stevens johnson syndrome

24
LAPORAN PENDAHULUAN MALARIA Disusun Oleh: John Maulana S PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG – PROBOLINGGO 2013

Upload: syamsiah-anwar

Post on 14-Aug-2015

95 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Stevens Johnson Syndrome

LAPORAN PENDAHULUANMALARIA

Disusun Oleh:John Maulana S

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATANSTIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

GENGGONG – PROBOLINGGO2013

Page 2: Stevens Johnson Syndrome

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Sindrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa

eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit,

selaput lendir yang oritisium dan dengan keadaan omom bervariasi dan

baik sampai buruk. ( Mansjoer, A, 2000 : 136 )

Sindrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput

lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan

sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat

disertai purpura.( Djuanda, 2001 : 107 ).

1.2 Insidensi

Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi

hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat

timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak

dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang

menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada

mulut, mata, anus,dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti

keropeng pada kulit.

1.3 Etiologi

Penyebab dari penyakit SJS ini belum diketahui dengan pasti, namun

beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, adalah :

No Etiologi Keterangan

1. • Infeksivirus jamur

• Bakteri

• Parasit

• Herpes simpleks,

Mycoplasma pneumoniae,

vaksinia

koksidioidomikosis,

histoplasma.

• streptokokus,

Staphylococcs

Page 3: Stevens Johnson Syndrome

haemolyticus,

Mycobacterium

tuberculosis,

salmonella

• Malaria

2. Obat salisilat, sulfat, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik

3. Makanan Cokelat

4. Fisik udara dingin, sinar matahari, sinar X

5. Lain – lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan

1.4 Manifestasi Klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan

umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat

kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya

penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi,

malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

1. Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula

kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat

juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

Page 4: Stevens Johnson Syndrome

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut

(100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genetal (50%)

sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%)

3. Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi

erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk

pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering tampak ialah krusta

berwarna hitam yang tebal.

4. Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius

bagian atas dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita

sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat

menyebabkan keluhan sukar bernafas.

5. Kelainan mata

Konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam

kelopak mata dan bola mata), konjungtivitas kataralis ,

blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit

dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat

menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus

yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan

inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu

yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial

pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

6. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,

misalnya: nefritis dan onikolisis.

7. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk,

korizal, sakit nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat

bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

Page 5: Stevens Johnson Syndrome

1.5 Patofisiologi

Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas

yang diperantarai oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh

beberapa jenis obat, infeksi virus, dan keganasan. Kokain saat ini

ditambahkan dalam daftar obat yang mampu menyebabkan sindroma ini.

Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik

yang dapat diidentifikasi.

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi

hipersensitif tipe III dan IV.

Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi

yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem

komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian

melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ

sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit

T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama

kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda,

2000: 147) .

1. Reaksi Hipersensitif tipe III.

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi

dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah

hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi

terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen

asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks

antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan

komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan

atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke

daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga

terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini

menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).

Page 6: Stevens Johnson Syndrome

2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T

penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi

penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel

ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam

untuk terbentuknya.

1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium:

Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter

dalam menegakkan diagnosa.

2. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah

putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar

sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial

berat.

3. Determine renal function and evaluate urine for blood.

4. Pemeriksaan elektrolit

5. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.

6. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan

kolonoskopi dapat dilakukan

7. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis

8. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung

ditegakkannya diagnosa.

1.7 Penatalaksanaan

1. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan

prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi

menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid

merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena

dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.Umumnya masa kritis diatasi

dalam beberapa hari. Pasien steven Johnson berat harus segera dirawat dan

Page 7: Stevens Johnson Syndrome

diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi,

keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami

involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg.

Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti

dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan

keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan

lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan

kira-kira 10 hari.Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan

pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,

misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet

rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik

dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok

dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa

(dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat

menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan

alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin

dengan dosis 2 x 80 mg.Infus dan tranfusi darah

3. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena

pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan

serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya

glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan

dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc

selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura

yang luas.

4. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C

500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

5. Topikal :

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase.

Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim

sulfadiazine perak.

