17.kardiomiopati
DESCRIPTION
ipdTRANSCRIPT
1
KARDIOMIOPATI
Pendahuluan Kardiomiopati adalah kelompok penyakit jantung dengan kelainan utamanya terbatas pada miokard.
Kelompok penyakit ini tergolong khusus karena kelainan yang terjadi langsung terhadap otot jantung
itu sendiri bukan penyakit yang disebabkan oleh penyakit perikardium, hipertensi, koroner, kelainan
kongenital atau kelainan katup. 1,2 Saat ini berkembang kelompok penyakit yang disebut
kardiomiopati sekunder dimana penyebabnya adalah penyakit sistemik dan kebanyakan akibat
genetik. 1,3
Kardiomiopati semakin lama semakin diketahui merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas
penyakit jantung. Hal ini sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi dan teknik dalam
menegakkan diagnosis penyakit ini. Di beberapa negara, kardiomiopati ini merupakan penyebab
kematian utama mencapai 30% bahkan lebih.2
Definisi Berdasarkan konsensus American Heart Association (AHA) kardiomiopati adalah kelompok penyakit
miokardium yang berhubungan dengan disfungsi mekanik maupun elektrik dan disebabkan oleh
berbagai macam etiologi dengan etiologi terbanyak adalah genetik. Kardiomiopati dapat merupakan
penyakit jantung yang berdiri sendiri maupun merupakan bagian dari penyakit sistemik, yang
apapun bentuknya meningkatkan mortalitas kardiovaskular atau disabilitas seseorang yang
disebabkan gagal jantung.1 Dengan definisi yang luas tersebut maka secara praktis para ahli di
seluruh dunia mengasosiasikan kardiomiopati dengan gagalnya kemampuan miokard yang
disebabkan oleh mekanik (contohnya disfungsi diastolik atau sistolik) atau penyakit aktifitas listrik
jantung primer yang secara klinis dapat dilihat sebagai aritmia.1,4
Klasifikasi American Heart Association (AHA) berdasarkan etiologi membagi kardiomiopati menjadi dua
kelompok besar (Gambar 1.) Kelompok pertama adalah kardiomiopati primer (genetik, non‐genetik,
didapat), biasanya didapatkan dalam bentuk kelemahan miokard dan jumlahnya sedikit.
Kardiomiopati kelompok yang kedua adalah miokard yang patologis yang merupakan bagian dari
kelainan yang bersifat general yang menyerang tubuh secara sistemik (kelainan multiorgan).
Kelompok yang kedua ini dikenal juga dengan “kardiomiopati spesifik” atau “penyakit otot jantung
spesifik”. Kekerapan dan derajat keterlibatan sekunder miokard sangat bervariasi, tergantung jenis
penyakit utamanya, bahkan pada penyakit tertentu keterlibatan miokard hanya ditemukan pada
beberapa pasien (Gambar 2). 1,5
2
Berbagai usaha sudah dilakukan untuk menyederhanakan klasifikasi kardiomiopati. Untuk itu World
Health Organization (WHO) bekerja sama dengan International Society and Federation of Cardiology
(ISFC) membagi kardiomiopati berdasarkan gambaran klinis dan patofisiologi yang dominan, yaitu : 2,6,7
1. Kardiomiopati Hipertrofi
2. Kardiomiopati Dilatasi
3. Kardiomiopati Restriktif
Hare dalam Braunwald's Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine menambahkan
kardiomiopati infiltratif namun disatukelompokkan dengan kardiomiopati dilatasi dan restriktif.6
Dalam tulisan ini akan dibahas secara lebih detail kardiomiopati berdasarkan klinis dan patofisiologi
ini (Gambar 3).
