stres dan keselamatan kerja kel. 14

Upload: lubna-fadhilah-hasyim

Post on 13-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STRES DAN KESELAMATAN KERJAPSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI(Dosen: Laila Meiliyandrie I Wardani, PhD)

Disusun Oleh:Ellenoor Tasya 46113310009Lubna Fadhilah46113310019

Fakultas PsikologiUNIVERSITAS MERCU BUANABEKASI2014Stres dan Keselamatan KerjaA. PengantarPerusahaan sebagai sistem memperoleh berbagai bahan baku yang diperlukan, yang diolah oleh tenaga kerja dengan menggunakan mesin dan peralatan lainnya, sehingga dapat menghasilkan barang atau jasa sebagai produknya.Selama pengolahan bahan bakunya, tenaga kerja bekerja.interaksi antar tenaga kerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan kinerjanya, tenaga kerja mendapatkan imbalannya, intrinsik dan/atau ekstrinsik, yang berdampak pada motivasi dan kepuasan kerjanya. Sebagai hasil atau akibat lain dari proses bekerja, tenaga kerja dapat mengalami stress, yang dapat berkembang menjadikan tenaga kerja sakit (fisik dan mental), sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal.Manusia merupakan anggota lebih dari satu kelompok sosial. Dalam melakukan kegiatan di setiap kelompok, manusia dapat mengalami stress. Stress yang dialami sebagai hasil kegiatannya di setiap kelompok saling menunjang, saling menguatkan.Dalam makalah ini akan kami jelaskan dulu pengertian dari stress, kemudian faktor yang dapat menimbulkan stress yang berkaitan dengan kepuasan kerja, dan manajemen dari stress.

B. Pengertian Stres adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit stress. Yang dapat dilihat adalah akibat dari pembangkit stress. Menurut Dr. Hans Selye, guru besar emeritus (purnawirawan) dari Universitas Montreal dan penemu stres. Sebagai seorang ahli faal, ia terutama tertarik pada bagaimana cara stress mempengaruhi badan. Ia mengamatai serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan (general adaptation syndrome) yang terdiri dari tiga tahap. Yaitu :1. Tahap alarm (tanda bahaya) organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman. Tahap ini tidak dapat tahan lama.2. Tahap resistence (perlawanan) organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis.3. Tahap exhaustion organisme kehabisan tenaga.Jika diterapkan pada orang, maka sindrom adaptasi umum dari selye dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:Jika seseorang untuk pertama kali mengalami situasi penuh stress, maka mekanisme pertahanan dalam badan diaktifkan: kelenjar-kelenjar mengeluarkan/melepaskan adrenalin, cortisone dan hormon-hormon lain dalam jumlah yang besar, dan perubahan-perubahan yang terkoordinasi berlangsung pada sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika parparan terhadap pembangkit stress bersinambungan dan badan mampu menyesuaikan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stress (tahap resistence). Tetapi jika paparan terhadap stress berlanjut, maka mekanisme pertahanan badan secara perlahan-lahan menurun sampai terjadi ketidaksesuaian, dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi sebagaimana mestinya. Proses pemunduran ini dapat mengarah ke penyakit dari hampir semua bagian dari badan (tahap exhaustion).Menurut Selye jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan, atau salah, maka reaksi badan itu sendiri dapat menimbulkan penyakit, hal ini dinamakan diseases of adaptation (penyakit dari adaptasi), karena penyakit-penyakittersebut lebih disebabkan oleh reaksi adaptif yang kacau dari badan kita daripada oleh hasil yang merusak langsung dari penimbul stress.Syndrome adaptasi umum ini dapat beroperasi pada tingkat yang berbeda-bedia, dari subsystem sampai ke keseluruhan organism.Pandangan Selye ini mendapat kritik dari sejumlah peneliti lain. Stress menurut mereka tidak dapat dipandang hanya sebagai suatu jawaban. Stress harus dilihat sebagai fungsi dari individu yang menafsirkan situasi. Reaksi orang tidak sama terhadap situasi stress yang sama.Penelitian sekarang tentang stress didasarkan pada asumsi bahwa stress, yang disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatic, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif.Pada umumnya kita merasakan bahwa stress merupakan suatu kondisi yang negatif, tetapi ternyata stress juga diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Seperti pada suatu penelitian yang membuktikan bahwa semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, makin tinggi tingkat stresnya dan makin tinggi juga produktivitas dan efiesiensinya. Stres dalam jumlah tertentu dapat mengarah ke gagasan-gagasan yang inovatif dan keluaran yang konstruktif.

