jurnal uu bank syariah

37
1 UNDANG – UNDANG PERBANKAN SYARIAH SEBAGAI HUKUM YANG DICITA-CITAKAN Dipublikasikan pada Jurnal Ilmu Hukum LITIGASI Volume 5 No 2 Juni 2004 halaman 191-203 ISSN : 0853-7100 A. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Tidak dapat disangkal lagi bahwa pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit dan berkesinambungan. Dalam hal pengerahan dana masyarakat tidak dapat dikesampingkan peranan lembaga perbankan. Bank sebagai lembaga yang bekerja berdasarkan kepercayaan masyarakat, memiliki peran dan posisi yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai lembaga perantara keuangan masyarakat ( financial intermediary ), bank menjadi media perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of fouds) dengan pihak- pihak yang kekurangan / memerlukan dana (lack of fouds) 1 . Di Indonesia, lembaga perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan ( agent of development ), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. 2 Tidak ragu lagi bahwa perbankan menunjukan pelayanan khusus dan bermanfaat terhadap masyarakat dan tidak ada masyarakat modern yang dapat mencapai kemajuan pesat atau bahkan dapat mempertahankan angka pertumbuhannya tanpa bank. 3 1 Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal.67, Menurut Muchdarsyah Sinungan, bankir-bankir yang mengelola banknya menurut sistem dan metode yang mengacu pada tingkat produktivitas usaha para nasabah (baik industri, pedagang, maupun petani) akan mampu melihat ke depan dan mengambil keputusan gemilang bagi perkembangan ekonomi negaranya. Manajemen Dana Bank, Bina Usaha, Jakarta, 1993, hal.1. 2 Tujuan Perbankan Nasional seperti yang tertera dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. 3 Afzalur Rahman, Economic Doctriness of Islam. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1996, hal. 338.

Upload: muhammad-fathoni-abu-faiz

Post on 25-Jul-2015

144 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL UU Bank Syariah

1

UNDANG – UNDANG PERBANKAN SYARIAH

SEBAGAI HUKUM YANG DICITA-CITAKAN

Dipublikasikan pada Jurnal Ilmu Hukum LITIGASI

Volume 5 No 2 Juni 2004 halaman 191-203 ISSN : 0853-7100

A. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Tidak dapat disangkal lagi bahwa pembangunan memerlukan dana yang tidak

sedikit dan berkesinambungan. Dalam hal pengerahan dana masyarakat tidak dapat

dikesampingkan peranan lembaga perbankan.

Bank sebagai lembaga yang bekerja berdasarkan kepercayaan masyarakat, memiliki

peran dan posisi yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai lembaga

perantara keuangan masyarakat ( financial intermediary ), bank menjadi media

perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of fouds) dengan pihak-

pihak yang kekurangan / memerlukan dana (lack of fouds)1. Di Indonesia, lembaga

perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan ( agent of development

), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional

ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.2

Tidak ragu lagi bahwa perbankan menunjukan pelayanan khusus dan bermanfaat

terhadap masyarakat dan tidak ada masyarakat modern yang dapat mencapai kemajuan

pesat atau bahkan dapat mempertahankan angka pertumbuhannya tanpa bank.3

1 Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal.67, MenurutMuchdarsyah Sinungan, bankir-bankir yang mengelola banknya menurut sistem dan metode yangmengacu pada tingkat produktivitas usaha para nasabah (baik industri, pedagang, maupun petani) akanmampu melihat ke depan dan mengambil keputusan gemilang bagi perkembangan ekonomi negaranya.Manajemen Dana Bank, Bina Usaha, Jakarta, 1993, hal.1.2 Tujuan Perbankan Nasional seperti yang tertera dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankansebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998.3 Afzalur Rahman, Economic Doctriness of Islam. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1996, hal. 338.

Page 2: JURNAL UU Bank Syariah

2

Kaitannya dengan perekonomian nasional, Compton menyatakan ketidakmungkinan

memberi gambaran mengenai ekonomi nasional yang berjalan efisien, tumbuh dengan

mantap atau bertahan untuk suatu kurun waktu tanpa dukungan sistem perbankan yang

kuat.4

Seperti telah dimaklumi, bahwa kasus-kasus perbankan yang terjadi pada masa lalu

– yang hingga saat ini akibatnya masih dirasakan - baik langsung maupun tidak

langsung telah membawa akibat bagi perkembangan perekonomian negara. Untuk

menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan sebagai upaya memulihkan

krisis perbankan pemerintah harus menyediakan talangan dana yang tidak kecil

setidaknya 410 trilyun rupiah harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk bantuan kredit

likuiditas.5

Kondisi perbankan nasional yang demikian telah memberi andil timbulnya krisis

perekonomian nasional. Kondisi ini dikarenakan banyak faktor penyebab, salah satunya

adalah kebijakan / policy perbankan. Mengenai hal ini Muladi mengatakan bahwa

penyebab timbulnya kondisi perbankan yang sangat parah dewasa ini yang secara

signifikan memberi andil dalam krisis ekonomi saat ini, di samping akibat dari anomie

of succes atau unfortunate mistake atau business - malpractice atau human errors atau

business etchic atau kombinasi faktor-faktor di atas dan sedikit banyak tidak terlepas

dari administrative policy failure.Selain itu disadari pula bahwa hal ini disebabkan

adanya berbagai kesalahan dalam kebijakan penyelenggaraan pembangunan di masa

lalu. Jika dicermati terdapat dua faktor penyebab utama, yakni pembangunan yang

dilaksanakan secara terpusat dan pembangunan yang tidak seimbang. Pola

pembangunan demikian tercermin dalam proses pembangunan yang tidak melibatkan

partisipasi masyarakat dan kurang memperhatikan pemberdayan ekonomi rakyat.6

4 Eric N. Compton. Principle of Banking. (terjemahan Alexander Oey). Jakarta : Akademika Pressindo.1991, hal. 330.5 Pada Februari 1999 posisi minus seluruh bank mencapai 198.019.000.000.000 (seratus sembilan puluhdelapan trilyun sembilan belas milyar rupiah). Nidyo Pramono. Mengenal Lembaga perbankan diIndonesia Sebuah Pendekatan dari Perspektif Hukum Ekonomi. Makalah pada Penataran Hukum perdatadan Ekonomi, FH. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 23-30 Agustus 1999.6 PROPENAS 2000 – 2004 ( Undang – undang No. 25 Tahun 2000 ) BAB II Tentang PrioritasPembangunan Nasional angka 1, hlm. 12 - 13.

Page 3: JURNAL UU Bank Syariah

3

Untuk itu berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan perbankan

nasional, baik melalui rekapitulisasi maupun pengambilalihan kepemilikan bank. Selain

itu dilakukan penyesuaian peraturan perbankan nasional. Selain untuk memulihkan

perbankan nasional, revisi peraturan perbankan dilakukan karena telah diratifikasinya

beberapa perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, sehingga

diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang

perekonomian, khususnya sektor perbankan, agar peraturan perbankan mengacu pada

komitmen Indonesia dalam berbagai forum internasional.7

Terdapat Lima Pokok Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 dalam UU No. 10 Tahun

1998 8, salah satunya berkaitannya dengan keberadaan Bank Syariah, Dengan diaturnya

berbagai hal tentang Bank Syariah dalam UU Perbankan, menunjukan bahwa Bank

Syariah dewasa ini memiliki kedudukan yang mantap dan berdiri sejajar dengan Bank

Konvensional. Dengan dimungkinkannya Bank Umum Konvensional 9 menggunakan

prinsip syari’ah dan bukan prinsip syariah sekaligus. Hal ini terbukti dari banyaknya

permohonan bank konvensional kepada Bank Indonesia untuk membuka kantor cabang

atau kantor di bawah cabang yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip

syari’ah.

Di Indonesia, bank yang beroperasi berdasarkan syari’ah Islam telah dimulai sejak

tahun 1990-an. Setelah sembilan tahun sejak Bank Syariah yang pertama kali berdiri di

Indonesia - yaitu Bank Muamalat Imdonesia – banyak minat bank konvensional

menggunakan pola usaha berdasarkan prinsip syariah10. Dua dekade terakhir,

perkembangan bank syariah pun mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan baik

dilihat dari jumlah maupun penyebarannya di dunia. 11

7 Penjelasan Umum UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992tentang Perbankan.8 Penjelasan Umum UU No. 1 Tahun 1998.9 Meminjam istilah Muhammad Syafi’i Antonio untuk menunjukkan bank yang beroperasi tidakmenggunakan prinsip syari’ah. Istilah ini kini digunakan dalam UU Perbankan.10 Bank IFI, Bank BSB, BNI, BRI, dan sejumlah Bank Swasta lainnya menunjukkan minatnyamengembangkan Bank Syar’ah, persiapan pembukaan sejumlah kantor cabang syariah di berbagai kota.Republika, 11 November 1999.11 Perbankan Syariah telah ada di hampir lebih 60 negara, kebanyakan di wilayah Timur Tengah danAsia. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh International Association pf Islamic Bank pada tahun

Page 4: JURNAL UU Bank Syariah

4

Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat merupakan bagian dari

masyarakat internasional. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia tidak

dapat melepaskan diri dari pranata hukum internasional, termasuk di dalamnya

perkembangan di bidang hukum ekonomi internasional. Perkembangan hukum ekonomi

internasional yang perlu dicermati, diantaranya adalah hasil – hasil perundingan

Uruguay Round yang telah berlangsung dari tahun 1986 dan berakhir pada bulan April

1994 di Marakesh - Maroko. Salah satu hasil perundingan ini adalah disepakatinya

pembentukan GATT ( General Agreement on Tariff and Trade ), dan WTO ( World

Trade Organization ). WTO merupakan organisasi payung yang membawahi seluruh

perjanjian dalam Uruguay Round, dan mengadministrasikan semua perjanjian,

menyediakan forum untuk negosiasi di kemudian hari, mengadministrasikan sistem

penyelesaian sengketa dan memantau kebijaksanaan perdagangan dan bekerjasama

dengan lembaga ekonomi lainnya.12

Arus globalisasi yang ditandai dengan berlakunya persetujuan kerjasama regional

dan internasional di bidang perdagangan ( perekonomian ), akan menciptakan peluang

sekaligus tantaangan. Peluang dan tantangan perekonomian nasional akan terasa sulit di

tahun – tahun mendatang apabila persoalan – persoalan yang timbul tidak mampu

diinventarisir, dianalisis dan dipersiapkan. Pembenahan aturan terutama di bidang

kerjasama perdagangan dan perusahaan yang direfleksikan pada prinsip – prinsip

GATT, dan WTO dan AFTA ( Asia Free Tade Area ), merupakan pantauan awal agar

hukum tidak selalu tertinggal sementara aspek perekonomian dan perdagangan melaju

pesat jauh ke depan.13

Berkaitan dengan masalah di atas, makalah ini akan mencoba menganalisa masalah

pembangunan hukum nasional di era globalisasi, yakni berkaitan dengan hukum

perbankan, khususnya bank syariah. Mengingat luasnya ruang lingkup kajian masalah

1977, ada lebih 176 lembaga keuangan di sektor publik dan privat baik di negara – negara muslim dannon muslim.12 H.S. Kartadjoemena, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, UI-Pres, Jakarta, 1997, hlm. 31313 Aslan Noor, Peranan hak – hak atas Tanah dalam mengembangkan Bisnis Koperasi dan Usaha KecilMenengah di Era Globalisasi, Makalah Seminar Kesiapan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Jawa

Page 5: JURNAL UU Bank Syariah

5

perbankan syariah ini, bahasan pada makalah ini dibatasi pada beberapa hal yang

dirumuskan pada bagian Identifikasi masalah.

b. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana Kontribusi Perbankan Syariah dalam Pembangunan Nasional ?

