85aspek sosial tasawuf hasan al bashry

Upload: habib-milanisti

Post on 07-Jul-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    1/19

     

    Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

    spek Sosial Tasawuf Hasan Al-Bashry

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    2/19

    2 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    PENDAHULUAN

    Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

    Berbicara mengenai berbagai aspek tasawuf Islam selalu menarik, karena iaakan selalu menyentuh persoalan yang substansial dalam diri manusia khususnya

     yang berhubungan kehidupan spiritualnya sehari-hari. Ia terlepas dari unsur yangsifatnya hanya formalitas saja, sehingga cara beragama yang ditempuhnya lebihmengutamakan aspek esoteris dari pada eksoteris.

    Untuk mengetahui fungsi agama dalam masyarakat, ada tiga aspek yang perludiketahui, yaitu: kebudayaan, sistem sosial dan kepribadian. Ketiga aspek tersebutmerupakan komplek fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamatidalam perilaku manusia. Tasawuf sebagai salah satu aspek (esoteris) agama Islammerupakan perwujudan dari Ihsan, yang mempunyai pengertian kesadaran akanadanya komunikasi dan dialog langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya.

     Jadi tasawuf dapat dijadikan sebagai alat kontrol manusia dalam segala tindakannya.Bagi para sufi, tasawuf merupakan pengalaman keagamaan yang sangat

    mendalam dan sangat pribadi sekali, sehingga kadang-kadang ungkapan danperilakunya sulit dimengerti orang lain. Hasan Al-Bashry sebagai salah satu contohtokoh tasawuf dalam mengekspresikan ajaran tasawufnya, di samping dilandasi olehaspek sosia-kultural yang ada di lingkungannya, di mana waktu itu terjadi krisismoralitas, terutama di kalangan penguasa. 

    Ketika pemikiran seorang tokoh tertentu hendak dikaji, sebagaimana dalampenelitian ini, maka salah satu hal yang barangkali urgen diperhatikan adalah kondisidan lingkungan dia dibesarkan. Kondisi dan lingkungan itulah pada umumnya yangmenjadi  background lahirnya  frame-frame  gagasan-gagasannya. Wajar bila lahir

    ungkapan “Al-Rajul ibn bi ‘atihi”  (M. Aunul Abied Syah. 2001:218), seseorang adalahanak zaman dari lingkungannya. Tentang hal ini, Ibn Khaldun misalnya, dalam karyamonumentalnya, Muqaddimah, menegaskan tentang fase-fase terbentuknya fisik danmental manusia oleh faktor-faktor geografis dan cuaca mereka berada. Di sampingcuaca, tradisi perilaku juga ikut mempengaruhi tingkat berfikir dan kecerdasan.Lebih jauh Ibn Khaldun berpendapat bahwa makanan dan minuman jugamempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan watak, dan jiwa manusia, yangpada saatnya akan ikut mewarnai orientasi dan perilaku sosial politiknya.

     A. Latar Belakang Pemikiran

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    3/19

    3 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

     Tesis Ibn Khaldun di atas agaknya sangat relevan bila kita jadikan pijakan untukmengetahui sosok, sosio-kultural dan sosio-politik yang melatarbelakangi ide-ideproyek Hasan Al-Bashry tentang tasawuf. Hasan Al-Bashry merupakan sufi pertamapenyeru gerakan moral tasawuf yang terejawantahkan lewat mega proyeknya  zuhud,

     Khauf dan Raja’ yang lahir dari kekacauan suasana sosial politik pada zaman Dinasti

    Umayyah, yang sangat penting untuk dikaji.Secara umum ekspresi zuhud dan perjalanan spiritual Hasan Al-Bashry,

    nampaknya memperoleh infus atau motivasi dari tiga faktor, infus ini kemudianmemberikan gambaran tentang tipe gerakannya yang muncul.

     Pertama,  adalah karena corak kehidupan yang profan dan hidup kepelesiran yang diperagakan oleh umat Islam terutama para pembesar negeri dan parahartawan. Dari aspek ini, yang merupakan motivasi paling deras mendorong Hasan

     Al-Bashry untuk melakukan protes tersamar lewat pendalaman kehidupan spiritual(zuhud) dengan motivasi etikal. Nampaknya gerakan ini ia orbitkan sebagai gerakansektarian yang introversionis, pemisahan dari trend kehidupan, eksklusif dan tegaspendirian dalam upaya penyucian diri tanpa memperdulikan alam sekitar.

     Kedua,  timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal kepada radikalismekaum Khawarij dan polarisasi politik pada masa itu, menyebabkan Hasan Al-Bashryterpaksa mengambil sikap menjauhi kehidupan masyarakat ramai menyepi dansekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung dalam pertentangan politik,untuk mempertahankan kesalehan dan ketenangan rohaniah. Apabila diukur darikriteria sosiologi, nampaknya gerakan Hasan Al-Bashry ini dapat dikategorikansebagai gerakan “sempalan” , satu gerakan yang sengaja mengambil sikap ‘uzlah 

     yang cenderung eksklusif dan kritis terhadap penguasa. Dalam pandangan ini,kecenderungan memilih kehidupan rohaniah mistis, sepertinya merupakan pelarian,atau mencari konpensasi untuk menang dalam perjuangan duniawi. Ketika di dunia

     yang penuh tipu daya ini sudah kering dari siraman cinta sesama, Hasan Al-Bashrymencoba membangun dunia baru, realitas baru yang terbebas dari kekejaman dan

    keserakahan, dunia spiritual yang penuh dengan salju cinta.Faktor  Ketiga, nampaknya adalah karena corak kodifikasi hukum Islam dan

    perumusan ilmu kalam yang rasional sehingga kurang bermotivasi etikal yangmenyebabkan kehilangan moralitasnya, menjadi semacam wahana tiada isi atausemacam bentuk tanpa jiwa. Formalitas paham keagamaan dirasakan semakinkering dan menyesakkan  ruhuddin  yang menyebabkan terputusnya komunikasilangsung suasana keakraban personal antara hamba dan penciptanya. Kondisihukum dan teologi yang kering tanpa jiwa itu, karena dominannya posisi moraldalam agama, Hasan Al-Bashry tergugah untuk mencurahkan perhatian terhadapmoralitas. (Rivay Siregar. 1999: 37-39).

    Dari historis pengembaraan spiritual Hasan Al-Bashry, maka aspek sosialtasawufnya pada prinsipnya didasarkan atas nilai-nilai Islam sebagai landasannya

     yang diekspresikan dalam bentuk kezuhudannya. Tidak hanya terhadap hal-hal yangharam, tetapi juga terhadap hal-hal yang halal. Zuhud terhadap perkara yang haramadalah suatu kewajiban, sementara  zuhud   terhadap perkara halal adalah suatukeutamaan, demikian Hasan Al-Bashry. Zuhud baginya pada masanya adalah bentukprotes. Bentuk protes beliau tidak sekedar lari dari ralitas sosial yang dihadapidengan menyendiri beribadah, tetapi juga gencar melakukan kritikan dan perbaikankehidupan masyarakat, terutama ditujukan terhadap penguasa yang zalim.