Unjuk Kerja

Rendah

RendahStresTinggiGambar B.1. Hubungan antara Stress dan Unjuk-Kerja Pekerjaan.Stres yang meningkat sampai unjuk-kerja mencapai titik optimalnya merupakan stress yang baik, yang menyenangkan, eustress. Dekat, sebelum mencapai titik optimalnya, situasinya dialami sebagai tantangan yang merangsang. Melewati titik optimal stres menjadi distress. Peristiwanya atau situasinya dialami sebagai ancaman yang mencemaskan. Tanda-tanda distress-nya adalah sebagai berikut:1. Tanda-tanda suasana hati (mood): Menjadi overexcited Cemas Merasa tidak pasti Sulit tidur pada malam hari (somnabulisme) Menjadi mudah bingung dan lupa Menjadi sangat tidak-enak (uncomfortable) dan gelisah (ill at ease) Menjadi gugup (nervous)2. Tanda-tanda otot kerangka (musculoskeletal) Jari-jari dan tangan gemetar Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja) Kepala mulai sakit Merasa otot menjadi tegang atau kaku Gagap saat berbicara Leher menjadi kaku3. Tanda-tanda organ-organ dalam badan (visceral) Perut terganggu Merasa jantung berdebar Banyak berkeringat Tangan berkeringat Merasa kepala ringan atau akan pingsan Mengalami kedinginan (cold chills) Wajah menjadi panas Mulut menjadi kering Mendengar bunyi bordering dalam kuping Mengalami rasa akan tenggelam dalam perut (sinking feeling)C. Faktor Stres1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan dan Stress KerjaLima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yang dapat menimbulkan stres kerja (White, 1983), yaitu:1. Sikap terhadap pekerjaanJika individu menganggap bahwa pekerjaannya adalah sesuatu yang kurang bermakna dan mempunyai nilai bagi dirinya, maka dia akan mengalami perasaan tidak puas. Perasaan ketidakpuasan tersebut jika terus-mernerus menguasai pikirannya, maka dia akan mengalami kegelisahan dan tidak dapat konsentrasi dalam bekerja, tertekan, dan stres.2. Keadaan lingkungan kerjaKeadaan lingkungan kerja yang kurang kondusif, dapat membuat individu kurang bersemangat bahkan individu dapat mengalami perasaan jenuh dan bosan. Hal tersebut dapat menimbulkan rasa tidak puas yang akhirnya dapat membuat individu murung, mudah marah, dan cepat lelah, tertekan dan stres.3. Sikap terhadap organisasi tempat kerjaSikap individu yang menganggap bahwa dirinya bukan bagian dalam organisasi dapat membuat dirinya merasa tidak puas karena merasa ditolak, disisihkan, dan kurang dianggap menjadi bagian dari organisasi. Situasi semacam ini membuat individu dapat mengalami perasaan tertekan, pusing, gelisah, dan stres.4. Manfaat dan jumlah gaji yang diperolehJika individu merasa bahwa dirinya tidak memperoleh manfaat dalam pekerjaan yang dikerjakan dan ditambah dengan jumlah gaji yang diperoleh dirasakan kurang memadai, maka ia akan merasa tidak bisa rileks, sulit berkonsentrasi, kehilangan semangat, dan tertekan atau stres.

