asuhan keperawatan luka

73
TUGAS KEPERAWATAN KLINIK IV A ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA MAKALAH Oleh: Kelompok 9 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

Upload: ryan

Post on 11-Jul-2016

100 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

perawatan luka

TRANSCRIPT

TUGAS KEPERAWATAN KLINIK IV A

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA

MAKALAH

Oleh:

Kelompok 9

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016

MAKALAH

Disusun guna memnuhi tugas matakuliah Keperawatan Klinik IV A dengan dosen pengampu: Ns. Mulia Hakam. M,kep.

oleh:

Mila Yuni Sahlia NIM 142310101090

Laili Puji Astutik NIM 142310101096

Linda Ayu Agustin NIM 142310101097

Nida Unun Vida NIM 142310101105

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER

2016

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Asuhan

Keperawatan pada Pada Pasien Luka” dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini

disusun sebagi salah satu tugas matakuliah Keperawataan Klinik IV A.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan selesainya makalah

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jember, 25 April 2016

Penulis

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………

KATA PENGANTAR……………………………………………………………

DAFTAR ISI................................................

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Implikasi Keperawatan

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

2.2 Epidemiologi

2.3 Etiologi

2.4 Tanda dan Gejala

2.5 proses penyembuhan

2.6 Kompilkasi dan Prognosis

2.7 penatalaksaan

2.8 pencegahan

BAB 3. Pathway

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

4.2 Diagnosa

4.3 Perencanaan

4.4 Pelaksanaan

4.5 Evaluasi

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 saran

DAFTAR PUSTAKA

3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau

pembedahan (Agustina, 2009). Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan

dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang (Widhiastuti,

2008). Berdasarkan sifat kejadian, luka di bagi menjadi dua yaitu luka di sengaja dan

luka yang tidak di sengaja. Luka di sengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah,

sedangkan luka tidak di sengaja contohnya adalah luka terkena trauma. Luka yang tidak

di sengaja (trauma) juga dapat dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Disebut

luka tertutup jika tidak ada robekan, sedangkan luka terbuka jika terjadi robekan dan

keliatan seperti luka abrasion (luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan),

dan hautration (luka akibat alat perawatan luka) (hidayat, 2006).

Penyembuhan luka adalah adalah suatu proses yang terjadi secara normal.

Artinya, tubuh yang sehat mempunya kemampuan alami untuk melindungi dan

memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak membersihkan sel

dan benda asing dan perkembangan awal prose penyembuhan. Meskipin demikian,

terdapat beberapa perawatan yang membantu untuk mendukung proses penyembuhan

luka. Seperti melindungi area yang luka terbebas dari kotoran dengan menjaga

kebersihan untuk membantu meningkatkan penyembuhan jaringan (Maryunani, 2013).

1.2 Tujuan

1.2.1 Umum

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah Untuk mngetahui dan

memahami tentang asuhan keperawatan luka.

4

1.2.2 Khusus

a. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian luka.

b. Untuk mengetahui dan memahami tentang etiologi dari luka.

c. Untuk mengetahui dan memahami tentang pathway dari luka

d. Untuk mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis dari luka.

e. Untuk mengetahui dan memahami tentang klasifikasi dari luka.

f. Untuk mengetahui dan memahami tentang bagaiman proses penyembuhan luka.

g. Untuk mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan luka.

h. Untuk mengetahui dan memahami tentang komplikasi dan prognosis dari luka.

i. Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan luka.

1.3 Implikasi dalam Keperawatan

1.3.1 Perawat dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai tentang luka

sehingga nantinya dapat melakukan asuhan keperawatan secara profesional.

1.3.2 Perawat diharapkan dapat menjadi pedamping yang cermat untuk klien

dalam memberikan asuhan keperawatan terkait masalah luka.

1.3.3 Perawat dapa tmemberikan edukasi pada klien sehingga klien dapat

memahami konsep luka dan penatalaksanaannya.

5

6

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Luka

adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain

(Kozier, 1995). Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan

sebagai akibat dari ruda paksa. Luka dapat merupakan luka yang disengaja dibuat untuk

tujuan tertentu, seperti insisi pada operasi atau luka akibat trauma seperti luka akibat

kecelakaan (Hunt, 2003; Mam, 2001).

Beberapa pendapat dari definisi luka diatas dapat disimpulkan bahwa luka

adalah suatu keadaan gangguan pada kulit berupa kerusakan kontinuitas jaringan pada

kulit atau organ lainnya, baik disengaja atau tidak disengaja akibat dari trauma.

Luka dapat bersifat akut dan kronis. Luka akut adalah luka yang mengalami

penyembuhan secara teratur dan berurutan, sehingga menghasilkan area yang memiliki

intregitas anatomis dan fungsional. Luka kaut disebabkan oleh trauma atau

pembedahan. Luka kronis adalah luka yang gagal mengalami proses penyembuhn

secara teratur dan teratur karena adanya faktor pencetus seperti diabetes, tekanan,

malnutrisi, penyakit vaskuler perifer, defesiensi imun, dan infeksi. Suatu luka akut dapat

menjadi luka kronis. Pada lingkungan keperawatan klinis sering ditemui ulkus tekan

dan ulkus tungkai.

Ulkus tekan adalah luka yng disebabkan oleh tekanan, robekn, dan gesekan.

Faktor risiko yang menyebabkan ulkus tekan adalah hambatan mobilitas

berkepanjangan, inkontinensia, malnutrisi, diabetes, cedera medula spinalis, metastase

kanker, penurunan tingkat kesadaran, gangguan status mental, dan penyakit vaskuler

perifer.

Ulkus tekan memiliki memiliki tahapan. Derajat 1 didefinisikan sebagai eritema

yang tidak dapat pudar warnanya pada kulit yang utuh, pada pasien berkulit gelap

mungkin berwarna merah, biru, atau ungu. Derajat II melibatkan kehilangan jaringan

dengan ketebalan parsial dan tampak sebagai suatu area lepuhan atau penonjolan, suatu

luka terbuka yang dangkal. Derajat III adalah luka dengan ketebalan penuh yang

mengenai subkutan dan terlihat seperti sebuah kawah. Derajat IV adalah luka dengan

7

ketebalan penuh yang mengakibatkan kehilangan jaringan dalam jumlah besar, bahkan

dapat meluas hingga menembus jaringan subkutan dan ke dalam fasia, mengenai otot,

tulang, ligamen atau tendon.

Ulkus tugkai adalah luka kronis yang sering ditemui pada pasien dengan

penyakit kritis dengan masalah yang mendasarinya, seperti ulkus stasis vena, ulkus

arteri, dan ulkus kaki diabetik. Pasien yang mengalami ulkus tungkai dapat memiliki

risiko tinggi untuk mengalami ulkus tekan, namun ulkus tungkai bukanlah ulkus tekan

dan tidak memiliki derajat.

Ulkus stasis vena biasanya ditemukan pada aspek medial tungkai bawah, bagian

atas maleous medial. Batas luka tidak teratur dan terlihat seperti kawah yang dangkal.

Drainase dari ulkus stasis vena beragam dari ringan sampai berat. Penanganan primer

ulkus stasis vena adalah terapi kompresi. Terapi kompresi diberikan dengan

menggunakan sepatu boots Unna atau menggunakan balutan pembungkus multiple.

Posisi tungkai yang terkena ditinggikan diatas ketinggian jantung untuk mengurangi

edema (edema menghambat proses penyembuhan).

