264825617-lp-dm

31
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal. Insulin yang dihasilkan koleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dL. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan terganggu sehingga kadar glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita Diabetes Mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan (poliphagia), banyak buang air kecil (poliuri), badan lemas serta penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kadar gula darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dL dan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (Badawi, 2009). Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti

Upload: rina

Post on 12-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bbvvvvv

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa

darah melebihi normal. Insulin yang dihasilkan koleh kelenjar pankreas sangat penting

untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non diabetes)

waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dL. Bila

terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan terganggu sehingga kadar

glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita Diabetes Mellitus adalah dengan

keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan (poliphagia), banyak buang air kecil

(poliuri), badan lemas serta penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kadar

gula darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dL dan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL

(Badawi, 2009).

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi

dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang

dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar

glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.

Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau

pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan

hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes

ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Hiperglikemia jangka

panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan

mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada syaraf). Diabetes juga disertai dengan

peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke dan

penyakit vaskuler perifer.

2. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi diabetes militus dan ciri – ciri kliniknya antara lain:

a. Klasifikasi I

1) Klasifikasi sekarang

Tipe 1: diabetes militus

2) Klasifikasi sebelumnya

Diabetes juvenilis (juvenilistergantung insulin (IDDM) Onset diabetes)

Ciri – ciri klinik

1) Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (< 30 tahun )

2) Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis; dengan penurunan berat badan yang

baru saja terjadi.

3) Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi dan lingkungan

4) Sering memiliki antibodi sel pulau langerhans

5) Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi

insulin

6) Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen

7) Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup

8) Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin

9) Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik

b. Klasifikasi II

1) Klasifikasi sekarang

Tipe II : non insulin dependent

2) Klasifikasi sebelumnya

Diabetes awitan dewasa (maturity diabetesmellitus (NIDDM)onset diabetes)

Ciri – ciri klinik

1) Awitan terjadi dalam segala usia, biasanya >30 tahun

2) Bertubuh gemuk saat didiagnosis

3) Etiologi mencakup faktor herediter, obesitas dan lingkungan

4) Tidak ada antibodi sel pulau langerhans

5) Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin

6) Mayoritas gula darah dapat diturunkan dengan penurunan berat badan

7) Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diit

dan latihan tidak berhasil

8) Mungkin diperlukan insulin untuk jangka pendek atau jangka panjang untuk mencegah

hiperglikemia

9) Ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan stres atau menderita infeksi

10) Komplikasi akut : sindrom hiperosmolar nonketotik

c. Klasifikasi III

1) Klasifikasi sekarang

Diabetes militus yg berkaitan dengandiabetes sekunder

2) Klasifikasi sebelumnya

Keadaan atau sindrom lain

Ciri – ciri klinik

1) Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit

pankreatitis, kelainan hormonal, obat-obat seperti glukokortikoid dan preparat yang

mengandung estrogen

2) Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin; pasien mungkin

memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin.

d. Klasifikasi IV

1) Klasifikasi sekarang

Diabetes gestasional(GDM)

2) Klasifikasi sebelumnya

Diabetes gestasional (GDM)

Ciri – ciri klinik

1) Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga

2) Disebabkan oleh hormon yang disekresikan oleh plasenta yang menghambat kerja

insulin

3) Resiko terjadinya perinatal diatas normal, khususnya makrosomia

4) Diatasi dengan diit dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat

kadar normal glukosa darah

5) Terjadi 2-5% dari seluruh kehamilan

6) Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali:

a) Pada kehamilan berikutnya

b) 30-40% akan mengalami diabetes yang nyata (khususnya DM tipe 2)

Faktor resiko mencakup: obesitas, usia>30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga,

pernah melahirkan dengan makrosomia sebelumnya.

3. Etiologi

a. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

1) Faktor genetik:

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA

(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

2) Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan

respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara

bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan

asing.

3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh

hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

b. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola

familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam

kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja

insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa

menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan

insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat

reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan

abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa

normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi

insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus

tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih

ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa

kanak-kanak.

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula

faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.

1) Ras atau Etnis

Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang

Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan

orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus.

Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang

sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.

2) Obesitas

Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat

gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten

terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan

terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir

kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk

dalam peredaran darah.

