tgs meten

Upload: nizar-dzulqarnain-rahmatullah

Post on 07-Mar-2016

228 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fk unib

TRANSCRIPT

IDENTITAS PASIENNama lengkap: Nn YJenis kelamin: PerempuanUsia: 19 thnSuku bangsa: SerawaiStatus perkawinan: Belum menikahAgama: IslamPekerjaan: Mahasiswa Alamat: Perumnas UNIB

A. ANAMNESISDiambil dari: AutoanamnesisTanggal : 07 Oktober 2013Jam: 13.00 WIBKeluhan utama :Benjolan pada leher sebelah kiri sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat penyakit sekarangBenjolan pada leher sebelah kiri dialami pendrita sejak kira-kira 3 tahun yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil, namun lama-kelamaan membesar samapai seukuran kira-kira sebesar bola kelereng. Benjolan tidak nyeri, tidak mengganggu waktu bernafas ataupun menelan. Suara penderita tidak terganggu. Riwayat jantung berdebar, mata melotot, susah tidur, sensitif terhadap suhu dingin, berkeringat banyak, mudah kaget , nafsu makan meningkat tapi berat badan tidak meningkat. BAB/BAK biasa. Pasien mengaku sudah pernah diperiksa 2 tahun yang lalu, dan didiagnosis hipertiroid. Pasien diberikan obat propilthiouracyl tetapi sudah 6 bulan ini pasien tidak mengkonsumsi obat tersebut dikarenakan pada 6 bulan yang lalu dinyatakan kadar hormon tiroid normal.

Riwayat penyakit dahulu :Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit gula disangkal oleh penderita.

Riwayat penyakit keluarga :Nenek pasien dan 2 sepupu pasien dari pihak ayah menderita hipertiroid.

Pemeriksaan Fisik :Keadaan umum : compos mentisTinggi badan : 150 cmBerat badan : 53 kgTD : 120/70 mmHgFrekuensi napas : 24 x/menitFrekuensi nadi : 84 x/m Suhu rektal : 36,8 C

Kepala (THT, mata dan mulut):Inspeksi : conjungtiva anemis (-), scelera ikterik (-), eksoftalmus (-)Palpasi : T.A.K

Leher :Inspeksi : Tampak massa ukuran diameter 3 cm, warna sama dengan sekitar, konsistensi kenyal, mobil, nyeri tekan (-)Palpasi : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Inspeksi : pergerakan nafas simetris Auskultasi : SP rhonkhi (-)/(-), whezing (-)/(-) Palpasi : SF kanan = kiri Perkusi : sonor kanan = kiri

Abdomen : Inspeksi : datar, lemas Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi : lemas, nyeri tekan (-) Perkusi : thympani, pekak hepar (+)

Tulang belakang : T.A.K

Extremitas : Inspeksi : T.A.K Palpasi : akral hangat

Neurologi : Refleks fisiologis (+/+), Refleks Patologis (-/-), tremor halus (+)

Hasil Lab :Hasil lab pertama (2 tahun yang lalu) : kadar hormon tiroid meningkat 3 x lipat dari kadar normalHasil lab kedua (6 bulan yang lalu) : kadar hormon tiroid normal

A. DEFINISIHipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis (Bararah, 2009).. Hipertiroidisme (tiroid terlalu aktif) adalah suatu kondisi di mana kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroksin. Hipertiroidisme dapat secara signifikan mempercepat metabolisme tubuh, menyebabkan penurunan berat badan tiba-tiba, detak jantung yang cepat atau tidak teratur, berkeringat dan gelisah atau mudah tersinggung (Anonim, 2010).Tirotoksikosis merupakan suatu kondisi dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan (Rani., et.al., 2006).Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi berlebihan dari hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya yang berasal dari kelenjar tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinis, secara definisi diartikan kasus dengan kadar hormone normal tetapi TSH rendah. Di kawasan Asia dikatakan prevalensi lebih tinggi disbanding yang non Asia (12% versus 2.5%) (Djokomoeljanto, 2009)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROIDKelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus yang terletak di sebelah kanan dan kiri trachea dan diikat bersama oleh secarik jaringan tiroid yang disebut istmus tiroid dan yang melintasi trachea disebelah depannya.1. Struktur Kelenjar tiroid mulai terlihat berbentuk pada janin berukuran 3,4 4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara bronchial pouch pertama dan kedua yang kemudian membentuk dua lobus. Penurunan ini terjadi pada garis tengah. Saluran pada struktur ini menetap dan menjadi duktus tiroglosus, yang berasal dari foraimen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang setelah dewasa tetapi pada beberapa keadaan masih menetap. Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah berasal dari : a. tiroidea superior (cabang a. karotis eksterna) dan a. tiroidea inferior (cabang a. subklavia). Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikuler. Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis, selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodul prelaring yang tepat berada di atas ismus serta ke kelenjar getah bening pretrakealis dan paratrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening brakiosefatika dan sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. (Djokomoeljanto, 2009)