2. Apakah Filosofi dan Prinsip – prinsip Bank Syariah sesuai dengan Filosofi yang

melandasi lahirnya Era Globalisasi ?

3. Apa urgensi Undang – undang Perbankan Syariah dalam Pembangunan Nasional di

Era Globalisasi ?

B. PEMBAHASAN

a. Kontribusi Perbankan Syariah dalam Pembangunan Nasional.

Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional yang begitu cepat

menimbulkan tantangan yang tidak sedikit terhadap lembaga-lembaga keuangan.

Demikian halnya terhadap lembaga perbankan. Peran strategis lembaga perbankan yang

mengemban tugas utama sebagai wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan

dana secara efektif dan efisien, memerlukan penyempurnaan yang terus menerus agar

mampu memiliki keunggulan komparatif. Lembaga perbankan mempunyai fungsi dan

tanggung jawab yang sangat besar, selain memiliki fungsi tradisional, yaitu untuk

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dalam arti sebagai perantara pihak

yang berlebihan dana dan kekurangan dana, yakni fungsi financial intermedidiary, juga

berfungsi sebagai sarana pembayaran. Seperti telah dikemukakan, perbankan Indonesia

mempunyai fungsi yang diarahkan sebagai agent pembangunan (agent of development),

yaitu sebagai lembaga yang bertujuan guna mendukung pelaksanaan pembangunan

Barat untuk Mengembangkan Bisnis dalam Era Globalisasi, 7 Agustus 2003, Fakultas Hukum Unpad,Bandung, 2003, hlm.1.

Page 6: JURNAL UU Bank Syariah

6

nasional dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan

ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 14

Perbankan nasional berfungsi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat dan seluruh

kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi. Untuk

mencapainya perbankan Indonesia harus memiliki komitmen. Komitmen ini oleh

Nyoman Moena diterjemahkan ke dalam bahasa perbankan, yaitu perbankan Indoensia

berfungsi sebagai : 15

Lembaga kepercayaan;

Lembaga pendorong pertumbuhan ekonomi;

Lembaga pemerataan

Jika diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk tanggung jawab, maka bentuk-bentuk

tanggung jawab perbankan, adalah :

Tanggung jawab prudential (bank harus sehat);

Tanggung jawab komersial (bank harus untung);

Tanggung jawab finansial (bank harus transparan);

Tanggung jawab sosial (kemampuan mengakomodir harapan stake holderes secara

adil).

Sedangkan menurut Heru Soepraptomo, sebagai agen dari pembangunan, bank

diharapkan dapat memberikan kontribusi pada usaha meningkatkan tabungan nasional,

menumbuhkan kegiatan-kegiatan usaha meningkatkan tabungan nasional,

menumbuhkan kegiatan usaha dan meningkatkan alokasi sumber-sumber

perekonomian. 16

Berkaitan dengan hal ini tidak dapat dilepaskan peran perbankan syariah. Embrio

fungsi perbankan syariah telah ada sejak awal Islam yakni pada fungsi-fungsi

perorangan terutama seperti yang dipraktekkan oleh rasulullah sebagai seorang

14 Muhammad Djumhana, Op.Cit., hal 77.15 Nyoman Moena, Rangkuman Sajian Analisi Efisiensi dan Efektivitas Hukum Perbankan, Makalah padapertemuan Ilmiah BPHN, Desember 1996, hal. 1-2.

Page 7: JURNAL UU Bank Syariah

7

pedagang dan penerima titipan dari orang-orang kaya yang ada di Mekkah. Perbankan

Islam sebagai institusi mulai dipraktikkan pada tahun 1940-an dan mulai berkembang

pada tahun pada awal tahun 1970-an. Bank syariah tumbuh dengan cukup pesat dengan

cakupan yang sangat luas tidak hanya di negara-negara muslim, tetapi juga telah

dipraktikkan oleh bank-bank konvensional di negara-negara Barat. Hal ini disebabkan

disamping faktor layanan keuangan perbankan Islam ada juga faktor besar pangsa

pasarnya.

Perbankan Syariah di Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat baik

dari segi aset dan jaringan kantor maupun dari dukungan masyarakat, terutama setelah

krisis ekonomi tahun 1998. Perbankan syariah terbukti dapat bertahan melewati deraan

krisis ekonomi, hal ini disebabkan oleh adanya karakteristik operasional yang menjadi

keunggulan kompetitif dan komparatif bagi perbankan syariah sehingga dapat menjadi

alternatif sistem perbankan selain perbankan konvensional. Selain itu perbankan

syariah secara konsisten menjalankan fungsi intermediasi, hal ini terlihat dalam angka

Financing to Deposit Ratio yang cukup tinggi dibanding dengan perbankan

konvensional.

Tahun 2002 di Indonesia terdapat dua bank umum syariah, enam bank umum

konvensional yang memiliki unit syariah, serta 83 BPR yang beroperasi berdasarkan

syariah. Penyebaran jaringan terdiri dari 55 Kantor Cabang, 8 Kantor Cabang

Pembantu, dan 48 Kantor Kas. Pertumbuhan aset 74 % per tahun selama kurun waktu

1998 – 2001.17

Hal tersebut membuktikan bahwa pada praktiknya perbankan syariah walau

dibandingkan dengan total aset perbankan nasional masih relatif kecil, tetapi perbankan

syariah memiliki peluang untuk berkembang secara terus menerus. Perbankan syariah

telah menunjukkan potensi manfaat yang dapat dikembangkan untuk mendukung

perekonomian nasional ke arah yang lebih baik.

16 Heru Soepraptomo, Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan, makalah pada pertemuan Ilmiahtentang Analisis Ekonomi terhadap Hukum dalam Menyongsong Era Globalisasi, BPHN – DepartemenKehakiman, Jakarta, 10-11 Desember 1996, hal. 1.

Page 8: JURNAL UU Bank Syariah

8

Secara internasional, saat ini volume operasi perbankan Islam cukup signifikan.

Perkembangan tersebut telah difasilitasi Islamic Development Bank (IDB) dan beberapa

negara anggota dengan mendirikan International Islamic Financial Market (IIFM) pada

bulan November 2001. Selain itu IMF telah memfasilitasi pembentukan Islamic

Financial Service Board (IFSB) pada bulan September 2002. Perkembangan ini telah

melengkapi institusi yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan kualitas operasi dan

efisiensi perbankan syariah secara internasional.18

b. Filosofi dan Prinsip Bank Syariah kaitannya dengan Paham yang Melandasi

Lahirnya Era Globalisasi

1.Globalisasi dan Paham Neo Liberalisme

Globalisasi menurut bahasa adalah “ Proses masuknya ke dalam ruang lingkup

dunia “.19 A. Sandiwan mengungkapkan makna utama globalisasi . Menurutnya Botton

line globalisasi tidak lain adalah persaingan dan persekutuan atau competition and

cooperation, yang kadar dan intensitasnya benar – benar berkualitas internasional.

Tidak lagi berskala serta berkualitas nasional, apalagi lokal.20

Pada dasarnya semua proses pengintegrasian ekonomi nasional menjadi ekonomi

global ( globalisasi ) merupakan harapan dan hasil perjuangan dari

perusahaan-perusahaan transnasional karena pada dasarnya merekalah yang paling

diuntungkan dari proses tersebut. Selama dua dasawarsa menjelang berakhirnya abad

Millenium, perusahaan-perusahaan transnasional berskala raksasa tersebut (TNCs)

meningkat jumlahnya secara pesat dari sekitar 7000 TNCs pada tahun 1970, dan dalam

17 Sumber data : Naskah Akademik Rancangan Undang – undang tentang Bank Syariah. Law Office ofRemy dan Darus, Jakarta, Oktober 2002, Hlm. 6418 Naskah Akademik Rancangan Undang – undang tentang Bank Syariah. Law Office of Remy danDarus, Jakarta, Oktober 2002, Hlm. iii

19 Departemen Pendidikan dan Kebudaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.32020 A. Sandiwan, Dari Meja Tanri Abeng Managing atau Chaos ? Tantangan Globalisasi danKetidakpastian., Pustaka sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 6

Page 9: JURNAL UU Bank Syariah

9

tahun 1990 jumlah itu mencapai 37.000 TNCs. Selain jumlahnya meningkat, TNCs juga

dapat menguasai perekonomian dunia. Kekuatan ekonomi TNCs yang luar biasa

tersebut akan semakin bertambah jika globalisasi berjalan. Mereka pada saat yang lalu

saja berhasil menguasai 67% dari perdagangan dunia antar TNCs dan menguasai 43,1%

total perdagangan global. Lebih lanjut TNCs juga telah menguasai 75% dari total

investasi global. Ada 100 TNCs dewasa ini menguasai ekonomi dunia. Mereka mampu

mengontrol sampai 75% perdagangan dunia. 21

Dari uraian di atas, tampaklah bahwa aktor yang justru sangat berkuasa dan justru

lebih terpenting setelah WTO adalah Transnational Corporations (TNCs). Merekalah

yang sebenarnya yang berada di balik semua proses kesepakatan dalam WTO. Mereka

adalah perusahaan-perusahaan transnasional yang sangat berkepentingan melalui

mekanisme globalisasi sistem poduksi, investasi dan pasar yang pengaturan mekansime

dari semua sistem produksi dan pasar tersebut ditetapkan di WTO. Dengan demikian,

forum WTO pada hakikatnya menjadi arena perjuangan bagi perusahaan transnasional

untuk memperjuangkan cita-cita mereka dalam penguasaan dunia. Hal itu berarti bahwa

segala yang melalui proses dan mekansime globalisasi juga merupakan perebutan

kekuasaan ekonomi dari kekuasaan negara-negara kepada TNCs.22

Selanjutnya perlu ditelaah konstruksi, konsep, mekansime, maupun anatomi dari

globalisasi. Globalisasi sebagai proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam

sistem ekonomi dunia pada dasarnya diperankan oleh aktor-aktor utama proses tersebut.

Ada tiga aktor utama, pertama, adalah TNCs, yakni perusahaan multinasional yang

besar yang dengan dukungan negara-negara yang diuntungkan oleh TNCs tersebut

membentuk suatu dewan perserikatan perdagangan global yang dikenal dengan WTO

yang menjadi aktor kedua. Ketiga, adalah lembaga keuangan global IMF, dan Bank

Dunia. Ketiga aktor globalisasi tersebut menetapkan aturan-aturan seputar investasi.

