stres kerja
DESCRIPTION
stressTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
mengenai “Stres akibat Kerja” ini dengan waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr.Ismiralda Siregar atas ketersediaan beliau sebgai pembimbing
dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari kepaniteraan klinik
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis berharap, makalah ini dapat membantu mahasiswa untuk lebih memahami
mengenai topik ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi ataupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak
baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima asih. Semoga makalah
ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kesehatan.
Medan, 15 Mei 2015
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stres dan Stres Kerja....................................................... 3
2.2 Jenis-Jenis Stres............................................................................. 6
2.3 Sumber Stres.................................................................................. 11
2.4 Gejala-Gejala dan Dampak Stres.................................................. 21
2.5 Manajemen Stres dan Teknik Pengurangan Stres......................... 26
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Studi Kasus.................................................................................... 33
3.2 Ulasan............................................................................................ 35
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................... 38
4.2 Saran.............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 40
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yang mengalami
stres. Stres tersebut tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi
juga dalam bekerja. Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat
juga akan dapat menyebabkan stres dalam bekerja.
Banyak orang yang tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam
kehidupannya padahal apabila kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres
tersebut kita dapat mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud
agar terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang
yang mengalami stres melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu
kestabilan dalam bekerja.
Untuk menjaga kestabilan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil
agar terjadi sinkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang
terjadi. Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan
yang dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat
dicegah.
Namun tidak dapt dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi
pada setiap karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari
pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang
mengalami stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik. Disinilah muncul peran dari perusahaan untuk memperhatikan setiap
kondisi kejiwaan (stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam hal ini perusahaan
dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi pekerja tersebut serta tidak
mengurangi kinerja karyawan tersebut.
Melihat kejadian stres yang sering terjadi serta bagaimana penanganannya
yang baik akan dibahas dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana
stres dan penanggulangannya serta pencegahan stres itu terutama dalam bekerja.
3
1.2 Tujuan Penulisan
Mahasiswa dapat mengerti dan menjelaskan tentang defenisi stres dan stres
kerja, jenis-jenis stres, sumber stres, gejala stres dan dampak yang
ditimbulkan oleh stres itu sendiri, dan bagaimana cara mencegah stres kerja.
1.3 Manfaat
Makalah ini dapat memberikan maanfaat kepada penulis dan pembaca
khusunya yag terlibat dalam bidang kesehatan dan masyarakat secara
umunya dapat menambah wawasan tentang managemen stres akibat kerja.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stres dan Stres Kerja
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,
misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara
obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan
atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Stres adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres
(stressor). Yang dapat melihat ialah akibat dari pembangkit stres. Menurut Dr.
Hans Selye, guru besar dari Universitas Montrealdan penemu stres. Sebagai
seorang ahli faal, ia terutama tertarik pada bagaimana cara stres mempengaruhi
badan. Ia mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme
yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian
perubahan ini ia namakan general adption syndrome, yang terdiri dari tiga tahap.
Tahap pertama, ia namakan tahap ’alarm’ (tanda bahaya). Organisme berorientasi
terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya
sebagai ancaman. Tahap ini tidak dapat tahan lama. Organisme memasuki tahap
kedua, tahap resistance (perlawanan). Organisme memobilisasi sumber-
sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung lebih
lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis dan organisme mencapai
tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga).
Jika diterapkan pada orang, maka sindrom adaptasi umum dari Selye dapat
diuraikan secara singkat sebagai berikut: jika seseorang untuk pertama kali
mengalami situasi penuh stres, maka mekanisme pertahanan dalam badan
diaktifkan: kelenjar-kelenjar mengeluarkan/melepaskan adrenalin, cortisone dan
hormon-hormon lain dalam jumlah yang besar, dan perubahan-perubahan yang
terkoordinasi berlangsung dalam sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika exposure
(paparan) terhadap pembangkit stres bersinambung dan badan mampu
menyesuaikan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang
khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stres (tahap resistance).
5
Tetapi jika paparan terhadap stres berlanjut, maka mekanisme pertahanan badan
secara perlahan-lahan menurun sampai menjadi tidak sesuai, dan satu dari organ-
organ gagal untuk berfungsi sepatutnya. Proses pemunduran ini dapat mengarah
ke penyakit dari hampir semua bagian dari badan (tahap exhaustion).
Smith (1981) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat ditinjau dari
beberapa sudut, yaitu: pertama, stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat
kerja. Contoh: keadaan tempat bising dan ventilasi udara yang kurang baik. Hal
ini akan mengurangi motivasi karyawan. Kedua, stres kerja merupakan hasil dari
dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi.
Ketiga, stres terjadi karena faktor “workload” juga faktor kemampuan melakukan
tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, adalah faktor
tanggung jawab kerja. Keenam, tantangan yang muncul dari tugas. Kesimpulan
stres kerja merupakan hasil yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas.
Heilriegel & Slocum (1986) mengatakan bahwa stres kerja dapat disebabkan
oleh empat faktor utama, yaitu konflik, ketidakpastian, tekanan dari tugas serta
hubungan dengan pihak manajemen. Jadi stres kerja merupakan umpan balik atas
diri karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau
permintaan organisasi. Kemudian dikatakan pula bahwa stres kerja merupakan
faktor-faktor yang dapat member tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan
kerja serta dapat mengganggu individu tersebut. Stres kerja yang meningkatkan
motivasi karyawan dianggap sebagai stres yang positif (eustres). Sebaliknya
“Stresor” yang dapat mengakibatkan hancurnya produktivitas kerja karyawan
dapat disebut sebagai stres negative (distres).