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    4/19

    4 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    Setelah diketahui secara historis motivasi gerakan  zuhud Hasan Al-Bashry,maka timbul suatu pertanyaan, apakah faktor historis tersebut ditinjau dari aspeksosial mempunyai implikasi terhadap realitas kekinian?

    Dari paradigma pemikiran di atas, maka penelitian ini memfokuskan padapermasalahan tentang bagaimana Aspek Sosial Tasawuf Hasan Al-Bashry. Rumusanmasalah ini dapat dijabarkan dalam dua sub masalah, yaitu:1.  Bagaimana Konsep dan Aspek Sosial Tasawuf menurut Hasan Al-Bashry?2.

     

    Bagaimana Kontekstualisasi Aspek Sosial Tasawuf Hasan Al-Bashry dalamkonteks kekinian?

    Permasalahan di atas akan dielaborasi dalam penelitian ini.

    B. Rumusan Masalah

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    5/19

    5 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    BIOGRAFI INTELEKTUAL HASAN AL-BASHRY

    Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

    1.  Geneologi

    Hasan Al-Bashry adalah seorang sufi tabi’in, seorang yang sangat takwa,wara’ dan  zahid . Nama lengkapnya adalah Abu Said al-Hasan bin abu Hasan. Dialahir di Madinah tahun 21 H (641 M) dan meninggal pada tahun 110 H (728 M).ayahnya bernama Yasar, keturunan Persi beragama Nasrani. Ibunya bernamaKhairah. Kelahiran anak tersebut membawa berkah kepada kedua orang tuanya yangdapat terentaskan dari status hamba sahaya menjadi merdeka. Hasan Al-Bashrytumbuh dalam lingkungan yang saleh mendalam pengetahuan agamanya. Diamenerima hadits dari sebagian sahabat dan menyatakan bahwa kepada Ali ibn Abi

     Thalib ra, diperlihatkan sebagian ilmu pengetahuan, maka diapun begitu terpesona

    melihat pengetahuan itu (Al-Taftazani. 1985:72).Hasan Al-Bashry dapat menyaksikan peristiwa pemberontakan terhadapUsman bin Affan dan beberapa kejadian politis lainnya yang terjadi di Madinah, yangmemporak-porandakan umat Islam. Tanpa diketahui secara pasti motifnya, diasekeluarga pindah ke Bashrah. Di kota ini ia membuka pengajian karenakeprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telahterpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu ekses kemakmuran ekonomi yangdicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Gerakan itulah yang menjadikan Hasan

     Al-Bashry kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupansufi Bashrah. Di antara ajarannya yang terpenting adalah al-zuhud serta al-khauf dan

     raja’. Dia dikenal sebagai pendiri madrasah zuhud  di kota Bashrah.Dalam perkembangan selanjutnya, Hasan Al-Bashry pun tidak luput dari

    pelegendaan yang dihembuskan oleh kaum sufi. Mereka mengatakan bahwa Hasan Al-Bashry mengetahui rahasia-rahasia agama dan ilmu batin. Walaupun dalamaktivitas sosialnya, Hasan Al-Bashry dikenal sebagai figur yang sangat halus hatinya,sangat peka dan mempunyai kepedulian sosial yang mendalam. Bila dia datang,sepertinya datang dengan penuh perasaan, dan bila disebutkan neraka kepadanya,dia merasa seakan neraka itu diciptakan hanya untuknya. Dia berkata,“sesungguhnya, sedih yang berkepanjangan di dunia ini menjadi cambuk untukberbuat salih.” (Bahjat. 1997:160).

     A. Latar Belakang Internal

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    6/19

    6 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    Ketika ditanya tentang rahasia kesedihannya, Hasan Al-Bashry menjawab:Sungguh, bagi seorang mukmin tidak ada jalan lain kecuali harus bersedih, karenadia selalu berada di antara dua ketakutan, yakni dosa yang telah lalu dan perlakukan

     Allah kelak. Keduanya adalah “ajal” (saat) yang sudah pasti, tidak seorang pun tahu,musibah apa yang akan diterimanya dalam ajal itu. (Bahjat. 1997:160).

     Jelaslah, kesedihan Hasan Al-Bashry sebagaimana tersebut di atas, dimotivasioleh kezuhudannya dan rasa takut ( khauf ) akan dosa serta mengharapkan ( raja) akanampunan Allah atas segala dosa yang diperbuat.

    2.  Aktifitas Sosial Politik

    Dengan adanya beberapa pergolakan politik umat Islam pada masa awal itu,menjadi motif munculnya pemikiran zuhud dan gerakan zuhud . Pada mulanya zuhudbermotifkan keagamaan semata, kemudian kemasukan beberapa unsur luar.Gerakan ini semakin intensif pada masa pemerintahan Bani Umayyah termasukpendukungnya ialah ulama’ ahli hadits Hasan Al-Bashry. (Amin Syukur. 1997:65).

    Pada masa Muawiyah berkuasa (661-680) segalanya berubah. Sementara putradan pewaris Mu’awiyah, Yazid (680-683), adalah pemabuk berat. Keadaan seperti inimendorong orang-orang yang berfikir serba agama diantaranya Hasan Al-Bashryuntuk menarik diri dari masyarakat, yang nyata-nyata sedang melaju kepadakeruntuhan. Banyak orang pernah mengenal nabi terpaksa mengambil sikap ini,

     jalan tunggal yang masih terbuka bagi mereka, pada masa akhir mereka karenangeri melihat kebejatan moralitas di kalangan atas. Karena yakin bahwa merekabenar, maka mereka tak takut mencela terang-terangan dan mengancam bahwahukuman dari Tuhan akan segera menimpa. (A.J. Arberry. 1985:36).

    Berbeda dengan yang lain, pada masa Umar bin Abdul Aziz berkuasa (717-7200), ia mengadakan kerja sama dengan para ulama besar pada zamannya seperti:Hasan Al-Bashry (ahli hadits dan fikih) dan Sulaiman bin Umar. Dia berdialog dan

    meminta fatwa dari mereka tentang berbagai kebijaksanaannya, mengajak merekaagar mengajar rakyat mengenai hukum syari’ah. Setia mengikuti perintah Allah danmenjauhi larangan-Nya. Ia kemudian menerapkan hukum syari’ah secara serius dansistematis. Dialah khalifah pertama dari Dinasti Umayyah yang melakukan hal ini.(Hafizh Dasuki. 1993:123)

    Hubungan Hasan Al-Bashry dengan penguasa (Umar bin Abdul Aziz) sangatlahbaik. Hal ini dapat dilihat melalui surat beliau yang ditujukan kepada Umar bin Abdul

     Aziz, di antaranya isi surat tersebut adalah sebagai berikut:Hati-hatilah terhadap dunia yang menipu dan menggiurkan ini. Ia akanmembunuh pemiliknya dengan angan-angannya, dan membunuh lawanbicaranya. Ia bagaikan pengantin wanita yang menjadi perhatian semua pihak,semua pandangan tertuju padanya, dan semua asyik kepadanya, padahal

    hakekatnya adalah pembunuh suaminya. Yang kekal dengan yang sirna takboleh disamakan, yang akhirnya tak boleh dipandang sama dengan yang awal.Berpalinglah dari pada dunia, dan tinggalkanlah dia, karena di dalamnya sedikit

     yang menarik dan dapat dijadikan teman. (Al-Hasani. tt:84).

