bab iii seputar surah al-furqĀn - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/bab iii...

47
59 BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN A. Deskripsi Surah al-Furqān Nama “Surah al-Furqān” sudah dikenal sejak masa Rasulullah s.a.w. Penamaan surah ini dengan al-Furqān yang artinya pembeda, diambil dari kata al- Furqān yang terdapat pada ayat pertama yang berbunyi : Artinya : Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” Para pengajar di Tunis menamainya juga dengan surah Tabārak al-Furqān sebagaimana mereka menamai surah al-Mulk dengan Tabārak al-Mulk. Surah ini merupakan surah yang ke-42 dari segi perurutan turunnya, ia turun sebelum surah Fāṭir dan sesudah surah sin. 1 Sedangkan dari segi penulisan dan pengelompokan, surah al-Furqān adalah surah ke 25 dalam Muṣhaf Uśmāni yang keseluruhannya berjumlah 77 ayat, termasuk golongan surah-surah Makkiyah. Sementara sebagian ulama mengecualikan tiga ayat, yaitu 68-69 dan 70. Mereka menilainya turun di Madinah. Namun, pengecualian ini ditolak oleh mayoritas ulama. Menurut Thabathaba’i, dugaan itu muncul karena disana ada uraian tentang pengharaman zina. Tetapi masih menurut Thabatab’i, ini bukanlah alasan yang benar karena pengharaman minuman keras dan zina telah dilakukan sejak awal kehadiran Islam. Pendapat mayoritas ulama menyatakan bahwa pengharaman zina juga dilakukan oleh Alquran secara bertahap. 2 1 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran (Jakarta: Lentera Hati, 2009), edisi baru, h. 4 2 Ibid, Vol.VIII, h. 3

Upload: hadung

Post on 07-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

59

BAB III

SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN

A. Deskripsi Surah al-Furqān

Nama “Surah al-Furqān” sudah dikenal sejak masa Rasulullah s.a.w.

Penamaan surah ini dengan al-Furqān yang artinya pembeda, diambil dari kata al-

Furqān yang terdapat pada ayat pertama yang berbunyi :

Artinya :

“Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqan (Al Quran) kepada

hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”

Para pengajar di Tunis menamainya juga dengan surah Tabārak al-Furqān

sebagaimana mereka menamai surah al-Mulk dengan Tabārak al-Mulk. Surah ini

merupakan surah yang ke-42 dari segi perurutan turunnya, ia turun sebelum surah

Fāṭir dan sesudah surah Yāsin.1 Sedangkan dari segi penulisan dan

pengelompokan, surah al-Furqān adalah surah ke 25 dalam Muṣhaf Uśmāni yang

keseluruhannya berjumlah 77 ayat, termasuk golongan surah-surah Makkiyah.

Sementara sebagian ulama mengecualikan tiga ayat, yaitu 68-69 dan 70. Mereka

menilainya turun di Madinah. Namun, pengecualian ini ditolak oleh mayoritas

ulama. Menurut Thabathaba’i, dugaan itu muncul karena disana ada uraian

tentang pengharaman zina. Tetapi masih menurut Thabatab’i, ini bukanlah alasan

yang benar karena pengharaman minuman keras dan zina telah dilakukan sejak

awal kehadiran Islam. Pendapat mayoritas ulama menyatakan bahwa

pengharaman zina juga dilakukan oleh Alquran secara bertahap.2

1 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran (Jakarta:

Lentera Hati, 2009), edisi baru, h. 4 2 Ibid, Vol.VIII, h. 3

Page 2: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

60

Bila kita perhatikan isi Alquran dengan seksama dan secara bertahap kita

menyelami lautan makna dan hidayah yang ada di dalamnya, kita akan melihat

perbedaan isi dan intisari dari surah-surah yang diturunkan di Makkah dengan

surah yang diturunkan di Madinah. Pada surah-surah yang diturunkan di Madinah

kita akan melihat suatu gambaran kondisi masyarakat yang sudah teratur, suatu

cita-cita yang telah menjadi kenyataan dan peraturan-peraturan yang timbul

karena tumbuhnya masyarakat tersebut. Tetapi dengan surah-surah Makkiyah kita

akan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan kebatilan, kekuatan

cita-cita dan hebatnya rintangan. Banyak menggambarkan suatu harapan dan cita-

cita ideal yang ingin dicapai dan ditegakkan oleh Islam.

Dalam suasana Makkah itu kita pun melihat kebesaran pribadi Nabi

Muhammad s.a.w manusia yang terpilih di antara sekalian manusia untuk

menegakkan suatu tugas dari Ilahi, menegakkan, keteguhan dan ketekunan yang

akan dapat kita jadikan contoh untuk membina diri sendiri. Ayat-ayat dari surah-

surah yang turun di Makkah adalah untuk mengisi batin kita supaya kuat dan

teguh, sekuat dan seteguh nabi dalam melanjutkan cita yang pasti tegak terus

sampai hari kiamat.

Sayyid Quthub menilai Surah al-Furqān secara keseluruhan tampak

seakan-akan diturunkan sebagai hiburan bagi Rasulullah, yang bisa

menghapuskan kepedihan dan kelelahan Rasulullah dengan sentuhan yang penuh

kasih sayang. Juga menenangkan hati beliau, menuangkan keyakinan dan

kepercayaan diri serta mengembuskan kepada beliau hembusan pemeliharaan,

kasih sayang dan cinta. Karena disisi lain surah ini menggambarkan peperangan

yang keras dengan manusia-manusia yang sesat, pembangkang dan menentang

terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mereka mendebat dengan keras, menolak dengan

penuh kebencian, melawan dengan penuh kekasaran, dan membangkang terhadap

petunjuk yang sudah jelas dan terang benderang kebenarannya.3

3 Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Beirut: Dar as-Syuruk, 1993), jilid. 5

Page 3: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

61

Nah, tepatlah kiranya penamaan surah ini dengan al-Furqān, seperti yang

dijelaskan oleh HAMKA bahwa, di ayat yang pertama sekali sudah terpancang

kalimat “al-Furqān” artinya pemisah antara yang hak dan yang batil, yang benar

dan yang salah, Jahiliyah dengan Islamiyah, syirik dengan tauhid, dan yang

terdidik dengan yang bodoh. Dan di dalam surah ini setelah diterangkan suka

duka rasulullah sebagai petugas pembawa kebenaran kepada seluruh alam, lalu di

akhir surah diberikan ideal tertinggi, sebuah gambaran hidup yang menjadi

puncak cita-cita dan pandangan hidup seorang muslim dalam melakukan fungsi

dan tugas hidup di antara makhluk-makhluk di atas permukaan bumi ini. Itulah

dia ayat-ayat “ʻIbād ar-Rahmān”, yaitu sifat-sifat orang yang menyediakan

dirinya untuk mengabdi kepada Allah, yang notabene merupakan tujuan hidup

manusia.4 Kelompok ayat-ayat terakhir inilah yanjg akan menjadi pokus

penelitian dalam tulisan ini, yakni antara ayat 63-77 yang terdiri dari 15 ayat yang

sering disebut dengan ayat-ayat ʻIbād ar-Rahmān.

B. Isi Kandungan Surah al-Furqān

Secara umum surah al-Furqān terutama di awal-awal surah banyak

menjelaskan sikap dan prilaku orang-orang musyrik yang meragukan kebenaran

Alquran, ketauhidan Allah Swt dan kerasulan nabi Muhammada saw. Hal ini bisa

kita lihat dari beberapa fragmentasi ayat berikut ini:

1. Ayat 1-3 menyatakan bahwa Alquran adalah petunjuk bagi seluruh

manusia, dengan menunjukkan kekuasaan Allah s.w.t dan keharmonisan

ciptaan-Nya.

2. Ayat 4-6 berisi tentang tuduhan-tuduhan palsu dari orang-orang kafir

terhadap Alquran.

3. Ayat 7-20 menceritakan keheranan orang-orang kafir tentang diutusnya

rasul dari kalangan manusia biasa.

4. Ayat 21-34 menggambarkan tentang keadaan dan siksa bagi manusia yang

menentang Alquran kelak di hari kiamat.

4 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, tt), Juz XVIII, h. 245

Page 4: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

62

5. Ayat 35-44 berisi pelajaran-palajaran dari kisah-kisah kebinasaan para

pendusta agama.

6. Ayat 45-62 menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah s.w.t di alam

semesta.

7. Ayat 63-77 menjelaskan sifat-sifat manusia yang mendapat kemuliaan dari

Allah s.w.t.5

Setelah enam kelompok ayat pertama menjelaskan secara detail tentang

bagaimana sikap masa bodoh dan prilaku para pendusta agama, serta akibat yang

mereka dapatkan baik di dunia maupun di akhirat, maka pada kelompok ayat-ayat

terakhir dari surah al-Furqān ini menampilkan “ʻIbād ar-Rahmān”, dengan sifat-

sifat mereka yang istimewa dan karakteristik mereka yang khusus. Seolah-olah

mereka adalah hasil saringan umat manusia di akhir peperangan yang panjang

antara petunjuk dan kesesatan. Dengan sifat mereka yang utama, serta perilaku

dan kehidupan mereka yang istimewa, seharusnya mereka menjadi contoh hidup

yang realistis bagi umat manusia yang dikehendaki oleh Islam.

Adapun pokok-pokok isi dari surah al-Furqān khusus ayat 63-77 adalah

sebagai berikut:

1. Aqidah

Bentuk kehambaan manusia yang ditunjukkan dengan rasa takut (khasyah)

terhadap azab Allah s.w.t dan larangan mempersekutukan Allah s.w.t

dengan yang lain

2. Syari’at

Tidak boleh mengabaikan Alquran, larangan menafkahkan harta secara

boros dan kikir, larangan membunuh atau berzina, larangan memberikan

kesaksian palsu, anjuran untuk bertahajjud di keheningan malam.

3. Akhlak

Perintah Allah agar berlaku rendah hati, sopan dan menghindarkan diri

dari hal-hal yang tercela, berupaya menjadi teladan bagi keluarga dan

masyarakat.

5 Alquran dan Terjemah, Depag. Lihat juga Tafsir fi Zhilalil Qur’an, karya Sayyid

Quthb.

Page 5: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

63

C. Teks dan Terjemah Surah al-Furqān Ayat 63 - 77

Page 6: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

64

Artinya :

63. Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang

yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang

jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang

mengandung) keselamatan.

64. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk

Tuhan mereka.

65. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam

dari kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".

66. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat

kediaman.

67. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak

berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di

tengah-tengah antara yang demikian.

68. Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah

dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali

dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang

melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)

dosa(nya),

69. (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia

akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,

70. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal

saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan

adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

71. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka

Sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan Taubat yang sebenar-

benarnya.

72. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila

mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-

perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga

kehormatan dirinya.

73. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat

Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang

yang tuli dan buta.

Page 7: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

65

74. Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada

kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati

(Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

75. Mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam

syurga) Karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan

penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya,

76. Mereka kekal di dalamnya. syurga itu sebaik-baik tempat menetap dan

tempat kediaman.

77. Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidak

mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana

kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh Telah mendustakan-

Nya? Karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)".

D. Penafsiran Surah al-Furqān Ayat 63 – 77

1. Ayat 63

Artinya :

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang

yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil

menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)

keselamatan”.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa surah al-Furqān

secara keseluruhan dikelompokkan kedalam tujuh topik kajian, dimana enam

kelompok ayat pertama menjelaskan secara detail tentang bagaimana sikap

masa bodoh dan prilaku para pendusta agama, orang-orang yang profilnya

digambarkan sebagai orang yang jauh dari sikap orang yang beragama. Dan

dijelaskan juga akibat yang mereka dapatkan baik di dunia maupun di akhirat.

Terutama pada kelompok ayat sebelumnya yang banyak berbicara tentang

pergantian malam dengan siang maka pada kelompok ayat-ayat terakhir dari

Page 8: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

66

surah al-Furqān ini menampilkan “ʻIbād ar-Rahmān”. Dengan sifat-sifat

mereka yang istimewa dan karakteristik mereka yang khusus, seolah-olah

mereka adalah hasil saringan umat manusia di akhir peperangan yang panjang

antara petunjuk dan kesesatan.

