sp-david hutagaol.pdf

74
i UNIVERSITAS INDONESIA DERAJAT PERUBAHAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU KELINCI PADA KEADAAN ISKEMIA REPERFUSI TUNGKAI BAWAH AKUT YANG MENDAPATKAN PERLAKUAN ISCHEMIC PRECONDITIONING DAN HIPOTERMIA. TESIS DAVID HUTAGAOL 0806484515 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH TORAKS KARDIOVASKULER JAKARTA DESEMBER 2014

Upload: vuongquynh

Post on 30-Dec-2016

258 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: SP-David Hutagaol.pdf

i

UNIVERSITAS INDONESIA

DERAJAT PERUBAHAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU

KELINCI PADA KEADAAN ISKEMIA REPERFUSI TUNGKAI BAWAH

AKUT YANG MENDAPATKAN PERLAKUAN ISCHEMIC

PRECONDITIONING DAN HIPOTERMIA.

TESIS

DAVID HUTAGAOL

0806484515

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU BEDAH TORAKS KARDIOVASKULER

JAKARTA

DESEMBER 2014

Page 2: SP-David Hutagaol.pdf

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

DERAJAT PERUBAHAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU

KELINCI PADA KEADAAN ISKEMIA REPERFUSI TUNGKAI BAWAH

AKUT YANG MENDAPATKAN PERLAKUAN ISCHEMIC

PRECONDITIONING DAN HIPOTERMIA.

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Spesialis Bedah Toraks Kardio Vaskular

DAVID HUTAGAOL

0806484515

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU BEDAH TORAKS KARDIOVASKULER

JAKARTA

DESEMBER 2014

Page 3: SP-David Hutagaol.pdf

iii

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 4: SP-David Hutagaol.pdf

iv

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 5: SP-David Hutagaol.pdf

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar spesialis bedah Toraks

Kardio Vaskular pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya

menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

studi sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Dr. dr. Jusuf Rachmat Sp.B, Sp.BTKV, MARS, selaku dosen pembimbing

I dan Ketua Program studi Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan tesis ini;

(2) Dr. dr. Fathema D. Rachmat Sp.B, Sp.BTKV, selaku dosen pembimbing II

yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan

saya dalam menyusun tesis ini.

(3) Dr. drs. Kusmardi MS, yang telah membantu dan membimbing dalam

pemeriksaan histopatologi penelitian ini.

(4) dr. Maizul Anwar Sp.B, Sp.BTKV, dr. Pribadi W. Busroh Sp.BTKV, dr.

Dudy A. Hanafy Sp.BTKV, selaku tim penguji hasil karya akhir ini yang

telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan karya akhir ini

(5) dr. Tarmizi Hakim, SpB. BTKV(K), dr. Maizul Anwar, SpB. BTKV(K),

dr. Tri Wisesa Soetisna, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Arinto Bono Adjie,

Sp.BTKV(K), dr. Dudy A Hanafy, Sp.BTKV(K), dr. Sugisman,

Sp.BTKV(K) dan dr Dicky A Wartono, Sp.BTKV(K), dr. Amin Tjubandi,

Sp.BTKV(K) yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan

disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam

bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskularkhususnya ilmu bedah jantung

dewasa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS PJN

Harapan Kita Jakarta

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 6: SP-David Hutagaol.pdf

vi

(6) dr. Dicky Fachri, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Pribadi W Busroh,

Sp.BTKV(K), dr. Budi Rahmat, Sp.BTKV(K) dan dr. Salomo Purba,

Sp.BTKV(K) yang selalu memberikan arahan, motivasi, menanamkan

disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam

bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah

jantung anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS

PJN Harapan Kita Jakarta.

(7) dr. Agung Wibawanto, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Frans Barna Busro, Sp.B,

Sp.BTKV(K), dr. Muhammad Arman, Sp.BTKV(K) dan dr. Susan H

Meity, Sp.BTKV(K) yang memberikan arahan, motivasi, menanamkan

disiplin serta membimbing saya selama menjalani pendidikan dalam

bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah toraks

dan bedah pembuluh darah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Jakarta/ RS Pusat Persahabatan Jakarta.

(8) dr. Wuryantoro, Sp.B, Sp.BTKV(K), dan dr. Suprayitno, Sp.BTKV(K),

dr. Arza, Sp.BTKV(K) dr. Dhama Shinta, Sp.BTKV(K), yang

memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing

saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks

Kardio Vaskular khususnya ilmu bedah toraks di Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia Jakarta/ RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

(9) Dr. dr. Jusuf Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV/(K), MARS, Dr. dr. Fathema D

Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV(K) dan dr. Ismail Dilawar, Sp.BTKV(K) yang

memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing

saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks

Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/

Pelayanan Jantung Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

(10) dr. Marsono Tabrani, Sp B. BTKV(K), dr. Andreas A Lensoen, Sp.B,

Sp.BTKV(K), dr. Wijoyo Hadi Mursito, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Arief

Widya Taufiq, Sp.BTKV(K) yang memberikan arahan, motivasi,

menanamkan disiplin serta membimbing saya selama menjalani

pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular di Fakultas

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 7: SP-David Hutagaol.pdf

vii

Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta/ RS Pusat Angkatan Darat

Jakarta.

(11) Prof. Dr med. Puruhito, dr, Sp B. BTKV(K), Prof. Dr. Dr med. Paul

Tahalele, dr, Sp B. BTKV(K), dr. Agung Prasmono, Sp B. BTKV(K), dr.

Heroe Soebroto, Sp.B, Sp.BTKV(K), dr. Yan Efrata Sembiring, Sp.B,

Sp.BTKV(K), dr. Oky Revianto, Sp.BTKV(K) dan dr. Arief Rakhman

Hakim, Sp.BTKV(K), dr. Dhintia Sp.BTKV(K) selaku guru yang selalu

memberikan arahan, motivasi, menanamkan disiplin serta membimbing

saya selama menjalani pendidikan dalam bidang Ilmu Bedah Toraks

Kardio Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya/

RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

(12) Ayahanda S. Hutagaol SKM, MPS dan ibunda T. Purba Amd. Keb, juga

kepada mertua penulis , alm. S. Saragi dan R. Gultom, yang merupakan

sosok teladan, idola dan pahlawan dalam hidup penulis, yang telah

memberikan kasih sayang dan pengorbanan yang sedemikian besar demi

membesarkan, membimbing, mendidik, mendoakan, dan mendukung

perjalanan hidup dan pendidikan penulis dalam suka maupun duka.

(13) Kepada istri tercinta,dr.Yunita Rina Sari, yang dengan sabar dan tanpa

mengeluh senantiasa mendampingi penulis selama dalam pendidikan,

semoga Yesus Kristus selalu melimpahkan pahala dan kemuliaan yang tak

terhingga kepadanya, serta anak-anakku terkasih Kian Solomon Hutagaol

dan Gwen Nathania Hutagaol, yang menjadi penyemangat dan pelita dalam

keluarga. Mohon maaf atas segala waktu yang terlewatkan tanpa kehadiran

penulis diantara kalian.

(14) Sahabat, senior dan junior PPDS Bedah TKV yang telah banyak

membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa nama-nama

berikut ini, dr Ali S, dr. Achmad M, dr, Marolop P, dr Panji U, yang

berjuang bersama dalam menyelesaikan penelitian ini

Dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu,

baik secara langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 8: SP-David Hutagaol.pdf

viii

Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa membalas semua jasa baik tersebut. Akhir

kata, tesis ini masih jauh dari sempurna dan penuh dengan segala keterbatasan.

Diperlukan penelitian-penelitian lebih mendalam demi kemajuan dan perkembangan

Ilmu Bedah Toraks KardioVaskular. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa

melimpahkan berkat Nya kepada kita semua. Amin

Jakarta, Desember 2014

Penulis,

David Hutagaol

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 9: SP-David Hutagaol.pdf

ix

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 10: SP-David Hutagaol.pdf

x

ABSTRAK

Nama : DAVID HUTAGAOL

Program Studi : Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskular

Judul : DERAJAT PERUBAHAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU

KELINCI PADA KEADAAN ISKEMIA REPERFUSI TUNGKAI

BAWAH AKUT YANG MENDAPATKAN PERLAKUAN

ISCHEMIC PRECONDITIONING DAN HIPOTERMIA. Abstrak

Latar Belakang : Iskemia yang terjadi di suatu lokasi di tubuh mengakibatkan

kerusakan pada lokasi yang berjauhan yang dikenal dengan sebutan cedera

remote reperfusi. Paru merupakan salah satu organ target utama terjadinya

kerusakan pada cedera remote reperfusi. Penelitian ini bertujuan melihat efek

protektif hipotermia dan ischemic preconditioning (IPC) terhadap cedera remote

reperfusi di paru.

Metode : Dilakukan penelitian eksperimental pada kelinci New Zealand White

(n=18) dengan satu kelompok kontrol (iskemia) dan dua kelompok perlakuan

(preconditioning dan hipotermia). Dilakukan ligasi a. iliaca communis kanan

selama 4 jam, hipotermia sedang (28oC), dan iskemia pre-conditioning pada

masing-masing kelompok. Kemudian kelinci dibiarkan hidup selama 8 jam.

Sampel jaringan paru di ambil untuk pemeriksaan derajat kerusakan paru secara

histopatologi.

Hasil : Terdapat perbedaan bermakna derajat perubahan histopatologik jaringan

paru yang di berikan perlakuan IPC (p : 0,000) dan perlakuan Hipotermi (p :

0,015) terhadap kelompok kontrol

Kesimpulan : Ischemic preconditioning dan Hipotermi memberikan efek

protektif pada paru dari akibat iskemik reperfusi tungkai bawah akut.

Katakunci: iskemia tungkai bawah, remote reperfusi, paru, hipotermia, pre

conditioning

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 11: SP-David Hutagaol.pdf

xi

ABSTRACT

Name : DAVID HUTAGAOL

Study Program : Cardio Thoracic and Vascular Surgery

Title :

Protective Effect of Ischemic preconditioning and hypothermia in Remote Acute Lung

Reperfusion Injury induced by Lower Limb ischemia in Rabbit. Histopathology Review

Abstract

Introduction. Acute lower limb ischemia may induced ischemia reperfusion injury to the

lung and also initiate a systemic inflammatory response syndrome. The aim of this study

was to proofed whether IPC and hypothermia of the limb before I/R injury would also

attenuates the acute lung injury in rabbit model of hind limb I/R.

Method. This prospective, randomized, controlled, experimental animal study was

performed in a university-based animal research facility with 18 New Zealand White

Rabbit. The rabbits were randomized (n=6 per group) into three groups: I/R group (4

hours of hind limb ischemia and 8 hours of reperfusion), IPC group (three cycles of 5

minutes of ischemia/5 minutes of reperfusion immediately preceding I/R), and

hypothermia ( 28oC) together with 4 hours of hind limb ischemia and 8 hours of

reperfusion. Lung tissue were examined based for their histopathological changes. The

changes were assessed based on the grading as normal, mild, moderate, and severe

damage.