2. Fungsi Sekresi tiroid di atur oleh sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar hipofisis, yaitu oleh hormone tirotropik. Fungsi kelenjar tiroid sangat erat bertalian dengan kegiatan metabolic dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan; bekerja sebagai perangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen dan dengan sendirinya mengatur pengeluaran karbondioksida. (Djokomoeljanto, 2009)

3. Persarafan kelenjar tiroid Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus) (Djokomoeljanto, 2009)

4.Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroida. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.b.Iodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.c.Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).d.Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.e.Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.f.Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH.g.MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.h.Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.

C. EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20-tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok multinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah dunia dengan defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksikosis (Lee, et.al., 2011).Penyakit tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui di masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar 1% dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun (Djokomoeljanto, 2009).Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid terdapat pada 0.8 per 1000 wanita pertahun (Guyton, 1991 ).

D. ETIOLOGIPenyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid (Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002).Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar di darah. Wanita terkena kira kira 5 kali lebih banyak daripada pria. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, dengan insiden puncak pada kelompok umur 20-40 tahun. (Djokomoeljanto, 2009)E. PATOFISIOLOGITirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH atau TSH-like substance (TSI, TSAb), autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik. Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjadi kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa kedua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme, biasanya self-limiting disease (Djokomoeljanto, 2009).Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu dari antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam hal peningkatan pertumbuhan dan fungsi TSH-R AB. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetuskan episode akut ini. Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit Graves ialah (1) kehamilan, khususnya masa nifas; (2) kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida, di mana kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan; (3) terapi litium, mungkin melalui perubahan responsivitas imun; (4) infeksi bakterial atau viral; dan (5) penghentian glukokortikoid.Diduga "stress" dapat mencetuskan suatu episode penyakit Graves, tapi tidak ada bukti yang mendukung hipotesis ini. Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan limfosit sitotoksik (sel-sel pembunuh) dan antibodi sitotoksik tersensititasi oleh antigen yang umum pada fibroblas orbita, otot orbita, dan jaringan tiroid . Sitokin yang berasal dari limfosit tersensitasi ini dapat menyebabkan peradangan fibroblas orbita dan miositis orbita, berakibat pembengkakan otot otot orbita, protopsi bola mata, dan diplopia sebagaimana juga menimbulkan kemerahan, kongesti, dan edema konjungtiva dan periorbita . Patogenesis dermopati tiroid (miksedema pretibial) dan inflamasi subperiosteal yang jarang pada jari-jari tangan dan kaki (osteopati tiroid mungkin juga melibatkan stimulasi sitokin limfosit dari fibroblas pada tempat-tempat ini.

Banyak gejala tiroksikosis mengarah adanya keadaan kelebihan katekolamin, termasuk takikardi, tremor, berkeringat, kelopak yang kurang dan melotot. Namun, kadar epinefrin dalam sirkulasi adalah normal; jadi pada penyakit Graves, tubuh tampak hiperaktif terhadap katekolamin. Hal ini mungkin berhubungan dengan bagian peningkatan dengan perantaraan hormon tiroid pada reseptor katekolamin jantung.

Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar atau kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multipel adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroidisma. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit graves (goiter difustoksik) yang mempunyai tiga tanda penting, pertama hipertiroidisme, kedua pembesaran kelenjar tiroid (goiter) dan ketiga eksoptalmos (protrusi mata abnormal).Penyakit Graves merupakan kelainan auto imun yang di mediasi oleh anti bodi IgG yang berkaitan dengan reseptor TSH aktif pada permukaan sel-sel tiroid. Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma, toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, ingesti TH.Patofisiologi di balik manisfestasi penyakit hipertiroid Graves dapat dibagi ke dalam dua kategori,pertama,sekunder akibat rangsangan berlebih system saraf adrenergic dan yang kedua, merupakan akibat tingginya kadar TH yang bersirkulasi.Hipertiroidisme ditandai oleh kehilangan pengontrolan normal sekresi hormone tiroid (TH). Karena kerja TH pada tubuh adalah merangsang, maka terjadi hipermestabolisme, yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Jumlah TH yang berlebihan menstimulasi system kardiak dan meningkatkan jumlah reseptor beta-adrenergik. Keadaan ini mengarah pada takikardia adan peningkatan curah jantung, volume sekuncup, kepekaan adrenergic, dan aliran darah perifer. Metabolisme sangat meningkat, mengarah pada keseimbangan nitrogen negative, penipisan lemak dan hasil akhir defesiensi nutrisi. Hipertiroidisme juga terjadi dalam perubahan sekresi dan metabolisme hipolatamik, pituitary dan hormone dan hormone gonad. Jika hipertiroidisme terjadi sebelum pubertas, akan terjadi penundaan perkembangan seksual pada kedua jenis kelamin,tetapi pada pubertas mengakibatkan penurunan libido baik pada laki-laki maupun perempuan. Setelah pubertas wanita akan juga menunjukan ketidak teraturan menstruasi dan penurunan fertilitas. (Djokomoeljanto, 2009)