Menurut Quraish Shihab bahwa yang dimaksud dengan hamba-hamba

ar-Rahmān adalah sahabat-sahabat nabi Muhammad, bahkan dapat mencakup

semua orang mukmin, kapan dan dimana saja selama mereka menyandang

sifat-sifat yang diuraikan dalam kelompok ayat ini. Penyifatan mereka dengan

hamba ar-Rahmān ini disamping menyindir kaum musyrikin yang enggan

sujud kepada-Nya, juga mengisyaratkan bahwa mereka meneladani Allah

terutama dalam sifat agung-Nya.6

Haunan adalah maṣdar dari al-Hayyin yang artinya berasal dari as-

Sakinah (tenang) dan al-Wiqār (stabil) dan menggambarkan sikap penuh

kelemah-lembutan (hulamāʹ).7 Al-Maraghi menjelaskan, bahwa para hamba

Allah yang berhak menerima ganjaran dan pahala dari Tuhannya ialah orang-

orang yang berjalan dengan tenang dan sopan, tidak menghentakkan kakinya

maupun terompahnya dengan sombong dan congkak.8

Sayyid Quthb dalam Tafsirnya Fi Zhilal Alquran memberikan

penjelasan terkait dengan makna ayat ini, و مييييييييييياع ييييييييييي ي عع,فالمشييييييييييي تعبيييييييييييي ع بيييييييييييتع ييييييييييي ع لش ييييييييييي تع

و ليييييييييي الع ل ييييييييييا تع لم،م ييييييييييتع ل ييييييييييا ع ل ا يييييييييي ع.عف هيييييييييياع يييييييييي ع شييييييييييا ليييييييييهع ييييييييياا هاعايييييييييشيع لييييييييي ع شييييييييي تع يييييييييا ها عف مشييييييييي ع شييييييييي تع يييييييييا تع

6 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran (Ciputat:

Lentera Hati, 2009), edisi Baru, h. 144 7 Abu Abdullah Muhammad al-Qurthubiy, al-Jami’ al-Ahkam Alquran (Beirut: Risalah

Publisher, 2006), cet. I, Juz 15, H. 466 8 Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghiy, terj. Hery Noer Aly, dkk (Semarang:

Toha Putra, 1989), h. 59

Page 9: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

67

.عف هييييييييياعوقيييييييييياوعو يييييييييي ت عوف هييييييييياع ييييييييي عوقييييييييييا .عقا ييييييييي ع ،م يييييييييتع يييييييييا إنهيييييييييتع مشيييييييييالع مييييييييياو ع ي ييييييييي ع لييييييييي و ع ييييييييي عععايولييييييييي لع ييييييييي

ضع ل يييييييييا ع مييييييييي ع ييييييييي ولع هييييييييياو؛ع ل يييييييييال عبمييييييييياع اهيييييييييتع ييييييييي¸ع ألوبيييييييييالواييييييييييش عو يييييييييياأع عبييييييييييالعإ ع شيييييييييي ع يايييييييييي ع.عإظهيييييييييياوع ل ييييييييييا عو ل يييييييييي

.وبالعأ عع ل ا ع ش ت عوأ هاعوأ ي هاع يا ا

Dalam konteks cara berjalan, Nabi Muhammad s.a.w mengingatkan

agar seseorang tidak berjalan angkuh dan membusungkan dada, karena

berjalannya manusia dan juga segala gerakan tubuh kita tiada lain adalah

ungkapan dari kepribadian, dan perasaan-perasaan yang ada di dalam dirinya.

Sehingga, jiwa yang lurus, tenang, serius dan memiliki target tujuan yang jelas,

akan menampilkan sifat-sifat ini dalam cara berjalannya. Maka, dia akan

berjalan dengan lurus, tenang, serius dan bertujuan, dan dalam hal ini akan

terlihat padanya kewibawaan dan kekuatan. Penggalan ayat ini bukan berarti

anjuran untuk berjalan perlahan dan gontai, kepala tertunduk, lemah dan lesu

seperti yang dipahami sebagian orang yang ingin menampilkan ciri ketakwaan

dan kesalehan.

Nabi Muhammad dilukiskan sebagai orang yang berjalan dengan tegap

dan gesit, penuh semangat bagaikan turun dari dataran tinggi. Beliau adalah

orang yang paling cepat berjalan, paling baik jalannya dan paling tenang. Hal

ini menegaskan bahwa selain Allah tidak menyukai orang-orang yang berjalan

dengan sombong dan congkak, juga dimaksudkan tidak berjalan seperti orang

yang pura-pura sakit, yakni cara jalan yang tidak bersemangat dan malas. Kata

haun dimaksudkan dengan berjalan yang tidak perlahan dan tidak pula tergesa-

gesa, berjalan dengan gesit dan penuh semangat.

Menurut al-Qurthubiy, kalimat yamsyūna (berjalan) bisa juga

merupakan simbol dari perjalanan hidup dan interaksi sosial sepanjang usia

9 Sayyid Quthb, Fi Zhilal Alquran (Beirut: Dar asy-Syuruq, 1993), cet. 21, h. 2577

Page 10: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

68

kita di dunia ini.10

Senada dengan itu, di dalam tafsir al-Munir karya Wahbah

Zuhaily, beliau menyebutkan bahwa dalam hal bergaul dengan sesama manusia

juga harus dilakukan dengan halus dan lemah lembut, serta tidak berbuat

kerusakan di bumi.11

Sebagaimana dalam kisah Luqman yang berwasiat kepada

anaknya,

Artinya :

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)

dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.12

Dalam tafsir al-Mishbah, Quraish Shihab menafsirkan ayat ini dengan

menjelaskan bahwa,

Hamba-hamba ar-Rahmān tersebut berinteraksi dengan manusia

yang lain dengan sikap yang baik dan benar. Dengan demikian

penggalan ayat tersebut tidak sekedar menggambarkan cara jalan

mereka, atau sikap mereka ketika berjalan, tetapi lebih luas lagi yakni

mereka melakukan interaksi dengan pihak lain dalam bentuk yang

sebaik-baiknya dan dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat.13

Bagaimana seorang hamba ar-Rahmān akan mengangkat muka dan

sombong, padahal alam di sekelilingnya menjadi saksi bahwa dia terlalu kecil

di hadapan Allah. Dia tunduk kepada Tuhan karena insaf akan kebesaran

Allah, dan dia juga rendah hati terhadap sesama manusia karena dia juga sadar

bahwa dia tidak akan bisa hidup sendiri di dunia ini. Dan sikap hamba ar-

Rahmān yang kedua adalah, apabila mereka berhadapan dengan orang-orang

bodoh, yang berprilaku tidak wajar dan cenderung mengabaikan nilai-nilai

10

Al-Qurthubiy, Jami’ al-Ahkam, h. 466 11

Wahbah Az-Zuhailiy, Tafsir al-Munir Fi al-Aqida wa as-Syariah wa al-Manhaj

(Dimasyq: Dar al-Fikr, 2007), h. 116 12

Q.S. Luqman, 31: 18 13

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 146

Page 11: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

69

ajaran Ilahi, mereka lebih menjaga kemuliaan dirinya dengan tidak berinteraksi

dengan mereka.

Sementara az-Zuhailiy menyebutkan bahwa, hamba ar-Rahmān ini

apabila bertemu dengan orang-orang bodoh dengan perkataan yang buruk,

mereka tidak membalas dengan keadaan yang sama. Tetapi memberikan maaf

dan tidak mengatakan apapun kecuali kebaikan. Hal ini sebagaimana sabda

Rasulullah yang menyatakan bahwa janganlah menambahkan kebodohan

seseorang atasnya, kecuali dengan sopan santun.14

Kata al-Jāhilūna ( الجاهلون ) yang artinya orang-orang bodoh adalah

bentuk jamak dari al-Jāhil yang terambil dari kata Jahala ( جهل ). Zuhailiy

mengartikan Jāhilūna dengan Sufahā’ yang berarti orang-orang bodoh atau

tidak tahu, sedangkan Quraish shihab mengartikannya bukan hanya sekedar

tidak tahu, namun orang yang kehilangan kontrol dirinya, tidak mengerti

keadaan sehingga melakukan hal yang tidak wajar baik atas dorongan nafsu,

maupun karena pandangan yang sempit. Kata salāman ( سالما) terambil dari

kata salima yang maknanya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari

segala yang tercela.15

Atau bisa juga berasal at-Tasallum (التسلم) yang

maknanya sama dengan barōʹah (براءة) yaitu berlepas diri, bukan dari kata at-

Taslim ( التسليم ) yang berarti mengucapkan salam.16

Dari makna mufrodat ini bisa diambil pemahaman, bahwa sikap

seorang yang beriman bila disapa oleh orang-orang jahil mereka mengucapkan

salam perpisahan dan meninggalkan tempat menuju tempat yang lain dimana

mereka tidak berinteraksi dengan orang jahil tersebut. Hal ini dilakukan dalam

rangka menghindari kejahilan yang lebih besar atau menanti waktu untuk

lahirnya kemampuan mencegahnya.

Ada satu nasehat yang cukup berharga yang disampaikan Sayyidina

Ja’far ash-Shadiq kepada ‘Unwan r.a. yang datang meminta nasehatnya seperti

yang dikutip Quraish Shihab yaitu, “Jika ada yang datang kepadamu dan

berkata: ‘jika engkau mengucapkan satu cercaan, engkau mendengar dariku

14

Az-Zuhailiy, Tafsir al-Munir, h. 117 15

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h.147 16

Al-Qurthubiy, al-Jami’ al-Ahkam, h. 469

Page 12: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

70

sepuluh’, jawablah: ‘Jika engkau memakiku sepuluh, engkau tidak akan

mendengar dariku walaupun satu, jika engkau memakiku dan bila makianmu

benar, aku memohon semoga Tuhan mengampuniku, dan bila engkau keliru

aku bermohon semoga Tuhan mengampunimu.”

Sesungguhnya nasihat ini sangat bijak, karena kata atau kalimat buruk

di ibaratkan seperti indung telur. Menanggapinya sama dengan membuahi

indung telur tersebut dengan sperma. Pertemuan keduanya melahirkan anak

atau kalimat baru yang beranak cucu. Ini akan melahirkan perang kata-kata

yang mengakibatkan putusnya hubungan atau lahirnya kerusuhan dan

perkelahian, atau paling tidak habisnya waktu dan terbuangnya energi secara

sia-sia. Tetapi, bila tidak dijawab dan dibiarkan berlalu, itu berarti ia tidak

dibuahi, dengan demikian, indung telur menjadi sia-sia17

. Di dalam ayat lain

juga dijelaskan,

Artinya :

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka

berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan

bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul

dengan orang-orang jahil".18

Hal ini menunjukkan bahwa ʻIbād ar-Rahmān meninggalkan orang-

orang jahil dan segala perilakunya dengan mengucapkan hal-hal yang baik dan

tidak membalas perkataan buruk yang mereka lontarkan. Dari pendapat para

Mufassir tersebut dapat disimpulkan bahwa al-Furqān ayat 63 ini menjelaskan

sifat-sifat ʻIbād ar-Rahmān, yaitu sebagai berikut:

a. Berjalan di muka bumi dengan lemah lembut dan penuh wibawa, dan

larangan berjalan dengan angkuh kecuali dalam kondisi perang.

17

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 148 18

Q.S al-Qashas/28: 55

Page 13: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

71

b. Berinteraksi secara baik dengan pihak lain, dan dalam kegiatan-kegiatan

yang bermanfaat.

c. Menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela terutama yang

dilakukan oleh orang-orang jahil.

2. Ayat 64

Artinya :

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk

Tuhan mereka.”

Kalau di ayat yang sebelumnya menggambarkan bagaimana kondisi siang

para hamba ar-Rahmān ini dengan berinteraksi sesama manusia, maka di ayat

ini dijelaskan bagaimana mereka mengisi malam harinya dengan ketakwaan,

muraqabah kepada Allah, dan merasakan keagungannya. Al-Maraghi

menguraikan bahwa, sifat ʻIbād ar-Rahmān yang terkandung dalam ayat ini

adalah orang-orang yang bermalam dengan tahajjud dan berdiri untuk

beribadah kepada tuhan, yakni dengan menghidupkan seluruh malam atau

sebagian malamnya dengan shalat.19

Berdiri dan sujud adalah dua rukun shalat yang utama, oleh karena itu

banyak ulama yang meMahami gabungan kedua kata tersebut dalam arti

shalat. Ada juga yang meMahaminya lebih khusus dengan shalat Tahajjud.

