak. Luka bakar ini tampak putih, merah, coklat, atau hitam. Area kemerahan tidak

memutih saat ditekan karena suplai darah di area tersebut telah terganggu. Pembuluh

darah dan kapiler yang mengalami trombosis dapat divisualisasi. Luka bakar ini

benar-benar tidak menimbulkan rasa nyeri karena reseptor sensoris telah mengalami

kerusakan total. Selain itu area luka bakar ini tampak cekung karena lemak dan otot

yang berada di bawah area luka bakar telah hilang. Luka kecil kurang dari 4 cm

mungkin dibiarkan sembuh dengan granulasi dan migrasi epitalium serat dari tepi

luka. Namun luka yang luas dengan kedalaman penuh dan terbuka menyebabkan

pasien sangat rentan untuk menderita infeksi dan malnutrisi.

4

2.2.3 Keparahan

Keparahan luka ditentukan oleh luas dan kedalaman luka bakar dan agens penyebab,

waktu, dan keadaan di sekitar cedera luka bakar. Untuk mengkaji keparahan luka

bakar beberapa faktor yang harus dipertimbangkan :

Presentasi permukaan tubuh yang terbakar

Kedalaman luka bakar

Lokasi anatomis luka bakar

Usia

Riwayat medis individu

Keberadaan cedera penyerta

Keberadaan cedera inhalasi

Beberapa metode yang menggunakan presentasi TBSA ( total body surfaced area)

dapat digunakan untuk memperkirakan luasnya luka bakar.

Aturan sembilan membagi beberapa bagian tubuh menjadi 9 % dan kelipatannya.

Kepala dianggap mewakili 9 % TBSA, setiap lengan 9 %, setiap tungkai 18%,

batang tubuh anterior 18%, batang tubuh posterior 18%, dan perineum 1%, sehingga

jumlah totalnya 100%. Luka bakar mungkin hanya mengenai sebuah bagian

permukaan tubuh atau dapat juga sirkumferensial. Misalnya, jika hanya permukaan

anterior lengan yang terbakar, maka TBSA diperkirakan bernilai 4,5%. Namun, jika

luka bakar mengelilingi seluruh lengan, maka nilai 9 %.

Grafik lund dan brauder dalah metode lain untuk mengukur ukuran luka. Metode ini

sangat direkomendasikan karena tepat untuk perbandingan kepala-tubuh yang besar

pada bayi dan anak- anak. Pengukuran permukaan ditetapkan untuk setiap bagian

tubuh dalam kaitannya dengan usia pasien. Untuk memperkirakan luka bakar kecil

5

yang menyebar (misalnya luka bakar akibat air mendidih dan luka bakar akibat

minyak).

Aturan telapak tangan memungkinkan pengkajian yang cepat sampai pengkajian

lund dan brouder dapat dilakukan. Telapak tangan pasien sama dengan 1 % TBSA.

Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuhan kecil sampai luka bakar dengan

kedalaman penuh yang masif. Mengenali kebutuhan akan deskripsi istilah yang

jelas, american burn association menyusun sistem derajat keparahan cedera, yang

digunakan untuk menentukkan besarnya cedera luka bakar dan untuk memberikan

kriteria optimal untuk sumber – sumber perawatan pasien di rumah sakit. Keparahan

cedera luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar minor, moderat, dan mayor.

Cedera luka bakar minor dapa ditangani di unit gawat darurat dengan pemeriksaan

lanjutan rawat jalan setiap 48 jam, sampai resiko infeksi berkurang dan

penyembuhan luka berlangsung. Pasien yang mengalami cedera luka bakar moderat

tanpa komplikasi atau mengalami cedera luka bakar mayor harus dirujuk ke pusat

luka bakar regional dan, jika tepat, ditranfer untuk mendapatkan asuhan khusus.

Lahir 1 Th 5 Th 10 Th 15 Th Dewasa

A: Setengah

kepala

9 ½% 81/2% 61/2% 51/2% 41/2% 31/2%

B: Setengah

Paha

21/4 % 31/4% 4% 41/4% 41/2% 43/4%

C: Setengah

tungkai

bawah

21/2% 21/2% 23/4% 3% 31/4% 31/2%

6

Gambar. Diagram bagan Lund & Browder, Metoda yang digunakan untuk menghitung LPT

luka bakar sesuai dengan golongan usia.

Metode telapak tangan. Telapak tangan klien dan jari – jarinya mewakili kira- kira 1 persen

area permukaan tubuh total (TBSA). Presentase luka bakar didapatkan dengan melihat

jumlah tangan klien yang dibutuhkan untuk menutupi seluruh area luka bakar. Metode ini

berguna ketika area yang terbakar kecil kurang dari 5 %. ( Patricia. 2011: 1537 – 1539)

2.3 Etiologi

1.3.1 Luka bakar termal disebabkan oleh paparan atau kontak langsung dengan api,

cairan panas, semi cairan (misalnya uap air), semi padat(misalnya ter), atau benda

panas.

1.3.2 Luka bakar kimia disebabkan oleh kntak dengan asam kuat, basa kuat, atau

senyawa organik (misalnya bahan pembersih rumah tangga tertentu dan berbagai

bahan kimia yang digunakan di industri, petanian, dan militer.

1.3.3 Luka bakar listrik dapat disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh energi

listrik seiring listrik tersebut melewati tubuh. Dapat disebabkan oleh kontak

dengan kabel listrik yang terbuka atau bermasalah atau jalur listrik tegangan

tinggi.

1.3.4 Luka bakar radiasi terkait dengan kecelakaan radiasi nuklir dan penggunaan

radiasi pengion di industri, dan iradiasi terapeutik. Luka bakar matahari, yang

ditimbulkan akibat paparan berkepanjangan terhadap sinar ultraviolet( radiasi

matahari), juga dianggap sebagai luka bakar radiasi.

7

1.3.5 Cedera inhalasi. Paparan terhadap gas asfiksian ( misalnya karbon monoksida)

dan asap pada umumnya terjadi pada cedera api, khususnya bila korban

terperangkap dalam ruang yang tertutup dan penuh asap ( misalnya pada

kebakaran rumah tinggal). (Joyce. 2014:839 – 840)

2.4 Patofisiologi

Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara metabolik, tetapi kulit

melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidup di mana dapat terganggu

akibat suatu cidera luka bakar. Suatu cidera luka bakar akan mengganggu fungsi kulit,

seperti berikut ini:

1. Gangguan proteksi terhadap invasi kuman.

2. Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi lingkungan.

3. Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air.

Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas. Jaringan lunak

akan mengalami cidera bila terkena suhu di atas 1150F (460C). Luasnya kerusakan

bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai contoh, pada kasus luka

bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas

dari shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis

dan dermis sehingga terjadi cidera derajat-tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi

dari cidera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang

menyebabkan pembentukan oksigen reaktif yang menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma

meningkat dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus.

Cidera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik dimanifestasikan dengan

adanya demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah

jantung, peningkatan glukoneogenesis serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan

rangka. Pasien membutuhkan dukungan komprehensif yang berkelanjutan sampai

penutupan luka selesai. (Muttaqin,2011:200-201)

8

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Derajat cedera.

