asuhan keperawatan glomerulonefritis kronis
DESCRIPTION
glomerulonefritis adalahTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS KRONIS
Glomerulonefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel
glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan
proteinuria (protein dalam urine) ringan
Etiologi
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini
berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan
tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menurunya fungsi glomerulus. Kerusakan
glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus.
Patofisiologi
Hampir semua bentuk glomerulonefritis akut memiliki kecenderumgan untuk
berkembang menjadi glomerulonefritis kronis.
Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar
seperlima dari ukuran normal, terdiri atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi
lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Bekas jaringan parut merusak sisa korteks
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah
menjadi jaringan parut, serta cabang-cabang arteri renal menebal. Perubahan ini terjadi dalam
rangka untuk menjaga GFR dari nefron yang tersisa sehingga menimbulkan konsekuensi
kehilangan fungsional nefron. Perubahan ini pada akhirnya akan menyebabkan kondisi
glomerulosklerosis dan kehilangan nefron lebih lanjut.
Pada penyakit ginjal dini (tahap 1-3), penurunan substansial dalam GFR dapat
mengakibatkan hanya sedikit peningkatan dalam kadar serum kreatinin. Anotemia (yaitu
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) terlihat ketika GFR menurun hingga kurang dari
60-70 mL/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar kreatinin, beberapa kondisi lain juga
memperberat kondisi klinik, meliputi (1) penurunan produksi eritropoietin sehingga
mengakibatkan anemia, (2) penurunan produksi vitamin D sehingga terjadi hipokalsemia,
hipoparatiroidisme, hiperfosfatemia dan osteodistrofi ginjal, (3) pengurangan ion hydrogen,
kalium, garam dan ekskresi air, mengakibatkan kondisi asidosis, hiperkalemia, hipertensi, dan
edema, serta (4) disfungsi trombosit yang menyebabkan peningkatan kecenderungan terjadinya
perdarahan.
Akumulasi produk ureum (toksin uremik) mempengaruhi hamper semua system organ.
Azotemia terjadi dengan tanda dan gejala uremia. Uremia terjadi pada GFR sekitar 10 mL/menit
yang kemudian berlanjut pada kondiri gagal ginjal terminal.
Respons perubahan secara structural dan fungsional memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami yang mengalami glomerulus kronis
Pengkajian Anamnesis
Glomerulonefritis kronis ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlansung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui
asal-usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut;, ketika gejal-gejala
insufiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukanya klien yang mengalami glumerulonefritis
kronis bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar
BUN dan kreatinin serum.
Pada beberapa klien hanya mengeluh bahwa tungkai mereka sedikit bengkak pada malam
hari dan pada sebagian besar klien mengeluh adanya kehilangan berat dan kekuatan badan,
peningkatan irirtabilitas dan peningkatan berkemih dimalam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing
dan gangguan pencernaan umumnya terjadi.
Pemeriksaan Fisik.
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya
compos mentis, tatapi akan berubah apabila system saraf pusat mengalami gangguan sekunder
dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, pada fase awal sering
didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi
perubahan dan hipertensi ringan sampai berat.
B1 (breathing). Biasanya didapatkan gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan
respon terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia. Bunyi napas ronchi biasanya
didapatkan pada kedua paru
B2 (blood). Pada pemeriksaan system kardiovaskuler sering didapatkan adanya tanda perikarditis
disertai friksi perikardiaal dan pulsus paradoksus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg
selama inspirasi dan ekspirasi). Peningkatan tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air
memberikan dampak pada fungsi sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan perfusi
jaringan akibat tingginya beban sirkulasi
B3 (brain). Klien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang perhatian yang menyempit.
Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, anteriol menyempit dan berliku-liku,
serta papiledema. Neuropati perifer disertai hilnagnya reflex tendon dan perubahan neurosensori
muncul setelah penyakit terjadi. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
B4 ( bladder). Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal
kronik. Penurunan produksi urine sampai anuri. Perubahan warna urine output seperti berwarna
kola seperti proteinuri, silideruri dan hematuri.
