94127423 2 makalah konservasi lahan basah rahma

24
KONSERVASI LAHAN BASAH (WETLAND ECOSYSTEM) RESUME Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi Lanjut yang dibina oleh Dr. H. Istamar Syamsuri, M.Pd, Dr. Fatchur Rohman, M.Si dan Dr. Ibrohim, M.Si. Oleh Rahmawati D. NIM 110341509284 Kelas A UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI Februari, 2012

Upload: maryani-ani

Post on 15-Feb-2015

540 views

Category:

Documents


58 download

TRANSCRIPT

Page 1: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

0

KONSERVASI LAHAN BASAH

(WETLAND ECOSYSTEM)

RESUME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Ekologi Lanjut

yang dibina oleh Dr. H. Istamar Syamsuri, M.Pd,

Dr. Fatchur Rohman, M.Si dan Dr. Ibrohim, M.Si.

Oleh

Rahmawati D.

NIM 110341509284

Kelas A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Februari, 2012

Page 2: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

1

KONSERVASI LAHAN BASAH

(WETLAND ECOSYSTEM)

A. Pengertian Konservasi

Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap

memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada saat itu dengan tetap

mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatannya

di masa depan. Menurut UU No. 4 Tahun 1982, konservasi sumber daya alam

adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara

bijaksana dan bagi sumber daya terbarui menjamin kesinambungan untuk

persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan

keanekaragaman.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konservasi adalah pemeliharaan

dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan

kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian; proses

menyaput bagian dalam badan mobil, kapal, dsb untuk mencegah karat.

Sedangkan menurut ilmu lingkungan, konservasi adalah :

1. Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi

yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan

jasa yang sama tingkatannya.

2. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan

sumber daya alam

3. Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia

atau transformasi fisik.

4. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan.

Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana

konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam

untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi

sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam

beberapa batasan, sebagai berikut:

Page 3: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

2

1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan

manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American

Dictionary).

2. Konservasi adalah alokasi sumber daya alam antar waktu (generasi) yang

optimal secara sosial (Randall, 1982 dalam Laodesyamri).

3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme

hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia

yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian,

administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968

dalam Laodesyamri).

4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga

dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat

diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980 dalam

Laodesyamri).

Konservasi Sumberdaya Alam Hayati (KSDAH) ataupun konservasi

biologi pada dasarnya merupakan bagian dari ilmu dasar dan ilmu terapan yang

berasaskan pada pelestarian kemampuan dan pemanfaatannya secara serasi dan

seimbang. Adapun tujuan dari KSDAH adalah untuk terwujudnya kelestarian

sumber daya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih

mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan

manusia.

Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagai berikut.

1. Karakteristik, keaslian atau keunikan ekosistem (hutan hujan tropis/tropical

rain forest yang meliputi pegunungan, dataran rendah, rawa gambut, pantai).

2. Habitat penting/ruang hidup bagi satu atau beberapa spesies (flora dan fauna)

khusus: endemik (hanya terdapat di suatu tempat di seluruh muka bumi),

langka, atau terancam punah (seperti harimau, orangutan, badak, gajah,

beberapa jenis burung seperti elang garuda/elang jawa, serta beberapa jenis

tumbuhan seperti ramin). Jenis-jenis ini biasanya dilindungi oleh peraturan

perundang-undangan.

3. Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma nutfah alami.

4. Lansekap (bentang alam) atau ciri geofisik yang bernilai estetik/scientik.

Page 4: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

3

5. Fungsi perlindungan hidro-orologi: tanah, air, dan iklim global.

6. Pengusahaan wisata alam yang alami (danau, pantai, keberadaan satwa liar

yang menarik).

Di Indonesia, kebijakan konservasi diatur ketentuannya dalam UU 5/90

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. UU ini

memiliki beberpa turunan Peraturan Pemerintah (PP), diantaranya:

1. PP 68/1998 terkait pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan

Pelestarian Alam (KPA).

2. PP 7/1999 terkait pengawetan/perlindungan tumbuhan dan satwa.

3. PP 8/1999 terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar/TSL.

4. PP 36/2010 terkait pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa (SM),

taman nasional (TN), taman hutan raya (Tahura) dan taman wisata alam

(TWA).

B. Ekosistem Lahan Basah (Wetland Ecosystem)

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh

antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem

merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi

timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju

kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara

organisme dan anorganisme.

Lahan basah mencakup ekosistem yang lebih luas daripada yang dipahami

oleh masyarakat umum. Pasal 1.1 dari Konvensi Ramsar menetapkan bahwa lahan

basah adalah “daerah paya, rawa, lahan gambut atau perairan, baik alami maupun

buatan, permanen atau sementara, dengan air yang diam atau mengalir, segar,

payau atau asin, termasuk daerah perairan laut dengan kedalaman pada saat surut

tidak melebihi enam meter” (Ramsar, 2008).

Lahan basah adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air,

baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian

atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.

Page 5: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

4

Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk

rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat

tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.

Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman

hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan

basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti

hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain.

Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang

khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis kodok, dan

pelbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung dan mamalia, termasuk pula

harimau dan gajah.

Berikut ini dijelaskan secara ringkas beberapa vegetasi dari lahan basah.

