asuhan keperawatan glomerulonefritis kronis

14
ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS KRONIS Glomerulonefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan Etiologi Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menurunya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus. Patofisiologi Hampir semua bentuk glomerulonefritis akut memiliki kecenderumgan untuk berkembang menjadi glomerulonefritis kronis. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, terdiri atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Bekas jaringan parut merusak sisa korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi

Upload: isda

Post on 15-Jul-2016

396 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

glomerulonefritis adalah

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS KRONIS

Glomerulonefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel

glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau

timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan

peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan

proteinuria (protein dalam urine) ringan

Etiologi

Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini

berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan

tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menurunya fungsi glomerulus. Kerusakan

glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus.

Patofisiologi

Hampir semua bentuk glomerulonefritis akut memiliki kecenderumgan untuk

berkembang menjadi glomerulonefritis kronis.

Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar

seperlima dari ukuran normal, terdiri atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi

lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Bekas jaringan parut merusak sisa korteks

menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah

menjadi jaringan parut, serta cabang-cabang arteri renal menebal. Perubahan ini terjadi dalam

rangka untuk menjaga GFR dari nefron yang tersisa sehingga menimbulkan konsekuensi

kehilangan fungsional nefron. Perubahan ini pada akhirnya akan menyebabkan kondisi

glomerulosklerosis dan kehilangan nefron lebih lanjut.

Pada penyakit ginjal dini (tahap 1-3), penurunan substansial dalam GFR dapat

mengakibatkan hanya sedikit peningkatan dalam kadar serum kreatinin. Anotemia (yaitu

peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) terlihat ketika GFR menurun hingga kurang dari

60-70 mL/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar kreatinin, beberapa kondisi lain juga

memperberat kondisi klinik, meliputi (1) penurunan produksi eritropoietin sehingga

mengakibatkan anemia, (2) penurunan produksi vitamin D sehingga terjadi hipokalsemia,

Page 2: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

hipoparatiroidisme, hiperfosfatemia dan osteodistrofi ginjal, (3) pengurangan ion hydrogen,

kalium, garam dan ekskresi air, mengakibatkan kondisi asidosis, hiperkalemia, hipertensi, dan

edema, serta (4) disfungsi trombosit yang menyebabkan peningkatan kecenderungan terjadinya

perdarahan.

Akumulasi produk ureum (toksin uremik) mempengaruhi hamper semua system organ.

Azotemia terjadi dengan tanda dan gejala uremia. Uremia terjadi pada GFR sekitar 10 mL/menit

yang kemudian berlanjut pada kondiri gagal ginjal terminal.

Respons perubahan secara structural dan fungsional memberikan berbagai masalah

keperawatan pada pasien yang mengalami yang mengalami glomerulus kronis

Pengkajian Anamnesis

Glomerulonefritis kronis ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat

akibat glomerulonefritis yang sudah berlansung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui

asal-usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut;, ketika gejal-gejala

insufiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukanya klien yang mengalami glumerulonefritis

kronis bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar

BUN dan kreatinin serum.

Pada beberapa klien hanya mengeluh bahwa tungkai mereka sedikit bengkak pada malam

hari dan pada sebagian besar klien mengeluh adanya kehilangan berat dan kekuatan badan,

peningkatan irirtabilitas dan peningkatan berkemih dimalam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing

dan gangguan pencernaan umumnya terjadi.

Pemeriksaan Fisik.

Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya

compos mentis, tatapi akan berubah apabila system saraf pusat mengalami gangguan sekunder

dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas

elektrolit dan uremia. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, pada fase awal sering

didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi

meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi

perubahan dan hipertensi ringan sampai berat.

Page 3: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

B1 (breathing). Biasanya didapatkan gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan

respon terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia. Bunyi napas ronchi biasanya

didapatkan pada kedua paru

B2 (blood). Pada pemeriksaan system kardiovaskuler sering didapatkan adanya tanda perikarditis

disertai friksi perikardiaal dan pulsus paradoksus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg

selama inspirasi dan ekspirasi). Peningkatan tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air

memberikan dampak pada fungsi sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan perfusi

jaringan akibat tingginya beban sirkulasi

B3 (brain). Klien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang perhatian yang menyempit.

Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, anteriol menyempit dan berliku-liku,

serta papiledema. Neuropati perifer disertai hilnagnya reflex tendon dan perubahan neurosensori

muncul setelah penyakit terjadi. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.