B5 (bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksi dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 (bone). Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampat kuning keabu-abuan dan terjadi
edema perifer (dependen) dan periorbital. Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram
otot, nyeri kaki, kulit gatal dan ada/berulangnya infeksi. Didapatkan adanya kelemahan fisik
secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi
Pengkajian Diagnosis
1. Urinalisis didapatkan proteinuria, endapan urinarius (hasil sekresi protein oleh tubukus
yang rusak), hematuria
2. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis
dan katabolisme
3. Aasidosis sekresi akibat penurunan sekresi asam olehginjal dan ketidakmampuan
regenerasi bikarbonat.
4. Anemia akibat penurunan eritropoesis
5. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membrane
glomerolus yang rusak
6. Serum kalsium meningkat
7. Hipermagnesemia akibat penurunan eksresi dan ingesti antacid yang mengandung
magnesium
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari penanganan medis adalah menurunkan resiko dari penurunan progersif fungsi
ginjal. Penatalaksanaan tersebut meliputi hal-hal berikut ini:
1. Diet rendah nutrisi dan pembatasan cairan
2. Antimikroba. Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan cepat untuk mencegah
kerusakan renal lebih lanjut
3. Diuretik. Untuk menurunkan edema dan hipertensi
4. Dialisis. Dimulainya dialysis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar
kondisi fisik klien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.
Diagnosis Keperawatan
Dari hasil pengkajian diatas diagnosis keperawatan yang lazim ditemukan, meliputi hal-
hal berikut ini:
1. Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d hiperaminiemia, ensefalopati
2. Actual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan
dan natrium, peningkatan aldosterone sekunder dari penurunan GFR
3. Actual/resiko tinggi menurunya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel
kiri, perubahan frekuensi, irama dan konduksi elektrikal sekunder
4. Actual/resiko tinggi perubahan perfusi otak, deficit neurologic b.d akibat-akibat
dehidrasi selular pada sel0sel otak, respons sekunder dari peningkatan natrium di
sirkulasi otak
5. Actual/resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal dari penurunan kalium
sel
Rencana keperawatan
Actual/resiko pola napas tidak efektif b.d hipereminiemia, ensefalopati
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi perubahan pada pola napas
kriteria evaluasi: pasien tidak sesak napas, RR dalam batas normal, pemeriksaan gas
arteri pH 7,40
Intervensi Rasional
Kaji factor penyebab pola napas tidak
efektif
Mengidentikasi untuk mengatasi
penyebab dasar dari alkaliosis
Monitor ketat TTV Perubahan TTV akan memberikan
dampak pada resiko alkaliosis yang
bertambah berat
Istirahatkan pasien dengan posisi fowler Posisi fowler akan meningkatkan
ekpansi paru optimal
Manajemen lingkungan, lingkungan
tenang dan batasi pengunjung
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri ekternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2
Ukur intake dan output Penurunan curah jantung mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air dan penurunan urine output
Kolaborasi: pantau data laboratorium
analisa gas darah berkelanjutan
Tujuan intervensi pada alkaliosis adalah
menurunkan pH sistemik sampai kebatas
yang aman dan menanggulangi sebab-
sebab alkaliosis yang mendasarinya
Actual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan
dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kelebihan volume cairan dapat teratasi.
Kriteria evaluasi:
Urine adequate akan dipertahankan dengan diuretika (>30 ml/jam), tanda tanda udem
paru atau asites tidak ada.