( Sumber : Rubin's Pathology Clinicopathologic Foundations of Medicine, 5th Edition, ebook)

F. KLASIFIKASIHipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi. Goiter nodular toksik, lebih sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik, manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves (Schteingart, 2006).

G. MANIFESTASI KLINIS1. Umum : Tak tahan hawa panas hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat, toleransi obat, hiperdefekasi, lapar.2. Gastrointestinal : Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali.3. Muskular: Rasa lemah. 4. Genitourinaria: Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti.5. Kulit : Rambut rontok, kulit basah, berkeringat, silky hair dan onikolisis.6. Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik dispneu.7. Jantung : hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung.8. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar.9. Skelet : Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang.(Djokomoeljanto, 2009)

H. DIAGNOSISUntuk mendiagnosis penyakit ini harus dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan tes darah laboratorium untuk melihat kadar hormon T3, T4 dan THS. Jika kadar hormon tiroid tinggi dan kadar hormon THS rendah, hal ini mengindikasikan kelenjar tiroid terlalu aktif yang disebabkan oleh adanya suatu penyakit. Bisa juga dideteksi dengan menggunakan scan tiroid yang menggunakan sinar X-ray untuk melihat kelenjar tiroid setelah menggunakan iodin radioaktif melalui mulut (Djokomoeljanto, 2009)

I. PENATALAKSANAANPrinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko pengobatan, dan sebagainya. Pengobatan tirotoksikosis dikelompokkan dalam:1. Tirostatiska: kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazole 5 mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg), dan darivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg)2. Tiroidektomi: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi.3. Yodium radioaktif (Djokomoeljanto, 2009).

J. PROGNOSIS Individu dengan tes fungsi tiroid normal-tinggi, hipertiroidisme subklinis, dan hipertiroidisme klinis akan meningkatkan risiko atrium fibrilasi. Hipertiroidisme juga berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung (6% dari pasien), yang mungkin menjadi sekunder untuk atrium fibrilasi atau takikardia yang dimediasi cardiomyopathy. Gagal jantung biasanya reversibel bila hipertiroidisme diterapi. Pasien dengan hipertiroidisme juga berisiko untuk hipertensi paru sekunder peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskuler paru. Pada pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya, hipertiroidisme meningkatkan risiko kematian (rasio hazard [HR] = 1,57), dan bahkan mungkin pada pasien tanpa jantung. Hal ini juga meningkatkan risiko stroke iskemik (HR = 1,44) antara dewasa usia 18 sampai 44 years. Hipertiroidisme tidak diobati juga berpengaruh terhadap kepadatan mineral tulang yang rendah dan meningkatkan risiko fraktur pinggul (Gandhour and Reust, 2011).

DAFTAR PUSTAKAAnonim, 2010. Hyperthyroidism (Overacting thyroid). http://www.mayoclinic.com Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme. Dalam Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S. Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1993-2008.Gandhour, A., Reust, C. 2011. Hyperthyroidisme: A Stepwise Approach to Management. The Journal of Family Practice Vol. 60, No. 07: 388-395Guyton, 1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi revisi. Department of Physiologi and Biophysics. Mississippi.Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T., 2011. Hyperthyroidism. http://emedicine.medscape.comNorman, J. 2010. Diagnosing Hyperthyroidism: Overactivity of the Thyroid Gland. www.endocrineweb.com Paulev, P.E., 2011. Thyroid Hormones and Disorders. www.zuniv.net Rani, A.A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi., Mansjoer, A (Editors)., 2006. Paduan Pelayanan Medik dalam PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal:16-19.Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H., Natalia S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal: 1225-36Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku kedokteran: EGC