uu tata ruang dan bencana

14
Penataan Ruang Dalam Konteks Bencana Catatan tentang Hubungan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Bernadinus Steny, Hening Parlan 1. Hubungan dan Kaitan diantara kedua Undang-Undang. Pada Tahun 2007 telah di lahirkan dua buah undang-undang yang dalam implementasinya keduanya akan saling terkait satu sama lain. Terutama mengenai tema penataan ruang dalam konteks bencana. Kedua UU tersebut ialah UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan UU No 27 Tahun 2007 tentang penataan Ruang. secara umum terlihat bahwa kedua undang-undang ini memiliki karakter atau lokus tugas, dan fungsi yang berbeda namun jika di lihat dengan lebih teliti ada beberapa hal yang saling terkait terutama mengenai implementasi penataan ruang dalam konteks bencana dari kedua undang-undang ini. Sebagai contoh kaitan tersebut dapat dilihat dalam pembukaan dan dasar dibentuknya kedua UU tersebut, UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana misalnya di undangkan karena adanya: problem tata peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana yang ada yang belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia sehingga menghambat upaya penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu. Sedangkan dalam UU No 27 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, diundangkannya UU tersebut karena beberapa pertimbangan mendasar 1 yang salah satunya ialah: Karena secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan 1 Beberapa dasar pertimbangan lainnya : bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan social sesuai dengan landasan konstitusional Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila; untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah; keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; 8

Upload: nuniek-setyorini

Post on 16-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Undang Undang mengenai tata ruang dan bencana

TRANSCRIPT

  • Penataan Ruang Dalam Konteks Bencana

    Catatan tentang Hubungan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang

    Penataan RuangBernadinus Steny, Hening Parlan

    1. Hubungan dan Kaitan diantara kedua Undang-Undang. Pada Tahun 2007 telah di lahirkan dua buah undang-undang yang dalam implementasinya keduanya akan saling terkait satu sama lain. Terutama mengenai tema penataan ruang dalam konteks bencana. Kedua UU tersebut ialah UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan UU No 27 Tahun 2007 tentang penataan Ruang. secara umum terlihat bahwa kedua undang-undang ini memiliki karakter atau lokus tugas, dan fungsi yang berbeda namun jika di lihat dengan lebih teliti ada beberapa hal yang saling terkait terutama mengenai implementasi penataan ruang dalam konteks bencana dari kedua undang-undang ini. Sebagai contoh kaitan tersebut dapat dilihat dalam pembukaan dan dasar dibentuknya kedua UU tersebut, UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana misalnya di undangkan karena adanya: problem tata peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana yang ada yang

    belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia sehingga menghambat upaya penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.

    Sedangkan dalam UU No 27 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, diundangkannya UU tersebut karena beberapa pertimbangan mendasar1 yang salah satunya ialah: Karena secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan

    1 Beberapa dasar pertimbangan lainnya :bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara

    bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan social sesuai dengan landasan konstitusional Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;

    untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah;

    keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

    8

  • bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan;

    Dari dasar di bentuknya kedua undang-undang tersebut diatas terlihat ada koneksi khusus yang paling penting menjadi perhatian yakni koneksi terkait dengan masalah bencana. Baik yang berada dalam UU No 24 Tahun 2007 maupun dalam UU No 27 tahun 2007.

    Tabel 1Koneksi kedua UU (dasar pertimbangan di buatnya UU) terkait penataan ruang dalam konteks bencana

    UU No 24 Tahun 2007

    UU No 27 tahun 2007 UU penanggulangan bencana yang ada harus dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia sehingga menghambat upaya penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu

    Diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan;

    Untuk melihat lebih lanjut koneksi tersebut, perlu juga kita perhatikan beberapa tugas pokok dan fungsi (mandat) dalam kedua undang-undang tersebut yang relevan dengan isu penanggulangan bencana dan penataan ruang dalam konteks bencana. Dalam UU No 24 Tahun 207 tentang bencana ada beberapa mandat (tugas pokok dan fungsi) yang perlu diperhatikan terkait dengan bencana dan tata ruang yakni: Dalam Pasal 6 Tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana

    meliputi: a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;

    Di dalam Pasal 7 (1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;

    Dalam Pasal 8 Tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: c. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; dan d. pengalokasian dana penanggulangan bencana.