Intellectual Property Rights dan kebijakan internasional. Kewenangan lainnya adalah

mendesak atau mempengaruhi serta memaksa negara-negara melakukan penyesuaian

21 Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2002.Hlm. 214

Page 10: JURNAL UU Bank Syariah

10

kebijakan nasionalnya bagi kelancaran proses pengintegrasian ekonomi nasional ke

dalam ekonomi global. 23

Proses memperlicin jalan pengintegrrasian tersebut ditempuh dengan cara mengubah

semua aturan kebijakan yang menghalangi ketiga aktor-aktor globalisasi, terutama

TNCs untuk beroperasi dalam bentuk ekspansi produksi, pasar maupun ekspansi

investasi. Dengan demikian, sesungguhnya globalisasi tidak ada sangkut pautnya

dengan kesejahteraan rakyat ataupun keadilan sosial di negara-negara Dunia Ketiga,

melainkan lebih didorong demi motif kepentingan pertumbuhan dan akumulasi kapital

berskala global.24

Semua mekanisme dan proses globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor

globalisai melalui kesepakatan yang dibuat di WTO sesungguhnya dilandaskan pada

suatu ideologi yang dikenal dengan neo liberalisme. Paham neo liberalisme yang lama,

hanya saja karena waktu, konteks pemunculannya kembali serta skala dan strateginya

yang berbeda sudah tentu jawabannya berlainan. Dengan demikian neo liberalisme

merupakan kembalinya paham liberalisme lama di era yang baru.25

Apa yang menjadi pendirian neo liberalisme dicirikan sebagai berikut : kebijakan

pasar bebas yang mendorong perusahaan-perusahaan swasta dan pilihan konsumen,

penghargaan atas tanggung jawab personal dan inisiatif kewiraswastaan, serta

menyingkirkan birokrasi dan “parasit” pemerintah yang tidak akan pernah mampu,

meskipun dikembangkan. Aturan dasar kaum neo liberal adalah, “liberalisasikan

perdagangan dan finansial, biarkan pasar menentukan harga. Akhiri inflasi, (stabilisasi

ekonomi-makro,dan privatisasi) kebijakan pemerintah haruslah “menyingkir dari

penghalang jalan” (Chomsky, 1999). Paham inilah yang saat ini mengglobal dengan

mengembangkan “konsensus” yang dipaksakan yang dikenal dengan globalisasi

sehingga terciptalah suatu tata dunia. 26

b.Filosofi dan Prinsip Perbankan Syariah

22 Mansour Fakih, Op.Cit., hlm 21523 Mansour Fakih, ibid24 Mansour Fakih, Op.Cit., hlm 21625 Mansour Fakih, Ibid

Page 11: JURNAL UU Bank Syariah

11

Kegiatan perbankan sebagai salah satu institusi perekonomian Islam, sebagaimana

halnya seluruh aspek kehidupan manusia mengacu dan berlandaskan syariah Islam,

yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karenanya perbankan tidak dapat dilepaskan dan

tercerabut dari nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran Islam terdiri dari tiga komponen, yaitu :

Aqidah, Syariah, dan Akhlaq. Aqidah sifatnya konstan dan tidak mengalami

perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Syari’ah senantiasa diubah menurut

kebutuhan dan taraf peradaban ummat di mana seorang Rosul diutus. Asas penetapan

syraiah Islam adalah menghilangkan keberatan dan tidak menyulitkan, menciptakan

kemaslahatan dan menciptakan keadilan. 27

Syariah Islam sebagai suatu syariat yang dibawa oleh Rosul terakhir memiliki sifat

yang comprehensif dan universal. Comprehensif berarti merangkum seluruh aspek

kehidupan manusia baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal artinya

dapat diterapkan dalam setiap waktu dapat tepat.28

Menurut ajaran Islam, lembaga perbankan adalah suatu institusi perekonomian yang

merupakan wujud dari muamalah. Perbankan sebagai salah satu institusi ekonomi dalam

sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam itu sendiri menurut Amin Aziz,29 adalah

sistem ekonomi yang kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan yang diambil

dalam melaksanakan kebijakan ekonomi dipengaruhi / dilandasi oleh syariah Islam.

Perekonomian Islam berpedoman pada prinsip-prinsip ekonomi Islam, antara lain :30 Manusia adalah makhluk pengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan

di bumi, dan diberi kedudukan sebagai khalifah (wakilnya) yang wajib melaksanakan

petunjuk-Nya; Kerja adalah yang sesungguhnya menghasilkan (produktif); Islam

26 Mansour Fakih, Op.Cit., hlm 21827 Muhammad Djafar, Pengantar Ilmu Fiqh : Suatu Pengantar tentang Ilmu Hukum Islam dalamberbagai Mahzab, Jakarta, Kalam Mulia, 1993, hal. 30-42.28 M. Syafi’i Antonio, Potensi dan Peranan Ekonomi Islam dalam Upaya Pembangunan Umat IslamNasional, makalah tanpa tahun, hlm.2.29 Amin Aziz, Tantangan, Prospek dan Strategi Sistem Perekonomian syariah di Indonesia dilihat daripengalaman pengembangan BMT, PINBUK, Jakarta, 1996, hal. 2.30 Ahmad Ashar Basyir, artikel pada Berbagai Aspek Ekonomi Islam (editor M. Rusli Karim), P3EI – FEUII bekerjasama dengan Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992, hlm. 13-14.

Page 12: JURNAL UU Bank Syariah

12

menentukan berbagai macam bentuk kerja yang halal dan yang haram, kerja yang halal

saja yang dipandang sah; Hak milik manusia dibebani kewajiban-kewajiban yang

diperuntukan bagi kepentingan masyarakat. Hak milik berfungsi sosial; Harta jangan

beredar di kalangan kaum kaya saja, tetapi diratakan dengan jalan memenuhi

kewajiban-kewajiban kebendaan yang telah ditetapkan dan menumbuhkan keperdulian

sosial berupa anjuran berbagai macam shodaqoh; Harta difungsikan bagi kemakmuran

bersama tidak hanya ditimbun tanpa menghasilkan sesuatu dengan jalan

diperkembangkan secara sah; Kerjasama kemanusiaan yang bersifat saling menolong

dalam usaha memenuhi kebutuhan ditegakkan; Nilai keadilan dalam kerjasama

kemanusia ditegakkan; Campur tangan negara dibenarkan dalam rangka penertiban

kegiatan ekonomi menuju tercapainya tujuan;

Secara filosofis, orientasi dasar ekonomi Islam dilandaskan pada asas ketuhanan (

tauhid ), yaitu adanya hubungan dari aktivitas ekonomi, tidak saja dengan sesama

manusia, tetapi juga dengan tuhan sebagai pencipta. Dari landasan tauhid ini timbul

prinsip – prinsip dasar bangunan kerangka sosial, hukum, dan tingkah laku, yang di

antaranya adalah prinsip khilafah, keadilan ( ‘adalah ), kenabian ( nubuwwah ),

persaudaraan ( ukhuwwah ), kebebasan yang bertanggung jawab ( Al huriyah wal

mas’uliyyah ). Disamping itu ada nilai – nilai instrumental, yaitu larangan riba, zakat,

kerjasama ekonomi, jaminan sosial dan peran negara.31

Berdasarkan landasan filosofis dan prinsip-prinsip syariah dalam ekonomi bank

syariah dijalankan dengan tidak mendasarkan kepada prinsip bunga karena dianggap

riba dan dilarang, transaksi yang digunakan adalah transaksi bagi hasil pengembangan

zakat dan usaha yang halal dan thoyib, serta adanya prinsip kesesuaian kehendak dalam

perjanjian-perjanjian ( arridha’iyyah ).32

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip utama dalam operasionalisasi perbankan

syariah, yang memiliki keunikan (khas) dalam opersionalnya, sesuai dengan karakter

31Ahmad Ashar Basyir, Ibid32 Law Office of Remy & Darus, Naskah Akademik Rencana Undang – undang tentang PerbankanSyariah, Jakarta, Oktober 2002, hlm. 60

Page 13: JURNAL UU Bank Syariah

13

dari ajaran Islam itu, dalam opersionalisasi perbankan syariah diperlukan pengaturan

yang khusus agar berjalan sesuai dengan sifat dan kekhususannya tersebut dengan tidak

mengurangi prinsip universal dari ajaran Islam itu sendiri, yaitu bertujuan membawa

kebaikan bagi semua pihak ( rahmatan lil ‘alamin ).33

c.Urgensi Undang – undang Perbankan Syariah dalam Pembangunan Nasional di

Era Globalisasi

Paradigma pembangunan yang sudah berjalan secara mendunia dengan pendekatan

teori – teori ekonomi liberal kapitalistik dan marxist berikut teori pengembangannya

yang bertentangan dengan nilai kemaunian dan ketuhanan ( agama ), dianggap telah

gagal membawa tujuan dari pembangunan ekonomi untuk memakmurkan dan

menyejahterakan masyarakat. Oleh karenanya perlu paradigma baru yang dapat

memberikan alternatif atas kekurangan dan kegagalan teori yang sudah ada. Paradigma

ini berdasarkan pada konsep ajaran agama samawi yang mendasarkan pada prinsip

ketuhanan. 34

Sebelum diuraikan tentang urgensi Undang – undang Perbankan Syariah dalam

Pembangunan nasional pada Era globalisasi, penting untuk terlebih dahulu dikaji

tentang Pembangunan Hukum Nasional. Menurut Artidjo Alkostar, pembangunan

hukum senantiasa menuntut adanya visi dari proses yang secara sadar diarahkan kepada

pertumbuhan dan pembangunan hukum. Pembangunan hukum tidak mungkin hanya

dipercayakan dan tergantung pada penguasa saja karena eksistensi hukum tidak bisa

dilepaskan dari dinamika sosial. Prioritas “political will” penguasa pemerintahan akan

lebih mudah dicurahkan pada pembangunan ekonomi dan teknologi dibandingkan

dengan pembangunan hukum dan keadilan. 35

33 Law Office of Remy & Darus ibid.34Law Office of Remy & Darus ibid.35 Mochtar Mas’oed ( editor ), Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan,UII Pres, Jogjakarta, 1997,hlm. 340 - 344

Page 14: JURNAL UU Bank Syariah

14

Lebih jauh Alkostar mengatakan bahwa Pembangunan hukum yang dirancang-

bangun oleh dan dengan desain dominasi kebijaksanaan pemerintah, maka akan muncul

bangunan hukum yang hanya memberi naungan bagi kekuasaan dan birokrasi. Dalam

hubungan ini, jika pemerintahan Orde Lama banyak memberlakukan hukum warisan

Kolonial dan hukum buatan Indonesia yang represif serta otorioter sebenarnya

merupakan refleksi dari pola pembangunan yang lebih menekankan pada ideologi

stabilitas. Pembentukan undang-undang terkait dengan proses politik. Proses-proses

politik antaranya terlihat pada pembuatan hukum (undang-undang, peraturan). Di sini

pembuatan hukum tidak kita lihat sebagai proses hukum melainkan sebagai manifestasi

dari kegiatan politik yaitu membuat deskripsi mengenai keadaan ideal dan memobilisasi

sumber-sumber daya untuk mencapainya melalui pembangunan kekuasaan, 36

Sedangkan negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi menyaratkan

adanya partisipasi penuh masyarakat secara politik serta keterkaitan maksimal dari

rakyat dalam menentukan kebijaksanaan yang menyangkut kepentingan publik. Begitu

pula dalam pembangunan hukum nasional, nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam

kehidupan masyarakat mutlak harus dijadikan fondasi bangunan, agar hukum yang

berlaku tidak tercabut dari bumi budaya masyarakatnya.