Dalam ayat ini kalimat li robbihim ( لربهم ) sebagai tujuan atau objek bersujud

justru didahulukan dari kata sujjadan dan qiyāma, hal ini bertujuan untuk

menggaris-bawahi keikhlasan mereka dalam beribadah dan bahwa ibadah itu

tidak disertai dengan pamrih, bahkan dapat dikatakan bahwa ibadah mereka

itu semata-mata atas dorongan cinta kepada Tuhan bukan untuk meraih surga-

Nya atau mmenghindar dari neraka-Nya. Keikhlasan dan semangat qiyam

ʻIbād ar-Rahmān ini digambarkan oleh sayyid Quthb dalam tafsirnya sebagai,

19 Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 37

Page 14: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

72

ا هيييييييييالعلييييييييي هتع,عفهيييييييييبيتعقيييييييييااع يييييييييالعلييييييييي هتع ييييييييي عوق ا ييييييييياو ييييييييي يعو ا يييييييييالعلييييييييي هتعو ييييييييي يعو ييييييييي ولعلييييييييي عو ييييييييي يعايييييييييبيتعقيييييييييااع

,ع حع للش يييييييييش ع مييييييييياعاييييييييياع وو ع ييييييييي عو يييييييييه شييييييييياالالع ييييييييي ع ل يييييييييااع لمييييييييي ع,عو ل ييييييييييوعأوو هييييييييييتعو ييييييييييا و هتع يييييييييي ,ع ال ا يييييييييي ع ليييييييييي عو هييييييييييتع شيييييييييياالال

و ليييييييييي ع ل ييييييييييا ع ليييييييييي ع ألو ع,ع ييييييييييااع ل ييييييييييا عواييييييييييتعقييييييييييا مالع ييييييييييا ول . ؛ع ل أعو إلب ا,عواتع ،ل الع ل ع شع ل م

ʻIbād ar-Rahmān digambarkan sebagai orang yang memilih disibukkan

dengan urusan ibadah kepada Allah dari pada tidur yang nyenyak dan nyaman

di waktu malam. Mereka sibuk ber-tawajjuh kepada Robb mereka,

menggantungkan ruh dan tubuh mereka hanya kepada Allah. Di saat manusia

menikmati tidurnya justeru mereka bangun dan bersujud kepada-Nya. Disaat

manusia merebahkan badan kebumi untuk istirahat, justeru mereka

mengarahkan hati mereka ke Arsy ar-Rahmān, yang memiliki kebesaran dan

kemuliaan.

Sedangkan Maksud didahulukannya kata sujjadan padahal dalam shalat

qiyāman lebih dahulu dilakukan, bukan saja untuk tujuan mempersamakan

bunyi akhir masing-masing kalimat sebelum dan sesudahnya, tetapi yang lebih

penting adalah untuk mengisyaratkan betapa penting dan dekatnya seseorang

kepada Allah saat sujudnya dalam shalat. Di sisi lain juga merupakan sindiran

bagi kaum musyrikin yang enggan sujud dan patuh kepada ar-Rahmān.21

Bentuk ketaatan ʻIbād ar-Rahmān tersebut pada malam hari menunjukkan

bahwa mereka menghindari sifat riya, sebab ibadah mereka dilakukan saat

orang lain tertidur lelap. Mereka melaksanakan ibadah sunnah di malam hari

dengan tulus ikhlas dan hanya mengharapkan ridho Allah. Perlu dicatat bahwa

sifat pertama yang disandang oleh hamba ar-Rahmān ini yang disebut pada

ayat sebelumnya, adalah sifat mereka yang berkaitan dengan makhluk, sedang

di sini adalah yang berkaitan dengan Khaliq. Ini mengisyaratkan pentingnya

20

Sayyid Quthb, Fi Zhilal Alquran. 2578 21

Shihab, Tafsir al-Mishbah h. 149

Page 15: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

73

interaksi antar-sesama makhluk serta perlunya mendahulukan kepentingan

mereka daripada ketaatan kepada Allah yang bersifat sunnah. Dengan

demikian, dapat diketahui bahwa ayat 64 ini menjelaskan sifat ʻIbād ar-

Rahmān yang selanjutnya yaitu:

a. Membiasakan shalat Tahajjud, dengan maksud rasa cinta kepada

Allah

b. Mengiringi segala ibadahnya dengan rasa tulus dan ikhlas tanpa

pamrih

c. Perlunya mendahulukan kepentingan berinteraksi dengan sesama

makhluk daripada ketaatan kepada Allah yang bersifat sunnah.

3. Ayat 65 dan 66

Artinya :

“Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam

dari kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”

Ghorōman dari kata al-Gharim artinya selalu bersamanya atau sesuatu

yang tidak terpisahkan, maka para penafsir memaknainya sebagai “kebinasaan

dan kerugian yang abadi”.22

Al-Maraghi menafsirkan ayat ini, bahwa hamba

ar-Rahmān yaitu orang-orang yang berdo’a atau memohon pada Tuhannya

agar mereka senantiasa dijauhkan dari azab jahannam dan penderitaanya yang

sangat keras. Karena sesungguhnya azab jahannam itu merupakan suatu

kebinasaan yang abadi dan juga menjadi kerugian yang pasti.23

Hal inilah

yang menjadi alasan mengapa mereka senantiasa memohon pada Tuhannya

untuk dijauhkan dari azab jahannam.

22

Fakhruddin ar-Raziy, Tafasir al-Kabir (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, 1990), Jilid,

12, Juz 24, h. 94 23

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 62-63

Page 16: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

74

Az-zuhailiy menuliskan bahwa “ʻIbād ar-Rahmān ini adalah orang-orang

yang takut kepada Tuhannya dan senantiasa berdo’a dalam kekhawatiran, dan

berkata dengan penuh waspada ,’Ya Robb, jauhkanlah kami dari kerasnya

azab jahannam”.24

Permohonan yang dilakukan hamba-hamba ini

menunjukkan kerendahan hati manusia yang terhindar dari kesombongan.

Permohonan tersebut dikarenakan ketaatan dan kepatuhan pada Tuhan mereka

sehingga merasa takut terhadap azab yang ditimpakan.

Redaksi ayat ini menunjukkan seakan-akan neraka Jahannam itu akan

mengenai semua orang, mencoba mencaplok semua manusia, membuka

mulutnya, merentangkan tangannya untuk menangkap siapa yang dekat

maupun yang jauh. Sehingga hamba-hamba Allah yang mengisi malam

mereka dengan sujud dan qiyām al-lail itu tetap merasa takut dengan neraka.

Dan mereka meminta kepada Rabb mereka agar dijauhkan dari rengkuhan

azab neraka. Orang-orang yang yang demikian kuat keyakinannya kepada hari

akhirat tentu akan mempergunakan kesempatan hidup di dunia ini untuk

berbuat amal kebaikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan melakukan

perbuatan jahat karena yakin perbuatannya itu akan dibalas dengan siksaan

yang pedih. Mereka memang tidak melihat neraka, namun mereka mengimani

keberadaannya. Mereka membayangkan bentuknya seperti yang disebut dalam

Alquran dan yang dijelaskan melalui lisan Rasulullah. Dan rasa takut yang

mulia ini adalah buah dari keimanan yang mendalam, dan buah buah dari

pembenaran terhadap agama.25

Keimanan terhadap akhirat dengan segala balasannya inilah yang

kemudian turut membentuk sikap dan prilaku keseharian mereka, berupa sikap

takwa dan khosyah yang menjadi warna kehidupan mereka, baik disaat mereka

senang maupun susah, dikala sendiri maupun ditengah keramaian. Betapa pun

baiknya suatu peraturan yang dibuat manusia dan betapa ketatnya pengawasan

dalam pelaksanaannya, tetapi manusia yang tidak sadar akan pengawasan

Allah dapat saja melepaskan diri dari ikatan peraturan dan undang-undang itu.

24

Az-Zuhailiy, Tafsir al-Munir, h. 118 25

Sayyid Quthb, Fi Zhilal Alqur’an, h. 2578

Page 17: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

75

Akan tetapi manusia yang beriman, andai kata tidak ada peraturan dan

undang-undang, tetap tidak akan melakukan satu kejahatan pun, karena ia

sadar walaupun dapat bebas dari hukuman di dunia, namun tidak akan dapat

melepaskan diri dari hukuman di akhirat. Kesadaran dan keinsyafan inilah

yang tertanam dengan kuat di dalam hati setiap muslim yang mendapat

julukan ”Hamba Allah yang Maha Penyayang”26

Artinya :

‘Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat

kediaman”

Kata mustaqarron adalah tempat menetap, sedang muqāman adalah

tempat bermukim. Sementara ulama meMahami bahwa yang pertama

menunjuk pada para pendurhaka yang hanya bermukim di neraka itu untuk

beberapa waktu saja, seperti halnya mereka yang durhaka tetapi mengakui

keesaan Allah, sedangkan yang kedua merujuk pada orang-orang yang akan

menetap dalam siksa neraka itu.27

Ayat ke 65 yang menggambarkan kondisi

neraka inilah yang menjadi alasan kedua kenapa orang-orang tersebut

memohon agar dijauhkan dari azab jahannam tersebut seperti dituliskan al-

Maraghi bahwa, “karena jahannam adalah seburuk-buruk tempat tinggal dan

tempat menetap. Mereka mengatakan demikian berdasarkan pengetahuan

yang mereka miliki. Mereka adalah orang yang paling tahu tentang besarnya

apa yang mereka mohon, maka hal itu lebih memudahkan mereka untuk

memperoleh apa yang mereka inginkan.”28

ʻIbād ar-Rahmān tidaklah merasa bahwa dia telah mengerjakan perintah

Tuhan dengan menghentikan larangannya saja, sudah terjamin bahwa dia

akan masuk surga dan terlepas dari siksa neraka. Seorang beriman

26

Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya (Jakarta: lentera Hati, 2010), edisi

yang disempurnakan, Jilid. VII, h. 50 27

Ar-Raziy, Tafsir al-Kabir,, h. 95 28

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi. h. 63

Page 18: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

76

memandang dosanya, betapa kecil sekalipun adalah laksana orang duduk

dibawah naungan bukit, yang merasa seakan-akan bukit itu selalu akan

menimpa dirinya.29

Dengan demikian, dapat dismpulkan bahwa al-Furqān ayat 65-66

menjelaskan tentang sifat ʻIbād ar-Rahmān yang selanjutnya, bahwa:

a. Hamba Allah yang Maha Penyayang tidak pernah merasa dirinya telah

sempurna dalam melaksanakan segala perintah Tuhannya, sehingga

mereka senantiasa tetap bermohon untuk dijauhkan dari siksa neraka.

b. Keyakinan kepada hari akhirat dan gambaran tentang neraka jahannam

sebagai seburuk-buruk tempat menetap dan kediaman, menjadi motifasi

bagi mereka untuk terus memperbaiki kualitas hidup mereka.

4. Ayat 67

Artinya :

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak

berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-

tengah antara yang demikian.”