Result. Rabbit treated with IPC (p : 0,001) and hypothermia (p : 0,015) have

demonstrated a significant decrease in histopathological features of acute lung

reperfusion injury.

Conclusion. Ischemic preconditioning and hypothermia have shown protective effect for

the lung from remote ischemic reperfusion injury induced by lower limb ischemia.

Keywords : Hind limb ischemic, reperfusion injury, acute lung unjury, hypothermia, pre-

conditioning

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 12: SP-David Hutagaol.pdf

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ORISINALITAS ........................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... ix

ABSTRAK .................................................................................................. x

DAFTAR ISI ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 3

1.3 Pertanyaan Penelitian ......................................................... 3

1.4 Hipotesis ............................................................................. 3

1.5 Tujuan Penelitian................................................................ 4

1.5.1 Tujuan Umum .......................................................... 4

1.5.2 Tujuan Khusus ......................................................... 4

1.6 Manfaat Penelitian.............................................................. 4

BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................. 5

2.1 Iskemia Tungkai Akut ........................................................ 5

2.1.1 Patofisiologi Iskemia Tungkai Akut ....................... 6

2.1.2 Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut ........................... 8

2.1.3 Komplikasi Iskemia Tungkai Akut ......................... 9

2.1.3.1 Respon Lokal ............................................... 9

2.1.3.2 Respon Sistemik .......................................... 10

2.2 Cedera Iskemia-Reperfusi .................................................. 11

2.2.1 Mekanisme Reperfusion Injury ................................ 12

2.2.2 Peranan dari Reactive Oxygen Species

(ROS) dan Sistem Komplemen ............................... 14

2.3 Kerusakan Jaringan Pulmonal Akibat Mekanisme

Remote Reperfusi Injury ................................................... 16

2.4 Kematian Sel ...................................................................... 17

2.4.1 Apoptosis ........................................................ 18

2.4.2 Autofagi .......................................................... 19

2.4.3 Nekrosis ......................................................... 20

2.5Strategi Terapi dalam Mencegah Cedera Iskemia Reperfusi 21

2.5.1 Terapi Antioksidan ................................................... 22

2.5.2 Terapi Antikomplemen ............................................ 22

2.5.3 Terapi Antileukosit................................................... 23

2.5.4 Ischemic Preconditioning ......................................... 23

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 13: SP-David Hutagaol.pdf

xiii

2.5.4.1 Mekanisme Perlindungan Jaringan

IPC dan RIPC ............................................ 24

2.5.4.2 Teknik Iskemik Preconditioning ................. 25

2.5.5 Teknik hipotermia .................................................... 26

2.5.6 Iskemia ekstremitas dan reperfusi sebagai

stimulus remote preconditioning ............................ 28

2.6 Kelinci Sebagai Hewan Coba ............................................. 29

2.7 Kerangka Teori ................................................................... 31

2.8 Kerangka Konsep ............................................................... 32

2.9 Definisi Operasional ........................................................... 32

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 36

3.1 Desain Penelitian ................................................................ 36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 36

3.3 Populasi Penelitian ............................................................. 36

3.4 Variabel Penelitian ............................................................. 37

3.4.1 Variabel Bebas ......................................................... 37

3.4.2 Variabel Tergantung................................................. 37

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................. 37

3.6 Jumlah Sampel ................................................................... 37

3.8 Alur Penelitian.................................................................... 39

3.8 Alat dan Bahan Penelitian .................................................. 41

3.8 Analisa Statistik.................................................................. 42

3.8 Etika Penelitian .................................................................. 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN............................................................ 43

4.1 Model Hewan Coba ............................................................ 43

4.2 Analisa Perbandingan Kerusakan Sel Paru antara kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan .............................................. 47

BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................... 49

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .................................................... 53

6.1 Simpulan............................................................................. 53

6.2 Saran ................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 14: SP-David Hutagaol.pdf

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pemakaian ATP pada aerob dan anaerob ............................... 10

Gambar 2.2 Glikolisis Anaerobik ............................................................... 13

Gambar 2.3 Apotosis ................................................................................... 19

Gambar 2.4 Autofagi ................................................................................... 20

Gambar 2.5 Proses Nekrosis ....................................................................... 21

Gambar 2.6 Grafik Kebuthan Oksigen Terhadap Suhu .............................. 27

Gambar 2.7 Anatomi arteri tungkai kelinci................................................. 30

Gambar 2.8 Histologi Jaringan Paru Kelinci Normal ................................. 34

Gambar 4.1 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan

sel Paru Kelompok Kontrol ......................................................................... 44

Gambar 4.2 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan

sel Paru Kelompok Perlakuan Hipotermi .................................................... 45

Gambar 4.3 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan

sel Paru Kelompok Perlakuan IPC .............................................................. 46

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 15: SP-David Hutagaol.pdf

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Waktu Iskemia Jaringan .............................................................. 8

Tabel 2.2 Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut .............................................. 8

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipotermi .................................................................. 27

Tabel 4.1Hasil deskriptif data derajat kerusakan paru Hewan Coba

meliputi Mean, Maksimum dan Minimum……………………… 46

Tabel 4.2 Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol

dengan Kelompok Perlakuan Hipotermi…..................................... 47

Tabel 4.3Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol

dengan Kelompok Perlakuan IPC……………………..…………… 48

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 16: SP-David Hutagaol.pdf

xvi

DAFTAR SINGKATAN

IPC : Ischemic Preconditioning

ALI : Acute Limb Injury

ROS : Reactive Oxygen Species

PMN : Polymorphonuclear leukocytes

ATP : Adenosin trifosfat

ADP : Adenosin difosfat

AMP : Adenosin monofosfat

MTPT : mitochondrial membrane permeability transition pore

BCL-2 : B-cell lymphoma 2

BCL Xl : B-cell lymphoma-extra large

BAX : BCL2-associated X protein

BH2 : Bcl-2 homology

NO : nitric oxide

ICAM : Intercellular Adhesion Molecule

CD :Cluster Differentiation

DAMPs : Damage-associated molecular pattern molecules

MBL : Mannose-Binding Lectin

MODS : Multiple Organ Dysfunction Syndromes

SIRS : Systemic Inflamatory Response Syndrome

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 17: SP-David Hutagaol.pdf

1

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit arteri perifer merupakan kelainan patologis yang sering terjadi dan

sangat berhubungan dengan kesehatan masyarakat luas. Gejalanya sangat

bervariasi mulai dari klaudikasio hingga kematian jaringan yang berujung dengan

amputasi. Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Trans

Atlantic Inter-Society Consensus (TASC) tahun 2011 pada populasi masyarakat

umum usia 55-60 tahun didapatkan prevalensi Peripheral Artery Disease (PAD)

sebesar 10% dan meningkat 5% setelah usia diatas 60 tahun.1,2,3

Iskemia tungkai akut dapat disebabkan oleh sejumlah kondisi seperti cedera arteri

traumatika, atherosclerotic thrombosis/emboli, dan clamping aorta selama operasi

repair aneurisma aorta abdominal. Tindakan bedah atau intervensi medis harus

segera dilakukan untuk memperbaiki perfusi. Perbaikan perfusi (reperfusi) pasca

iskemia tungkai akut dapat memicu terjadinya stress oksidatif dan respon

inflamasi yang berujung terjadinya cedera jaringan lokal (ekstermitas inferior)

maupun organ-organ jauh (remote), terutama paru.4

Bila respon inflamasi sangat besar akan berakibat terjadinya systemic inflamatory

response syndrome (SIRS) bahkan multiple organ dysfunction syndromes (MODS)

dengan angka kejadian sekitar 30-40%, dan angka mortalitas karena MODS

berkisar antara 30-40% bila mengenai 1 organ, 50-60% bila mengenai 2 organ dan

80-100% bila mengenai 3 organ atau lebih.5

Penatalaksanaan yang terpenting untuk penyakit ini adalah ketepatan mulai dari

mengenali penyebab, penegakan diagnosis, dilanjutkan dengan pemulihan segera

aliran darah ke ekstremitas yang mengalami iskemia untuk menurunkan resiko

kerusakan jaringan ektremitas, resiko amputasi dan cedera reperfusi pada organ

remote sebagai akibat lanjutan yang bersifat sistemik seperti cedera pada jaringan

paru yang mana terjadi perubahan karateristik histologik jaringan paru berupa

edema dinding alveolar, hemoragik, kongestif pembuluh darah, dan infiltrasi sel-

1 Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 18: SP-David Hutagaol.pdf

2

UNIVERSITAS INDONESIA

sel polymorphonuclear leukocytes (PMN). Kerusakan jaringan paru ini akan

berpengaruh besar terhadap mortalitas dan morbiditas akibat penurunan ratio

FiO2/PaO2 dan gangguan oksigenasi.8–14

Solusi dalam upaya mengantisipasi dan mengatasi perubahan patofisiologi

tersebut, perlu dipikirkan konsep perlindungan sel endotel vaskular untuk

mengurang atau mencegah terjadinya reperfusion injury pasca tindakan restorasi

vaskular (reperfusi), misalnya pemberian secara lokal endothelial cell protective

substances. Beberapa alternatif terapi reperfusion injury adalah ischemic

preconditioning (IPC), pemberian aspirin, terapi antioksidan (superoxyde

dismutase, N-acetylcystein, allopurinol), obat-obatan Ca-antagonis, ACE-inhibitor

dan prosedur filtrasi (leukocyte depletion).5,6, 11,12

Ischemic preconditioning (IPC) merupakan mekanisme adaptasi melalui periode

singkat iskemia – reperfusi, yang berfungsi sebagai pelindung organ penting

seperti paru dari cedera reperfusi. Beberapa penelitian sebelumnya mengatakan

bahwa ischemic preconditioning pada tungkai dapat mengurangi disfungsi hati,

cedera jaringan paru, dan luas infark myocardium.6

Selain prosedur ischemic preconditioning, hipotermia juga dapat memengaruhi

langkah-langkah awal dalam proses apoptosis berupa penghambatan aktivasi

enzim caspase, mempertahankan fungsi mitokondria dan menurunkan rangsangan

neurotransmiter. Pada penelitian Michael Frink, hipotermia dapat menurunkan

cedera jaringan, namun proses apoptosis tetap berlanjut perlahan hingga 3 hari.