3) Kurang Gerak Badan

Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga

atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah

dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin.

Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai

50%.

4) Penyakit Lain

Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya

kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-

penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit

pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.

5) Usia

Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di

atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang

mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun

meningkat.

4. Patofisiologi

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti

sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi

dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan

setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein. 

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme

sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi

lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi

insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini

menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi

hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat

kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula

darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena

ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka

ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan

dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang

disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang

disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat

haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus

yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-

sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein

menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien

akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu

banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang

menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila

terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya

bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini

apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik.

Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat

telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan

juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran

basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan

terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi

insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang

buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal,

penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi

ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan

ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM)

terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

5. Manifestasi Klinis

a. Gejala awal pada penderita DM adalah

1) Poliuria (peningkatan volume urine)

2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan

keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti

dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan

gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel

merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.

3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,

penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita

seringkali merasa lapar yang luar biasa.

4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes

lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk

menggunakan glukosa sebagai energi.

b. Gejala lain yang muncul: 

1) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan

antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun

dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

2) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit

seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.

3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama

candida.

4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat

kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel

saraf rusak terutama bagian perifer.

5) Kelemahan tubuh

6) Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak

dapat berlangsung secara optimal.

7) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama

dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk

kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan

yang rusak mengalami gangguan.

8) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena

kerusakan hormon testosteron.

9) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh

hiperglikemia.

6. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar

glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.

Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal

(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.

Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

a. Diet

1) Syarat diet DM hendaknya dapat:

a) Memperbaiki kesehatan umum penderita

b) Mengarahkan pada berat badan normal

c) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

d) Mempertahankan kadar KGD normal

e) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

f) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

g) Menarik dan mudah diberikan

2) Prinsip diet DM, adalah:

a) Jumlah sesuai kebutuhan

b) Jadwal diet ketat

c) Jenis: boleh dimakan/tidak

3) Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan

kalorinya.

a) Diit DM I     : 1100 kalori

b) Diit DM II   : 1300 kalori

c) Diit DM III  : 1500 kalori

d) Diit DM IV  : 1700 kalori

e) Diit DM V   : 1900 kalori

f) Diit DM VI  : 2100 kalori

g) Diit DM VII : 2300 kalori

h) Diit DM VIII: 2500 kalori

Keterangan :

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes

komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

1) J I     : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

2) J II    : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

3) J III  : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi

penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body

weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BBR =  < BB (Kg) / TB (cm) – 100 > X 100 %

Kurus (underweight)

Kurus (underweight)   : BBR < 90 %

Normal (ideal)             : BBR 90 – 110 %

Gemuk (overweight)   : BBR > 110 %

Obesitas, apabila         : BBR > 120 %

Obesitas ringan           : BBR 120 – 130 %

Obesitas sedang          : BBR 130 – 140 %

Obesitas berat             : BBR 140 – 200 %

Morbid                        : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang

bekerja biasa adalah:

Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

Normal : BB X 30 kalori sehari

Gemuk : BB X 20 kalori sehari

Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam

sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan

kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas

insulin dengan reseptornya.

2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru

6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam

lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu

bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau

media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

d. Obat

1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

a) Mekanisme kerja sulfanilurea

(1) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

(2) kerja OAD tingkat reseptor

b) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain

yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

(1) ekstra pankreatikBiguanida pada tingkat prereseptor

Menghambat absorpsi karbohidrat

Menghambat glukoneogenesis di hati

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

2) Insulin

a) Indikasi penggunaan insulin

(1) DM tipe I

(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

(3) DM kehamilan

(4) DM dan gangguan faal hati yang berat

(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

(6) DM dan TBC paru akut

(7) DM dan koma lain pada DM

(8) DM operasi

(9) DM patah tulang

(10) DM dan underweight

(11) DM dan penyakit Graves

b) Beberapa cara pemberian insulin

(1) Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah

suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada

beberapa factor antara lain:

Lokasi suntikan

Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan

paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap

hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak

memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30

menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,

hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.

Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini

berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada

subcutan.