Luka bakar ketebalan - sebagian derajat – satu bersifat superfisial dan nyeri

serta tampak merah. Luka bakar ketebalan - sebagian derajat - dua tampak

basah atau berlepuh dan sangat nyeri. Luka bakar ketebalan- penuh derajat

tiga ditandai dengan kerusakan pada seluruh epidermis dan dermis. Luka

bakar ketebalan- penuh tampak kering dan berbintik serta berwarna hitam, abu

- abu, atau putih, atau merah. Luka bakar ketebalan penuh derajat – empat

melibatkan kulit, jaringan sub-kutan (lemak), otot, dan terkadang tulang. Kulit

tampak gosong atau mungkin terbakar habis.

2.5.2 Hipotermia

Hipotermia dapat terjadi akibat hilangnya panas tubuh lewat luka dan ditandai

pada suhu inti tubuh kurang dari 98,60 F (370 C). Hipotermia sangat berbahaya

karena menyebabkan menggigil, yang lalu menyebabkan peningkatan

konsumsi oksigen dan kebutuhan kalorik serta vasokonstriksi pada perifer.

Hipotermia sering terjadi pada cedera luas selama beberapa jam pertama

setelah cedera, evakuasi, dan transpor ke fasilitas luka bakar.

2.5.3 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Kehilangan lewat penguapan yang tidak dikompensasi dengan penggantian

cairan ditandai dengan tekanan darah yang rendah, penurunan keluaran urine,

membran mukus yang kering, dan buruknya turgor kulit. Hiponatremia,

hipernatremia, dan hiperkalemia, adalah kelainan elektrolit yang memengaruhi

klien dengan cedera luka bakar pada titik- titik yang berbeda selama proses

pemulihan. Luka bakar luas ( lebih besar dari 25 % area permukaan tubuh

total) menyebabkan edema tubuh generalisata yang memengaruhi baik

jaringan yang terbakar maupun tidak dan penurunan volume darah

intravaskuler. Angka hematokrit meningkat pada 24 jam pertama setelah

cedera, menunjukkan hemokonsentrasi dari hilangnya cairan intravaskular.

Selain itu, kehilangan cairan melalui penguapan pada luka bakar 4 hingga 20

kali lebih banyak daripada normal dan tetap meningkat hingga penutupan luka

secara utuh tercapai. Akibatnya adalah penurunan perfusi organ. Keluaran

urine untuk klien dewasa yang mendapatkan penggantian cairan setelah cedera

luka bakar mayor berkurang hingga kurang dari 30 ml/jam. Temuan fisik

sampel urine memperlihatkan adanya dehidrasi, yang ditandai oleh urine

9

terkonsentrasi berwarna kuning gelap dan peningkatan gravitasi spesifik.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar nitrogen urea

darah (BUN) hingga klien terhidrasi secara memadai. Manifestasi mortalitas

gastrointestinal yang menurun setelah cedera luka bakar mayor mencakup

hilangnya bising usus, kotoran, atau buang gas; mual dan muntah serta distensi

perut. Pada kurang lebih 18 hingga 36 jam setelah cedera luka bakar integritas

membran kapiler mulai kembali. Peningkatan awal pada hematokrit, terlihat

dini setelah cedera, turun hingga dibawah normal pada hari ketiga atau

keempat setelah cedera. Turunnya hematokrit terjadi akibat hilangnya sel

darah merah dan kerusakan yang terjadi pada saat cedera.

2.5.4 Perubahan pada respirasi.

Pada awalnya, pada klien dapat terjadi takipneu setelah cedera luka bakar.

Analisis gas darah arteri dapat menampilkan tekanan oksigen arteri (PaO2 )

yang relatif normal, dengan saturasi oksigen yang lebih rendah darai yang

diharapkan relatif terhadap PO2. Pada mereka dengan cedar inhalasi,

insufisiensi pernapasan dapat terjadi selama fase resusitasi ketika pergeseran

cairan pada titik tertinggi dan cedera parenkim paru sangat rentan terhadap

pembentukan edema. Selanjutnya dalam perjalanan pemulihan, gaga napas

dapat terjadi karena infeksi(seringkali 10 hari hingga minggu setelah cedera.

Diagnosis keracunan CO dibuat denganmengukur kadar COHb dalam darah.

Manifestasi awal berhubungan dengan menurunnya oksigenasi jaringan

serebral dan bersifat neurologik. Luka bakar termal terhadap salura napas atas

( mulut, nasofaring, dan laring), secara khas tamapak kemerahan dan bengkak,

dengan luka- luka atau lepuh -lepuh mukosa. Edema mukosa yang meningkat

dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, biasanya dalam 24 hingga 28

jam setelah cedera. Manifestasi klinis yang terlihat pada penyempitan saluran

napas mencakup stridor, dispnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan

otot- otot bantu napas, dan pada akhirnya sianosis. Temuan fisik saat klien

masuk yang menunjukkan adanya paparan asap meliputi jelaga pada wajah

dan lubang hidung, luka bakar pada wajah, jelaga pada sputum, batuk, dan

mengi.

2.5.5 Menurunnya curah jantung.

Setelah cedera luka bakar yang luas, denyut jantung dan tahanan vaskular

perifer meningkat sebagai tanggapan atas pelepasan katekolamin da

10

hipovolemia relatif, namun curah jantung pada awalnya menurun (hipofungsi).

Penurunan curah jantung yang terlihat pada awalnya setelah cedera luka bakar

ditunjukkan oleh penurunan tekanan darah, penurunan keluaran urine, denyut

perifer yang lemah, dan jika dipantau lewat kateter arteri pulmonal, curah

jantung kurang dari 4 liter/menit, indeks jantung kurang dari 2,5 L/menit, dan

tahanan vaskular sistemik kurang dari 900 dyne.

2.5.6 Respon nyeri.

Klien akan mengalami nyeri yang hebat akibat luka bakar dan terpaparnya

ujung saraf karena hilangnya integritas kulit. 3 jenis nyeri yang muncul: nyeri

latar, nyeri lonjakan dan nyeri prosedural. Nyeri latar dialami ketika klien

sedang beristirahat atau sedang melakukan aktivitas yang tidak behubungan

dengan prosedur, seperti berganti posisi di tempat tidur, atau pada gerakan

dinding dada atau perut yang terjadi pada pernapasan dalam atau batuk. Nyeri

latar dijelaskan sebagai bersifat terus- menerus dan berintensitas rendah,

biasanya berlangsung selama pemulihan. manajemen nyeri latar seringkali

dilakukan dengan analgetik kerja panjang menggunakan modalitas seperti

analgesia terkontrol- klien, infuse berkelanjutan, atau obat oral lepas

berkelanjutan. Nyeri lonjakan adalah peningkatan nyeri yang dirasakan yang

melebihi tingkat intensitas rendah nyeri latar. Nyeri lonjakan terjadi secara

intermiten sepanjang hari. Intensitas dan frekuensi nyeri lonjakan berkurang

seiring sembuhnya luka. Manajemen nyeri lonjakan dilakukan dengan

menggunakan obat kerja singkat. Nyeri prosedural dijelaskan sebagai nyeri

akut dan berintensitas tinggi. Manajemen bergantung pada fase pemulihan dan

termasuk opioid kerja singkat (misalnya morfin sulfat, fentanil,hidromorfon,

oksikodon, ketamin). Obat inhalasi, seperti nitrat oksida, dapat pula digunakan

untuk menangani nyeri prosedural.