Oleh karena itu perlambatan proses apoptosis dalam modulasi kaskade apoptosis

dapat berfungsi sebagai target terapi pada tahap awal manajemen trauma dengan

tujuan untuk mencegah komplikasi.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perlakuan ischemic

preconditioning (IPC), hipotermia pada keadaan iskemia tungkai bawah akut

terhadap perubahan histopatologi jaringan paru kelinci, serta membandingkan

hasil dari perlakuan kedua teknik tersebut terhadap derajat perubahan jaringan

paru secara histopatologi.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 19: SP-David Hutagaol.pdf

3

UNIVERSITAS INDONESIA

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menemukan permasalahan penelitian,

yaitu keadaan iskemia tungkai bawah akut dapat menyebabkan terjadinya remote

reperfusi injuri pada jaringan paru. Untuk mengurangi efek dari remote reperfusi

injury, dapat di lakukan beberapa tindakan baik secara mekanik maupun

medikamentosa.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah terdapat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi pada

keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut?

2. Apakah terdapat perbedaan derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara

histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan

perlakuan hipotermia dengan yang tanpa diberikan perlakuan hipotermia?

3. Apakah terdapat perbedaan derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara

histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan

perlakuan ischemic preconditioning dengan yang tanpa di berikan perlakuan

ischemic preconditioning ?

1.4 Hipotesis

1. Terdapat kerusakan jaringan paru kelinci secara histopatologi akibat cedera

iskemia tungkai bawah akut.

2. Terdapat perbedaan antara derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara

histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan

perlakuan hipotermia dengan yang tanpa diberikan perlakuan hipotermia.

3. Terdapat perbedaan antara derajat kerusakan jaringan paru kelinci secara

histopatologi pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah akut yang diberikan

perlakuan ischemic preconditioning dengan yang tanpa di berikan perlakuan

ischemic preconditioning.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 20: SP-David Hutagaol.pdf

4

UNIVERSITAS INDONESIA

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan umum

Mencari perlakuan terbaik pada keadaan cedera iskemia tungkai bawah guna

mencegah terjadinya komplikasi pada paru dengan melihat efek protektif terapi

hipotermi dengan ischemic preconditioning.

1.5.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui derajat kerusakan jaringan paru secara histopatologi pada

keadaan iskemia tungkai bawah akut.

2. Mengetahui derajat kerusakan jaringan paru secara histopatologi pada

keadaan iskemia tungkai bawah akut dengan perlakuan hipotermia.

3. Mengetahui derajat kerusakan jaringan paru secara histopatologi pada

keadaan iskemia tungkai bawah akut dengan perlakuan ischemic

preconditioning.

4. Mendapatkan perlakuan terbaik dalam mencegah komplikasi di jaringan

paru pada kasus cedera iskemia tungkai bawah.

1.6 Manfaat penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan: Menambah khasanah ilmu, khususnya dalam

bidang bedah thoraks kardio dan vaskular dan sebagai bahan

pertimbangan baru dalam menyusun tata laksana pencegahan komplikasi

pada kasus iskemia tungkai bawah akut.

2. Bagi Peneliti: Dapat menambah pengetahuan dalam bidang bedah thoraks

kardio dan vaskular, dan keterampilan dalam menyusun suatu karya

ilmiah, serta dapat memenuhi persyaratan dalam pendidikan spesialis

bedah thoraks kardiovaskular.

3. Bagi pelayanan masyarakat: Meningkatkan kualitas pelayanan tatalaksana

iskemia tungkai akut, khususnya pada bagian bedah thoraks

kardiovaskular.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 21: SP-David Hutagaol.pdf

5

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 ISKEMIA TUNGKAI AKUT

Acute Limb Ischemic (ALI) didefinisikan sebagai penurunan cepat atau tiba-tiba

perfusi ekstremitas yang mengancam kelangsungan hidup tungkai.13

ALI

merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit

arteri perifer ini ditandai dengan adanya penyempitan, obstruksi lumen atau

putusnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah menuju organ yang

berada dibagian distal pembuluh darah akan berkurang atau berhenti sehingga

terjadi iskemia. Penyebab ALI meliputi emboli, trombosis, deseksi dan trauma.14

Setiap tahun jumlah penderita PAD semakin meningkat. Survei yang dilakukan di

Amerika Utara, diperkirakan terdapat 27 juta orang yang menderita PAD. Di

Inggris, sekitar 100.000 orang didiagnosis PAD setiap tahunnya. Dari seluruh

pasien PAD, hanya 40% yang memiliki gejala, mulai dari gejala klaudikasio

intermiten sampai critical limb ischemic (CLI).15

Angka prevalensi PAD

meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada pasien yang berusia kurang

dari 60 tahun, prevalensi PAD adalah 10%, sedangkan pada pasien diatas 70 tahun

prevalensinya meningkat lebih dari 15%.2,3

Salah satu gejala klinis oleh karena adanya gangguan aliran darah ke bagian distal

adalah klaudikasio intermiten, berupa rasa tidak nyaman, nyeri, pegal atau kram

yang dialami oleh penderita saat melakukan aktifitas, keluhan ini akan berkurang

atau menghilang bila penderita istirahat.4

Gejala lain yang muncul pada pasien PAD selain klaudikasio intermiten adalah

critical limb ischemic (CLI), bisa berupa akut maupun kronik. CLI yang kronik

ditandai dengan adanya gejala nyeri tungkai yang tidak menghilang walaupun

dalam keadaan istirahat (rest pain), biasanya pada tahap ini oleh karena pembuluh

darah yang terganggu terdapat di perifer, sering didapatkan adanya tanda lesi pada

tungkai pasien berupa ulkus maupun gangren.12,13

CLI akut terjadi akibat adanya

oklusi pembuluh darah arteri secara tiba-tiba yang menyebabkan aliran darah

menuju ke ekstremitas menurun/tidak ada, keadaan ini disebut juga sebagai ALI.

5 Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 22: SP-David Hutagaol.pdf

6

UNIVERSITAS INDONESIA

Akibat yang terjadi adalah kebutuhan oksigenasi untuk metabolisme jaringan

tidak terpenuhi oleh jumlah perfusi, akibatnya dapat mengancam viabilitas

ekstremitas.17

Iskemia tungkai akut memiliki gejala klinis yang berkaitan dengan lokasi

terjadinya oklusi pembuluh darah dan penurunan aliran darah. Tanda klinis yang

dapat ditemukan antara lain nyeri, hilangnya denyut nadi pada bagian distal

oklusi, kulit teraba dingin atau pucat, pemanjangan waktu pengisian pembuluh

darah kapiler dan vena, penurunan atau hilangnya persepsi sensoris serta

kelemahan otot atau paralisis. Gejala dan tanda klinis itu seringkali digambarkan

sebagai ―5 P‖ : pain, pulse-lesness, pallor, paresthesia, dan paralysis.12,16

Terapi revaskularisasi baik dengan operasi bedah pintas (by-pass) maupun

angioplasti balon (angioplasty atau stenting) merupakan prosedur pilihan dan

dapat mengurangi keluhan iskemia, dan menyelamatkan tungkai (limb saving)

serta memperbaiki kesintasan.16

2.1.1 Patofisiologi Iskemia Tungkai Akut

Patofisiologi ALI adalah karena terhentinya suplai oksigen serta nutrisi pada

organ yang terdapat dalam kompartemen secara akut. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi aliran darah menuju tungkai pada ALI, seperti adanya trombus

yang menghambat aliran darah, emboli pada pasien-pasien penyakit jantung (atrial

fibrilasi, endokarditis), trauma (tumpul atau tajam), deseksi arteri (pasien

hipertensi).8,12

Saat ALI terjadi, aliran darah berkurang secara progresif sehingga gradien tekanan

meningkat, selanjutnya tekanan perfusi pada bagian distal tidak dapat

dipertahankan. Kekurangan perfusi mengakibatkan metabolisme otot saat aktivitas

tidak tercukupi, sehingga terjadi akumulasi metabolit lokal seperti nitrit oxide

(NO), adenosin, ion hidrogen dan elektrolit. NO menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah perifer dan menurunkan tekanan mikrosirkulasi. Selain itu

tekanan intramuskular pada saat aktivitas meningkat dan besarnya peningkatan ini

melebihi tekanan arteri dibagian distal dari oklusi sehingga aliran darah

berkurang. Jika aliran darah yang melalui kolateral dapat memenuhi kebutuhan

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 23: SP-David Hutagaol.pdf

7

UNIVERSITAS INDONESIA

metabolisme, maka gejala ALI mirip dengan kaludikasio intermitten walaupun

pada arteri utama sudah terjadi oklusi total.7,12,13

Progresivitas kerusakan jaringan yang mengalami iskemia akan terus berlangsung

sampai dengan terjadinya kematian sel yang berakhir pada nekrosis jaringan.

Tanpa memperhatikan dari penyebabnya, periode dari iskemia dan waktu

dilakukannya tindakan reperfusi memegang peranan penting. Faktor lainya adalah

tingkat dan keparahan dari sumbatan pembuluh darah, hal ini berkaitan erat

dengan golden period yaitu 6 – 8 jam setelah iskemia terjadi dan meskipun sudah

dilakukan tindakan intervensi, tetap saja mengakibatkan kerusakan jaringan.

Periode waktu ini didapatkan berdasarkan data dari Miller dan Welch pada

percobaan dengan hewan coba. Extremity salvage rate semakin menurun seiring

dengan meningkatnya waktu iskemia. Angka dari amputasi yang diakibatkan oleh

iskemia reperfusi injury ini berkisar antara 15 – 40% dan angka mortalitasnya

dikatakan 25 – 50%.1,12,17

Pada manusia, morbiditas dan mortalitas dari pasien dengan iskemik tungkai akut

meningkat apabila iskemia telah terjadi lebih dari 6 jam. Diteksi dini dari iskemia

adalah langkah pertama dan terpenting dan memberian heparin dan agen

trombolisis mungkin bermanfaat, namun tidak terbukti lebih superior

dibandingkan dengan pembedahan. Data dari konsensus TASC II menyebutkan

angka mortalitas dari penyakit iskemia tungkai akut berkisar antara 9-25% dan

angka amputasi berkisar 13-25% serta meningkat menjadi 30-40% jika terjadi

systemic inflammatory response syndrome (SIRS) atau multiple organ

dysfunction syndrome (MODS). Faktor-faktor yang dikaitkan dengan

pengurangan resiko dari angka mortalitas dan morbiditas ini adalah usia kurang

dari 63 tahun, pemberian heparin, dan percutaneus trasluminal angioplasty.