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    7/19

    7 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    Secara historis dan kultural, Kota Bashrah memang telah dipengaruhiperadaban-peradaban besar, seperti Romawi, Yunani dan Persia. Hal ini ditandai olehperkembangan ilmu pengetahuan semakin meningkat dengan munculnya filsafat dankalam dalam Islam, sebagai akibat kontak budaya dan pengetahuan denganperadaban Yunani. Sisi lain tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat semakinmeningkat, menyebabkan umat Islam cenderung hidup bebas (hedonis) materialisdan konsumtif.

    Corak kehidupan yang profan dan hidup kepelesiran yang diperagakan olehumat Islam terutama para pembesar negeri dan hartawan serta sikap hidup yang

    sekular dan glamour dari kelompok elit dinasti penguasa istana tersebut, merupakandorongan deras atas sikap zuhud Hasan Al-Bashry. Protes tersamar itu ia lakukandengan gaya hidup murni etis, pendalaman kehidupan spiritual dengan motivasietikal. Ia pernah berkata : “Jika Allah menghendaki seseorang itu baik, maka diamematikan keluarganya sehingga dia dapat leluasa dalam beribadah.” (Abd. Al-Hakim Hasan. 1954:38).

    Rabbah ibn ‘Amru al-Qaisy pernah meriwayatkan bahwa dia pernah berkata:“seseorang tidak akan sampai ke tingkat  sidd ī  q, sehingga ia meningalkan istrinyabagaikan janda, dan anak-anaknya bagaikan anak yatim, dan bertempat tinggal dikandang anjing” (Amin Syukur. 1997:66). Ucapan ini  terkesan ekstrim namunmerupakan gambaran bahwa seseorang yang hidup  zuhud harus meninggalkanmereka dan tidak terpengaruh oleh materi yang mengitarinya seperti istri, anak, dan

    tempat tinggal. Hanya satu yang dipikirkan dan diinginkan ialah bertemu dan ma’rifatkepada Allah SWT.

    Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa setting sosial pada kehidupanHasan Al-Bashry, telah mempengaruhi tradisi keilmuannya. Kejadian-kejadian yangia alami pada masa itu, membuatnya bangkit menjadi seorang  zahid . Yang selalu

    menyeru umat Islam untuk ber-Takhalluk bi Akhaq Allah dan menjadikan syariatsebagai landasan pijak pengamalan ibadah.

    Ditinjau dari upaya pendekatan diri dan pemahaman kepada Tuhan, dalamtradisi tasawuf terdapat dua metode, yaitu union–mistik dan transendentalis–mistik.Union-mistik menekankan pemahaman bahwa Tuhan diformulasi sebagai inti sarimurni yang memiliki atribut mutlak, transendensi dan sempurna. Perumusan beginilebih lanjut mngandaikan Tuhan sebagai lautan yang tidak terbatas dan tidak terikat

    C. Metode Berfikir Hasan Al-Bashry

    B. Latar Belakang Eksternal (Setting Sospol dan Kultural)

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    8/19

    8 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    pada kurun waktu. Paham ini mencerminkan di mana manusia dipandang sebagaitempias atau percikan dari lautan yang serba Ilahi, suatu tipe pemahaman kurangmenghargai aspek personalitas dan tanggung jawab manusia. Yaitu suatu mazhabmistik menempatkan manusia bersumber dari Tuhan untuk kemudian mencapaipenghayatan dan kebersatu-paduan kembali dengan Tuhan. (Rivay Siregar.1999: 13).

    Metode transendentalis–mistik dalam upaya memahi Tuhan, lebih menekankanaspek personal antara manusia dengan Tuhan. Pada faham kedua ini hubunganmanusia dengan Tuhan dilukiskan sebagai hubungan antara  kawula (makhluk)dengan Gusti (Khalik). Metode tersebut juga merupakan suatu ajaran mistik yangtetap mempertahankan adanya perbedaan esensial antara manusia dengan Tuhan, dimana Tuhan dipandang sebagai Dzat yang transenden, mengatasi alam semesta.Sebaliknya dalam union–mistik, memandang Tuhan sebagai Dzat imanen  yangsecara esensial bersemayam dalam alam dan dalam diri manusia. (Rivay Siregar.1999: 13).

    Dari dua metode pendekatan terhadap Tuhan dalam tasawuf tersebut, makaHasan Al-Bashry dapat digolongkan ke dalam metode transendentalis–mistik. Karena

    ia mempergunakan pendekatan  gnotis, yakni berusaha untuk mendapatkanpengetahuan langsung yang sedalam-dalamnya terhadap Tuhan lewat zuhud . Karenaunion–mistik dalam praktek penghayatan kepada Tuhan, membuat penekanan padapendekatan voluntaristis, yakni suatu bentuk upaya yang mengambil sikapmembebaskan diri dan untuk kemudian melarutkan dirinya dengan Tuhan.

    Ditinjau dari kode etik keilmuan yang lebih bersifat akademik, terdapat duaaliran tasawuf, yaitu Tasawuf Falsafi dan Tasawuf Sunni. (Rivay Siregar. 1999:55).

     Apabila dibandingkan antara tasawuf sunni dengan tasawuf falsafi, ditemukansejumlah kesamaan yang prinsipil disamping perbedaan-perbedaan yang cukupmendasar. Kedua aliran sama-sama mengakui ajarannya bersumber dari al-Qur’andan Sunnah serta sama-sama mengamalkan Islam secara konsekuen. Memangsemua sufi – yang benar-benar sufi – dari aliran manapun, adalah orang-orang yang

     zahid dan ‘abid serta mementingkan kesucian rohani dan moralitas. Demikian jugadalam proses perjalanan menuju arah yang ingin dicapai, kedua aliran sama-samaberjalan pada prinsip-prinsip  al-maqomat dan  al-ahwal. Perbedaan yang jelas diantara kedua aliran ini, nampaknya terletak pada tujuan “antara” yakni  maqomtertinggi yang dapat dicapai seorang sufi. Sedangkan pada aspek tujuan akhirnya,kedua aliran ini sama-sama ingin memperoleh kebahagiaan yang hakiki, tujuan“antara” adalah terciptanya komunikasi langsung antara sufi dengan Tuhan dalamposisi seakan tiada jarak lagi antara keduanya. Dalam memberi makna terhadapposisi “dekat tanpa jarak” inilah terdapat perbedaan mendasar antara kedua aliranini. Tasawuf sunni berpendapat, bahwa antara makhluk dengan Khalik tetap ada

     jarak yang tak terjembatani sehingga tidak mungkin  jumbuh (bersatu) karenakeduanya tidak seesensi. Lain halnya dengan tasawuf falsafi, dengan tegas

    mengatakan manusia seesensi dengan Tuhan karena manusia berasal dan terciptadari esensi-Nya. (Rivay Siregar. 1999: 55-56).