Ulkus arteri (ulkus iskemik) biasanya ditemukan pada tungkai distal, maleous

medial, dan aspek dorsal kaki dan jari-jari kaki. Batas luka dari ulkus arterial berbentuk

bundar, halus (tidak teratur), dan sering kali terlihat seperti “bekas ditekan”. Ulkus arteri

memiliki dasar luka berwarna pucat dan dapat dangkal atau dalam. Tungkai yang

terkena akan terasa dingin saat disentuh, sianosis, dan pucat dengan distribusi rambut

minimal. Pasien mengalami peningkatan nyeri ke area yang terkena jika tungkai

ditinggikan. Balutan primer untuk ulkus kaki arteri adalah balutan oklusif.

Penyembuhan tidak akan terjadi kecuali defisit vaskular telah diperbaiki dengan

pembedahan.

Ulkus kaki diabetik ditemukan pada pasien diabetes dan sering kali tidak dikenali

secara dini, karena pasien disertai neuropati. Lokasi primer terjadinya ulkus kaki

diabetik adalah aspek plantar kaki, tumit, dan metatarsal. Pemulihan luka dapat

ditingkatkan dengan balutan yang memberikan lingkungan lembab pada daerah luka.

Area ulkus biasanya memerlukan derimen dan harus dikaji secara cermat untuk

mengetahui adanya infeksi. Osteomielitis merupakan resiko yang perlu diwaspadai pada

8

ulkus kaki diabetik. Penyembuhan ulkus kaki diabetik merupakan proses yang panjang

karena adanya diabetes.

2.2 Epidemiologi

Sebuah penilitian di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka

adalah 3,50 per 1000 populasi penduduk. Pada tahun 2009, MedMarket Diligence,

melakukan penelitian tentang kejadian luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Data

yang diperoleh adalah luka bedah 110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta, luka lecet

20.40 juta kasus, dan luka bakar 10 juta kasus. (Diligence, 2009).

Berdasarkan waktu penyembuhan, luka akut dan kronik beresiko terkena infeksi.

Luka akut memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi. Luka

akut dapat ditemui pada luka jahit akibat pembedahan, sedangkan di Indonesia angka

infeksi untuk luka bedah mencapai 2.30 sampai dengan 18.30% (Depkes RI, 2001).

2.3 Etiologi

Luka sering diklasifikasikan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka dan

bagaimana menunjukkan derajat keparahan luka. Ada beberapa jenis luka, berikut

adalah pembagiannya:

2.3.1 Luka berdasarkan tingkat kontaminasi

a. Clean Wound (Luka Bersih), yaitu luka bedah yang tidak terinfeksi dan tidak

terdapat peradangan atau inflamasi serta tidak ada kontak dengan sistem

pernafasan, pencernaan, genital dan urinari. Biasanya kondisi luka tetap dalam

keadaan bersih, dan kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Clean-contamined Wounds (Luka Bersih Terkontaminasi), yaitu luka bedah

yang membuat kondisi saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan

dalam keadaan terkontrol. Proses terkontaminasi tidak selalu terjadi. Proses

penyembuhan luka akan lebih alam namun luka tidaak menunjukkan tanda

infeksi. Kemungkinan terjadi infeksi luka adalah 3% - 11%.

c. Contamined Wounds (Luka Terkontaminasi), yaitu luka yang memiliki

kemungkinan untuk terinfeksi saluran pernafasan, pencernaan dan saluran kemih.

9

Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka, inflamasi nonpurulen, insisi akut,

luka akibat trauma atau kecelakaan, kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Dirty or Infected Wounds (Luka Kotor atau Infeksi), yaitu luka lama, luka

kecelakaan yang terdapat jaringan mati didalamnya atau didalamnya terdapat

mikroorganisme, dan ditandai dengan infeksi cairan purulen. Luka ini bisa timbul

akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.

2.3.2 Luka berdasarkan kedalaman dan luas luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema), yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka Partial Thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis, memiliki tanda klinis seperti abrasi, blister

atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka Full Thickness, yaitu hilangnya kulit secara kesuluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai

bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luas luka sampai pada

lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara

klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan

sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka Full Thickness, yaitu luka dengan luas yang telah mencapai

lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya desktruksi atau kerusakan yang

luas.

2.3.3 Luka berdasarkan waktu penyembuhan

a. Luka Akut, luka dengan lama penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan

yang telah disepakati.

b. Luka Kronis, luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen.

2.3.4 Luka berdasarkan penyebabnya

10

a. Luka lecet atau gores, yaitu luka pada permukaan epidermis karena bergesekan

dengan benda tidak tajam. Luka lecet sering dijumpai pada kecelakaan lalu lintas,

terjatuh dan benturan dengan benda kasar atau tumpul.

b. Luka sayat atau iris, yaitu luka yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus

dan berarturan. Luka sayat biasanya didapatkan dalam kehidupan sehari-hari

seperti terkena pisau dapur atau luka yang disebabkan oleh instrument tajam

(pisau bedah) saat dilakukan operasi.

c. Luka robek, yaitu luka yang bentuknya tidak beraturan biasanya disebabkan oleh

tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini bisa ditemui pada kecelakaan lalu

lintas, bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus

lapisan mukosa hingga lapisan otot.

d. Luka tusuk, yaitu luka akibat benda tajam dan runcing, kedalaman luka tusuk

lebih dari lebarnya. Luka ini biasanya ditemui akibat tusukan pisau atau

peluruyang menembus otot.

e. Luka gigitan, yaitu luka akibat gigitan binatang. Bentuk dan kedalaman luka

gigitan menyesuaikan dengan bentuk gigi dari binatang yang menggigit.

f. Luka bakar, yaitu luka karena terbakar oleh api atau cairan panas dan sengatan

listrik. Bentuk luka bakar adalah tidak beraturan, biasanya meluas dan warna kulit

yang terbakar akan menghitam.

2.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada luka ada lima yaitu rubor, kalor, tumor,

dolor, fungsio laesa yang sering disingkat dengan singkatan RKTDF. Penjelasannya

adalah sebagai berikut:

a. Rubor adalah terjadinya perubahan warna kemerahan pada kulit, terutama area

sekitar luka atau yang mengalami infeksi. Hal tersebut terjadi karena adanya

peningkatan aliran darah ke area yang terluka sehingga menimbulkan warna

merah.

b. Kalor adalah teraba rasa panas di sekitar area yang mengalami infeksi. Hal ini

dapat terjadi karena tubuh melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan

11

aliran darah ke area yang mengalami luka atau infeksi. Tujuannya adalah untuk

mengirim lebih banyak antibodi dalam melawan antigen atau penyebab luka.

c. Tumor adalah adanya pembengkakan pada area yang mengalami luka atau infeksi.

Hal ini terjadi karena tubuh melakukan kompensasi dengan meningkatkan

permeabilitas sel dan meningkatkan aliran darah.

d. Dolor adalah rasa nyeri yang timbul pada area yang mengalami luka atau infeksi.

Rasa nyeri yang muncul merupakan sebuah tanda bahwa terdapat gangguan pada

daerah tersebut serta merupakan salah satu bentuk mekanisme kompensasi tubuh.

e. Fungsio laesa adalah perubahan fungsi pada jaringan yang mengalami infeksi.

2.5 Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap kerusakan jaringan

atau organ serta salah satu usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga mencapai

kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit ditandai dengan terbentuknya

epitel fungsional yang menutupi luka. Penyembuhan luka optimal terjadi pada

lingkungan yang lembap (tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering). Proses

penyembuhan luka terdiri dari tiga fase tanpa memandang penyebabnya, yaitu fase

inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi.

Fase inflamasi adalah fase pertama dalam proses penyembuhan luka yang

terjadi sesaat setelah terjadinya luka. Pada saat cedera segera terjadi vasokontriksi, hal

ini merupakan cara tubuh untuk mengontrol perdarahan. Setelah terjadi vasokontriksi,

trombosit berkumpul ditempat tersebut dan menumpuk fibrin untuk membentuk bekuan.