Gambar 1. Klasifikasi Kardiomiopati (modifikasi dari Maron BJ di The AHA Guidelines and Scientific Statements Handbook 2009)1 HCM = Hypertrophy Cardiomiopathy; ARVC/D = Arrhytmogenic Right Ventricular Cardiomyophaty/Dysplasia; LVNC = Left Ventricular
Noncompaction; LQTS = Long QT Syndrome ; SQTS = Short QT Syndrome ; CVPT = Catecholaminergic Polymorphic Ventricular
Tachicardia; SUNDS = Sudden Unexplained Nocturnal Death Syndrome ; DCM = Dilated Cardiomiopathy; PPCM = Peri Partum
Cardiomyopathy; IDDM = Insulin Dependent Diabetes Melitus.
3
Gambar 2. Kardiomiopati sekunder, terlihat bahwa sebagian besar penyebab kardiomiopati sekunder dipengaruhi oleh faktor genetik (modifikasi dari Maron BJ di The AHA Guidelines and Scientific Statements Handbook 2009).1
4
Kardiomiopati Hipertrofi Kardiomiopati hipertrofi merupakan kelainan genetik yang relatif banyak (1:500), didefinisikan
sebagai adanya hipertrofi ventrikel kiri pada kondisi tidak adanya penyebab kardiak maupun
sistemik. Perubahan makroskopis ini dapat ditemukan di daerah septum dan interventrikularis.
Secara klinis dapat ditemukan pada semua umur, kebanyakan kasus asimtomatik dan diketahui
secara tidak sengaja atau pada suatu proses skrining. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
sesak napas, nyeri dada ( tipikal atau atipikal angina ) dan penurunan kesadaran dengan sinkop dan
presinkop (seperti dizziness atau pusing ringan). Selain itu palpitasi merupakan salah satu gejala yang
cukup sering ditemukan.7,8
Kardiomiopati hipertrofi ada dua macam bentuk, yaitu:
1. Hipertrofi yang simetris atau konsentris
2. Hipertrofi septal asimetris
Hipertrofi asimetris pada septum bisa ditemukan di daerah distal katup aorta dan daerah apeks.
Hipertrofi yang simetris lebih jarang ditemukan. Kardiomiopati hipertrofik di daerah apikal biasanya
disertai dengan kelainan EKG berupa gelombang T negatif yang dalam.2
Dilatasi LV
dengan minimal
hipertrofi
Hipertrofi LV
Gambar 3. Gambaran skematis kardiomiopati. A. Jantung yang normal memperlihatkan LV dan LA. B.Kardiomiopati dilatasi ditandai dengan dilatasi ventricular dengan hipertrofi ringan. C. Kardiomiopati Hipertrofi ditandai dengan hipertrofi ventricular yang signifikan, sering melibatkan septum intraventrikular. D. Kardiomiopati restriktif yang disebabkan infiltrasi atau fibrosis dari ventrikel tanpa adanya pelebaran ruang jantung. Pelebaran LA umum ditemukan pada ketiga tipe kardiomiopati ini.3
LV terinfiltrasi
atau fibrotik
5
Etiologi kardiomiopati hipertrofi masih banyak perdebatan. Banyak yang menduga kelainan ini
disebabkan oleh katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, iskemia pada miokard,
kelainan konduksi atrioventrikular dan kelainan kolagen. Insidensnya sama antara laki‐laki dan
perempuan dan dapat menyerang semua umur. Gangguan irama sering terjadi sehingga
menyebabkan jantung terasa berdebar‐debar, pusing sampai sinkop. Tekanan darah sistolik dapat
pula menurun sehingga masuk ke rumah sakit dalam kondisi syok kardiogenik. Akan tetapi seperti
yang sudah dijelaskan diatas bahwa kardiomiopati hipertrofi ini sering sekali tidak didapatkan suatu
tanda atau gejala (asimtomatik). 2,4,7
Orang tua dengan kardiomiopati hipertrofi sering mengeluh sesak napas akibat gagal jantung dan
gejala angina pektoris disertai fibrilasi atrium. Pada kasus yang sudah lanjut maka dapat ditemukan