    Setelah mengetahui makna esensial dari kedua aliran ini, maka alam pemikiranHasan Al-Bashry dapat digolongkan ke dalam aliran sunni. Hal ini karena ia tidakmemiliki kecenderungan dan minat terhadap pemikiran spekulatif filsafat. Barangkalikarena ia sudah puas dengan argumentasi yang bersifat naqli agamawi serta sikaportodoksi dan kesederhanaannya.

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    9/19

    9 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    PEMIKIRAN DAN ASPEK SOSIAL TASAWUF

    HASAN AL-BASHRY

    Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

    1. Zuhud Lahirnya gerakan asketisme (zuhud)  sebagai bentuk awal dari sufisme dalam

    Islam. Gerakan ini mulai mucul secara mencolok terutama pada zaman DinastiUmayyah di kala pemerintahan Islam mengambil bentuk kerajaan. Penindasan politikpara penguasa di waktu itu dirasakan oleh masyarakat sebagai terlalu oversifsehingga melahirkan bermacam aksi dan protes sosial, politik. Salah satu reaksiterhadap ketidakadilan sosial dan degenerasi moral pada waktu itu adalah gerakansufi yang mencoba menangkap kedalaman dan spiritual Islam. Bukan Islam yangsudah dikebiri menjadi sejumlah aturan-aturan hukum dan doktrin-doktrin teologi

     yang kering, dan juga bukan Islam yang telah berubah menjadi sistem politik yangmemberikan justifikasi bagi elitisme, nepotisme dan eksploitasi.

    Menurut Nicholas,  asketisme (zuhud) merupakan bentuk tasawuf yang palingdini, ia memberi atribut pada para asketis dengan gelar “para sufi angkatan pertama”(abad-abad pertama dan kedua Hijriyah). Selanjutnya (sampai abad ketiga) mulaitampak perbedaan jelas antara  asketisme. (Al-Taftazani. 1985:77). Jadi sebelumlahirnya tasawuf sebagai disiplin ilmu, zuhud merupakan permulaan tasawuf, namunsetelah itu zuhud merupakan salah satu maqomat dari tasawuf.

    Kalau pada mulanya pengertian  zuhud itu hanya sekedar hidup sederhana,kemudian bergeser dan berkembang ke arah yang lebih keras dan ekstrim.

    Pengertian yang ekstrim tentang  zuhud datang pertama kali dari Hasan Al-Bashry yang mengatakan, “perlakukanlah dunia ini sebagai jembatan sekedar untuk dilaluidan sama sekali jangan membangun apa-apa di atasnya”. (Rivay Siregar: 1999: 117).Dan menurut A.J. Arberry, Hasan Al-Bashry mengatakan, “beware of this world with

     all wariness, for it is like to snake, smooth to the touch, but is venom is deadly.

     Beware of this world for its hopes are lies, its expectation false”   (A.J. Arberry.1950:33). Bahkan menurut al-Junaid,  zuhud itu adalah, tidak punya apa-apa dantidak memiliki siapa saja.

     A. Konsep Tasawuf Hasan Al-Bashry

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    10/19

    10 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    Konsep dasar pendirian tasawuf Hasan Al-Bashry adalah zuhud terhadap dunia,menolak akan kemegahannya, semata menuju kepada Allah, tawakal, khauf dan raja’  , semuanya tidaklah terpisah. Jangan hanya semata-mata takut kepada Allah, tetapiikutilah ketakutan itu dengan pengharapan. Takut akan murka-Nya, tetapimengharap akan karunia-Nya. (Hamka. 1994:71). Jadi pandangan tasawuf Hasan Al-

    Bashry senantiasa bersedih hati, senantiasa takut, kalau-kalau dia tidakmelaksanakan perintah Allah sepenuhnya dan tidak menjauhi larangan sepenunyapula. Sampai sedemikian takutnya, sehingga seakan-akan dia merasa bahwa nerakaitu dijadikan untuk dia.

     Abdul Al-Hakim Hasan meriwayatkan bahwa Hasan Al-Bashry pernahmengatakan : “Aku pernah menjumpai suatu kaum yang lebih zuhud terhadapbarang yang halal dari pada yang haram”. Dari apa yang disampaikan secaraotomatis ia membagi zuhud pada dua tingkatan, yaitu zuhud terhadap barang yangharam, ini adalah tingkatan  zuhud  yang elementer, sedangkan yang lebih tinggiadalah zuhud terhadap barang-barang yang halal, suatu tingkatan zuhud yang lebihtinggi dari pada yang sebelumnya. Dan Hasan Al-Bashry telah mencapai tingkatan

     yang kedua, sebagaimana diekspresikan dalam bentuk sedikit makan, tidak terikatoleh makanan dan minuman, bahkan dia pernah mengatakan, seandainyamenemukan alat yang dapat dipergunakan mencegah makan pasti akan dilakukan,katanya: “aku senang makan sekali dapat kenyang selamanya, sebagaimana semen

     yang tahan dalam air selama-lamanya” (Abdul Al-Hakim Hasan. 1954:38).Hasan Al-Bashry terkenal berpengetahuan mendalam, terkenal pula kezuhudan

    (keasketisan) dan kerendahan hatinya. Al-Tausi dalam kitabnya,  al-Luma’ ,meriwayatkan, suatu ketika dikatakan pada Hasan Al-Bashry: “Engkau adalah orang

     yang paling etika! Hal apakah yang paling bermanfaat, baik untuk masa singkat ataulama?” Jawabannya: “mendalami agama! Sebab itu arah kalbu orang-orang yangmenuntut ilmu, sikap asketis dalam hal duniawi, memperdekat pada Tuhan semata,dan mengerti apa yang dianugerahkan Allah kepadamu. Di dalamnya terkandung

    kesempurnaan iman”.Dari pemaparan di atas, jelaslah konsep zuhud Hasan Al-Bashry berupaya untuk

    selalu meninggalkan dan memalingkan diri dari hal-hal yang menghalanginya untukmengabdi kepada Tuhannya.  Zuhud terhadap dunia dan mendekatkan diri kepada

     Allah. Hal ini sesuai dengan pemaknaan zuhud , yaitu ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya.

    2. Khauf

    Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa khauf menurut Hasan Al-Bashryadalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurnapengabdiannya. Takut dan khawatir kalau-kalau Allah tidak senang padanya. Olehkarena adanya perasaan seperti itu, maka ia selalu berusaha agar sikap dan laku

    perbuatannya tidak menyimpang dari yang dikehendaki Allah.Khauf merupakan aspek yang tidak terpisah dari zuhud . Karena khauf tersebut

    merupakan tipe kezuhudan Hasan Al-Bashry. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Khauf  senantiasa meliputi perasaan Hasan Al-Bashry, bila ia duduk seperti tawananperang yang menjalani sangsi dipukul pundaknya, dan jika disebutkan kepadanyatentang neraka, sepertinya neraka itu diciptakan untuknya.