1. Ekosistem Hutan Gambut

Hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi

air dalam keadaan asam dengan pH 3,5-4,0 (Arief, 1994). Hal itu tentunya

menjadikan tanah sangat miskin hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut

didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut ialah daerah

yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan didalamnya terdapat

penumpukan bahan-bahan tanaman yang telah mati.

Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang

cukup unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah.

Daerah gambut pada umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik

dan lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan

bagian-bagian cekungan tergenang air tawar.

Arief (1994) mengemukakan bahwa gambut itu terjadi pada hutan-hutan

yang pohonnya tumbang dan tenggelam dalam lumpur yang hanya mengandung

sedikit oksigen, sehingga jasad renik tanah sebagai pelaku pembusukan tidak

mampu melakukan tugasnya secara baik. Akhirnya bahan-bahan organik dari

pepohonan yang telah mati dan tumbang tertumpuk dan lambat laun berubah

menjadi gambut yang tebalnya bisa mencapai 20 m.

Menurut Irwan (1992), gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk dari

sisa-sisa tumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun dan lainnya) dan

Page 6: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

5

mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi. Permukaan gambut

tampak seperti kerak yang berserabut, kemudian bagian dalam yang lembab berisi

tumpukan sisa-sisa tumbuhan, baik itu potongan-potongan kayu besar maupun

sisa-sisa tumbuhan lainnya. Anwar dkk, (1984 dalam Irwan, 1992)

mengemukakan bahwa gambut dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu

gambut ombrogen dan gambut topogen.

a. Gambut ombrogen

Bentuk gambut ini umum dijumpai dan banyak ditemukan di daerah dekat

pantai dengan kedalaman gambut mencapai 20 m. Air gambut itu sangat asam

dan sangat miskin hara (oligotrofik) terutama kalsium karena tidak ada zat

hara yang masuk dari sumber lain, sehingga tumbuhan yang hidup pada tanah

gambut ombrogen menggunakan zat hara dari gambut dan dari air hujan.

b. Gambut topogen

Bentuk gambut seperti ini tidak sering dijumpai, biasanya terbentuk pada

lekukan-lekukan tanah di pantai-pantai (dibalik bukit pasir) dan di daerah

pedalaman yang drainasenya terhambat. Air gambut ini bersifat agak asam

dan mengandung zat hara agak banyak (mesotrofik). Tumbuhan-tumbuhan

yang hidup pada tanah gambut topogen masih mendapatkan zat hara dari

tanah mineral, air sungai, sisa-sisa tumbuhan dan air hujan.

Tipe ekosistem hutan gambut ini berada pada daerah yang mempunyai tipe

iklim A dan B (tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson), pada tanah

organosol yang memiliki lapisan gambut setebal lebih dari 50 cm (Santoso, 1996;

Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Hutan gambut itu pada umumnya terletak

di antara hutan rawa dan hutan hujan.

Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan gambut merupakan spesies-

spesies tumbuhan yang selalu hijau (evergreen). Spesies-spesies pohon yang

banyak dijumpai di dalam ekosistem hutan gambut antara lain Alstonia spp.,

Dyera spp., Durio carinatus, Palaquium spp., Tristania spp., Eugenia spp.,

cratoxylon arborescents, Tetramerista glabra, Dactylocladus spp., Xylopia spp.

Pada umumnya spesies-spesies tumbuhan yang ada di dalam ekosistem hutan

rawa cenderung berkelompok membentuk komunitas tumbuhan yang miskin

spesies. Dengan kata lain, penyebaran spesies tumbuhan yang ada di ekosistem

Page 7: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

6

hutan rawa itu tidak merata. Bahkan menurut Irwan (1992), ada beberapa daerah

berawa yang hanya ditumbuhi rumput, ada pula yang hanya didominasi oleh

pandan dan palem. Meskipun demikian ada juga yang menyerupai hutan hujan

tropis dataran rendah dengan pohon-pohon berakar tunjang, berbagai spesies

palem dan terdapat spesies-spesies tumbuhan epifit, tetapi kekayaan jenis dan

kepadatannya tentu lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem hutan hujan

tropis (Ewusie, 1990).

2. Ekosistem Hutan Payau (Mangrove)

Ekosistem hutan payau (ekosistem hutan mangrove) adalah tipe ekosistem

yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi air laut atau

dipengaruhi oleh pasang surut air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah

berlumpur, berpasir atau lumpur berpasir. Ekosistem tersebut merupakan

ekosistem yang khas untuk daerah tropis, terdapat di daerah pantai yang

berlumpur dan airnya tenang (gelombang laut tidak besar). Ekosistem hutan itu

disebut ekosistem hutan payau karena terdapat di daerah payau (estuarin), yaitu

daerah perairan dengan kadar garam/salinitas antara 0,5 ‰ dan 30 ‰ disebut juga

ekosistem hutan pasang surut karena terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh

pasang surut air laut.

Ekosistem hutan payau termasuk tipe ekosistem hutan yang tidak

terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkungan yang sangat dominan dalam

pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis. Salah satu faktor lingkungan

lainnya yang sangat menentukan perkembangan hutan payau adalah salinitas atau

kadar garam (Kusmana, 1997).

Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem hutan payau didominasi hutan

payau didominasi oleh tetumbuhan yang mempunyai akar napas yang atau

pneumatofora (Ewusie, 1990). Disamping itu, spesies tumbuhan yang hidup

dalam ekosistem hutan payau adalah spesies tumbuhan yang memiliki

kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap salinitas payau dan harus hidup pada

kondisi lingkungan demikian, sehingga spesies tumbuhannya disebut tumbuhan

halophytes obligat (Vickery, 1984). Tetumbuhan itu pada umumnya merupaksn

spesies pohon yang dapat mencapai ketinggian 50 m dan hanya membentuk satu

Page 8: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

7

stratum tajuk, sehingga umumnya dikatakan bahwa pada hutan payau tidak ada

stratifikasi tajuk secara lengkap seperti pada tipe-tipe ekosistem hutan lainnya.

Tetumbuhan yang ada atau dijumpai pada ekosistem hutan payau terdiri atas 12

genus tumbuhan berbunga antara lain genus Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,

Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aigiceras, Aegiatilis,

Snaeda dan Conocarpus.

Ekosistem hutan payau di Indonesia memiliki keanekaragaman spesies

tumbuhan yang tinggi dengan jumlah spesies tercatat sebanyak lebih kurang 202

spesies yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44

spesies epifit dan satu spesies siksa (Bengen, 1999). Spesies-spesies pohon utama

di daerah payau pada umumnya membentuk tegakan murni dan merupakan ciri

khas komunitas tumbuhannya. Spesies-spesies pohon utama ini antara lain

Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., dan Bruguiera spp. Spesies-

spesies pohon yang dapat menjadi pionir menuju ke arah laut adalah Avicennia

spp., Sonneratia spp., dan Rhizophora spp., tetapi bergantung kepada kedalaman

pantai dan ombaknya.

Adapun spesies-spesies tumbuhan payau tersebut dapat digolongkan ke

dalam sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar

garam dan fluktuasi permukaan air laut di pantai dan jalur seperti itu disebut juga

zonasi vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan payau masing-masing

disebut secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat sebagai

berikut.

a. Jalur pedada yang berbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia spp. Dan

Sonneratia spp.

b. Jalur bakau yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora spp. dan

kadang-kadang juga dijumpai Bruguiera spp., Ceriops spp., dan Xylocarpus

spp.

c. Jalur tancang yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera spp. dan

kadang-kadang juga dijumpai Xylocarpus spp., Kandelia spp., dan Aegiceras

spp.

d. Jalur transisi antara hutan payau dengan hutan dataran rendah yang umumnya

adalah hutan nipah dengan spesies Nypa fraticans.

Page 9: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

8

Dari segi ekologi, ekosistem hutan payau merupakan habitat unik dan

paling khas yang dalam banyak hal berbeda dengan habitat-habitat lainnya.

Contoh tipe ekosistem hutan payau ini dapat dilihat pada Gambar 1. Di habitat ini

memungkinkan terjalinnya perpaduan yang unik antara organisme laut dan darat,

serta antara organisme air asin dan air tawar.

Gambar 1. Ekosistem Hutan Payau di Pantai Timur Lampung (foto diambil

Indriyanto pada bulan Juni 2004)

Ekosistem hutan payau tersebut memiliki fungsi yang sangat kompleks,

antara lain sebagai peredam gelombang laut dan angin badai, pelindung pantai

dari proses abrasi dan erosi, penahan lumpur dan penjerat sedimen, penghasil

detritus, sebagai tempat berlindung dan mencari makan serta tempat berpijak

berbagai spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi dan penghasil kayu

(Bengen, 1999). Di samping itu, ekosistem hutan payau juga sebagai

tempat/habitat berbagai satwa liar, terutama spesies burung/aves dan mamalia

(Hamilton dan Snedaker, 1984), sehingga kelestarian hutan payau akan berperan

dalam melestarikan berbagai satwa liar tersebut.

Dari segi peran ekosistem hutan payau terhadap pelestarian lingkungan di

sekitarnya terbukti sangat besar, sebagaimana dapat dilihat Gambar 2 bahwa lahan

tambak di daerah pantai ternyata dapat dimanfaatkan secara optimal untuk usaha

perikanan tambak. Hal tersebut dapat terjadi karena kekuatan air pasang dapat

dikendalikan oleh keberadaan ekosistem hutan payau, sehingga lahan-lahan di

daerah pantai dapat dimanfaatkan secara baik untuk tambak.t ambak di daerah

pantai yang kondisi ekosistem hutan payaunya baik akan menjadi subur karena

pengaruh kualitas perairan payau yang kaya sumber nutrisi dari detritus yang

Page 10: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

9

berasal dari ekosistem hutan payau, hal itu tentu akan meningkatkan produktivitas

tambak itu sendiri (Indriyanto, Kustanti, Duryat dan Riniarti, 2004).

Gambar 2. Salah satu areal tambak yang berbatasan langsung dengan hutan payau

di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur (Indriyanto dkk.,

2004)

3. Ekosistem Hutan Pantai

Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai

dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang

tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut,

namun sering terjadi atau terkena angin kencang dengan embusan garam (Arief,

1994).