Peningkatan angka mortalitas dikaitkan dengan embolectomy, amputasi dan

fasciotomi. Pada sebuah studi review didapatkan kira-kira 10% dari kasus

dilakukan amputasi sebagai terapi primer pada ekstremitas yang didiagnosis

sebagai non-viable . Pada studi kasus yang lebih kecil didapatkan mortalitas

sebesar 63%.6,7,22

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 24: SP-David Hutagaol.pdf

8

UNIVERSITAS INDONESIA

Toleransi lamanya iskemia terhadap kerusakan suatu jaringan bervariasi,

tergantung pada jenis jaringan berdasarkan tingkat metabolisme dan adanya

kolateral pembuluh darah. Secara umum masing-masing jaringan mempunyai

toleransi terhadap lamanya iskemia (tabel 2.1).7,16

Tabel 2.1 Waktu kritis iskemia jaringan

2.1.2 Klasifikasi Iskemia Tungkai Akut

Klasifikasi ALI menurut Intenational Society for Cardiovascular Surgery (ISCVS)

menjadi tiga kelas : I. Tungkai masih viable dan masih akan tetap hidup walaupun

tanpa adanya intervensi, kelas II. Tungkai dalam kondisi terancam (iskemik) dan

memerlukan revaskularisasi untuk menyelamatkan viabilitas tungkai, kelas III.

Tungkai dalam keadaan iskemia yang irreversible dan infark yang mana tungkai

tidak dapat diselamatkan kembali (tabel 2.2).4

Tabel 2.2 Klasifikasi iskemia tungkai akut

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 25: SP-David Hutagaol.pdf

9

UNIVERSITAS INDONESIA

Klasifikasi ALI ditetapkan berdasarkan tingkat kegawatan dari derajat iskemia,

sehingga dapat membantu menentukan waktu dan pilihan terapi yang

mempengaruhi terhadap keberhasilan terapi.4,7

2.1.3 Komplikasi Iskemia Tungkai Akut

2.1.3.1 Respon Lokal

Jaringan yang mengalami iskemik akan diikuti respon inflamasi yang dapat

memperburuk cedera lokal. Namun, Belkin et al. dengan menggunakan model

tourniquet mereka menyimpulkan bahwa yang menyebabkan kematian otot adalah

lamanya iskemia, bukan akibat cedera reperfusi. Mereka mengamati pada otot

anjing yang dilakukan ligasi hingga iskemia, setelah 0-24 jam pasca-reperfusi

tidak menemukan perkembangan apapun pada jaringan otot selama periode ini.

Pernyataan ini mirip dengan temuan lain pada hewan yang dilakukan pemasangan

torniket.7,17

Pemicu respon inflamasi adalah kerusakan sel pada jaringan, kemungkinan besar

berasal dari lisisnya sel otot. Reaksi inflamasi ini diperlukan oleh tubuh untuk

membersihkan jaringan yang rusak dan memulai penyembuhan. Produk jaringan

yang rusak akan mengaktifkan sistem pembekuan intrinsik, sehingga dapat

menghambat trombosis vena dan spasme pembuluh darah di arteriol. Aktivasi

sistem koagulasi ini dapat memperburuk kerusakan mikrovaskuler yang sudah

ada, sehingga memperberat tingkat kerusakan otot. Akibat lain adalah kebocoran

kapiler dan peningkatan tekanan interstitial. Jika peningkatan tekanan interstitial

melebihi tekanan mikrosirkulasi, maka aliran darah akan terhambat. Data

penelitian eksperimental dan klinis membuktikan bahwa pengaruh aktivasi

mediator inflamasi terhadap sistem koagulasi terbukti pada pemberian heparin

dosis tinggi akan menurunkan perubahan permeabilitas, meningkatkan aliran

kolateral dan menurunkan tingkat demarkasi iskemik.18-20

Penelitian yang dilakukan Hayes et al. iskemia otot gracilis anjing menunjukkan

hubungan erat antara nekrosis pada otot dan penurunan jumlah adenosin trifosfat

(ATP). Mereka menemukan bahwa pada awalnya glikogen miosit dan kreatin

fosfat akan menipis karena dibutuhkan untuk pembuatan ATP, setelah interval

iskemik berlanjut, penurunan jumlah ATP berkorelasi erat dengan memburuknya

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 26: SP-David Hutagaol.pdf

10

UNIVERSITAS INDONESIA

nekrosis otot. Setelah 6 jam iskemia, jumlah ATP yang tersisa sebanyak 20% dari

preischemic, tetapi otot telah mengalami nekrosis secara lengkap.21

Peneliti lain

telah menegaskan yang sama bahwa setelah 4-6 jam iskemia otot terjadi

perubahan yang ireversibel.22-24

Labbe et al. menggunakan model yang mirip

dengan Hayes mencatat bahwa nekrosis otot lebih besar pada bagian tengah otot.25

Petrasek et al. setuju bahwa durasi iskemia dan jenis jaringan adalah penentu

beratnya kerusakan anatomi dari cedera iskemik. Selain itu, mereka

menyimpulkan bahwa hipotermi memiliki efek perlindungan kerusakan yang

lebih berat daripada suhu kamar (Gambar 2.1).35

Gambar 2.1 Pemakaian ATP pada aerob dan anaerob.

Gambar di modifikasi dari : Hickey MJ, Hurley JV, Angel MF. et al.

The response of the rabbit rectus femoris muscle to ischemia and

reperfusion. J Surg Res, 1992, 53, 369–377.

2.1.3.2 Respon Sistemik

Ada kesepakatan yang sama oleh hampir semua peneliti bahwa perubahan

mikrosirkulasi berkorelasi dengan durasi iskemia. Semakin lama durasi iskemia,

peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan edema interstitial semakin

progresif.24

Studi tentang perubahan mikrosirkulasi oleh Hammersen et al, ketika

otot rangka mengalami iskemia selama 3 jam, terjadi edema endotel yang berat,

penurunan jumlah leukosit dan trombosit, serta ditemukan sel darah merah yang

terjepit erat dalam lumen kapiler.7,25

Respon inflamasi sistemik telah diamati pada tahun 1960 oleh Haimovici, akibat

kematian pasiennya setelah reperfusi iskemik tungkai. Dia menyatakan bahwa

gagal ginjal yang mengakibatkan kematian adalah karena mioglobin yang

dilepaskan dari jaringan iskemik atau, jika tidak mioglobin maka faktor beracun

lain yang terkait dengan kematian otot.7

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 27: SP-David Hutagaol.pdf

11

UNIVERSITAS INDONESIA

Kajian literatur ditemukan tingkat kematian akibat reperfusi iskemik tungkai

bawah rata-rata 25% dan kematian terutama terkait dengan kegagalan paru. Hal ini

yang memberi penjelasan bahwa pasien dengan iskemia berat pada kaki

menyebabkan respon inflamasi sistemik setelah reperfusi, sehingga terjadi

peningkatan permeabilitas pembuluh darah secara keseluruhan dan tidak

terlokalisasi pada satu organ, sehingga menyebabkan hilangnya cairan ke ruang

ketiga.27

Proses pembekuan yang dipercaya bertanggung jawab terhadap perubahan

sistemik, ternyata jauh lebih kompleks daripada aspek mekanik sederhana fibrin-

platelet agregasi.28,29

Procoagulan, sebagai produk dari jaringan yang mati masuk

kedalam sirkulasi sistemik, menghasilkan koagulopati sistemik. Aktivasi faktor

XII akan mengaktifkan mediator inflamasi paralel seperti histamin, komplemen,

tromboksan dan bradikinin. Kebocoran pada endotelium pembuluh darah

mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah meningkat, sehingga cairan masuk

ke ruang ketiga dan menyebabkan gagal organ multiple.30

2.2. CEDERA ISKEMIA-REPERFUSI

Cedera iskemia-reperfusi didefinisikan sebagai cedera yang terjadi pada jaringan

setelah berlangsungnya periode iskemia yang cukup lama dan kemudian

dilakukan reperfusi. Pada tahun 1960, Haimovici untuk pertama kalinya

mendokumentasikan revaskularisasi arteri pada ekstremitas yang iskemik.

Haimovici mengemukakan myonephropathic-metabolic syndrome yang

merupakan kerusakan ginjal yang terjadi setelah dilakukan revaskularirasi pada

ekstremitas yang iskemik.19

Angka kematian terjadi pada sekitar 85% pasien.

Fenomena seperti ini juga diungkapkan oleh peneliti di Massachusetts General

Hospital. Pada tahun 1968, Ames, dkk berhasil mendiskripsikan fenomena ini

pada jaringan otak dan 10 tahun kemudain May, dkk melaporkan hal yang serupa

pada flap kulit. Peneliti peneliti ini mengemukakan hal yang serupa yaitu

terjadinya pembengkakan sel, agregasi dari komponen darah (platelet dan

neutrofil) pada intravaskular, dan kebocoran cairan intraseluler ke ruang

interstisial sebagai mekanisme dasar dari fenomena reperfusion injury ini.20,21

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 28: SP-David Hutagaol.pdf

12

UNIVERSITAS INDONESIA

Iskemia merupakan periode yang terjadi ketika adanya ketidakseimbangan antara

jumlah oksigen yang dipasok dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan otot untuk

melakukan fungsinya secara normal.cedera iskemik bersifat multifaktorial, tetapi

pada umumnya di anggap sebagai akibat produksi mediator pro inflamasi seperti

tumor nekrosis (TNF α) dan Species Oksigen Reaktif (SOR) secara berlebihan. 19

2.2.1 Mekanisme Reperfusion Injury

Iskemia reperfuison injury meliputi berbagai macam kaskade reaksi pada tingkat

seluler yang terjadi pada saat bagian tubuh yang iskemik dikembalikan

perfusinya. Ischemia reperfusion injury ditandai oleh pembentukan oksidan,

aktivasi sistem komplemen, agregasi antara leukosit dan endotel, agregasi platelet

dengan leukosit, pelepasan mediator pro-inflamasi, peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, dan penurunan struktur dari endotelium, dan semuanya ini

berujung pada multi organ dysfunction bahkan sampai kematian. Secara garis

besar ada dua bagian besar dari ischemia reperfusion injury ini yaitu ischemia

injury dan reperfusion injury.3,23,24

Mekanisme yang dominan dari iskemia ini adalah sebagai akibat dari hipoksia dan

anoksia dari jaringan dan stasis pada mikrosirkulasi. Tingkat keparahan dan

toleransi suatu jaringan terhadap suatu proses iskemik berbeda satu dengan yang

lainnya dan berhubungan dengan ada tidaknya aliran kolateral dan kebutuhan

metabolik basal dari jaringan itu sendiri. Pada umumnya otot rangka dapat

mentoleransi iskemia sampai 4 jam, jaringan syaraf sampai 8 jam, lemak 13 jam,

kulit 24 jam dan tulang dapat sampai 4 hari.25

Berkurangnya pasokan oksigen ke dalam jaringan mengakibatkan berkurangnya

produksi energi dari mitokondria (sintesis ATP dan fosforilasi oksidatif) dengan

demikian mengakibatkan berkurangnya cadangan ATP intrasel dan meningkatnya

glikolisis. Tidak adekuatnya cadangan energi intrasel ini mengakibatkan

gangguan homeostasis ionik, aktivasi dari hidrolase, dan peningkatan

permeabilitas dari membran sel. Seiring dengan meningkatnya derajat dan waktu

dari iskemia, gangguan homeostasis dan aktivasi dari hidrolase ini bertambah

parah. Saat ATP intrasel dipecahkan, lisosom intrasel melepaskam ion hidrogen

dan sel tersebut menigkatkan glikolisisnya sehingga mengakibatkan asidosis

intrasel. Keadaan hipoksia ini sendiri mengakibatka meningkatnya kadar laktat

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 29: SP-David Hutagaol.pdf

13

UNIVERSITAS INDONESIA

dan menurunnya pH sehingga memperparah kondisi iskemia (gambar 1)26,27

. ATP

kemudian dibecahkan menghasilkan adenosine diphospate (ADP), adenosine

monophosphate (AMP) dan inosine monophosphate (IMP) dan adenosine, iosine,

hipoxanthine dan xanthine.28

Asidosis mengganggu aktivitas dan fungsi dari Ion Na+,

pompa K+-ATPase dan

aktivitas enzim enzim lainya yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan ionik