    Dalam Pasal 9 Wewenang pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana; e. perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya.

    Beberapa ketentuan UU No 24 Tahun 2007 diatas memberikan mandat yang besar terkait dengan isu penanggulangan bencana dan penataan ruang. Sedangkan Dalam UU No 26 Tahun 207 tentang penataan ruang ada beberapa mandat yang perlu diperhatikan terkait dengan isu bencana dan tata ruang yakni: Dalam Pasal 3 Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang

    wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan

    8

  • Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

    Dalam Pasal 6 ayat (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. kondisi

    fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

    Wewenang Pemerintah dalam Pasal 8 ayat (1) Wewenang Pemerintah dalam

    penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan d. kerja sama penataan ruang antarnegara dan Pemfasilitasi kerja sama penataan ruang antarprovinsi. (2) Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah nasional; b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. (3) Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional meliputi: a. penetapan kawasan strategis nasional; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional. (4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan. (5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang. (6) Dalam pelaksanaan wewenang Pemerintah: a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan: 1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; 2) arahan peraturan zonasi untuk system nasional yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan 3) pedoman bidang penataan ruang; b. menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

    Tabel 2

    Koneksi hubungan kedua UU dalam penataan ruang dalam konteks bencana berdasarkan tupoksi

    UU No 24 Tahun 2007

    UU No 26 tahun 2007

    8

  • Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;

    penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;

    pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; dan d. pengalokasian dana penanggulangan bencana.

    penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana; e. perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya.

    Wewenang pemerintah dalam pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan kerja sama penataan ruang antarnegara dan Pemfasilitasi kerja sama penataan ruang antarprovinsi.

    Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang

    2. Hal khusus yang terkait antara kedua Undang-Undang Untuk melihat secara lebih jelas bagaimana pengaturan penataan ruang dari aspek bencana maupun penanggulangan bencana dalam penataan ruang maka perlu di deskripsikan beberapa pengaturan di dua UU tersebut. 2.1. Dalam UU No 24 Tahun 2007 Bila dilihat, peengaturan yang terkait dengan penataan ruang dalam konteks bencana di dalam UU No 24 Tahun 2007 sangat relevan dengan kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana yang ada dalam Bab VII UU No 24 tahun 2007. Dalam bab tersebut dinyatakan bahwa Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, Pemerintah dapat: a. menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman2 Hal itu menunjukkan adanya irisan kewenangan yang terkait dengan penataan ruang. apalagi jika dilihat mandat pemerintah dalam kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana3: (lihat Bagan 1) yang dalam hal ini yakni: Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana (Pasal 35-43) Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi bencana (pasal 44 47) Dalam kegiatan-kegiatan tersebut diatas perlu digarisbawahi adanya irisan yan tegas antara kedua UU tersebut. Pada penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana tersebut diatas meliputi berbagai kegiatan yakni: a. perencanaan penanggulangan bencana; b. pengurangan risiko bencana; c. pencegahan; d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan; e. persyaratan analisis risiko bencana; f. pelaksanaan dan penegakan

    2 Pasal 32 ayat (1) huruf a 3 Prabencana ini yang meliputi (1) situasi tidak terjadi bencana; dan (2) dalam situasi terdapat

    potensi terjadinya bencana (lihat Bagan 1)

    8

  • rencana tata ruang; g. pendidikan dan pelatihan; dan h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana (pasal 35).Kegiatan-kegiatan tersebut diatas dalam implementasinya nanti akan sangat terkait dengan penataan ruang dalam UU No 27 Tahun 2008. Lebih-lebih lagi jika melihat kegiatan yang diatur dalam pasal 42 Pasal 44 dan pasal 47 terkait dengan perencanaan dan mitigasi bencana4 Pasal 42 secara tegas menyatakan bahwa pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar dan Pemerintah secara berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan standar keselamatan. Kemudian dinyatakan bahwa Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Kegiatan mitigasi tersebut dilakukan melalui: a. pelaksanaan penataan ruang; b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. (lihat bagan 2 dan tabel 1)

    Bagan 1Pemetaan umum kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana

    Penyelenggaraan Penanggulangan bencana

    Prabencana

    saat tanggap darurat

    pascabencana.