5. Sikap terhadap penyelia atau kepenyeliaanFaktor lain yang turut memberi pengaruh terhadap kepuasa kerja dan stres kerja ialah nilai pekerjaan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Nilai tersebut merupakan suatu bentuk yang mempunyai hubungan dengan sesuatu aktivitas atau objek. Nilai pekerjaan yang bersifat intrinsik (Wallace et al, 1971) yang terdiri atas tiga subskala, yaitu: Kebanggaan dalam pekerjaanJika individu mengalami perasaan bangga terhadap pekerjaannya, maka dia akan merasa puas dan stresnya cenderung rendah. Tetapi, jika individu merasa kecewa dan tidak mempunyai nilai lebih bagi dirinya, maka dia merasa tidak puas. Perasaan ketidakpuasan ini bisa membuatnya kurang dapat berkonsentrasi dalam bekerja, murung, gelisah, tertekan bahkan stres. Keterlibatan kerjaApabila individu menganggap bahwa dirinya menjadi bagian dalam anggota kelompok kerjanya, maka keterlibatan kerjanya menjadi optimal, sehingga dia merasa puas dan bangga karena menjadi bagian dalam kelompok kerjanya. Tetapi, sebaliknya jika dia menganggap dirinya bukan merupakan dalam anggota kelopok kerjanya, maka dia menganggap kurang mempunyai kepentingan untuk dapat melakukan keterlibatan kerja. Situasi semacam ini, membuat dia merasa tidak puas. Perasaan ketidakpuasan ini dapat menganggu cara kerjanya, seperti sering membuat kesalahan, ceroboh, tidak mudah konsentrasi, tertekan, dan stres.

Prioritas kegiatanSeandainya individu dalam bekerja mempunyai prioritas kegiatan, maka dia dapat memfokuskan kegiatannya berdasarkan kebutuhan dan kepentingannya untuk mencapai tujuan lebih jelas. Sehingga dia merasa puas dan menjadi senang dan bangga. Sebaliknya, jika individu dalam bekerja tidak mempunyai prioritas tentang apa yang seharusnya dilakukan sebagai sesuatu yang paling penting, maka kegiatannya menjadi tidak terarah bahkan mengalami kegagalan. Hal tersebut dapat memicu individu mengalami ketidakpuasan dalam bekerja akhirnya merasa kecewa, tertekan, stres.Nilai pekerjaan ekstrinsik juga merupakan imbalan (reward) yang diperoleh oleh individu atas dasar keterlibatannya dalam suatu pekerjaan. Artinya sebagai pelaku atau bertindak untuk melaksanakan tugas tersebut amat tergantung dari imbalan yang akan diterimanya (Wallace et al, 1971). Imbalan ini termasuk penghasilan tambahan dan asuransi kerja serta hubungan baik yang terbentuk dalam hubungan antar-rekan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan stres kerja terdiri atas dua subskala, yaitu: Status sosial dalam bekerjaPada waktu individu bekerja di suatu organisasi, dia tentu akan mencoba untuk menentukan tujuan yang hendak dicapainya. Jika dia bekerja untuk meningkatkan status sosialnya, maka dia akan berusaha untuk meraihnya. Namun, jika dalam mencapai tujuannya tersebut dia merasa banyak rintangan dan dirinya merasa gagal, maka dia akan kecewa dan tidak puas sehingga dia dapat mengalami perasaan putus asa, sulit konsentrasi, tertekan, dan stres. Sikap terhadap penghasilanDalam setiap organisasi mempunyai peraturan kerja masing-masing termasuk bagaimana organisasi mengatur penghasilan setiap pegawai. Namun, setiap invidu mempunyai sikap yang berbeda terhadap penghasilan yang mereka terima. Adakalanya individu bersikap menerima apa adanya tetapi ada juga yang suka protes karena dirinya menganggap diperlukan kurang adil atau tidak sesuai dengan hasil kerja yang sudah diberikan olehnya kepada organisasi, sehingga dia merasa tidak puas. Situasi ini dapat membuat individu merasa kecewa, tidak bisa konsentrasi, dan tertekan bahkan stres.Para peneliti di sini telah berupaya untuk mencoba semua faktor stres, yang ada di rumah sakit sektor publik dan berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja perawat perempuan. Pemberantasan stres ini akan mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja. Perawat wanita telah melaporkan bahwa beban kerja yang berlebihan (97,1%), tidak sehat dan berbahaya lingkungan kerja (94,3%), sumber daya yang memadai (87,3%), cs orang menderita (85,1%), bertentangan permintaan (67,3%), kurangnya rasa hormat profesional (85,7%), kurangnya kesempatan promosi (87,3%), gaji yang tidak memadai dan manfaat (90,8%), masalah dalam negeri (47,9%) dan masalah perkawinan (46,7%) merupakan faktor kuat yang menyebabkan mereka stres kerja dan mengakibatkan penurunan kepuasan kerja (Jehangir, Kareem, Khan, Jan, & Soherwardi, 2011).