Spesies-spesies pohon yang pada umumnya terdapat dalam ekosistem

hutan pantai antara lain Barringtonia speciosa, Terminalia catappa, Calophyllum

inophyllum, Hibiscus tiliaceus, Thespesia populnea, Casuarina equisetifolia dan

Pisonia grandis (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976; Santoso, 1996). Selain

spesies-spesies pohon tersebut, ternyata kadang-kadang terdapat juga spesies

pohon Hernandia peltata, Manilkara kauki dan Sterculia foetida (Arief, 1994).

a. Formasi Pescaprae

Formasi ini terdapat pada tumbukan-tumpukan pasir yang mengalami proses

peninggian di sepanjang pantai dan hampir terdapat di seluruh pantai

Indonesia. Komposisi spesies tumbuhan pada formasi pescaprae dimana saja

hampir sama karena spesies tumbuhannya didominasi oleh Ipomoea

pescaprae (kaki kambing) salah satu spesies tumbuhan menjalar, herba rendah

yang akarnya mampu mengikat pasir. Sebetulnya nama formasi pecaprae

Page 11: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

10

diambil dari nama spesies tumbuhan yang dominan itu. Akan tetapi, ada

spesies-spesies tumbuhan lainnya yang umumnya terdapat pada formasi

pecaprae antara cyperus penduculatus, cyperus stoloniferus, Thuarea

linvoluta, Spinifex littoralis, vitex trifolia, Ishaemum muticum, Euphorbia

atoto, Launaca sarmontasa, Fimbristylis sericea, Canavalia abtusiofilia,

triumfetta repens, Vigna marina, Ipomoea carnosa, Ipomoea denticulate dan

Ipomoea littoralis.

b. Formasi Barringtonia

Formasi ini terdapat di atas formasi pescaprae yaitu pada daerah pantai persis

di belakang formasi pescaprae yang telah memungkinkan untuk ditumbuhi

berbagai spesies pohon khas hutan pantai.

Disebut formasi Barringtonia karena spesies tumbuhan yang dominan di

daerah ini adalah spesies pohon Barringtonia asiatica. Sesungguhnya yang

dimaksud ekosistem hutan pantai adalah formasi Barringtonia ini. Beberapa

spesies pohon yang tumbuh di pantai dan menyusun ekosistem hutan pantai

antara lain Barringtonia asiatica, Casuarina equisetifolia, Terminalia

catappa, Hibuscus tiliaceus, Calophyllum inophyllum, Hernandia peltata,

Sterculia foetida, Manilkara kauki, Morinda citrifolia, Ochrocarpus

ovalifolius, Tacca leontopetaloides, Thespesia populnea, Tournefortia

argentea, wdelia biflora, Ximenia Americana, Pisonia grandis, Pluchea

indica, Pongamia pinnata, Premna Corymbosa, Premna obtusifolia, Pemphis

acidula, Planchonella abovata, Scaevola taccada, Scaevola frutescens,

Desmodium umbellatum, dodonaea viscesa, Sophora tomentosa, Erythrina

variegate, Guettarda speciosa, Pandanus bidur, Pandanus tectorius dan

Nephrolepis biserrata.

C. Konservasi Lahan Basah

Lahan basah menyediakan pangan, menyimpan karbon, mengatur arah

aliran air, menyimpan energi dan sangat penting bagi keanekaragaman hayati.

Manfaatnya bagi manusia sangatlah penting untuk kelangsungan hidup manusia di

Page 12: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

11

masa depan. Perlindungan dan pemanfaatan lahan basah secara bijak sangatlah

penting bagi manusia, terutama untuk masyarakat tak mampu (Ramsar, 2008).

Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman

hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan

basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti

hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain.

Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang

khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis kodok, dan

perbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung dan mamalia, termasuk pula

harimau dan gajah.

Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan

yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan, dan dikonversi menjadi lahan-

lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan, maupun di

Indonesia sebagai wilayah transmigrasi. Kerusakan pada ekosistem lahan basah

ini semakin lama semakin meningkat dengan menurunnya kesadaran masyarakat

terhadap pentingnya lahan basah.

Gambar 3. Kerusakan Ekosistem Lahan Basah

Padahal, di negara-negara lain, mengingat nilai dari lahan basah yang

sangat tinggi terhadap kehidupan manusia, di banyak negara lahan-lahan basah ini

diawasi dengan ketat penggunaannya serta dimasukkan ke dalam program-

program konservasi dan rancangan pelestarian keanekaragaman hayati seperti

Biodiversity Action Plan di USA.

Page 13: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

12

Gambar 4. Lahan Basah di Indiana Amerika Serikat yang Dikonservasi

Kesejahteraan manusia bergantung kepada manfaat yang diberikan oleh

ekosistem kepada manusia, sebagian di antaranya berasal dari lahan basah yang

subur. Pembuatan kebijakan, perencanaan, pengambilan keputusan dan

pengaturan oleh berbagai macam sektor, di setiap tingkatan dari internasional

hingga lokal, dapat memperoleh manfaat dari masukan konsensus global yang

diberikan oleh Ramsar Convention. Hal ini termasuk identifikasi dari perlunya

lahan basah, perlunya melindungi dan menggunakan lahan basah dengan bijak,

dan menjamin keamanan dari manfaat yang diberikan oleh lahan basah dalam

bentuk air, penyimpanan karbon, bahan makanan, energi, keanekaragaman hayati

dan mata pencaharian. Termasuk juga di dalamnya pengetahuan teknis, petunjuk,

model-model dan jaringan pendukung untuk membantu mengimplementasikan

pengetahuan tersebut (Ramsar, 2008). Oleh sebab itu, sangat diperlukan kesadaran

yang tinggi terhadap upaya konservasi lahan basah ini dari semua kalangan

masyarakat.

