(7) bab iii
DESCRIPTION
PRCCTRANSCRIPT
63
BAB III
ISU DAN PERMASALAHAN
KECAMATAN PRACIMANTORO
DAN PARANGGUPITO
3.1. Aspek Keruangan
Masalah-masalah yang ada di aspek keruangan pada Kecamatan Pracimantoro dan
Kecamatan Paranggupito antara lain:
1. Aksesibilitas buruk
Hubungan antara pedesaan di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito terhadap
Perkotaan Pracimantoro adalah erat dan saling ketergantungan. Namun, hal yang cukup
menjadi kendala untuk kelancaran aksesibilitas antara pedesaan dengan pusat Kota
Pracimantoro adalah prasarana jalan dan ketersediaan angkutan yang masih kurang baik
dalam menampung mobilitas di tiap desa menuju ke Kota Pracimantoro. Hal tersebut
berdampak pada terhambatnya kemajuan warga, seperti terhambatnya warga dalam
menjual hasil pertanian dan kerajinan,serta terhambatnya dalam menjangkau lokasi
pendidikan dan kesehatan.
2. Kesulitan air bersih
Sebagian besar desa di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito mempunyai jenis
tanah miosen batu gamping seperti yang telah disebutkan di dalam gambaran umum pada
bab II. Hal ini berdampak pada kondisi air bersih yang sulit didapatkan secara langsung
dengan membuat sumur galian. Oleh karena itu, maka air bersih harus didapatkan dengan
cara lain seperti pengadaan PAMSIMAS. Namun pelayanan ini belum mencakup seluruh
wilayah sehingga masih banyak beberapa daerah di Kecamatan Pracimantoro dan
Paranggupito yang mengalami kesulitan air bersih dan bahkan kekeringan.
Berdasarkan peta, dapat diketahui bahwa seluruh desa di Kecamatan Paranggupito
mengalami kesulitan air bersih. Hal ini disebabkan karena tidak terdapat sumber mata air
di kecamatan tersebut.
3. Hanya terdapat satu pusat permukiman di kedua kecamatan
Berdasarkan hasil survei dan analisis, pusat permukiman di Kecamatan Pracimantoro
dan Paranggupito hanya ada satu yaitu di Kota Pracimantoro. Kota Pracimantoro
64
merupakan ibukota di Kecamatan Pracimantoro yang merupakan satu-satunya perkotaan di
Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito. Untuk Kecamatan Paranggupito, konsentrasi
penduduk berada di Desa Ketos karena di desa ini terdapat Pasar Ketos yang buka dua
kali seminggu. Jangkauan pelayanan dari pasar ini adalah melayani Kecamatan
Pracimantoro dan Wonosari DIY.
Desa Ketos memang merupakan pusat konsentrasi permukiman di Kecamatan
Paranggupito. Tetapi, daerah induk layanan tetap dipegang oleh Kota Pracimantoro.
Namun, pusat permukiman di Kota Pracimantoro belum mempunyai buffer yang menjangkau
hingga Kecamatan Paranggupito, sehingga seluruh desa di Kecamatan Paranggupito belum
dapat terlayani oleh Kota Pracimantoro. Kota Pracimantoro memiliki luas 749,2 Ha dan
pada tahun 2011 jumlah penduduknya 8.626 jiwa dengan kepadatan penduduk Kota
Pracimantoro adalah 11-12 jiwa per km2.
Pusat permukiman yang ada di Kota Pracimantoro mempunyai jangkauan sejauh 15
km. Dengan jangkauan tersebut, terdapat 11 desa yang terlayani secara penuh dan 6 desa
yang terlayani sebagian di Kecamatan Pracimantoro. Desa yang terlayani secara penuh
yakni Desa Pracimantoro, Sedayu, Lebak, Trukan, Tubokarto, Banaran, Jimbar, Sambiroto,
Watangrejo, Gedong, Gebangharjo dan Wonodadi. Sedangkan 6 desa yang terlayani
sebagian adalah Desa Ginggang, Suci, Gambirmanis, Petirsari, Sumberagung dan Joho.