Konsentrasi insulin

Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat

perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u –

10 maka efek insulin dipercepat.

(2) Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-

kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan

intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

(3) Pemijatan (Masage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

(4) Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi

insulin.        

7. Komplikasi

a. Akut

1) Hipoglikemia dan hiperglikemia

2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner

(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

 Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-

arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering

daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme

lemak dan lipid.   Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor

dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen

pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan

dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit

cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit

vascular perifer.

3) Penyakit mikrovaskuler,  mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.

Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler,

sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya

neuropati, retinopati diabetik.

4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh

pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

1) Neuropati diabetik

Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom,

medula spinalis atau sistim saraf pusat.

            Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas

bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa

terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran

terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang

berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat

menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan

suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada

kaki tanpa diketahui.

2) Retinopati diabetik

Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain

retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang

diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan

lensa dan kerusakan lensa.

3) Nefropati diabetik

Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah

pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai

dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya

penyakit.

4) Proteinuria

5) Kelainan koroner

6) Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

Grade 0 : Tidak ada luka

Grade I  : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

Grade II  : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

Grade III : Terjadi abses

Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

Grade V  : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang

dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang :

1) Nama, digunakan untuk mengetahui identitas pasien agar jelas siapa pasiennya.

2) Umur, digunakan sebagai indicator untuk mengetahui indikasi penyebab DM sesuai

dengan klasifikasi DM.

3) Jenis kelamin, digunakan sebagai indicator untuk mengetahui siapa yang paling

rentan menderita penyakit DM, biasanya lebih dominan pada perempuan diakrenakan

pola aktifitas yang berbeda.

4) Alamat rumah, agama, status perkawinan, digunakan sebagai data penunjang identitas

pasien.

5) Suku bangsa, secara tradisional biasanya dapat menggambarkan pola diet orang

tersebut sehingga dapat digunakan sebagai salah satu factor pendukung penyakit DM.

6) Pendidikan terakhir, digunakan sebagai indicator tentang pemahaman pasien akan

kondisi kesehatan dan bagaimana memelihara kondisi kesehtan serta bagaimana cara

pencegahan dan mengobati saat sudah terpapar hingga tidak mencapai pada kondisi

kerusakan dan komplikasi yang lebih parah.

7) Pekerjaan pasien, digunakan sebagai indicator untuk mengetahui pola aktifitas pasien

sehari-harinya, sebab dapat dijadikan factor pendukung dalam penyakit DM.

8) Nomor registrasidan nama penanggungjawab, digunakan sebagai data penunjang

identitas pasien.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan

atau berobat ke rumah sakit.Biasanya pada pasien dengan Diabetes Mellitus tipe II

didapatkan keluhan seperti badannya terasa lemah sekali, tekanan darah tinggi, atau

memiliki luka yang tidak kunjung sembuh.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang adalah riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk

rumah sakit. Biasanya pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan

3) Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat kesehatan masa lalu ada riwata penyakit yang pernah diderita oleh pasien

yang dapat mengakibatkan terjadinya DM dan komlikasinya, seperti penyakit jantung,

stroke, obesitas, riwayat lahir mati, kelahiran, dengan bayi 9 bulan

4) Riwayat kesehatan keluarga :

Riwayat kesehatan keluarga adalah riwayat penyakit yang diderita keluarga seperti

DM, penyakit jantung, stroke, obesitas, riwayat lahir mati, kelahiran, dengan bayi 9

bulan.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Tingkat kesadaran → orientasi klien respon terhadap stimulasi

2) Tanda vital: N, S, TD, P, nafas bau aseton

3) Manifestasi komplikasi: tanda retinopati → ophtamoncopic

4) Suhu kulit, nadi lemah (posterior tibial dan dorsalis pedia)

5) Sensasi: tumpul dan tajam

6) Refleks

d. Psikososial

1) Gambaran klien tentang dirinya sebelum terdiagnosa dan persepsi saat ini.