2. Faktor Pemicu Terjadinya Stres di Tempat Kerja. Ada tiga kelompok utama pemicu stres (biasa disebut stressor) di tempat kerja, yaitu: Kelompok pertama adalah faktor pribadi, seperti: keluarga, ekonomi rumahtangga, dan karakteristik kepribadian. Adanya persoalan pada kehidupan pernikahan, perceraian serta anak-anak yang tidak disiplin dan sulit diatur; penghasilan yang kurang mencukupi pemenuhan kebutuhan rumahtangga dan gaya hidup; serta kepribadian yang tertutup, mudah tersinggung, perfeksionis, sangat berorientasi pada waktu dan hasil, merupakan beberapa contoh faktor pribadi yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.Kelompok kedua adalah faktor organisasi, seperti: pekerjaan, peran, dan dinamika hubungan atau interaksi antar karyawan. Pekerjaan yang bersifat rutin, monoton, membutuhkan kecepatan dalam pengerjaan, dengan ruang atau lokasi kerja yang bising dan panas; tuntutan peran yang tidak jelas atau bertentangan dengan sistem nilai yang dianut; serta hubungan kerja antar rekan yang tidak cocok, apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik mental maupun fisik, merupakan beberapa contoh faktor organisasi yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja. Selain itu juga budaya perusahaan yang sangat menekankan individualisme dan persaingan, struktur organisasi dengan kontrol dan komando yang ketat, kurangnya penguasaan terhadap teknologi yang digunakan, serta perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di dalam perusahaan.Sedangkan kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, seperti: ekonomi, politik, dan teknologi. Ketidakpastian kondisi politik, krisis ekonomi negara yang berkepanjangan, serta perkembangan teknologi yang mengancam kelangsungan kerja merupakan beberapa contoh faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.Dalam hal dukungan sosial yang berhubungan dengan pekerjaan , dukungan emosional yang diberikan oleh rekan kerja seseorang diperiksa dalam penelitian ini. Jenis dukungan ditandai dengan memiliki rekan kerja yang mendengarkan dan berempati dengan tuntutan pekerjaan seseorang dan yang menunjukkan kepedulian dan memberikan dukungan dan dorongan kepada individu (Thomas dan Ganster, 1995) . 'Selain itu, dukungan organisasi adalah jenis kedua dukungan yang berhubungan dengan pekerjaan yang diusulkan dalam tulisan ini. Beberapa peneliti telah meneliti peran faktor organisasi dalam mengurangi efek negatif dari stres karyawan (Stamper dan Johlke, 2003). Dukungan organisasi mengacu pada sejauh mana budaya workfamily organisasi mempekerjakan mendukung karyawan yang mengambil keuntungan dari manfaat keluarga mereka tawarkan. Sebuah organisasi yang mendukung nilai-nilai integrasi pekerjaan dan kehidupan keluarga karyawan (Thompson, Beauvais dan Lyness , 1999) dan tidak menghukum karyawan yang menggunakan manfaat kerja - keluarga atau mencurahkan waktu untuk keluarga (Bailyn , 1997; Clark, 2001). Sumber dukungan ini diharapkan akan relevan dengan pengacara karena berkaitan dengan norma-norma waktu dan tekanan yang berhubungan dengan praktek hukum (Wallace, 2005).D. Manajemen StresStres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Memanajemeni stres berarti berusaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan menapung akibat fisiologi dari stres.Memanajemeni stres bertujuan untuk mencegah berkembangnya stres jangka pendek atau stres yang kronis. Reaksi yang dikenal selama ini dalam menghadap stres ialah flight or fight yang secara fisik maupun psikis dari situasi yang penuh stres atau melawan stres.Pandangan interaktif mengatakan bahwa stres ditentukan oleh faktor-faktor di lingkungan dan faktor-faktor dari individunya. Dalam memanajemeni stres dapat diusahakan untuk:1. Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak merupakan pembangkit stres2. Mengubah faktor-faktor dalam individu agar:a) Ambang stres meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang dihadapi sebagai penuh stresb) Toleransi terhadap stres meningkat, dapat lebih lama bertahan dalam situasi yang penuh stres, tidak cepat menunjukkan akibat yang merusak dari stres pada tubuh sehingga dapat mempertahankan kesehatannya.Teknik-teknik yang dapat digunakan ialah:1. Kerekayasaan organisasiTeknik ini berusaha untuk mengubah lingkungan kerja agar tidak dapat dirasakan sebagai lingkungan yang penuh stres. Yang perlu diubah ialah faktor-faktor yang dapat menjadi pembangkit stres yang dibahas sebagai faktor-faktor dari kategori; faktor-faktor intrinsik pekerjaan, faktor-faktor peran dalam organisasi, faktor-faktor pengambangan karier, dan faktor-faktor struktur dan iklim organisasi.Dapat dilakukan strategii yang diajukan oleh Everly & Guidano, yaitu sasaran berdasarkan kerja dan manajemen waktu, yang khusu berlaku untuk para manajer menengah keatas. Sasaran berdasarkan kerja (SbK) ini merupakan salah satu teknik yang termasuk dalam jenis manajemen berdasarkan sasaran yang terdiri dari 4 langkah yaitu:i. Menetapkan sasaran realistik bagi satuan kerjanya, yang dapat dicapai dalam waktu yang dimilikiii. Merancang perangkat perencanaan, tindakan atau metode untuk dapat mencapai sasaraniii. Menciptakan strategi untuk dapat mengukur keberhasilan mencapai sasaran pada akhir suatu periode tertentuiv. Pada akhir waktu yang sudah ditentukan mengukur keberhasilanmencapai sasarannya.Manajemen waktu (MW) memiliki tiga tahap, yaitu:i. Analisis waktuii. Strategi untuk mngorganisasiiii. Strategi untuk follow upSbK dan MW khususnya dapat dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang dirasakan memilliki beban berlebihan.2. Kerekayasaan kepribadianStrategi yang digunakan dalam kerekayasaan kepribadian ialah upaya untuk menimbulkan perubahan-perubahan dalam kepribadian individu agar dapat dicegah timbulnya stres dan agar ambang stres dapat ditingkatkan. Perubahan-perubahan yang dituju oleh perubahan dalam hal pengetahuan, kecakapan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang mempengaruhi persepsi dan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.Team building dan teknik-teknik pengembangan organisasi yang laindapat mencegah atau mengatasi stres yang timbul karena adanya konflik peran, ketaksaan peran, hubungan interpersonal yang tidak baik, serta struktur dan iklim organisasi.Strategi berikutnya adalah pemberian penyuluhan jabatan jabatan kepada tenaga kerja. Melalui penyuluhan jabatan dapat diketahui kelemahan dan kekuatan tenaga kerja dan kesesuaiannya untuk berbagai macam pekerjaan, sehingga direncanakan pengembangan kariernya dalam perusahaan.3. Teknik penenangan pikiranTujuan teknik-teknik penenangan pikiran ialah untuk mengurangi kegiatan pikiran, yaitu proses berpikir dalam bentuk merencana, mengingat, berkhayal, menalar yang secara bersinambung kita lakukan dalam keadaan bangun, dalam sadar. Teknik-teknik penenangan pikiran meliputi:

a. MeditasiMeditasi dapat dianggap sebagai teknik, dapat pula dianggap sbagai suatu keadaan pikiran (mind), keadaan mental. Berbagai teknik, seperti yoga, berdoa, relaksasi progresif, dapat menuju ke tercapainya keadaan mental tersebut. Penelitian menunjukan bahwa selama meditasi aktivitas dari kebanyakan sistem fisik berkurang. Meditasi menyebabkan adanya relaksasi fisik. Pada saat yang sama mediator mengendalikan emosi, perasaan dan ingatan. Pikiran menjadi tenang, badan berada dalam keseimbangan. b. Pelatihan relaksasi autogenicRelaksasi autogenik adalah relaksasi yang ditimbulkan sendiri. Teknik ini berpusat pada gambaran-gambaran berperasaan tertentu yang dihayati bersama dengan terjadinya peristiwa akan menimbulkan pula penghayatan dari gambaran perasaan yang sama. Pelatihan relaaksasi autogenetik berusaha mengkaitkan penghayatan yang menenangkan dengan peristiwa menegangkan, sehingga badan kita terkondisi untuk memberikan penghayatan yanng tetap menenangkan meskipun menghadapi peristiwa yang sebelumnya menimbulkan ketegangan.c. Pelatihan relaksasi neuromuscuklarPelatihan neuromuscular adalah satu program yang terdiri darri latihan-latihan sistematis yang melatih otot dan komponen-komponen sistem saraf yang mengendalikan aktivitas otot. Karena otot merupakan bagian yang begitu besar dari badan kita, maka pengurangan ketegangan pada otot berarti pengurangan ketegangan yang nyata dari seluruh badan kita.Individu diajari untuk secara sadar mampu merilekskan otot sesuai dengan kemauannya setiap saat. Untuk itu perlu mula-mula dikembangkan kesadaran perasaan pikiran tentang bagaimana rasanya kalau rileks dan bagaimana perbedaanya dengan kalau merasa tegang.4. Teknik penenangan melalui aktifitas fisikTujuan utama penggunaan teknik penenangan melalui aktifitas fisik ialah untuk menghamburkan atau menggunakan sampai habis hasil-hasil stres yang diproduksi oleh ketakutan dan ancaman, atau yang mengubah sistem hormon dan saraf kita ke dalam sikap mempertahankan. Manfaat yang kedua dari aktifitas ini adalah ia menurunkan reaktivitas kita terhadapr stres di masa mendatang dengan cara mengkondisikan relaksasi. Sumbangan kerja diungkapkan dalam rasa sehat, tenang, dan ringan yang timbul sesudah latihan-latihan fisik.Aktifitas fisik bisa juga dilakukan sebelum stres timbul. Aktifitas fisik memiliki sifat preventif (penghindaran). Selama melakukan aktifitas fisik seluruh sistem badan dirangsang untuk beraksi, bergerak. Setelah kegiatan, sistem-sistemnya memantul dengan cara makin melambat dengan demikian makin mendorong ke relaksasi dan ketenangan. Kurang lebih 90menit setelah latihan fisik yang baik, timbul rasa dari relaksasi yang mendalam. Keaadaan ini membuat orang lebih sulit untuk merasa jengkel.