Kata yusrifū ( يسرفوا ) terambil dari kata sarf ( سرف ) yaitu melampaui

batas kewajaran sesuai kondisi orang yang memberi nafkah dan yang diberi

nafkah. Walaupun seseorang kaya, tetap dianggap tercela apabila memberi

anak kecil melebihi kebutuhannya, namun orang tersebut tetap dianggap tercela

apabila memberi seorang dewasa yang membutuhkan sebanyak pemberiannya

kepada anak kecil tersebut. Sedangkan kata yaqturū ( يقتروا ) adalah lawan kata

dari yusrifū, yang berarti memberi kurang dari apa yang dapat diberikan sesuai

dengan kondisi pemberi dan penerima. Pengertian Isrāf dan Iqtār ini sedikit

29

HAMKA, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, tt), Juz XIX, h. 44

Page 19: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

77

berbeda dengan yang diuraikan an-Nuhas, sebagaimana dikutip oleh al-

Qurthubiy dalam tafsirnya seperti berikut ini: و يييييييي ع يييييييي ع,ع لع يييييييي ع ناييييييييوعفيييييييي ع يييييييي ع ا ييييييييتع عفهيييييييياع إل يييييييي

يييييييي ع ا يييييييييتع ع يييييييي عو ييييييييي عفهييييييييياع إلق يييييييياوعو ييييييييي ع ناييييييييوعفييييييييي ع ا يييييييييتع ع يييييي ع ناييييييوع ييييييتع ليييييي عفيييييي ع ييييييوع:عوقيييييياأعإ يييييي ع ييييييا ع,عا ييييييال عفهيييييياع ل ييييييا و ييييييي ع,عو ييييييي ع نايييييييوع وامييييييياعفييييييي ع ييييييي ع ييييييي عفهييييييياع ييييييي ,عفلييييييي لع ييييييي

هع ع وع ل عف طعق

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, Wahbah Zuhailiy menjelaskan

bahwa sifat orang muslim yang mendapat julukan ʻIbād ar-Rahmān yang

selanjutnya adalah mereka yang jika berinfak kepada diri mereka atau

keluarganya tidak berlebihan diluar batas kebutuhan, dan tidak pula kikir yang

menyempitkan kebutuhan yang seharusnya terpenuhi. Tetapi bernafkah dengan

sederhana dan adil sesuai dengan kebutuhan, sebab sebaik-baik perkara adalah

pertengahan. Penjelasan ini juga senada dengan yang dituliskan al-Maraghi,

ʻIbād ar-Rahmān, selanjutnya memiliki sifat sebagai orang-orang

yang tidak berlaku mubazir di dalam mengeluarkan nafkah, dan tidak

mengeluarkannya lebih dari kebutuhan, tidak pula kikir terhadap diri

mereka sendiri dan keluarga mereka, sehingga mengabaikan kewajiban

terhadap mereka. Tetapi mereka mengeluarkannya secara adil dan

pertengahan, dan sebaik-baik perkara adalah yang paling pertengahan.31

Ayat ini mengisyaratkan bahwa hamba-hamba ar-Rahmān ini memiliki

harta benda sehingga mereka bernafkah, bahwa harta itu mencukupi kebutuhan

mereka sehingga mereka dapat menyisihkan sedikit atau banyak dari harta

tersebut. Ini juga mengandung isyarat bahwa mereka sukses dalam usaha

mereka meraih kebutuhan hidup, bukannya orang-orang yang mengandalkan

bantuan orang lain. Ini akan semakin jelas, bila kita sependapat dengan ulama

30

Al-Qurthubiy, al-Jami’ al-Ahkam, h. 474 31

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 63

Page 20: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

78

yang menegaskan bahwa nafkah yang dimaksud disini adalah nafkah sunnah,

bukan nafkah wajib.32

Berdasarkan pendapat para Mufassir di atas, ayat ini mengisyaratkan

kepada kita untuk senantiasa bernafkah secara seimbang, tidak boros dan tidak

pula kikir, namun sesuai dengan kebutuhan. Seorang muslim dalam tatanan

hukum Islam tidaklah bebas mutlak dalam menafkahkan harta pribadinya

sekehendak hatinya seperti yang terdapat di negar-negara kapitalis, dan pada

bangsa-bangsa yang hidupnya tidak diatur oleh hukum Ilahi dalam semua

bidang. Karena sikap berlebihan akan merusak jiwa, harta dan masyarakat.

Sementara sikap terlalu menahan harta juga seperti itu, sehingga tidak dapat

dimanfaatkan oleh pemiliknya dan orang-orang disekitarnya. Padahal harta itu

adalah alat sosial untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan sosial.33

Sikap berlebihan atau juga terlalu menahan harta akan menimbulkan

ketidak seimbangan di tengah masyarakat dan di bidang ekonomi. Menahan

harta akan menimbulkan masalah, demikian juga dengan terlalu

melepaskannya tanpa kendali. Maka dua sikap ini, “boros dan bakhil” terhadap

harta benda adalah alamat jiwa yang tidak “stabil”. Boros dan berlebihan dari

keperluan yang semestinya, menjadi alamat bahwa jika orang tersebut suatu

saat ditimpa musibah dan hartanya habis, maka dia tidak akan dapat menjaga

keseimbangan dirinya lagi. Dan orang yang kikir akan terputus hubungannya

dengan masyarakat, karena dia telah salah pilih di dalam meletakkan cinta.

Hamba yang beriman berusaha mencari harta buat dipergunakan sebagaimana

mestinya, pemagar muruʹah dan penjaga kehormatan. Bukan mencari harta

yang justeru diperbudak harta itu sendiri.34

Dalam sebuah hadis, nabi menjelaskan bahwa,

عف ع ش وف عف ع ل ع:عاعقاأع. ع ع و تع ع ل عصArtinya:

32

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 152 33

Sayyid Quthb, Fi Zhilal Alqur’an, h. 2579 34

HAMKA, Tafsir al-Azhar, h. 46

Page 21: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

79

“dari Abu Darda’, dari Nabi s.a.w beliau bersabda : Tanda kepandaian

seseorang adalah sederhana dalam hidupnya”. H.R. Imam Ahmad.35

Di hadis yang lain juga dijelaskan,

ما عال من اقتصد:م .قال رسول هللا ص: عن عبدهللا ابن مسعود قال

Artinya :

“dari Abdullah ibn Mas’ud, dari Rasulullah s.a.w beliau bersabda : tidak akan

miskin orang yang hidup sederhana”.H.R. Imam Ahmad36

Hadis ini menunjukkan bahwa kesederhanaan seseorang merupakan tanda

dari kecerdasan akal pikirannya. Hal ini dimaksudkan bahwa kepandaian

mereka dalam manajemen pengeluaran sesuai dengan kebutuhan yang tidak

melebihi pendapatan. Qawāman ( قواما ) yang berarti adil dan moderat adalah

pertengahan diantara sikap boros dan kikir. Sikap ini hanya akan timbul karena

kecerdasan pikiran yang telah terlatih, memandang bahwa harta adalah semata-

mata pemberian Allah yang harus dirasai nikmat pemakaiannya, dan dijaga

pula jangan sampai dipergunakan untuk hal yang tidak berpaedah.

Sikap ini harus diwujudkan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat

Islam, bahkan konsep qowām ini tidak hanya dalam tataran gaya hidup yang

berkaitan dengan harta, tetapi juga menjadi arah pendidikan dan hukum Islam.

Seluruh bangunannya harus berdiri diatas keseimbangan dan keadilan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa al-Furqān ayat 67 ini

menjelaskan sifat-sifat ʻIbād ar-Rahmān yang berikutnya, yaitu sebagai

berikut:

a. Seorang Muslim harus berusaha mencari harta, tidak menggantungkan

hidupnya pada bantuan orang lain.

b. Bernafkah secara berimbang, tidak berlebihan dan juga tidak kikir.

35

Musnad Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal (Al-Qahirah: Darul Hadis, 1995), Hadis No. 21592, Juz 16, h. 64

36 Syarif Manshur, Marwiyyat Ibn Mas’ud (Jeddah: Darus Syuruk, tt), jilid II. Hadis No.

1599, h.481.

Page 22: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

80

c. Melatih diri untuk bersikap Qowām dalam tataran kehidupan yang

lebih luas.

5. Ayat 68 dan 69

Artinya :

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan

tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali

dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang

melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)

dosa(nya).”

Dalam ayat ini bertemu tiga hal yang sangat dijauhi oleh hamba Allah

yang sejati yaitu, tidak memperserikatkan Allah dengan yang lain, tidak

membunuh nyawa yang diharamkan oleh Allah, kecuali menurut hak-hak

tertentu, dan tidak berbuat zina. Uniknya, ketiga sifat ini disampaikan

sekaligus dalam satu ayat, dan hanya sekali memakai kata allaźina ( الذين )

yang diterjemahkan dengan orang-orang, berbeda dengan ayat sebelumnya

dan juga ayat yang akan datang yang selalu memakai kata allaźina untuk

setiap satu ʻIbād ar-Rahmān. Ini agaknya mengisyaratkan bahwa

keterhindaran mereka dari syirik, dan terhiasinya hati mereka dengan tauhid,

membuahkan pula keterhindaran dari dua sifat buruk yaitu, membunuh dan

berzina.37

Kepercayaan akan keesaan Tuhan menjadikan ʻIbād ar-Rahmān sebagai

umat tauhid yang sejati. Kalimat tauhid ini membentuk satu pandangan yang

luas, yaitu bahwa seluruh makhluk Allah ini terutama manusia sama-sama

diberi hak hidup oleh Allah di dunia ini, sehingga kita tidak berhak

37

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 155

Page 23: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

81

membunuh orang lain maupun diri sendiri. Karena membunuh sama artinya

dengan merampas hak hidup satu nyawa.38

Quraish Shihab menambahkan keterangan bahwa,

…dalam hal tidak menyembah Tuhan lain Selain Allah baik secara

terang-terangan dalam bentuk menyekutukan-Nya maupun dalam

bentuk tersembunyi dalam bentuk pamrih dan tidak tulus kepada-Nya,

dan disamping itu mereka juga tidak membunuh jiwa manusia yang

diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan hak yakni sebab

yang dibenarkan oleh Allah misalnya dalam bentuk qishash, atau

peperangan menegakkan kebenaran.39

Seorang hamba Allah yang sejati juga tidak akan melakukan zina, karena

zina hanya akan merusak tatanan masyarakat yang ada. Hubungan antara laki-

laki dengan perempuan memang merupakan keperluan dan hajat hidup

manusia, maka agama datang untuk mengatur hubungan tersebut dengan

hukum pernikahan. Karena kedatangan agama adalah untuk mengatur

keturunan, harus jelas bahwa si pulan adalah anak si pulan.40

Di dalam tafsir al-Munir, az-Zuhailiy menjelaskan bahwa ketiga perbuatan

tersebut adalah sebesar-besar kejahatan, yakni syirik, membunuh dengan

sengaja, dan berzina. Kejahatan pertama adalah kejahatan kepada Allah, yang

kedua kejahatan kepada manusia, dan yang ketiga adalah kejahatan pada hak-

hak dan melemahkan pada tabiat-tabiat yang baik.41

Menghindarkan diri dari membunuh manusia menjadi pembeda antara

kehidupan sosial yang aman dan tenang, dimana di dalamnya kehidupan

manusia dihargai dan dihormati, dengan kehidupan hutan dan gua yang di

dalamnya seseorang tak merasa aman terhadap nyawanya, juga tidak merasa

tenang atas pekerjaan dan rumahnya. Sedangkan mencegah diri dari berbuat

zina merupakan persimpangan jalan antara kehidupan yang bersih, dimana di

dalamnya manusia merasakan peningkatan dirinya dari perasaan hewani

yang pekat, juga merasakan bahwa persetubuhannya dengan lawan jenisnya

38

HAMKA, Tafsir al-Azhar, H. 45 39

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah,153 40

Lihat Surah Ali Imran, ayat 23-24 41

Az-zuhailiy, Tafsir al-Munir, h. 120

Page 24: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

82

mempunyai tujuan yang lebih mulia dari sekedar memuaskan gejolak daging

dan darahnya.42

Sebagaimana syirik dikategorikan sebagai dosa besar,

demikian juga halnya dengan zina. Tersebut dalam hadits yang diriwayatkan

oleh Abu Bakar ibn Abid Dunya dari al-Haitsam ibn Malik at-Tha’I, dari

Nabi, beliau bersabda bahwa:

اع ع نبع ع لش كعأ ظتع ع عن،اتعوض هاعو عف عو تعيعع ح عل

Artinya :

“Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah

selain meletakkan air mani dalam rahim wanita yang tidak halal baginya”

Di dalam ayat 68-69 ini dijelaskan bahwa orang yang mempersekutukan

Tuhan dengan yang lain, membunuh sesama manusia termasuk diri sendiri,

dan berzina adalah orang-orang yang akan bertemu dengan hukuman yang

sangat keras, namun belum dirinci seperti apa bentuk hukuman bagi tiap-tiap

perbuatan tersebut. Ini bisa dipahami dari penggunaan kata aśāman ( أثاما )

dalam ayat 69, yang berasal dari kata iśmun ( إثم ) yang berarti dosa. Kata

tersebut lebih menggambarkan keburukan daripada kata iśmun, yaitu berupa

balasan dosa yang sangat pedih.44

Disebutkan juga bahwa yang dimaksud

dengan aśāman adalah suatu lembah di dalam neraka jahannam yang

diciftakan untuk memberikan balasan bagi orang-orang kafir.45

Alquran menyebutkan bahwa, hukuman bagi yang membunuh sesama

manusia adalah qishash yaitu nyawa dibayar dengan nyawa. Sedangkan orang

yang berzina diancam dengan hukuman Rajam, sebagaimana hal ini

dijelaskan dalam surah an-Nur. Sebagaimana telah kita pahami bahwa ayat

tentang larangan zina juga diturunkan secara bertahap seperti pelarangan

khamar. Surah al-Furqān ini diturunkan di Makkah, dosa zina masih

42

Sayyid Quthb, Fi Zhilal Alqur’an, h. 2579 43

Sebagaimana dikutip oleh Ibn katsir dalam kitab Tafsir Alquran al-‘Azhim, jilid X,

halaman 325. 44

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 155 45

Ar-Raziy, Tafsir al-Kabir, h. 97. Lihat juga Ibn Katsir, jilid X, halaman 326.