kekakuan katup mitral, sehingga dapat menimbulkan gejala‐gejala stenosis atau regurgitasi mitral.2,4
Sebagian besar pasien dengan kardiomiopati hipertrofi tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
fisik. Yang mungkin ditemukan adalah bising sistolik yang dihubungkan dengan aliran turbulensi pada
jalur keluar ventrikel kiri. Bising sistolik dapat berubah‐ubah, bisa hilang atau berkurang dengan
perubahan posisi. Pembesaran jantung ringan umum ditemukan, pada apeks sering teraba getaran
jantung sistolik dan kuat angkat dengan bunyi jantung ke‐4 yang sering terdengar. Bising sistolik
dapat terdengar mengeras pada tindakan vasalva. 2,8
Pada foto rontgen dada terlihat pembesaran jantung ringan sampai sedang, terutama pembesaran
atrium kiri. Pada pemeriksaan EKG sering didapatkan hipertrofi ventrikel kiri, perubahan pada
segmen ST dan gelombang T, gelombang Q patologis dan aritmia artrial dan ventrikular. Ten Care
mengelompokkan tiga jenis hipertrofi ventrikel kiri pada pemeriksaan EKG, yaitu:
Hipertrofi septal saja (41%)
Hipertrofi septal disertai dinding lateral (53%)
Hipertrofi apikal distal (6%)
Pada pemeriksaan radionuklir sering ditemukan ventrikel kiri mengecil atau normal. Fungsi sistolik
menguat dan hipertofi septal asimetrik. 2,3
Pengobatan kardiomiopati hipertrofi ini yang utama adalah penggunaan penyekat beta adrenergik,
yang efeknya disamping mengurangi peninggian obstruksi jalan pengosongan ventrikel kiri, juga
untuk mencegah gangguan irama jantung yang sering menjadi penyebab kematian mendadak. Selain
penyekat beta, golongan antagonis kalsium seperti verapamil dilaporkan bermanfaat untuk berbagai
kasus kardiomiopati hipertrofi. Obat‐obatan lain tidak dianjurkan untuk diberikan karena malah akan
memperburuk kondisi penyakitnya. Operasi pengambilan sebagian massa miokard kadang kala
diperlukan pada keadaan tertentu. 2,8
Dengan perkembangan teknologi untuk diagnosis dan terapi maka prognosis penyakit ini menjadi
lebih baik. Angka mortalitasnya hanya 1 % pertahun jauh lebih rendah dari penelitian sebelumnya
yang mendapatkan mortalitas pada kasus kardiomiopati hipertrofi 2‐4 % pertahun. Beberapa pasien
dalam waktu 10 tahun didapatkan kondisinya stabil bahkan menjadi lebih baik. Akan tetapi sebagian
besar pasien dalam waktu 10 tahun akan mengalami perburukan dengan kecenderungan menjadi
gagal jantung kongestif. 2,7
6
Kardiomiopati Dilatasi Merupakan kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Penyakit ini dideskripsikan dengan
ditemukannya dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu
atau kedua ventrikel, artimia, emboli, dan sering sekali disertai gejala gagal jantung kongestif. Satu
dari tiga pasien dengan gagal jantung kongestif terjadi pada kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya
merupakan komplikasi dari penyakit jantung koroner. 1,2
Dahulu kelainan ini sering disebut dengan kardiomiopati kongestif, tetapi saat ini digunakan
terminologi kardiomiopati dilatasi karena pada saat awal abnormalitas yang ditemukan adalah
pembesaran ventrikel dan disfungsi kontraktilitas sistolik, dengan tanda dan gejala gagal jantung
kongestif yang timbul kemudian. Apabila hanya ditemukan disfungsi kontraktilitas dengan dilatasi
minimal ventrikel kiri, maka varian dari kardiomiopati dilatasi ini digolongkan ke dalam kelompok
kardiomiopati yang tidak dapat diklasifikasi, kondisi ini banyak ditemukan pada para atlit.2