Salah satu upaya internasional dalam konservasi lahan basah ini adalah

adanya Ramsar Convention. Ramsar Convention atau nama lengkapnya The

Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl

Habitat, adalah kesepakatan internasional tentang perlindungan wilayah-wilayah

lahan basah yang penting, terutama yang memiliki arti penting sebagai tempat

Page 14: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

13

tinggal burung air. Tujuan perjanjian itu adalah untuk mendaftar lahan-lahan

basah yang memiliki nilai penting di aras internasional, menganjurkan

pemanfaatannya secara bijaksana, serta mencegah kerusakan yang semakin

menggerogoti nilai-nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, ilmiah dan sebagai

sumber wisata; dengan tujuan akhir untuk melestarikan kawasan-kawasan lahan

basah dunia.

Negara yang menjadi anggota dalam Perjanjian Ramsar itu harus

mendaftarkan sekurangnya satu lokasi lahan basah di dalam wilayahnya ke dalam

"daftar lahan basah yang penting secara internasional", yang biasanya disebut

"Daftar Ramsar". Negara anggota memiliki kewajiban bukan hanya terhadap

perlindungan lokasi lahan basah yang terdaftar, melainkan juga harus membangun

dan melaksanakan rencana tingkat pemerintah untuk menggunakan lahan basah di

wilayahnya secara bijaksana.

D. Aplikasi Konservasi Lahan Basah

1. Kerusakan Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut

telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan

organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai

jenis ikan dan udang,sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan

baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo,

1979). Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis

perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan

ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur

tangan manusia.

Secara ekologis hutan mangrove dapat menjadi penahan abrasi atau erosi,

gelombang atau angin kencang, pengendali intrusi air laut dan tempat habitat

berbagai jenis fauna. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara

bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang, berperan penting

dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis.

Mangrove dapat menyediakan makanan dan tempat berkembang biak berbagai

jenis ikan dan udang.

Page 15: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

14

Lebih lanjut, Bengen (2000) menyatakan bahwa ekosistem mangrove

memiliki fungsi antara lain: (1) sebagai pelindung pantai dari gempuran ombak,

arus dan angin, (2) sebagai tempat berlindung, berpijah atau berkembang biak dan

daerah asuhan berbagai jenis biota (3) sebagai penghasil bahan organik yang

sangat produktif (detritus), (4) sebagai sumber bahan baku industri bahan bakar,

(5) pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya, serta (6) tempat pariwisata.

Secara fisik ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai hutan lindung

yang mempengaruhi pengaliran massa air di dalam tanah. Sistem perakaran yang

khas pada tumbuhan mangrove dapat menghambat arus air dan ombak, sehingga

menjaga garis pantai tetap stabil dan terhindar dari pengikisan (abrasi). Keadaan

ekosistem mangrove yang relatif lebih tenang dan terlindung dan sangat subur

juga aman bagi biota laut pada umumnya.

Fungsi lain yang penting adalah sebagai penghasil bahan organik yang

merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan ekosistem mangrove.

Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikro organisme

diuraikan menjadi partikel-partikel detritus. Detritus kemudian menjadi bahan

makanan bagi hewan pemakan detritus seperti: cacing, mysidaceae (udang-udang

kecil/rebon). Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan larva ikan,

udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan tersebut menjadi

makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan begitu seterusnya untuk

menghasilkan ikan, udang dan berbagai jenis bahan makanan lainnya yang

berguna bagi kepentingan manusia.

Gambar 5. Ekosistem Mangrove

Page 16: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

15

Ekosistem mangrove yang tumbuh di sepanjang garis pantai atau di

pinggiran sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut perpaduan antara air sungai

dan air laut. Terdapat tiga syarat utama yang mendukung berkembangnya

ekosistem mangrove di wilayah pantai yaitu air payau, tenang dan endapan

lumpur yang relatif datar. Sedangkan lebar hutan mangrove sangat bervariasi yang

dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pasang surut serta jangkauan air pasang di

kawasan pantai tersebut. Pada dasarnya kawasan pantai merupakan wilayah

peralihan antara daratan dan perairan laut. Garis pantai dicirikan oleh suatu garis

batas pertemuan antara daratan dengan air laut. Oleh karena itu posisi garis pantai

bersifat tidak tetap dan dapat berpindah (walking land atau walking vegetation)

sesuai dengan pasang surut air laut dan abrasi serta pengendapan lumpur

(Waryono, 1999). Secara umum dapat dimengerti bahwa bentuk dan tipe kawasan

pantai, jenis vegetasi, luas dan penyebaran ekosistem mangrove tergantung

kepada karakteristik biogeografi dan hidrodinamika setempat. Berdasarkan

kemampuan daya dukung (carrying capacity) dan kemampuan alamiah untuk

mempengaruhi (assimilative capacity), serta kesesuaian penggunaannya.