Page 25: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

83

diterangkan sebagi dosa jiwa, setelah di Madinah berdiri masyarakat Islam,

bagi pelaku zina diadakan hukuman badan berupa Rajam.

Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa setelah kekufuran (syirik) tidak ada

dosa yang lebih besar daripada membunuh jiwa tanpa ada alasan yang benar,

kemudian berzina. Ketiga perbuatan dosa tersebut bukan hanya berindikasi

buruk dengan mendapat azab dari Allah, namun juga mempengaruhi

kehidupan manusia dan interaksinya dengan orang lain. Maka sebagai

peringatan agar hamba Allaah yang beriman mewanti-wanti dirinya sejak

dini, di ayat selanjutnya dijelaskan tentang balasan yang diterima oleh hamba

sebagai akibat melakukan hal-hal yang dilarang tersebut.

Artinya :

“(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia

akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”

Ibn Katsir menafsirkan kata Yuḍō’af dengan takrir dan taghlizh

yang berarti “diulang-ulang dan diperkeras”,46

artinya melalui ayat ini Allah

menyatakan dengan tegas akan melipatgandakan azab pada hari kiamat dan

menjadikannya kekal abadi di dalam neraka secara hina. Dengan demikian,

terkumpullah padanya azab jasmani dan azab rohani. Sementara Quraish

Shihab memaknai bahwa pelipatgandaan balasan dosa yang dimaksud disini

adalah akibat keragaman siksa. Dengan demikian, siksa yang terbesar walau

sudah dijalani tidaklah membatalkan siksa dosa yang lain. Ini sama dengan

melakukan tiga kejahatan, jika hukuman kejahatan pertama sepuluh tahun,

dan hukuman kejahatan kedua lima tahun, ketiga setahun, maka ia harus

menggabung ketiga masa itu menjadi enam belas tahun, bukan sekedar

sepuluh tahun.47

46

Ibn Katsir, Tafsir Alquran, h. 326 47

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 155

Page 26: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

84

يه مهاناويخلد ف

Kata yakhlud adalah akibat dari dosa mempersekutukan Allah. Kata

muhānan menggambarkan bahwa siksa yang dialami itu bukan hanya sekedar

fisik, tetapi juga siksa kejiwaan yang menjadikan si tersiksa mengalami

kepedihan bathin yang luar biasa.48

Karena kata muhānan mengisyaratkan

bahwa selain siksaan jasmani seperti minuman panas yang membakar

kerongkongan dan usus mereka, juga siksaan tersebut diiringi dengan

penghinaan dan cacian, seperti halnya balasan pahala kebaikan juga diiringi

dengan penghormatan dan pemuliaan.49

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa al-Furqān ayat 68-69 ini berisi

tentang:

a. Sifat hamba ar-Rahmān yang terhindar dari perbuatan syirik,

membunuh jiwa yang diharamkan Allah, dan perbuatan zina.

b. Ancaman bagi orang-orang yang melakukan salah satu atau seluruhnya

dari tiga hal yang dilarang Allah tersebut, maka akan mendapatkan

siksa sebagai balasannya.

c. Allah akan melipatgandakan siksa, baik siksa fisik maupun batin, dan

menyebabkan hidup kekal dalam neraka.

6. Ayat 70

Artinya :

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal

saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan

adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

48

Ibid, h. 156 49

ar-Roziy, Tafsir al-Kabir, h. 97

Page 27: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

85

Setelah ayat yang lalu menyampaikan tentang ancamana dan siksaan

terhadap orang-orang yang durhaka, pada ayat ini Allah membuka peluang

keterbebasan dari ancaman dan siksa itu bagi orang-orang yang menyesali

perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi.

Ayat ini turun berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan kepada nabi

Muhammad s.a.w menyangkut sekelompok orang musyrik yang ingin insaf,

namun telah membunuh sedemikian banyak dan telah sering pula melakukan

zina. Mereka mengakui keunggulan Islam tetapi kata mereka “Bagaimana

dengan dosa-dosa kami itu, adakah jalan keluarnya?” maka ayat ini turun

untuk mengomentari pertanyaan itu. Ayat ini memberikan pengecualian bagi

siapa saja yang meninggalkan dosa-dosa ini disertai dengan beriman dan

beramal saleh, maka Allah menghapus segala kemaksiatannya yang telah lalu

dengan menerima taubatnya dan mengokohkannya untuk menjalankan

ketaatan di masa mendatang. Sesungguhnya Allah menarik siksaan dari

orang-orang yang bertaubat dan menganugerahkan pahala kepadanya.

Sesungguhnya ampunan Allah Maha luas bagi para hamba-Nya, maka dia

memberi pahala yang banyak kepada orang-orang yang bertaubat dan

menjauhkan siksaan darinya.

Ayat diatas menyebut kata amal sebanyak dua kali, satu kali dalam bentuk

kata kerja masa lampau “ʻamila” (telah mengamalkan) untuk menunjukkan

telah terlaksananya amal tersebut. Dan yang kedua menggunakan bentuk

maṣdar yaitu dengan kata “amalan”. Penggunaan bentuk kata ini

mengandung makna kesempurnaan.50

Sementara dalam potongan ayat yang berbunyi يبدل هللا سيئاتهم حسنات ,

Ulama berbeda pendapat tentang makna potongan ayat diatas yang artinya

‘akan diganti oleh Allah dosa-dosa mereka dengan kebaikan’. Yang jelas ini

bukan berarti bahwa amal-amal buruk yang pernah mereka lakukan akan

dijadikan baik oleh Allah dan diberi ganjaran. Karena jika demikian, bisa saja

seseorang yang selama hidupnya berbuat kejahatan lalu bertaubat,

50

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 157

Page 28: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

86

memperoleh kedudukan yang lebih tinggi daripada orang yang tidak banyak

berbuat dosa.

Ibn ‘Abbas meMahami penggalan ayat ini dalam arti Allah mengganti

aktivitas mereka yang tadinya merupakan amal-amal buruk, setelah mereka

bertaubat menjadi aktivitas yang berkisar pada amal-amal baik. Maka Allah

mengganti kesyirikan mereka dengan keimanan, membunuh manusia tanpa

hak dengan membunuh kaum musyrikin, dan perbuatan zina dengan

penjagaan harga diri.51

Ada juga yang meMahaminya dalam arti kenangan

mereka terhadap amal-amal buruk itu membuahkan kebajikan. Ini terjadi

karena, begitu mereka mengingat kesalahan-kesalahannya mereka bertaubat.

Taubat yang pertama ini diterima Allah sehingga terhapuslah dosanya.

Namun yang bersangkutan masih terus mengenangnya dan takut jangan

sampai Allah belum menerima taubatnya, maka dia bertaubat lagi untuk

kedua kalinya. Nah, karena dosa kesalahannya telah terhapus oleh taubat

yang pertama, maka taubat yang kedua ini dicatat sebagai amal saleh.

Demikianlah seterusnya, catatan amal baiknya terus bertambah setiap dia

mengenang dosa tersebut sambil bertaubat.52

Maka, sebagian ahli tasawwuf berkata, bahwasanya orang yang menyesali

diri karena pernah berdosa, kadang-kadang lebih suci hatinya dan lebih murni

amalnya daripada orang yang berbangga karena merasa diri tidak pernah

berdosa. Hal ini dipahami oleh beberapa ulama dengan adanya potensi

negatif yang dahulu dilakukannya yang mendorong untuk selalu melakukan

dosa, maka dengan bertaubat secara tulus ia mengasah dan mengembangkan

potensi positifnya. Sehingga pada akhirnya dia selalu terdorong untuk

melakukan amal-amal saleh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa al-

Furqān ayat 70 ini menjelaskan bahwa:

a. Allah tidak akan memberikan siksaan bagi orang-orang yang bertaubat,

dan telah beriman serta mengiringi kesalahannya dengan beramal saleh.

51

Ar-Raziy, Tafsir al-Kabir, h. 98 52

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 157

Page 29: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

87

b. Allah akan mengganti kesalahan mereka yang telah bertaubat dengan

amal-amal baik yang berbuah pahala.

7. Ayat 71

Artinya :

“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka

Sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan Taubat yang sebenar-

benarnya”

Ayat di atas dapat dikatakan sama informasinya dengan ayat yang

sebelumnya, namun disini ada informasi yang perlu ditambahkan untuk

menghilangkan kesalah-pahaman yang mungkin ditimbulkan oleh redaksi

ayat yang lalu. Karena pengulangan informasi yang sama dalam satu susunan

kalimat, pada dasarnya merupakan peneguhan informasi yang lalu atau

mengisyaratkan adanya sisipan yang perlu disampaikan untuk memperjelas

informasinya. Ayat yang lalu mungkin mengesankan bahwa penganugerahan

taubat yang dimaksud hanya ditujukan kepada kaum musyrikin yang

melakukan dosa-dosa yang tersebut saja. Nah, untuk menampik kesan

tersebut, ayat ini menegaskan bahwa siapa saja diantara manusia yang

bertaubat dan menyesali semua dosanya, apapun dosa yang dilakukannya lalu

mengerjakan amal saleh, sekalipun hanya sekedar yang wajib baginya, maka

sesungguhnya dia telah dinilai senantiasa bertaubat kepada Allah dengan

taubat yang sebenar-benarnya.53

Pemahaman ini bisa terlihat jelas dari penafsiran yang diuraikan al-

Maraghi, seperti berikut ini:

Barangsiapa yang bertaubat dari segala kemaksiatan yang telah

dilakukannya, menyesali kedurhakaan yang terlanjur dia lakukan, dan

mensucikan dirinya dengan berbuat amal saleh, maka sesungguhnya

53

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 158-159

Page 30: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

88

dia telah bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya yang

diterima oleh Allah, menghapus siksaan-Nya dan memberinya pahala

yang banyak.54

Taubat harus dimulai dengan penyesalan dan meninggalkan kemaksiatan,

lalu menggantinya dengan amal saleh yang menjadi bukti bahwa taubatnya

itu sungguh-sunguh. Karena kemaksiatan adalah perbuatan dan gerak, maka

kekosongannya harus diisi dengan perbuatan dan gerak yang berlawanan

dengan kemaksiatan itu. Jika tidak, maka jiwa akan ingin kembali melakukan

perbuatan dosa karena pengaruh kekosongan yang ia rasakan setelah ia

meninggalkan perbuatan maksiat itu.55

Inilah salah satu makna tersirat dari

penggunaan bentuk muḍari’ (kata kerja masa kini dan masa akan datang)

pada kata yatūbu ( يتوب ) yang berarti “dia yang bertaubat” dan didahului

oleh pengukuhan dengan kata fa innahu ( فإنه ), mengandung isyarat bahwa

Allah menjanjikan untuk yang bersangkutan bahwa kesinambungan taubatnya

itulah yang akan mengantar kepada lahirnya amal-amal baik yang baru dan

yang merupakan penggantian amal buruk menjadi amal baik.56

Ini merupakan

secercah dari manhaj pendidikan Alquran yang menakjubkan, yang berdiri di

atas pengetahuan yang mendalam tentang jiwa manusia. Karena siapakah

yang lebih mengetahui tentang makhluk melebihi sang pencifta atas ciftaan-

Nya?