E. KesimpulanStres merupakan suatu abstraksi yang mana orang tidak dapat melihat penyebabnya tetapi dapat melihat akibatnya. Stress tidak selalu sesuatu yang negative, apabila ditinjau melalui porsinya stress yang berada sebelum titik optimal sampai titik optimal adalah stress yang baik, dan menyenangkan, lebih dari itu barulah stress yang negatif.Stres berkaitan dengan kepuasan kerja, maka dari itu selain membahas mengenai faktor stress yang dapat timbul di tempat kerja, perlu juga mengetahui faktor stress yang berkaitan dengan kepuasan kerja. Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Memanajemeni stres berarti berusaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan menapung akibat fisiologi dari stres. Memanajemeni stres bertujuan untuk mencegah berkembangnya stres jangka pendek atau stres yang kronis.

F. RingkasanPeta Ingatan

Tanda-tanda distress

Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan stress kerjaFaktor pemicu terjadinya stress di tempat kerjaFaktor StresKerekayasaan OrganisasiKerekayasaan KepribadianTeknik penenangan pikiranMeditasiRelaksasi AutogenikRelaksasi NeuromuscularTeknik penenangan melalui aktivitas fisikManajemen StresStres dan Keselamatan KerjaPengantar2. PengertianTahap AlarmTahap ResistenceTahap ExhaustionDr. Hans SelyeSindrom Adaptasi UmumHubungan stress dengan prestasiMoodMuskuloskeletalOrgan-organ dalam badan

G. Jurnal1. Jurnal IAbstrak (Ringkasan)In this paper, theJobDemand-Control (JDC) model is used to predict depression and work-to-family conflict for married lawyers working full-time. The objectives ofthis paper are: (1) to determine whether the JDC model applies to work-to-family conflict; (2) to incorporate domain-specificjobdemand andjobcontrol variables; and (3) to examine a wider arrayofdifferent forms of social support. First, the JDC model also helps explain work-to-family conflict. Second, domain-specificity does not appear key to documenting the buffering effect forjobcontrol. Third, spouse's support of one's career has the strongest main effect onboth depression and work-to-family conflict, whereas coworker support functions as a moderator oflawyers'jobdemands and has both buffering and amplifyingeffects. This paper closes by discussing the possible conditions under which membersofsupport systems may transfer or exacerbate stress effects rather than alleviate them. [PUBLICATION ABSTRACT]Headnote In this paper, theJobDemand-Control (JDC) model is used to predict depression and work-to-family conflictfor married lawyers working full-time. The objectivesofthis paper are: (1) to determine whether the JDC model applies to work-to-family conflict; (2) to incorporate domain-specificjobdemand andjobcontrol variables; and (3) to examine a wider arrayofdifferent formsofsocial support. First, the JDC model also helps explain work-to-family conflict. Second, domain-specificity does not appear key to documenting the bufferingeffectsforjobcontrol. Third, spouse's supportofone's career has the strongest maineffect onboth depression and work-to-family conflict, whereas coworker support functions as a moderatoroflawyers'jobdemands and has both buffering and amplifyingeffects. This paper closes by discussing the possible conditions under which membersofsupport systems may transfer or exacerbatestress effectsrather than alleviate them.Social SupportAs mentioned above, social support may be received from different sources (e.g., coworkers,family, friends). Four different formsofsupport are examined in this paper: two are work-based and two are spousebased.In termsofwork-related social support, emotional support provided by one's coworkers is examined in this study. This typeofsupport is characterized by having coworkers who listen to and empathize with the demandsofone'sjoband who show concern and offer support and encouragement to the individual (Thomas and Ganster, 1995).' In addition, organizational support is a second typeofwork-related support which is proposed in this paper. Few researchers have examined the roleoforganizational factors in alleviating the negativeeffects ofemployeestress(Stamper and Johlke, 2003). Organizational support refers to the extent to which the workfamily cultureofthe employing organization supports employees who take advantageofthefamilybenefits they offer. A supportive organization values the integrationofemployees' work andfamilylives (Thompson, Beauvais and Lyness, 1999) and does not penalize employees who use work-familybenefits or devote time tofamily(Bailyn, 1997; Clark, 2001). This sourceofsupport is expected to be relevant to lawyers because it relates to the time norms and pressures associated with practicing law.Researchonwork-familydynamics has also demonstrated the importanceofsupport from one's spouse and how this contributes to an individual's well-being (Frone, Russell and Cooper, 1992; Parasuraman, Greenhaus and Granrose, 1992). An emotionally supportive spouse listens to and empathizes with thestresses oftheir partner'sjoband offers support, encouragement and concern to their spouse (Thomas and Ganster, 1995). A second typeofspouse support is spousal career support, which focusesonthe extent to which the spouse respects and encourages the respondent's career. It is argued to be important for individuals in highly demanding professionaljobsto have a spouse who supports their career, both in termsofthestressit incurs and the rewards it offers. Career support has been found to be important in reducing depression and work-to-family conflictfor samplesofworking women (e.g., Suchet and Barling, 1986; Beatty, 1996). This typeofsupport has not been examined widely in thestressliterature and will be examined for both men and women practicing law.