3.2 Aspek Sosial Ekonomi
Permasalahan sosial ekonomi yang ada di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito
adalah masalah kemiskinan dan jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak seimbang dengan
jumlah pencari kerja.
1. Kemiskinan
Mayoritas masyarakat di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito bermata
pencaharian sebagai buruh tani. Hal ini berdampak pada penghasilan yang tidak menentu,
tergantung pada hasil panen yang diperoleh. Rata-rata penghasilan petani tiap bulannya
hanya sekitar Rp 400.000,00 sehingga dapat digolongkan sebagai penghasilan rendah. Dari
penghasilan yang rendah tersebut, sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pracimantoro
dan Paranggupito termasuk dalam ketegori miskin.
Desa dengan jumlah warga miskin tertinggi di Kecamatan Pracimantoro adalah Desa
Wonodadi, Gambirmanis dan Petirsari. Dari hasil wawancara dengan warga, dapat
disimpulkan bahwa kemiskinan di ketiga desa tersebut dikarenakan oleh sulitnya distribusi
65
hasil pertanian ke Pasar Pracimantoro. Dampaknya, banyak hasil pertanian yang hanya
bisa dimanfaatkan sendiri oleh warga setempat. Sedangkan desa dengan jumlah warga
miskin terbanyak di Kecamatan Paranggupito adalah Desa Gendayakan dan Gunturharjo.
Permasalahan yang menyebabkan kondisi seperti itu hampir sama yaitu sulitnya distribusi
hasil pertanian ke pasar yang ada di Ketos maupun Pracimantoro.
2. Jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak seimbang
Lapangan kerja yang tersedia di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito
kebanyakan ada di bidang pertanian. Akan tetapi, pekerjaan di bidang pertanian tersebut
tidak menjanjikan penghasilan yang cukup baik. Selain itu, kebanyakan lahan pertanian di
kedua kecamatan dimiliki oleh perorangan dan lahan yang dimiliki tiap orangnya tidak
begitu luas, sehingga buruh tani yang dibutuhkan pun tidak begitu banyak.
3.3 Aspek Kelembagaan
Terdapat dua jenis organisasi dan lembaga yang ada di Kecamatan Pracimantoro dan
Paranggupito yaitu organisasi/lembaga pemerintah dan non pemerintah. Lembaga/organisasi
pemerintah yang aktif di kedua kecamatan adalah pemerintah kecamatan, Bapepam, PNPM dan
PKK. Sedangkan organisasi dan lembaga non pemerintah berupa Dasawisma, koperasi, majelis
taklim, BKAM (Badan Koordinasi Antar Masjid), BKL (Badan Koordinasi Lansia), Gapoktan,
PAMSIMAS dan paguyuban ojek.
Masing-masing organisasi/lembaga tersebut memiliki peran sesuai dengan bidangnya.
Meskipun begitu, semua organisasi/lembaga harus memiliki koordinasi yang baik agar bisa
berjalan bersama dan saling mendukung satu sama lain. Koordinasi yang baik juga perlu
dilakukan untuk mencegah adanya ketidaksinkronan atau perselisihan antara organisasi/lembaga
yang satu dengan yang lainnya.
1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia
Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh organisasi/lembaga yang ada di
Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito. Masalah pertama adalah rendahnya kualitas
sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Hal ini terlihat terutama di kantor desa yang
merupakan organisasi pemerintah. Sebagian besar pegawai di kantor desa hanya
merupakan lulusan SMP atau SMA. Bahkan terdapat beberapa pegawai kantor kelurahan
yang hanya lulusan SD. Untuk pegawai kantor yang lulusan S1 hanya sedikit. Rendahnya
pendidikan pegawai akan berdampak pada kinerja organisasi pemerintahan tersebut.
66
2. Pegawai kantor tidak memahami tugas yang harus dilakukan
Kualitas SDM yang rendah mengakibatkan timbulnya masalah kedua yakni pegawai
kantor tidak memahami tugas yang harus dilakukan. Beberapa kantor desa yang ada di
Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito hanya beroperasi kurang lebih dua atau tiga
jam yaitu buka pada pukul 08.00 dan tutup antara pukul 10.00-11.00.