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    11/19

    11 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    Perasaan  al-Khauf   (takut) baginya merupakan sebuah “hal”   (kondisi) daribeberapa ilmu. Perasaan khauf  ini menjadi salah satu maqam (tingkatan) pemberian

     Allah bagi seorang yang ‘Arif Billah. Allah Swt berfirman,

     Artinya:“dan barang siapa yang takut saat menghadap Tuhannya, dia akan

     memperoleh dua surga.” (Q.S. ar-Rahman : 46)

    Dalam hal ini, Hasan Al-Bashry mengaitkan khauf sebagai al-Hal dalam salahsatu maqam untuk mencapai “keyakinan” (al-Yaqin). 

     Allah swt berfirman,

     Artinya:

    “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan”  (Q.S. al-Hijr: 99)

    Untuk mencapai keyakinan ini, harus ditempuh melalui perasaan takut kepada Allah swt. Yaitu dengan mengembangkan sikap mental yang dapat merangsangseseorang melakukan hal-hal yang baik dan mendorongnya untuk menjauhiperbuatan maksiat. Perasaan khauf timbul karena pengenalan dan kecintaan kepada

     Allah sudah mendalam sehingga ia merasa khawatir kalau-kalau Allah melupakannyaatau takut kepada siksa Allah.

    2. Raja’

     Raja’ berarti suatu sikap mental optimisme dalam memperoleh karunia dannikmat Ilahi yang disediakan bagi hamba-hambanya yang saleh. Setelah perasaan

     khauf tertanam dalam hati, maka harus dibarengi dengan pengharapan (raja’). Olehkarena Allah Maha Pengampun, Pengasih dan Penyayang, maka seorang hamba yangtaat merasa optimis akan memperoleh limpahan karunia Ilahi. Jiwanya penuhpengharapan akan mendapat ampunan, merasa lapang dada, penuh gairah menantirahmat dan kasih sayang Allah, karena merasa hal itu akan terjadi. Perasaan optimisakan memberi semangat dan gairah melakukan  mujahadah demi terwujudnya apa

     yang diidam-idamkan itu, karena Allah adalah Yang Maha Pengasih lagi MahaPenyayang.

    Sebagimana telah dikemukakan sebelumnya,  zuhud   merupakan embriotumbuhnya tasawuf, sedangkan kemunculan zuhud itu sendiri adalah bersumber dariajaran Islam. Adanya anggapan bahwa  zuhud adalah adopsi dari luar Islam, apakah

    B. Aspek Sosial Tasawuf Hasan Al-Bashry

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    12/19

    12 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    dari para asketisme Kristen, Hindu, Parsi, atau sumber lainnya, karena adanyakesamaan tipologi, telah dibantah dengan tegas oleh sejumlah pakar. Pendapat yangdemikian nampaknya tidak jujur dan obyektif. Karena menurut Rivay Siregar, tidakada satu paradigma keilmuan yang memastikan, bahwa setiap yang sama atau miripadalah karena saling pengaruh atau karena plagiat. ( Rifay Siregar. 1999:47).

    Dasar-dasar tasawuf (zuhud) sudah ada sejak datangnya Islam. Hal ini dapatdiketahui dari kehidupan Nabi Muhammad Saw, dan diteruskan oleh para sahabat.Mereka merujuk pada Al-Qur’an yang menyangkut aspek moralitas dan asketismesebagai landasan utama. Karena manusia memiliki sifat baik dan sifat jahat,sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat al-Syams ayat 8:

     Artinya:“Allah mengilhami (jiwa manusia) kejahatan dan kebaikan”

    Dengan diilhamkannya kebaikan dan kejahatan, maka harus dilakukan

    pengikisan terhadap sifat yang jelek dan pengembangan sifat-sifat yang baik,sebagaimana dalam ayat 9 surat al-Syams:

     Artinya:

    “Sungguh bahagialah orang yang menyucikan (jiwa)nya” 

    Berdasarkan ayat tersebut di atas dan ayat-ayat senada, maka dalam Islamdikenal adanya teori tazkiyah al-nafs atau penyucian jiwa. Proses penyucian itumelalui dua tahap, yakni pembersihan jiwa dari sifat-sifat jelek, yang dalamterminologi sufi disebut takhalli, kemudian dilanjutkan dengan tahalli, yaitu mengisi

     jiwa dengan sifat-sifat terpuji. Dengan demikian, gambaran tentang adanyakemiripan dengan karakteristik mistisisme pada umumnya tidak cukup untukdijadikan argumentasi bahwa  zuhud (asketisme Islam) berasal dari luar Islam.Kemiripian dan atau kesamaan itu menurut Hamka, terjadi karena berakar padauniversalitas hakikat manusia. (Hamka. 1993: 59-61).

    Dengan atau tanpa pengaruh dari luar, gerakan hidup  zuhud itu lahir daridalam Islam sendiri, yaitu sebagai pengamalan firman Allah, kehidupan dan sabdaRasulullah, sahabat dan tabi,in. Abu al-‘A’la Afifi berpendapat, ada empat faktor yangmenyebabkan kelahiran gerakan zuhud dalam Islam, yaitu:

    1. 

     Ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Kitab suci Al-Qur’an telah mendorong manusiaagar hidup saleh dan takwa kepada Allah.

    2.  Revolusi rohaniah kaum muslimin terhadap sistem sosial politik yang berlaku.

     3. 

    Dampak asketisme Masehi. Di zaman pra–Islam bangsa Arab terkena dampakpara pendeta Masehi. Setelah lahirnya Islam tetap berlangsung. Namun dampakasketisme Masehi itu lebih banyak terhadap aspek organisasionalnyaketimbang terhadap aspek prisip-prinsip umumnya, sehingga asketisme dalamIslam tetap bercorak Islam.

    4. 

    Penentangan terhadap fiqh dan kalam. Faktor ini muncul karena tuntutan murniIslami, sama halnya dengan faktor-faktor yang pertama dan kedua. Sebagian

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    13/19

    13 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    kaum muslimin yang saleh pada masa itu merasa bahwa pemahaman para fuqaha’   dan ahli kalam tentang Islam tidak dapat sepenuhnya memuaskanperasaan keagamaan mereka, sehingga mereka memasuki hidup  zuhud  untukmemenuhi kehausan perasaan keagamaannya.

     Al-Taftazani sependapat dengan ‘Afifi pada point pertama dan kedua di atas,

    sementara faktor ketiga dan keempat menurut Taftazani bukanlah faktor yangberkaitan dengan kelahiran  zuhud , sekalipun faktor ini begitu erat denganperkembangan tasawuf sejak abad ke-3 dan seterusnya.