Kawasan pantai dan ekosistem mangrove menjadi sasaran kegiatan

eksploitasi sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan

pembangunan yang masih cenderung menitikberatkan bidang ekonomi. Semakin

banyak manfaat dan keuntungan ekonomis yang diperoleh, maka semakin berat

pula beban kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sebaliknya makin sedikit

manfaat dan keuntungan ekonomis, makin ringan pula kerusakan lingkungan yang

ditimbulkannya. Dampak-dampak lingkungan tersebut dapat diidentifikasi dengan

adanya degradasi kawasan pantai dan semakin berkurangnya luas ekosistem

mangrove.

Pratikto (2002), mengatakan, ekosistem mangrove juga dapat menjadi

pelindung secara alami dari bahaya tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan di

Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan, dengan adanya

ekosistem mangrove telah terjadi reduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340, dan

perubahan energi gelombang sebesar (E) = 19635,26 joule. Dari segi ekonomi, di

sekitar lokasi hutan mangrove bisa digunakan untuk tambak udang dan budidaya

air payau. Di Indonesia diperkirakan terdapat 1.211.309 hektar lahan yang bisa

Page 17: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

16

dijadikan sebagai lahan tambak. Pembukaan lahan baru dengan mengorbankan

hutan mangrove itu banyak terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),

Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,

dan Kalimantan Timur. Di Indonesia, nilai pemanfaatan hutan mangrove masih

bernilai rendah karena masih sebatas eksploitatif. Minimnya perhatian terhadap

pelestarian kawasan hutan itu dari berbagai pihak menjadikan pembukaan lahan

hutan semakin menjadi-jadi dalam skala besar dan waktu yang cepat.

Kerusakan kawasan hutan mangrove yang paling parah terutama di sekitar

delta Mahakam, Kalimantan Timur. Kawasan hutan yang didominasi pohon nipah

itu hanya terjadi pembukaan lahan tambak udang sekitar 15.000 hektar pada tahun

1997. Namun, dalam tujuh tahun terakhir, hutan mangrove yang dibuka sudah

sekitar 74.000 hingga 80.000 hektare, dan sisanya pun rusak cukup parah. Di

wilayah Cilacap, Jawa Tengah, terjadi penyusutan hutan mangrove sejak tahun

1998. Sejumlah warga di beberapa desa yang berada di sekitar Teluk Segara

Anakan mengalami penurunan perolehan ikan. Mereka akhirnya berubah profesi

menjadi perajin gula kelapa. Dalam proses pembuatan gula kelapa itu dibutuhkan

kayu-kayu untuk pembakaran. Warga pun menggunakan kayu mangrove untuk

kayu bakar sehingga terjadi penyusutan 0,872-1,079 m3 per hari.

Secara fisik kerusakan-kerusakan lingkungan yang diakibatkannya berupa

abrasi, intrusi air laut, hilangnya sempadan pantai serta menurunnya

keanekaragaman hayati dan musnahnya habitat dari jenis flora dan fauna tertentu.

Kerusakan kawasan pantai mempunyai pengaruh kondisi sosial ekonomi

masyarakat yang hidup di dalam atau di sekitarnya. Kemunduran ekologis

mangrove dapat mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan ikan dan

berkurangnya pendapatan para nelayan kecil di kawasan pantai tersebut.

Eksploitasi dan degradasi kawasan mangrove mengakibatkan perubahan

ekosistem kawasan pantai seperti tidak terkendalinya pengelolaan terumbu

karang, keanekaragaman ikan, hutan mangrove, abrasi pantai, intrusi air laut dan

punahnya berbagai jenis flora dan fauna langka, barulah muncul kesadaran

pentingnya peran ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem

kawasan pantai. Adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat, memacu

berbagai jenis kebutuhan yang pada akhirnya bertumpu pada sumberdaya alam

Page 18: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

17

yang ada. Ekosistem mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang

tidak terlepas dari tekanan tersebut. Pada saat ini telah terjadi konversi ekosistem

mangrove menjadi lahan pertanian, perikanan (pertambakan), dan pemukiman

yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Padahal kekayaan flora dan faunanya

belum diketahui secara pasti, begitu pula dengan berbagai hal yang terkait dengan

keberadaan ekosistem mangrove tersebut. Untuk itu perlu diambil langkah-

langkah penanganan konservasi ekosistem mangrove.

2. Strategi Konservasi Ekosistem Mangrove

Sumberdaya alam yang merupakan perwujudan dari keserasian ekosistem

dan keserasian unsur-unsur pembentuknya perlu dijaga dan dilestarikan sebagai

upaya menjamin keseimbangan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya

yang sejahtera secara berkesinambungan. Kebijaksanaan ini dituangkan dalam

strategi konservasi, yaitu :

a. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan, dengan menjamin

terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan

ekosistemnya;

b. Pengawetan keanekaragaman sumberdaya plasma nutfah, yaitu menjamin

terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat

manusia;

c. Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistemnya, yaitu dengan mengatur dan

mengendalikan cara-cara pemanfaatannya, sehingga mencapai manfaat yang

optimal dan berkesinambungan.

Adapun beberapa tujuan dari konservasi mangrove adalah sebagai berikut.

a. Melestarikan contoh-contoh perwakilan habitat dengan tipe-tipe ekosistemnya.

b. Melindungi jenis-jenis biota (dengan habitatnya) yang terancam punah.

c. Mengelola daerah yang penting bagi pembiakan jenis-jenis biota yang bernilai

ekonomi.

d. Memanfaatkan daerah tersebut untuk usaha rekreasi, pariwisata, pendidikan

dan penelitian.