Page 8: Stevens Johnson Syndrome

BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

STEVENS JOHNSON SYNDROME

2.1 Pengkajian

1.      Identitas klien dan penanggung jawab

2.      Riwayat kesehatan

a.  Keluhan utama

Klien mengeluh nyeri seperti panas terbakar pada kulit(prioritas

utama yang dikeluhkan klien / yang mengancam jiwa klien)

b.  Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengalami eritema, vesikel, bula dan terjadi purpura dan

terbentuk krusta pada bibir. Riwayat perjalanan penyakit sehingga

klien dirawat di rumah sakit (Setelah ia mengkonsumsi obat yang

diberikan oleh bidan, 2 hari yang lalu). Pada  pemeriksaan mata,

didapatkan kelainan mata kongjungtivitis.

c.  Riwayat Penyakit Dahulu

Klien belum pernah mengalami sakit seperti yang dialami pada saat

ini dan klien  mempunyai riwayat alergi pada obat-obatan tertentu.(

salisilat, sulfat, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,

kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin,

analgetik/antipiretik).

d.  Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang menderita penyakit

seperti yang dialami klien saat ini.(kaji riwayat kesehatan

keluarga,apakah keluarga klien ada yang menderita sakit seperti

yang dialami oleh klien).

3.        Pola fungsi kesehatan

a.      Pola nutrisi dan metabolisme

Kaji kebutuhan nutrisi klien meliputi pola makan klien, makanan

kesukaan, komposisi, porsi makan, antopometri biasanya

didapatkan penurunan berat badan dan penurunan LLA, biocamical

Page 9: Stevens Johnson Syndrome

terdapat hasil pemeriksaan hb dan ht menurun kemudian

peningkatan leukosit,clinical sign didapatkan mukosa bibir kering,

konjungtiva anemis turgor kulit jelek, dan diit makanan cair.

b.    Pola aktivitas

Kaji aktifitas klien dan rentang ketergantungannya latihan seperti

makan, minum, mobilitas, mandi, dan berpakaian

c.    Pola istirahat dan tidur

Dengan keluhan sakitnya tersebut apakah klien mengalami

gannguan tidur dan pola tidurnya, seperti terbangun dimalam hari

karena rasa nyeri yang timbul

d.   Pola persepsi sensori dan kognitif

Kaji tentang pengindraan, pada penderita steven jhonson kaji indra

penglihatannya dan pengecapannya. Biasanya didapatkan

konjungtivitis pada indra penglihatannya dan krusta pada

mulutnya/ indra pengecapan, sehingga klien mengalami gangguan

persepsi sensori dan kesulitan menelan

1. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala: Rambut halus/kasar, simetris, kelainan kulit kepala jarang

terjadi (vesikula, purpura, eritema), nyeri yang muncul biasanya

karena kelainan kulit yang terjadi di kepala.

b. Leher : eritema dan kelainan kulit yang lain mungkin terjadi,

kesulitan menelan yang diakibatkan kelainan mukosa(stomatitis),

gangguan jalan nafas karena adanya pseudomembran faring.

c. Mata        : penglihatan kabur buram, conjungtiva anemis kelainan

mata kongjungtivitis , mata berair, edema ,mata terasa gatal,

menganjal, pedih, dan lengket.

d. Mulut        : kotor, terdapat krusta, mukosa bibir kering, terdapat

bula dan purpura

e. Hidung : kelainan selaput lendir pada meatus jarang terjadi.

f. Thoraks: respirasi abnormal yang diakibatkan kesulitan bernafas.

Wheezing ataupun ronchi jarang ditemukan.

Page 10: Stevens Johnson Syndrome

g. Abdomen : nafsu makan menurun diakibatkan sukarnya menelan,

malaise, dan penurunan berat badan mungkin terjadi.

h. Genetalia : kelainan pada lubang kelamin. Kelainan pada anus

jarang terjadi.

i. Ekstremitas : klien umumnya mampu dalam pergerakan yang aktif.

Nyeri yang berulang membuat klien enggan beraktivitas sehingga

pergerakan ekstremitas jarang dilakukan.

j. Kulit          : sawo matang(warna kulit), turgor kulit jelek, kering ,

eritema, vesikel, bula dan terjadi purpura dan ada pula yang disertai

tanda-tanda infeksi.

I  : Warna, suhu, kelembapan, kekeringan, faktor

P : Turgor kulit, edema

( Brunner and Suddarth, 2001 )

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit.

2. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan

4. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik

5. Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

2.3 Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam nyeri

berkurang atau hilang.

K.H : - melaporkan nyeri berkurang

- menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks

- skala nyeri 0-3

Intervensi :

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya

Rasional: nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya

keterlibatan jaringan

2. Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang

sakit, kompres hangat atau dingin sesuai indikasi

Page 11: Stevens Johnson Syndrome

Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan

kelelahan umum

3. Pantau TTV

Rasional: metode IV sering digunakan pada awal untuk

memaksimalkan efek obat

4. Berikan analgetik sesuai indikasi

Rasional: analgetik mampu mengurangi rasa nyeri.

2. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan inflamasi

dermal dan epidermal berkurang.

K.H : menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh, tidak ada

eritema, turgor kulit < 2 det, tidak ada edema, tidak ada gatal-gatal

Intervensi :

1. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta

perubahan lainnya yang terjadi.