    situasi tidak terjadi bencana

    situasi terdapat potensi terjadinya bencana Sedangkan untuk penyelenggaraan pada pasca bencana pengaturan terkait dengan penataan ruang dalam UU No 24 Tahun 2007 tidak secara khusus diatur. Kecuali dalam konteks pengawasan, dimana Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan bencana yang meliputi: a. sumber ancaman atau bahaya bencana; b. kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana; c. kegiatan eksploitasi yang berpotensi menimbulkan bencana; d. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; e. kegiatan konservasi lingkungan; f. perencanaan penataan ruang; g. pengelolaan lingkungan hidup; h. kegiatan reklamasi; dan i. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu penataan ruang dalam konteks penanggulangan bencana di dalam UU No 24 Tahun

    4 Dalam UU No 24 tahun 2007 dinyatakan bahwa Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

    8

  • 2007 ini lebih banyak di tekankkan pada tahap prabencana dan mitigasi bencana.

    Bagan 2Pemetaan beberapa kegiatan terkait dengan penataan ruang dalam konteks bencana dalam UU No 24 Tahun

    2007

    Pelaksanaan penataan ruang dan penegakan rencana tata ruang(Pasal 42)

    Mitigasi bencana (pasal 47)

    Pemaduan dalam perencanaan pembangunan (Pasal 39)

    Pencegahan (35 d) :Penataan ruang dan pengelolaan lingk hidup (Pasal 38 d )

    Persyaratan analisis risiko bencana (pasal 35 huruf e)

    Pelaksanaan dan penegakan tata Ruang

    (Pasal 35 huruf f)

    Pengurangan risiko bencana

    (pasal 35 b)

    Perencanaan penanggulangan bencana(Pasal 36)

    Penataan ruang dalam konteks bencana dalam UU No 24 Tahun 2007

    Tabel 3Eksporasi atas kegiatan penyelenggaraan penangulangan bencana terkiat dengan penataan ruang

    Kegiatan

    Keterangan

    8

  • Perencanaan penanggulangan bencana (Pasal 35 huruf a)

    Perencanaan penanggulangan bencana ini ditetapkan oleh Pemerintah dan

    pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.5

    Penyusunan perencanaan penanggulangan bencana ini akan dikoordinasikan oleh Badan.

    Perencanaan penanggulangan bencana dilakukan melalui penyusunan data tentang risiko bencana pada suatu wilayah dalam waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi yang berisi program kegiatan penanggulangan bencana6

    Pengurangan risiko bencana (pasal 35 b) Pengurangan risiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan tersebut meliputi: a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana; b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; c. pengembangan budaya sadar bencana; d. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan e. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.

    Persyaratan analisis risiko bencana (pasal 35 huruf e)

    Analisi resiko bencana adalah kegiatan penelitian dan studi tentang kegiatan yang memeungkinkan terjadinya bencana.

    Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

    Pemenuhan syarat analisis risiko bencana ditunjukkan dalam dokumen yang disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

    Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan analisis risiko

    Pencegahan (35 c) : Penataan ruang dan pengelolaan lingk hidup (Pasal 38 d )

    -

    Pemaduan dalam perencanaan pembangunan (35 d) dan (Pasal 39)

    Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan pusat dan daerah.

    Pelaksanaan penataan ruang (dalam Mitigasi)Pasal 47 (1) dan Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang (pasal 47 (2)

    -

    2.2 . Dalam UU No 26 Tahun 2007 Di Dalam UU Penataan Ruang, yakni dalam Pasal 6 ayat 1 telah sangat tegas dinyatakan bahwa Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana... bahkan dari tata penyusunan dalam pasal tersebut menunjukkan bahwa seharusnyalah aspek terhadap bencana menjadi perhatian penting disamping perhatian kepentingan lainnya seperti potensi sumber daya alam, sumber daya

    5 Perencanaan penanggulangan bencana (dokumen resmi) meliputi: a. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; b. pemahaman tentang kerentanan masyarakat; c. analisis kemungkinan dampak bencana; d. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; e. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan f. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Pemerintah dan pemerintah daerah dalam waktu tertentu meninjau dokumen perencanaan penanggulangan bencana secara berkala. Dan dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana

    6Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala. Sedangkan Penyusunan rencana

    penanggulangan bencana akan dikoordinasikan oleh Badan. dan Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.

