perbandingan uu pemda

Upload: deafani-perdana-lubis

Post on 11-Jul-2015

1.708 views

Category:

Documents


198 download

TRANSCRIPT

MATRIKS PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH , UNDANG-UNDANG NO.22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAHNO UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH (sudah tidak berlaku) Menimbang Untuk mengganti Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 83; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2778). UNDANG-UNDANG NO.22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (sudah tidak berlaku) UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KETERANGAN

1.

Untuk mengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, karena tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah, keadaan

Untuk mengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan Keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan pengganti dari Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah. Undang-Undang No. Tahun 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan pengganti dari Undang Undang No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

2.

Mengingat

Pasal 5 ayat (1), 18, dan 20 Ayat (1) UUD RI Tahun 1945; Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973 tentang GBHN ; Ketapan MPR RI No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang berupa Ketatapan-Ketatapan MPRS-RI; UU No. 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta; UU Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;

Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945; Ketetapan MPR- RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; Ketetapan MPR-RI No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Ketetapan MPR-RI No XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan

Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D, Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945; UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersihdan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotismo UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

-

UU Nomor 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD;

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)

UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

3

Pengertian

Pasal 1 1. Pemerintah Pusat; 2. Desentralisasi; 3. Otonomii Daerah; 4. Tugas Pembantuan; 5. Derah Otonom; 6. Dekonsentrasi; 7. Wilayah Administratip; 8. Instansi Vertikal; 9. Pejabat yang Berwenang; 10. Urusan Pemerintahan Umum; 11. Polisi Pamong Praja; 12. Investasi.

Terdapat Semua pengertian yang terdapat dalam UU No.5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, akan tetapi terdapat penabahan, Pengurangan dan perubahan, yaitu: Pejabat yang berwenang (perubahan) Urusan Pemerintahan Umum (pengurangan): Polisi Pamong Praja (pengurangan); Pemerintah Daerah (penambahan) ; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (penambahan); Pemerintah Daerah (penambahan) ; Kecamatan (penambahan) ; Kelurahan (penambahan) ; Desa (penambahan) ; Kawasan Perdesaan (penambahan) ; Kawasan Perkotaan (penambahan).

Terdapat semua pengertian yang terdapat dalam UU N0. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, akan tetapi terdapat beberapa perubahan dan penambahan pengertian, yaitu : Pejabat yang berwenang (perubahan) ; Kawasan Perkotaan (perubahan) Kawasan Pedesaan ( perubahan) Pemerintah Desa (penambahan) Badan Perwakilan Desa (penambahan) ; Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah (penambahan) ; Dana Perimbangan (penambahan) ; Keuangan Daerah (penambahan) APBD (penambahan) ; Pendapatan Daerah (penambahan) ; Belanja Daerah (penambahan) ; Pembiayaan (penambahan) Pinjaman Daerah (penambahan) Kawasan Khusus (penambahan) ; Bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (penambahan) ; Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (penambahan) ; Komisi Pemilihan Umum Daerah (penambahan); Panitia Pemilihan Kecamatan (penambahan); Kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (penambahan)

Selain adanya tambahan pengertian-pengertian yang secara teknis digunakan dalam Pemerintahan Daerah, terdapat juga perbedaan pendefinisian tentang : Pejabat yang berwenang : dalam UU Nomor 5 Tahun 1974, Pejabat Yang Berwenang adalah pejabat yang berwenang mensahkan, membatalkan dan menangguhkan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, yaitu Mendagri bagi Daerah Tingkat I dan Gubernur Kepala Daerah bagi daerah Tingkat II, sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku ; dalam UU No 22 Tahun 1999 Pejabat Yang Berwenang adalah , pejabat Pemerintah di tingkat Pusat dan atau pejabat Pemerintah di Daerah Propinsi yang berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam UU No 32 Tahun 2004 Pejabat Yang Berwenang adalah Pejabat Pemerintah yang berwenang mengesahkan atau menyetujui, menangguhkan dan membatalkan kebijakan daerah dan/atau mengangkat, memberhentikan, mengesahkan, menyetujui, membina dan mengawasi pelaksana penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan/atau pejabat pemerintah pada pemerintahan Daerah Provinsi yang berwenang membina dan mengwasai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten dan Kota. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan pengertian yang lebih lengkap dan jelas dari Undang-Undang sebelumnya sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.