Alkostar memahami kritik – kritik yang dilontarkan terhadap ilmu hukum.

Menurutnya dalam realita pelaksanaan hukum banyak fenomena yang mengundang

insinuasi-insinuasi sinis dan mempertanyakan Visi pengembangan Ilmu Hukum saat ini.

Alkostar sendiri mengkritik perkembangan hukum di Indonesia. Menurutnya

perkembangan hukum di Indonesia saat ini terbelenggu oleh “kapsul” positivisme

hukum Eropa Kontinental abad 18. Positivisme hukum tidak peduli dengan keadilan,

karena masalah keadilan bukan urusan hukum positif. Aliran positivisme hukum

menekankan pada kepastian hukum. Akibatnya, pertumbuhan hukum Indonesia berjalan

tanpa Visi dan tidak jelas Paradigmanya. Watak hukum Eropa Kontinental bertradisi

tanpa paradigma sosiologi, karena memakai metode berfikir deduktif seperti kebiasaan

36 Satjipto Rahardjo, 1991, hlm. 144

Page 15: JURNAL UU Bank Syariah

15

Hukum Romawi. Sedangkan karakter Hukum Anglo-Amerika lebih realistis karena

memberi perhatian kepada apa yang berkembang dalam dinamika sosial.

Dari pemaparan tersebut di atas, terlihat bahwa sistem hukum kita belum terpola,

jalinan hubungan antara sub sistem hukum tidak terjalin, dan paradigmanya tidak jelas

dan tidak utuh. Oleh karena itu diperlukan pemikiran yang serius mau seperti apa dan

mau dibawa ke mana pembangunan hukun saat ini ? bagaimana pula dengan tatanan dan

pembangunan hukum ekonomi, khususnya perbankan nasional ?

Kembali ke masalah Perbankan syariah, dewasa ini konsep Bank Syariah,

khususnya dan sistem ekonomi Islam umumnya telah menarik banyak negara bahkan

negara-negara di mana umat Islam sebagai golongan minoritas seperti Amerika Serikat

dan Inggris, gencar melakukan penelitian dan pertemuan ilmiah untuk

memperbincangkan sistem ekonomi Islam, seperti Islamic Finance, Syariah Issues in

Islamic Finance, Islamic Economic and Finance, selain diperbincangkan di kampus,

juga lembaga-lembaga seperti Masyarakat Islam Amerika Utara (Islamic Society of

North Amerika – ISNA) secara berkesinambungan melakukan rangkaian panjang

pembicaraan tentang ekonomi Islam. 37 Di Indonesia sesuai dengan Sistem Ekonomi

Kerakyatan, dalam tatanan perekonomian masyarakat madani yang dicita-citakan,

Perbankan Syariah bukan saja memberikan kemungkinan terbelanya golongan

masyarakat yang rentan, tetapi juga terjaganya dengan baik solidaritas sosial.38

Secara ekonomis perbakan syariah memiliki potensi manfaat yang dapat

dikembangkan dalam mendukung percepatan dan kokohnya ketahanan ekonomi

nasional. Perbankan syariah memiliki karakteristik dari perspektif mikro yang

menekankan aspek kompetensi / professionalisme dan sikap amanah dalam nilai-nilai

shiddiq ( kejujuran dalam mengelola ), tabligh (kemampuan sosialisasi dan edukasi

masyarakat), amanah (kemampuan mengelola perbankan secara hati-hati dan

terpercaya), dan fathonah (professionalisme) ri’ayah (kecermatan, kesantunan dan

mas’uliyah ( penuh rasa tanggung jawab).

37 Harian Umum Republika, 12 November 1999.38 Law Office of Remy dan Darus op.cit., hlm 72, 104, dan 163.

Page 16: JURNAL UU Bank Syariah

16

Dari perspektif makro perbankan syariah menekankan aspek kontribusi

perbankan syariah bagi kesejahteraan masyarakat dengan kaidah pelarangan riba, kaidah

zakat, kaedah pelarangan transaksi spekulatif, kaidah pelarangan gharar. Kekhususan

operasional bank syariah akan memberi dampak pada pertumbuhan pemerataan dan

stablitas ekonomi nasional.

Secara yuridis, eksistensi perbankan syariah di Indonesoa telah memiliki dasar-

dasar hukum kuat yang dapat dijadikan landasan bagi pendirian, kegiatan, aturan

perilaku dan sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada pihak-pihak yang melakukan

pelanggaran. Namun pengaturan operasional perbankan syariah di dalam Undang-

Undang No. 10 tahun 1998, masih sangat sumir dan mengandung aturan yang tidak

tegas dan saling bertentangan, hal itu terjadi karena antara perbankan syariah dengan

paerbankan konvensional memiliki karakrteristik yuridis yang sangat berbeda sehingga

tidak mungkin hanya diatur dalam satu undang-undang untuk subjek yang berbeda

tersebut.

Dari tinjauan sosial politik, dukungan masyarakat terhadap pentingnya

pengaturan perbankan syariah tersendiri sangat tinggi, hal ini ditinjau dari persepsi

masyarakat yang berdasarkan alasan keagamaan tidak menerima bank yang berdasarkan

prinsip bunga. Penelitian menunjukkan bahwa regulasi yang mengatur perbankan

syariah secara tersendiri mutlak diperlukan karena adanya karakteristik yang berbeda

pada bank syariah dengan bank konvensional. Selain itu keinginan politik para pembuat

kebijakan juga cukup kondusif untuk pengembangan bank syariah sebagai bagian sistem

perbankan nasional.

Dari perbandingan praktik pengaturan di berbagai negara yang terdapat bank

syariah, terbukti bahwa kebanyakan negara-negara yang diteliti telah memiliki

pengaturan perbankan syariah tersendiri dengan tujuan mendorong pertumbuhan dan

perkembangan perbankan syariah yang sehat dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip utama dalam operasionalisasi perbankan

syariah, yang memiliki keunikan (khas) dalam opersionalnya, sesuai dengan karakter

dari ajaran Islam itu, dalam opersionalisasi perbankan syariah diperlukan pengaturan

Page 17: JURNAL UU Bank Syariah

17

yang khusus agar berjalan sesuai dengan sifat dan kekhususannya tersebut dengan tidak

mengurangi prinsip universal dari ajaran Islam itu sendiri, yaitu bertujuan membawa

kebaikan bagi semua pihak ( rahmatan lil ‘alamin ).39

Seperti telah diuraikan di muka, bahwa globalisasi dilandasi paham neo

liberalisme. Pendirian neo liberalisme dicirikan dengan kebijakan pasar bebas,

menyingkirkan peran birokrasi dan “parasit” pemerintah. Hal ini sangat bertentangan

dengan prinsip – prinsip ekonomi Islam. Secara filosofis, orientasi dasar ekonomi Islam

dilandaskan pada asas ketuhanan ( tauhid ), yaitu adanya hubungan dari aktivitas

ekonomi, tidak saja dengan sesama manusia, tetapi juga dengan tuhan sebagai pencipta.

Dari landasan tauhid ini timbul prinsip – prinsip dasar bangunan kerangka sosial,

hukum, dan tingkah laku, yang di antaranya adalah prinsip khilafah, keadilan ( ‘adalah

), kenabian ( nubuwwah ), persaudaraan ( ukhuwwah ), kebebasan yang bertanggung

jawab ( Al huriyah wal mas’uliyyah ). Disamping itu ada nilai – nilai instrumental, yaitu

larangan riba, zakat, kerjasama ekonomi, jaminan sosial dan peran negara.

Urgensi penyusunan Undang – undang Perbankan Syariah dapat dilihat dari

berbagai aspek, yaitu aspek yuridis, ekonomis ( baik ekonomi mikro maupun makro ),

dan sosial politis. Mengembangkan perbankan syariah di Indonesia antara lain melalui

penyusunan Undang – undang Perbankan Syariah, merupakan salah satu upaya

membendung arus liberalisme dan kapitalisme gaya baru yang dibungkus melalui

globalisasi dalam bidang perbankan.

C. PENUTUP

a. Kesimpulan

1. Perbankan syariah memiliki karaktiristik operasional yang menjadi keunggulan

kompetitif dan komparatif sehingga dapat menjadi alternatif sistem perbankan selain

perbankan konvensional. Perbankan Syariah bukan saja memberikan kemungkinan

39 Law Office of Remy dan Darus , ibid.

Page 18: JURNAL UU Bank Syariah

18

terbelanya golongan masyarakat yang rentan, tetapi juga terjaganya dengan baik

solidaritas sosial. Walaupun dibandingkan dengan total aset perbankan nasional masih

relatif kecil, tetapi perbankan syariah memiliki peluang untuk berkembang secara terus

menerus sehingga dapat menunjukkan potensi manfaat yang dapat dikembangkan untuk

mendukung dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional, khususnya

pembangunan perekonomian.

2. Bank Syariah dilandasi oleh ajaran Islam sebagai landasan filosofis, teoritis dan

operasional. Dari landasan ini timbul prinsip – prinsip dasar bangunan kerangka sosial,

hukum, dan tingkah laku, yang di antaranya adalah prinsip khilafah, keadilan ( ‘adalah

), kenabian ( nubuwwah ), persaudaraan ( ukhuwwah ), kebebasan yang bertanggung

jawab ( Al huriyah wal mas’uliyyah ). Di samping itu terdapat nilai – nilai instrumental,

yaitu larangan riba, zakat, kerjasama ekonomi, jaminan sosial dan peran negara. Hal ini

tidak sesuai dengan Filosofi yang melandasi lahirnya Era Globalisasi karena

globalisasi yang terjadi dewasa ini pada hakekatnya merupakan upaya untuk

menumbuhkan kembali aliran liberalisme – kapitalisme dengan menggunakan hukum

internasional sebagai instrumennya.

3. Dalam pembangunan hukum nasional, perlu dikembangkan nilai – nilai yang hidup

dalam masyarakat sebagai fondasi bangunan agar hukum yang berlaku tidak tercabut

dari bumi dan budaya masyarakatnya. Secara filosofis , orientasi dasar ekonomi Islam

yang menjadi pijakan Perbankan Syariah dilandaskan pada asas ketuhanan ( tauhid ).