    . 8

  • manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; termasuk memperhatikan geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Bila dilihat, pengaturan yang terkait dengan penataan ruang dalam konteks bencana di dalam UU No 26 Tahun 2007 yang sangat relevan dengan kegiatan pelaksanaan tata ruang ada di dalam Bab VI tentang Pelaksanaan Tata Ruang di UU No 26 tahun 2007. Dalam bab tersebut pelaksanaan tata ruang yang terkait dengan penanggulangan bencana berada dalam beberapa tahapan kegiatan yakni : Perencanaan tata Ruang, yang meliputi (a) perencanaan tata ruang wilayah nasional, (b)

    perencanaan tata ruang di wilayah provinsi (c) perencanaan tata ruang wilayah kabupaten dan (d) perencanaan tata ruang wilayah kota.

    Pemanfaat ruang Pengendalian pemanfaat ruang Pengawasan Penataan RuangUntuk kepentingan tulisan ini maka pembahasan selanjutnya hanya dilakukan dengan mengkaitkan beberapa tahapan diatas dengan aspek bencana yang di introdusir pada bab sebelumnya 2.2.1. Perencanaan Dalam konteks perancanaan tata ruang, perhatian terhadap aspek bencana dapat dimasukkan dalam rencana umum tata ruang maupun rencana rinci tata ruang7 (lihat bagan 3) , peninjauan kembali perencanaan tata ruang maupun revisi perencanaan8 maupun dalam muatan rencana tata ruang (struktur ruang dan pola ruang)9. Dalam hal peninjauan kembali terhadap rencana tata ruang maupun revisinya, aspek bencana atau masukan dan rekomendasi dari pemerintah dan badan penanggulangan bencana dapat di berikan dalam konteks ini. Apalagi jika dalam muatan rencana tata ruang juga meliputi aspek aspek seperti rencana sistem pusat pemukiman, rencana jaringan prasarana, peruntukan kawasan lindung10, kawasan budi daya, maka masukan dan anilisis perencanaan penangulangan bencana dan aspek lainnya ( lihat bagan 2 hal 6)

    Bagan 3Rencana tata Ruang dalam UU No 26 tahun 2007

    Perancanaan Tata Ruang

    Rencana Umum

    Rencana Rinci

    Rencana tata ruang wilayah nasional

    7 Pasal 14 UU No 26 Tahun 2007

    8 Pasal 16 UU No 26 Tahun 2007

    9 Pasal 17 UU No 26 Tahun 2007 10 Meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan dll (social, budaya, ekonomi,

    pertahanan dan keamanan). Untuk pelestarian lingkungan rencana tata ruang wilayah ditetapkan kasawan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai.

    8

  • Rencana tata ruang wilayah Propinsi

    Rencana tata ruang wilayah kabupaten/Kota

    Tata ruang pulau/

    kepulauan

    Tata Ruang kawasan strategis nasional

    Tata rauang kawasan strategis provinsiDetail Tata ruang Kawasan strategis kabupaten/kota

    Di dalam konteks rencana tata ruang wilayah nasional, Pasal 19 UU No 26 Tahun 2007

    juga menyatakan bahwa Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan: ......b. perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; .....e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;... terutama pula aturan dalam Pasal 20 ayat 5 yang menyatakan bahwa: ...Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan...., Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Hal ini menunjukkan pentingnya rekomendasi dan anilisis resiko bencana dalam rencana tata ruang wilayah nasional.

    Dalam konteks rencana tata ruang wilayah Propinsi, Pasal 22 ayat (2) UU No 26 Tahun 2007

    menyatakan bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan: a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;..d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan harus memuat ..rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung.. (pasal 23 ayat (1) huruf c) termasuk ketentuan dalam ayat (5) Pasal 23 yakni dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, Maka rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

    Dalam konteks rencana tata ruang wilayah kabupaten , dalam Pasal 25 ayat (2) UU No 26

    Tahun 2007 dinyatakan bahwa Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan: daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; Dalam Pasal 26 ayat (1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat: c rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten; kemudian ayat (4) dan (5) nya juga mengatur mengenai Rencana tata ruang wilayah kabupaten Ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.dan Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan Wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

    Dalam konteks rencana tata ruang wilayah kota , Pasal 28 dan 29 UU No 26 Tahun 2007

    telah menambahkan beberapa ketentuan yang relevan dengan mirigasi bencana yakni rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang (dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat) yang paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota dan Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.. ; rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka

    8

  • nonhijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

    2.2.2. Pemanfaat Ruang UU No 26 tahun 2007 dalam hal pemanfaatan ruang pada pasal 33 menyatakan bahwa

    Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. Dan dalam rangka pengembangan penatagunaan Tersebut diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan beberapa neraca baik neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. Pengaturan ini memang tidak terkait langsung dengan faktor bencana namun dapat pengaturan dapat digunakan dalam konteks mitigasi bencana terkait dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dalam pemanfaatan dan pengelolaan tata ruang.