2.5.7 Tingkat kesadaran yang teganggu.

Jarang terjadi klien dengan cedera luka bakar mengalami kerusakan neurologi

kecuali paparan yang lama terhadap asap telah terjadi. Jika agitasi terjadi

segera pada periode pasca cedera, klien mungkin menderita hipoksemia atau

hipovolemia dan membutuhkan penilaian lebih lanjut untuk mengidentifikasi

penyebab perubahan itu. Ketika perubahan tingkat kesadaran terjadi saat

masuk ke rumah sakit, seringkali berhubungan dengan trauma neurologi

(misalnya jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor), gangguan perfusi ke otak,

11

hipoksemia (seperti pada kebakaran diruang tertutup), cedera inhalasi (seperti

pada paparan terhadap asfiksiat atau bahan- bahan beracun lainnya dari

kebakaran), cedera luka bakar listrik, atau efek obat - obat yang muncul dalam

tubuh pada saat cedera. Manifestasi neurologi dapat mencakup sakit kepala,

pusing/puyeng, hilang ingatan, kebingungan atau hilangnya kesadaran,

disorientasi, perubahan visual, halusinasi keagresifan dan koma.

2.5.8 Perubahan psikologi.

Segera setelah cedera, mereka yang dengan cedera mayor dapat merespons

dengan syok psikologi, ketidakpercayaan, kecemasan, dan perasaan terbebani.

Masalah yang paling umum yang terjadi selama fase akut pemulihan

mencakup kesedihan, depresi, kecemasan, dan gangguan stress akut (yaitu,

perasaan mengalami kembali trauma yang muncul terus- menerus,

penghindaran dari stimulus yang berkaitan dengan trauma, dan manifestasi

mudah terbangun). Klien dapat mengalami mimpi buruk atau kilas balik

cedera, masalah tidur, dan regresi perilaku.( Joyce. 2014: 844-848)

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi

sehubungan dngan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan

SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium

pembuluh darah.

2.8.2 SDP : leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan

respon inflamasi terhadap cidera.

2.8.3 GDA : dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi. Penuruan PaO2 atau

peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat

terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilanagan mekanisme

kompensasi pernapasan.

2.8.4 COHbg ( Karboksi Hemoglobin ) : Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan

keracunan karbon monoksida/cidera inhalasi.

2.8.5 Elektrolit serum : kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera

jaringan/kerusakan sel darah merah dan penuurunan fungsi ginjal. Hipokalemia dapat

terjadi bila mulai deuresis, magnesium mungkin menurun. Natrium pada wal mungkin

menurun pada kehilangan air, hiponatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi

konservasi ginjal.

12

2.8.6 Natrium urin random : lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan

resusitasi cairan. Kurang dari 10 mEg/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.

2.8.7 Alkali Fosfat : Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan

interstitial/gangguan pompa natrium.

2.8.8 Glukosa Serum : Peningkatan menunjukan respon stress.

2.8.9 Albumin Serum : rasio albumin/globulin mungkin terbalik sehubungan dengan

kehilangan protein.

2.8.10 BUN/kreatinin : peningkatan menunjukan penurunan fungsi ginjal, namun kreatinin

dapat meningkat akibat cidera jaringan.

2.8.11 Urin : adanya albumin, Hb dan myoglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam

dan kehilangan protein.

2.8.12 Foto Rotgen dada : dapat tampak normal pada pasca luka bakar dini meskipun pada

cidera inhalasi, namun cidera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif

tanpa foto dada.

2.8.13 Bronkoskopi serat optik : Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi, hasil dapat

meliputi edema, perdarahan.

2.8.14 EKG : tanda iskemia miokardial/ disritmia

(Doenges,1999:807)

2.7 Penatalaksanaan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka yaitu:

2.8.1 Penyembuhan Luka

2.7.1.1 Proses penyembuhan luka terbagi dalam 3 Fase yaitu

FASE INFLAMASI

Adalah fase yang bertentangan dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka

bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular dan proliferasi selular. Daerah luka

mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotinin, Mulai timbul epitelisasi.

FASE FIBROLASTIK

Adalah fase yang dimulai pada hari ke 4-20 pasca luka bakar. Pada fase ini timbul

sebukan fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai

jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.

FASE MATURASI

Adalah fase dimana terjadinya proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula

penurunan aktivitas selular dan vaskular, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih

dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda- tanda radang. Bentuk akhir dari

13

fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau

gatal. ( Christanti,1999:24-25 )

2.8.2 Penanganan Luka

Penanganan luka merupakan hal yang sangat penting dalam menangani pasien luka

bakar baik untuk mencegah infeksi maupun menghindari terjadinya sindrom

kompartemen karena adanya luka bakar Circumferencial.

2.8.3 Pendinginan Luka

Mengingat sifat kulit adalah sebagai penyimpanan panas yang terbaik ( Heat restore)

maka, pada pasien yang mengalami luka bakar, tubuh masih tetap menyimpan energi

panas sampai beberapa menit setelah terjadinya trauma panas. Oleh karena itu,

tindakan pendinginan luka perlu dilakukan untuk mencegah pasien berada pada zona

luka bakar lebih dalam. Tindakan ini juga dapat mengurangi perluasan kerusakan fisik

sel, mencegah dehidrasi dan membersihkan luka sekaligus mengurangi nyeri.

Pendingunan luka dilakukan sebelum kontak dengan petugas kesehatan, pendinginan

luka bisa menggunakan air mengalir.

2.8.4 Debridemen

Tindakan debridemen bertujuan untuk membersihkan luka dari jaringan nekrosis atau

bahan lain yang menempel pada luka. Tindakan ini bisa dilakukan pada saat

pendinginan luka, perawatan luka, penggantian balutan, atau pada saat tindakan

pembedahan. Tindakan debridemen ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya

infeksi luka dan mempercepat proses penyembuhan luka.

2.8.5 Tindakan Pembedahan

Luka bakar mengakibatkan terjadinya jaringan parut. Jaringan parut

merupakan jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein yang teragulasi yang

dapat bersifat progresif. Pada luka bakar Circumferential jaringan luka bakar yang

terbentuk akan mengeras dan menekan pembuluh darah sehingga memerlukan

tindakan Eskarotomi.

Eskarotomi merupakan tindakan pembedahan utama untuk mengatasi perfusi jaringan

yang tidak adekuat karena adanya eschar yang menekan vaskular. Tindakan yang

dilakukan hanya berupa insisi dan BUKAN membuang Eschar. Apabila tindakan ini

tidak dilakukan maka akan mengakibatkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh

darah dan terjadi hipoksia serta iskemia jaringan.

Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-5. Tanda- tanda klinis yang

harus diperhatikan untuk menentukan dilakukannya tindakan eskarotomi antara lain :

14

adanya sianosis jaringan distal, kapilarisasi darurat tanpa anastesi. Daerah yang telah

dieskarotomi diberi obat topikal antibakteri dan dirawat setiap hari. Pada luka bakar

dalam karena sengatan listrik dapat menyebabkan edema yang hebat pada fasia yang

selanjutnya dapat mengakibatkan kesemutan ( penekanan syaraf ), penekanan vena,

nekrose ( penekanan arteri ). Pada kondisi seperti ini pasien memerlukan tindakan

Fasiotomi.