intrasel dan ekstasel. Gangguan ini mengakibatkan peningkatan dai kadar Na+ dan

Ca2+

sitostolik. Peningkatan kadar Ca2+

mengaktivasi enzim phospholipase

(terutama phospolipase A2) dan protease (calpain) yang memperparah kerusakan

jaringan. Lebih lanjut lagi, terjadi overload dari calsium dalam mitokondria yang

akan memicu pembukaan dari porus transisional dari mitokondria dan

menyebabkan uncoupling dari phophorilase oksidatif, pembengkakan dari

mitokondria sebagi akibat dari masuknya air dan ruptur dari membran

mitokondria.29

Aktivasi dari phosphorilase dan calpain mengakibatkan degradasi

phospolipid membran dan protein sitoskeletal yang makin memperparah

kerusakan sel.30

Gambar 2.2 Glikolisis anaerobik selama periode iskemia berakibat feedback

negatif sehingga menghambat sintesa ATP dan mengakibatkan asidosis

jaringan.

Diambil dari Fitridge R,et al; 2007.

Jaringan yang mengalami hipoksia dapat menginduksi sintesa dari vascular

endothelial growth factor (VEGF). Hipoksia berakibat meningkatnya kadar

mRNA sebagai akibat dari meningkatnya mRNA transkripsi dan menurunya

degenerasinya.

Meskipun secara keseluruhan sintesa protein dihambat sebagai efek dari hipoksia,

VEGF mRNA di translasikan menjadi protein.31

Selama fase iskemia, hipoksia

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 30: SP-David Hutagaol.pdf

14

UNIVERSITAS INDONESIA

mengaktivasi beberapa gen termasuk activating protein-1(AP-1), hypoxia

inducible factor-1 (HIF-1) dan nucklear factor K-B (NF K-B). Hipoxia jaringan

juga mengakibatkan mobilisasi neutrofil ke jaringan intertisial. Migrasi neutrofil

dan makrofag ke tempat inflamasi tergantung dari hypoxia-adaptive pathway.

Neutrofil yang teraktifasi ini melepaskan glutamat dan adenine nukleotide (dalam

bentuk ATP atau adenosine monophospat (AMP) selama periode iskemia yang

akan dikonversi menjadi adenosisne pada permukaan endotel pembuluh darah.32,33

Adenosine ini mempunyai efek proteksi dari endotel mikrovaskular dengan cara

memperkuat kontak antar sel endotel setelah keluarnya neutrofil.

Polymorphonuklear neutrofil mempunyai efek yang merugikan pada jaringan

dengan cara melepaskan faktor-faktor yang dapat mengganggu permukaan

endotel. Aktivasi neutrofil oleh ß2 integrilin menstimulasi neutrofil untuk

mengeluarkan faktor-faktor yang merangsang terjadinya endothelial cytoskeletal

rearrangement, gap formation, dan peningkatan permeabilitas.34

Peristiwa yang terpenting dalam fase iskemia ini adalah konversi dari xanthine

dehidrogense menjadi xanthine oksidase. Xanthine dehidrogenase menggunakan

nicotinamide dinucleotide (NAD) sebagai target elektron pada saat terjadinya

oksidase dari xanthine dan hypoxanthine. Panas, proteolitik dan agen lain seperti

sulfhydril dapat merubah xanthine dehidrogenase ini menjadi xanthine oksidase

juga. Banyak penelitian yang mengkaitkan stress oksidatif dengan patogenesis

terhadap beberapa penyakit kardiovaskuler termasuk hipertensi, atherosklerosis,

dan congestive heart failure. Sumber dari ROS (radical oxygen species) termasuk

mithochondrial electron transport, xanthine oxidase, cyclooxygenase,

lipoxygenase, heme oxygenase, NOS dan NADH/ NADPH oxydase.1,28,30

2.2.2 Peranan dari Reactive Oxygen Species (ROS) dan Sistem Komplemen

Reperfusi dari jaringan iskemik berakibat terbentuknya reactive oxygen species

(ROS) yang beracun, termasuk anion superoksid anions (O2-

), hydroxyl radicals

(OH-), hypochlorous acid (HOCl), hydrogen peroxide (H2O2), dan peroxynitrite

dari pemecahan nitric oxide. Reaktif oksigen spesies ini mempunyai potensial

untuk memicu kerusakan jaringan selama ischemia reperfusion injury. Degradasi

ATP selama periode iskemia membentuk hypoxanthine. Selama reperfusi

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 31: SP-David Hutagaol.pdf

15

UNIVERSITAS INDONESIA

didapatkan influx dari molekul oksigen yang mengkatalisasi aktivitas enzim

xanthine oksidase, membentuk asam urat dan membebaskan highly reactive

superoxide anion (O2-

). Superoxide ini kemudain dikonversikan menjadi hidrogen

peroxide (H2O2) dan hydroxyl radical (OH-). Konsekwensinya terjadi reaksi

peroksidase pada membran lemak seluler yang berakibat terbentuknya dan

dikeluarkannya mediator proinflamasi eicosanoid, sehingga sel kehilangan

kemampuan permeabilitasnya dan pada akhirnya terjadi kematian sel. Selama

periode ischemia reperfusion injury, ROS mengaktivasi sel-sel endotel,

meningkatkan aktivitas dari faktor transkripsi, seperti nuclear factor κβ (NF-κβ)

dan activator protein-1 (AP-1). Setelah diaktivasi, endotel membentuk E-selectin,

vascular cell adhesion molecule (VCAM-1), intercelular adhesion molecule-1

(ICAM-1), endothelieal leucocyte adhesion molecule-1(ELAM-1), plasminogen

activator inhibitor-1(PAI-1), tissue factor interleukin-8 (IL-8).35

Ischemic reperfusion injury mengaktivasi sistem komplemen dan mediator

inflamasi yang berperan dalam perubahan hemostasis sistem vaskuler, termasuk

anafilaktosin C3a dan C5a. komponen sistem komplemen yang teraktivasi adalah

iC3b and C5b-9. C5a secara langsung menstimulasi aktivasi leukosit dan

kemotaksis. Lebih lanjut, C5a dapat memperkuat respons inflamasi terhadap

cedera reperfusion injury dengan cara menginduksi pelepasan sitokin pro-

inflamasi; diantaranya interleukine-1 (IL-1), interleukine-6 (IL-6), tumour

necrosis factor- (TNF-), monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1).

Perubahan fungsi endotel vaskuler dipengaruhi oleh C5b - 9 dan iC3b.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Kamat P, dkk (2012) pelepasan sitokin

pro-inflamatory secara signifikan meningkat pada menit ke-10 dan puncaknya

pada jam ke4.35,36

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 32: SP-David Hutagaol.pdf

16

UNIVERSITAS INDONESIA

2.3 KERUSAKAN JARINGAN PULMONAL AKIBAT MEKANISME

REMOTE REPERFUSI INJURY

Ischemia reperfusion injury merupakan mekanisme yang kompleks, yang

melibatkan proses intraselular dan ekstraselular. Pada kasus dengan iskemia yang

lama dan luas, nekrosis jaringan mungkin sudah terjadi dan tindakan

revaskularisasi mungkin merupakan suatu kontraindikasi. Ischemia reperfusion

injury menginduksi kematian sel, pemograman kematian sel, apoptosis, oncosis

dan necrosis. Apoptosis disebabkan oleh karena adanya iskemia yang

berkepanjangan dan proses reperfusion injury, dimana apoptosis merupakan hasil

akhir dari proses kematian sel.16,17

Pada keadaan reperfusion injury dapat terjadi respon lokal dan respon sistemik

yang mengikuti tingkat keparahan dari iskemia. Respon lokal terdiri dari edema

pada ekstremitas yang terkena dan berpotensial untuk memperburuk kerusakan

jaringan. Respon sistemik yang dapat mengakibatkan multiple organ failure

bahkan kematian. Fenomena “no-reflow” merupakan hal yang penting dalam

reperfusion injury, dimana pada saat dikembalikannya aliran darah ke jaringan

otot yang iskemik, terjadi sumbatan pada sistem mikrovaskular yang berakibat

iskemia jaringan bertambah dan kerusakan oleh karena tidak adanya oksigen.18

Pemahaman tentang patofisiologi cedera pulmonal pada ischemia-reperfusion-

induced belum diketahui secara pasti. Nekrosis jaringan, setelah cedera pulmonal

iskemia-reperfusi berhubungan dengan perburukan fungsi paru secara signifikan.

Apoptosis dapat dipicu oleh cedera mekanik dan paparan terhadap kondisi

lingkungan tertentu yang mengarah ke aktivasi jalur intrinsik (mitokondria) dan

ekstrinsik (reseptor kematian). Aktivasi jalur ekstrinsik dengan interaksi ligan

reseptor spesifik, seperti Fas / Fas-ligan (Fas-L), angiotensin (A) II dan tumor

necrosis factor (TNF) / reseptor, menyebabkan aktivasi lanjut dari kaskade

apoptosis intraseluler yang melibatkan caspases (protease sistein aspartil). Jalur

intrinsik, dikenal sebagai jalur mitokondria, melibatkan pembelahan BH3-

interacting domain death agonis (Bid), permeabilitas membran mitokondria,

mitokondria sitokrom c dan apoptosis protease activating factor (Apaf), dengan

formasi apoptosome.8

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 33: SP-David Hutagaol.pdf

17

UNIVERSITAS INDONESIA

Selain itu, tingkatan faktor pertumbuhan, termasuk faktor pertumbuhan endotel

vaskular, faktor pertumbuhan platelet-derived, faktor pertumbuhan epidermal dan

faktor stimulasi macrophage colony, di lingkungan seluler dapat mempengaruhi

apoptosis sel epitel pulmonal melalui protein tirosin kinase intraseluler dan

protein tirosin fosfatase. Jalur ini dapat menurunkan regulasi oleh beberapa

mitogen-activated protein kinase (MAPKs) dan molekul dari molekul dari B-cell

leukemia/ lymphoma-2. Jalur phosphatidylinositol-3’-kinase dan jalur protein

kinase B telah terbukti menjadi bagian yang penting dalam apoptosis pulmonal.