B4 ( bladder). Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal

kronik. Penurunan produksi urine sampai anuri. Perubahan warna urine output seperti berwarna

kola seperti proteinuri, silideruri dan hematuri.

B5 (bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksi dan diare sekunder dari bau mulut

ammonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan

penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6 (bone). Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampat kuning keabu-abuan dan terjadi

edema perifer (dependen) dan periorbital. Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram

otot, nyeri kaki, kulit gatal dan ada/berulangnya infeksi. Didapatkan adanya kelemahan fisik

secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi

Pengkajian Diagnosis

1. Urinalisis didapatkan proteinuria, endapan urinarius (hasil sekresi protein oleh tubukus

yang rusak), hematuria

2. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis

dan katabolisme

Page 4: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

3. Aasidosis sekresi akibat penurunan sekresi asam olehginjal dan ketidakmampuan

regenerasi bikarbonat.

4. Anemia akibat penurunan eritropoesis

5. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membrane

glomerolus yang rusak

6. Serum kalsium meningkat

7. Hipermagnesemia akibat penurunan eksresi dan ingesti antacid yang mengandung

magnesium

Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Tujuan dari penanganan medis adalah menurunkan resiko dari penurunan progersif fungsi

ginjal. Penatalaksanaan tersebut meliputi hal-hal berikut ini:

1. Diet rendah nutrisi dan pembatasan cairan

2. Antimikroba. Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan cepat untuk mencegah

kerusakan renal lebih lanjut

3. Diuretik. Untuk menurunkan edema dan hipertensi

4. Dialisis. Dimulainya dialysis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar

kondisi fisik klien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,

dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.

Diagnosis Keperawatan

Dari hasil pengkajian diatas diagnosis keperawatan yang lazim ditemukan, meliputi hal-

hal berikut ini:

1. Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d hiperaminiemia, ensefalopati

2. Actual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan

dan natrium, peningkatan aldosterone sekunder dari penurunan GFR

3. Actual/resiko tinggi menurunya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel

kiri, perubahan frekuensi, irama dan konduksi elektrikal sekunder

4. Actual/resiko tinggi perubahan perfusi otak, deficit neurologic b.d akibat-akibat

dehidrasi selular pada sel0sel otak, respons sekunder dari peningkatan natrium di

sirkulasi otak

Page 5: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

5. Actual/resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal dari penurunan kalium

sel

Rencana keperawatan

Actual/resiko pola napas tidak efektif b.d hipereminiemia, ensefalopati

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi perubahan pada pola napas

kriteria evaluasi: pasien tidak sesak napas, RR dalam batas normal, pemeriksaan gas

arteri pH 7,40

Intervensi Rasional

Kaji factor penyebab pola napas tidak

efektif

Mengidentikasi untuk mengatasi

penyebab dasar dari alkaliosis

Monitor ketat TTV Perubahan TTV akan memberikan

dampak pada resiko alkaliosis yang

bertambah berat

Istirahatkan pasien dengan posisi fowler Posisi fowler akan meningkatkan

ekpansi paru optimal

Manajemen lingkungan, lingkungan

tenang dan batasi pengunjung

Lingkungan tenang akan menurunkan

stimulus nyeri ekternal dan pembatasan

pengunjung akan membantu

meningkatkan kondisi O2

Ukur intake dan output Penurunan curah jantung mengakibatkan

gangguan perfusi ginjal, retensi

natrium/air dan penurunan urine output

Kolaborasi: pantau data laboratorium

analisa gas darah berkelanjutan

Tujuan intervensi pada alkaliosis adalah

menurunkan pH sistemik sampai kebatas

yang aman dan menanggulangi sebab-

sebab alkaliosis yang mendasarinya

Page 6: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

Actual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan

dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kelebihan volume cairan dapat teratasi.

Kriteria evaluasi:

Urine adequate akan dipertahankan dengan diuretika (>30 ml/jam), tanda tanda udem

paru atau asites tidak ada.

Intervensi Rasional

Kaji tekanan darah Sebagai salah satu cara untuk mengetahui

peningkatan jumlah cairan yang dapat

diketahui dengan meningkatkan beban

kerja jantung yang dapat diketahui

meningkatnya tekanan darah

Kaji distensi vena jugularis Peningkatan cairan dapat membebani

fungsi ventrikel kanan yang dapat

dipantau melalui pemeriksaan tekanan

vena jugularis

Pasang dower atau vena jugularis Pemasangan DC atau kondom kateter

akan mempermudah dalam pengukuran

urine output dan menurunkan aktivitas

klien dalam kondisi tirah baring

Timbang berat badan Kelebihan BB dapat diketahui dari

peningkatan BB yang ekstrem akibat

terjadinya penimbunan cairan

ekstraseluler

Beri posisi yang membantu drainage

ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif

Meningkatkan venus return dan

mendorong berkurangnya edema perifer

Evaluasi kadar Na, Hb dan Ht Dampak dari peningkatan volume cairan

akan terjadi hemodelusi sehingga Hb

turun, Ht turun

Page 7: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

Actual/resiko tinggi menurunya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel

kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi entretikal sekunder, penurunan pH,

hiperkalemi dan uremia

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan

menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima

Kriteria evaluasi:

Pasien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas

mengurangi kerja jantung, tekanan darah dalam batas normal, nadi 80x/menit, tidak

terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur CRT kurang dari 3 detik

Intervensi Rasional

Kaji dan lapor tanda penurunan curah

jantung

Kejadian mortalitas dan morbiditas

sehubungan dengan MI yang lebih dari

24 jam pertama

Palpasi nadi perifer Penurunan curah jantung dapat

menunjukan menurunya nadi, radial,

popliteal, dorsalis pedal dan postibial,

nadi mungkin cepat hilang atau tidak

teratur

Pantau urine output Ginjal berespon untuk menurunkan curah

jantung dengan menahan cairan dan

natrium, urine output biasanya menurun

selama 3 hari karena perpindahan cairan

ke jaringan

aktual/resiko tinggi perubahan perfusi otak, deficit neurologic b.d akibat-akibat

dehidrasi selular pada sel-sel otak, respon sekunder dari peningkatan natrium di

sirkulasi otak

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai dengan optimal

Kriteria hasil:

Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada mual, kejang, GCS

4,5,6, pupil isokor, reflek cahaya (+), TTv normal, serta klien tidak mengalami deficit

Page 8: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

neurologis seperti lemas, agitasi, iritabel, hiperfleksia dan spastisitas

Berikan penjelasan kepada keluarga klien

tentang sebab-sebab peningkatan TIK

dan akibatnya

Keluarga lebih berpatisipasi dalam proses

penyembuhan

Anjurkan klien tirah baring secara total Perubahan pada tekanan intracranial akan

dapat menyebabkan resiko untuk

terjadinya herniasi otak

Kolaborasi:

Barikan cairan per infuse dengan

perhatian ketat

Meminimalkan fluktuasi pada beban

vascular dan tekanan intracranial.

Restriksi cairan dapat menurunkan edema

serebral

Aktual/resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari

penurunan kalium sel

Tujuan: dalam wakti 1x24 jam tidak terjadi aritmia

Kriteria evaluasi:

- Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual-muntah GCS 456, tidak

terdapat papiledema

- TTV dalam batas normal

- Klien tidak mengalami deficit neurologis

- Kadar kalium serum dalam batas normal

Intervensi Rasional

Kaji factor penyebab dari situasi/keadaan

individu dan factor- factor yang

menurunkan kadar kalium ICF.

Banyak faktor yang menyebabkan

hipokalemia dan penanganan disesuaikan

dengan factor penyebab

Manajemen pencegahan hipokalemia

- Hindari pemakaian digitalis pada

klien hipokalemia

Diuretic, digitalis dan hipokalemia

merupakan gabungan keadaan yang dapat

membahayakan nyawa karena diuretic

menyebabkan hipokalemia dan

Page 9: Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

- Memonitor TTV tiap 4 jam

- Berikan diet sumber kalium

- Monitoring ketat kalium darah

dan EKG

- Monitoring klien yang bersiko

terjadi hipokalemi

hipokalemia meningkatkan efek digitalis.

Adanya perubahan TTV secara cepat

dapat menjadi pencetus aritmia pada

klien hipokalemia

Sumber sumber kalium termasuk buah

dan sari buah, sayur sayuran segar dan

beku, daging segar dan makanan olahan,

kacang kacangan, kentang merupakan

pengganti garama yang mengandung 50-

60 mEq kalium

Upaya deteksi berencana untuk

mencegah hipokalemi

Bila hipokalemia terjadi akibat

penyalahgunaan laksatif atau diuretic,

penyuluhan klien dapat membantu

menghilangkan masalah.

Manajemen kolaborasi dengan

hipokalemi

Pemberian suplemen kalium oral seperti

obat Aspar K

Kalium oral (Aspar K) dapat

menghasilkan lesi usus kecil. Oleh karena

itu, klien harus dikaji dan diberi

peringatan tentang distensi abdomen,

nyeri atau perdarahan GI