Intervensi Rasional
Kaji tekanan darah Sebagai salah satu cara untuk mengetahui
peningkatan jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan meningkatkan beban
kerja jantung yang dapat diketahui
meningkatnya tekanan darah
Kaji distensi vena jugularis Peningkatan cairan dapat membebani
fungsi ventrikel kanan yang dapat
dipantau melalui pemeriksaan tekanan
vena jugularis
Pasang dower atau vena jugularis Pemasangan DC atau kondom kateter
akan mempermudah dalam pengukuran
urine output dan menurunkan aktivitas
klien dalam kondisi tirah baring
Timbang berat badan Kelebihan BB dapat diketahui dari
peningkatan BB yang ekstrem akibat
terjadinya penimbunan cairan
ekstraseluler
Beri posisi yang membantu drainage
ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif
Meningkatkan venus return dan
mendorong berkurangnya edema perifer
Evaluasi kadar Na, Hb dan Ht Dampak dari peningkatan volume cairan
akan terjadi hemodelusi sehingga Hb
turun, Ht turun
Actual/resiko tinggi menurunya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel
kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi entretikal sekunder, penurunan pH,
hiperkalemi dan uremia
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan
menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima
Kriteria evaluasi:
Pasien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas
mengurangi kerja jantung, tekanan darah dalam batas normal, nadi 80x/menit, tidak
terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur CRT kurang dari 3 detik
Intervensi Rasional
Kaji dan lapor tanda penurunan curah
jantung
Kejadian mortalitas dan morbiditas
sehubungan dengan MI yang lebih dari
24 jam pertama
Palpasi nadi perifer Penurunan curah jantung dapat
menunjukan menurunya nadi, radial,
popliteal, dorsalis pedal dan postibial,
nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur
Pantau urine output Ginjal berespon untuk menurunkan curah
jantung dengan menahan cairan dan
natrium, urine output biasanya menurun
selama 3 hari karena perpindahan cairan
ke jaringan
aktual/resiko tinggi perubahan perfusi otak, deficit neurologic b.d akibat-akibat
dehidrasi selular pada sel-sel otak, respon sekunder dari peningkatan natrium di
sirkulasi otak
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai dengan optimal
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada mual, kejang, GCS
4,5,6, pupil isokor, reflek cahaya (+), TTv normal, serta klien tidak mengalami deficit
neurologis seperti lemas, agitasi, iritabel, hiperfleksia dan spastisitas
Berikan penjelasan kepada keluarga klien
tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya
Keluarga lebih berpatisipasi dalam proses
penyembuhan
Anjurkan klien tirah baring secara total Perubahan pada tekanan intracranial akan
dapat menyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak
Kolaborasi:
Barikan cairan per infuse dengan
perhatian ketat
Meminimalkan fluktuasi pada beban
vascular dan tekanan intracranial.
Restriksi cairan dapat menurunkan edema
serebral
Aktual/resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari
penurunan kalium sel
Tujuan: dalam wakti 1x24 jam tidak terjadi aritmia
Kriteria evaluasi:
- Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual-muntah GCS 456, tidak
terdapat papiledema
- TTV dalam batas normal
- Klien tidak mengalami deficit neurologis
- Kadar kalium serum dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji factor penyebab dari situasi/keadaan
individu dan factor- factor yang
menurunkan kadar kalium ICF.
Banyak faktor yang menyebabkan
hipokalemia dan penanganan disesuaikan
dengan factor penyebab
Manajemen pencegahan hipokalemia
- Hindari pemakaian digitalis pada
klien hipokalemia
Diuretic, digitalis dan hipokalemia
merupakan gabungan keadaan yang dapat
membahayakan nyawa karena diuretic
menyebabkan hipokalemia dan
- Memonitor TTV tiap 4 jam
- Berikan diet sumber kalium
- Monitoring ketat kalium darah
dan EKG
- Monitoring klien yang bersiko
terjadi hipokalemi
hipokalemia meningkatkan efek digitalis.
Adanya perubahan TTV secara cepat
dapat menjadi pencetus aritmia pada
klien hipokalemia
Sumber sumber kalium termasuk buah
dan sari buah, sayur sayuran segar dan
beku, daging segar dan makanan olahan,
kacang kacangan, kentang merupakan
pengganti garama yang mengandung 50-
60 mEq kalium
Upaya deteksi berencana untuk
mencegah hipokalemi
Bila hipokalemia terjadi akibat
penyalahgunaan laksatif atau diuretic,
penyuluhan klien dapat membantu
menghilangkan masalah.
Manajemen kolaborasi dengan
hipokalemi
Pemberian suplemen kalium oral seperti
obat Aspar K
Kalium oral (Aspar K) dapat
menghasilkan lesi usus kecil. Oleh karena
itu, klien harus dikaji dan diberi
peringatan tentang distensi abdomen,
nyeri atau perdarahan GI