Tindakan pembedahan lain yang sering dilakukan pada pasien luka bakar

adalah Eksisi tangensial yaitu tindakan membuang jaringan dan jaringan dibawahnya

sampai persis diatas Fasia dimana terdapat pleksus pembuluh darah sehingga bisa

langsung dilakukan operasi tandur kulit.

2.8.6 Terapi Isolasi dan Manipulasi Lingkungan

Luka bakar mengakibatkan imunosupresi ( penekanan sistem imun) tubuh

selama tahap awal cedera. Oleh karenanya pasien luka bakar memerlukan ruangan

khusus dengan suhu ruangan yang dapat diatur, udara bersih, serta terpisah dari pasien

lain yang bisa menimbulkan infeksi silang.

Alat tenun yang digunakan harus steril, perawat menggunakan masker, gaun

dan sarung tangan steril setiap kali melakukan tindakan untuk pasien. Perawat

sebaiknya menggunakan lebih banyak alat dissposible dan menjaga kebersihan

seluruh perangkat/ perabot yang ada diruangan. Tidak dianjurkan untuk meletakkan

tanaman/ karangan bunga diruangan untuk mengurangi infeksi pseudomonas ( karena

pseudomonas menyukai lingkungan area tanaman).

(Christanti,1999)

2.8.7 Resusitasi cairan

Pemberian cairan sangat diperlukan dalam kasus luka bakar yaitu

4cc/kgBB/%luas luka bakar dimana setengahnya diberikan 8 jam pertama dan

setengahnya diberikan 8 jam berikutnya. Resusitasi cairan pada 24 jam pertama

berupa cairan kristaloid yaitu RL dengan targat urine output 1cc/kgBB

Pada 24 jam kedua menggunakan cairan koloid/plasma 0,5 ml/kgBB/%luas

luka bakar.

Pada 32 jam bisa diberikan infuse nutrisi misal D5%. Perlu observasi suhu

tubuh, urin output.

15

2.8 Komplikasi

2.8.1 Hipertrofi Jaringan Parut

Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa di alami pasien

dengan luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih bisa diatasi dengan tindakan

tertentu. Terbentuknya hipertrofi jaringan parut pada pasien luka bakar dipengaruhi

oleh berbagai faktor antara lain :

1. Kedalaman luka bakar

2. Sifat kulit

3. Usia pasien

4. Lamanya waktu penutupan kulit

5. Penenduran kulit

Jaringan parut mengalami pembentukan secara aktif pada 6 bulan post luka bakar

dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal, pembentukan jaringan

parut terus berlangsung dan warna berubah jadi merah, merah tua sampai coklat dan

terba keras/ tegang, setelah 12-18 bulan, jaringan parut akan mengalami tahap

maturasi dan warna menjadi coklat muda dan teraba lebih lembut/ lemas.

Pemebentukan hipertrofi jaringan parut ini tidak dapat dicegah tetapi dengan tindakan

konservatif dapat diantisipasi sejak minggu- minggu awal fase penyembuhan luka

( fase pembentukan kolagen ). Seringkali tindakan pembedahan juga diperlukan untuk

mengatasi jaringanparut terutamajika mempengaruhi fungsi gerak/ sendi,

mengakibatkan imobilitas dan menganggu kenyamanan serta citra tubuh pasien.

Pembedahan yangdilakukan bisa berlangsung berulang kali. ( Christanti,1999:22-24 )

2.8.2 Kontraktur

Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bkar dan

menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa tindakan yang dapat mencegah

atau mengurangi komplikasi kontraktur adalah :

1. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini ( awal cedera luka bakar )

2. Ambulasi yang dilakukan 2-3 x/hari sesegera mungkin ( perhstiksn bila ada

fraktur) pada pasien yang terpasang berbagai alat invasif misalnya: IV Lines,

NGT, EKG, dll perlu disiapkan dan dibantu yang untuk ambulasi pasif.

16

3. Presure garment adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan, bertujuan

menekan timbulnya hipertrofi scar, dimana penggunaan presure garment ini dapat

menghambat mobilitas dan mendukung terjadinya kontraktur.

( Christanti,1999:22-24 )

2.8.3 Infeksi

Masalah utama yang seringkali dialami pasien luka bakar yaitu terjadinya infeksi

yang kemudian berakhir dengan sepsis. Infeksi secara klinis dapat didefenisikan

sebagai pertumbuhan organisme pada luka yang berhubungan dengan reaksi jaringan

dan tergantung pada banyaknya mikroorganisme patogen dan meningkat dengan

virulensi resistensi dari pasien. Seringkali kolonisasi disalahartikan sebagai infeksi.

Kolonisasi merupakan pertumbuhan organisme pada luka tetapi tidak menimbulkan

respon tertentu sebagai merah, bengkak dan nyeri dengan jumlah mikroorganisme <

100.000/gram jaringan. ( Christanti,1999:25-26 )

2.8.4 Berdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi yang potensial dalam fase darurat/

resusitasi perawatan luka bakar ,mencakup keadaan berikut ini:

a. Gagal respirasi yang akut

b. Syok sirkulasi

c. Gagal ginjal akut

d. Sindroma kompartemen

e. Ileus paralitik

f. Ulkus curling

2.8.5 Berdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi yang potensial dalam fase akut

perawatan luka bakar dapat mencakup keadaan berikut ini:

a. Gagal jantung konghesif dan edema pulmonal

b. Sepsis

c. Gagal nafas akut

d. Adult respiratory distress syndrome

e. Kerusakan viseral ( luka bakar listrik) (Brunner & Suddarth,2002)

17

2.9 WOC

18

Pengalihan energy panas dari suatu sumber panas kepada

tubuh

LUKA BAKARCemas dengan kondisi

dan prognosis luka bakar Ansietas

B1

Inhalasi karbonmonoksida

Karbon monoksida berikatan dengan

hemoglobin

Kehilangan kulit barrier

Penurunan mekanisme untuk

menjaga suhu tubuh terganggu

Fungsi sistem imun tertekan

Radiasi sinar matahari Air panas Minyak Panas Api Zat kimia Inhalasi (Pajanan gas, ledakan)

B2

Molekul O2 tergeser

Penurunan aktivitas limfosit

19

Luka bakar pada derajat tiga (full-thickness injury)

Karboksihemoglobin

Penurunan pengantaran oksigen oleh darah ke

seluruh tubuh

Gangguan Pertukaran Gas

Menyebabkan fungsi silia hilang

Hipersekresi

Bronkospasme, ekspektorasi partikel-partikel karbon dalam

sputum

Ketidakfektifan bersihan jalan

nafas

Hipotermi

Perubahan fungsi neutrofil dan

makrofag

Invasi bakteri meningkat

Resiko Infeksi

B3

Cidera Jaringan

B5 B6

Hipermetabolisme Cedera jaringan lunak ( dermis, epidermis)

Penurunan pembentukan imunoglobulin

Kehilangan panas tubuh melalui

evaporasi

20

Aktivasi system saraf simpati

Pelepasan Mediator nyeri (histamine,prostaglandin, bradikinin)

Meningkatkan sensitivitas nyeri

Lepuhan yang terjadi dalam tempo beberapa

menit dan dapat terpecah dan edema

Keterbatasan melakukan motorik

kasar

Hambatan Mobilitas Fisik

Mengenai ujung saraf yang ada di daerah luka

Nyeri

Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Kerusakan Integritas kulit

Kerusakan jaringan kulit

Penggunaan Glukosa dalam tubuh

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Umur : luka bakar dapat dialami siapa saja.(Effendy, 1999: 1)

Cedera luka bakar pada dewasa lebih cenderung terjadi pada laki - laki dengan

kelompok usia 20 hingga 40. Luka bakar lepuh terjadi pada kira- kira 10 % dewasa,

dan 30 % pada anak- anak. Anak berusia 2 hingga 4 tahun menderita lebih banyak

cedera lepuh dibandingkan dengan orang dari kelompok usia lainnya.