Rasional:Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status

dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat. Untuk

mencegah infeksi lebih lanjut

2. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.

Rasional : menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari

baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat

proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi

3. Jaga kebersihan alat dan ajarkan klien tehnik aseptic.

Rasional : tehnik aseptic dapat mencegah infeksi

4. Kolaborasi dengan tim medis.

Rasional : penanganan yang tepat dengan orang yang tepat

mencegah infeksi lebih lanjut

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam nafsu makan

meningkat.

K.H : menunjukkan berat badan yang stabil/peningkatan berat

badan

Page 12: Stevens Johnson Syndrome

Intervensi :

1. Beri makanan cair

Rasional: makanan cair memudahkan klien untuk menelan

2. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.

Rasional : memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol,

meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat

memperbaiki pemasukan

3. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering.

Rasional : Membantu mencegah distensi gaster /

ketidaknyamanan.

4. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.

Rasional : makanan hangat mampu meningkatkan nafsu makan

5. Kerja sama dengan ahli gizi.

Rasional : kalori protein dan vitamin untuk memenuhi

peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan

dan mendorong regenerasi jaringan.

4. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam aktivitas kembali

normal

K.H : klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.

Intervensi :

1. Kaji respon individu terhadap aktivitas. Libatkan keluarga

dalam pemenuhan aktivitas

Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan individu dalam

pemenuhan aktivitas sehari-hari. Klien mendapat dukungan

psikologi dari keluarga.

2. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan

tingkat keterbatasan yang dimiliki klien.

Rasional : pembatasan aktivitas menghasilkan energi yang

dikeluarkan lebih optimal

3. Jelaskan pentingnya pembatasan energi.

Page 13: Stevens Johnson Syndrome

Rasional : energi penting untuk membantu proses metabolisme

tubuh

5. Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam penglihatan kembali

normal.

K.H : klien menyadari hilangnya penglihatan secara permanen

Intervensi :

1. Catat ketajaman pengelihatan Berikan bahan-bahan bacaan dan

tulisan yang besar

Rasional: Menentukan kemampuan visual dan mengurangi

ketergantungan

2. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.

Rasional: Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan

perawatan.

3. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan.

Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi

ketergantungan.

4. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.

Rasional : Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan

pengelihatan menurun.

5. Berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional : antibiotic mengurangi resiko peradangan lebih lanjut.

2.4 Evaluasi

1. Inflamasi dermal dan epidermal berkurang

2. Nyeri berkurang / hilang

3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

4. Tidak terjadi komplikasi

5. Peningkatan toleransi aktivitas

Page 14: Stevens Johnson Syndrome

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri

dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis dengan keadaan umum

bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema,

vesikel / bula dapat disertai purpura. Penyebab dari penyakit SJS ini belum

diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai

penyebab infeksi virus, jamu, bakteri, obat, makanan, dan lain-lain. sindrom

ini terlihat adanya trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput

lendir, kelainan mukosa, kelainan mata. Adapun diagnosanya berupa

gangguan integritas kulit, nyeri, gangguan nutrisi, gangguan intoleransi

aktivitas, gangguan persepsi sensori.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini kelompok menyadari masih minimnya

bahan yang kelompok gunakan untuk menyusun makalah ini. Untuk itu

kelompok menyarankan supaya ada pihak lain dapat membahas masalah ini

lebih mendalam mengenai masalah ini. Dan tentunya bagi perawat yang

melakukan asuhan keperawatan diharapkan harus menganalisa keadaan

pasien dengan baik dan tepat.

Page 15: Stevens Johnson Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

Price dan Wilson. 2000. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit

Edisi 2. Jakarta: EGC.

Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Page 16: Stevens Johnson Syndrome

Obat, infeksi mikroorgnisme, neoplasma, faktor fisik, makanan.

Reaksi alergi tipe III Reaksi alergi tipe III

Terbentuk kompleks antigen & antibodi

Terjebak dlm pemb. Kapiler

Membentuk mikro-presipitasi

Sistem komplemen teraktivasi

Akumulasi neutrofil

Melepas lisozim

Kerusakan jaringan/organ

Sel tak aktiif

Kembali ke antigen

Melepas limfosit

Reaksi inflamasi

Neutrofil tertarik kedaerah

Fagosit sel-sel rusak

Inflamasi berlanjut

Edema mata

Penglihatan terganggu

G3 persepsi sensori

Kelainan selaput lendir

Kerusakan mukosa mulut

Resepto nyeri terlepas

Nyeri akut

Eritema dan ulkus

G3 integritas kulit

G3 pemenuhan nutrisi