Sebaliknya, orang yang bertaubat hanya dengan lisan tanpa berusaha

mewujudkannya dalam bentuk amal dan perbuatan, maka taubat itu tidak

akan membawa manfaat apa-apa, tapi taubat yang sebenarnya atau taubat

nasuha harus diiringi dengan amal saleh. Inilah yang kemudian disebut

sebagai “orang yang bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benar taubat”,

suatu pemahaman yang didapat dari penggunaan kata matāba ( متابا ) yang

bermakna ta`kid dalam ayat tersebut, seperti penjelasan al-Qurthubiy berikut

ini:

54

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 68 55

Sayyid Quthb, Fi Zhilal Alquran, h. 2580 56

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 159

Page 31: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

89

ع ع,ع ع ابع ل ان عولتع ح وع ل ع ا ل عفل تع ل ع ل ا تعناف تفهاع لش ع ابعإل ع ع,عفح وع ا ع األ ماأع ل الحت,ع ابعو م ع الحا

(ع ا ا) ع.عولش ل عأب ع الم و,ع ابع وع ل ا تعوا ع ل ا :عأ ع,ع ا ا.ع 46:ع ل ع"ع(وبلتع ع ا ع يل ما)ب ال ع ال ع,ع وع ايع ل ب

ع .أ عفإن ع ابعإل ع ع اعف ع ع ا ع ا

Dapat disimpulkan bahwa al-Furqān ayat 71 ini merupakan pengulangan

informasi dari ayat sebelumnya, yang menegaskan bahwa Allah akan

mengampuni segala dosa-dosa yang telah mereka perbuat pada masa lalu,

dengan syarat bertaubat dengan sebenar-benarnya dan berjanji tidak akan

mengulangi kesalahn yang sama. Dan taubat tersebut hendaklah senantiasa

diiringi dengan mengerjakan amal-amal saleh sehingga semakin dekat

kepada-Nya.

8. Ayat 72

Artinya:

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila

mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-

perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga

kehormatan dirinya”.

Kata yasyhadūn ( يشهدون ) pada mulanya berarti menghadiri. Lalu, makna

berkembang sehingga dipahami juga dalam arti menyaksikan. Nah, jika kata

itu dipahami dalam arti menghadiri, yang dimaksud adalah hadir atau

mengunjungi tempat-tempat az-zūr ( ألزور ) yakni tempat-tempat yang tidak

wajar yang pada lahirnya terlihat baik, tetapi hakikatnya tidak demikian. Abu

Hayyan dalam tafsirnya Bahr al-Muhiṭ memberikan batasan pengertian az-

Zūr itu sebagai tempat yang seandainya ada seseorang yang dikenal shalih

57

Al-Qurthubiy, al-Jami’ al-Ahkam, h. 474

Page 32: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

90

tiba-tiba berada ditempat tersebut, akan merendahkan martabatnya karena

dianggap tidak pantas oleh masyarakat umum. Apalagi yang sejak semula

sudah jelas bahwa tempat tersebut memang buruk.58

Sedangkan bila kita meMahami kata yasyhadūna dalam arti bersaksi, yaitu

menyampaikan sesuatu yang dilihat oleh pandangan mata, atau yang

diketahui melalui melalui salah satu cara meraih pengetahuan, maka

penggalan ayat ini berarti tidak memberi kesaksian palsu.59

ʻIbād ar-Rahmān

tidak akan memberikan kesaksian palsu. Jika dituntut atau diminta untuk

memberikan kesaksian untuk suatu kebenaran, niscaya mereka tidak akan

menyimpangkan, tidak mengganti, tidak menyembunyikan dan tidak

berkhianat. Karena kesaksian palsu di depan hakim akan menimbulkan

dampak yang sangat berbahaya, seorang jujur tak bersalah bisa teraniaya dan

terhukum dalam hal yang bukan salahnya. Dan bisa pula membebaskan orang

yang memang jahat dari ancaman hukum, karenanya kesaksian palsu

merupakan dosa besar yang sulit untuk dimaafkan.

ʻIbād ar-Rahmān juga tidak pernah keberatan dan enggan untuk

memberikan kesaksian. Sebagian orang ada yang tidak ingin berdusta dalam

memberikan kesaksian, akan tetapi ia menyembunyikannya. Padahal

tindakannya yang menyembunyikan kesaksian itu bisa menghilangkan hak

atau boleh jadi membantu kebatilan, atau boleh jadi pula menelantarkan

agama dan juga dunia. Karena itu Allah berfirman dalam surah al-Baqarah :

Artinya :

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan

barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah

58

Abu Hayyan al-Andalusiy, al-Bahr al-Muhith (Beirut: Dar al-kutub al-Ilmiyah, 1993),

Juz VI, H. 473 59

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 160 60

Q.S al-Baqarah/2:283

Page 33: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

91

orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan”.

Selanjutnya, Kata al-lagw ( أللغو ) terambil dari kata lagho ( لغى ) berarti

batal, yaitu sesuatu yang seharusnya dibatalkan atau ditiadakan. Ini dapat

berbeda antara satu waktu, hal dan situasi dengan lainnya sehingga bisa saja

satu ketika ia dinilai tidak berfaedah sehingga menjadi lagw, dan disaat yang

lain ia justeru berfaedah. Menegur kekeliruan adalah baik, tapi menegur

kekeliruan saat khatib jum’at menyampaikan khutbahnya dinilai oleh Rasul

s.a.w sesuatu yang lagw. Sedangkan sesuatu yang haram dan makruh sejak

semula memang harus sudah ditinggalkan sehingga ia bukanlah termasuk

kategori lagw. Lagw pada dasarnya adalah hal-hal yang bersifat mubāh, yakni

sesuatu yang tidak dilarang, tetapi tidak ada kebutuhan atau manfaat yang

diperoleh ketika melakukannya. Banyak aktivitas, ucapan, perhatian dan

perasaan yang bisa termasuk dalam kategori lagw ini.61

Penggunaan kata marrū dan kirāman yang artinya apabila mereka

menjumpai tempat atau ahli lagw mereka menjauh dan meninggalkan tempat

tersebut. Hal ini memberi kesan bahwa sebenarnya hamba-hamba ar-Rahmān

ini tidak bermaksud berkunjung ke tempat atau terlibat dalam hal-hal yang

bersifat al-Lagw itu, namun mereka mendapati diri mereka sudah ada di sana,

dan karena itu mereka hanya berlalu mengabaikan hal tersebut guna menjaga

identitas dirinya sebagai seorang muslim, dan menjaga kehormatan pihak lain

yang boleh jadi dapat terganggu bila mereka menanggapinya. Usia manusia

terlalu singkat bila dibuang-buang untuk pekerjaan dan hal-hal yang tidak

berfaedah. Mereka inilah yang digambarkan Allah dalam firman-Nya:62

Artinya :

61

Ibid, h. 161 62

Q.S. al-Qashash/28:55

Page 34: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

92

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka

berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan

bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul

dengan orang-orang jahil".

Ayat ini menjelaskan sifat kedelapan dan kesembilan dari hamba-hamba

ar-Rahmān, yakni selalu menjaga identitas diri serta kehormatan

lingkungannya dengan tidak melakukan sumpah palsu, serta tidak

menanggapi perkataan dan perbuatan yang tidak wajar. Seperti yang

diuraikan oleh Wahbah Zuhailiy mberikut ini,

Termasuk ʻIbād ar-Rahmān adalah mereka yang tidak memberikan

kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (0rang-orang)

yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka

lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.63

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa al-Furqān ayat 72 ini kembali

menjelaskan sifat-sifat ʻIbād ar-Rahmān, yaitu sebagai berikut:

a. ʻIbād ar-Rahmān itu memiliki disiplin diri yang teguh

b. Menghindarkan diri dari memberikan kesaksian palsu

c. Menghindarkan diri dari tempat-tempat yang tidak memberi manfaat

d. Menjaga kehormatan diri dengan senantiasa selektif terhadap ucapan dan

aktifitas yang dikerjakan.

9. Ayat 73

Artinya :

“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan

mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan

buta”.

63

Az-Zuhailiy, Tafsir al-Munir, h. 122

Page 35: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

93

Ayat ini masih lanjutan dari uraian tentang sifat-sifat ʻIbād ar-Rahmān

sambil menyindir kelakuan pengikut setan. Orang-orang yang apabila ayat-

ayat tuhan dibacakan kepada mereka, mereka mendengarnya dengan penuh

penghayatan sehingga mengingatkan mereka kepada akhirat yang akan

menjadi tempat kembali mereka. Bukan justeru lalai seolah-olah mereka tidak

mendengarnya, persis seperti kelakuan orang-orang kafir yang menutup mata

dan telinganya dari kebenaran.64

Kata źukkirū ( ذكروا ) yang berarti diingatkan, kata ini berbentuk majhūl

(pasif), yakni tidak disebutkan siapa yang memberi peringatan tentang ayat-

ayat Allah itu. Hal ini untuk mengisyaratkan bahwa bagi hamba-hamba ar-

Rahmān kebenaran harus diikuti dan diindahkan, terlepas siapa yang

menyampaikan. Mereka hanya melihat substansi peringatan, tidak melihat

siapa yang menyampaikan.65

Karena sejatinya, kebenaran adalah ayat dari

Tuhan. Apabila seseorang menyebut kebenaran, meskipun dia tidak hafal ayat

Alqurannya ataupun hadis yang menjadi landasannya, maka seorang ʻIbād ar-

Rahmān akan mendengarnya dengan penuh minat dan keingintahuan, dia

tidak akan menutup mata atau telinganya seolah-olah tidak mendengar

kebenaran itu. Seorang yang beriman akan mempertimbangkan nilai dari

setiap kebenaran dan mentaatinya, sebab kebenaran adalah suara Tuhan.

Apalagi kalau kemudian yang dia dengar adalah bunyi dari ayat-ayat Alquran,

hidupnya sudah ditentukan untuk menjunjung tinggi kalimat Ilahi, bagaimana

mungkin dia akan menulikan telinga dan membutakan matanya?66

Kata yakhirrū ( يخروا ) terambil dari kata kharra ( خر ) yang berarti

terjatuh. Redaksi dalam ayat ini menafikan adanya keterjatuhan, namun

sementara ulama menyatakan bahwa yang dinafikan bukan keterjatuhannya,

tetapi kata yang disebut sesudahnya yaitu ṣumman yang artinya tuli dan

‘umyan yang artinya buta.67

Keterjatuhan yang dimaksud disini bukanlah

dalam arti harfiahnya, tetapi ia digunakan untuk menggambarkan terjadinya

64

Al-Qurthubiy, al-Jami’ al-Ahkam, h. 487 65

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h.163 66

HAMKA, Tafsir al-Azhar, h. 48 67

ar-Razi, Tafsir al-Kabir,, H. 99

Page 36: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

94

perubahan dari keadaan yang semula akibat sesuatu yang terjadi sebelumnya.

Bagi orang-orang kafir, perubahan tersebut adalah mengabaikan ayat-ayat

Ilahi dengan menutup mata dan telinga lebih bersungguh-sungguh lagi.

Sedangkan hamba-hamba Allah itu memberi perhatian yang sangat besar

sehingga mereka membuka telinga lebih lebar untuk mendengar ayat-ayat

Allah yang terbaca dan mengarahkan pandangan mata lebih jauh lagi untuk

melihat ayat-ayat-Nya yang terhampar di alam raya.

Inilah sebagian dari indikator ‘Abdun yang diinginkan Alquran, orang-

orang yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan, menerima nasihat, dan

menerima ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengetahuan, seperti yang

dituliskan oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya,

ع ب و عإ ع ل شب ع ا عأنهت ع ما هت عو عو ظا , عإ ع إل او ,عق اع اوزععععععععععععععععععععععع ل انهاع الاهتعوإل,ع ا ا اع ل لابعأل اتع

Ayat ini juga dimaksudkan sebagai sindiran terhadap orang-orang kafir

dan orang-orang munafik, yang apabila mereka mendengar kalam Allah

mereka tidak tersentuh olehnya, tidak pula berpaling dari perbuatannya,

malah terus tenggelam dalam kekufuran, kedurhakaan, kejahilan dan

kesesesatan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa al-Furqān ayat 73

ini menjelaskan tentang:

a. Sifat ʻIbād ar-Rahmān selalu antusias menerima kebenaran dan ilmu

pengetahuan.

b. ʻIbād ar-Rahmān senantiasa terbuka terhadap setiap peringatan dan kritik

membangun yang disampaikan kepada mereka. Tidak melihat siapa yang

menyampaikan, tapi substansi kebenaran yang disampaikan.

c. Merupakan sindiran terhadap orang-orang kafir yang berpaling dari ayat-

ayat Allah dan menyebutnya sebagai orang tuli dan buta.