Namun, belum ada penelitian yang secara khusus.8

Keseimbangan antara faktor-faktor pro dan anti apoptosis intraseluler pada

akhirnya dapat menentukan apakah sel bertahan atau masuk ke jalur untuk

menjalani apoptosis. Selain itu, interaksi faktor eksternal lainnya dalam klinis

skenario dengan apoptosis sel epitel (yaitu apoptosis sel epitel pulmonal yang

diinduksi oleh ventilator atau nekrosis), aktivasi neutrofil dan apoptosis, dan

mediator respon inflamasi sistemik mungkin juga berpengaruh secara signifikan

terhadap hasil kerusakan pulmonal.8

2.4. KEMATIAN SEL

Klasifikasi yang sering digunakan mengenai mekanisme kematian sel ada dua,

yaitu : apoptosis dan necrosis.31,32

Autofagi, yang telah diusulkan sebagai model

kematian sel ketiga, adalah proses dimana sel-sel menghasilkan energi dengan

mencerna organel dan makromolekulnya sendiri. Autofagi dapat terjadi pada sel-

sel yang tidak menerima nutrisi dalam waktu yang lama dan akhirnya mencerna

substrat yang tersedia dan mati. Perbedaan antara apoptosis, nekrosis, dan

autofagi meliputi cara kematian, morfologis, biokimia, dan keterlibatan

molekuler.33

Kematian sel terprogram merupakan konsep penting yang dikendalikan

secara genetik. Apoptosis dan autofagi adalah dua jenis dasar kematian sel yang

terprogram. Sementara itu nekrosis, secara tradisional dianggap sebagai bentuk

kematian sel yang disengaja.31,34

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 34: SP-David Hutagaol.pdf

18

UNIVERSITAS INDONESIA

2.4.1. Apoptosis

Morfologi sel yang mengalami apoptosis terlihat sebagai penyusutan sel dan

intinya. Perbedaan antara nekrosis dan apoptosis adalah keterlibatan membran

plasma dalam proses ini. Nekrosis ditandai adanya kerusakan membran plasma,

sehingga cairan dan ion ekstraseluler masuk kedalam sel, sel lisis dan akhirnya

mati.34

Pada apoptosis, membran plasma tetap utuh sampai akhir proses, dengan

ciri utama terjadi pemecahan protein cytoskeletal oleh aspartat-spesifik protease,

sehingga komponen subselular mengkerut. Karakteristik lainnya adalah

kondensasi kromatin, fragmentasi inti, dan pembentukan blebs plasma

membran.35

Aktivasi caspase pada apoptosis melalui dua jalur, yaitu melalui jalur reseptor

yang berada dipermukaan sel dan jalur mitokondria. Pertama jalur reseptor

diaktifkan oleh anggota tumor necrosis factor (TNF) yang berikatan dengan

"reseptor kematian" pada membran sel, selanjutnya merangsang agregasi

multiprotein, agregasi kompleks ini memicu aktivitas katalitik caspase 8. Kedua

jalur mitokondria, interaksi antara anggota proapoptotik dan antiapoptotik dari

keluarga bcl2 setelah menerima sensor kerusakan intraseluler, inisiator dari jalur

ini termasuk peningkatan spesies oksigen reaktif, kerusakan DNA, denaturasi

protein, dan hilangnya growth factor. Pada akhirnya menyebabkan permeabilitas

mitokondria meningkat, sehingga terjadi pelepasan protein proapoptotic yang

berakibat aktivasi caspase 8 dan caspase 9 yang memberi sinyal pembongkaran

sel dengan denaturasi protein dan mengaktifkan DNA-se (Gambar 2.3).47,48

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 35: SP-David Hutagaol.pdf

19

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.3 Apoptosis melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik.

Gambar di ambil dari : Zong WX, Thompson CB. Necrotic death

as a cell fate.Genes Dev 2006;20:1-15.

2.4.2. Autofagi

Kata autofagi berasal dari bahasa Yunani "phagy‖ (makan) "auto" (diri sendiri),

pertama kali diamati dengan mikroskop elektron dimana terdapat struktur

membran lisosom ada yang single dan ada yang ganda (berupa vesikel) yang

mengandung partikel sitoplasma dan organela dalam berbagai tahap disintegration

(Gambar 2.3).49

Kita sekarang memahami autofagi merupakan proses recycle sel

terhadap kerusakan organela atau komponen makromolekul, hal ini merupakan

respon adaptif sel terhadap stres subletal, seperti kekurangan gizi, sehingga sel

memperoleh energi untuk bahan bakar.50

Tiga bentuk autofagi telah diketahui atas dasar bagaimana lisosom menerima

materi untuk di degradasi. Pertama macroautophagy, kedua struktur double

membrane (autophagosome) dan ketiga fusi dengan lisosom (opsonisasi).

Meskipun peran autofagi dalam kematian sel masih kontroversial, karena diakui

sebagai respon adaptif, tetapi autofagi yang tak terkendali dapat menguras protein

penting dan organel sel, seperti menghilangkan mitokondria yang rusak (yang

dapat memicu apoptosis dengan menghasilkan spesies oksigen reaktif yang

berlebihan), tanda-tanda kematian sel cara ini tidak ditemukan pada apoptosis.52

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 36: SP-David Hutagaol.pdf

20

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.4 Proses autofagi

Gambar di ambil dari : Sheridan C, Martin SJ. Commitment in

apoptosis: slightly dead but mostly alive. Trends Cell Biol

2008;18:353-7.

2.4.3 Nekrosis

Nekrosis biasanya dianggap sebagai bentuk kematian sel disengaja (tidak

terprogram) yang terjadi akibat respons sel terhadap hipoksia akut atau cedera

iskemik, seperti infark miokard dan stroke. Sel nekrosis dapat diamati dengan

menggunakan mikroskopis cahaya atau elektron, dimana permukaan sel dan

organelanya mengalami pembengkakan dan lisis, sehingga isi intraseluler keluar

(Gambar 2.4). Nekrosis biasanya terjadi karena kegagalan metabolisme akibat

menipisnya jumlah ATP, yang secara klasik terjadi karena ischemia. Proses yang

sama dapat terjadi pada neoplasma ketika proliferasi sel melebihi angiogenesis,

akibatnya terdapat kelompok sel yang iskemi dan akhirnya terjadi nekrosis.53,54

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 37: SP-David Hutagaol.pdf

21

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.5 Proses nekrosis

Gambar di ambil dari : Malhi H, Gores GJ, Lemasters JJ.

Apoptosis and necrosis in the liver: a tale of two deaths?

Hepatology 2006;43:S31-44.

Mediator yang berhubungan dengan kejadian nekrosis adalah reaktif oksigen

spesies (ROS), ion kalsium, poli-ADP-ribose polymerase (PARP), Calpain dan

cathepsins.54

PARP adalah enzim yang dibutuhkan untuk perbaikan DNA, yang dapat

menguras cadangan ATP seluler. Dalam apoptosis, PARP mengalami pemecahan

cepat sehingga cadangan ATP berkurang. ATP ini diperlukan untuk berbagai

proses apoptosis, sehingga kekurangan ATP dapat menggeser proses apoptosis sel

menjadi nekrosis. Pada cedera iskemia, penghambatan PARP dapat mengurangi

nekrosis.5,54

2.5 STRATEGI TERAPI DALAM MENCEGAH CEDERA ISKEMIA

REPERFUSI

Telah banyak terapi strategis yang berhasil mengurangi dan mencegah cedera

iskemia reperfusi. Beberapa studi juga telah menguji keefektifitasan berbagai

strategi dan kombinasi dalam mengurangi cedera iskemia reperfusi. Meskipun

demikian ketepatan waktu dalam mereperfusi area yang iskemia tetap menjadi

landasan utama dalam praktek klinis untuk mencegah cedera iskemia reperfusi.1

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 38: SP-David Hutagaol.pdf

22

UNIVERSITAS INDONESIA

2.5.1 Terapi Antioksidan

Sejumlah penelitian pada hewan percobaan telah menunjukan keberhasilan terapi

antioksidan dalam mencegah atau mengurangi cedera iskemia reperfusi termasuk

penggunaan superoksida dismutase, katalase, manitol, allopurinol, vitamin E,

Vitamin C, deferoxamine, N-acetylsistein, ACE inhibitor.1 Dalam sebuah

percobaan pada manusia dengan pemberian infus superoksida dismutase (SOD)

selama 5 hari secara signifikan menunjukan kerusakan organ yang lebih ringan,

waktu yang lebih singkat di ICU, dan menunjukan serum phospholipase dan

konsentrasi sel PMN yang lebih rendah.selain itu, SOD telah terbukti dapat

meningkatkan keberhasilan graft dan transplantasi.disamping hasil yang

menjanjikan seperti ini, ada beberapa peneltian yang memberi hasil yang samar

tentang keberhasilan terapi antioksidan dalam mencegah cedera iskemia reperfusi

pada manusia,namun,data klinis dan ekperimental yang cukup mendukung adanya

peran stress oksidatif dalam cedera iskemia reperfusi,sehingga mempertegas

pentingya mekanisme pertahanan anti oksidan dalam perlindungan jaringan.1,2

2.5.2 Terapi Antikomplemen

Pada suatu penelitian, pemberian C3 convertase inhibitor (komplemen larut

reseptor 1), telah menunjukan pengurangan area infark sebesar 44% dari tikus

yang mengalami miokardium iskemia reperfusi.1 Baru-baru ini peneltian terhadap

manusia, pemberian rantai tunggal antibody spesifik C5 menunjukan secara

signifikan penurunan aktivasi komplemen, aktivasi leukosit, cedera miokardial,

kehilangan darah, dan disfungsi kognitif pada pasien yang mengalami operasi

CABG dengan cardiopulmonary bypass (CPB). Disamping itu penelitian pada

kelinci juga menunjukan adanya pengurangan area infark, apoptosis, dan infiltrasi

leukosit. Sampai saat ini masih terus diteliti dalam percobaan klinis, guna

menunjukan bahwa terapi antikomplemen terbukti efektif pada manusia dalam

mencegah cedera iskemia reperfusi.1,2

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 39: SP-David Hutagaol.pdf

23

UNIVERSITAS INDONESIA

2.5.3 Terapi Antileukosit

Secara umum, terapi strategis untuk membatasi cedere iskemia reperfusi yang

dimediasi oleh leukosit berfokus pada penghambatan penglepasan mediator

inflamasi dan keterlibatan reseptor, sintesis molekul leukosit, atau adhesi

leukosit-endotel dengan menggunakan terapi pemberian antagonis reseptor

interleukin-1, faktor anti tumor nekrosis, atau antagonis faktor aktivasi platelet-