Penyakit ini dapat mengenai segala usia, tetapi kebanyakan mengenai usia pertengahan dan lebih
sering ditemukan pada pria dibandingkan dengan perempuan. Insidens kejadiannya sekitar 5‐8
kasus per 100.000 populasi pertahun dan angka ini terus meningkat. Di Amerika Serikat dilakukan
penelitian dengan hasil kejadian kardiomiopati dilatasi pada pria kulit hitam tiga kali lebih besar
dibandingkan populasi pria kulit putih dan perempuan.2,6
Sama seperti kardiomiopati yang lain, etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui dengan pasti,
tetapi kemungkinan besar merupakan hasil akhir kerusakan miokard akibat toksin, zat metabolik
atau infeksi. Kerusakan akibat infeksi viral akut pada miokard yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya kardiomiopati dilatasi terjadi melalui mekanisme imunologis. Hal ini banyak ditemukan
pada populasi pria usia pertengahan, terutama pada yang berkulit hitam.2,6
Pada kardiomiopati dilatasi yang disebabkan oleh penggunaan alkohol, kehamilan, penyakit tiroid,
penggunaan kokain dan keadaan takikardia kronik yang tidak terkontrol, dikatakan kardiomiopati
tersebut bersifat reversibel. Obesitas akan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung,
sebagaimana juga gejala sleep apnea.2 Kira‐kira 20‐40 % pasien memiliki kelainan yang bersifat
familial akibat mutasi genetik. Kelainan tersebut dapat terjadi pada sitoskeletal gen (seperti gen
distrofin dan desmin), kontraktilitas dan membran sel (seperti gen lamin A/C) dan protein‐protein
lainnya. Penyakit ini bersifat genetik heterogen tetapi kebanyakan transmisinya secara autosomal
dominan, walaupun dapat pula secara autosomal resesif dan x‐linked inheritance. Sampai saat ini
belum diketahui bagaimana menentukan seseorang akan memiliki predisposisi kardiomiopati dilatasi
apabila tidak diketahui riwayat kejadian penyakit ini dalam keluarganya. Hal yang cukup menjanjikan
adalah melalui teknik molekular genetik untuk mengidentifikasi petanda kerentanan pada pembawa
sifat yang asimtomatik sebelum timbul gejala klinis yang jelas dari kardiomiopati dilatasi tersebut.1,2,6
Displasia ventrikel kanan (Right Ventricular Dysplasia) merupakan kardiomiopati familial yang cukup
menarik karena ditandai dengan dinding ventrikel kanan yang digantikan secara progresif menjadi
jaringan adiposa. Seringkali berhubungan dengan kejadian aritmia ventrikel, gejala klinis sangat
bervariasi, dengan ancaman kejadian kematian mendadak yang dapat terjadi kapan saja. Untuk itu
penggunaan modalitas terapi seperti abalasi kateter dari fokus‐fokus aritmia atau bahkan implantasi
alat defibrilator kardioversi sering dibutuhkan.2,6
7
Secara klinis gejala yang timbul adalah gagal jantung kongestif, dengan didapati dilatasi ventrikel kiri
secara bertahap dalam waktu beberapa bulan sampai dengan beberapa tahun sebelum gejala klinis
ada. Pada beberapa kasus sering ditemukan gejala nyeri dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada
yang tipikal kardiak tidak lazim ditemukan. Bila terjadi keluhan angina tipikal maka perlu dipikirkan
kemungkinan kejadian penyakit jantung iskemik secara bersamaan. Kejadian sinkop sering ditemui
akibat adanya aritmia dan emboli sistemik. Pada penyakit yang telah lanjut dapat ditemukan keluhan
nyeri dada akibat sekunder dari emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif.