Kemudian stres kerja dapat disimpulkan sebagi suatu kondisi dari hasil
penghayatan subjektif individu yang dapat berupa interaksi antara individu dan
lingkungan kerja yang dapat mengancam dan member tekanan secara psikologis,
fisiologis, dan sikap individu.
6
2.2 Jenis-Jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1) Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan
individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,
fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2) Distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif,
dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu
dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit,
penurunan, dan kematian.
2.3 Sumber Stres
Sumber stres (stresor) adalah suatu kondisi, situasi atau peristiwa yang dapat
menyebabkan stres. Dalam hal ini Newstrom dan Davis (1993, hlm.459)
mengatakan bahwa “conditions that tend to cause stres are called stresors”.
Ada berbagai sumber stres yang dapat menyebabkan stres di perusahaan
diantaranya adalah faktor pekerjaan itu sendiri dan diluar pekerjaan itu. Pendapat
ini sejalan dengan Tosi (1971) yang menyebutkan bahwa ada lima macam faktor
yang menyebabkan stres dan berhubungan dengan pekerjaan individu, tekanan
peran, kesempatan perlibatan diri dalam tugas, tanggung jawab individu, dan
faktor organisasi.
Pada dasarnya, sumber stres merupakan hasil interaksi dan transaksi antara
seseorang individu dengan lingkungannya. Dalam pembahasan ini lingkungan
individu tersebut dapat digolongkan menjadi dua faktor sebagai sumber dari stres,
yaitu faktor-faktor pekerjaan dan faktor-faktor diluar pekerjaan itu sendiri.
1. Faktor-Faktor PekerjaanCooper (dalam Munandar, 2001) secara perinci menemukan bahwa ada 5
macam faktor pekerjaan yang menyebabkan stres, yaitu 1) faktor-faktor
intrinsic dalam pekerjaan (tuntutan fisik dan tugas); 2) pengembangan karier
(kepastian pekerjaan dan ketimpangan status); 3) hubungan dalam pekerjaan
7
(hubungan antar tenaga kerja) ; 4) struktur ; dan 5) iklim organisasi.
Sementara itu, secara jelas pernyataan Cooper dan Payne (dalam Robins,
2001) telah menyebutkan bahwa ada 3 macam faktor yang menyebabkan stres,
yaitu 1) faktor lingkungan (ketidakpastian ekonomi, politis, dan teknologi); 2)
faktor organisasi (tuntutan tugas, peran, antar pribadi, struktur organisasi,
kepemimpinan, dan tahap kehidupan organisasi itu); dan 3) faktor individual
(masalah keluarga, masalah ekonomi, dan kepribadian).
Sejalan dengan hasil penelitian diatas, maka Soewondo menemukan
bahwa sumber stres adalah 1) tempat kerja (ruangan kerja yang terlalu panas
atau terlalu dingin, ruangan sempit, berisik, penerangan kurang); 2) isi
pekerjaan (batas waktu, beban kerja, tekanan waktu, kekompleksitasan
pekerjaan, pekerjaan yang terlalu banyak sehingga tak terselesaikan, pekerjaan
baru yang belum dikenal merupakan sumber stres); 3) syarat-syarat pekerjaan
(karier tidak jelas, kenaikan pangkat tertahan, tidak dipromosikan, status
kepegawaian yang tidak jelas, masalah penghargaan stresor di tempat kerja
mereka); dan 4) hubungan interpersonal dalam bekerja (atasan yang terlalu
banyak tuntutan, atasan yang menyebalkan, kurang apresiasi dari pimpinan,
keputusan atasan yang berubah-ubah, sikap kolega yang tidak enak,tidak
cocok dengan teman sekerja, kurang terbuka antara atasan dan bawahan,
bawahan yang memerlukan petunjuk setiap saat dalam menyelesaikan
pekerjaan rutin).
Mengikuti Tosi et al. (1990, 348-69) yang mengatakan bahwa ada lima
faktor yang dapat menjadi sumber stres dalam organisasi, yaitu:
a. Faktor-Faktor Yang Berkaitan dengan Pekerjaan Seseorang IndividuAda beberapa tugas yang cenderung menunjukkan lebih banyak
berhubungan dengan stres daripada tugas-tugas lain. Hal ini terbukti dari
beberapa contoh hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, yaitu:
Karyawan-karyawan yang berkolaret biru lebih memungkinkan
menghadapi resiko pekerjaan yang mengancam kesehatan, tugas-tugas
yang dilakukan berhubungan dengan bahan-bahan yang beracun (Shostak,
1980). Peneliti-peneliti yang lain menunjukkan bahwa orang yang bekerja
pada pekerjaan rutin mengalami tingkat keengganan, kebosanan
8
(Kornhauser, 1965) dan bekerja dengan kecepatan gerakan mempunyai
hubungan signifikan dengan ketegangan, kecemasan, kemarahan, dan
tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut (Hurrel, 1985).