    Dari sosio-historis munculnya zuhud tersebut, maka tasawuf Hasan Al-Bashrydapat disimpulkan bahwa kezuhudan beliau cenderung disebabkan oleh dua faktordi atas, yaitu ajaran Islam itu sendiri dan revolusi kaum muslimin terhadap sistemsosio-politik yang berlangsung di zaman dinasti Umayah.

    Hasan Al-Bashry menyadari akan arti pentingnya hidup menurut ajaran Islam,bahwa dunia ini, tidak kekal dan penuh tipuan. Apalagi dihadapkan pada realitassosial yang kurang mencerminkan nilai-nilai keislaman di masanya, di mana pada

     waktu itu terjadi krisis moralitas terutama di kalangan penguasa. Oleh karena itu

    beliau memilih jalan kezuhudan dalam rangka melaksanakan ajaran agamanya danmenyelamatkan diri dari praktek-praktek atau sesuatu yang kurang mendukung ataumenghalangi untuk berkomunikasi dengan Tuhan, termasuk dalam hal ini adalahmenarik diri dari kehidupan sosial masyarakat.

    Hasan Al-Bashry semula aktif memberikan fatwa dan dialog dengan penguasa(pada masa Umar bin Abdul Aziz) tentang kebijaksanaan pemerintahan dan ikut sertamencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengajarkan hukum syari’ah, mengajakserta mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sasaran dakwah Hasan

     Al-Bashry menjangkau lapisan atas dan bawah, kiprah beliau memberikan nuansatersendiri. Pada masa Umar bin Abdul Aziz berkuasa di mana nilai-nilai spiritual danmoralitas sangat dijunjung tinggi namun setelah habis masa pemerintahan Umar bin

     Abdul Aziz beliau acuh terhadap penguasa, tidak mendekat pada penguasa yang

    zalim.

    Setelah diketahui secara historis aspek sosial tasawuf Hasan Al-Bashry, maka

    timbul suatu pertanyaan, apakah faktor historis tersebut mempunyai implikasiterhadap realitas kekinian? Dari sinilah penulis akan menganalisa.

    1.  Aspek Sosial Tasawuf Sebagai Gerakan Moralitas

    Moralitas merupakan sikap jiwa yang tertanam dalam hati, yang mendorongseseorang melakukan perbuatannya dengan mudah, tanpa dipikir dan direnungkanterlebih dahulu (Ibnu Miskawaih. 1959:31). Pengertian yang demikian mengandung

    C. Aspek Sosial Tasawuf Hasan Al-Bashry Sebagai Gerakan Moralitas

    dan Gerakan Reformasi 

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    14/19

    14 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    arti bahwa moralitas merupakan perbuatan seseorang yang telah mendarah dagingdan telah menjadi adat kebiasaan, sehingga menjadi otomatis melakukannya. Di sisilain penilaian terhadap suatu perbuatan itu dititikberatkan pada motifnya. Aspeksosial tasawuf Hasan Al-Bashry yang diekspresikan dalam bentuk kezuhudannyakalau dikaitkan dengan moralitas adalah sikap batin seseorang dalam menghadapi

    dunia ini.Selanjutnya bagaimana zuhud sebagai upaya pembentukan moral terhadap

    dunia di masa modern seperti ini. Untuk mengungkap hal ini, maka perlumencermati bagaimana sesungguhnya masyarakat modern itu.

    ‘Ata’ Muzhar, menyatakan bahwa masyarakat modern ditandai oleh lima hal, yakni:  pertama,  berkembangnya  mass culture  karena pengaruh kemajuan massmedia sehingga kultur tidak lagi bersifat lokal, melainkan nasional atau bahkanglobal.  Kedua,  tumbuhnya sikap-sikap yang lebih mengakui kebebasan bertindakmanusia menuju perubahan masa depan. Dengan demikian alam dapat ditaklukkan,manusia merasa lebih leluasa bahkan merasa lebih berkuasa.  Ketiga,  tumbuhnyaberpikir rasional, sebagian besar kehidupan umat manusia ini semakin diatur oleh

    aturan-aturan rasional.  Keempat, tumbuhnya sikap hidup yang materialistik, artinyasemua hal diukur oleh nilai kebendaan dan ekonomi.  Kelima, meningkatnya lajuurbanisasi. (‘Ata Muzar. 1993:4).

    Hossein Nasr menyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang memiliki ciritersebut di atas, maka ia berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri,bergerak menjauhi pusat, sementara pemahaman agama yang berdasarkan wahyumereka tinggalkan dan hidup dalam keadaan sekuler. (Dawam Rahardjo. 1985:184).

    Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang dikatakan the post-industrial society  telah kehilangan visi ilahi.  Kehilangan visi Keilahian  ini bisamengakibatkan timbulnya gejala psikologis, yakni adanya  kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat rasionalisme sejak abad 18kini dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-

    nilai transenden, satu kebutuhan vital yang hanya bisa digali dari sumber wahyu ilahi. Akibat dari itu maka tidak heran kalau akhir-akhir ini banyak dijumpai orang stress,resah, bingung, gelisah, gundah gulana dan setumpuk penyakit kejiwaan, akibattidak mempunyai pegangan dalam hidup ini. Mau ke mana, akan ke mama danuntuk apa hidup ini? Dan daripada itu timbul dekadensi moral.

     Apabila masyarakat modern ini menempatkan diri pada proporsinya, dan inginmenghilangkan problema psikologis dan etik, maka menurut Hossein Nasr ialahkembali kepada agama melalui tasawuf.

    Intisari tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antaramanusia dengan Tuhannya, sebagai perwujudan ihsan, yang diartikan sebagai“ibadah kepada Allah SWT seakan-akan melihat-Nya, apabila tidak mampu demikian,maka harus disadari bahwa Dia melihat diri kita”. Ihsan di sini menunjukkan arti

    penghayatan seseorang terhadap agamanya.Dalam kaitannya dengan problema masyarakat modern, maka secara praktis

    tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasanspiritual, ia mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal

     Tuhannya. Tasawuf dapat memberi jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritualmereka akibat pendewaan mereka terhadap selain Tuhan, seperti materi dansebagainya.

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    15/19

    15 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    Memang diakui bahwa manusia dalam kehidupannya selalu berkompetensidengan hawa nafsu yang selalu ingin menguasainya. Agar posisi seseorang dapatterbalik, yakni hawa nafsunya dikuasai oleh akal yang telah mendapatkan bimbingan

     wahyu, dalam dunia tasawuf diajarkan berbagai terapi, seperti riyādah (latihan) dan Mujā hadah (bersungguh-sungguh) dalam melawan hawa nafsu tadi. (Amin Syukur.

    1997:181). Dengan jalan ini diharapkan seseorang mendapatkan jalan yang diridhai Allah Swt.