Hal ini sesuai dengan nilai – nilai yang tumbuh pada masyarakat Indonesia yang

berketuhanan. Oleh karena itu Perbankan Syariah perlu didukung agar dapat eksis

sebagai salah satu upaya meminimalisir dampak negatif paham liberalis – kapitalis

melalui globalisasi yang tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia. Urgensi

penyusunan Undang – undang Perbankan Syariah pada era globalisasi dapat dilihat dari

berbagai aspek, yaitu aspek ekonomis, yuridis dan sosio politis.

b. Saran

1. Diperlukan penelitian dan pengkajian yang mendalam oleh para pakar ilmu hukum

tentang arah pembanguan hukum nasional yang berlandaskan pada nilai - nilai yang

Page 19: JURNAL UU Bank Syariah

19

tumbuh dan berkembang pada masyarakat. Demikian halnya dalam bidang hukum

Ekonomi. Peraturan perundang – undangan warisan kolonial Belanda yang tidak

sesuai dengan falsafah Bangsa Indonesia menjadi prioritas pembangunan hukum.

2. Perbankan syariah yang memiliki karakter yang khas perlu dikembangkan dengan

dukungan peraturan perundang – undangan yang memadai.

Page 20: JURNAL UU Bank Syariah

20

DAFTAR PUSTAKA

- Basyir, Ahmad Asyhar. 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam. (Editor : M. Rusli

Karim). Yogyakarta : P3EI – FE UII Kerjasama dengan Tiara Wacana.

- Compton, Eric. 1991. Principle of Banking. (terjemahan Alexander Oey). Jakarta :

Akademika Pressindo.

- Djumhana, Muhammad. 1993. Hukum Perbankan di Indonsia. Bandung : Citra

Aditya Bakti.

- Departemen Pendidikan dan Kebudaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka. Jakarta.

- Fakih, Mansour. ( editor ). 2002. Runtuhnya Teori Pembangunan danGlobalisasi. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.

- Jafar, Muhammad. 1993. Pengantar Ilmu Fiqh : Suatu pengantar Tentang Ilmu

Hukum Islam dalam berbagai Mazhab. Jakarta : Kalam Hidup.

- Kartadjoemena, H.S. 1997, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round. UI-Pres.Jakarta.

- Law Office of Remy dan Darus. 2002. Naskah Akademik Rancangan Undang– undang tentang Bank Syariah. Jakarta.

- Rahman. Afzaur. 1995. Economi Doctrines of Islam. Yogyakarta : Dana Bhakti

Wakaf.

Peraturan Perundang-undangan

- Undang-undang Dasar 1945.

- TAP MPR No. IV/TAP/MPR/1998 Tentang Garis-Garis Besar Haluan

Negara.

- PROPENAS 2000 – 2004 ( Undang – undang No. 25 Tahun 2000 )

- Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan.

Page 21: JURNAL UU Bank Syariah

21

Makalah-Makalah

- Muladi. Perkembangan Hukum Perbankan di Indonesia dan permasalahannya.

Makalah Pada Seminar Perkembangan Hukum Perbankan di Indonesia dan

permasalahannya. Fakultas Hukum Trisakti. Jakarta. 31 Agustus 1998.

- Nidyo Pramono. Sebuah Pendekatan dari Perspektif Hukum ekonomi. Makalah

pada Penataran Hukum Perdata dan Ekonomi. Fakultas Hukum Universitas Gadjah

Mada. Jogjakarta. 23-30 Agustus 1999.

- Zainul Arifin. Perkembangan Lembaga Keuangan Syari’ah di Indonesia

Menghadapi Era Globalisasi. Disampaikan pada Seminar Nasional Perkembangan

Lembaga Keuangan Syari’ah di Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi. ICMI

ORWIL Jawa Barat. Bandung 7 September 1996.

- Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Muamalat Indonesia sebagai Alternatif Usaha

Perbankan dalam Menghimpun dan Pemberian kredit. Badan Pembinaan Hukum

Nasional – Departemen Kehakiman RI.

- ----------------------- Tanpa Tahun. Potensi dan peranan Ekonomi Islam dalam upaya

Pembangunan Ekonomi Islam Nasional.

- Nyoman Moena. 1996. Rangkuman Sajian Analisis Efisiensi dan Efektifitas Hukum

Perbankan. Disampaikan pada pertemuan ilmiah Analisis Ekonomi terhadap

Hukum. BPHN – Departemen Kehakiman R.I.

- Amin Azis. 1996. Tantangan, Prospek dan Strategi Perekonomian Syariah di

Indonesia dilihat dari Pengalaman pengembangan BMT – PINBUK. Jakarta.

- Aslan, Noor. 2003.Peranan Hak – hak atas Tanah dalam Mengembangkan

Bisnis Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Era Globalisasi, Makalah

Seminar Kesiapan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Jawa Barat untuk

Mengembangkan Bisnis dalam Era Globalisasi, 7 Agustus 2003, Fakultas

Hukum Unpad. Bandung.

Surat Kabar

Page 22: JURNAL UU Bank Syariah

22

- Harian Umum Republika, 11 dan 12 November 1999

URGENSI UNDANG – UNDANGPERBANKAN SYARIAH

DALAM PEMBANGUNAN HUKUN NASIONALPADA ERA GLOBALISASI

PenyusunNeni Sri Imaniyati

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2004

Page 23: JURNAL UU Bank Syariah

23

ABSTRAKDi Indonesia, bank yang beroperasi berdasarkan syari’ah Islam telah dimulai sejak

tahun 1990-an. Setelah sembilan tahun sejak Bank Syariah yang pertama kali berdiri diIndonesia, banyak minat bank konvensional menggunakan pola usaha berdasarkanprinsip syariah Dua dekade terakhir, perkembangan bank syariah pun mengalamipertumbuhan yang sangat signifikan baik dilihat dari jumlah maupun penyebarannya didunia.

Bank Syariah dilandasi oleh ajaran Islam sebagai landasan filosofis, teoritis danoperasional. Dari landasan ini timbul prinsip – prinsip dasar bangunan kerangkasosial, hukum, dan tingkah laku, yang di antaranya adalah prinsip khilafah, keadilan( ‘adalah ), kenabian ( nubuwwah ), persaudaraan ( ukhuwwah ), kebebasan yangbertanggung jawab ( Al huriyah wal mas’uliyyah ). Di samping itu terdapat nilai –nilai instrumental, yaitu larangan riba, zakat, kerjasama ekonomi, jaminan sosial danperan negara. Hal ini tidak sesuai dengan filosofi yang melandasi lahirnya EraGlobalisasi karena globalisasi yang terjadi dewasa ini pada hakekatnya merupakanupaya untuk menumbuhkan kembali aliran liberalisme – kapitalisme denganmenggunakan hukum internasional sebagai instrumennya.

Oleh karena itu Perbankan Syariah perlu didukung agar dapat eksis sebagai salahsatu upaya meminimalisir dampak negatif liberalis – kapitalis melalui globalisasi.Urgensi penyusunan Undang – undang Perbankan Syariah pada era globalisasi dapatdilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek ekonomis, yuridis dan sosio politis.

Page 24: JURNAL UU Bank Syariah

24

PERLINDUNGAN KONSUMENDALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM

A. PENDAHULUANPembangunan, khususnya pembangunan perekonomian di bidang

perindustrian dan perdagangan telah membawa manfaat bagikonsumen, yaitu semakin banyaknya pilihan barang dan jasa yangditawarkan, dengan aneka jenis, dan kualitas.

Di era globalisasi dan perdagangan bebas, dengan dukungan ilmupengetahuan, teknologi dan informasi, semakin luas arus keluar danmasuknya barang dan jasa melintasi batas-batas negara. Hal ini mempermudahmasyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan produk barang dan jasa.

Kondisi demikian telah memberi banyak manfaat bagi konsumen. Namin di sisi lainkonsumen menjadi objek aktivitas bisnis para pelaku usaha yang mengharapkankeuntungan secara besar-besaran melalui promosi maupun penjualan yang sering kalimerugikan konsumen.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini kedudukan konsumen sangat lemah, antaralain disebabkan oleh karena tingkat kesadaran dan tingkat pendidikan konsumen yangrelatif masih rendah. Hal ini semakin diperparah oleh etos-etos bisnis yang tidak benar,seperti bisnis harus bertujuan memperoleh keuntungan semata-mata, bisnis tidakmemiliki nurani, dan lain sebagainya.

Perhatian terhadap perlindungan konsumen sangat diperlukan mengingat setiapoang, pada suatu waktu, apakah sendiri, atau berkelompok bersama orang lain, dalamkeadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu.Oleh karena itu diperlukan pemberdayaan konsumen.

Dewasa ini, telah tumbuh kesadaran masyarakat tentang perlunya perlindungankonsumen yang dimulai di negara-negara maju. Apabila di masa-masa lalu pihakindustriawan yang dipandang sangat berjasa bagi perkembangan perekonomian negaramendapat perahtian sangat besar, maka dewasa ini perlindungan terhadap konsumenlebih mendapat perhatian sesuai dengan semakin meningkatnya perlindungan terhadapHak Asasi manusia. 40

Perlindungan terhadap konsumen berkaitan dengan kegiatan bisnis, yaituperdagangan barang dan jasa dalam lingkup kegiatan ekonomi, namun demikian tidakdapat dilepaskan dari aspek-aspek lain seperti hukum, agama, pendidikan, sosial danbudaya. Oleh karenanya, berkaitan dengan perlindungan konsumen, perlu ditelaah dariberbagai sudut pandang.

40 E. Saefullah, Product Liability Tanggung Jawab Produsen di Era Perdagangan Bebas. Jurnal BisnisVolume 5, 1998, hal 34.

Page 25: JURNAL UU Bank Syariah

25

Beberapa hal penting yang perlu penelaah adalah masalah perlindungan konsumendalam perspektif ekonomi Islam. Hal ini penting karena penduduk Indonesia mayoritasberagama Islam, dengan demikian semestinya nilai-nilai ajaran islam melandasiperaturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan perekonomian masyarakatsehingga pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam berbagaibidang, demikian halnya dalam kegiatan perekonomian. Oleh karena itu perlu ditelaahapakah Islam memberikan rambu-rambu mengenai perlindungan konsumen ?.

Selanjutnya perlu pula ditelaah bagaimana peraturan perundangan-undangan yangmengatur perlindungan konsumen di Indonesia ? Apakah peraturan tersebut telahmemberikan perlindungan hukum yang cukup memadai bagi konsumen dalam eraglobalisasi ? Apakah peraturan tersebut sesuai dengan nilai-nilai etika bisnis Islam ?

B. PANDANGAN PELAKU USAHA TERHADAP ETIKA BISNISKonsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat

bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusiproduk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapaikonsumen yang sangat majemuk tersebut. 41 Oleh karena itu berbagai upayadilaksanakan untuk mencapai sasaran tersebut di atas. Upaya-upaya yang dilakukantersebut kadang kala menjurus pada hal yang negatif, bahkan dari sejak awal dimulaidengan itikad tidak baik, antara lain memberikan informasi yang tidak benar, informasiyang menyesatkan, mutu atau kualitas barang yang rendah, bahkan dalam cara-carapenjualan yang bersifat memaksakan.