Page 37: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

95

10. Ayat 74

Artinya :

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada

kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami),

dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Diriwayatkan bahwa para sahabat di awal-awal masa keIslaman mereka

belum merasa nyaman hidupnya dan tidak tentram hatinya melihat kenyataan

bahwa anak, isteri dan sebagian keluarga mereka masih hidup dalam

kemusyrikan. Mereka kemudian memanjatkan do’a kepada Allah dengan do’a

tersebut, dengan harapan hidayah keimanan itu juga menjemput anak dan

isteri mereka. Sehingga keberadaan anak dan isteri mereka itu menjadi

penyejuk mata dan menentramkan jiwa mereka.68

Al-Maraghi menjelaskan penafsiran ayat ini, bahwa hamba-hamba ar-

Rahmān yang dimaksud adalah:

Orang-orang yang memohon kepada Allah agar melahirka keturunan

yang taat dan beribadah kepada-Nya semata tidak menyekutukan-Nya

dengan yang lain. Orang yang beriman dengan sebenar-benarnya iman

apabila melihat keluarganya sama dengannya, taat kepada Allah, maka

dia akan merasa senang dan gembira, dia mengharapkan mereka dapat

berguna baginya di dunia dan di akhirat. Mereka juga memohon

kepada Allah agar menjadikan mereka para imam yang diteladani

dalam menegakkan panji-panji agama dengan menganugerahkan ilmu

yang luas kepada mereka dan memberi taufik kepada mereka untuk

mengerjakan amal saleh.69

Kata qurrah ( قرة ) pada mulanya berarti dingin, yaitu karena sesuatu yang

menggembirakan. Sebagian Ulama berpendapat bahwa, pada masa lalu

68

Syihabuddin Mahmud al-Alusiy, Ruh al-Ma’aniy fi Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim wa as-

Sab’I al-Matsaniy ( Beirut : Idarah at-Thiba’ah al-Munirah, tt), Juz 19, h. 52 69

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 70

Page 38: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

96

dimana gadis-gadis masih malu menunjukkan perasaan atau kesediaannya

menerima pinangan calon suami, para wali menemukan indikator kesediaan

atau penolakannya melalui air matanya. Bila air matanya dingin, itu berarti ia

gembira menerima pinangan, dan sebaliknya bila air matanya hangat itu tanda

penolakan. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat Makkah pada

umumnya merasa sangat terganggu dengan teriknya panas matahari dan

datangnya musim panas. Sebaliknya, mereka menyambut gembira kedatangan

musim dingin, apalagi musim dingin di daerah tersebut tidak terlalu

menyengat. Dari sini, penggunaan kata tersebut diartikan juga dengan

kegembiraan.70

Sehingga bisa dipahami bahwa, isteri yang shalehah dan

anak-anak saleh yang dimilikinya tersebut dapat memberikannya

kegembiraan, menyejukkan hati, sebab senantiasa dapat memberikan manfaat

kepada suami, baik di dunia maupun di akhirat.

Kemanfaatan tersebut bukan hanya didapat dalam kehidupan saja, namun

juga akan tetap mengalir meskipun dia telah meninggal, sehingga amal kedua

orangtuanya tetap mengalir, seperti yang diterangkan Rasulullah s.a.w dalam

sabdanya,71

او تعأوع لتع قتععإيع :عت ع مل عإيع عث ثإ ع اتع إلن العإن ،هع ع اهع عأوعول ع الحع اعل ععععععععععععععععععععععععععععع

Artinya :

“apabila manusia meninggal dunia maka putuslah segala amalnya kecuali

tiga perkara, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang

saleh yang mendo’akan kedua orangtuanya.” H.R. Muslim

Ada juga yang berpendapat bahwa qurrotun berasal dari kata qororo yang

berarti menetap. Sesuatu yang baik dan menyenangkan akan membuat mata

yang memandang merasa nyaman dan terus memperhatikannya, dia tidak

akan tertarik untuk melihat yang lain. Sebaliknya, sesuatu yang buruk dan

menyedihkan akan mendorong mata yang melihat untuk melirik ke kanan dan

70

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 164 71

Shahih Muslim (Beirut: Daruk Kutub ilmiyah, 1992), Juz III, Hadits Nomor 1631, h.

1255

Page 39: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

97

ke kiri.72

Jiwa manusia pada dasarnya selalu menginginkan yang terbaik,

memiliki cita-cita, bahkan suka berandai-andai, dan kadang-kadang

imajinasinya mampu menembus ruang dan waktu. Sementara pandangan

mata hanya mampu melihat apa yang ada di hadapannya. Sungguh suatu

kebahagiaan yang tak terhingga, ketika apa yang ia imajinasikan tentang

sesuatu mampu ia wujudkan, isteri dan anak-anak yang saleh yang

sebelumnya tergambar dalam jiwanya kini ada di depan matanya. Seperti

yang diuraikan oleh Ibnu ‘Arabi ketika menjelaskan makna Qurrata a’yun

dalam tafsirnya;

ع ع م ... ع ل اا عأل ع ألزو جعو لشو ت, ع ع ع ا عإل ع م ,عو ل العونظ ع ع ات عو ع ماأ ع عأ ان عف ها ع م تعل عزو ت عبانتع ي عإ

اون عل ع ل عوظا ع,ع ل،ا تظ ع ل عأوعبانتع يع و ع حاف,عو ا تعو ل ن ا ع ل ع , عول يلت عإل عوي عأ عزوج عإل ع عع,ل ات ع ف ي ع,ع لم ظت فش ل ع عق ل عوع يالع,عو وأعنا ع ع ل لوعع ا ااعععععععععععععععععع . ل ال

Dengan begitu bisa dipahami, bahwa seorang Mu’min yang benar belum

akan merasa bahagia seandainya keluarganya baik anak maupun isterinya

belum merasakan kehidupan sperti yang ia rasai. Betapapun shalih dan

hebatnya pengamalan agama seorang ayah, belumlah ia akan merasa tenang

menutup mata kalau kehidupan anaknya belum mengikuti tuntunan agama.

Begitu juga dengan isteri, betapapun tingginya semangat suami dalam

melaksanakan ketaatan dan kebajikan, kalau tidak ada dukungan dari isteri,

maka hati suami pun tidak akan pernah nyaman. Karena sejatinya,

keseimbangan kemudi dalam berumahtangga harus memiliki kesatuan haluan

dan tujuan yang sama.

72

al-Alusiy, Ruh al-Ma’aniy, H. 52 73 Ibnu ‘Arabiy, Ahkam Al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt), Jilid III. H. 455

Page 40: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

98

Karenanya, setelah berdo’a kepada Allah agar diberikan anak-anak dan

isteri yang menjadi buah hati dan penyejuk mata, yaitu anak dan isteri yang

bisa dijadikan partner dalam rangka mewujudkan ketakwaan kepada Allah,

saling membantu dan mengingatkan dalam kebaikan, maka ayah atau suami

sebagai penanggung-jawab menuntun keluarganya menempuh jalan

ketakwaan itu, bermohon agar dirinya sendiri menjadi Imam, menjadi yang

terdepan menuntun mereka menuju Allah. Dengan satu pengharapan,

ketakwaan yang ia bangun di keluarganya kelak akan mampu mengantarkan

mereka ke surga-Nya. Karena kebahagiaan yang sempurna adalah ketika ia

berhasil membahagiakan keluarganya, berkumpul bersama di dunia dan juga

di akhirat nanti tetap berkumpul bersama di surga-Nya.74

Kata Imām ( إمام ) terambil dari kata amma-ya’ummu ( يئم -أم ) yang

berarti menuju, menumpu atau meneladani. Dari akar kata yang sama lahir

antara lain kata umm yang berarti ibu, dan imam yang berarti pemimpin

karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan harapan. Ada juga

yang berpendapat bahwa kata imām pada mulanya berarti cetakan, seperti

cetakan untuk membuat sesuatu yang sama bentuknya dengan cetakan

tersebut. Dari sini kemudian Imām diartikan teladan, yaitu seseorang yang

bisa dijadikan contoh dan ikutan dalam kebaikan.75

Karenanya, dari penelusuran penulis di beberapa kitab Tafsir, kata Imam

selalu dimaknai sebagai دوة صالحاق yaitu teladan yang saleh. Jadi seorang

imam tidak hanya sekedar pemimpin, tapi lebih dari itu harus bisa jadi role

mode bagi orang yang dipimpinnya. Dan hal ini tidak akan mungkin bisa

kecuali imam tersebut harus memiliki ilmu yang dibarengi dengan amal.76

Karena akan sangat janggal, andaikan seorang suami atau ayah menganjurkan

anak dan isteri menjadi orang-orang yang berbakti kepada Tuhan, kalau dia

sendiri tidak dapat dijadikan teladan. Analogi hubungan antara ayah dengan

anak itu diibaratkan seperti suatu benda dengan bayangannya, akan seperti

74

ar-Raziy, Tafsir al-Kabir, h.100 75 Shihab, Tafsir al-Mishbah, h.165

76 ar-Raziy, ibid, h. 100

Page 41: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

99

apa bayangan tersebut itu sangat tergantung pada kondisi bendanya. Anak-

anak adalah bayangan dari orangtuanya, kalau kita berjalan ke arah barat

tentu bayangannya juga akan ikut ke arah barat. Jangan paksa anak untuk

berjalan ke timur sementara kita berjalan ke barat, tapi kalau kita

menginginkan anak berjalan ke timur, maka kitalah yang harus lebih dulu

berpindah dan berjalan ke arah timur. Artinya keteladanan menjadi kunci

utama dalam kepemimpinan.

Sementara Qaffal berpendapat seperti yang dikutip ar-Raziy dalam tafsir

al-Kabir bahwa makna kalimat إجعلنا للمتقين إماما seolah-olah sama maknanya

dengan kalimat إجعلنا حجة للمتقين artinya jadikanlah kami Hujjah atau dalil

bagi orang-orang yang bertakwa.77

Ini memberikan pemahaman bagi kita

bahwa, diri kita pribadi atau bahkan keluarga yang kita bina seharusnya bisa

menjadi interpretasi dari ajaran-ajaran Islam. Seandainya ada orang awam

atau non-muslim yang bertanya tentang kepribadian seorang muslim, maka

dengan yakin orang akan menjawab lihatlah si pulan. Atau ketika ditanya

tentang bagaimana gambaran keluarga yang Islami, maka jawabannya adalah

“lihatlah keluarga si pulan”. Inilah cita-cita mulia dari seorang ʻIbād ar-

Rahmān, belum merasa bahagia kalau orang-orang di sekitarnya belum bisa

merasakan nikmatnya hidup dengan Iman dan Islam.

11. Ayat 75 dan 76

Artinya :

“Mereka Itulah orang-orang yang akan dibalas dengan martabat yang

Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka, dan mereka disambut

dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di

dalamnya. syurga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.”

77

Ibid, h.100

Page 42: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

100

Setelah Allah menyebutkan sifat-sifat yang disandang oleh ʻIbād ar-

Rahmān seperti yang terbaca pada ayat-ayat sebelumnya yang

menggambarkan kerendahan dan ketenangan hati mereka yang disertai

dengan wibawa yang memancar pada air muka mereka. Kelapangan dada

mengahadapi segala fenomena hidup, optimisme yang disertai dengan rasa

takut kepada al-Khaliq, ketulusan, kesederhanaan, keterbukaan dan moderasi,

serta kesediaan menerima saran dan kritik, disamping rasa cinta kasih kepada

keluarga dan lingkungan dan perhatian kepada masyarakat adalah hal-hal

yang menjadi hiasan pribadi mereka yang sangat jelas terlihat dalam kegiatan

keseharian mereka. Lalu Allah menjelaskan ganjaran yang sudah disiapkan

bagi para hamba-hamba ar-Rahmān tersebut. HAMKA menguraikan sifat-

sifat ʻIbād ar-Rahmān tersebut dengan bahasa yang lugas seperti berikut ini;

Mukanya selalu tenang dan sikapnya lemah lembut. Mudah dalam

pergaulan, tidak bosan meladeni orang yang bodoh. Bangun beribadah

di tengah malam, mendekatkan jiwanya dengan Tuhan. Menjauhi

kejahatan karena insaf akan azab api neraka. Tengah malam ia bangun

dan bermunajat, bertahajjud dan memohon ampun kepada Ilahi,

terdengar azan subuh dia pun bersegera sembahyang subuh, kalau

dapat hendaklah berjamaah. Tidak dia mengangkat diri karena

barangkali “kelasnya” dalam masyarakat duniawi terpandang tinggi.