    Zuhud sebagai sikap sederhana dalam kehidupan berdasarkan motif agama,akan bisa menanggulangi sifat-sifat tercela. Imam Hambal menyebutkan ada tigatahap zuhud:

     Pertama, zuhud dalam arti meninggalkan yang haram, ini adalah zuhud orang awam; Kedua,  zuhud dalam arti meninggalkan hal-hal yang berlebih-lebihan dalamperkara yang halal, ini zuhudnya orang khawas (istimewa); dan

     Ketiga, zuhud dalam arti meninggalkan apa saja yang memalingkan diri dari Allah Swt., ini adalah zuhudnya orang ‘arif  (orang yang mengenal Tuhan). (Ibn

    Qayyim al-Jauziyah. tt:12).Berpegang kepada definisi ini, peneliti dapat menjabarkan beberapa nilaiderivatif darinya yang kondusif untuk mengatasi dekadensi moral yang berkaitandengan sikap kefoya-foyaan masyarakat dewasa ini. Meninggalkan hal-hal yangharam menuntut orang mencari kekayaan serta tulus lewat kerja keras. Danprofesional. Meninggalkan suap, manipulasi, korupsi, menindas yang lain, dansebagainya.

    Meninggalkan hal-hal yang berlebihan, walaupun halal, menunjukkan sikaphemat, hidup sederhana, dan menghindari berlebih-lebihan, kemewahan ataupemilikan harta yang lebih bernilai sebagai promotor status dari pada sebagai hartakekayaan produktif.  Zuhud melahirkan sikap menahan diri memanfaatkan hartauntuk kepentingan produktif.  Zuhud mendorong untuk mengubah harta bukan saja

    aset ilahiyah yang mempunyai nilai ekonomis, tetapi juga sebagai aset sosial danmempunyai tanggung jawab pengawasan aktif terhadap pemanfaatan harta dalammasyarakat.

    Dengan demikian  zuhud dapat dijadikan benteng untuk membangun diri daridalam diri sendiri, terutama dalam menghadapi gemerlapnya materi. Denghan

     zuhud akan tampil sifat positif lainnya, seperti qana’ah  (menerima apa yang telahada/dimiliki) tawakkal  (pasrah kepada Allah Swt.), wara’  yaitu menjaga diri agar

     jangan sampai makan barang yang meragukan (syubhat),  sabar,  yakni tabahmenerima keadan dirinya baik keadaan itu menyenangkan, menyusahkan dansebagainya,  syukur, yakni menerima nikmat dengan hati lapang, danmempergunakan sesuai dengan fungsi dan proporsinya.

     Yang perlu diketahui bahwa sifat-sifat itu merupakan bekal menghadapi

    kenyataan hidup ini bukan menjadikan seseorang pasif, seperti tidak mau berusahamencari nafkah, ekslusif dan menarik diri dari keramaian dunia, tetapi sebaliknya,sebab seorang muslim hidup di dunia ini membawa amanah, yakni membawa fungsikekhalifahan, yang berarti sebagai  pengganti  Tuhan, pengelola, pemakmur, dan

     yang meramaikan dunia ini. Sifat-sifat tersebut merupakan sikap batin dalammenyikapi keadaan masing-masing individu. Setiap manusia diwajibkan berikhtiaruntuk menjadikan dirinya lebih baik dari keadaan sekarang.

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    16/19

    16 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    Setelah seseorang telah mampu menguasai dirinya, dapat menanamkan sifat-sifat terpuji dalam jiwanya, maka sudah barang tentu hatinya menjadi jernih,ketenangan dan ketenteraman memancar dari hatinya. Inilah hasil yang dicapaiseseorang dalam tasawuf yang disebut dengan tajallī   ,  yaitu sampai pada  nū r Ilā hī   dalam hatinya. Dalam keadaan yang demikian ini, seseorang bisa membedakan

    mana yang baik dan yang tidak baik, mana yang batil dan mana yang haq.Tajallī    sebagai kristalisasi nilai-nilai religio moral dalam diri manusia yang

    berarti melembaganya nilai-nilai Ilahiyah yang selanjutnya akan merefleksikan dalamsetiap gerak dan aktivitasnya. Pada tingkatan ini seseorang telah mencapai tingkatkesempurnaan (“insan kā mil” ). Dia dapat merealisasikan segala kemungkinan yangdapat dicapai oleh makhluk manusia yang membawa potensi keilahian.

    Capaian terakhir ini merupakan puncak kebahagiaan seorang sufi. Orangseperti ini akan mencapai tuma’n ī   nah al-qalb,  ketenangan hati yang merupakanpangkal kebahagiaan seseorang, baik bahagia di dunia maupun di akhirat. Orang

     yang demikian ini hidupnya penuh dengan optimisme (raja’), tidak mungkin tergodaoleh situasi dan kondisi yang melingkupinya, bisa menguasai diri dan menyesuaikan

    diri di tengah-tengah deru modernisasi dan industrialisasi.Oleh karena itu kalau kehidupan manusia tidak menginginkan adanyaketimpangan sosial yang menitikberatkan pada kepuasan materialitas danmengabaikan nilai-nilai spiritual, maka zuhud harus menjadi gerakan moralitas, yangpada akhirnya dapat mengantarkan manusia menuju kebaikan dan kebenaran,sehingga tidak terjadi lagi adanya krisis moral dan krisis kepercayaan seperti yangterjadi pada masa sekarang ini. Dalam pengertian ini aspek sosial tasawuf harusdipandang sebagai mentalitas yang dapat membantu mengatasi masalah-masalahsosial.

    2. 

     Aspek Sosial Tasawuf Sebagai Gerakan Reformasi

    Reformasi dapat diartikan sebagai upaya menuju kebaikan dalam kehidupan

    manusia, sedangkan pemaknaan  zuhud sebagai perwujudan tasawuf dalamkehidupan sosial dapat diartikan sebagai sikap seseorang yang protes terhadapketimpanghan sosial politik dan ekonomi. Pada suatu saat bisa menjadi sikap sepertiini dipergunakan oleh pihak tertentu untuk memobilisasi masa. Formulasi pemikiran

     zuhud ini bisa berbeda-beda dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial politikekonomi setempat. Terlepas dari pengaruh pihak tertentu yang memobilisasigerakan masa, gerakan reformasi tetap dibutuhkan dalam rangka menegakkan amar

     ma’ruf nahi munkar, tanpa gerakan reformasi yang menuntut nilai-nilai moralitasdijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakat maka akan terjadi ketimpangan sosial

     yang mengakibatkan terjadinya krisis moralitas dan krisis kepercayaan yang adadalam realitas sejarah.

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    17/19

    17 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    PENUTUP

    Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

    Dari penelitian ini, ada salah satu hal yang menarik untuk diperhatikan, yaknifaktor kecenderungan umat masa kini, ada kemiripan dan kesejajarannya denganhal-hal yang mendorong lahir dan berkembangnya sufisme generasi Hasan Al-Bashry

     yaitu trend kehidupan dan kerasnya persaingan, baik yang bersifat sosio-ekonomimaupun sosio-politik. Permasalahan yang dihadapi umat terdahulu dengan yangdihadapkan kepada umat masa kini, pada hakikatnya adalah sama walaupunberbeda dalam bentuk dan substansinya. Oleh karena itu, aspek sosial tasawuf Hasan

     Al-Bashry akan mampu menghadapi “gurita” materialisme–hedonisme yang semakinmerebak saat ini, jika diimplementasikan dalam konteks kekinian, dengan landaan

    tetap ber-“istiqamah” di atas prinsip tawazun  (esoterisme atau penghayatankeagamaan batini yang menghendaki hidup aktif dan terlibat dalam masalah-masalah kemasyarakatan). Untuk itu kesimpulan dan saran yang dapat disarikan daripenelitian ini sekaligus sebagai jawaban atas rumusan masalah dalam penelitian iniadalah sebagai berikut:

    1. 