Hasil penelitian Karasek dkk. (1981) mendukung bahwa sebab-sebab
dari setiap tingkat stres yang tinggi ada dalam beberapa tugas dan bukan
tugas-tugas lainnya. Mereka memperlihatkan bahwa beberapa tugas yang
mempunyai nilai lebih tinggi dalam menghasilkan resiko munculnya
penyakit jantung koroner dibandingkan dengan yang lain. Sementara itu,
tingkat resiko munculnya penyakit jantung koroner adalah sebuah fungsi
dari dua faktor tugas yaitu tingkat dari tekanan psikologis dan tingkat dari
pengendalian kerja yang berlebih. Mereka menemukan resiko mengalami
penyakit jantung koroner yang tinggi berhubungan dengan tugas-tugas dari
seorang pelayan perempuan, juru masak, dan karyawan yang bekerja di
sebuah pabrik produksi pakaian. Sebaliknya, tugas-tugas yang beresiko
mengalami penyakit jantung koroner yang rendah adalah pengawas hutan,
ilmuwan, dan pedagang kelililng.
Tekanan-tekanan psikologis yang tinggi menyebabkan tugas-tugas
menjadi beresiko tinggi dalam melakukan pengendalian terhadap
keputusan. Individu yang melakukan tugas-tugas yang beresiko tinggi
mengalami penyakit jantung koroner bisa juga tidak mengalami perubahan
perilaku apabila ia mendapat tekanan psikologis dari orang lain. Hal ini
disebabkan individu member respons terhadap tekanan psiokologis
tersebut dengan satu cara yang dikehendaki oleh orang lain dan bukan
seperti cara yang dikehendakinya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang manajer puncak
mempunyai tingkat kematian lebih rendah karena penyakit jantung
koroner dari populasi lelaki yang menjadi manajer madya pada umumnya
(Goldberg, 1979). Hasil penelitian tersebut tampaknya tidak berubah
sesuai dengan stereotip tradisional yang menunjukkan bahwa tekanan
psikologis terhadap manajer puncak mempunyai pengendalian yang lebih
tinggi terhadap pekerjaan mereka daripada orang yang mempunyai jabatan
yang lebih rendah. Situasi ini juga lebih memungkinkan manajer puncak
9
mempunyai pribadi lebih tahan dalam menghadapi tekanan-tekanan
psikologis yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner karena
adanya situasi-situasi yang penuh dengan stres tersebut dari pada manajer
madya yang sering mendapat tekanan dari atasan, bawahannya sehingga
dapat membuat dirinya mengalami stres kerja yang tinggi dan
menimbulkan potensi munculnya penyakit jantung koroner.
b. Stres PeranDalam kesempatan, Kahn dkk. (1964) telah melakukan penelitian
tentang konflik peran dan ketidakjelasan peran dalam suatu organisasi.
Tujuan mereka melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan tingkat ketegangan peran dan penyesuain diri. Penelitian ini
didasarkan pada premis bahwa individu-individu lebih efektif dalam
memainkan perannya ketika ia memahami tentang peran yang
dimainkannya, sehingga mereka tidak mengalami stres/tekanan-tekanan
peran yang menimbulkan konflik peran yang tinggi.
Contoh yang dapat menggambarkan konflik peran adalah seorang
manajer mengharapkan dukungan dari bawahannya untuk meningkatkan
produktivitas kerjanya. Namun, mereka tidak diberi tambahan sumber-
sumber agar lebih produktif. Sering kali manajer dalam mencapai
tujuannya memerlukan dukungan dari bawahannya tetapi sebaliknya ia
harus membuat perencanaan agar dapat mengendalikan program secara
efektif dan efisien. Tipe yang lain dari ketegangan peran adalah
ketidakpastian terhadap hasil pengalaman yang diperoleh individu tentang
pengharapan-pengharapan yang lain, yang tampak dalam tipe 1 dan tipe 2.
Tipe 1, ketidakjelasan peran yang dikerjakan individu dapat
menyebabkan ketidakpastian tentang persyaratan kerja mereka sendiri
karena hal ini bersifat umum. Contoh, ketika individu mendapat posisi
baru, maka individu tersebut mencoba mempelajari bagaimana cara
mengerjakan tugas, karena tugas tersebut menunjukkan ketidakjelasan
tanggung jawabnya. Selain itu, deskripsinya samar-samar dan instruksi-
instruksinya juga tidak jelas. Tipe 2, merupakan tipe yang berhubungan
10
dengan ketidakjelasan emosi dan sosial, ketidakpastian tentang bagaimana
prestasi kerja individu dinilai oleh orang lain. Situasi ini muncul ketika
ukuran kerja untuk melaksanakan penilaian prestasi tidak jelas dan
pertimbangan penilaiannya subjektif. Situasi tersebut dapat menyebabkan
timbulnya masalah apabila orang yang dapat dinilai prestasi kerjanya
merasa tidak puas dan menerima kenyataan tersebut.