Page 19: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

18

e. Sebagai tempat untuk melakukan pelatihan di bidang pengelolaan sumberdaya

alam.

f. Sebagai tempat pembanding bagi kegiatan monitoring tentang akibat manusia

terhadap lingkungannya.

Menurut Waryono (1973) bahwa ekosistem mangrove di Indonesia

berdasarkan status peruntukannya dapat dikelompokkan menjadi: (a) kawasan

konservasi dengan peruntukan sebagai cagar alam, (b) kawasan konservasi dengan

peruntukan sebagai suaka margasatwa, (c) kawasan konservasi perlindungan

alam, (d) kawasan konservasi jalur hijau penyangga, (e) kawasan hutan produksi

mangrove, dan (f) kawasan ekosistem wisata mangrove.

Ekosistem mangrove sebagai cagar alam dan suaka margasatwa berfungsi

terutama sebagai pelindung dan pelestari keanekaragaman hayati. Kriteria

kawasan cagar alam adalah kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya, mewakili formasi biota tertentu

dan/atau unit penyusunnya mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya

yang masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia, mempunyai luas

dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah

penyangga yang cukup luas, dan/atau mempunyai ciri khas dan dapat merupakan

satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi.

Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan yang ditunjuk merupakan

tempat hidup dan perkembangbiakan dari satu jenis satwa yang perlu dilakukan

upaya konservasinya, memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi, merupakan

tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu, dan/atau mempunyai luas

yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Ekosistem

perlindungan alam, berfungsi terutama sebagai pelindung hidrologi dan pelindung

pantai serta habitat biota pantai. Jalur hijau ekosistem mangrove adalah ekosistem

mangrove yang ditetapkan sebagai jalur hijau di daerah pantai dan di tepi sungai,

dengan lebar tertentu yang diukur dari garis pantai dan tepi sungai, yang berfungsi

mempertahankan tanah pantai dan kelangsungan biotanya. Oleh karena itu jalur

hijau ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai ekosistem lindung dan atau

ekosistem suaka alam.

Page 20: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

19

Berdasarkan penjelasan di atas, konservasi ekosistem mangrove secara

umum dapat dibedakan menjadi dua strategi umum, yaitu restrorasi dan

rehabilitasi. Restorasi merupakan usaha mengembalikan kondisi lingkungan

kepada kondisi semula secara alami. Atau dengan kata lain, usaha restorasi

memberi peluang kepada alam untuk mengatur dan memulihkan dirinya sendiri.

Kegiatan restorasi secara fisik akan lebih murah dibanding kita memaksakan

usaha penanaman mangrove secara langsung.

Rehabilitasi perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubah

dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui

diri secara alami. Secara umum, semua habitat mangrove dapat memperbaiki

kondisinya secara alami dalam waktu 15-20 tahun jika: (1) kondisi normal

hidrologi tidak terganggu, dan (2) ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak

terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi tersebut normal atau mendekati

normal tetapi biji bakau tidak dapat mendekati daerah restorasi, maka dapat

direstorasi dengan cara penanaman. Jika habitat bakau dapat diperbaiki tanpa

penanaman, maka rencana restorasi harus diawali dengan memperhatikan potensi

aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin

menghambat perkembangan bakau (Kusmana, 2005).

Dahuri (1996) menyatakan bahwa terdapat tiga parameter yang

menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai air

tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam

(salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove.

Ketersediaan air tawar bergantung pada (a) frekwensi dan volume air dari sistem

sungai dan irigasi dari darat, (b) frekwensi dan volume air pertukaran pasang

surut, dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer; (2) pasokan nutrien, dimana pasokan

nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling

berkaitan, meliputi input dan ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta

pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan

berbasis detritus (detrital food web).

Page 21: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

20

3. Upaya Penanganan Konservasi Ekosistem Mangrove

Hilangnya ekosistem mangrove karena dikonversikan untuk penggunaan

lain sudah pasti akan berpengaruh negatif terhadap keanekaragaman hayati di

daerah tersebut. Hal yang perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Mengupayakan luasan kawasan konservasi mangrove 20 % dengan dasar

pertimbangan terhadap rasionalisasi penggunaan terbesar dari pemanfaatan

lahan mangrove diperuntukan pertanian, pertambakan, dan permukiman.

b. Keberadaan dan kondisi mangrove yang sebenarnya perlu diketahui, sebagai

dasar untuk perencanaan dan penetapan kebijakan selanjutnya.

c. Perlu ditingkatkan pengetahuan tentang peraturan-peraturan.

Pengkajian tentang peralihan mangrove menjadi pertambakan atau

penggunaan lain harus didasarkan pada:

a. Kesesuaian lahan untuk tambak (masalah tanah sulfat masam, gambut, pasir)

atau penggunaan lain.

b. Pasang surut dan sumber air tawar.

c. Pensyaratan jalur hijau.

d. Sistem perlindungan kawasan dan kawasan ekosistem lindung.

e. Dampak terhadap lingkungan.

f. Infrastruktur seperti pasar, ketersedian bibit dan lain-lain.

g. Pengenaan pajak untuk areal tambak, agar keinginan membuat tambak

berkurang.

h. Penetapan beberapa areal mangrove sebagai kawasan lindung.

i. Pemanfaatan potensi ekowisata sebagai salah satu alternatif konservasi

ekosistem mangrove seperti yang telah diteliti di Kawasan Wisata Morosari,

Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

E. Ringkasan

1. Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk

mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan ataupun

pelestarian.