Vasokontriksi menahan luka untuk merapat dan trombosit dengan formasi bekuan

fibrinnya pada intinya “menyumbat lubang”. Fagositosis juga terjadi selama fase

inflamasi. Fagositosis adalah pelepasan makrofag di tempat cedera untuk

menghancurkan setiap bakteri yang mungin ada dan untuk menghilangkan debris selular

luka. Hal ini merupakan cara tubuh untuk menyediakan lingkungan optimal guna

penyembuhan luka (dasar luka yang bersih). Pada saat ini faktor pertumbuhan juga ada

ditempat cedera. Secara keseluruhan, fase inflamasi deiperkirakan berlangsung antara 4

sampai 6 hari. Pengkajian luka secara visual selama fase inflamasi memperlihatkan luka

dengan eritema, edema dan nyeri.

12

Fase kedua penyembuhan luka adalah fase poliferasi. Faktor pertumbuhan

menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen. Kolagen, bersamaan dengan

pembuluh darah yang baru dan jaringan ikat, menghasilkan jaringan granulasi.

Pengkajian luka secara visual pada fase ini memperlihatkan luka yang berwarna

kemerahan seperti daging dan mengkilap dengan permukaan yang kasar dan tidak

teratur. Penampakan jaringan granulasi dengan cepat mendorong tepi luka untuk

merapat. Penarikan tepi luka mengurangi luka. Langkah terakhir dalam fase poliferasi

adalah epitelisasi atau reepitalisasi. Epitelisasi menghasilkan sebuah jaringan parut.

Fase poliferasi diperkirakan selamas 4 sampai 24 hari.

Fase terakhir dari proses penyembuhan luka adalah fase maturasi. Selama fase

maturasi, serat kolagen mengalami remodeling. Tujuannya adalah meningkatkan daya

renggang jaringan parut. Diperkirakan bahwa hanya sekitar 70% sampai 80% kekuatan

alami kulit yang dipertahankan saat luka telah sembuh. Luka basah atau kering akan

mempengaruhi fase penyembuhan luka menjadi cepat atau lambat. Hal ini dapat

mempengaruhi kualitas akhir jaringan parut berkenan dengan integritas anatomis dan

fungsional serta daya regang.

2.6 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi pada proses penyembuhan luka meliputi :

2.6.1 Infeksi

Invasi bakteri pada luka sangat rentan terjadi saat trauma, selama pembedahan

atau seteelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul pada 2-7 hari setelah

pembedahan, berupa adanya purulen, peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan

bengkak disekitar luka, peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit.

2.6.2 Pendarahan

Pendarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, darah sulit membeku

pada garis jahitan, infeksi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drainage).

Pada pendarahan yang berlebihan, dapat dilakukan penambahan tekanan luka dengan

13

prinsip steril. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin sewaktu-waktu

bisa dilakukan.

2.6.3 Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi pada post operasi yang serius.

Dehiscence adalah suatu keadaan terbukanya lapisan luka partial, sedangkan eviscerasi

yaitu keluarnya pembuluh kapiler melalui daerah irisan luka. Dehiscence dan eviscerasi

dipegaruhi oleh faktor kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk

menyatu, muntah dan dehidrasi dapat memperbesar resiko klien mengalami dehiscence

luka. Pada luka yang mengalami dehiscence dan eviscerasi dapat dilakukan dengan

segera menutup balutan steril yang lebar, lalu kompres dengan normal salin. Klien bisa

disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

2.7 Penatalaksanaan Luka

Tujuan penatalaksanaan luka lokal adalah untuk memberikan lingkungan yang

optimal untuk berlangsungnya proses penyembuhan alamiah. Prioritas penatalaksanaan

luka adalah mengatasi perdarahan (hemostasis); mengeluarkan benda asing yang

menyebabkan infeksi; melepaskan jaringan yang devitalisasi, krusta yang tebal dan pus;

menyediakan temperatur, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel yang berperan

dalam proses penyembuhan; meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan

epetelialisasi; dan melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta masuknya

mikroorganisme patogen. Perawatab luka yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

2.7.1 Penutupan luka

Perawatan luka bertujuan untuk menutup luka dan mengembalikan integritas kulit.

Penutupan luka dapat dipercepat dengan berbagai penanganan dan balutan. Penutupan

luka juga dapat mencegah luka terkontaminasi dengan benda asing yang dapat

menyebabkan infeksi.

a. Penutupan luka dengan vakum

Penutupan luka dengan vakum (VAC, vacuum asissted wound closure) adalah

sistem yang membantu penutupan luka dengan memberikan tekanan negatif secara lokal

ke dasar luka dan tepi luka. Balutan oklusif meningkatkan lingkungan lembab untuk

14

penyembuhan luka dan tekanan negatif mengeluarkan drainase luka yang berlebihan,

membantu menarik tepi luka sehingga saling merapat. Pada sistem VAC, jaringan

granulasi distimulasi, infeksi dan kolonisasi bakteri dapat berkurang, dan penutupan

luka terjadi dalam lingkungan yang lembab. Sistem VAC juga mengurangi frekuensi

penggantian balutan, sehingga mengurangi ketidaknyamanan pasien dan waktu

intervensi keperawatan.

Cara kerja vakum adalah sleng penghisap ditempatkan ke balutan busa khusus.

Busa khusus dibentuk sesuai dengan ukuran luka. Spons berbentuk gulungan dan slang

kemudian ditutup dengan balutan transparan oklusif. Slang kemudian dihubungkan ke

unit vakum. Tekanan negatif berfungsi menarik tepi luka sehingga saling merapat

dengan mengempiskan balutan busa dan mengeluarkan cairan luka serta

mempertahankan lingkungan luka tetap lembab sehingga dapat meningkatkan proses

penyembuhan luka.

Sistem VAC dapat digunakan pada luka akut dan kronis. Sistem VAC dapat

diindikasikan pada luka kronis (luka diabetik dan ulkus tekan nonpenyembuhan derajat

III dan IV). Sistem VAC dikontraindikasikan pada pasien osteomilitis yang tidak

diobati, kondisi jaringan nekrotik, keganasan luka, fistula, pembuluh darah yang

terbuka. Sistem VAC harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang mengalami

perdarahan aktif, pasien yang sedang menjalani terapi antikoagulan, dan pasien yang

mengalami riwayat perdarahan tidak

15

terkontrol.

b. Jahitan dan perekat luka

Jahitan pada luka harus secara rutin dibersihkan dengan cairan pembersih luka.

Setelah dilakukan pembedahan hendaknya luka segera ditutup dengan balutan steril

yang kering. Perekat luka dapat digunakan pada luka bedah atau traumatik untuk

merapatkan tepi luka. Pada kedua kondisi tersebut jahitan digunakan secara untuk

menutup luka secara topikal ke batas luka, saat batas luka tersebut saling didekatkan.

Perekat luka memiliki lapisan yang berkilau dan bening diatas insisi. Pemakaian perekat

harus hati-hati karena kondisi perekat yang cair.

2.7.2 Drainase luka

Drainase luka sering digunakan untuk mencegah tergenangnya eksudat di dasar

luka. Genangan eksudat di dasar luka dapat menghambat proses penyembuhan dan

meningkatkan kemungkinan infeksi. Jenis drain yang paling umum adalah drain

Hemovac, drain Penrose, dan drain Jackson-Pratt, dan selang dada. Perawatan dasar

untuk semua jenis drain adalah dengan pemberian normal salin steril dan penggantian

balutan steril kering. Drain dan tempat insersi jangan dibiarkan terbuka karena dapat

16

meningkatkan resiko infeksi. Jika drainase dari sumber lain berpotensi membasahi

balutan (di atas tempat terpasangnya drain), maka harus menggunakan balutan oklusif.