( Joyce.2014:840)

3.1.2 Keluhan Utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri

dapat disebabkan kerena iritasi terhadap saraf. Sesak nafas yang timbul beberapa jam

atau hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran

pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema

paru berakibat penurunan ekspansi paru.

3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri dan eritema setempat yang biasa terjadi tanpa lepuh dalam waktu 24 jam

pertama (luka bakar derajat satu).Menggigil, sakit kepala edema local dan nausea

serta vomitus (pada luka bakar derajat satu yang lebih berat).Lepuhan berdinding tipis

berisi cairan, yang muncul dalam tempo beberapa menit sesudah cedera disertai

edema ringan hingga sedang dan rasa nyeri (luka bakar derajat dua dengan ketebalan

parsial-superfisial).Tampilan putih seperti lilin pada daerah yang rusak (luka bakar

derajat dua dengan ketebalan parsial-dalam).Jaringan seperti bahan dari kulit yang

berwarna putih, cokelat, atau hitam dengan pembuluh darah yang terlihat dan

mengalami trombosis akibat destruksi elastisitas kulit (bagian dorsum tangan

merupakan lokasi yang paling sering terdapat vena yang mengalami trombosis ) tanpa

disertai lepuhan (luka bakar derajat tiga).Daerah yang menonjol dan berwarna seperti

perak, yang biasa terlihat pada tempat terkena arus listrik (luka bakar elektrik).Bulu

hidung yang berbau sangit, luka bakar mukosa, perubahan suara, batuk-batuk, mengi,

hangus pada mulut atau hidung, dan sputum berwarna gelap (karena inhalasi asap dan

kerusakan paru).(Kowalak, 2011: 618)

21

3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum

mengalami luka bakar. Penyakit jantung, paru, endokrin, dan ginjal yang melemahkan

khususnya, insufisiensi jantung paru, diabetes, penyakit terkait alkohol, dan gagal

ginjal dapat mempengaruhi respon klien terhadap cedera dan pegobatan.

(Joyce.2014:852)

3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan

dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga

mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta

kemungkinan penyakit turunan

3.1.6 Riwayat Psikososial

Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang

disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan.

Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang lama sehingga

mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan takut,marah,

menarik diri. (Doenges,1999)

3.1.7 Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar

3.1.7.1 Nutrisi

Hipermetabolisme akan terus bertahan sesudah terjadinya luka bakar sampai luka

tersebut menutup.Pasien akan mengalami kekurangan berat badan yang cukup besar

selama fase pemulihan akibat luka bakar yang berat Pasien mengalami anoreksia,

mual , muntah. (Smeltzer, 2011;Doenges,1999 )

3.1.7.2 Eliminasi

Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam

kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis

(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising

usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres

penurunan motilitas/peristaltik gastrik. (Doenges,1999:805)

3.1.7.3 Aktivitas dan Istirahat

Aktivitas mengalami gangguan, penurunan kekuatan dan tahanan, ketebatasan rentang

gerak pada area yang sakit. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan.

Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri . (Doenges,1999)

22

3.1.7.4 Hygiene Perseorangan

Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat

mengalami keterbatasan rentang gerak.

3.2 Pemeriksaan Fisik

3.2.1 B1 Breath

Kemungkinan cedera inhalasi dapat terjadi serak; batuk mengi; partikel karbon dalam

sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis.Pengembangan torak

mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii

(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:

gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam

(ronkhi). (Doenges,1999)

3.2.2 B2 Blood

Penurunan nadi perifer distal pada ekstermitas yang cidera, vasokonstriksi perifer

umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik). Takikardia

(syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik), edema jaringan. (Doenges,1999:805)

3.2.3 B3 Brain

Area kebas, kesemutan,perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon

dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;

kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran

timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf), nyeri

(Doenges,1999:805)

3.2.4 B4 Bladder

Penuruan haluaran urin, perubahan warna urin hitam kemerahan bila terjadi

mioglobin. (Doenges,1999)

3.2.5 B5 Bowel

Penurunan bising usus/tidak ada. Distensi abdomen.(Doenges,1999)

3.2.6 B6 Bone dan Integumen

Lepuhan, gangguan masa otot dan kekuatan otot menurun. (Doenges,1999)

23

3.3 Diagnosa Keperawatan

3.3.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida;

inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.

3.3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan obstruksi trakeobronkial:

edema mukosa dan hilangnya kerja silia (inhalasi asap) luka bakar seputar

leher, kompresi jalan napas torak dan dada atau keterbatasan pengembangan

dada. Trauma cedera: cedera jalan napas atas langsung oleh api, pemanasan,

udara panas, dan kimia/gas.

3.3.3 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan

terganggunya respon imun.

3.3.4 Hipotermia berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang

terbuka.

3.3.5 Nyeri berhubungan dengan hipoksia jaringan; cidera jaringan; serta saraf dan

dampak emosional dari luka bakar.

3.3.6 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengn

hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.

( Muttaqin,2011)

3.3.7 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kekuatan dan

tahanan yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan

rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan control atau massa otot.

3.3.8 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit

karena destruksi lapisan kulit yang ditandai dengan tidak adanya jaringan yang

hidup.(Doenges,1999:)

3.3.9 Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak emosional dari luka

bakar.(Doenges.1999: 820-821)

3.4 Intervensi dan Rasional

3.4.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida;

inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.

Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan

tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :

Pasien tidak sesak napas.

RR normal sesuai dengan tingkat usia (dewasa 12-20x/menit).

24

Pemeriksaan gas arteri pH 7,40 ± 0,005, HCO3 24 ± 2 mEq/L dan PaCO240

mmHg.

Intervensi :

1) Kaji faktor penyebab gangguan pertukaran gas.

R/ Pemeriksaan untuk mengkaji pertukaran gas yang adekuat dan bersihan saluran

napasn merupakan aktivitas keperawatan yang esensial. Frekuensi, kualitas dan

dalamnya respirasi harus dicatat. Paru-paru diauskultasi untuk mendeteksi suara

tambahan (abnormal). Di samping pengkajian keperawatan terhadap status

respirasi, oksimeter denyut nadi dapat digunakan untuk memantau kadar oksigen

dalam darah arterial. Pemakaian oksimeter denyut nadi pada pasien luka bakar

memiliki kekurangan, yaitu perfusi jaringan yang buruk, serta edema mempersulit

pemeriksa untuk mendapatkan signal yang akurat dan oksimeter tidak dapat

membedakan karboksihemoglobin dengan oksihemoglobin.

2) Monitor ketat TTV.