Page 22: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

21

2. Ekosistem adalah suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara

segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.

3. Lahan basah adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik

bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau

seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.

4. Lahan basah ini diantaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya,

dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air

tawar, payau atau asin.

5. Konservasi lahan basah dapat diartikan sebagai upaya untuk memelihara dan

melindungi ekosistem lahan basah (mangrove, paya, dan gambut) terhadap

kerusakan-kerusakan yang dilakukan oleh manusia baik yang disengaja

maupun tidak.

6. Upaya konservasi ekosistem mangrove diantaranya dapat dilakukan melalui

penanaman mangrove di daerah pantai, pemeliharaan hutan pantai, mangrove

dan muara, serta dengan usaha-usaha preventif misalnya dengan terbitnya

peraturan-peraturan pemerintah mengenai pelarangan perusakan daerah-daerah

konservasi. Selain itu juga dengan pemanfaatan secara terkontrol dan

bertanggung jawab wilayah pantai sebagai ekowisata.

7. Upaya konservasi lahan basah yang telah dilakukan secara internasional adalah

melalui Ramsar Convention.

F. Ulasan dan Saran

Ekosistem lahan basah memiliki peranan yang sangat penting terhadap

keberlangsungan hidup manusia, di masa sekarang dan di masa yang akan datang.

Sikap manusia terhadap lingkungannya di masa sekarang akan sangat

berpengaruh terhadap kondisi lingkungan di masa yang akan datang.

Berbagai kerusakan pada ekosistem lahan basah telah terjadi sejak lama

dan kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak yang seharusnya terkait. Pada

kondisi sekarang ini, upaya konservasi lahan basah merupakan suatu upaya yang

mendesak untuk segera diterapkan. Penerapannya harus dilaksanakan oleh semua

pihak, agar upaya konservasi benar-benar berjalan dengan efektif.

Page 23: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

22

Sebagai pendidik upaya real yang dapat kita lakukan adalah memberikan

kesadaran kepada peserta didik tentang pentingnya keseimbangan lingkungan

(natural balance). Kerusakan pada salah satu ekosistem, akan berimbas pada

kerusakan-kerusakan ekosistem lainnya. Apabila hal ini dibiarkan berlanjut, maka

akan membuat kerusakan tersebut semakin parah dan semakin sukar untuk

dikembalikan pada kondisi sebagaimana seharusnya. Oleh sebab itu, kita harus

menekankan pada peserta didik bahwa sebagai manusia yang hidup di alam dan

sangat tergantung kepada alam (karena kita tidak bisa memproduksi makanan

sendiri, melainkan hanya menggunakan produksi makanan dari alam), harus dapat

menghargai alam dan berusaha merawatnya dengan sebaik-baiknya. Dengan

kesadaran dari peserta didik kita, diharapkan mereka juga dapat menghimbau

anggota masyarakat di sekelilingnya (mulai dari anggota keluarganya) untuk

dapat ikut serta dalam upaya pelestarian lingkungan, agar tercipta keseimbangan

lingkungan yang akan menciptakan keharmonisan hubungan manusia dengan

alam.

Page 24: 94127423 2 Makalah Konservasi Lahan Basah Rahma

23

DAFTAR RUJUKAN

Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat

Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Campbell, Reece dan Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Cowx, I.G. 1999. An appraisai of stocking strategies in the light of developing

country constraints. Fisheries Management and Ecology. (6); 21-34.

Dahuri, M., J.Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber

Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita: Jakarta.

Hadi, Mochamad. 2009. Konservasi Sumber Daya Alam (Online).

eprints.undip.ac.id/1070/1/ILING-II-5-KONSERVASI.pdf. Diakses: 30

Januari 2012.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Khaerudin, 2011. Melestarikan Ekosistem Danau Toba. Kompas. Com (Online)

Diakses tanggal 12 Februari 2012).

Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai

Pasca Tsunami di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan

Mangrove Pasca Tsunami. Medan, April 2005.

Odum. E.P. 1983. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press.

Ramsar Convention. 2008. Deklarasi Changwon untuk Kesejahteraan Manusia

dan Lahan Basah.(Online) http://www.ramsar.org/pdf/cop10/cop10_

changwon_indonesian.pdf. (Diakses 14 Februari 2012).

Riza Andy, 2008. Ekologi di Danau Toba Rusak. (Online) Diakses tanggal 12

Februari 2012).

SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003. Strategi Nasional Pengelolaan

Mangrove di Indonesia (Draft Revisi); Buku II: Mangrove di Indonesia.

Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipasif. Yogyakarta: Kanisius.

Yayasan Konservasi Borneo, 2003. Melestarikan Taman Nasional Danau

Sentarum Untuk Mencapai Kesejahteraan Ekonomi, Pemberdayaan

Masyarakat Lokal, Dan Keutuhan Ekologi. Laporan Hasil Lokakarya

Pontianak BKSDA Kalimantan.