Jam operasi yang singkat disebabkan karena pegawai kantor tidak mengerti tugas
yang harus dilakukan dan sedikit orang yang mendatangi kantor desa untuk mengurus
berbagai hal. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa para pegawai di kantor desa kurang
memahami tugas dan kurang peka terhadap kondisi wilayah pemerintahannya. Padahal,
banyak masalah yang harus diselesaikan.
3. Kurangnya koordinasi antar lembaga
Masalah selanjutnya yang dihadapi lembaga/organisasi yang ada di Kecamatan
Pracimantoro dan Paranggupito adalah kurangnya koordinasi antar lembaga terutama
antara lembaga pemerintah dan non pemerintah. Kurangnya koordinasi tersebut
menyebabkan antar lembaga/organisasi tidak dapat saling mendukung satu sama lain dan
menimbulkan potensi terjadinya ketidaksinkronan antara lembaga satu dengan yang
lainnya.
3.4 Matriks Hubungan Antar Isu
Isu atau masalah yang ada di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito adalah
masalah/isu pada aspek keruangan, aspek sosial ekonomi dan aspek budaya. Dari semua masalah
tersebut tentunya terdapat beberapa masalah yang menjadi prioritas dan harus segera untuk
diatasi. Untuk mendapatkan masalah yang menjadi prioritas, dibuat matriks hubungan antar isu.
Matriks tersebut berisi mengenai hubungan antar masalah yang ada di masing-masing aspek.
Masalah yang ada yakni:
1. Aspek keruangan
a. Aksesibilitas buruk (K1);
b. Kesulitan air bersih (K2); dan
c. Hanya terdapat satu pusat pemukiman di Kecamatan Pracimantoro dan Paranggupito
(K3).
2. Aspek sosial ekonomi
a. Kemiskinan (SE1); dan
b. Jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah pencari kerja (SE2).
67
3. Aspek kelembagaan
a. Kualitas SDM rendah (L1);
b. Tidak mengerti tugas yang harus dilaksanakan (L2); dan
c. Kurangnya koordinasi antara organisasi non formal dengan pusat (L3).
Dalam mengisi setiap sel dalam matriks, apabila kedua masalah mempunyai hubungan
erat maka diberi nilai 3. Apabila kedua masalah mempunyai hubungan tidak erat maka diberi nilai
2. Apabila kedua masalah tidak mempunyai hubungan maka diberi nilai 1. Tabel matriks hubungan
antar isu dapat dilihat pada tabel III.1.
Setelah dibuat hubungan antar masalah, untuk mengetahui masalah yang menjadi
prioritas adalah dengan menjumlahkan angka hubungan per kolom. Masing-masing aspek yakni
aspek keruangan, aspek sosial ekonomi dan aspek kelembagaan diambil satu masalah dengan
jumlah angka hubungan terbesar yang berarti bahwa masalah tersebut memiliki banyak
keterkaitan dengan masalah yang lain.
Berdasarkan hasil penjumlahan, ketiga masalah yang menjadi prioritas adalah:
1. Aspek keruangan yakni aksesibilitas buruk;
2. Aspek sosial ekonomi yakni jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak seimbang dengan
jumlah pencari kerja; dan
3. Aspek kelembagaan yakni kualitas SDM rendah.
68
Tabel III.1
Matriks Hubungan Antar Isu
ASPEK
KERUANGAN SOSIAL EKONOMI KELEMBAGAAN
K1 K2 K3 SE1 SE2 L1 L2 L3
KERUANGAN K1
1 3 3 2 2 1 1
K2 1
1 1 1 1 1 1
K3 3 1
2 3 1 1 2
SOSIA
L
EKONOMI SE1 3 1 2
3 3 2 2
SE2 3 1 3 3
3 2 2
KELEMBAGAAN L1 2 1 1 3 3
3 3
L2 1 1 1 1 2 3
3
L3 1 1 1 2 2 3 3
Jumlah 14 21 16 13 12 12 15 14
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 4B, 2013