Pengeluaran drain secara tidak sengaja dapat menimbulkan nyeri dan meningkatkan

resiko infeksi serta berisiko mengubah luka akut menjadi luka kronis.

Bactriacin dapat digunakan dalam perawatan drainase luka, namun sebaiknya

salep hidrogen peroksida dan povidone-iodine dihindari karena dapat menghambat

proses penyembuhan. Cairan normal salin bersifat aman, tidak merusak jaringan serta

terjangkau harganya. Penggunaan kassa yang mengandung obat untuk membalut dan

berbagai larutan (Betadine dan larutan Dakin) dapat digunakan pada luka infeksi,

namun sebaikanya tidak digunakan sebagai obat luka rutin dalam jangka panjang karena

dapat merusak jaringan granulasi dan menghambat proses penyembuhan.

2.7.3 Balutan luka

Balutan luka bertujuan untuk melindungi luka dari infeksi dan meningkatkan

lingkungan yang lembab pada area luka. Balutan memiliki banyak jenis hendaknya

disesuaikan dengan kondisi luka. Robekan kulit merupakan luka akut akibat

penggunaan plester atau balutan oklusif transparan sehingga harus dirawat dengan

balutan tipe Adaptik (tanpa zat iodine atau betadine) lalu ditutupi dengan balutan Kling

17

atau Kerlix untuk menghindari robekan lebih lanjut. Meminimalkan penggunaan plester

adalah hal yang penting terutama pada luka robekan.

a. Balutan basah-kering

Balutan basah kering merupakan penyembuhan luka dengan cara sekunder.

Penggantian balutan basah kering setiap 8 sampai 12 jam dapat menyebabkan luka

menjadi sangat kering. Saat dilepaskan dapat terjadi debridemen pada jaringan nekrotik

dan granulasi. Debrimen luka dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien,

meningkatkan infeksi dan memperlambat proses penyembuhan. Balutan basah kering

masih sering digunakan dalam praktik klini, namun penelitian telah membuktikan

bahwa balutan basah kering sebenarnya merusak luka. Metode yang seharusnya

digunakan adalah balutan basah lembap, mengganti setiap 4 jam dan menutup dengan

balutan basah kering.

b. Balutan busa dan agar-agar kalsium

Agar-agar kalsium yang digunakan terbuat dari ganggang cokelat. Agar-agar

kalsium memiliki kualitas absortif dan dapat menahan berat drainase luka sampai 20

kali atau lebih dari aslinya. Bentuk agar-agar kalsium berubah dari serat yang kering

dan lembut menjadi agar-agar yang mudah dilepaskan dari luka. Agar-agar kalsium

dapat ditutup dengan balutan hidrokoloid atau balutan transparan.

Balutan busa adalah balutan yang memiliki daya serap yang sangat tinggi. Balutan

busa tersedia dalam berbagai bentuk, ukuran dan ditempatkan diatas luka. Balutan busa

juga memiliki kelebihan yang sama dengan agar-agar kalsium yaitu memberikan

lingkungan luka yang lembap. Kontraindikasi penggunaan balutan busa dan agar-agar

dapat disesuaikan dengan prosedur pabrik pembuatnya.

c. Hidrokoloid

Hidrokoloid paling sering digunakan dalam perawatan dan penanganag ulkus

tekan derajat I dan II. Hidrokoloid bersifat menyumbat, merekatkan dan menyerap,

namun daya serapnya tidak sebaik agar-agar kalsium atau balutan busa. Kelebihan

hidrokolid adalah penggantiannya hanya setiap 3 sampai 5 hari. Kontraindikasi pada

hidrokolid bergantung pada prosedur pebrik pembuatnya.

18

2.7.4 Debrimen luka

Debrimen diartikan sebagai pengangkatan jaringan nekrotik atau jaringan yang

lemah. Jaringan nekrotik atau jaringan yang lemah terlihat berwarna cokelat gelap,

hitam, kuning, pucat, sianotik, atau keropeng yang keras. Debridemen dapat dilakukan

dengan berbagai cara, terapi kombinasi debridemen juga kadang diperlukan tergantung

pada jenis luka.

a. Debridemen otolitik

Pada debridemen otolitik tubuh menghancurkan nekrotik atau jaringan lemah.

Balutan hidrokoloid sering digunakan untuk meningkatkan debridemen otolitik.

Debridemen otolitik memerlukan waktu sehingga tubuh dapat menggunakan

kemampuanya sendiri untuk lisis dan melarutkan jaringan nekrotik.

b. Debridemen kimia

Debridemen kimia menggunakan enzim atau obat-obatan yang mengandung

kolagen yang dioleskan secara topikal ke luka. Contohnya adalah Collagenase Santyl,

Accuzyme dan Panafil. Agens debridemen kimia dapat melarutkan jaringan yang telah

mati. Beberapa agen enzim dapat merusak jaringan sehat saat mengangkat luka yang

mengalami nekrosis atau jaringan yang lemah, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam

penggunaannya.

c. Debridemen mekanis

19

Debridemen mekanis dapat dilakukan dengan balutan basah-kering, whirpool,

atau penggunaan benda tajam. Balutan basah-kering merupakan metode yang efektif

namun masih menjadi pertentangan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan tindakan

tersebut. Penggunaan whirpool masih dipertentangkan, karena dapat meningkatkan

infeksi pada bebrapa pasien. Penggunaan whirpool juga menyebabkan tepi luka

mengalami miserasi, meningkatkan kehilangan jaringan, menghambat penutupan luka.

Debrimen dengan menggunakan benda tajam (pisau bedah atau gunting) untuk

merupakan tindakan pembedahan yang memerlukan anatesi.

d. Debrimen laser

Debrimen laser dapat digunakan untuk membersihkan dasar luka. Debrimen laser

tidak sering dilakukan seperti debrimen otolitik, kimia dan mekanis. Seiring

perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, debrimen laser juga akan digunakan

secara umum.

2.7.5 Kultur luka

20

Kultur luka jarang digunakan kecuali terdapat tanda dan gejala infeksi seperti

demam, eritema, edema, pengerasan, eksudat purulen, dan peningkatan jumlah sel darah

putih. Metode yang digunakan dalam mengkultur luka adalah biopsi cairan, biopsi

(jaringan luka), dan kultur permukaan (swab kultur). Sebelum melakukan swab luka

luka akan dibersihkan menggunakan normal salin steril. Setelah luka dibersihkan, swab

secara perlahan digulung atau diputar di muali pada posisi jam 12 dan bergerak

berkelok-kelok menurun dari satu sisi ke sisi lain menuju ke posisi jam 6. Koloni

dengan jumlah sebesar 100.000 organisme/mL, mengidentifikasikan adanya infeksi dan

perlu ditangani dengan pemberian antibiotik. Luka yang tidak berespon dengan baik

setelah pemberian antibiotik maka perlu dilakukan kultur luka ulang. Luka tang

mengandung jaringan nekrosis memerlukan kultur aerob dan anaerob.

2.7.6 Penggunaan alat pereda tekanan

Penekanan pada luka merupakan komponen utama dalam perawatan luka. Terapi

paling mudah dan paling efektif untuk ulkus tekan pada tumit adalah mempertahankan

tumit untuk tidak menyentuh tempat tidur dengan menempatkan bantal di bawah

tungkai bagaian bawah. Jadwal mengubah posisi adalah tindakan yang efektif, mudah

diimplementasikan dan berbiaya murah. Alat pereda tekanan lain adalah Vollman-

Turner merupakan alat yang ditempelkan di kerangka tempat tidur khusus.

Keuntungannya adalah minimal untuk memindahkan pasien saat alat digunakan.