R/ Perubahan TTV akan memberikan dampak pada resiko asidosis yang

bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan

koreksi asidosis.

3) Kolaborasi pemberian oksigen 4 liter/menit dengan metode kanul atau sungkup

non-rebreathing.

R/ Terapi pemeliharaan untuk kebutuhan asupan oksigenasi.

4) Istirahatkan pasien dengan posisi fowler.

R/ Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan

mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan

menurunkan tekanan darah.

5) Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung.

R/ Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan

pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2ruangan yang

akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

6) Kolaborasi pemberian bikarbonat.

R/ Jika penyebab masalah adalah masukan klorida, maka pengobatannya adalah

ditunjukan pada menghilangkan sumber klorida.

7) Observasi data laboratorium analisis gas darah berkelanjutan.

25

R/ Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis metabolik adalah meningkatkan

pH sistemik ke batas yang aman dan mengulangi sebab-sebab asidosis yang

mendasarinya. Dengan monitoring perunahan dari analisa gas darah berguna

untuk menghindari komplikasi yang tidak diharapakan.

(Muttaqin,2011:209)

3.4.2 Diagnosa keperawatan: ketidakfektifan bersihan jalan napas.

Faktor resiko meliputi: obstruksi trakeobronkial: edema mukosa dan hilangnya kerja

silia (inhalasi asap) luka bakar seputar leher, kompresi jalan napas torak dan dada atau

keterbatasan pengembangan dada. Trauma cedera: cedera jalan napas atas langsung

oleh api, pemanasan, udara panas, dan kimia/gas.

Kemungkinan dibuktikan oleh: tidak dapat diterapkan, adanya tanda- tanda dan

gejala-gejala membuat diagnosa aktual

Hasil yang diharapkan: menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam

rentang normal, bebas dispnea/sianosis.

Intevensi

Mandiri

1. Ambil riwayat cedera perhatikan adanya kondisi pernapasan sebelumnya.

Riwayat merokok.

R/ Penyebab, lama terpajan, terjadi dalam ruang tertutup atau terbuka

mengindikasikan cedera inhalasi. Tipe materi yang terbakar (kayu, plastik, wol, dsb)

menunjukkan tipe pemajanan gas toksik. Kondisi sebelumnya dapat meningkatkan

risiko komplikasi pernapasan.

2. observasi refleks menelan: perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan

menelan, serak, batuk mengi.

R/ Dugaan cedera inhalasi

3. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, perhatikan adanya sianosis

dan sputum mengandung karbon atau merah muda.

R/ Takpinea, penggunaan otot bantu, sianosis, dan perubahan sputum menunjukkan

terjadi distres pernapasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.

26

4. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/ gemericik penurunan bunyi napas,

batuk rejan.

R/ Obstruksi jalan napas/ distres pernapasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat

contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

5. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cedera

R/ Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.

6. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala,

sesuai indikasi

R/ Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernapasan bila kepala/ leher terbakar,

bantal dapat menghambat pernapasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga

yang terbakar, dan meningkatkan konstriktur leher.

7. Dorong batuk/latihan napas dalam dan perubahan posisi sering.

R/ Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi, dan drainase sekret.

8. Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.

R/ Membantu mempertahankan jalan napas bersih, tetapi harus dilakukan

kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan resiko

infeksi.

9. Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan menelan

secret oral secara periodik.

R/ Peningkatan serak/ penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan

peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.

Selidiki perubahan perilaku/ mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

10. Awasi 24 jam kesimbangan cairan, perhatikan variasi/perubahan

R/ Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema

paru.

Kolaborasi

1. Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah

R/ O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembab menurunkan pengeringan saluran

pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.

27

2. Awasi/gambarkan seri GDA

R/ Data dasar penting untuk penkajian lanjut status pernapasan dan pedoman untuk

pengobatan Pao2 kurang dari 50 Paco2 lebih besar dari 50, penurunan pH

menunjukan inhalasi asam dan terjadinya pneumonia/ SDPD.

3. Kaji ulang seri rontgen

R/ Perubahan menunjukkan atelaktasis atau edema paru tak dapat terjadi selama 2-3

hari setelah terbakar

4. Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri insensif

R/ Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri insentif

dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi

pernapasan, dan menurunkan atelektasis.

5. Siapkan/ bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.

R/ Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri insentif

dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi

pernapasan, dan menurunkan atelektasis.

6. Siapkan/ bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.

R/ Intubasi atau dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan napas edema/ luka bakar

mempengaruhi fungsi paru atau oksigenasi.(Doengoes, 1999:807-808)

3.4.3 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan

terganggunya respon imun.

Tujuan :Pasien menunjukan tidak terjadi infeksi ,terjadi perbaikan pada intergritas

jaringan lunak.

Kriteria evaluasi :

Lesi luka bakar mulai menutup pada hari ke-7 minimal 0,5 cm tanpa adanya

tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area sekitar sel.

Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji derajat,kondisi kedalaman dan luasnya lesi luka bakar serta apakah order

khusus dari tim dokter dalam melakukan perawatan luka.

28

R/ mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.

Bagian utama dari peranan perawatselama fase akut atau fase lainnya dlam

perawatan luka bakar adalah mendetekis serta mencegah infeksi. Perawat

bertanggung jawab untukm menciptakan lingkungan yang aman serta besih dan

dan meneliti luka bakar dengan cermat guna mendeteksi tanda-tanda infeksi. Hasil

pemeriksaan kultur dan pemeruksaan hitung sel darah putih harus dipantau.

2) Buat kondisi balutan dalam keadaan kering dan bersih

R/ kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan

menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlama penyembuhan luka.

3) Lakukan intervensi untuk menurunkan infeksi

R/ tempatkan pasien pada ruangan khusus, seperti rungan perawatan luka bakar

untuk mencegah infeksi. Monitor dan evaluasi adanya tanda dan gejala infeksi

sistemik. Tindakan asepsis yang mutlak harusselalu dipertahankan selama

pelaksanaan perawatan kulit yang rutin. Mencuci tangan dan mengenakan sarung

tangan steril ketika melaksanakan prosedur tersebut diperluka setiap saat. Ketika

keadaan meliputi bagian tubuh yang luas, pasien harus dirawat dalam sebuah

kamar pribadi untuk mencefgah kemungkinan infeksi silang dari pasien-pasien

lain. Para pegunjung harus mengenakan pakaian pelindung dan mencuci tangan

mereka sebelum menyentuh pasien. Orang-orang yang menderita penyakit

menular tidak boleh mengunjungi pasien sampai mereka sudah tidak lagi

berbahaya bagi kesehatan pasien tersebut.

4) Lakukan perawatan luka :

Lakukan perawatan luka steril setiap hari

R/ perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap hari untuk membersihkan debris

dan menurunkan kontak kuman mesuk kedalam lesi. Intervensi dilakukan

dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke lesi pmfigus.

Bila perlu premedikasi sebelum melakukan perawatan luka

R/ pasien dengan lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan premedikasi

dahulu dengan preparat analgesik sebelum perawatan kulitnya mulai

dilakukan.

Bersihkan luka jenis cairan yang disesuaikan dengan kondisi individu.