c. Peluang PartisipasiAda beberapa manajer dilaporkan bahwa apabila tingkat partisipasi
mereka dalam mengambil keputusan dirasakan lebih banyak akan
mengalami stres yang lebih rendah. Sebaliknya, tingkat kecemasan
terhadap tugas dan ancaman terhadap tugas dirasakan rendah oleh manajer
yang partisipasinya terhadap tugasnya rendah (Tosi, 1971). Partisipasi
adalah penting untuk dua alas an, yaitu: (1) partisipasi dihubungkan
dengan konflik peran yang rendah dan ketidakjelasan peran yang rendah
(Kahn et al., 1964, Tosi, 1971); (2) partisipasi yang tinggi (keputusan-
keputusannya lebih berpengaruh) dapat membuat seseorang merasa dapat
mengendalikan lingkungan sekitarnya.
d. Tanggung JawabTanggung jawab yang lain mungkin dapat mempengaruhi stres yang
sedang bekerja (Cooper dan Marshall, 1976). Sebagai seorang manajer
keefektifannya tergantung pada siapa yang bekerja untuknya, seandainya
manajer mempunyai alasan bahwa dirinya tidak mempunyai kepercayaan
terhadap mereka, atau kemampuannya kurang dapat mengendalikan
mereka, maka manajer aka mengalami stres karena diriya tidak dapat
mengendalikan situasi tersebut.
e. Faktor-Faktor OrganisasiOrganisasi itu sendiri dapat menyebabkan stres. Contohnya, banyak
yang percaya bahwa birokrasi (atau mekanis) merupakan bentuk
organisasi yang mengarah dan tidak memaksimalkan potensi individu,
sedangkan struktur organisasi lebih memungkinkan untuk mewujudkan
11
potensi dan produktivitasnya individu (Argyris, 1964; Presthus, 1978). Di
bawah ini ada empat cirri-ciri organisasi yang dapat menyebabkan stres
yaitu:
1. Tingkat organisasi2. Keadaan yang sulit dalam organisasi3. Taraf perubahan organisasi4. Batas peran
2. Faktor-Faktor di Luar Pekerjaan Ada beberapa faktor di luar pekerjaan yang dapat menjadi sumber stres,
terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan di luar
pekerjaan.
a. Perubahan-Perubahan Struktur KehidupanPenyesuaian pribadi merupakan cara untuk melihat hubungan antara
pengembangan diri dan perbedaan pandangan dari kehidupan pribadi yang
dapat digambarkan melalui perubahan-perubahan kehidupan. Ada tiga
dimensi struktur kehidupan yang dapat menyebabkan stres, yaitu:
1. Dimensi budaya sosial yang dilakukan bersama keluarga, religious, keturunan, struktur pekerjaan, dan faktor-faktor sosial yang luas lainnya.
2. Hubungan dengan orang-orang lain dalam dunia budaya sosial, seperti seorang pribadi berperan sebagai suami/isteri, rekan kerja, orang tua, rakyat sebuah Negara, dan sebagainya.
3. Aspek dari individu sendiri. Individu mempunyai kecenderungan ciri-ciri yang tidak tahan terhadap tekanan, ancaman, mudah dan cemas.Struktur kehidupan seseorang mungkin berubah-ubah dari satu masa
ke masa kehidupan yang lainnya, dan perubahan tersebut karena adanya
stres yang dialami. Beberapa pendapat mengatakan bahwa dalam
kehidupan setiap orang akan dipengaruhi oleh stres.
b. Dukungan SosialKehilangan suatu pekerjaan akan menyebabkan individu mengalami
stres sehingga menunjukkan kecenderungan munculnya gejala-gejala
seperti radang sendi, kenaikan kadar kolesterol, dan kepala terasa nyeri.
Walaupun demikian, situasi seperti ini perlu dinetralisir melalui salah satu
12
yaitu menggunakan system dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan
salah satu cara komunikasi yang positif karena berisi tentang perasaan
suka, keyakinan, penghargaan, penerimaan diri dan kepercayaan diri
seseorang terhadap kepentingan orang lain (Katz & Kahn, 1978).
c. Locus of ControlBeberapa individu mempunyai keyakinan bahwa mereka dapat
memengaruhi lingkungan kerja sekitar melalui apa yang mereka lakukan
dan bagaimana mereka melakukannya. Bagaimana mereka memperoleh
atau menetapkannya karena mereka mempunyai locus of control terhadap
lingkungan kerja sekitarnya. Mereka menganggap bahwa peristiwa-
peristiwa yang tejadi di lingkungan sekitarnya merupakan hal yang
relative kecil. Walaupun peritiwa-peristiwa tersebut berkaitan dengan
nasib, namun tidak begitu tampak perubahan dalam kehidupan mereka
karena individu mempunyai kepribadian yang bercirikan locus of control
internal sehingga individu dapat mengatasi stres kerja (Rotter, 1966).
Ketika individu yang ber-locus of control internal menghadapi stres
potensial, mereka sebelumnya akam mempelajari terlebih dahulu
peristiwa-peristiwa yang dianggap mengancam dirinya, kemudian ia
bersikap tertentu secara rasional dalam menghadapi stres kerja tersebut.