Upaya-upaya yang dilakukan tersebut seringkali lebih diperburuk oleh pandangan-pandangan atau lebih dikenal dengan istilah “mitos-mitos” bisnis itu sendiri, seperti“bisnis adalah kotor”, “sedikit bohong dalam bisnis adalah wajar”, “bisnis dengan jujurtidak akan untng”, dan lain sebagainya. Oleh karena mitos-mitos bisnis seperti itu, makamenurut sebagian pelaku bisnis, bisnis tidak perlu etika. Sebagai pelaku bisnismenyatakan, bahwa dalam berbisnis disertai berpikir dan berbuat moral adalah mustahil.Hal ini akan membuang-buang waktu saja. Bahkan bisa-bisa bangkrut.

Ada beberapa pandangan yang pro-kontra tentang perlunya etika dalam berbisnis :Pendapat yang kontra, antara lain beranggapan bahwa : 42

1. Bisnis adalah persaingan : semua pelaku dalam persaingan ingin ke luar sebagaipemenang. Setiap persaingan itu adalah pertarungan mempunyai aturan sendiri.

2. Bisnis adalah sosial : Aturan bisnis tidak bisa dikawinkan dengan aturan moralsosial. Ia mempunyai kawasan tersendiri yang tidak mungkin dicampuradukan.Pikiran sosial bila dituangkan dalam perjanjian bisnis akan menganggu danmembuat lemah bisnis itu sendiri. Bisnis yang kuat harus dituangkan dengan power,bukan dengan kasih sayang.

41 Sri Redjeki Hartono, Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi EraPerdagangan Bebas. Seminar Nasional Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen dalam Sistem HukumNasional Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, 9 Mei 1998, hal. 2.42 Es. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hal. 72-76.

Page 26: JURNAL UU Bank Syariah

26

3. Bisnis campur moral akan tersingkir, pelaku bisnis yang “bodoh” yang berlakumoralis. Jika masih ada manusia berbasi-basi dan masih menggunakan ukuranmoral, maka ia akan tersingkirkan.

4. Bisnis harus bertujuan utama keuntungan. Karena tujuan bisnis adalah keuntungan,maka tanggung jawab sosial adalah tidak relevan dan bertentangan dengan efisiensi.

5. Bisnis harus berkonsentrasi. Jika ada tujuan rangkap, yaitu tujuan ekonomi dantujuan sosial, maka akan membigungkan manajer.

6. Bisnis itu makan biaya. Untuk menggerakan kegiatan bisnis diperlukan biaya yangbesar, apalagi jika harus dibebani biaya sosial.

Sony Keraf 43 memberikan contoh tentang pendapat para pelaku bisnis yangberpandangan bahwa bisnis itu amoral, menurut pandangan tersebut “Bisnis adalahbisnis”. “Bisnis jangan dicampuradukan dengan etika”. Menurut beberapa ungkapansering didengar yang menggambarkan hubungan antara bisnis dan etika. Inilahungkapan-ungkapan yang oleh de Goerge disebut sebagai “Mitos Bisnis Amoral”.

Demikian pendapat-pendapat yang mendukung kegiatan bisnis tidak memerlukanetika. Namun demikian, tidak semua pelaku bisnis memiliki pandangan yang sama.Sebagian pelaku bisnis memiliki pandangan bahwa kaum bisnis harus menumbuhkankepekaan etika dalam menjalankan bisnisnya. hAl ini merupakan sesuatu yang tumbuhdari dalam tidak diharuskan dari luar.

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa alasan yang mendukung perlunya etikadalam melakukan kegiatan bisnis. 44

1. Bisnis mempertaruhkan segalanya2. Bisnis menyangkut hubungan antara manusia3. Bisnis adalah persaingan yang bermoral4. Legalitas berkaitan dengan moralitas5. Bisnis harus mengikuti kemauan masyarakat6. Bisnis harus disertai kewajiban moral7. Bisnis harus mengingat sumber daya yang terbatas8. Bisnis harus menjaga lingkungan sosial9. Bisnis harus menjaga keseimbangan, tanggung jawab, dan sosial10. Bisnis harus menggali sumber daya yang berguna11. Bisnis memberi keuntungan jangka panjang

Oleh karena menurut pandangan di atas, kegiatan bisnis memerlukan dan harusmenggunakan etika, maka disusun Prinsip Etika Bisnis.

Mahmoedin 45 menyatakan bahwa prinsip etika bisnis berkaitan dengan sistem nilaimasyarakat. Oleh karena itu prinsip etika bisnis yang berlaku di Indonesia berkaitandengan sistem nilai masyarakat kita. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh

43 Sonny Keraf dan Robert Haryono Imam, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur,Pustaka Filsafat Yogyakarta. 1995, hal. 56.44 Mahmoedin, ibid.hal. 76-80.45 Mahmoedin, ibid, hal. 81-85.

Page 27: JURNAL UU Bank Syariah

27

Sony Keraf 46. Menurutnya secara umum prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatanbisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagaimanusia pada umumnya. Demikian pula, prinsip-prinsip itu sangat erta terkait dengansistem nilai yang dianut oleh masyarakat masing-masing.

Mahfudin mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut :a. Bersifat bebas, yaitu para pengusaha tahu apa yang baik dan apa yang buruk, serta

tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya dan aturan yangberlaku baginya. Kebebasan adalah syarat yang harus ada agar manusia bisabertindak secara etis, manajer harus memiliki kebebasan untuk mengembangankegiatan bisnisnya.

b. Bertanggung Jawab : Bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, kepada pemberiamanah, kepada orang yang terlibat, kepada masyarakat / konsumen.

c. Bersikap jujurd. Berbuat baike. Bersikap adil (contohnya dalam pemberian upah, pekerjaan perseritan,

perlindungan, persamaan)f. Bersikap hormatg. Bersikap inovatif

Sementara menurut Sony Keraf 47 prinsip-prinsip etika bisnis adalah :1. Prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemauan manusia untuk bertindak

berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan.Untuk bertindak secara otonom diandaikan ada kebebasan untuk mengambilkeputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu.Otonom juga mengandaikan adanya tanggung jawab. Tanggung jawab kepada dirisendiri, kepada nuraninya, tanggung jawab kepada orang yang mempercayakanseluruh kegiatan bisnis dan manajemen itu kepadanya, termasuk tanggung jawabkepada pihak-pihak yang terlibat dengannya dalam urusan bisnis.

2. Prinsip kejujuran. Prinsip kejujuran terwujud dalam pemenuhan syarat-syaratperjanjian dan kontrak, penawaran barang dan jasa dengan mutu baik, hubungankerja perusahaan.

3. Prinsip tidak bertabiat jahat (non maleficence) dan prinsip berbuat baik(beneficence). Perwujudan prinsip ini mengambil dua bentuk. Pertama, prinsip baikmenuntut agar orang secara aktif dan maksimal berbuat hal yang baik kepada oranglain. Kedua dalam wujudnya yang minimal pasif, sikap ini menuntut agar kita tidakberbuat jahat kepada orang lain.

4. Prinsip keadilan. Prinsip keadilan menuntut agar memperlakukan orang lain sesuaidengan haknya.

5. Prinsip hormat kepada diri sendiri. Arti tertentu prinsip ini sudah tercakup dalamprinsip pertama dan kedua di atas. Tetapi di sini dirumuskan secara khusus untuk

46 Sonny Keraf, Op.Cit, hal. 70.47 Sonny Keraf, ibid, hal. 70-76.

Page 28: JURNAL UU Bank Syariah

28

menunjukkan bahwa kita semua mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnyauntuk menghargai diri sendiri.Dari uraian di atas, tampak bahwa pelaku bisnis memiliki pandangan yang berbeda

tentang perlu tidaknya etika dalam kegiatan bisnis. Pandangan tersebut tentudipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik faktor intern yang terdapat dalam diri pelakubisnis itu sendiri seperti pemahaman terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya,maupun faktor ekstern di luar pelaku bisnis tersebut, misalnya faktor keluarga danlingkungan.

Selain itu telah diuraikan pendapat pakar mengenai prinsip-prinsip etika bisnis yangsemestinya dilakukan oleh para pelaku bisnis. Perlu untuk diperhatikan apa yangdikatakan Mahatma Gandhi, menurut ada tujuh dosa sosial, yaitu politik tanpa prinsip,kekayaan tanpa kerja, kenikmatan tanpa nurani, pengetahuan tanpa watak, ilmu tanpakemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan dan bisnis tanpa moral48.

C. ETIKA BISNIS DALAM PANDANGAN ISLAMIslam merupakan agama yang komprehensif dan universal. Dikatakan komprehensif,

karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Universal karena dayaberlakunya tidak terbatas oleh waktu dan tempat. Masalah bisnis, perdagangan, atauperniagaan, atau perekonomian merupakan salah satu bidang muamalah. Islam telahmenyediakan rambu-rambunya.

Dalam bidang ibadah, Islam menetapkan hukum “Tidak ada ibadah kecuali yangdiatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah”. Oleh karena itu ibadah yang dilakukan di luar Al-Qur’an dan Sunnah termasuk bid’ah. Sedangkan untuk kegiatan muamalah Islam hanyamengatur prinsip-prinsipnya saja, semua kegiatan muamalah dapat dilakukan asalkantidak bertentang dengan prinsip-prinsip tersebut.

Berbicara tentang etika bisnis, maka harus merujuk ke prinsip-prinsip ekonomiIslam. Islam menetapkan prinsip-prinsip perekonomian, antara lain sebagai berikut 49 :1. Islam menentukan berbagai macam kerja yang halal dan yang haram. Kerja yang

halal saja yang dipandang sah.2. Kerjasama kemanusiaan yang bersifat gotong royong dalam usaha memenuhi

kebutuhan harus ditegakkan.3. Nilai keadilan dalam kerjasama kemanusiaan ditegakkan.

Secara khusus Islam menetapkan nilai-nilai atau etika yang harus dipatuhi dalamkegiatan bisnis. Salah satunya adalah etika atau moral dalam berdagang yangmerupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi.

Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan dan niaga adalahtolok ukur kejujuran, kepercayaan dan ketulusan. Menurut Abdul Manan, 50 Dewasa ini

48 Es. Mahmudin, Etika Bisnis Perbankan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hal. 67.49 Ahmad Aghar Basyir, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam berbagai Aspek Ekonomi Islam, P3EI-FEUII Bekerjasama dengan Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992, hal. 13-14.50 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Seri Ekonomi Islam) No. 2 Edisi Liensi. Dana BhaktiWakaf, Yogyakarta, 1995, Hal. 288-289.

Page 29: JURNAL UU Bank Syariah

29

banyak ketidaksempurnaan pasar yang seharusnya dapat dilenyapkan bila prinsip iniditerima oleh masyarakat bisnis dari bangsa-bangsa berada di dunia. Prinsipperdagangan dan niaga ini telah ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah, seperti mengenailarangan melakukan sumpah palsu, larangan memberikan takaran yang tidak benar dankeharusan menciptakan itikad baik dalam transaksi bisnis.1. Larangan Sumpah Palsu

Salah satu hadist nabi yang melarang sumpah palsu, Abu Hurairah berkata :“Aku mendengar Rasulullah SAW berkata : “Dengan menggunakan sumpah palsubarang-barang jadi terjual, tapi menghilangkan berkah (yang terkandungdidalamnya).