R/ pada luka yang sudah mulai mengering, pembersihan debris(sisa

fogositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan

kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptik dan dengan arah dari dalam

29

keluar dapat menceegah kontaminasi kuman kejaringan luka. Antiseptik

iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi

jaringan sehingga memperlambt pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan

dengan alkohol atau normal saline.

5) Hindari menggunakan BAHP (bahan alat habis pakai) untuk tidak digunakan pada

sisi luka bakar lainnya.

R/ perawat tanpa sengaja mempermudah migrasi mikroorganisme dari luka bakar

yang satu keluka bakar yang lainnya dengan menyentuh luka atau balutan. Linen

tempat tidur dapat menyebarluaskan infeksi melalui kolonisasi mikroorganisme

luka bakar atau kontaminasi feses. Memandikan bagian-bagian tubuh yang

terbakar dan menggantikan linen cecara teratur dapat membantu mencegah

infeksi.

6) Kolaborasi penggunaan antibiotic

R/ injeksi antibiotik diberikan untuk mencegah aktivasi kuman yang bisa masuk.

Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotik serta

memberikan antibiotik sesuai pesanan dokter.(Muttaqin,2011:217)

3.4.4 Hipotermia berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang

terbuka.

Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikkan suhu tubuh setelah dilakukan tindakan

keperawatan dengan kriteria hasil :

Suhu tubuh normal (36,50C-37,50C).

CRT < 2 detik.

Akral hangat.

Intervensi :

1) Kaji derajat, kondisi kedalaman dan luasnya lesi luka bakar.

R/ Semakin tinggi derajat, kedalaman dan luas dari luka bakar maka resiko

hipotermi akan lebih tinggi. Penderita luka bakar luas cenderung untuk menggigil.

Dehidrasi dapat semakin berat jika daerah kulit yang rusak terkena aliran udara

hangat yang terus-menerus.

2) Sesuaikan suhu kamar dalam kondisi tidak terlalu hangat dan tidak terlalu dingin.

R/ Pasien biasanya sensitif terhadap perubahan suhu kamar. Tindakan yang

diimplementasikan pada pasien luka bakar, seperti pemakaian selimut katun,

30

lampu penghangat yang dipasang pada langit—angit kamar atau alat pelindung

panas sangat berguna untuk mempertahankan kenyamanan dan suhu tubuh pasien.

3) Lakukan perawatan luka dengan cepat.

R/ Untuk mengurangi gejala mengigil dan kehilangan panas, perawat harus

bekerja dengan cepat dan efisien ketika luka yang lebar harus dibuka bagi

perawatan luka. Suhu tubuh pasien dipantau dengan cermat.

4) Observasi suhu tubuh, menggigil atau minta pasien untuk melaporkan apabila

merasakedinginan.

R/ Untuk mencegah hipotermi yang lebih berat. (Muttaqin,2011:212)

3.4.5 Nyeri berhubungan dengan hipoksia jaringan; cidera jaringan; serta saraf dan

dampak emosional dari luka bakar.

Tujuan : Pasien dapat menunjukkan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan

keperawatan dengan kriteria hasil :

Pasien mengungkapkan nyeri berkurang.

Skala nyeri 0-1.

Dapat mengidentifikasikan aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan

nyeri.

Pasien tidak tampak gelisah.

Intervensi :

1) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.

R/ Parameter dasar untuk mengetahui intervensi yang diperlukan dan sebagai

evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri keperawatan. Gejala

kegelisahan dan ansietas sering dikaitkan dengan rasa nyeri sebenarnya yaitu

dapat berasal dari keadaan hipoksia. Oleh karena itu, pengkajian status respirasi

yang saksama sangat penting sebelum pemberian analgetik yang dapat

menyupresi sistem pernapasan dalam periode awal pasca-luka bakar.

2) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan

noninvasif.

R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah

menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

3) Manajemen nyeri keperawatan : Atur posisi fisiologis.

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2ke jaringan yang mengalami

peradangan. Pengaturan posisi idealnya adalah pada arah yang berlawanan dengan

31

letak dari lesi. Bagian tubuh yang mengalami inflamasi lokal dilakukan

imobilisasi untuk menurunkan respons peradangan dan meningkatkan

kesembuhan.

4) Manajemen nyeri keperawatan : Istirahatkan pasien.

R/ Istirahat diperlukan selama fase akut. Kondisi ini akan meningkatkan suplai

darah pada jaringan yang mengalami peradangan.

5) Manajemen nyeri keperawatan : Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam.

R/ Meningkatkan asupan O2sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari

peradangan.

6) Manajemen nyeri keperawatan : Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

R/ Distraksi (pengalihan penglihatan) dapat menurunkan stimulus internal dengan

mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang dapat memblok

reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan

persepsi nyeri.

7) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik preparat morfin.

R/ Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang. Penyuntikan

intravena preparat morfin atau analgetik opiod lainnya biasanya diprogramkan

untuk mengurangi nyeri. Namun, pemberian dengan dosis yang tinggi perlu

dihindari dalam fase darurat karena terdapatnya bahaya supresi pernapasan pada

pasien yang dirawat dengan ventilasi nonmekanis dan kemungkinan tersamarnya

gejala yang lain. Cara penyuntikan subkutan dan intramuskular tidak digunakan

karena gangguan sirkulasi pada jaringan yang cidera membuat absorpsi preparat

tersebut tidak bisa diperkirakan. Pemberian intravena preparat sedatif mungkin

diperlukan pula. Obat-obat pereda nyeri yang memadai harus disediakan dalam

perawatan pasien dengan luka bakar yang akut karena obat-obat tersebut bukan

hanya untuk menjamin kenyamanan pasien, tetapi juga untuk mengurangi

kebutuhan oksigen jaringan akibat proses respons nyeri fisiologik. Oleh karena

intensitasnya, nyeri yang berhubungan dengan luka bakar tidak mungkin bisa

dihilangkan sama sekali. (Doengoes. 1999 : 813)

2.4.6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik, katabolisme protein yang ditandai dengan penurunan berat badan total, kehilangan masa otot, dan terjadinya keseimbangan nitrogen negative.

Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi:

32

Menunjukkan pemasukkan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic dibuktikan oleh berat badan stabil / masa otot terukur, kesembangan nitrogen positif, dan regenerasi jaringan.

Tindakan:

Jelaskan diet yang akan diberikan kepada pasien. Rasional: dapat meningkatkan pengetahuan pasien

Mandiri

1. Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/ tak ada bunyi. Rasional: ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48 jam dimana makanan oral dapat dimulai.

2. Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering. Rasional: membantu mencegah distensi gaster / ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukkan

3. Pastikan makanan yang disukai dan tidak disukai.dorong orang terdekat untuk membawa makanan / minuman tinggi kalori / protein. Rasional: kalori dan protein di perlukan untuk mempertahankan berat badan kebutuhan memenuhi metabolic dan meningkatkan penyembuhan

4. Berikan kebersihan oral sebelum makan Rasional: mulut bersig dapat meningkatkan rasa dan membantu nafdu makan yang baik.

Kolaborasi

1. Rujuk ke ahli diet / tim dukungan nutrisi Rasional: berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individu berdasarkan berat badan dan area cedera permukaan tubuh

2. Berikan diet tinggi protein dan kalori dengan tambahan vitamin. Rasional: kalori (3000- 5000/ hari) untuk meningkatkan kebutuhan metabolic, mempertahankan berat badan, dan mendorong regenerasi jaringan

3. Awasi pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum, kreatinin, transferin, nitrogen urea urine.

Rasional: indicator kebutuhan nutrisi dan keadekuatan diet / terapi.