    Demikian pula yang di atur dalam Pasal 34, bahwa dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional,

    provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan: a. perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis; b. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan c. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis. Pemanfaatan ruang yang akan dilaksanakan tersebut harus sesuai dengan: a. standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; b. standar kualitas lingkungan; dan c. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

    2.2.3. Pengendalian pemanfaatan ruang Terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang, UU No 26 tahun 2007 hanya melakukan Pengendalian11 melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Sedangkan Kaitan antara pengendalian tersebut dengan aspek penanggulangan bencana tidak begitu spesifik diatur. 2.2.4. Pengawasan Penataan Ruang Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan pengawasan

    terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang. Pengawasan tersebut terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

    Sedangkan Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian

    antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan evaluasi menunjukkan terjadinya penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan penataan ruang, Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.

    Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan pula pengawasan

    terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang dan kinerja pemenuhan

    11 Pasal 35 UU No 26 tahun 2007

    8

  • standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. Dalam rangka peningkatan kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional disusun standar pelayanan penyelenggaraan penataan ruang untuk tingkat nasional. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Standar pelayanan minimal mencakup standar pelayanan minimal bidang penataan ruang provinsi dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang kabupaten/kota.

    3. Problem, Penyelelarasan dan Rekomendasi Dari deskripsi diatas terlihat bahwa Penataan Ruang secara khusus memang menjadi kewenangan dari UU No 26 tahun 2007, namun UU No 24 Tahun 2007 juga telah diberikan kewenangan untuk mengatur Penataan ruang yang terbatas terkait dengan penanggulangan bencana. Namun ditemukan bahwa begitu minimnya pengaturan yang spesifik dan detil terkait dengan aspek penanggulangan bencana di dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Walaupun di temukan beberapa ketentuan yang secara tegas mengenai aspek penanggulangan bencana dalam aspek penataan ruang seperti dalam beberapa pasal di bagian perencanaan tata ruang wilayah nasional sampai dengan kabupaten kota (Pasal 14 s/d pasal 28 UU No 26 tahun 2007) namun pengaturan yang terkait dengan bencana justru lebih banyak dalam tahapan perencanaan, dan jika dilihat lebih teliti pasal-pasal tersebut justru lebih banyak terkait dengan proses revisi atau peninjauan ulang perencanaan penataan ruang. Sedangkan untuk perencanaan tata ruang yang terkait dengan bencana lainnya, pengaturannya di introdusir lebih umum dan (kemungkinan) dimasukkan dalam aspek maupun term seperti: perkembangan permasalahan regional dan global, perkembangan permasalahan nasional, hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam konteks tersebutlah aspek bencana nantinya akan dimasukkan. Oleh karena perubahan atau revisi perencanaan tata ruang dalam UU tersebut hanya dilakukan setelah adanya bencana maka jelaslah bahwa itu penataan ruang dalam konteks bencana dalam UU No 26 tahun 2007 tidak menekankan pada mitigasi dan dalam segala aspek maupun ruang lingkupnya. Dengan demikian upaya pengendalian sebelum bencana dan mitigasi bencana tidak memadai sesuai dengan semangat UU ini yakni diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan Jikapun terlihat tekanan UU ini lebih mayoritas mengatur penataan ruang pada pasca bencana , UU No 26 tahun 2007 justru hanya memberikan (perhatian serius) atau porsi terbesar pada aspek bencana alam skala besar. Ini berarti peninjauan ulang dan revisi terhadap rencana penataan ruang tersebut justru di introdusir jika terjadinya bencana alam skala besar yang di tetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan-perundang-undangan tidak sedikitpun di jelaskan Berbeda dengan pengaturan penataan uang dalam konteks bencana dalam UU No 24 tahun 2007 yang justru lebih menekankan pada aspek prabencana beserta aspek mitigasi lainnya. (lihat pembahasan point 2.1) Sedangkan pengaturan tata ruang dalam pasca bencana justru diatur lebih umum. Untuk memaksimalkan pelaksanaan kedua uu tersebut dan sekaligus meminimalisir pertentangan maupun gap yang mungkin timbul (seperti contoh diatas) maka penting bagi pemerintah maupun pihak terkait untuk melakukan beberapa upaya. Seperti penyelarasan atau harmonisasi dan kordinatasi