Sebaliknya, individu yang ber-locus of control eksternal menganggap
bahwa segala peristiwa yang ada dalam lingkungan kerja disekitarnya
amat memengaruhi dirinya. Dengan kata lain, sikap hidupnya amat
dikendalikan oleh faktor lingkungan. Individu yang mempunyai perasaan
cemas, mudah stres, depresi, neurosis, pekerjaan dan hidupnya selalu
ditentukan oleh nasib yang mengendalikan dirinya. (Parkes, 1984).
d. Kepribadian Secara umum, kepribadian individu digolongkan kedalam dua sifat,
yaitu: (1) introvert dan (2) ekstrovert. Individu yang mempunyai sifat
introvert akan cenderung mengalami stres bila dihadapkan pada persoalan-
persoalan yang membuat dirinya terancam atau tertekan dalam kaitannya
13
dengan hubungan anatar manusia dibandingkan dengan individu yang
mempunyai cirri-ciri kepribadian ekstrovert.
e. Harga DiriHarga diri merupakan cara penerimaan seseorang dan usaha untuk
melakukan evaluasi terhadap diri sendiri atau disebut sebagai konsep diri.
Jika seseorang mempunyai konsep diri positif, maka ia mempunyai harga
diri yang tinggi sehingga ia dapat mengembangkan diri dalam menghadapi
kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau
mengancam dirinya, akibatnya ia akan mengalami stres kerja yang rendah.
Sebaliknya, jika ia mempunyai harga diri yang rendah dalam menghadapi
kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau
mengancam dalam pekerjaannya, maka ia akan mengalami stres kerja
yang tinggi karena rasa percaya dirinya rendah (Tosi,et al. 1986).
Harga diri menunjukkan bahwa bagaimana seseorang dalam menjawab
tekanan-tekanan dari lingkungannya. Dalam suatu penelitian dilaporkan
bahwa individu yang mempunyai harga diri rendah akan mempunyai
kepercayaan diri rendah pula dalam mengerjakan tugas-tugas yang baru
sehingga ia cenderung mengalami stres yang tinggi (Tosi, et al., 1986).
Individu yang mempunyai kepercayaan diri rendah cenderung mempunyai
reaksi yang hebat terhadap stres dibandingkan dengan individu yang
mempunyai kepercayaan diri tinggi (Kahn et al., 1964). Sementar itu,
Kobasa (1979) dalam penelitiannya terhadap tekanan-tekanan hidup
menemukan bahwa konsep diri individu berbeda dalam menghadapi
tekanan-tekanan hidup. Seorang pemimpin mempunyai serangkaian
peristiwa yang rumit karena adanya ciri-ciri kepribadian yang dimiliki
olehnya. Ia mempunyai konsep diri kuat dalam menghadapi situasi yang
baru disamping mempunyai daya logika yang baik, memiliki nilai-nilai
pribadi, tujuan yang jelas dalam mengatsi stres kerja karena adanya
perubahan-perubahan tugas yang harus dikerjakannya.
f. Fleksibilitas/KakuOrang yang mempunyai kecenderungan yang fleksibel adalah orang
yang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan atau tekanan-tekanan
14
karena lebih baik dalam melakukan kerja sama dengan orang lain
dibandingkan dengan orang yang kaku (Kahn et al., 1964). Orang yang
mudah menyesuaikan diri secara fleksibel terhadap tuntutan-tuntutan
dalam situasi tertentu dan menunjukkan prestasi yang baik, maka ia dapat
mengurangi tekanan-tekanan karena dirinya dapat menyelesaikan tugas
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Sebaliknya, orang yang kaku adalah orang yang menunjukkan sikap
tertutup, berorientasi pada dogma-dogma yang sifatnya umum, cenderung
ingin kelihatan rapi, tidak toleran dan senang mengkritik orang lain dan
mudah mengalami tekanan-tekanan atau stres dalam pekerjaannya.
g. KemampuannyaKemampuannya merupakan salah satu aspek yang dapat memengaruhi
respons-respons individu terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang
menimbulkan stres. Individu yang mempunyai kemampuan tinggi
cenderung mempunyai pengendalian lebih terhadap kondisi, situasi,
peristiwa yang menimbulkan stres daripada individu yang mempunyai
kemampuan rendah dalam menghadapi stres (Beer & Newman, 1978).
2.4 Gejala-Gejala dan Dampak Stres
Gejala-Gejala Stres
Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang
beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada
individu, yaitu:
1) Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil
penelitian mengenai stres pekerjaan:
Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
Sensitif dan hyperreactivity
Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
Komunikasi yang tidak efektif
15
Perasaan terkucil dan terasing
Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan
konsentrasi
Kehilangan spontanitas dan kreativitas
Menurunnya rasa percaya diri
2) Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan
mengalami penyakit kardiovaskular
Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan
noradrenalin)
Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan
yang kronis (chronic fatigue syndrome)
Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
Gangguan pada kulit
Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
Gangguan tidur
Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan
terkena kanker
3) Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
Perilaku sabotase dalam pekerjaan
Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan,
mengarah ke obesitas
16
Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk
penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba,
kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti
menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan
teman
Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Adapun gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu
meliputi:
Kepuasan kerja rendah
Kinerja yang menurun
Semangat dan energi menjadi hilang
Komunikasi tidak lancar
Pengambilan keputusan jelek
Kreatifitas dan inovasi kurang
Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya
dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.
Dampak Stres
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan
maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa
menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya
(Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan
dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar
pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang,
kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi
yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu
17
terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta
mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan
menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta
menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal
tersebut adalah:
Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut
jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak
bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan
situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung
adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan
secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan
teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick,
1984; Robbins, 1993).