leukotrien b4.2

Baru-baru ini diketahui bahwa pemberian aspirin memicu

biosintesis lipoxins. Lipoxin adalah produk lypoxygenase yang dihasilkan dari

asam arakidonat. Dalam banyak pengujian klinis, lipoxin diketahui mencegah

kemotaksis, adhesi, dan transmigrasi netrofil yang diinduksi oleh leukotriene dan

mediator lain, hal ini menunjukan bahwa lipoxin dapat bertindak sebagai sinyal

pengereman endogen dalam reaksi inflamasi.2 Pemberian aspirin yang memicu

analog lipoxin ini telah menunjukan penurunan mediator inflamasi pada

pembuluh darah dan organ pada percobaan tikus dengan limb iskemia reperfusi.2

2.5.4 Ischemic Preconditioning

Selama iskemia berlangsung, radikal bebas dapat menarik dan mengaktifkan

neutrofil, mengeluarkan enzim proteolitik, melepaskan radikal bebas, membuat

trombus dalam mikrosirkulasi, agregasi platelet dan edema jaringan dan seluler,

yang berpuncak pada fenomena non-reperfusion yang menyebabkan

perkembangan secara ireversibel. Cedera iskemia reperfusi memiliki dampak

tidak hanya lokal, tapi mempunyai dampak respon sistemik, dan sering

menyebabkan sindrom respiratori dan bahkan beberapa kegagalan fungsi organ.

Untuk melindungi daerah iskemik yang disebabkan oleh cedera reperfusi,

berbagai metode yang digunakan, termasuk preconditioning iskemik (IPC). Ini

merupakan periode induksi kecil iskemia yang diikuti oleh reperfusi sebelum

periode iskemia yang panjang. Mekanisme pelindung preconditioning iskemik

telah dipelajari, menunjukkan efek menguntungkan secara lokal dan sistemik,

menurunkan kerusakan mukosa, apoptosis sel dan efek reperfusi.1,5

Penerapan periode singkat iskemia subletal kepada jaringan target dengan

reperfusi selanjutnya dapat menggunakan metode sederhana induksi toleransi

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 40: SP-David Hutagaol.pdf

24

UNIVERSITAS INDONESIA

iskemik, yang disebut preconditioning iskemik (IP). Tujuan IP adalah untuk

meningkatkan ketahanan jaringan terhadap cedera iskemia reperfusi yang dapat

merugikan. Oksida nitrat (NO) serta adenosin telah ditunjukkan untuk meregulasi

fungsi endothetelial dan meningkatkan aliran darah dalam pengaturan

preconditioning iskemik. Namun, IP secara langsung dapat menghasilkan trauma

pada pembuluh mayor dan stres ke organ target.2,5

Remote ischemia preconditioning (RIPC) adalah pengembangan lebih lanjut dari

IP yang mana iskemia diikuti dengan reperfusi dari satu organ dan diyakini dapat

melindungi organ lain yang terletak jauh. Baik menggunakan pelepasan rantai

sitemik biokimia di dalam sirkulasi atau aktivasi jalur saraf, serta menghasilkan

pelepasan rantai sekunder yang memiliki efek perlindungan. Hal ini dapat

melindungi jaringan target tanpa trauma pada pembuluh mayor atau stres

langsung ke organ target. Dalam penelitian hewani, RIPC dilakukan pada tungkai,

usus, mesenterika, ginjal atau otot rangka untuk mengurangi ukuran infark

miokard.2

2.5.4.1 Mekanisme Perlindungan Jaringan IPC dan RIPC

Selama iskemia, metabolisme anaerob mendominasi dan produksi ATP menurun.

Energi yang tersedia tidak cukup untuk mempertahankan aktivitas pompa

membran sel, mempertahankan antioksidan, hemostasis pH serta kalsium dan

integritas mitokondria. Rute dan konsekuensi dari iskemia pasti menyebabkan

kematian sel, kecuali aliran darah dipulihkan. Meskipun reperfusi dengan darah

beroksigen sangat penting untuk setiap penyelamatan jaringan, masuknya tiba-tiba

oksigen mengarah pada pembentukan oksigen reaktif. Kunci dari kematian sel

adalah transisi permeabilitas mitokondria, sebuah fenomena yang terjadi ketika

pori transisi permeabilitas mitokondria (MPTP) menjadi permeabel terhadap

molekul 1500kDa atau lebih kecil. Hal ini menyebabkan molekul kecil masuk

dengan cepat, pembengkakan mitokondria, dan kematian sel berikutnya .3

IPC mengaktifkan tiga jalur salutatori utama, jalur guanosin monofosfat siklik /

cGMP-dependent protein kinase (cGMP / PKG), jalur kinase penyelamatan cedera

reperfusi (RISK), dan jalur peningkatan faktor aktivasi pertahanan (SAFE).

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 41: SP-David Hutagaol.pdf

25

UNIVERSITAS INDONESIA

Terdapat derajat tumpang tindih, khususnya di mana jalur berkumpul di

mitokondria. Di sini, saluran potasium-dependent ATP (KATP) diaktifkan dengan

bukti bahwa adanya penutupan MPTP. IPC juga memulai respon genomik dan

proteomik kompleks yang mendukung fase akhir perlindungan. Hal ini termasuk

antiapoptosis dan anti inflamasi transkripsi gen, yang bertanggung jawab atas

jendela kedua perlindungan.5

Pemicu inisial kaskade merekrut mediator awal seperti protein kinase C (PKC),

tirosin kinase, phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K), protein kinase B (PKB atau

Akt), mitogen-activated protein kinase (MAP1/2 atau MEK1/2), extracelluler

signal-regulated kinase (Erk1/2), dan janus kinase (JAK)), yang mengaktifkan

faktor transkripsi (seperti sinyal transduser dan aktifator transkripsi protein

(STAT1 / 3), nuclear factor kappa-light-chain-enhancer (NFκB), aktivator-

protein-1 (AP-1), nuclear factor-like 2 (Nrf2), dan hypoxia-inducible factor-1α

(HIF-1α)) . Kemudian fase perlindungan membutuhkan sintesis inducible nitric

oxide synthase (iNOS), heat shock protein (Hsp), atau siklooksigenase-2 (COX-

2). Hal ini kemudian beraksi secara lokal melalui saluran MPTP atau KATP untuk

menginduksi keadaan kardioproteksi.5

2.5.4.2 Teknik Iskemik Preconditioning

Bedah Pintas Arteri Koroner

Uji klinis pertama dari remote ischemia preconditioning pada tahun 2000, ketika 8

pasien yang menjalani Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) secara acak

menerima perlakuan baik preconditioning iskemik (lengan manset diinflasi hingga

300 mmHg untuk 2 siklus 3 menit) atau kontrol. Rahman et al. menerbitkan

percobaan yang lebih besar randomized double-blind control di mana 162 pasien

yang menjalani CABG secara acak menerima baik siklus 3×5 menit inflasi manset

ekstremitas atas sampai 200 mmHg (dipisahkan oleh 5 menit reperfusi) atau

plasebo (di mana manset itu meningkat pada "dummy arm").4,5

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 42: SP-David Hutagaol.pdf

26

UNIVERSITAS INDONESIA

Bedah Vaskular.

Dalam laparatomi aneurisma aorta abdominal (AAA) perbaikan, 82 pasien secara

acak menerima baik RIPC (dua siklus cross-clamp intermiten di arteri iliaka

dengan 10 menit iskemia yang diikuti oleh 10- menit reperfusi) atau kontrol.

RIPC mengurangi risiko absolut cedera miokard, infark miokard, dan cedera

ginjal.6 Pada penelitian Denis et al yaitu melakukan preconditioning iskemik di

arteri iliaka eksternal babi sebelum reperfusi iskemia ekstremitas bawah untuk

melindungi cedera paru akut menggunakan teknik arteri iliaka eksternal babi

diisolasi secara bilateral dan sekaligus di clamp atau dijepit selama 5 menit.

Setelah periode 5 menit dari iskemia, arteri iliaka eksternal di unclamped atau

jepitan dibuka kembali untuk periode reperfusi selama 5 menit. Hal ini diulang

untuk total tiga siklus. Setelah IPC, binatang menjalani 120 menit iskemia dan

150 menit periode reperfusi.4

2.5.5 Teknik hipotermia

Hipotermi didefinisikan sebagai penurunan suhu tubuh dibawah 35°C,

hipotermi bukan merupakan suatu terapi, tetapi dapat membantu merubah status

metabolisme organ tubuh. Peran hipotermi dibidang bedah kardiovaskular diamati

oleh Mc Quiston dan Bigelow, dimana hipotermi dapat menurunkan kebutuhan

oksigen suatu jaringan (jantung) sehingga sirkulasi dapat dihentikan secara aman

dalam suatu rentang waktu. Lewis dan Tauffic pada tahun 1953 sukses melakukan

operasi jantung terbuka dengan hipotermi melalui colling surface, yang

selanjutnya disempurnakan oleh Swan dan Lewis. Gollan berhasil melakukan

percobaan hipotermi tubuh melalui perfusi extracorporeal.9

Klasifikasi hipotermi dibagi menjadi empat, yaitu : mild, moderate, severe

dan profound (Tabel 2.3), pembagian ini berdasarkan pada besarnya hipotermi

dapat menurunkan kebutuhan metabolisme pada kondisi normal suatu organ.55

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 43: SP-David Hutagaol.pdf

27

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 2.3 Klasifikasi hipotermi berdasarkan penurunan suhu tubuh

Konsumsi oksigen merupakan ukuran aktivitas metabolisme, sehingga besarnya

penurunan hipotermi sebanding dengan tingkat penurunan kebutuhan oksigen

(Gambar 2.6).55

Gambar 2.6 Grafik kebutuhan oksigen terhadap penurunan suhu tubuh.

Gambar diambil dari : Cellular adaptation, cell injury, and cell death. In:

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran pathologic basis of

disease. Philadelphia: Saunders, 2005:4-46.

Iskemia adalah salah satu penyebab utama hipoksia jaringan. Telah dilaporkan

iskemia dapat menginduksi hipoxia inducible factor-1α (HIF-1α) diberbagai

organ, termasuk otak, otot jantung, dan otot skeletal. Peran HIF-1α menurunkan

sintesis protein selama hipoksia. Selain itu penurunan suhu juga menekan sintesis

protein dalam sel pada kondisi hipotermia ringan seperti 32-33°C, mekanisme ini

seharusnya memberikan kontribusi pada HIF-1 akumulasi protein di bawah

hipoksia.56

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 44: SP-David Hutagaol.pdf

28

UNIVERSITAS INDONESIA

Hipotermia menggunakan mekanisme dengan mengurangi tingkat metabolisme

otak dan meningkatkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan energi.