2) Kapan klien terhadap kemampuan untuk melakukan tugas dan fungsi

3) Interaksi klien dengan anggota keluarga yang lain dan orang dalam pekerjaan dan

sekolah

4) Kapan kien merasa lebih stress

5) Suport dan pelayanan orang di sekitarnya

6) Depresi merasa kehilangan fungsi, kebebasan dan kontrol.

e. Laboratorium

1) Serum elektrolit (k dan Na)

2) Glukosa darah

3) BUN dan serum cretinin

4) Microalbuminuria

5) Glycosylated hemoglobin (HbA1c)

6) Nilai PH dan PCO2

2. Diagnosis Keperawatan

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh.

b. Kerusakan integritas kulit

c. Resiko infeksi

d. Intoleransi aktivitas

3. Intervensi Keperawatan

No NANDA: Nursing DiagnosisNursing Care Plan

NOC NIC

1. Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : asupan nutrisi tidak

cukup untuk memenuhi kabutuhan

metabolik.

Batasan Karakteristik :

Kram abdomen

Nyeri abdomen menghindari

makanan

Berat badan ideal 20% atau

lebih dibawah berat badan

ideal

Kerapuhan kapiler

Diare

o Status nutrisi :

masukan makanan

dan cairan

o Status nutrisi ;

asupan nutrisi

o Kontrol berat

badan

Kriteria Hasil :

1. Adanya

peningkatan berat

badan sesuai

dengan tujuan

2. Berat badan ideal

sesuai dengan

Manajemen Nutrisi

1. Kaji adanya alergi makanan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan pasien.

3. Anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein dan vitamin C

5. Berikan substansi gula

6. Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

7. Berikan makanan yang terpilih

( sudah dikonsultasikan dengan ahli

gizi)

Kehilangan rambut berlebihan

Bising usus hiperaktif

Kurang makanan

Kurang informasi

Kurang minat pada makanan

Penurunan berat badan dengan

asupan makanan adekuat

Kesalahan konsepsi

Kesalahan informasi

Membran mukosa pucat

Ketidakmampuan memakan

makanan

Tonus otot menurun

Mengeluh gangguan sensasi

rasa

Mengeluh asupan makanan

kurang dari RDA

(Recommended Daily

Allowance)

Cepat kenyang setelah makan

Sariawan rongga mulut

Steatorea

Kelemahan otot pengunyah

Kelemahan otot untuk menelan

Faktor yang berhubungan :

Faktor biologis

Faktor ekonomi

Ketidakmampuan untuk

mengabsorbsi nutrien

Ketidakmampuan untuk

mencerna makanan

Ketidakmampuan menelan

makanan

Faktor psikologis

tinggi badan

3. Mampu

mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda

tanda malnutrisi

5. Tidak terjadi

penurunan berat

badan yang berarti

8. Ajarkan pasien bagaimana membuat

catatan makanan harian.

9. Monitor jumlah nutrisi dan

kandungan kalori

10. Berikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi

11. Kaji kemampuan pasien untuk

mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan

Memantau Nutrisi

1. Monitor adanya penurunan berat

badan

2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang

biasa dilakukan

3. Monitor lingkungan selama makan

4. Jadwalkan pengobatan  dan tindakan

tidak selama jam makan

5. Monitor kulit kering dan perubahan

pigmentasi

6. Monitor turgor kulit

7. Monitor kekeringan, rambut kusam,

dan mudah patah

8. Monitor mual dan muntah

9. Monitor kadar albumin, total protein,

Hb, dan kadar Ht

10. Monitor makanan kesukaan

11. Monitor pertumbuhan dan

perkembangan

12. Monitor pucat, kemerahan, dan

kekeringan jaringan konjungtiva

13. Monitor kalori dan intake nuntrisi.

14. Catat adanya edema, hiperemik,

hipertonik papila lidah dan cavitas

oral.

2. Kerusakan integritas kulit

Definisi : perubahan/ gangguan

o Integritas

jaringan :

membran kulit dan

Pressure Management

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan

pakaian yang longgar

epidermis dan/atau dermis.