Observasi

4. Pertahankan jumlah kalori ketat. Pantau ulang persen area permukaan tubuh terbuka / luka tiap minggu.

Rasional: pedoman tepat untuk pemasukkan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka, persentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat. (Doengoes. 1999 :816)

33

3.4.6 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kekuatan dan

tahanan yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan

rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan control atau massa otot.

Tujuan: klien dapat menyatakan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam

aktifitas setelah dilakuka tindakan keperawatan dengan criteria hasil:

Mempertahankan posisi fungsi

Tidakadanya kontraktur.

Mempertahankan kompensasi bagian tubuh.

Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktivitas.

Intervensi :

1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau belat. Khususnya untuk

luka bakar diatas sendi.

R/ meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas dan mencegah kontraktur,

yang lebih mungkin diatas sendi.

2) Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi jari secara sering.

R/ edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas mempotensialkan

nekrosis jaringan/terjadinya kontraktur.

3) Lakukan rehabilitasi pada penerimaan.

R/ akan lebih mudah untuk membuat partisispasi bila pasien menyadari

kemungkinan adanya penyembuhan.

4) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian

aktif.

R/ mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut dan kontraktur;

meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi dan menurunkan kehilangan

kalsium dari tulang.

5) Beri obat sebelum aktifitas/latihan.

R/ menurunkan kekuatan otot/ jaringan dan tegangan memampukan pasien untuk

lebih aktif dan membantu partisipasi.

6) Jadwalkan pengobatan dan aktivitas perawatan untuk memberikan periode

istirahat tak terganggu.

R/ meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas.

7) Instruksikan dan bantu dalam mobilisasi, contoh tongkat, walker, secara tepat.

R/ meningkatkan keamanan ambulasi.

34

8) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang

gerak.

R/ memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan

memberikan terapi lebih konstan/konsisten.

9) Masukan aktivitas sehari-hari dalam terapi fisik, hidroterapi, dan asuhan

keperawatan.

R/ komunikasi aktivitas yang menghasilkan perbaikan hasil dengan meningkatkan

efek masing-masing.

10) Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan individual.

R/ meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan membantu proses

perbaikan.

11) Masukan aktifitas sehari-hari dalam terapi fisik , hidroterapi, dan asuhan

keperawatan.

R/ komunikasi aktivitas yang menghasilkan perbaikan hasil dengan meningkatkan

efek masing-masing.

12) Dorong partisipasi pasien dalam semua aktifitas sesuai kemampuan individual.

R/ meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan membantu proses

perbaikan.

13) Berikan tempat tidur busa, udara, atau tempat tidur terapi kinetik sesuai indikasi.

R/ mencegah tekanan lama pada jaringan, menurunkan potensial iskemia

jaringan/nekrosis dan pembentukan dekubitus .

14) Bersihkan dan tutup luka bakar dengan cepat.

R/ eksisi dini diketahui untuk menurunkan jaringan parut serta resiko infeksi,

sehingga membantu penyembuhan.

15) Pertahankan tekanan baju bila menggunakan.

R/ jaringan parut hipertropik dapat terjadi sekitar area grafi atau sisi dalam, luka

ketebalan, parsial. Tekanan balutan meminimalkan jaringan perut dengan

mempertahankanya datar, lembut dan lunak.

16) Konsul dengan rehabilitasi, fisikal dan terapis kejuruan.

R/ memberikan aktifitas/program latihan terintregasi dan alat bantu khusus

berdasarkan kebutuhan individu dan membantu manajemen intensif jangka

panjang terhadap potensial deficit.

(Doenges, 1999: 817)

35

3.4.7 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit

karena destruksi lapisan kulit yang ditandai dengan tidak adanya jaringan yang

hidup.

Tujuan : klien dapat menunjukan regenerasi jaringan setelah dilakukan tindakan

keperawatan dengan criteria hasil mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka

bakar.

Intervensi :

1) Kaji/catat ukuran,warna ,kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan

kondisi sekitar luka.

R/ memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan

kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area graft.

2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan control infeksi.

R/ menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi.

(Doenges, 2002:818)

3.4.8 Diagnosa keperawatan : Ketakutan/ansietas

Dapat dihubungkan dengan : Krisis situasi : perawatan di rumah sakit / prosedur

isolasi, transmisi interpersonal dan kontagion, mengingat pengalaman trauma,

ancaman kematian dan /atau kecelakaan.

Kemungkinan dibuktikan oleh :

• Mengekpspresikan masalah tentang perubahan hidup, ketakutan pada akibat

tidak spesifik.

• Ketakutan, peningkatan tegangan, kemampuan, terus-menerus dengan

perasaan putus asa, tidak berarti, penurunan keyakinan diri.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :

• Menyatukan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara sehat.

• Menyatakan ansietas, ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani

• Menunjukan ketrampilan pemecahan masalah, pengunaan sumber yang

efektif.

Intervensi

Mandiri

1. Berikan penjelasan dengan dering dan informasi tentang prosedur perawatan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,

memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerjasama.

36

2. Tunjukan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur

pengambilan keputusan kapanpun mungkin.

R/ Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia

dan bahwa pemberi asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka

bakarnya.

3. Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek. Ketakutan pada kejadian dan isi

pikiran, contoh ilusi atau manifestasi teror/panik.

R/ Pada awal, pasien akan menggunakan penyangkalan dan represi untuk menurunkan

dan menyaringkan informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukan tindakan

tenang dan status mental waspada. Menunujukan disosiasi kenyataan, yang juga

merupakan mekanisme perlindungan.

8. Jelaskan pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan

berikan jawaban terbuka/jujur.

R/ Pernyataan kompensasi menunjukan realitas situasi yang dapat membantu

pasien /orang terdekat menerima realitas dan mulai dapat menerima apa yang terjadi.

9. Identifikasi metode koping/penanganan situasi stres sebelumnya.

R/ Perilaku masa lalu yang dapat digunakan untuk membantu menerima situasi

saat ini.

10. Bantu keluarga untuk memngekspresikan perasaan mereka akan kehilangan

dan rasa bersalah.

R/ Keluarga mungkin bermasalah dengan kondisi sekarat pasien/merasa bersalah,

percaya bahwa beberapa cara mereka dapat lakukan untuk mencegah kecelakaan itu.

12. Dorong keluarga/orang terdekat mengunjungi dan mendiskusikan yang terjadi

pada keluarga. Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan datang.

R/ Mempertahankan kontak dengan realitas keluarga, membuat rasa kedekatan

dan kesinambungan hidup.

Kolaborasi

1. Libatkan seluruh tim luka bakar dalam perawatan dari mulai penerimaan

sampai pulang, termasuk pekerja sosial dan sumber psikiatrik.

37

R/ Memberikan sistem pendukung lebih luas dan meningkatkan kesinambungan

perawatan dan koordinasi aktivitas.

2. Berikan sedasi/tranquilizer ringan sesuai indikasi contoh halopurinol (haldol)

atau lorazepam (ativan).

R/ Obat ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara

psikis dan lokus internal kontrol ditingkatkan.

38