2. Jurnal IIAbstrak (Ringkasan)Job stressis increasingly becoming an epidemic in the work environment. Female Nursing staff is constantly encountering trouble, crisis and conflict in the work environment prevailing in the public sector hospitals that require them to cope with. The central theme of this research study is focused on digging out the fundamental causes ofjob stressof female nurses. Further, howjob stressaffects theirjobperformance andjob satisfaction. The study generated quantitative data which will open doors for further research in this area. This research study adopts quantitative approach using questionnaire methods. Several procedures were applied to carry out rigorous quantitative analysis. Organizations can help reduce the overall effects ofjob stressby developing and implementing prevention and intervention methods to help employees manage and cope with job stress. To reducejob stressof female nurses, this study suggests several measures along with employee's assistance programe (EAP). This programme is focused on the employee's total mental and physical condition. It was found that public sector hospitals are factories to manufacturestress. Female nurses experience morestressthan male counterpart in the public sector hospitals. The findings of this paper revealed thatjob stresshas negative co relation withjobperformance andjobsatisfaction. [PUBLICATION ABSTRACT]HeadnoteJob stressis one of the popular phrases we see and hear with increasing frequency. Unfortunately, though it is used so often, and in so many different contexts that it is difficult to pin down an agreed meaning. Hans selye, the pioneer of study onstressinitiated focusing on this vital issue of great concern.Stresshas been a topic of interest to the researchers since the Second World War (Newton 1995). Only recently,job stresshas received increased significance among researchers, especially in the social sciences. Organizations are finally waking up to the fact that a lot of human potentials are being drained away due tojob stress. Most of the employees say they are under extremestressat work environment.Job stressis one big problem in this global world. Most of the employees often or very often feelstressdue to work. The human resource managers in some organizations have mentionedstressto be great impediment in the effective performance of employees.Job stresshas become an increasingly common negative outcome of today's dynamic life. Masses experiencestressdue to overload, overwork,jobinsecurity and increasing pace of life. (American Psychological Association, 1997). In recent times, many research studies have measured and determined the effects ofjob stresson health and well being of nurses in the hospital settings and elsewhere.Job stressdetracts nurses from qualitative working lives, enhances psychiatric morbidity and contributes towards physical illness, such as musculoskeletal problems and depression. (ILO, 2001). International council of nurses (ICN) has reported that if we want to develop an optimum environment for the production ofstress, a lot of stressors, we would include, would be obviously recognized by female nurses as events in the hospital settings which they confront on routine basis. The stressors are long hours, unpleasant noises, sights, undue quiet, sudden shift from intense to mundane tasks, time pressure, no second chance, and enclosed environment etc. (NIOSH, 2001).JOB STRESSANDJOBSATISFACTION:The researchers here have strived to workout all those factors/stressors, which exist in the public sector hospitals and have negative effect onjobsatisfaction of the female nurses. Eradication of these stressors will result in the enhancment ofjobsatisfaction. Female nurses have reported that the excessive workload (97.1%), unhealthy and dangerous work enviroment (94.3%), insufficient resources (87.3%), people cs suffering (85.1%), conflicting demand (67.3%), lack of professional respect (85.7%), lack of promotion chances (87.3%), inadequate pay and benefits (90.8%), domestic problems (47.9%) and marital problems (46.7%) are the potent factors which cause themjob stressand result in the decline ofjobsatisfaction.

Daftar Pustaka1. Jehangir, M., Kareem, N., Khan, A., Jan, M. T., & Soherwardi, S., PhD. (2011). EFFECTS OF JOB STRESS ON JOB PERFORMANCE & JOB SATISFACTION.Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business,3(7), 453-465.2. Munandar, A. S. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.3. Wallace, J. E. (2005). Job stress, depression and work-to-family conflict: A test of the strain and buffer hypotheses.Relations Industrielles,60(3), 510-537. 4. Wijono, Sutarto. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenada Media Group.

21