Dampak stres bagi karyawan yaitu:
1. Absen karena sakit
Penyebab utama absen karena sakit adalah masalah urat dan otot.
Banyak diantaranya disebabkan oleh stres. Jika stres diabaikan, efeknya
akan semakin memburuk dan panjangnya absen karena sakit juga
meningkat. Absen karena sakit adalah suatu gambaran barometer tingkat
kesehatan yang baik bagi suatu perusahaan.
2. Mengurangi efektivitas
Banyak pekerja yang tidak memperhatikan atau mencoba untuk
menyembunyikannya pengaruh stres pada kesehatan dan fungsi mereka.
Ini berarti mereka hadir ditempat kerja dan mencoba melakukan peran
mereka, dan mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka berfungsi 100
persen sesuai dengan kapasitasnya.
Dengan menemukan pengaruh stres pada tingkatan awal yang paling
memungkinkan akan mengurangi dampak timbulnya ketidakefektifan.
Namun sementara tak seorang pun berkehendak meningkatkan absensi
18
karena sakit dalam organisasi mereka, kadang-kadang pekerja bisa
mengurangi biaya dan mengurangi kerusakan dengan mengambil cuti sakit
sementara masalahnya sedang diatasi. Seorang pekerja yang mengalami
disfungsi tidak dapat diabaikan.
3. Waktu manajemen
Jika seorang pekerja absen dari kerjanya, seorang manajer harus
memenuhi kebutuhan organisasi dengan memastikan bahwa peran pekerja
itu terisi dengan cara tertentu.
Namun, jika seorang pekerja yang mengalami stres tetap bekerja dan
berfungsi dibawah kapasitas, sering kali hal tersebut tidak diketahui
dengan cepat, mungkin sampai timbul kesalahan besar atau timbul
kekacauan. Pada tingkatan ini, lebih banyak lagi waktu manajemen yang
terpakai bukan hanya karena harus memungut pecahan-pecahan bukan
hanya ditempat kerja sendiri dan pada pekerja yang terpengaruh namun
juga karena pekerja yang akan membutuhkan banyak dukungan dan
perhatian agar dapat menjadi efektif kembali.
4. Pengaruh pada pekerja lainnya
Baik absennya pekerja atau ketidakefektifan mereka biasanya
membebani pekerjaan lebih banyak pada rekan kerjanya. Lebih banyak
kerja tak bisa dipungkiri berarti lebih banyak tekanan, dan itu bisa
mengakibatkan lembur, banyak pekerjaan tertundda atau penjadwalan
ulang pekerjaan yang lebih menghasilkan. Terlalu banyak tekanan akan
membawa pada lebih banyak stres.
Banyak pekerja yang mengalami stres ditempat kerja akan mendapati
bahwa hal tersebut mempengaruhi hubungan mereka dengan yang lain,
mereka mungkin menjadi tertutup, kurang bergairah, atau agresif.
Pengaruhnya bersifat kumulatif ddan negative. Pekerja akan merasa
kurang puas dengan pekerjaannya dan mungkin akan mencari pekerjaan
lain sebagai solusi dari rasa tidak puas itu.
5. Pengunduran diri dan perekrutan
Para pekerja yang mengalami stres dan tidak melihat jalan lain untuk
memecahkan suatu masalah ditempat kerja, mungkin akan mencari
19
pekerjaan yang baru. Namun para pekerja adalah sumber daya yang dapat
dinilai dalam suatu organisasi. Pelatihan dan pengembangan pekerja
memang membebani, namun itu adalah suatu investasi pada sumber daya
organisasi yang paling mahal. Karena hal itu memberikan keuntungan baik
bagi pekerja maupun si pemberi kerja. Biaya rekruitmen dan program
pelatihan kembali jauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan jika
memberikan dukungan pada seorang pekerja untuk sembuh kembali dari
penyakit stresnya. Tidak ada jalan lain yang lebih murah dalam
mengurangi dampak stres ditempat kerja daripada mengambil tindakan
segera.
6. Kecelakaan dan kesalahan
Saat seseorang berada dalam tekanan yang berat, mereka kehilangan
kemampuan berkonsentrasi. Pada beberapa bidang kerja, hal ini akan
meningkatkan kesalahan dan kecelakaan. Kesalahan yang paling sering
adalah pada manusianya dan mungkin akan menyebabkan sedikit tersedak,
tidak lebih.
Setiap kecelakaan ditempat kerja seharusnya dihindari, namun suatu
kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi yang stres atau seorang
operator mesin, contohnya, bisa mengakibatkan tuntutan kompensasi yang
mahal dan dakwaan dan yang paling buruk, kematian.
2.5 Manajemen Stres dan Teknik Pengurangan Stres
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan,
sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk
memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum
masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stresor tertentu, harus
diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
20
penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya
dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari
ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami
stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan
akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih
baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan
akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan
memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal
tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan
berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan
untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan
sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam
mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan
organisasi.