Batasan Karakteristik :

Kerusakan lapisan kulit

(dermis)

Gangguan permukaan kulit

(epidermis)

Invasi struktur tubuh

Faktor yang berhubungan :

Eksternal

- Zat kimia, radiasi

- Usia yang ekstrim

- Kelembapan

- Hipertermia, hipotermia

- Faktor mekanik (mis :

gaya gunting (shearing

forces)

- Medikasi

- Lembap

- Imobilitasi fisik

Internal

- Perubahan status cairan

- Perubahan pigmentasi

- Perubahan turgor

- Faktor perkembangan

- Kondisi

ketidakseimbangan nutrisi

(mis : obesitas, emasiasi)

- Penurunan imunologis

- Penurunan sirkulasi

- Kondisi gangguan

metabolik

- Gangguan sensasi

- Tonjolan tulang

mukosa

o Hemodialisis

Kriteria Hasil :

1. Integritas kulit

yang baik bisa

dipertahankan

(sensasi,

elastisitas,

temperatur,

hidrasi,

pigmentasi).

2. Tidak ada luka/lesi

pada kulit

3. Perfusi jaringan

baik

4. Menunjukka

pemahaman dalam

proses perbaikan

kulit dan

mencegah

terjadinya cedera

berulang

5. Mampu

melindungi kulit

dan

mempertahankan

kelembaban kulit

dan perawatan

alami

2. Hindari kerutan pada tempat tidur

3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

dan kering

4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

setiap dua jam sekali

5. Monitor kulit akan adanya kemerahan

6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil

pada derah yang tertekan

7. Monitor aktivitas dan mobilisasi

pasien

8. Monitor status nutrisi pasien

9. Memandikan pasien dengan sabun dan

air hangat

10.Kaji lingkungan dan peralatan yang

menyebabkan tekanan

11.Observasi luka : lokasi, dimensi,

kedalaman luka, karakteristik,warna

cairan, granulasi, jaringan nekrotik,

tanda-tanda infeksi lokal, formasi

traktus

12.Ajarkan pada keluarga tentang luka

dan perawatan luka

13.Kolaburasi ahli gizi pemberian diae

TKTP, vitamin

14.Cegah kontaminasi feses dan urin

15.Lakukan tehnik perawatan luka

dengan steril

16.Berikan posisi yang mengurangi

tekanan pada luka

3. Resiko Infeksi

Definisi : mengalami

peningkatan resiko terserang

organisme patogenik

Faktor-faktor resiko :

Penyakit kronis

- Diabetes melitus

- Obesitas

Pengetahuan yang tidak cukup

untuk menghindari pemajanan

patogen

Pertahanan tubuh primer yang

tidak adekuat

- Gangguan peristaltis

- Kerusakan integritas kulit

(pemasangan kateter

intravena, prosedur

invasif)

- Perubahan sekresi pH

- Penurunan kerja siliaris

- Pecah ketuban dini

- Pecah ketuban lama

- Merokok

- Stasis cairan tubuh

- Trauma jaringan (mis:

trauma destruksi jaringan)

Ketidakadekuatan pertahanan

sekunder

- Penurunan hemoglobin

- Imunosupresi (mis :

imunitas didapat tidak

adekuat, agen

farmaseutikal termasuk

o Status imun

o Pengetahuan :

Kontrol infeksi

o Kontrol resiko

Kriteria Hasil :

1. Klien bebas dari

tanda dan gejala

infeksi

2. Mendeskripsikan

proses penularan

penyakit, faktor

yang

mempengaruhi

penularan serta

penatalaksanaanny

a.

3. Menunjukkan

kemampuan utnuk

mencegah

timbulnya infeksi

4. Jumlah leukosit

dalam batas

normal.

5. Menunjukkan

perilaku hidup

sehat.

Kontrol Infeksi :

1. Bersihkan lingkungan setelah

dipakai pasien lain.

2. Pertahankan tekhnik isolasi

3. Batasi pengunjung bila perlu.

4. Instruksikan pada pengunjung

untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah

berkunjung meninggalkan

pasien.

5. Gunakan sabun antimikrobia

untuk cuci tangan.

6. Cuci tangan setiap. Sebelum dan

sesudah tindakan keperawatan.

7. Gunakan baju sarung, sarung

tangan sebagai alat pelindung.

8. Pertahankan lingkungan aseptic

selama pemasangan alat.

9. Ganti letak IV perifer dan line

central dan dressing sesuai

dengan petunjuk umum.

10. Gunakan kateter intermiten

untuk menurunkan infeksi

kandung kencing.