4

Pembagian Wilayah

Pasal 2 Pembagian Wilayah : Dalam menyelenggarakan Pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah-Daerah Otonom dan Wilayah-Wilayah Administratip. Pasal 72 (1) Dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Wilayah-wilayah Propinsi dan Ibu kota Negara. (2) Wilayah Propinsi dibagi dalam Wilayahwilayah Kabupaten dan Kota madya. (3) Wilayah Kabupaten dan Kotamadya dibagi dalam Wilayah-wilayah Kecamatan. (4) Apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, dalam Wilayah Kabupaten dapat dibentuk Kota Administratip yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 73 Apabila dipandang perlu, Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Pembantu Gubernur, Pembantu Bupati atau Pembantu Walikotamadya yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka dekonsentrasi. Pasal 74 (1) Nama dan batas Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara. (2) Nama dan batas Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. (3) Ibukota Daerah Tingkat I adalah ibukota Wilayah Propinsi. (4) Ibukota Daerah Tingkat II adalah ibukota Wilayah Kabupaten. Pasal 75 Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 74 Undang-undang

Pasal 2 Pembagian Wilayah : (1). Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom. (2). Daerah Propinsi berkedudukan juga sebagai Wilayah Administrasi. Pasal 3 Wilayah Daerah Propinsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.

Pasal 2 : Negara Kesatuan republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masingmasing mempunyai pemerintahan daerah. Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam UU No.5 tahun 1974 mengenai pembagian wilayah diuraikan secara lebih lanjut dalam pasal-pasal dan ayat-ayat tersendiri

ini, maka pembentukan, nama, batas, sebutan, ibukota, dan penghapusan Wilayah Umumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

5

Pembentukan dan Susunan daerah otonom

Pasal 3 Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II Perkembangan dan pengembangan otonomi selanjutnya didasarkan pada kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan nasional Pasal 4 (1) Daerah dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan kemanan nasional dan syarat-syarat lain yang memungkinkan Daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan Bangsa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggunggjawab. (2) Pembentukan nama, batas, ibukota, hak dan wewenang urusan serta modal pangkal Daerah yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan Undang-Undang. (3) Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapuan suatu Daerah, perubahan nama daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukotanya ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 4 (1) Dalam rangka pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. (2) Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain. Pasal 5 (1) Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi Daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas Daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. (2) Pembentukan, nama, batas, dan ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Undang-Undang. (3) Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, perubahan nama Daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukota Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (4) Syarat-syarat pembentukan Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 6 (1) Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan Daerah lain. (2) Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu Daerah. (3) Kriteria tentang penghapusan,

Pasal 4 (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang. (2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah. (3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. (4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Pasal 5 (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota

Ketiga undang-undang tersebut menyebutkan secara tegas bahwa pembentukan daerah otonom dlakukan dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. Dalam UU No. 34 Tahun 2004 diatur secara lebih terperinci dan jelas mengani syarat-syarat pembentukan suatu daerah otonom, dn tujuan dari pembentukan daerah otonom tresbut.

(2)

(3)

(4)

penggabungan, dan pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Penghapusan, penggabungan dan pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Undang-undang

(4)

(5)

dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Pasal 6 (1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(2)

(3)

Pasal 7 (1) Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2)

(3)

Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan.

Pasal 8 Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 (1) Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota. Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan undang-undang. Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah mengikutsertakan daerah yang bersangkutan. Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah. Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. UU No 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 mengatur lebih rinci mengenai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. UU No 32 Tahun 2004 disebutkan secara tegas pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Propinsi dan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota, dan mengatur pula

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

5

Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Pasal 7 Daerah berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Pasal 8 (1). Penambahan pemerintahan

penyerahan kepala

urusan Daerah

Pasal 7 (1). Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. (2). Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan

Pasal 10 (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah

(2)

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2). Penambahan penyerahan urusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, disertai perangkat, alat perlengkapan dan sumber pembiayaannya. Pasal 9 Sesuatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dapat ditarik kembali dengan peraturan perundangundangan yang setingkat. Pasal 10 (1). Untuk memberikan pertimbangan pertimbangan kepada presiden tentang hal-hal yang dimaksud dalam pasal 4,5,8 dan 9 Undang-Undang ini dibentuk Dewan Otonomi Daerah. (2). Peraturan mengenai Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan Pasal 11 (1). Titik berat Otonomi Daerah diletakkan pada Daerah Tingkat II (2). Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 12 (1). Dengan peraturan perundangundangan, Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan. (2). Dengan Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan. (3). Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, disertai dengan pembiayaanya.

tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional. Pasal 8 (1). Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. (2). Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut. Pasal 9 (1). Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. (2). Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. (3). Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah. Pasal 10 (1) Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3)

(4)

(5)

menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; f. agama. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa. Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat: a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pasal 11 (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan

(2) Kewenangan Daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi : a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut; b. pengaturan kepentingan administratif; c. pengaturan tata ruang; d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; dan e. bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. (3) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. (4) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 (1). Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9. (2). Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Pasal 12 Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 9 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 13 (1) Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan,

kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. (3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. (4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 12 (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Pasal 13 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup;

(2)

sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada Pemerintah. Setiap penugasan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan

k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan. (2) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pasal 14 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m.pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

(2)

(3)

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15 (1) Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. (2) Hubungan dalam bidang keuangan antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama; c. pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; d. pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah. Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan.

(3)

Pasal 16

(1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal; b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum. (2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum; dan c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum. (3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 17 (1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan,tanggungjawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pe-ngendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan c. penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. (2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah; dan c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. (3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 18 (1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. (2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konser-vasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b. pengaturan administratif; c. pengaturan tata ruang; d. penegakan hukum terhadap pera-turan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. (4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.

(5)

Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan 6 Penyelenggara Pemerintahan Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (2) Dalammenyelenggarakan pemerintahan Daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan Dinas-dinas Daerah. Pasal 19 (1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh 1 (satu) orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara. (2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Pasal 20 (1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: a. asas kepastian hukum; b. asas tertib penyelenggara negara; c. asas kepentingan umum; d. asas keterbukaan; e. asas proporsionalitas; f. asas profesionalitas; g. asas akuntabilitas; h. asas efisiensi; dan i. asas efektivitas. (2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. UU No. 32 Tahun 2004 mengatur mengenai asas umum dalam penyelenggaraan negara dan hak dan kewajiban dari setiap daerah yang menyelenggarakan otonomi daerah

Pasal 21 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. memilih pimpinan daerah; c. mengelola aparatur daerah; d. mengelola kekayaan daerah; e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan h. mendapatkan hak lainnya yang di-atur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 22 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. melestarikan lingkungan hidup; l. mengelola administrasi kepen-dudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan

o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. (2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Dalam ketiga undang-undang tersebut terdapat perbedaan mengenai syarat-syarat calon kepala daerah diantaranya: 1. Pembatasan umur minimum Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1974 dijelaskan bahwa umur minimum kepala daerah hdala 35 tahun bagi calon kepala daerah tingkat I dan 30 tahun bagi calon kepala daerah tingkat II, sedangkan dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa umur minimum calon kepala daerah dalah 30 tahun 2. Pembatasan masa jabatan Dalam UU No 5 Tahun 1974 dan UU No 22 Tahun 1999 tidak ada pembatasan masa jabatan sedangkan dalam UndangUndang No 32 Tahun 2004 terdapat pembatasan masa jabatan adalah 2 kali dalam jabatan yang sama 3. Pembatasan minimum pendidikan. Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1974 disebutkan bahwa minimum pendidikan dalah Sarjana bagi calon kepala daerah Tingkat I dan SMU bagi calon kepala daerah tingkat II. Dalam UU No 22 Tahun 1999 dan UU No 32 syarat minimum

7

Kepala Daerah

Pasal 76 Setiap Wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah. Pasal 77 Kepala Wilayah : a. Propinsi dan Ibukota Negara disebut Gubernur; b. Kabupaten disebut Bupati; b. Kotamadya disebut Wahkotamadya; c. Kota Administratip disebut Walikota; d. Kecamatan disebut Camat. Pasal 78 Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Wilayah: a. Kecamatan bertanggungjawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya atau Kota Administratip yang bersangkutan b. Kota Administratip bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten yang bersangkutan ; c. Kabupaten atau Kotamadya bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Propinsi yang bersangkutan ; d. Propinsi atau Ibukota Negara bertanggung jawab kepada Presiden

Pasal 30 Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah. Pasal 31 (1) Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil Pemerintah. (2) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Propinsi. (3) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah. (4) Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. (5) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 32 (1) Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati. (2) Kepala Daerah Kota disebut Walikota. (3) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan

Pasal 24 (1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. (2) Kepala daerah sebagaimana di-maksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. (3) Kepala daerah sebagaimana di-maksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. (4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. (5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Pasal 58 Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita

melalui Menteri Dalam Negeri. Pasal 79 (1) Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara. (2) Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. (3) Ketentuan tentang pengangkatan dan pemberhentian Kepala Wilayah Kota Administratip dan Kepala Wilayah Kecamatan diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pasal 14 Yang dapat diangkat menjadi Kepala Daerah ialah Warganegara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. taqwa kepada Tuhan Yang Maha esa; b. setia dan taat kepada PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945; b. setia dan taat kepada Nega dan Pemerintah ; c. tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam setiap kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti gerak an G-30-S/PKI dan atau Organisasi terlarang lainnya ; d. mempunyai rasa pengabdian terhadap Nusa dari Bangsa ; e. mempunyai kepribadian dan kepemimpinan ; f. berwibawa ; g. jujur ; h. cerdas, berkemampuan, dan trampil ; i. adil ; j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti sehat jasmani dan rokhani ; k. berumur sekurang-kurangnya 35

selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten/Kota. (4) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pasal 33 Yang dapat ditetapkan menjadi Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat : a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah yang sah; c. tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan dengan surat keterangan Ketua Pengadilan Negeri; d. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan/atau sederajat; e. berumur sekurang-kurangnya tiga puluh tahun; f. sehat jasmani dan rohani; g. nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya; h. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana; i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan negeri; j. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; k. menyerahkan daftar kekayaan pribadi; dan l. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Daerah. Pasal 43 Kepala Daerah mempunyai kewajiban : a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945; b. memegang teguh Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945; menghormati kedaulatan rakyat;

c.

d. e.

f.

g.

h. i. j.

k.

l. m.

n.

o.

Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat; berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter; tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih; tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; tidak pernah melakukan perbuatan tercela; memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri; belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan

pendidikan adalah SMU. Dalam UU No 5 Tahun 1974 menjelaskan bahwa wakil kepala daerah diangkat oleh Presiden sedangkan dalam UU No 23 Tahun 1999 dan UU No 32 Tahun 2004 calon kepala daerah dan wakilnya merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan. UU No 32 Tahun 2004 mengatur lebih rinci tentang tata cara pemberhentian kepala daerah

l.

m.

(tiga puluh lima) tahun bagi Kepala Daerah Tingkat I dan 30 (tiga puluh) tahun bagi Kepala Daerah Tingkat II ; mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pemerintahan ; berpengetahuan yang sederajat dengan Perguruan Tinggi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat dipersamakan dengan Sarjana Muda bagi Kepala Daerah Tingkat I dan berpengetahuan sederajat dengan Akademi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat dipersamakan dengan Sekolah Lanjutan Atas bagi Kepala Daerah Tingkat II.

c. menegakkan seluruh peraturan perundangundangan; d. meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat; e. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; dan f. wmengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya sebagai Peraturan Daerah bersama dengan DPRD. Pasal 44 (1) Kepala Daerah memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. (2) Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. (3) Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur bagi Kepala Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, atau jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah atau apabila diminta oleh Presiden. Pasal 45 (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPRD pada setiap akhir tahun anggaran. (2) Kepala Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada DPRD untuk hal tertentu atas permintaan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2). Pasal 46 (1) Kepala Daerah yang ditolak pertanggungjawabannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, baik pertanggungjawaban kebijakan pemerintahan maupun pertanggungjawaban keuangan, harus melengkapi dan/atau menyempurnakannya dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari.

p.

tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.

Pasal 20 Kepala Daerah dilarang : a. dengan sengaja melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah, Daerah, dan atau Rakyat ; b. turut serta dalam sesuatu perusahaan ; c. melakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang memberikan keuntungan baginya dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan. Daerah yang bersangkutan ; d. menjadi advokat atau kuasa dalam perkara di muka Pengadilan. Pasal 21 Kepala Daerah berhanti atau diberhentikan oleh pejabat yang berhak mengangkat, karena : a. meninggal dunia ; b. atas permintaan sendiri ; b. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Kepala Daerah yang baru. c. melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang ini ; d. tidak lagi memenuhi sesuatu syarat