Keluhan biasanya timbul secara gradual, bahkan sebagian besar awalnya asimtomatik walaupun
telah terjadi dilatasi ventrikel kiri.3,6
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pembesaran jantung dengan derajat yang sangat bervariasi,
begitu pula gejala‐gejala yang mendukung klinis gagal jantung kongestif. Pada penyakit yang lanjut
dapat ditemukan tekanan nadi yang sempit akibat gangguan isi sekuncup. Pulsus alternans dapat
terjadi apabila terdapat gagal ventrikel kiri yang berat. Jenis pernapasan cheyne‐stokes menandakan
suatu prognosis yang buruk. Peningkatan vena jugularis ditemukan pada pasien yang sudah
mengalami gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga dan keempat dapat pula terdengar, serta
ditemukan regurgitasi mitral ataupun trikuspid. Hati akan membesar dan seringkali teraba pulsasi,
edema perifer serta asites akan timbul pada gagal jantung kanan yang lanjut. Pada pemeriksaan fisis
dapat ditemukan tanda‐tanda sebagai berikut :
Prekordium bergeser ke arah kiri
Impuls pada ventrikel kanan
Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel kiri
Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar presistolik gallop (S4)
Split pada bunyi jantung kedua
Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung.
Pada pemeriksaan radiologi dada terlihat pembesaran jantung akibat dilatasi ventrikel kiri, walaupun
sering kali terjadi pembesaran pada seluruh ruang jantung. Pada lapangan paru akan terlihat
gambaran hipertensi pulmonal serta edema alveolar dan interstitial. EKG akan menunjukkan
gambaran sinus takikardia atau fibrilasi atrial, aritmia ventrikel, abnormalitas atrium kiri,
abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan kadang‐kadang tampak gambaran gangguan
konduksi intraventrikular dan low voltage. Pada pemeriksaan ekokardiografi dan ventrikulografi
radionuklir didapatkan dilatasi ventrikel dan sedikit penebalan dinding jantung atau bahkan normal
atau menipis, gangguan fungsi sistolik dengan penurunan fraksi ejeksi. Dapat pula ditemukan
peningkatan kadar brain natriuretic peptide (BNP) dalam sirkulasi sehingga dapat membantu dalam
menegakkan diagnostik pasien dengan gejala sesak napas yang tidak jelas etiologinya. Pemeriksaan
kateterisasi jantung dan angiografi koroner seringkali dibutuhkan untuk menyingkirkan penyakit
jantung iskemik. Pada angiografi akan terlihat dilatasi, hipokinetik difus dari ventrikel kiri dan
regurgitasi mitaral dalam derajat yang bervariasi. Modalitas pemeriksaan lain seperti biopsi
endomiokardial transvena tidak diperlukan untuk kardiomiopati dilatasi familial atau idiopatik, tetapi
pemeriksaan tersebut dibutuhkan untuk diagnostik kardiomiopati sekunder seperti amiloidosis dan
miokarditis akut. 2,3
Pengobatan ditujukan sesuai gambaran klinis yang timbul, dimana sebagian besar timbul gejala gagal
jantung kongestif, sehingga pengobatannya adalah sesuai dengan pengobatan gagal jantung
8
kongestif seperti pemberian diuretika, ACE inhibitor, dan penyekat beta. Digoksin adalah pilihan
pengobatan lini kedua. Tujuan pengobatan farmakologis ini adalah untuk memodifikasi secara
langsung akibat dari aktivasi yang lama sistem adrenergik dan renin angiotensin. Sedangkan lainnya
adalah non farmakologis yaitu pengaturan diet dan latihan fisik. Kematian seringkali terjadi akibat
gagal jantung kongestif atau bradi‐takiaritmia. Risiko terjadi emboli sistemik juga harus
mempertimbangkan pemberian antikoagulan.2 Modalitas pengobatan yang terbukti telah
menurunkan hampir 50 % mortalitas adalah transplantasi jantung dan pengobatan farmakologis
spesifik seperti vasodilator hidralazin ditambah nitrat, ACE inhibitor atau Angiotensin II Receptor
Blocker (ARB), penyekat beta serta penghambat aldosteron (spironolakton). Golongan calcium
antagonist tidak dianjurkan untuk kombinasi pada pengobatan lini pertama.2,6
Secara umum prognosis penyakit ini jelek. Beberapa prediktor klinis yang dapat menentukan bahwa
pasien dengan kardiomiopati dilatasi mempunyai risiko kematian yang tinggi adalah:
Terdapatnya gallop protodiastolik (S3)
Aritmia ventrikel
Usia lanjut
Kegagalan stimulasi inotropik terhadap ventrikel yang telah mengalami miopati tersebut.