    8

  • antar lembaga. Kedua upaya tersebut dapat dilakukan mengingat kedua undang-undang disamping masih relatif baru sehingga belum banyak diatur ketentuan pengaturannya di bawah uu juga penanggung jawab dari masing-masing UU ini sebetulnya sama dan intitusi terkait yang digunakan juga relatif dekat bahkan dalam beberapa hal terlihat satu institusi memiliki kedua kewenangan yang diatur dalam kedua UU tersebut.12 Penyelarasan tersebut dapat dilakukan dengan secara aktif mengintrodusir berbagai kaitan antar kedua UU. Baik dalam menggunakan media koordinasi aparatus pemerintah maupun dalam bentuk perumusan peraturan di bawah UU. Sebagai contoh : Di dalam UU No 26 tahun 2007, memiliki mandat pembuatan peraturan operasional di

    bawahnya dalam bentuk perda, permen, pertauran pemerintah dalam muatan pedoman, rancangan rinci, tata cara terkait dengan penataan ruang. Dalam konteks harmonisasi maka pihak pemerintah dan institusi terkait yang bertanggungjawab melaksanakan ketantuan dalam UU No 24 Tahun 2007 dapat memanfaatkan media tersebut dengan mengintrodusir hal-hal yang terkait dengan penanggulangan bencana dalam penataan ruang. (lihat tabel di bawah) Beberapa ketentuan dalam tabel ini bisa di manfaat untuk memaksimalkan peran badan penanggulangan bencana agar aspek penangulang bencana yang di mandatkan oleh UU No 24 tahun 2007 daapat dilakanakan dengan maksimal

    No

    Ketentuan

    Pasal

    Bentuk Peraturan

    Aspek penanggulagan bencana yang dapat

    dimasukkan

    12 Lihat peran dan tanggung jawab pemerintah dalam kedua UU

    8

  • 1

    tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang.

    18, 24

    Perda

    Perencanaan

    penanggulangan bencana Pengurangan risiko

    bencana Persyaratan analisis

    risiko bencana Pencegahan (35 c)

    Penataan ruang dan pengelolaan lingk hidup

    Pemaduan dalam

    perencanaan pembangunan (35 d) dan (Pasal 39)

    pelaksanaan dan

    penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi (pasal 42)

    Pelaksanaan penataan

    ruang (dalam Mitigasi) Pasal 47 (1) dan Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang (pasal 47 (2)

    2

    Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi

    18, 24

    diatur dengan

    peraturan Menteri

    3

    Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota

    18 diatur dengan peraturan Menteri

    4

    Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

    20

    diaturdengan peraturan

    pemerintah.

    5

    Rencana rinci tata ruang

    21

    diatur dengan

    peraturan presiden.

    6

    Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang

    21

    diatur dengan

    peraturan Menteri

    7 Rencana tata ruang wilayah provinsi 23 ditetapkandengan peraturan daerah provinsi.

    8

  • 8

    Ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka nonhijau.

    30

    diatur dengan

    peraturan Menteri

    9

    Ketentuan mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya

    33

    diatur dengan

    peraturan pemerintah

    10

    Ketentuan mengenai pengendalian pemanfaat ruang

    40

    diatur dengan

    peraturan Pemerintah

    11

    Ketentuan mengenai standar pelayanan minimal bidang penataan ruang

    58

    diatur dengan

    peraturan Menteri.

    11

    Ketentuan mengenai tata cara pengawasan terhadap pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang

    59

    diatur dengan

    peraturan Menteri

    Disamping itu UU No 24 Tahun 2007 juga dapat menyiapkan berbagai skala bencana alam yang

    tidak dijelaskan dalam UU No 26 Tahun 2007 untuk meminimalisir kelemahannya (lihat pasal 19 s.d 26 UU No 26 tahun 2007). Dengan menyiapkan penetapan status dan tingkatan bencana yang akan diatur dengan Peraturan Presiden (pasal 7 ayat 3 UU No 24 tahun 2007)

    8