1. Pendekatan Pribadi dalam Mengelola Stres
Pada dasarnya stres perlu dikelola dan diatasi, paling tidak dalam pikiran
orang pernah berusaha untuk membiarkan atau menghindari kondisi, situasi dan
peristiwa yang penuh dengan tekanan. Tetapi juga ada orang yang berusaha untuk
mengubah, mengelola atau mengatasinya secara tepat dan efektif. Untuk
pendekatan pribadi ini dapat menggunakan dua strategi (Tosi, 1990) yaitu:
1) Strategi PsikologisStrategi psikologis ini menitikberatkan pada usaha mengelola stres kerja
untuk tujuan perubahan perilaku melalui:
a. Peningkatan Kesadaran Diri
21
Memahami gejala-gejala munculnya ketegangan secara lebih dini dengan
sikap yang wajar dalam bekerja merupakan salah satu cara yang efektif
untuk meningkatkan kesadaran diri dalam memahami stres kerja.
Kesadaran diri bertujuan untuk membantu menjernihkan pikiran seseorang
agar dapat mengendalikan emosi dan menghindari beban psikis dan stres
kerja yang bersumber dari kondisi, situasi, atau peristiwa dalam
pekerjaannya.
b. Pengurangan KeteganganStrategi yang digunakan dalam pengurangan ketegangan dalam stres kerja
ini adalah mencari tempat yang tenang untuk melakukan “meditasi”,
menempatkan posisi tubuh dengan nyaman dan rileks, memejamkan mata
dan melepaskan ketegangan otot-otot dengan mendengarkan pernapasan
kita secara teratur selama lebih kurang 15 hingga 20 menit. Tujuannya
adalah agar kita dapat menghilangkan perasaan-perasaan yang
menegangkan yang ditimbulkan oleh sekumpulan otot-otot yang
mengalami ketegangan yang meliputi otot-otot tangan, bagian tangan dari
siku ke pergelangan tangan, bagian belakang, leher, wajah, kaki, dan
pergelangan kaki.
c. Konseling atau PsikoterapiUsaha yang dilakukan dalam konseling dan psikoterapi ini adalah
menemukan masalah dan sumber-sumber ketegangan yang dapat
menimbulkan stres kerja, menolong mengubah pandangan seseorang
terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang menimbulkan stres kerja, dan
mengembangkan berbagai alternatif untuk menentukan strategi yang
paling tepat dalam menghadapi stres kerja, menentukan tindakan, dan
menilai hasil serta melakukan tindak lanjut.
2) Strategi FisiologisStrategi fisiologis ini menitikberatkan pada usaha mengelola stres kerja
untuk tujuan melatih kesehatan fisik. Ilmu-ilmu medis telah menunjukkan
bahwa perubahan fisiologis dan biokimia yang dihasilkan melalui
fisik/olahraga berperan positif untuk mengurangi pengaruh-pengaruh stres
kerja dengan mengadakan latihan fisik, emosi, dan pikiran yang
22
menggelisahkan, mencemaskan, mudah marah, dan depresi. Beberapa jenis
latihan fisik diantaranya mengatur makan secara bijaksana, berhenti merokok
ataupun olahraga seperti renang, senam kebugaran jasmani, badminton,
basket, lari atau jalan pagi dan bersepeda.
2. Pendekatan Organisasi dalam Mengelola Stres Kerja
Dalam setiap menghadapi stres kerja, individu diharapkan dapat lebih efektif
dalam mengatasi atau mengelolanya. Dengan demikian, dapat mengurangi adanya
pemborosan, mengurangi absensi kerja, dan prestasi kerja diharapkan dapat lebih
meningkat dalam organisasi.
Untuk dapat mengatasi atau mengelola stres kerja dengan cara yang efektif,
individu diharapkan mempunyai program-program pengelolaan stres kerja.
Pernyataan ini sperti yang dikatakan oleh para ahli bahwa dari 500 firmayang
sangat besar mempunyai lebih dari 90% yang terdiri dari program-program
khusus untuk menolong para karyawan dalam mengatasi stres kerja mereka (yang
diungkapkan dalam Business Week, 1988). Selanjutnya para peneliti juga
menunjukkan bahwa program-program pengelolaan stres kerja dalam suatu
organisasi dapat menjadi efektif untuk mengurangi stres kerja mereka (Rose &
Veiga, 1984).
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam organisasi,
yaitu:
1) Meningkatkan komunikasiSalah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan
konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif di antara menajer dan karyawan, sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas diantara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja dalam organisasi.
2) Sistem Penilaian dan Ganjaran yang EfektifSistem penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh
manajer kepada karyawan mereka. Situasi semacam ini dapat mengurangi
ketidakjelasan peran dan konflik peran. Ketika ganjaran diberikan kepada
karyawan, karyawan teleh menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan
dengan prestasi kerjanya. Ia menyadari juga bahwa ia bertanggungjawab atas
23
pekerjaan yang diberikan kepadanya (mengurangi konflik peran), ia berada
dalam sesuatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi
bila hubungan diantara atasan dan bawahan berada dalam suasana kerja dan
sistem penilaian prestasi kerja efektif.
3) Meningkatkan PartisipasiUntuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran,
pengelola perlu meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan
keputusan, sehingga setiap karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai
tanggung jawab bagi peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan demikian,
kesempatan partisipasi yang diberikan oleh manajer kepada karyawan-
karyawannya dalam menyumbangkan pikiran atau gagasan-gagasannya,
memungkinkan karyawan dapt meningkatkan prestasi dan kepuasan kerjanya
dan mengurangi stres kerjanya.