2. Takaran Yang benarDalam perdagangan, nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan standar benar-benarharus diutamkan. Islam meletakkan penekanan penting dari faedah yangmemberikan timbangan dan ukuran yang benar seribu empat ratus tahun yang lalu.Terdapat perintah tegas baik dalam Al-Qur’an maupun dalam hadist mengenaitimbangan dan ukuran yang sepenuhnya. Demikianlah dalam Al-Qur’an dinyatakan(Q.S. Al-Mutaffiffin, (83) : 2-7).“kecelakaan besarlah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerimatakaran dari orang lain, mereka meminta dipenuhi. Dan apabila mereka menukaratau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi …”.

3. Itikad BaikItikad baik dalam bisnis merupakan hakekat dari bisnis itu sendiri hakekatnya. Itikadbaik menimbulkan hubungan baik dalam usaha. Oleh karenanya Islammenganjurkan, jika melakukan transaksi sebaiknya dinyatakan secara tertulisdengan menguraikan syarat-syaratnya.Seperti yang dikemukan Abdul manan, Hamzah 51 lebih memerinci prinsip-prinsip

moral dagang menurut Islam, yaitu :1. Jujur dalam takaran2. Menjual barang yang halal : dalam salah satu hadist nabi dinyatakan bahwa apabila

Allah mengharamkan sesuatu barang, maka haram pula harganya (diperjualbelikan).3. Menjual barang yang baik mutunya : dalam berbagai hadist Rasulullah SAW

melarang menjual buah-buahan hingga jelas baiknya.4. Jangan menyembunyikan barang yang cacat. Salah satu sumber hilangnya

keberkahan jual beli, jika seseorang menjual barang yang bercacat yangdisembunyikan cacatnya.

5. Jangan main sumpahSabda Rasulullah :“Sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapuskan keberkahan”.(HR. Bukhari)

6. Longgar dan bermurah hatiRasulullah bersabda :

51 Hamzah, Ya’kub, Etika Islam : Pembinaan Akhlaqulkarimah (suatu Pengantar), CV. Diponegoro,Bandung, 1996, hal. 161-164.

Page 30: JURNAL UU Bank Syariah

30

“Allah mengasihi orang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli dan waktumenagih hutang.” (HR. Bukhari)

7. Jangan menyaingi kawanRasulullah bersabda :“Janganlah kamu menjual dengan menyaingi dagangan saudarany.” (HR. Bukhari)Maksudnya meyaingi kawan dengan cara yang tidak dibenarkan.

8. Mencatat hutang piutang (Q.S. Al-Baqarah ayat 282)9. Larangan riba (Q.S. Al-Baqarah ayat 276)10. Zakat 2 ½ % sebagai pembersih harta. Perintah zakat tersebar dalam Al-Qur’an dan

hadist.

D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATURPERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIASatjipto Rahardjo 52 mengemukan bahwa dimensi sosial dari hukum dewasa ini kian

hari kian tampak menonjol. Keterlibatan hukum pada persoalan-persoalan sosial danekonomi bangsa serta tuntutan agar hukum mampu berperan sebagi sarana untukmemecahkan berbagai problem sosial yang demikian itu menampilkan kisi-kisi yanglain dari hukum yang tidak hanya yuridis dogmatis.

Di lingkungan masyarakat telah tumbuh etika bisnis – khususnya berkaitan denganperlindungan konsumen – yang pada pokoknya telah cukup memberikan perlindungankepada konsumen dari tindakan-tindakan pelaku bisnis/pelaku usaha. Namun demikianetika saja masih dianggap kurang tanpa hukum. 53 Muladi mengatakan bahwa hal inidikarenakan hubungan antara etika dan hukum adalah hubungan gradual, artinya sebuahetika yang belum disahkan oleh pembuat undang-undang sebagai hukum yangmengikat, maka pelanggaran atasnya tidak dapat dijatuhi sanksi yang bersifat otonom(dipaksankan oleh kekuatan di luar si pelanggar).

Etika, seperti halnya norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma agama,sebelum diterima sebagai hukum norma-norma tersebut, sanksi atas pelanggarannyalebih bersifat heteronom atau datang dari diri dan hatinya sendiri dalam bentukpenyesalan, rasa malu, rasa berdosa, dan sebagainya. 54 Oleh karena itu agar memilikidaya pengikat sehingga sanksi kepada para pelanggar dapat dipaksakan – makadiperlukan hukum (dalam hal ini adalah Undang-undang).

Hingga tahun 1999 telah banyak peraturan perundang-undangan yang memberikanperlindungan pada konsumen. Peraturan ini tersebar pada berbagai undang-undang,antara lain 55 :

52 Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum yang Dirahkan Kepada Tujuan Nasional, Artikel padaMajalah masalah-masalah Hukum, FH. UNDIP, No. 5-6 tahun XII, 1982, hal. 2.53 Hukum di sini diartikan secara sempit sebagai undang-undang54 Moh. Mahfud MD dalam Pewadahan Etika Keilmuan didalam UU Hak Cipta, Artikel pada JurnalHukum Ius Quiaiustum UII Yogyakarta. No. 12 Vol 6 – 1999 hal. 36.55 Nurmardjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan Tentang Perlindungan Konsumendalam Menghadapi Era perdagangan Bebas, Makalah pada Seminar Nasional Perspektif Hukum

Page 31: JURNAL UU Bank Syariah

31

a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 202, 203, 204, 205, 263, 264,382 bis, 383, 388. Pasal-pasal tersebut mengatur pemidanaan dari perbuatan-perbuatan seperti memasukkan bahan berbahaya ke dalam sumber air minum,menjual, menawarkan, menerimakan, membagikan barang yang membahayakanjiwa, memalsukan surat, melakukan persaingan curang.

b. KUH Perdata : Pasal 1473, 1512, 1320, 1338 : Intinya mengatur perbuatan yangberkaitan dengan perlindungan kepada pembeli dan pihak-pihak yang terkait dalamperjanjian.

c. Ordinansi bahan-bahn berbahaya tahun 1949, UU tentang Obat Keras tahun 1949,UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 10 tahun 61 tentang Barang.Dilihat dari konsep perlindungan konsumen, peraturan-peraturan tersebut belum

mampu memberikan perlindungan khusus kepada konsumen, sehingga diperlukanundang-undang tersendiri.

Lahirnya undang-undang perlindungan konsumen, tidak dapat dipisahkan dariperjalanan panjang gerakan perlindungan konsumen di dunia. 56 Dalam perjalanangerakan perlindungan konsumen dikenal dua macam adagium, yaitu caveat emptor(waspadalah konsumen) yang kemudian menjadi caveat venditor (waspadalahprodusen). Kedua caveat ini erat kaitannya dengan strategi bisnis pelaku usaha.

Pada masa strategi bisnis pelaku usaha berorientasi terutama pada kemampuannyauntuk menghasilkan produk (production oriented / produc-out policy), maka pada masaitu konsumen harus waspada dalam mengkonsumsikan barang dan jasa yang ditawarkanoleh pelaku usaha. Pada masa ini konsumen tidak banyak memiliki peluang untukmemilih barang atau jasa yang akan dikonsumsikan sesuai dengan selera, daya beli dankebutuhannya. Konsumen “didikte” oleh produsen.

Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta peningkatan dan pemerataankesempatan memperoleh pendidikan dalam masyarakat, konsumen mengalamipeningkatan daya kritis dalam memilih barang dan/atau jasa untuk memenuhikebutuhannya. Oleh karena itu pelaku usaha tidak lagi bertahan pada strategi bisnisnyayang lama dengan resiko barang dan jasa yang ditawarkannya tidak laku di pasarantetapi merubah strategi bisnisnya ke arah pemenuhan kebutuhan, selera dan daya belipasar (market oriented/market-in policy). Pada masa ini produsenlah yang haruswaspada (caveat venditor) dalam memenuhi kebutuhan barang dan / atau jasa darikonsumen.

Seperti telah dikatakn bahwa gerakan atau upaya memebrikan perlindunganterhadap konsumen diawali dari negara-negara maju, yaitu berkaitan erat denganpembangunan yang ditempuh oleh negara-negara maju tersebut. Hal ini dikemukakan

Perlindungan Konsumen dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi Era perdagangan Bebas, FH.UNISBA, bandung, 9 Mei 1998, hal. 4-5.56 Johanes Gunawan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999Tentang Perleindungan Konsumen, Semniar Sehari “ Penerapan Undang-undang Anti Monopoli danUndang-undang Perlindungan Konsumen dalam kegiatan Perekonomian Guna Menghinadri PraktekBisnis Curang”, Bandung, 25 Februari 2000, hal. 1.

Page 32: JURNAL UU Bank Syariah

32

Erman Radjagukguk 57. Menurutnya negeri-negeri sekarang ini yang disebut negara-negara maju telah menempuh pembangunan melalui tiga tingkat : Unifikasi,industrialisai, dan negara kesejahteraan. Pada tingkat yang pertama yang menjadimasalah berat adalah bagaimana mencapai integrasi politik untuk menciptakanpersatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua, perjuangan untuk pembangunanekonomi dan modernisasi politik. Akhirnya dalam tingkat ketiga, tugas negara yangterutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkankesalahan-kesalahan pada tahap-tahap sebelumnya, dengan menekan kesejahteraanmasyarakat.

Oleh karena itu pada tingkatan pembangunan inilah maka diperlukan undang-undang yang dapat melindungi masyarakat dari tindakan yang dirugikan.

Tahun 1999 telah disahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Tujuan disusunnya undang-undang ini adalah :a. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan

akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukumb. melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku

usahac. meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasad. memberikan perlidnungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan

menyesatkane. memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan

konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.Walaupun undang-undang tersebut berjudul UU Perlindungan Konsumen, namun

ketentuan didalamnya lebih banyak mengatur tentang perilaku pelaku usaha. Hal inidapat dipahami, karena kerugian yang diderita oleh konsumen sering kali akibat daripelaku usaha, sehingga perilaku pelaku usaha ini perlu diatur dan bagi para pelanggardikenakan sanksi yang setimpal.

Esensi dari undang-undang ini adalah mengatur perilaku pelaku usaha dengantujuan agar konsumen terlindungi secara hukum. 58

Undang-undang Perlindungan Konsumen menetapkan lima pokok materi yangmenjadi muatan undang-undang ini, yaitu mengenai :1. Larangan-larangan

Larangan-larangan ini berkaitan dengan :a. produk barang atau jasa yang akan diproduksi, diperdagangkan atau

dipromosikanb. pengusaha yang akan memproduksi, menawarkan, memperdagangkan atau

mempromosikan.2. Tanggung Jawab Produsen dan Tanggung Gugat produk, mengenai tanggung jawab

ini dapat dilihat pada sekma berikut 59 :

57 Erman Radjagukguk, Pentingnya Perlindungan Konsumen Dalam Era Perdagangan Bebas, makalahpada Seminar Nasional Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen dalam Sistem Hukum NasionalMenghadapi Era Perdagangan bebas, FH. UNISBA, bandung, 9 mei 1998, hal.58 Johanes Gunawan, Op. Cit.,hal.3.