Keterbatasan yang bermakna pada uji latih kardiopulmonal juga berguna sebagai prediktor
mortalitas dan dipergunakan sebagai indikator dan pertimbangan untuk transplantasi jantung.2
Kardiomiopati Restriktif Kardiomiopati restriktif merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya pun tidak diketahui.
Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel
sangat kaku dan menghalangi fungsi diastolik tersebut. Penyakit ini sering ditemukan pada
amiloidosis, hemokromatosis, deposisi glikogen, fibrosis endomiokardial, eosinofilia, fibroelastosis,
dan lain‐lain.2,6
Secara klinis gejalanya adalah kelemahan dan sesak napas. Ditemukan tanda‐tanda gagal jantung
sebelah kanan. Selain itu terdapat juga tanda‐tanda gejala penyakit sistemik yang kemungkinan
menjadi penyebabnya seperti amiloidosis dan hemokromatosis. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
pembesaran jantung sedang dan terdengar bunyi jantung ke‐3 dan ke‐4 dan adanya regurgitasi
mitral atau trikuspid.2,3
Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan gambaran low voltage. Terlihat pula gangguan konduksi
intra‐ventrikular dan gangguan konduksi atrio‐ventrikular. Pada pemeriksaan ekokardiografi
didapatkan dinding ventrikel kiri menebal serta penambahan massa di dalam ventrikel. Ruang
ventrikel normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang masih normal. Pada pemeriksaan radionuklir
terlihat adanya infiltrasi pada otot jantung.1,2
Kardiomiopati restriktif sering kali sulit dibedakan dengan perikarditis konstriktif, tetapi kedua
penyakit ini harus dibedakan karena implikasinya pada pengobatan. Salah satu cara yang paling baik
adalah dengan melakukan ekokardiografi transesofagus dengan mengevaluasi perubahan aliran
vena pulmonalis pada pernapasan. Pada kardiomiopati restriktif pengobatan dirasakan kurang
9
efektif karena selain sulit juga sangat tergantung dengan penyakit yang mendasarinya. Obat‐obatan
anti aritmia diberikan bila ada gangguan irama.2,3
Daftar Pustaka 1. Maron BJ. Cardiomyopathies. In: Fuster V, editor. The AHA Guidelines and Scientific Statements Handbook. New York:
Willey‐Blackwell; 2009. p. 236‐43. 2. Nasution SA. Kardiomiopati. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4 ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 1600‐3.
3. Wein MN, Dee GW, Lilly LS. The Cardiomyopathies. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of Heart Disease. 4 ed. Philadelpia: Wolters Kluwer; 2007. p. 252‐68.
4. Gorodeski EZ, Robbins M, McRae AT. Hypertrophic cardiomyopathy. In: Griffin BP, Topol EJ, Nair D, Ashley K, editors. Manual of Cardiovascular Medicine. 3 ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2009. p. 137‐50.
5. Nasution SA. Kardiomiopati peripartum. In: Alwi I, Nasution SA, Ranitya R, editors. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular VIII. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 89‐94.
6. Hare JM. The Dilated, restrictive, and infiltrative cardiomyopathies. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Braunwald E, editors. Braunwald's Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine. International ed. Philadelpia: Saunders Elsevier; 2008. p. 1739‐62.
7. Maron BJ. Hypertrophic Cardiomyopathy. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Braunwald E, editors. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Saunder Elsevier; 2008. p. 1763‐74.
8. Maron BJ, McKenna WJ. Hypertrophic cardiomyopathy. In: Vahanian A, editor. ESC Guidelines Desk Reference. London: European Society of Cardiology; 2008. p. 103‐8.
Gambar 4. Perbandingan Kardiomiopati Dilatasi, Kardiomiopati Hipertrofi dan Kardiomiopati Restriktif3