Pasal 25 Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang: a. memimpin penyelenggaraan pe-merintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan ber-sama DPRD; b. mengajukan rancangan Perda; c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e. mengupayakan terlaksananya ke-wajiban daerah; f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 26 (1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam

yang dimaksud dalam Pasal 14 Undang-undang ini ; e. melanggar ketentuan yang dimaksud dalam pasal 20 Undangundang ini ; f. sebab-sebab lain. Pasal 22 (1) Kepala Daerah menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan Daerah. (2) Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Daerah menurut hierarkhi bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. (3) Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Daerah berkewajiban memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oteh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (4) Pedoman tentang pemberian keterangan pertanggung jawaban yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pasal 23 (1) Kepala Daerah mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan. (2) Apabila dipandang, perlu Kepala Daerah dapat menunjuk seorang kuasa atau lebih untuk mewakilinya. Pasal 24 (1) Wakil Kepala Daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan. (2) Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Gubernur Kepala Daerah mengajukan calon Wakil Kepala Daerah Tingkat I kepada Presiden melalui

(2)

(3)

(4)

Kepala Daerah yang sudah melengkapi dan/atau menyempurnakan pertanggungjawabannya menyampaikannya kembali kepada DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagi Kepala Daerah yang pertanggungjawabannya ditolak untuk kedua kalinya, DPRD dapat mengusulkan pemberhentiannya kepada Presiden. ata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Pemerintah.

(2)

(3)

Pasal 47 Kepala Daerah mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa untuk mewakilinya. Pasal 48 Kepala Daerah dilarang : a. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara/Daerah, atau dalam yayasan bidang apa pun juga; b. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang secara nyata merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain; c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan Daerah yang bersangkutan; d. menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang patut dapat diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; dan e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan, selain yang dimaksud dalam Pasal 47. Pasal 49 Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan karena : a. meninggal dunia; b. mengajukan berhenti atas permintaan

penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah; f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan. Dalam melaksanakan tugas se-bagaimana dimaksud pada ayat (1), wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.

Pasal 27 (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; d. melaksanakan kehidupan demokrasi; e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah; h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan ke-uangan daerah; j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah;

Menteri Dalam Negeri. (3) Wakil Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan. (4) Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah mengajukan calon Wakil Kepala Daerah Tingkat II kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah. (5) Pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah dilakukan menurut kebutuhan. (6) Wakil Kepala Daerah adalah Pejabat Negara. (7) Ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal-pasal 14, 19, 20 dan 21 Undang-undang ini berlaku juga untuk Wakil Kepala Daerah. (8) Wakil Kepala Daerah diambil sumpahnya/janjinya dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi Wakil Kepala Daerah Tingkat I dan oleh Gubernur Kepala Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri bagi Wakil Kepala Daerah Tingkat II. (9) Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (4) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pasal 25 (1) Wakil Kepala Daerah membantu Kepala Daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sehari-hari sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Apabila Kepala Daerah berhalangan, Wakil Kepala Daerah menjalankan tugas dan wewenang Kepala Daerah seharihari. Pasal 26 Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri diatur tentang penjabat yang mewakili Kepala

c. d. e. f. g.

sendiri; berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru; tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3); melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48; dan mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus yang melibatkan tanggung jawabnya, dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh DPRD.

(2)

(3)

Pasal 50 (1) Pemberhentian Kepala Daerah karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan disahkan oleh Presiden. (2) Keputusan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dihadiri oleh sekurangkurangnya dua pertiga dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir. Pasal 51 Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih, atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal 52 (1) Kepala Daerah yang diduga melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia diberhentikan untuk sementara dari jabatannya oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD. (2) Kepala Daerah yang terbukti melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia

(4)

(5)

k. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD. Selain mempunyai kewajiban se-bagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyeleng-garaan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan peme-rintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 28 Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang: a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain; b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun; c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang

Daerah dalam hal Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan. Pasal 80 Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa Tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang. Pasal 81 Wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah adalah : a. membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah ; b. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah c. menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya; d. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah; e. mengusahakan secara terus-menerus agar segala peraturan-perundangundangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan;

yang dinyatakan dengan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden, tanpa persetujuan DPRD. (3) Kepala Daerah yang setelah melalui proses peradilan ternyata tidak terbukti melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diaktifkan kembali dan direhabilitasi selaku Kepala Daerah sampai akhir masa jabatannya. Pasal 53 (1) DPRD memberitahukan akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah secara tertulis kepada yang bersangkutan, enam bulan sebelumnya. (2) Dengan adanya pemberitahuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah mempersiapkan pertanggungjawaban akhir masa jabatannya kepada DPRD dan menyampaikan pertanggungjawaban tersebut selambatlambatnya empat bulan setelah pemberitahuan. (3) Selambat-lambatnya satu bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, DPRD mulai memproses pemilihan Kepala Daerah yang baru. Pasal 54 Kepala Daerah yang ditolak pertanggungjawabannya oleh DPRD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Kepala Daerah dalam masa jabatan berikutnya. Pasal 55 (1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden. (2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

berhubungan dengan daerah yang bersangkutan; d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasal 25 huruf f; f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatan-nya; g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena: a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; e. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; f. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (3) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan

f.

g.

melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundangundangan diberikan kepadanya; melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi lainnya.

Pasal 82 (1) Wakil Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara dan disebut Wakil Gubernur. (2) Wakil Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya, dan disebut Wakil Bupati atau Wakil Walikotamadya. Pasal 83 (1) Tindakan Kepolisian terhadap Kepala Wilayah Propinsi/Ibukota Negara hanya dapat dilakukan atas persetujuan Presiden. (2) Hal-hal yang dikecualikan terhadap ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah: a. tertangkap tangan melakukan sesuatu tindak pidana; b. dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman mati; c. dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang termaktub dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BUKU KEDUA BAB I. (3) Tindakan kepolisian yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini selambatlambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam sesudahnya harus dilaporkan kepada Jaksa Agung atau kepada Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata, yang pada gilirannya harus melaporkan kepada Presiden selambat-

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; dan b. dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman mati. (3) Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan, hal itu harus dilaporkan kepada Presiden selambatlambatnya dalam 2 kali 24 jam. Pasal 56 (1) Di setiap Daerah terdapat seorang Wakil Kepala Daerah. (2) Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk, bersamaan dengan pelantikan Kepala Daerah. (3) Sebelum memangku jabatannya, Wakil Kepala Daerah mengucapkan sumpah/janji. (4) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud adalah sebagai berikut : "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Wakil Gubernur/ Wakil Bupati/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai *9617 dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia". (5) Ketentuan-ketentuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 41, Pasal 43 kecuali huruf g, Pasal 47 sampai dengan Pasal 54, berlaku juga bagi Wakil Kepala Daerah. (6) Wakil Kepala Daerah Propinsi disebut Wakil Gubernur, Wakil Kepala Daerah Kabupaten disebut Wakil Bupati dan Wakil Kepala Daerah Kota disebut Wakil Walikota.

(4)

DPRD. Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan dengan ketentuan: a. Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah; b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. c. Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 (tigapuluh) hari setelah permintaan DPRD itu diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final. d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden. e. Presiden wajib memroses usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut.

lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam. (4) Tindakan kepolisian terhadap Kepala Wilayah lainnya dilakukan dengan memberitahukan sebelumnya kepada Kepala Wilayah atasan dari yang bersangkutan. (5) Tindakan kepolisian yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini diberitahukan selambat-lambatnya 2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam sesudahnya kepada Kepala Wilayah atasan dari yang bersangkutan, apabila menyangkut hal-hal yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini.

Pasal 57 (1) Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas : a. membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan kewajibannya; b. mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintahan di Daerah; dan c. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah. (2) Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. (3) Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan. Pasal 58 (1) Apabila Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai habis masa jabatannya. (2) Apabila Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Wakil Kepala Daerah tidak diisi. (3) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, Sekretaris Daerah melaksanakan tugas Kepala Daerah untuk sementara waktu. (4) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, DPRD menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selambatlambatnya dalam waktu tiga bulan. Pasal 59 Kedudukan keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan. (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 31 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 32 (1) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah menghadapi krisis kepercayaan publik yang meluas karena dugaan melakukan tindak pidana dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD menggunakan hak angket untuk menanggapinya. (2) Penggunaan hak angket sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk melakukan penyelidikan terhadap

kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (3) Dalam hal ditemukan bukti me-lakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD. (5) Berdasarkan keputusan DPRD se-bagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden menetapkan pember-hentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (6) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. (7) Berdasarkan keputusan DPRD se-bagaimana dimaksud pada ayat (6), Presiden memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Pasal 33 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5) setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden telah merehabilitasikan dan mengaktifkan kembali kepala daerah dan/atau

wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya. (2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Presiden merehabilitasikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan dan tidak mengaktifkannya kembali. (3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 34 (1) Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Apabila wakil kepala daerah di-berhentikan sementara sebagai-mana dimaksud Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), tugas dan kewajiban wakil kepala daerah dilaksanakan oleh kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), Presiden menetapkan penjabat Gubernur atas usul Menteri Dalam Negeri atau penjabat Bupati/ Walikota atas usul Gubernur dengan pertimbangan DPRD sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Tata cara penetapan, kriteria calon, dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Peme-rintah.

Pasal 35 (1) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden. (2) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (3) Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya, Rapat Paripurna DPRD memutuskan dan menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah. (4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah sampai dengan Presiden mengangkat penjabat kepala daerah. (5) Tata cara pengisian kekosongan, persyaratan dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 36 (1) Tindakan penyelidikan dan penyidi-kan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.

Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan. (3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. (5) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 37 (1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan. (2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 38 (1) Gubernur dalam kedudukannya se-bagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang: a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(2)

(2) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada APBN. (3) Kedudukan keuangan Gubernur se-bagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Terdapat perbedaan dalam tugas dan wewenang anggota DPRD dimana dalam UU No 5 Tahun 1974 dan UU No 22 Tahun 1999 DPRD berwenang memilih calon kepala daerah sedangkan UU No 32 Tahun 2004 DPRD hanya berhak menetapkan kepala daerah setelah dilakukan pemilihan secara langsung. Terdapat perbedaan hak DPRD diantara ketiga peraturan tersebut dimana dalam UU No 32 Tahun 2004 hanya menyebutkan hakhak tersebut antara lain hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Menurut UU No 32 Tahun 2004, badan kehormatan disebutkan secara tegas dalam salah satu alat kelengkapan DPRD yang mempunyai tugas-tugas tertentu. Dalam UU No 32 Tahun 2004 anggota DPRD dilarang untukmerangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan dan pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD UU No 32 Tahun 2004 mewajibkan DPRD untuk menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan kehormatan anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

8

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 27 Susunan, keanggotaan, dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, begitu juga sumpah/janji, masa keanggotaan, dan larangan rangkapan jabatan bagi Anggotaanggotanya diatur dengan Undang-undang. Pasal 28 (1) Kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota bewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur denpn Peraturan Daerah. (2) Kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah. (3) Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini dibuat sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. (4) Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang. Pasal 29 (1) Untuk dapat melaksanakan fungsinya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai hak : a. Anggaran; b. mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; c. meminta keterangan; d. mengadakan perubahan; e. mengajukan pernyataan pendapat;

Pasal 14 (1) Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. (2) Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat Daerah lainnya. Pasal 15 Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak, keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan DPRD diatur dengan Undang-undang. Pasal 16 (1) DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. (2) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Pasal 17 (1) Keanggotaan DPRD dan jumlah anggota DPRD ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, komisi-komisi, dan panitia-panitia. (3) DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan merupakan alat kelengkapan DPRD. (4) Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 18 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang :

Pasal 39 Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini berlaku ketentuan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 40 DPRD merupakan lembaga perwakilan daerah dan berkedudukan sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah.

rakyat unsur

Pasal 41 DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Pasal 42 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; c. melaksanakan pengawasan ter-hadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui

f. prakarsa; g. penyelidikan. (2) Cara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f pasal ini, diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. (3) Cara pelaksanaan hak penyelidikan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf g pasal ini, diatur dengan Undangundang. Pasal 30 Kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah : a. mempertahankan, mengamankan, serta mengamalkan PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945 ; b. menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekwen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturanperaturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batasbatas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah ; d. memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan Rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah. Pasal 31 (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang sekurang-kurangnya 2 (dua)

a. memilih Gubernur/Wakil Gubernur, b. Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota; c. memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Utusan Daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/ Wakil Walikota; e. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Daerah; f. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; g. melaksanakan pengawasan terhadap : 1. pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lain; 2. pelaksanaan Keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota; 3. pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 4. kebijakan Pemerintah Daerah; dan 5. pelaksanaan kerja sama internasional di Daerah; h. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah; dan h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat. (2) Pelaksanaan tugas dan wewenang, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 19 (1) DPRD mempunyai hak : a. meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota; b. meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah; c. mengadakan penyelidikan; d. mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah; e. mengajukan pernyataan pendapat; f. mengajukan Rancangan Peraturan