Page 33: JURNAL UU Bank Syariah

33

Barang CONTRACTUAL LIABILITY(tanggungjawab kontraktual)

Ada(privity of contract)

Jasa PROFESSIONAL LIABILITY(tanggungjawab pemberi jasa)

HubunganPelakuUsaha STRICY LIABLITYDengan (tanggungjawab langsung)Konsumen

Tidak ada Barang PRODUCT LIABILITY(no privity of contract) (tanggungjawab produsen)

HubunganPelaku Usaha CRIMINAL LIABILITYdengan (tanggungjawab pidana)Negara

3. Perjanjian atau klausula bakuMasalah Perjanjian atau pencantuman klausula baku dalam perjanjian baku diaturdalam Pasal 18. Mengingat posisi konsumen yang lemah, maka undang-undangmemandang perlu untuk mengatur perjanjian baku yang mencantumkan exonerationclause atau exemption clause (pengalihan kewajiban-kewajiban, yang seharusnyamenjadi tanggung jawab pelaku kepada konsumen).

4. Penyelesaian sengketaUndang-undang Perlindungan Konsumen mengenai dua macam institusi dalampenyelesaian sengketa ganti rugi antara pelaku usaha dengan konsumen, yaitu :a. pengadilan, atau

59 Johanes Gunawan, ibid, hal. 5.

Page 34: JURNAL UU Bank Syariah

34

b. di luar pengadilan oleh Badan penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK),berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

5. Ketentuan pidanaKetentuan pidana yang diatur dalam undang-undang ini meliputi :a. penetapan bahwa perusahaan adalah subjek hukum pidanab. jenis pidana yang ditentukan terdiri dari pidana kurungan, denda, dan pidana

tambahan berupa : perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim,pembayaran ganti kerugian, pencabutan ijin usaha, perintah penghentiankegiatan tertentu, penarikan barang dari peredaran.

c. Penyidik yang diberikan kewenagan untuk melakukan pemeriksaan ataupenyidikan tindak pidana adalah penyidik umum sebagaimana diatur dalam UUNo. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

E. PENEGAKAN ETIKA BISNIS ISLAM PADA MASYARAKAT INDONESIADALAM ERA GLOBALISASISetelah diuraikan Etika Bisnis dalam pandangan Islam, khususnya yang menyangkut

perlindungan terhadap konsumen, serta undang-undang yang mengatur/memuatperlindungan konsumen di Indonesia, perlu dikaji. Apakah Undang-undangperlindungan Konsumen tersebut sesuai dengan nilai-nilai/ etika bisnis Islam ? danbagaiman upaya law enforcement (penegakan hukumnya).

Perlindungan konsumen dalam era globalisasi menjadi sagat penting, karenakonsumen disamping mempunyai hak-hak yang bersifat universal juga mempunyai hak-hak yang bersifat spesifik (baik situasi maupun kondisi). Dengan demikian peraturanperundang-undangan harus memuat niali-nilai yang universal dan niali-nilai yangspesifik sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat.

Dengan mengkaji pasal demi pasal dalam Undang-undang perlindungan Konsumen,tampak bahwa beberapa ketentuan yang tertera dalam undang-undang tersebut seseuaidengan nilai-nilai etika bisnis Islam – walaupun dengan redaksi yang berbeda akantetapi substansi dan tujuannya adalah sama - yaitu untuk melindungi konsumen, halini dapat terlihat dari aturan-aturan mengenai keharusan beritikad baik dalammelakukan usaha (Pasal 7 huruf a), jujur (Pasal 7 huruf b), jujur dalam takaran atautimbangan (Pasal 8 ayat (1) huruf a,b,c,d,e) menjual barang yang baik mutunya (Pasal 8ayat (2,3,4), larangan menyembunyikan barang yang cacat (Pasal 8), tidak mainsumpah (memberikan informasi, iklan yang tidak benar), jangan menyaingi kawandengan cara mengelabui konsumen dengan hadiah.

Namun demikian dalam beberapa hal etika bisnis Islam tidak ter “cover” dalamUndang-undang Perlindungan Konsumen tersebut, seperti : larangan memperjualbelikanbarang/jasa yang haram, dam larangan riba dan keharusan zakat.

Untuk hal-hal yang belum tercover tersebut, perlu dukungan dari masyarakat – yangnota bene mayoritas Islam – untuk mendesak pemerintah agar membuat aturan yangmengandung nilai-nilai tersebut.

Page 35: JURNAL UU Bank Syariah

35

Walaupun dalam belum seluruhnya sesuai dengan etika bisnis Islam, selanjutnyaperlu dipikirkan bagaiman upaya penegakan hukum – yaitu peraturan yang telah sesuaidengan etika bisnis Islam tersebut.

Sesuai dengan fungsi hukum dalam masyarakat, hukum berfungsi untukmengintegrasikan proses-proses sosial, politik, ekonomi dan sebagainya sehinggatercipta suatu pola-pola hubungan yang jelas dan mapan, yang umumnya disebut denganketertiban itu. 60 Namun hukum bukan merupakan sarana atau instrumen yang sudahsiap belaka, hukum bukan sebagai sarana yang utuh, “solid” sehingga tinggal melihathasilnya saja. Hukum dipengaruhi oleh unsur-unsur dan berbagai faktor.

Lebih jauh Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa agar hukum dapat bekerjasesuai dengan harapan masyarakat, maka diperlukan pembangunan hukum itu sendiri.Pembangunan hukum tersebut meliputi :1. Pembuatan hukum yang baik. Tolok ukur adalah : Pembuatan hukum suatu

peraturan yang memiliki efektivitas tinggi untuk tujuan yang hendak dicapainya.Untuk hal ini diperlukan banyak fasilitas pendukungnya.

2. Manusia-manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan hukum. Di sini diperlukanmentalitas manusia-manusia (aparat penegak hukum dan masyarakat itu sendiri).

3. Dukungan kekuatan-kekuatan di luar hukum yang memadai yang memungkinkanhukum itu dijalankan dengan baik, yaitu kemauan politik dari pemerintah untukmenjalankan hukum dengan seksama.

F. PENUTUPa. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan :a. Terdapat pendapat yang berbeda dari para pelaku bisnis tentang perlu tidaknya

etika dalam kegaiatan bisnis. Satu pihak berpendapat bahwa dalam kegiatanbisnis tidak diperlukan etika. Pendapat lain mengatakan bahwa bisnis perluberetika.

b. Islam telah menentukan nilai-nilai etika bisnis yang bertujuan antara lainmemberikan perlindungan kepada konsumen melalui keharusan beritikad baik,larangan sumpah palsu, larangan mengurangi takaran, larangan menjual barangyang buruk, larangan riba, dan keharusan berzakat.

c. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalambeberapa hal sesuai dengan etika bisnis Islam, namun beberapa larangan dankeharusan dalam etika bisnis Islam masih belum tercover, yaitu mengenailarangan jual beli barang/jasa yang haram, larangan riba dan keharusan berzakat.

d. Upaya penegakan etika bisnis Islam diperlukan berbagai langkah, yaitupenyusunan peraturan yang baik yang ditunjang oleh sarana dan fasilitas, mentalmanusia-manusia, termasuk aparat penegak hukum dan dukungan di luarhukum, yaitu dukungan berupa kemauan politik dari pemerintah.

b. Saran-saran

60 Satjipto Rahardjo, Op.Cit.,hal. 7.

Page 36: JURNAL UU Bank Syariah

36

Sesuai dengan arus reformasi dan tumbuh-kembangnya kesadaran masyarakatuntuk membentuk masyarakat madani, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dalam menagakan etika bisnis Islam, salah satunya bertujuan untukmemberikan perlindungan kepada konsumen. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah :a. Perlu segera dibuat Peraturan Pemerintah dan Peraturan pelaksana lainnya agar

masyarakat mengetahui dan mempunyai kejelasan mengenai mekanismepengaduan.

b. Perlu dibentuk Lembaga Perlidnungan/Pengaduan Konsumen untuk memberikaninformasi mengenai hak-hak konsumen dan membantu masyarakat dalammenyampaikan pengaduan jika merasa dirugikan oleh perilaku pelaku usaha.

c. Etika Bisnis Islam perlu menjiwai seluruh peraturan perundang-undangan,khususnya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perekonomiandan perdagangan.

d. Diperlukan kemauan politik dari pemerintah untuk melaksanakan undang-undang dengan seksama.

DAFTAR PUSTAKA

- Ahmad Aghar Basyir, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam berbagai Aspek EkonomiIslam, P3EI-FE UII Bekerjasama dengan Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta.- Johanes Gunawan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8Tahun 1999 Tentang Perleindungan Konsumen, Seminar Sehari “Penerapan Undang-undang Anti Monopoli dan Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam kegiatanPerekonomian Guna Menghindari Praktek Bisnis Curang”, Bandung, 25 Februari 2000.- Hartono, Sri Redjeki. Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalamMenghadapi Era Perdagangan Bebas. Makalah pada seminar Nasional PerspektifHukum Perlindungan Konsumen dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi EraPerdagangan Bebas. Fakultas Hukum UNISBA. Bandung.- Keraf, Sonny dan Robert Haryono Imam. 1995. Etika Bisnis Membangun Citra Bisnissebagai Profesi Luhur. Pustaka Filsafat Yogyakarta.- Mahmoedin, Es. 1994. Etika Bisnis Perbankan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.- Manan, Abdul. 1995. Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Seri Ekonomi Islam) No. 2Edisi Liensi. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta.- Mahfud, Moch, MD. Pewadahan Etika Keilmuan didalam UU Hak Cipta, Artikelpada Jurnal Hukum Ius Quiaiustum UII Yogyakarta. No : 12 Vol 6– 1999.- Nurmardjito. Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan TentangPerlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era perdagangan Bebas. Makalah padaSeminar Nasional Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen dalam Sistem HukumNasional Menghadapi Era perdagangan Bebas, FH. UNISBA, Bandung, 9 Mei 1998.- Radjagukguk, Erman. Pentingnya Perlindungan Konsumen Dalam Era PerdaganganBebas. Makalah pada Seminar Nasional Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen

Page 37: JURNAL UU Bank Syariah

37

dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi Era Perdagangan bebas. FH. UNISBA.Bandung, 9 Mei 1998.- Rahardjo, Satjipto, Pembangunan Hukum yang Diarahkan Kepada Tujuan Nasional.Artikel pada Majalah Masalah-masalah Hukum. FH. UNDIP. No. 5-6 tahun XII. 1982.- Saefullah, Product Liability Tanggung Jawab Produsen di Era Perdagangan Bebas.Jurnal Bisnis Volume 5. 1998.- Ya’kub, Hamzah. Etika Islam : Pembinaan Akhlaqulkarimah (suatu Pengantar). CV.Diponegoro. Bandung. 1996.- Sonny Keraf dan Robert Haryono Imam, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnissebagai Profesi Luhur. Pustaka Filsafat Yogyakarta. 1995.