11. Tingkatkan intake nutrisi

12. Berikan terapi antibiotik bila

perlu infection protection

(proteksiterhadapinfeksi).

13. Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal.

14. Monitor hitungan granulosit,

WBC.

15. Monitor kerentangan terhadap

infeksi.

imunosupresan, steroid,

antibodi monoklonal,

imunomodulator)

- Supresi respon inflamasi

Vaksinasi tidak adekuat

Pemajanan terhadap patogen

lingkungan meningkat

- Wabah

Prosedur invasif

Malnutrisi

16. Batasi pengunjung.

17. Sering pengunjung terhadap

penyakit menular.

18. Pertahankan teknik asepsis pada

pasien yang beresiko.

19. Pertahankan tekhnik isolasi.

20. Berikan perawatan kulit dan

pada area epidema.

21. Inspeksi kulit dan membrane

mukosa terhadap kemerahan,

panas, drainase.

22. Inspeksi kondisi luka/insisi

bedah.

23. Dorong masukan nutrisi yang

cukup.

24. Dorong masukan cairan.

25. Dorong istirahat.

26. Instruksikan pasien untuk minum

antibiotic sesuai dengan resep.

27. Ajarkan pasien dan keluarga

tandadan gejala infeksi.

28. Laporkan kecurigaan infeksi.

29. Laporkan kultur positif.

4. Intoleransi aktivitas

Definisi : ketidakcukupan

energi psikologis atau fisiologis

untuk melanjutkan atau

menyelesaikan aktivitas

kehidupan sehari-hari yang

harus atau yang ingin

dilakukan.

Batasan Karakteristik :

Respon tekanan darah

o Energy

conservation

o Activity tolerance

o Self care : ADLs

Kriteria Hasil :

1. Berpartisipasi

dalam aktivitas

fisik tanpa disertai

peningkatan

tekanan darah,

Activity Therapy

1. Observasi adanya pembatasan klien

dalam melakukan aktivitas

2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan

kelelahan

3. Monitor nutrisi dan sumber energi

yang adekuat

4. Monitor pasien akan adanya kelelahan

fisik dan emosi secara berlebihan

5. Monitor respon kardivaskuler

terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,

sesak nafas, diaporesis, pucat,

abnormal terhadap aktivitas.

Respon frekwensi jantung

abnormal terhadap aktivitas.

Perubahan EKG yang

mencerminkan aritmia.

Perubahan EKG yang

mencerminkan iskemia.

Ketidaknyamanan setelah

beraktivitas.

Dispnea setelah beraktivitas

Menyatakan merasa letih.

Menyatakan merasa lemah.

Faktor yang berhubungan :

Tirah baring atau

imobilisasi.

Kelemahan umum.

Ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan

oksigen.

Imobilitas

Gaya hidup monoton.

nadi, dan RR.

2. Mampu

melakukan

aktivitas sehari-

hari (ADLs) secara

mandiri.

3. Tanda-tanda vital

normal.

4. Energy

psikomotor.

5. Level kelemahan

6. Mampu

berpindah : dengan

atau tanpa bantuan

alat.

7. Status

kardiopulmonari

adekuat.

8. Sirkulasi status

baik.

9. Status respirasi :

pertukaran gas dan

ventilasi adekuat

perubahan hemodinamik)

6. Monitor pola tidur dan lamanya

tidur/istirahat pasien

7. Kolaborasikan dengan Tenaga

Rehabilitasi Medik dalam

merencanakan progran terapi yang

tepat.

8. Bantu klien untuk mengidentifikasi

aktivitas yang mampu dilakukan

9. Bantu untuk memilih aktivitas

konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi dan

sosial

10.Bantu untuk mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber yang

diperlukan untuk aktivitas yang

diinginkan

11.Bantu untuk mendpatkan alat

bantuan aktivitas seperti kursi

roda, krek

12.Bantu untuk mengidentifikasi

aktivitas yang disukai

13.Bantu klien untuk membuat jadwal

latihan diwaktu luang

14.Bantu pasien/keluarga untuk

mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas

15.Sediakan penguatan positif bagi

yang aktif beraktivitas

16.Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi diri dan

penguatan

17.Monitor respon fisik, emosi, sosial

dan spiritual