    Munculnya gerakan  zuhud  Hasan Al-Bashry tidak terlepas dari pengaruh sosio-kultur dan sosio-politik yang terjadi pada lingkungannya, sehingga hal ini telahmewarnai metode berpikir dan corak pemikirannya tentang tasawuf.

    2.  Pemikiran Hasan Al-Bashry dalam bidang tasawuf adalah: (1)  zuhud (suatupengamalan ibadah dengan mengambil bentuk  ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu,(tidak tertarik terhadap kehidupan duniawi dan berusaha untuk

    meninggalkannya), (2)  Khauf   (suatu ekspresi jiwa yang diliputi ketakutan akandosa yang telah diperbuatnya, kalau-kalau tidak mendapat ampunan dari AllahSwt., dan (3)  raja’ (sikap pengharapan dan optimisme kepada Allah akanpengampunan dosa dan reda-Nya atas segala amal ibadahnya, karena Allah MahaPengampun lagi Maha Penyayang).

     3.   Aspek sosial tasawuf Hasan Al-Bashry dapat terlihat pada implementasi  Zuhud, khauf dan raja’ , dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan bernegara. 

     A. Simpulan

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    18/19

    18 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

    4. 

     Aspek sosial tasawuf Hasan Al-Bashry dapat diaktualisasikan sebagai alternatifterbaik terapi krisis spiritual yang dihadapi umat manusia dewasa ini, denganmemahaminya dalam konteks Islam kekinian.

    5. 

    Setiap muslim harus menyadari betapa pentingnya spiritual dalam Islam, tetapi juga harus diingat bahwa al-Qur’an menyatakan dunia ini adalah riel bukan

    fatamorgana, bukan pula maya tanpa makna. Dari sekian banyak ayat al-Qur’an yang beriringan antara iman-amal saleh dan hari akhir, merupakan isyarat yangtegas yang menunjukkan formulasi kesatuan dimensi spiritual dan dimensiaktivitas nyata dalam kehidupan. Adalah satu kepastian dalam Islam, bahwa amalsaleh yang betul-betul saleh harus mengandung setidaknya tiga nilai dasar,

     yakni: pertama harus termotivasi untuk “tazkiyat al nafs” -pemurnian jiwa nurani;kedua, harus dalam rangka peningkatan kualitas iman-taqwa dan kualitas diri;dan ketiga, harus mampu memberikan dampak positif bagi perbaikan sosialsekitarnya.

    1. 

    Kepada seluruh eksponen masyarakat yang ingin memanfaatkan hasil penelitianini, penelitian ini masih jauh panggang dari api, olehnya perlu adapenyempurnaan.

    2. 

    Bagi para pakar keislaman dalam berbagai aspeknya, perlu menggali ulangpetunjuk dan semangat al-Qur’an tentang dimensi spiritualitas. Di samping juga,mengingat sufisme tidak muncul begitu saja dalam khazanah peradaban Islammaka perlu dikaji ulang fenomena ini dari aspek historis-sosiologis secaramenyeluruh, agar dapat diperoleh pemahaman yang tepat dan benar.

     3.  Kepada seluruh umat Islam semoga penelitian ini bisa bermanfaat sebagaikhazanah keilmuan Islam.

    B. Saran

  • 8/19/2019 85aspek Sosial Tasawuf Hasan Al Bashry

    19/19

    19 | A s p e k S o s i a l T a s a w u f H a s a n A l - B a s h r y  

     Amstrong, Amatullah. 1996. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf . Bandung: Mizan.

     Arberry, A..J.. 1985. Pasang Surut Aliran Tasawuf . Bandung: Mizan.

     Arberry, A..J.. 1950. Sufism, London; George Allen

     As, Asmaraman. 1994. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: PT.Radjagrafindo Persada.

    Bahjat, Ahmad. 1997. Bihar Al-Hubb Pledoi Kaum Sufi, diterjemahkan oleh Hasan Abrori dari

     judul aslinya Bihar al-Hub ‘Inda al-Sufiyah. Surabaya: Pustaka Progressif.

    Dasuki, Hafizh. 1993.  Ensiklopedi Islam, Jilid 5. Jakarta: PT . Ichtiar Baru Van Hoeve.

    Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta

    al-Jauziyah, Ibn Qayyi. tt.  Mad ā rij al-Shālikī  n, Jilid II. Dār al-Rasy ād wa al-Hadits

    Hamka, 1994. Tasawuf Perkembangan dan Permuniannya. Jakarta: Citra Serumpun Padi.

    Harahap, Syahrin. 2000.  Metodologi Studi Dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin.  Jakarta:RajaGrafindo.

    al-Hasani, Al-Sayid Mahmud Abu al-Faid Fi, tt. Jamahratu al-Aulya. Kairo: Jawad Husni.

    Hasan, Abd. Al-Hakim. 1954. Al-Tasawwuf Fi Syi’ri al-‘Arabi. Mesir: Anjalu al-Misriyah.

    Hidayat, Komarudin, 1985. Upaya Pembebasan manusia : Tinjauan Sufistik terhadap Manusia

     Modern menurut Hossein Nasr, dalam M. Dawam Rahadjo (ed.),  Insan Kamil.  Jakarta:

    Grafida Pers.

    Keosry, Zainul Romiz. 2000.  Zuhud dalam Diskursus Tasawuf (Studi Komparatif atas Pemikiran Abi Thalib Al-Makky dan Al-Ghazali),  Tesis Program Pasca Sarjana IAIAN

     Walisongo. Semarang: belum terbit.

    Maskawaih, Ibnu. 1959. Tahzib al-Akhlaq wa Tathir al-I’tiqad. Mesir: Muhammad ‘Ali Sabih.

    Muzhar, ‘Ata’. 1993. Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perpektif Tantangan Hidup

     Beragama di Masa Depan. Semarang : IAIN Walisongo.

    Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

    Siregar, Rivay. 1999. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo – Sufisme.  Jakarta: RajaGrafindoPersada.

    Syukur, Amin. 1997. Zuhud di Abad Modern.

     Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    al-Taftazani, Abu al-Wafa’ al-Ghanimi. 1985. Sufi Zaman ke Zaman. Bandung: PustakaBandung

    Shah, M. Aunul Abied. (et al.). 2001.  Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam TimurTengah. Bandung: Mizan.

    Sudarsono. 2000. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT. Rajagrafindo. 

    Daftar Rujukan