2.7.7 Penatalaksanaan nyeri

Perawat melakukan semua aspek perawatan luka (mengkaji, membersihkan dan

mengganti balutan) pada area yang terluka. Perawat juga perlu melakukan pengkajian

dan pengontrolan nyeri. Pengkajian luka dan perawatan luka harus dihentikan jika perlu

untuk memastikan bahwa nyeri pasien terkontrol. Setelah nyeri terkontrol, perawat

dapat melanjutkan perawatan luka. Pilihan obat nyeri dan metode pemberiannya

(misalnya pemasangan infus, anastesi epidural, pompa PCA, anatesi lokal) dapat

disesuaikan dengan kondisi pasien.

2.7.8 Farmakoterapi

21

Farmakoterapi dalam perawatan luka melibatkan penggunaan obat nyeri, hormon

pertumbuhan, dan steroid. Obat nyeri biasanya digunakan untuk mengendalikan nyeri

selama pengkajian luka, pembersihan luka, dan penggantian balutan. Hormon

pertumbuhan, misalnya bekaplermin (Regranex Gel 0,01%) digunakan untuk

menstimulasi penyembuhan luka. Regranex digunakan secara topikal ke luka dalam

dosis yag telah ditentukan. Gel dioleskan secara merata ke atas luka dan ditutup oleh

kasa yang telah dibasahi salin. Krim steroid topikal, seperti klorokortolone pivalate

(Cloderm) dan dokseprin hidroklorida (Prodoksin), dapat diresepkan untuk perawatan

luka guna meredakan inflamasi permukaan dan pruritus di tepi luka.

2.7.9 Perawatn luka spesifik

a. Ulkus tekan

Penanganan ulkus tekan bergantung pada derajat luka. Ulkus tekan derajat I dan II

biasanya ditangani dengan balutan hidrokoloid. Ulkus tekan derajat III dan IV ditangani

dengan menggunakan agar-agar kalsium yang dilembutkan dan diletakkan ke dalam

dasar luka, kemudian ditutup dengan balutan transparan oklusif atau hirokoloid.

b. Luka bakar

Tujuan perawatan dalam luka bakar adalah luka bakar terbebas dari infeksi. Luka

bakar dibersihkan dengan normal salin steril. Salep topikal seperti basitrasin,

polimiksin, atau sulfadiazin perak dapat digunakan. Setelah membersihkan luka, balutan

dapat dipasang disesuaikan dengan jenis luka bakar, jumlah jaringan yang terkena,

kebijakan institusi dan pilihan dokter. Terapi antibiotik spektrum luas tidak digunakan

secara rutin. Infeksi hanya ditangani jika terjadi dan terdokumentasi hasil kultur positif.

2.8 Pencegahan

Cara mencegah infeksi pada luka adalah sebagai berikut:

a. Jaga luka agar tidak terkena air atau basah karena dapat meningkatkan

kelembapan, sehingga dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman dan

bakteri.

22

b. Mengganti balutan luka minimal sehari sekali. Saat mengganti balutan luka

pastikan alat dan baahn yang digunakan dalam keadaan bersih dan steril. Jangan

lupa untuk mencuci tangan sebelum dan setelah mengganti balutan.

c. Konsumsi makanan yang sehat (TKTP) untuk mempercepat proses penyembuhan

luka. Jika mendapat resep obat seperti antibiotik harap di konsumsi secara rutin

dan teratur sesuai anjuran dokter.

23

BAB 3

PATHWAYS

24

Faktor Eksternal:

Insisi bedah, kebakaran, bahan kimia,kecelakaan, dll

Faktor Internal

Dampak sebuah penyakit (contoh luka DM), Dekubitus,dll

Kontak dengan permukaan

Kurangnya Pengetahuan Kerusakan integritas

kulit/ jaringan

Terputusnya kontinuitas jaringan

Perawatan luka yang tidak benar

Pemajanan ujung saraf

Penyembuhan luka yang tidak sempurna

NyeriJaringan parutResiko infeksi

Gangguan citra tubuh

Ansietas

Perawatan luka

Fungsi tubuh terganggu

Imobilisasi dan kelemahan fisikIntoleransi Aktifitas

BAB 4.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Luka

1. Anamnesa

1) Tanggal dan waktu pengkajian → Mengetahui perkembangan penyakit

2) Biodata → nama,umur,jenis kelamin,pekerjaan,alamat

3) Keluhan utama

4) Riwayat kesehatan → kesehatan sekarang (PQRST), riwayat penyakit

dahulu, status kesehatan keluarga dan status perkembangan

5) Aktivitas sehari-hari

6) Riwayat psikososial

2. Pemeriksaan kulit

Menurut Bursaids (1998), teknik pemeriksaan kulit dapat dilakukan melalui

metode inspeksi dan palpasi

1. Melihat penampilan luka (tanda penyembuhan luka) seperti :

a. Adanya perdarahan

b. Proses inflamasi (kemerahan dan pembengkakan)

c. Proses granulasi jaringan ( yaitu menurunnya reaksi inflamasi pada saat

pembekuan berkurang)

d. Adanya parut atau bekas luka ( scar) akibat fibroblas dalam jaringan

granulasi mengeluarkan kolagen yang membentuknya serta

berkurangnya ukuran parut yang merupakan indikasi terbentuknya keloid

2. Melihat adanya benda asing atau baha-bahan yang berkontaminasi pada luka,

misalnya tanah, pecahan kaca atau benda asing lain

3. Melihat tipe ,ukuran, kedalaman, dan lokasi luka

3.1 Tipe Luka.

1. .Luka akut. 

25

Secara sederhana luka akut dapat didefinisikan sebagai luka bedah yang sembuh

melalui primary intention healing. (Keryln Carville). Biasanya luka trauma. Dapat

berbentuk irisan, abrasi, laserasi, luka bakar atau luka traumatic lainnya. Luka akut

biasanya berespon terhadap perawatan dan sembuh tanpa komplikasi. (Carol Dealay). 

2. Luka kronis.

Luka kronis terjadi manakala proses penyembuhan luka tidak sesuaidengan

jangka waktu yang diharapkan serta sembuh dengan disertaiadanya komplikasi. (Keryln

Carville). Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan kekambuhan dari luka

sebelumnya (Fowler, 1990).

3.2 Ukuran

Secara garis besar ada 4 parameter yang digunakan dalam pengukuran luka,

yaitu; panjang, lebar, kedalaman, dan diameter. Pengukuran luas luka merupakan bagian

terpenting dari pengkajian luka, pengukuran luka juga sabagai alat evaluasi kemajuan

proses penyembuhan. Agar pengukuran menjadi lebih akurat maka sebaiknya titik pada

tepi luka pengukuran ditandai sehingga pengukuran tetap konsisten.

1. Two dimensional assessment.

Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan penggaris/mistar dengan

mengukur panjang x lebar. Untuk mengukur lingkaran luka dapat menggunakan plastic

transparan yang diletakkan diatas luka kemudian dilakukan tracing mengikuti tepi luka.

26

Yang perlu diperhatikan adalah menjaga jangan sampai alat ukur menjadi contaminated

agent.

2. Three dimensional assessment.

Pada luka yang dalam, partial dan full thickeness atau adanya sinus dan/atau

undemining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi. Pengukuran diarahkan

untuk mengetahui panjang, lebar dan kedalaman. Panjang merupakan jarak terjauh pada

arah head to toe, lebar merupakan jarak terjauh antara sisi kiri dan kanan, sedangkan

kedalaman merupakan jarak terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit. Untuk

mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi kemudian diletakkan pada

bantalan luka dan pada batas dengan permukaan kulit ditandai dengan ibu jari

pemeriksa.

Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril dituangkan

diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian diaspirasi lalu diukur volume

cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan cairan yang digunakan tidak menimbulkan

trauma dan ‘wound-friendly’ pada luka. Metode ini juga tidak cocok pada luka dengan

fistula.

Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang banyak

metode untuk pengukuran luka, antara lain:

1. Photografy (baik itu kamera konventional, polaroid atapun digital).

2. Wound Tracing. Menggunakan plastik transparan dan spidol transparan, kemudian

diletakkan diatas luka lalu tepi luka digambar (dijiplak).

3. Stereophotogrammetry (SPG). Kombinasi kamera video dan software. Luka direkam

kemudian didownload ke komputer. Dengan menggunakan bantuan software luas

permukaan luka dapat dikalkulasi.

27

4. Wound Molds. Alginate diletakkan pada permukaan luka, bila telah menebal maka

ditmbang beratnya. Hasil dari pengukuran berat alginate dapat menggambarkan status

penyembuhan luka.

3.3 Kedalaman

1. Superficial Thickness:

a. Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis.

b. Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi perubahan

warna lainnya.

c. Tidak disertai adanya eksudat.

2. Partial Thickness.

a. Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis.

b. Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas dan

edema.

Eksudat minimal hingga sedang.

1. Full Thickness.

a. Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan.

b. Dapat melibatkan otot, tendon dan tulang.

c. Kadang disertai dengan eksudat yang sangat banyak.

28

3.4 Lokasi

Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga

memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi dan

bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. Begitu juga

dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti pada daerah

sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik tidaknya

vascularisasi daerah yang terkena.

3. Adanya drainase atau exudate, pembengkakan, bau yang kurang sedap dan nyeri

pada daerah luka

4.1 Eksudat

Produksi eksudat dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya

vasodilatasi pada fase inflamasi yang difasilitasi oleh mediator infalamasi seperti

histamine dan bradikinin. Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian

normal dalam proses penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi

kronis dan sulit sembuh maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung

proteolytic enzim dan komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut.

1. Adapun komposisi eksudat dan fungsinya.

2. Jenis Eksudat:

29

1. Volume Eksudat:

2. Konsistensi Eksudat:

3. Bau (odour) eksudat

Adanya bau pada eksudat kemungkinan disebabkan oleh:

30

a. Pertumbuhan bakteri atau infeksi.

b. Jaringan nekrotik.

c. Sinus/enteric atau urinary fistula.

4. Kulit sekitar luka

Pengkajian kulit sekitar luka merupakan bagian integral dari pengkajian luka.

Parameter yang dapat digunakan untuk mengkaji kulit sekitar luka adalah sebagai

berikut:

Pengkajian tepi luka juga diperhatikan untuk mengetahui epitelisasi dan

kontraksi luka. Pengkajian kulit sekitar luka dapat memberikan panduan dalam

mengevaluasi penggunaan balutan sebelumnya. Seperti maserasi pada kulit sekitar luka

dapat terjadi sebagai akibat kontaknya kulit sekitar luka dengan eksudat atau akibat dari

penggunaan balutan yang terlalu lembab secara tidak tepat.

5. Nyeri

Nyeri merupakan tanda vital kelima, namun nyeri pada luka kadang tidak dikaji

dan tidak diintervensi secara adekuat. Padahal nyeri luka dapat mengindikasikan adanya

infeksi atau bertambah buruknya proses penyembuhan luka. Oleh karena itu nyeri harus

31

dikaji secara teratur dengan menggunakan skala pengkajian nyeri yang valid (Reddy et

al, 2003).

Penyebab nyeri perlu untuk diketahui, apakah berhubungan dengan penyakit,

pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Apakah nyerinya local atau general dan

apakah nyerinya berkaitan dengan pergantian balutan atau produk. Krasener telah

membuat konsep tentang pengalaman nyeri kronik dalam tiga model. Nyeri dibagi

dalam tiga sub konsep; non siklus, siklus dan nyeri kronik.

1. Nyeri Non Siklus merupakan episode tunggal serangan nyeri, contoh: nyeri

setelah dilakukan debridement.

2. Nyeri Siklus merupakan episode serangan nyeri yang berulang. Contoh;serangan

nyeri setiap penggantian balutan.

3. Nyeri Kronik atau persisten merupakan serangan nyeri tanpa adanya manipulasi

pada luka. Contoh: Pasien merasa lukanya berdenyut-denyut saat berbaring.

Karena nyeri merupakan pengalaman subyektif seseorang maka yang pelru

dibangun adalah komunikasi dengan pasien seputar responnya terhadap nyeri

yang dialami. Sebagai alat Bantu untuk mengevaluasi tingkat nyeri maka dapat

digunakan skala nyeri (0-10) atau skala ekspresi wajah. Hasil dari skala nyeri

tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis dressing yang

akan digunakan termasuk dosis analgetik yang akan diberikan.

Menurut Suriadi (2007), beberapa hal yang perlu dikaji dalam anamnesa antara

lain:

1. Dimana lokasi nyeri?

2. Seperti apa nyeri yang dirasakan?

3. Apa kah ada gejala lain yang menyertai?

4. Pada saat kapan nyeri dirasakan oleh pasien?

5. Apakah nyeri dirasakan terus menerus atau hanya kadang-kadang?

6. Sudah berapa lama nyeri dirasakan?

32

7. Apakah nyeri mengganggu istirahat pasien?

8. Apakah pasien menggunakan obat saat serangan nyeri?

9. Posisi seperti apa yang dapat mempengaruhi nyeri?

Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri berhubungan

dengan prosedur pergantian balutan antara lain:

1. Penggunaan cairan pencuci luka yang hangat.

2. Melepaskan balutan dengan hati-hati, atau bilamemungkinakan motivasi

pasien untuk melepaskan sendiri. Balutannya.

3. Gunakan 'time out'.

4. Gunakan balutan yang tidak menimbulkan trauma.

5. Evaluasi balutan lama.

6. Rubah frekuensi pergantian balutan

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan pada daerah luka

2. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

3. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah, cedera akibat

zat kimia

4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan jaringan parut pada kulit

5. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai

perawatan luka

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri, imobilisasi, kelemahan fisik

33

Intervensi

N

o

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Resiko

infeksi

berhubun

gan

dengan

kurangnya

perawatan

pada

daerah

luka

Setelah

dilakukan

perawatan

selama 12x24

jam tidak

terjadi infeksi

dan terjadi

perbaikan pada

jaringan lunak

dengan kriteria

hasil:

a. Pada hari

ke-12

terlihat tidak

ada tanda-

tanda infeksi

dan

peradangan

pada area

luka

b. Leukosit

dalam batas

normal

c. TTV dalam

batas normal

Kaji jenis luka

Buat kondisi

balutan dalam

keadaan bersih dan

kering

Lakukan perawatan

luka:

Lakukan

perawatan luka

steril

Bersihkan luka

dengan cairan

antiseptik jenis

iodine providum

dengan cara

swabbing dari

arah dalam ke

luar

Bersihkan bekas

sisa iodine

providum dengan

alkohol 70% atau

normal salin

dengan cara

swabbing dari

arah dalam ke

luar

a. Menentukan

intervensi yang

tepat sesuai dengan

jenis luka

b. Menghindari

kontaminasi

komensal dan akan

menyebabkan

respon inflamasi

lokal dan akan

memperlama

penyembuhan luka

c.