(2)

Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota; e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah; j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 43 (1) DPRD mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. (2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. (3) Dalam menggunakan hak angket se-bagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60

kali dalam setahun. (2) Kecuali yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, atas permintaan sekurangkurangnya seperlima jumlah Anggota atau atas permintaan Kepala Daerah, Ketua memanggil Anggota-anggota untuk bersidang dalam waktu 1 (satu) bulan setelah permintaan itu diterima. (3) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang atas panggilan Ketua. (4) Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1), (2) dan (3) pasal ini diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 32 (1) Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada dasarnya bersifat terbuka untuk umum. (2) Atas permintaan Kepala Daerah, atau atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima jumlah Anggota atau apabila dipandang perlu oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dapat diadakan rapat tertutup. (3) Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali mengenai : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perhitungannya; b. penetapan, perubahan, dan penghapusan pajak dan retribusi ; c. hutang piutang dan menanggung pinjaman ; d. perusahaan Daerah ; e. pemborongan pekerjaan, jual beli barang-barang, dan pemborongan pengangkutan tanpa mengadakan penawaran umum ; f. penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya ; g. persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai ; h. pemilihan Ketua dan Wakil Ketua dan pelantikan Anggota baru Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (4) Semua yang hadir dalam rapat tertutup

Daerah; g. menentukan Anggaran Belanja DPRD; dan h. menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD. (2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 20 (1) DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan. (2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak permintaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun karena merendahkan martabat dan kehormatan DPRD. (3) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 21 (1) Anggota DPRD mempunyai hak : a. pengajuan pertanyaan; b. protokoler; dan c. keuangan/administrasi. (2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 22 DPRD mempunyai kewajiban : a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. mengamalkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, serta mentaati segala peraturan perundang-undangan; c. membina demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; d. meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi

(4)

(5)

(6)

(7) (8)

(enam puluh) hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD. Dalam melaksanakan tugasnya, pa-nitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki. Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia. Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Pasal 44 (1) Anggota DPRD mempunyai hak: a. mengajukan rancangan Perda; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. protokoler; dan h. keuangan dan administratif. (2) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 45 Anggota DPRD mempunyai kewajiban: a. mengamalkan Pancasila, me-laksanakan

wajib merahasiakan segala hal yang dibicarakan dan kewajiban itu berlangsung terus baik bagi Anggota maupun pegawai/pekerja yang mengetahui halnya dengan jalan apapun, sampai Dewan membebaskannya. Pasal 33 (1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak dapat dituntut dimuka Pengadilan karena pernyataanpernyataan yang dikemukakan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik dalam rapat terbuka maupun dalam rapat tertutup, yang diajukan secara lisan maupun tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilna Rakyat Daerah, Kepala Daerah atau Pemerintah, kecuali jika dengan pernyataan itu ia membocorkan apa yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan-ketentuan mengenai pengumuman rahasia Negara dalam BUKU KEDUA BAB I Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (2) Tatacara tindakan kepolisian terhadap Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Undangundang. Pasal 34 (1) Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Peraturan Tata Tertib yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang. Pasal 35 (1) Apabila ternyata Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I melalaikan atau karena sesuatu hal tidak dapat menjalankan fungsi dan kewajibannya

e.

ekonomi;dan memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.

Pasal 23 (1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam kali dalam setahun. (2) Kecuali yang dimaksud pada ayat (1), atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah anggota atau atas permintaan Kepala Daerah, Ketua DPRD dapat mengundang anggotanya untuk mengadakan rapat selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan setelah permintaan itu diterima. (3) DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua DPRD. (4) Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 24 Peraturan Tata Tertib DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD. Pasal 25 Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD atau atas kesepakatan di antara pimpinan DPRD. Pasal 26 Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali mengenai : a. pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD; pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. pemilihan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Utusan Daerah; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; d. penetapan perubahan dan penghapusan pajak dan retribusi;

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan; b. melaksanakan kehidupan demo-krasi dalam penyelenggaraan pemerint