4) Memperkaya TugasSetiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada
karyawan agar mereka dapat lebih bertanggungjawab, lebih mempunyai
makna tugas yang dikerjakan, dan lebih baik dalam melaksanakan
pengendalian serta umpan balik terhadap produktivitas kerja karyawan baik
secara kuantitas maupun kualitas. Situasi semacam ini dapat meningkatkan
motivasi kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan sehingga dapat
mengurangi stres yang ada dalam diri mereka.
5) Mengembangkan Keterampilan, Kepribadian, dan PekerjaanMengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan merupakan
salah satu cara untuk mengelola stres kerja didalam organisasi.
Pengembangan keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang
sesuai dengan kebutuhan karyawan dan organisasi atau pengembangan
kepribadian yang dapat mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik
secara kuantitas maupun kualitas.
24
Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan
untuk pengurangan stres yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering
digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif
yang semuanya membantu para karyawan mengatasi stres yang berkaitan dengan
pekerjaan.
1. Relaksasi Otot
Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah
pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan
ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif
kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas
menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari
kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi
pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang
dirileksasikan.
2. Biofeedback
Dalam biofeedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak
di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial
dari biofeedback sebagai teknik manajemen stres individu dapat di lihat dari
fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau
sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi
dan mempertahankan fungsi tubuh pada keadaan nonstres. Salah satu
keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback
adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh.
Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan,
menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan
secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negative dari stres.
3. Meditasi
Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang
pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah
kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons stres berperang atau lari.
25
Herbert benson menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan
suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah :
Menemukan suatu lingkungan yang tenang.
Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh
dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari pikiran
yang berorientasi secara eksternal.
Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu
sikap yang pasif.
Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman
Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai
mengalihkan perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk
ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran.
Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi
sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam
mengelola stres.
4. Restrukturisasi kognitif
Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam
manajemen stres di kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons
seseorang terhadap stresor menggunakan sarana proses kognitif, atau
pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam
bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka
terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap
situasi. Teknik kognitif dari manajemen stres berfokus pada mengubah label
atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua
teknik kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang
memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka terhadap stresor dengan
memodifikasi rasionalisasi mereka.
26
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dalam setiap organisasi harus dapat memahami adanya berbagai gejala
yang dapat menyebabkan timbulnya stres kerja.
2. Stres kerja timbul karena adanya hubungan interaksi dan komunikasi
antara individu dan lingkungannya. Selain itu, stres muncul karena
adanya jawaban individu yang berwujud emosi, fisiologis, dan pikiran
terhadap kondisi, situasi, atau peritiwa yang meminta tuntutan tertentu
terhadap diri individu dalam pekerjaannya.
3. Berbagai gejala stres dapat dilihat dari adanya berbagai perubahan dalam
fisiologis, psikologis ataupun sikap tertentu yang semua itu dapat menjadi
faktor penyebab timbulnya sumber stres. Faktor-faktor yang dapat
menjadi sumber stres adalah faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
dan di luar pekerjaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
adalah faktor yang berkenaan dengan pekerjaan karyawan, stres peran
yang berhubungan dengan ketidakjelasan peran, konflik peran, dan beban
peran, kesempatan partisipasi, tanggungjawab, dan faktor-faktor
organisasi.
4. Faktor-faktor di luar pekerjaan seperti perubahan struktur kehidupan,
dukungan sosial, locus of control internal dan eksternal, kepribadian,
harga diri, fleksibilitas/kaku, kemampuan (Tosi, 1990: 355-65).
Kemudian muncul pula adanya pengaruh-pengaruh stres yang meliputi
pengaruh subjektif, pengaruh terhadap tingkah laku, pengaruh fisiologis,
dan pengaruh organisasi dengan adanya stres yang dapat memengaruhi
organisasi seperti dalam pembahasan di atas, maka diperlukan adanya
berbagai pendekatan baik pribadi maupun pendekatan organisasi.
27
5. Pendekatan pribadi untuk pengelolaan stres menggunakan dua strategi,
yaitu: (1) psikologis dan (2) latihan fisiologis. Strategi psikologis
dilakukan melalui peningkatan kesadaran diri, pengurangan ketegangan,
dan konseling atau psikoterapi. Sementara itu, strategi latihan fisiologis
melalui mengatur makan secara bijaksana, berhenti merokok, dan
berolahraga. Berikutnya, pendekatan organisasi untuk pengelolaan stres
di dalam organisasi memakai pendekatan peningkatan komunikasi,
system penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif, meningkatkan
partisipasi, memperkaya tugas dan mengembangkan keterampilan, dan
kepribadian atau pekerjaan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Invancevich, John M, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson. 2007.
Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi ke 7 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi. 2005. Perilaku Organisasi Edisi ke 5 Jilid 2.
Jakarta: Salemba Empat.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI
Press
Sigit, Soehardi. 2003. Esensi Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Penerbit
BPFE UST.
Towner, Lesley, 2002. Managing Employee Stres Mengelola Stres Pekerja. Alih
Bahasa Andre I. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang
Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia Edisi ke 1 Cetakan 1. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
http://erabaru.net/era-baru/29114
29