Perawatan luka

sebaiknya tidak

dilakukan setiap

hari untuk

menurunkan

kontak tindakan

dengan luka yang

dalam kondisi

steril sehingga

mencegah

kontaminasi

kuman ke luka

bedah

Pembersihan

34

Tututp luka

dengan kasa steril

dan tututp dengan

plester adhesif

yang menutupi

kasa secara

menyeluruh

Kolaborasi

penggunaan

antibiotik

debris (sisa

fagositosis,

jaringan mati) dan

kuman di sekitar

luka dengan

antiseptik dengan

arah dari dalam

keluar dapat

mencegah

kontaminasi

kuman ke jaringan

luka

Antiseptik iodine

providum

mempunyai

kelemahan dalam

menurunkan

proses epitelisasi

jaringan sehingga

harus dibersihkan

dengan alkohol

atau normal salin

Penutupan secara

menyeluruh dapat

menghindari

kontaminasi dari

benda asing atau

udara yang

bersentuhan

dengan luka.

d. Antibiotik

35

injeksi diberikan

selama 3 hari

pasca bedah

yang kemudian

dilanjutkan

antibiotik oral

sampai jahitan

dilepas. Peran

perawat

mengkaji

adanya reaksi

dan riwayat

alergi antibiotik,

serta

memberikan

antibiotik sesuai

pesanan dokter.

2 Nyeri

berhubun

gan

dengan

terputusny

a

kontinuita

s jaringan

Setelah

dilakukan

perawatan

selama 3x24

jam pasien

menunjukkan

respon nyeri

yang berkurang

dengan kriteria

hasil:

a. Pasien

a. Kaji lokasi nyeri,

karakteristik,

onset/durasi,

frekuensi dan

tingkat keparahan

nyeri

b. Observasi tanda-

tanda nyeri

nonverbal

c. Kaji faktor yang

menyebabkan nyeri

d. Ajarkan teknik

a. Untuk mengetahui

tingkatan nyeri yang

dialami pasien

sehingga dapat

menentukan obat

yang tepat dan

kemungkinan

terjadinya gangguan

lain

b. Tanda-tanda nyeri

nonverbal yang

dimunculkan oleh

36

mengatakan

rasa

nyerinya

sudah mulai

berkurang

b. Pasien dapat

menggunaka

n teknik

manajemen

nyeri

manajemen nyeri

non farmakologi

e. Berikan obat

analgesik untuk

mengoptimalkan

menghilangkan

rasa nyeri

pasien dapat

digunakan sebagai

indikator mengukur

derajat nyeri

c. Penting untuk

mengetahui

penyebab nyeri

sehingga penyebab

itu dapat diobati dan

menghilangkan rasa

nyeri

d. Teknik manajemen

nyeri non

farmakologi penting

diajarkan kepada

pasien agar pasien

tidak selalu

menggunakan obat

analgesik untuk

meredakan nyeri.

e. Obat analgesik

penting diberikan

kepada pasien untuk

mengurangi rasa

nyeri

3 Ansietas

yang

berhubun

gan

Setelah

dilakukan

perawatan

selama 1x24

a. Monitor respon

fisisk, seperti

kelemahan

perubahan TTV,

a. Digunakan untuk

mengevaluasi

derajat/tingkat

kesadaran,

37

dengan

kurangnya

pengetahu

an

mengenai

perawatan

luka

jam keluarga

dan pasien

secara subjektif

melaporkan

rasa cemas

berkurang

dengan kriteria

hasil:

a. Pasien

mampu

mengungkap

kan

perasaannya

kepada

perawat

b. Pasien dapat

mendemonst

rasikan

ketrampilan

pemecahan

masalah dan

perubahan

koping yang

digunakan

sesuai

situasi yang

dihadapi

c. Pasien dapat

rileks dan

tidur/istiraha

gerakan yang

berulang-ulang,

catat kesesuaian

respon verbal dan

nonverbal selama

komunikasi

b. Anjurkan pasien

untuk

mengungkapkan

dan

mengekspresikan

rasa takutnya

c. Beri edukasi

tentang perawatan

luka

d. Kolaborasi

pemberian

anticemas sesuai

indikasi contohnya

diazepam

konsentrasi,

khususnya ketika

melakukan

komunikasi verbal

b. Memberikan

kesempatan untuk

berkonsentasi,

kejelasan dari rasa

takut, dan

mengurangii cemas

yang berlebihan

c. Agar pasien dapat

melakukan

perawatan luka

dengan benar..

d. Meningkatkan

relaksasi dan

menurunkan

kecemasan.

38

t dengan

baik

4 Kerusaka

n

integritas

kulit yang

berhubun

gan

dengan

insisi

bedah,

cedera

akibat zat

kimia

Setelah

dilakukan

perawatan

selama 12x24

jam kerusakan

integritas pada

kulit membaik

dengan kriteria

hasil:

a. Tidak

ada luka

lecet/

lesi

pada

kulit

b. Perfusi

jaringan

baik

c. TTV

dalam

batas

normal

a. Jaga agar luka

tetap bersih

dan kering

b. Ganti balutan

sesuai program

termasuk

debridemen

dan pemberian

obat-obatan

c. Instruksikan

klien atau

orang yang

penting bagi

klien untuk

mengkaji dan

merawat luka

d. Minta klien

untuk

mendemonstras

ikannya

kembali

a. Penyembuhan

luka tergantung

pada keadaan

yang bersih dan

lembab untuk

proses

epitelialisasi

dan deposisi

jaringan

granulasi

(Cooper, 1992)

b. Pengkajian luka

dan kulit

disekitarnya

secara teratur

dan akurat

merupakan hal

yang penting

dalam rencana

asuhan

keperawatan

untuk

manajemen

luka (Cooper,

1992)

5 Gangguan

citra

Setelah

dilakukan

a. Berikan

stimulasi

a. Memberi

dukungan yang

39

tubuh

yang

berhubun

gan

dengan

jaringan

parut

kulit

perawatan

selama 3x24

jam klien

mampu

menerima atau

dapat

melakukan

adaptasi

terhadap

perubahan citra

tubuh yang

dialami klien

dengan kriteria

hasil :

a. Klien

mampu

meneri

ma

keadaan

ya

b. Body

image

positif

c. Klien

mulai

menunu

kkan

interaksi

dengan

orang

positif

mengenai

penerimaan

klien terhadap

dirinya

b. Berikan pujian

kepada klien

mengenai

tingkat

kemajuan

positif yang

dialami klien

c. Dorong klien

untuk merawat

diri dan

berperan serta

dalam asuhan

klien secara

bertahap

besar kepada

klien perlahan-

lahan menerima

keadaannya

b. Kemajuan yang

dialami klien

merupakan satu

tindakan positif

klien dalam

penerimaan

klien terhadap

dirinya dan

dalam

meningkatkan

kepercayaan

diri klien

c. Menyertakan

klien dalam

memberikan

perawatan diri

dapat

meningkatkan

kemandirian

dan penerimaan

klien

40

lain

d. Klien

mampu

mening

katkan

keperca

yaan

dirinya

secara

bertahap

6 Intolerans

i aktivitas

berhubun

gan

dengan

nyeri,

imobilisas

i,

kelemaha

n fisik

Setelah

dilakukan

perawatan

selama 3x24

jam klien

mampu

melakukan

aktivitas sehari-

hari dengan

kriteria hasil :

a. Klien

dapat

melakuk

an

aktifitas

selama

masa

perawat

an

b. Pasien

a. Kaji respon

terhadap

aktivitas

pasien

b. Kaji tanda-

tanda vital

c. Observasi

keluhan

pasien

selama

beraktifitas

d. Anjurkan

pasien

untuk

menggunak

an teknik

relaksasi

e. Jelaskan

pada pasien

tentang

teknik

a. Sebagai

parameter untuk

menentukan

tingkat

kemampuan

pasien dalam

beraktifitas

b. Sebagai

indikator

terhadap

perubahan TTV

akibat aktivitas

c. Indikator untuk

melakukan

intervensi

selanjutnya

d. Mengurangi

kelelahan otot

dapat

membantu

mengurangi

41

tampak

rileks

c. TTV

dalam

batas

normal

d. Mampu

berpind

ah :

dengan

atau

tanpa

bantuan

alat

penghemat

an energi

nyeri, spame

dan kejang

e. Mengurangi

dan menghemat

penggunaan

energi, juga

membantu

keseimbangan

antara suplai

oksigen dan

kebutuhan O2

IMPLEMENTASI

No Diagnosa Implementasi

1 Resiko infeksi

berhubungan dengan

kurangnya perawatan pada

daerah luka

a. Mengkaji jenis luka

b. Membuat kondisi balutan dalam keadaan bersih

dan kering

c. Melakukan perawatan luka:

Melakukan perawatan luka steril

Membersihkan luka dengan cairan antiseptik

jenis iodine providum dengan cara swabbing

dari arah dalam ke luar

Membersihkan bekas sisa iodine providum

dengan alkohol 70% atau normal salin dengan

cara swabbing dari arah dalam ke luar

Menututp luka dengan kasa steril dan tututp

42

dengan plester adhesif yang menutupi kasa

secara menyeluruh

d. Kolaborasi penggunaan antibiotik

2 Nyeri berhubungan

dengan terputusnya

kontinuitas jaringan

a. Mengkaji lokasi nyeri, karakteristik,

onset/durasi, frekuensi dan tingkat keparahan

nyeri

b. Mengobservasi tanda-tanda nyeri nonverbal

c. Mengkaji faktor yang menyebabkan nyeri

d. Mengajarkan teknik manajemen nyeri non

farmakologi

e. Memberikan obat analgesik untuk

mengoptimalkan menghilangkan rasa nyeri

3 Ansietas yang

berhubungan dengan

kurangnya pengetahuan

mengenai perawatan luka

a. Memonitor respon fisisk, seperti kelemahan

perubahan TTV, gerakan yang berulang-ulang,

catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal

selama komunikasi

b. Menganjurkan pasien untuk mengungkapkan

dan mengekspresikan rasa takutnya

c. Memberi edukasi mengenai perawatan luka

d. Ber kolaborasi dengan petugas kesehatan lain

mengenai pemberian anticemas sesuai indikasi

contohnya diazepam

4 Kerusakan integritas kulit

yang berhubungan dengan

insisi bedah, cedera akibat

zat kimia

a. Menjaga agar luka tetap bersih dan kering

b. Mengganti balutan sesuai program

termasuk debridemen dan pemberian obat-

obatan

c. Menginstruksikan klien atau orang yang

penting bagi klien untuk mengkaji dan

43

merawat luka

d. Meminta klien untuk

mendemonstrasikannya kembali

5 Gangguan citra diri yang

berhubungan dengan

jaringan parut pada kulit

a. Memberikan stimulasi positif mengenai

penerimaan klien terhadap dirinya

b. Memberikan pujian kepada klien mengenai

tingkat kemajuan positif yang dialami klien

c. Mendorong klien untuk merawat diri dan

berperan serta dalam asuhan klien secara

bertahap

6 Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

nyeri, imobilisasi,

kelemahan fisik

a. Mengkaji respon terhadap aktivitas

pasien

b. Mengkaji tanda-tanda vital

c. Mengobservasi keluhan pasien selama

beraktifitas

d. Menganjurkan pasien untuk

menggunakan teknik relaksasi

e. Menjelaskan pada pasien tentang

teknik penghematan energi

EVALUASI

No Diagnosa Evaluasi

1 Resiko infeksi berhubungan

dengan kurangnya perawatan

pada daerah luka

S : Pasien mengatakan

O : tidak ada tanda-tanda infeksi dan

peradangan pada area luka, Leukosit dalam

44

batas normal, TTV dalam batas normal

A : Resiko Infeksi teratasi

P : Hentikan Intervensi

2 Nyeri berhubungan dengan

terputusnya kontinuitas

jaringan

S : Pasien mengatakan sudah tidak terasa

nyeri di daerah sekitar luka

O : Pasien tampak tenang, Pasien dapat

menggunakan teknik manajemen nyeri

A : Nyeri Teratasi

P : Hentikan Intervensi

3 Ansietas yang berhubungan

kurangnya pengetahuan

mengenai perawatan luka

S: Pasien mengatakan sudah lebih tenang dan

tidak cemas.

O: Pasien mampu mengungkapkan

perasaannya kepada perawat, pasien dapat

mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan

masalah dan perubahan koping yang

digunakan sesuai situasi yang dihadapi,

Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan

baik

A: Masalah teratasi

P: Hentikan Intervensi

4 Kerusakan integritas kulit

yang berhubungan dengan

insisi bedah, cedera akibat zat

kimia

S : -

O : Kulit klien lukanya masih lecet dan

jaringannya masih belum menyatu

A : Masalah teratasi sebagian

45

P : Lanjutkan Intervensi

a. Jaga agar luka tetap bersih dan kering

b. Ganti balutan sesuai program

termasuk debridemen dan pemberian

obat-obatan

5 Gangguan citra diri yang

berhubungan dengan jaringan

parut pada kulit

S : Pasien mengatakan paham dengan

kondisinya

O : Klien tampak mampu berperan dalam

perawatn dirinya

A : Penerimaan klien akan dirinya mulai

membaik

P : Hentikan Intervensi

6 Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan nyeri,

imobilisasi, kelemahan fisik

S : -

O : Klien tampak mampu melakukan aktivitas

secara mandiri

A : Masalah teratasi

P : Hentikan Intervensi

BAB 5

PENUTUP

46

5.1 Kesimpulan

luka adalah suatu keadaan gangguan pada kulit berupa kerusakan kontinuitas

jaringan pada kulit atau organ lainnya, baik disengaja atau tidak disengaja akibat dari

trauma. Luka dapat bersifat akut dan kronis. Tanda dan gejala luka ialah rubor, kalor,

tumor, dolor dan fungsio. Proses penyembuhan luka terdiri dari tiga fase tanpa

memandang penyebabnya, yaitu fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi.

Komplikasi yang terjadi pada saat luka adalah infeksi, perdarahan, Dehiscence dan

Eviscerasi (komplikasi yang terjadi pada saat post operasi yang serius). Prioritas

penatalaksanaan luka adalah mengatasi perdarahan (hemostasis), mengeluarkan benda

asing yang menyebabkan infeksi; melepaskan jaringan yang devitalisasi, krusta yang

tebal dan pus; menyediakan temperatur, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel

yang berperan dalam proses penyembuhan.

5.2 Saran

Dengan adanya makalah ini perawat diharapkan mampu memberikan perawatan

pada pasien luka dengan seoptimal mungkin baik terhadap luka tertutup maupun luka

terbuka. dan juga perawat mampu memberikan edukasi kepada pasien atau masyarakat

sedini mungkin akan terjadinya luka, karena karena bnyak sekali faktor-faktor yang

dapat menyebabkan luka.

DAFTAR PUSTAKA

47

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39797/5/Chapter%20I.pdf (diakses pada tanggal 14 April 2016 pukul 07.00 WIB)

http://www.ichrc.org/932-prinsip-perawatan-luka (diakses pada tanggal 15 April pukul 09.23 WIB)

http://global-help.org/publications/books/help_basicwoundcareindonesian.pdf (diakses pada tanggal 8 April 2016 pukul 11.13 WIB)

Mortin, dkk. 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik, Ed. 8, Vol. 2. USA: EGC

Kurnianingsih, sari. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: EGC

Aquilino, Mary Lober. Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth Edition.

United State of America: Mosby Elsevier

Dochterman, Joanne Mc Closkey dan Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing Intervention

Classification. Fifth edition. United State of America: Mosby Elsevier

Carpenito, Lynda Juall.(1995).

DiagnosaKeperawatanAplikasiPadaPraktekKlinik.Edisi6, Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta.

MarisonMoya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.

Yusuf Saldy. 2009. E-book Pengkajian Luka di Indonesia. Makassar

48