Dia menyebarkan senyum dan sikap sopan kepada sesama manusia.

Selesai sembahyang dia pun berjalan di atas bumi Allah mencari

rezeki yang disediakan Tuhan karena diusahakan. Dan apabila rezeki

itu telah didapat, dinafkahkannya dengan baik. Tidak dia royal dan

ceroboh dan tidak pula dia bakhil dan kikir. Dan bukanlah mereka,

karena sangat tekunnya sembahyang malam, tak kuat lagi berusaha

siang harinya.

Teguh tauhidnya sehingga tidak ada tempatnya takut dan

bertawakkal kecuali kepada Allah, tidak dia memuja kepada Tuhan

yang lain, karena memang tidak ada Tuhan yang lain, hanya Allah.

Tidak membunuh, bahkan tidak pernah berniat jahat kepada sesama

manusia. Suci bersih kelaminnya daripada perzinaan, dan tidak pula

naik saksi dusta, tidak suka mencampuri omong kosong dan dia pun

tekun mendengar kebenaran. Bukan dirinya dan badannya sendiri saja

Page 43: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

101

yang dipikirkannya, bahkan isteridan anak-anaknya pun diberinya

contoh teladan sebagai muslim yang baik.78

“Mereka Itulah orang-orang yang akan dibalas dengan martabat yang

Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka, dan mereka disambut

dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya.” (al-Furqān : 75)

Terkait balasan bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat mulia dan adab

yang tinggi, juga dijelaskan dalam firman Allah yang berbunyi,

Artinya:

“(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan

orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak

cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari

semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum".

Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Ayat ini menyebut secara singkat ganjaran mereka, dengan menyatakan

bahwa mereka itulah yang mendapat kedudukan dan martabat yang tinggi di

sisi Allah s.w.t karena kesabaran dan ketabahan mereka melaksanakan

tuntunan agama berkat bantuan Allah kepada mereka. Mengapa disebut

karena kesabaran mereka? Karena setiap orang yang berjalan menegakkan

kebenaran, menyusun kekuatan diri serta melatih jiwa untuk menjadi ʻIbād

ar-Rahmān, hamba Allah yang Maha Pemurah, pasti akan merasakan bahwa

menyusun program ibadah dan kebaikan adalah mudah, tetapi

menjalankannya yang sangat sulit. Hampir seluruh bentuk aktifitas kehidupan

orang yang beriman akan meminta ujian, meminta pengorbanan, bahkan

kadang-kadang meminta air mata dan tetesan darah. Namun mereka bersabar

78

HAMKA, Tafsir al-Azhar, h.50

Page 44: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

102

dan terus berusaha untuk istiqomah dalam ketaatan, bersabar untuk terus

memegang sifat dan karakter mereka itu. Bersikap lurus dan berjalan di atas

kebenaran adalah suatu pekerjaan berat yang hanya bisa dilakukan dengan

bantuan kesabaran. Kesabaran inilah yang kemudian berbuah manis dengan

mendapat surga jannātun na’im, tempat tinggal yang tentram dan tenang,

disambut oleh malaikat-malaikat Tuhan dengan ucapan Tahiyyat

(penghormatan) dan salam bahagia. Kesabaran yang layak disebut oleh Allah

dalam surah al-Furqān ini.

12. Ayat 77

Artinya:

“Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidak mengindahkan

kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat

kepada-Nya), padahal kamu sungguh Telah mendustakan-Nya? Karena itu

kelak (azab) pasti (menimpamu)".

Setelah Allah menggambarkan sifat-sifat para hamba ar-Rahmān yang

merupakan hasil saringan dari sekian umat manusia, dan juga menjelaskan

pahala dan tempat kembali mereka yang penuh dengan kenikmatan sebagai

balasan dari ikhtiar dan kesabaran mereka. Lalu Allah menyuruh Rasul-Nya

untuk menjelaskan kepada orang-orang musyrik bahwa betapa tidak

berharganya manusia jika tidak ada orang-orang yang selalu mengarahkan

hatinya ke langit. Apalah nilai umat manusia seluruhnya, jika tidak

sekelompok kecil orang yang beriman yang berdo’a kepada Allah, ber-

tadharru’ kepada-Nya, seperti yang dilakukan para hamba ar-Rahmān itu.

Kata yaʻba`ū ( يعبؤا ) terambil dari kata al-‘ib`u ( بء yang artinya ( ألع

berat. Dari sini, kata tersebut dapat mengandung banyak arti, seperti nilai atau

kadar, karena sesuatu yang berat pasti memiliki nilai dan kadar. Kata ini juga

dipahami dalam arti perhatian, karena sesuatu yang memiliki nilai atau bobot

Page 45: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

103

yang berat pasti diperhatikan, paling tidak ketika mengangkatnya.79

Ketika

disebutkan bahwa Allah tidak peduli dengan mereka, karena kekufuran,

kesombongan dan keangkuhan mereka, itu menunjukkan bahwa mereka tidak

memiliki nilai dihadapan Allah, ada atau tidak adanya mereka (orang-orang

yang tidak memiliki ibadah dan tidak mau berdo’a) bagi Allah sama saja.80

Mereka dan bumi yang menampung seluruh umat manusia tak lebih dari

satu atom kecil di angkasa raya yang sangat luas. Umat manusia seluruhnya

hanyalah satu spesies dari spesies-spesies yang banyak terdapat di bumi. Juga

satu umat dari umat-umat yang ada di bumi, dan satu generasi dari umat ini,

yang merupakan hanya satu lembar dari kitab besar yang hanya Allah lah

yang mengetahui bilangan lembarannya. Namun demikian, manusia setelah

itu masih bersikap sombong dan menyangka dirinya berharga, juga berani

menantang Tuhannya. Padahal manusia hanyalah makhluk yang hina dan

lemah. Kecuali jika ia senantiasa mengarahkan hatinya kepada Allah,

mengambil kekuatan dan petunjuk dari-Nya, maka ketika itu saja ia menjadi

sesuatu yang bernilai dalam timbangan Allah. Saat itu ia bisa mengungguli

nilai malaikat dalam timbangan itu. Karena itu, ia menjaga karakteristiknya

yang istimewa yang dengannya Allah memerintahkan malaikat bersujud

kepada-Nya. Sedangkan jika tidak, maka ia menjadi sosok yang tak ada

nilainya. Meskipun seluruh sosok manusia yang seperti dirinya diletakkan

dalam timbangan Allah, niscaya timbangan tersebut tak bergerak memberikan

nilai. Ayat ini menegaskan bahwa, Siapa pun mereka, tanpa beriman kepada-

Nya dan tanpa bergabung dengan hamba-hamba-Nya, mereka hanyalah

penderita kesengsaraan jiwa di dunia dan bahan bakar jahannam di akhirat.81

Mungkin kita berpikir bahwa orang-orang kafir hidup nyaman dan

sejahtera, bukankah itu salah satu bentuk perhatian Allah kepada mereka?

Perlu kita sadari, bahwa di sisi Allah kesejahteraan material adalah bencana

jika tidak disertai dengan iman dan takwa. Kenikmatan duniawi semata-mata

tidak bernilai di sisi Allah. Seandainya dunia ini senilai satu sayap lalat di sisi

79

Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 170 80

ar-Raziy, Tafsir al-Kabir, h. 102 81

Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur’an, H.2581

Page 46: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

104

Allah, pasti Dia tidak akan memberi seteguk air pun kepada orang kafir. Dan

sekali-kali mereka tidak akan mendapat karunia seperti yang diberikan

kepada orang-orang yang beriman, bahkan mereka akan mendapat balasan

yang setimpal yaitu neraka jahannam.

Dari seluruh uraian para mufassir tersebut di atas, bisa diambil kesimpulan

bahwa:

1). Sifat-sifat yang harus dimiliki seorang mukmin yang berhak memperoleh

julukan ‘abd ar-Rahmān yaitu hamba Allah yang Maha Penyayang ialah :

a. Tawadhu’, bila berjalan ia tidak bersikap sombong dan angkuh, tetapi

berjalan wajar dengan langkah yang tegap dan teratur.

b. Bersikap bijaksana, bila ada orang yang menghina dan

mencemoohkannya, ia tidak membalas dengan hal yang serupa.

c. Bangun dari tidur untuk mengerjakan shalat malam, bermunajat

dengan Tuhannya, memohon ampunan dan karunia-Nya.

d. Yakin dan percaya dengan hari akhirat, hisab, serta adanya surga dan

neraka. Karenanya ia selalu bermohon kepada Tuhannya agar

diselamatkan dari siksa neraka yang amat dahsyat dan hebat.

e. Tidak bersikap boros dan tidak pula kikir dalam membelanjakan

hartanya sehingga membawa kerusakan, dan tidak pula bersikap

tamak karena ia yakin bahwa kedua sifat itu tidak diridhai Tuhannya.

f. Tidak menyekutukan Allah dengan apa pun dalam segala bentuk

kesehariannya, karena ia meyakini bahwa menyeleweng dari paham

tauhid hanya akan membawa kepada kemurkaan Allah.

g. Tidak melakukan pembunuhan dan perzinahan karena ia sadar itu

merupakan dosa besar yang akan dibalas dengan siksaan yang pedih

dan hina, dan perbuatan itu hanya akan merusak tatanan masyarakat.

h. Tidak melakukan sumpah palsu, apalagi sampai membela orang yang

zalim atau orang yang berbuat kesalahan.

i. Bersikap disiplin, menghindari hal-hal yang tidak berfaedah apalagi

sampai ikut bergunjing. Karena ia menganggap waktunya amat

berharga dan dirinya tidak patut berbuat hal-hal yang sia-sia.

Page 47: BAB III SEPUTAR SURAH AL-FURQĀN - repository.uinsu.ac.idrepository.uinsu.ac.id/1624/7/BAB III Seputar Surah al-Furqan.pdfakan melihat suatu perjuangan sengit di antara kebenaran dan

105

j. Senantiasa menjalankan semua ajaran Allah baik berupa perintah

maupun larangan, karena sadar hanya dengan menaati Allah dan

menjauhi larangan-Nya ia akan bahagia di dunia dan akhirat.

k. Senantiasa berdoa dan berusaha untuk membentuk keluarga yang

tenang dan saleh, sehingga layak dijadikan sebagai teladan untuk

generasi selanjutnya.

2). Orang yang telah mendapat predikat ʻIbād ar-Rahmān ini akan mendapat

ridha dari Allah dan ditempatkan di akhirat nanti pada tempat yang paling

mulia dan paling tinggi di dalam surga, dihormati karena ketinggian

akhlaknya dan ketaatan mereka menjalankan perintah Allah.

Prof. HAMKA menutup penafsiran surah al-Furqān ini dengan statement

yang bagi penulis sangat menggugah jiwa, demikian bunyinya;

Maka bagi orang yang telah mendalam perasaan cintanya kepada

Tuhan, dirasainyalah satu kebanggaan jiwa yang sangat tinggi apabila

ia membaca ayat-ayat ʻIbād ar-Rahmān dalam surat al-Furqān ini,

atau dalam surah yang lain yang mengandung panggilan Tuhan

kepada hamba-Nya : “ Ya Ibadi ”, wahai HambaKu. Pernahlah seorang hamba Allah yang saking sangat terharunya membaca “ Ya

Ibadi “, atau ʻIbād ar-Rahmān, keluar ilham syairnya demikian

bunyinya :

أطأ الثري ا وك دت بأخمصي # ومما زادني فخرا وت يها

باد ي وأن صي رت أحمد لي نب يا# دخول ي تحت قولك يا ع

Satu hal yang amat menambah banggaku dan megahku.

Sehingga serasa berpijak kakiku di atas Bintang Timur.

Ialah Engkau masukkan daku dalam daftar “Hai HambaKu”.

Dan Engkau telah jadikan Ahmad menjadi Nabiku.

Akan terasa pulalah oleh kita nikmat menjadi Hamba Tuhan apabila

syarat-syarat dan latihan hidup yang telah digariskan dalam ayat-ayat

IBADUR RAHMAN dapat kita kerjakan, setapak semi setapak,

selangkah demi selangkah. Itulah yang menentukan nilai pribadi kita

sebagai Muslim.

Ayat ‘Ibadur Rahman itulah cita (idea) seorang Mu’min.82

82

HAMKA, Tafsir al-Azhar, h, 52