Hipotermia mengurangi aliran darah otak secara linear, tetapi penurunan tingkat

metabolisme otak oksigen (CMRO2) tidak persis linear. Rata-rata, penurunan

CMRO2 adalah sekitar 7% / 1° C. Antara 37°C dan 22°C, CMRO2 berkurang

sekitar 5%/1°C, dan kemudian pengurangan menjadi lebih cepat ketika CMRO2

mencapai 20% pada 20°C dan 17% pada 18°C.6

Namun, percobaan hewan dari iskemia cerebral global telah menunjukkan efek

perlindungan (tidak ada cedera setelah 20 menit setelah iskemia) selama

pemakaian ringan (33°C) hipotermia, hal ini bisa disebabkan oleh mekanisme

tambahan termasuk menghentikan kaskade iskemik yang merugikan, mengurangi

glutamat excitotoxicity, menekan masuknya kalsium ke iintraseluler, mengurangi

pembentukan radikal bebas oksigen, dan meningkatkan pelepasan asam gamma-

aminobutyric.(Perioperative Management of Deep Hipotermia, William).8

Pada penelitian yang dilakukan oleh Filho et all, segera setelah iskemia dimulai,

median dan lobus hepar lateral sinistra dihipotermia sampai 26°C selama 90

menit. Setelah itu, hepar direperfusi selama 120 menit pada suhu normothermia

Temuan menunjukkan bahwa induksi 26°C topikal hipotermia tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap suhu tubuh dan mean arterial pressure

(MAP).9

2.5.6 Iskemia ekstremitas dan reperfusi sebagai stimulus remote preconditioning

Studi eksperimen awal telah menggunakan organ non-jantung sebagai stimulus

remote preconditioning, yang tentu saja memerlukan prosedur operasi invasif

untuk menerapkan IP. Namun, aplikasi klinis strategi kardioprotektif dengan

metode yang kurang invasif untuk menerapkan RIPC diperlukan. Kemajuan awal

dilakukan oleh Birnbaum et al. pada tahun 1997, dengan observasi klinis yaitu

membatasi aliran darah ke otot rangka ekstremitas bawah dan memacu otot

gastrocnemius kaki sebelum oklusi arteri koroner akut yang mampu mengurangi

infark miokard lanjut sebesar 65% di jantung kelinci, sebuah fenomena yang

disebut 'IPC at a distance’. Metode yang kurang invasif merangsang iskemia

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 45: SP-David Hutagaol.pdf

29

UNIVERSITAS INDONESIA

hind-limb sebagai stimulus remote preconditioning diperkenalkan oleh Oxman et

al, yang menunjukkan bahwa penerapan tourniquet ke hind-limb untuk

menginduksi 10 menit iskemia di ekstremitas mempunyai kemampuan untuk

mengurangi aritmia reperfusi dalam hati tikus setelah iskemik berkelanjutan.5

Iskemia ekstremitas pada penelitian ini dipicu dengan melakukan ligasi pembuluh

darah arteri illiaca communis kelinci New Zealand dan kemudian

membandingkan efek terapi hipotermi, ischemia preconditioning, dan kontrol

(tidak mendapatkan terapi hipotermi dan ischemia preconditioning) terhadap

cedera pada paru kelinci akibat adanya reperfusion injury secara histpatologis.

2.6. KELINCI SEBAGAI HEWAN COBA

Penelitian ini menggunakan New Zaeland Rabbit (Lepus Spp). Penggunaan

kelinci Selandia Baru ini didasari atas kemiripan sistem kardiovaskulernya dengan

manusia. Beberapa kepustakaan mengatakan bahwa karena kemiripan sistem

kardiovaskuler ini maka New Zealand Rabbit dapat dipakai sebagai model

penelitian untuk diterapkan pada manusia. Arteri femoralis dan cabang cabangnya

menggambarkan gambaran sitema vaskuler yang dapat dipakai untuk berbagai

macam ekperimen. Arteri femoralis kelinci merupakan kelanjutan dari arteri iliaka

eksternal. Cabang pertamanya adalah arteri femoralis lateralis sikrumfleksa, yang

muncul pada sisi kranial dari arteri femoralis. Cabang bagian tengah arteri

femoralis memberikan pasokan darah ke otot quadriceps, otot sartorius dan otot

pectineus. Cabang kedua dari arteri femoralis adalah arteri epigastric

superficialis, yang mulai dari sisi medial dan memberikan darah ke kulit dan

daerah ekor. Setelah mempercabangkannya, arteri femoralis mempercabangkan

tiga cabang muskularis kecil ke otot sartorius, otot quadriceps, dan otot adduktor.

Pada bagian caudal, arteri femoralis mempercabangkan arteri femoralis caudalis

ke otot gracilis. Cabang berikutnya, ateri saphena, berjalan di sisi medial dari

paha, memperdarahi kulit di bagian tersebut dan berlanjut ke medial dari pes.

Sebelum percabangan ke arteri saphena, ateri femoralis mempercabangkan

descending genicular artery ke arah persendian, cabang muskulernya

memperdarahi otot quadriceps dan otot tensor fascia latae. Pada bagian medial,

arteri femoralis caudal berjalan ke arah kaudal dan berjalan di dalam otot aduktor,

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 46: SP-David Hutagaol.pdf

30

UNIVERSITAS INDONESIA

a.a.f. artery to acetabular fossa a.b. articular branch a.c.a. anterior cervical arteries a.i.a. anterior intercondylar artery a.s.g. arteria suprema genu a.t.f. artery to trochanteric fossa an.t.t. anastomosis round third trochanter c.a.c.f. circulus arteriosus capitis femoris f.a. femoral artery g.t.a. arteries to greater trochanter i.a. intercondylar artery i.m.g.a. inferior medial genicular artery l.c.f. lateral circumflex femoral artery l.t. ligamentum teres

memberikan suplai darah ke otot ini dan otot semimembran. Cabang terakhir dari

arteri femoralis adalah distal caudal arteri femoralis, memperdarahi otot biseps

femoris dan otot semitendinosus. Setelah memperdarahi otot ini ateri femoralis

berakhir sebagai arteri poplitea. Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.41,42

Gambar 2.7 Anatomi arteri femoralis pada kelinci. Sumber Brokes et al, 1957.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 47: SP-David Hutagaol.pdf

31

UNIVERSITAS INDONESIA

2.7 KERANGKA TEORI

Iskemik

Reperfusi vaskular

Kerusakan dan kematian sel

Efek lokal atau sistemik

Sintesa VEGF, konversi

xanthine dehydrogenase

menjadi xanthine oksidase

Migrasi netrofil, makrofag

ROS aktifasi : VCAM-1, ICAM-1, ELAM-1

Pelepasan sistem Komplemen (C3a, C5a, iC3b,C5b-9)

dan mediator inflamasi (IL-1β, IL-6, TNF-, )

Ischaemic

Preconditioning

Hipotermi

Vaskular

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 48: SP-David Hutagaol.pdf

32

UNIVERSITAS INDONESIA

2.8. KERANGKA KONSEP

2.9 Definisi Operasional

1. Kelinci New Zealand White

Kelinci NZW awalnya merupakan varietas merah yang merupakan hasil

perkawinan silang antara Belgian Hare dan kelinci putih. Varietas putih berasal

dari perkawinan silang dengan beberapa keturunan seperti Flemish, American

Whites dan Agoras.

Iskemia pada tungkai PO2 ↓ dan PCO2 ↑

Pelepasan Mediator

Inflamasi, Sistem

Komplemen, dan

Radikal Bebas ke

dalam sirkulasi tubuh

Kerusakan dan Kematian Sel ↓

Biopsi Jaringan paru ketiga kelompok

Hipotermi

Efek lokal dan sistemik

IPC

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 49: SP-David Hutagaol.pdf

33

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Iskemia Tungkai Akut

Iskemia tungkai akut pada hewan coba adalah keadaan hipoksia jaringan yang

terjadi karena berkurangnya aliran darah pada salah satu tungkai hewan coba

akibat ligasi arteri iliaca communis.

3. Hipotermia

Perlakuan dengan menurunkan suhu tungkai kelinci yang iskemi melalui

permukaan kulit sampai pada suhu 280C dengan alat pendingin ekstremitas yang

telah di modifikasi untuk tungkai kelinci dan dipertahankan selama ligasi arteri

femoralis.

4. Ischemic preconditioning (IPC)

Perlakuan iskemia, pada arteri femoralis dimana sebelum di ligasi selama 4 jam,

di lakukan iskemik preconditioning dengan siklus 3 x 5 menit tindakan iskemik

dan reperfusi

5. Derajat Kerusakan Sel Paru

Derajat kerusakan sel paru yang disebabkan oleh karena komplikasi dari iskemia

tungkai bawah akut yang dinilai dengan biopsi jaringan paru dan diperiksa secara

histopatologi. Pada pewarnaan HE tampak adanya perubahan edema pada dinding

alveoli, adanya hemoragik, kongestif dari dinding vaskuler, infiltrasi leukosit

PMN, serta hyalin membran

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 50: SP-David Hutagaol.pdf

34

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.8 histologi jaringan paru kelinci normal

Gambar di ambil dari : Kamaruzaman N A et all. The Rabbit as a Model for

Studying Lung Disease and Stem Cell Therapy. BioMed Research

International 2013,

Kriteria Skor Kerusakan sel paru 4, 36, 37, 50,

1. edema pada dinding alveoli

- Skor 0 = penebalan diding alveoli < 1x

- Skor 1 = penebalan diding alveoli 1 – 2 x

- Skor 2 = penebalan diding alveoli 3 – 4 x

- Skor 3 = penebalan diding alveoli > 4x

2. Hemoragik

- Skor 0 = Perdarahan pada 25% lapangan pandang

- Skor 1 = Perdarahan pada 26 – 50 % lapangan pandang

- Skor 2 = Perdarahan pada 51 – 75 % lapangan pandang

- Skor 3 = Perdarahan pada 76 – 100 % lapangan pandang

3. Kongestif dari dinding pembuluh darah

- Skor 0 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah < 25 %

- Skor 1 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah 26 - 50 %

- Skor 2 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah 51 - 76 %

- Skor 3 = Perubahan kongestif dinding pembuluh darah > 76 %

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 51: SP-David Hutagaol.pdf

35

UNIVERSITAS INDONESIA

4. Infiltrasi leukosit PMN

- Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya Infiltrasi PMN

- Skor 1 = jika ditemukan adanya 1- 5 kelompok Infiltrasi PMN

- Skor 2 = jika ditemukan adanya 6 – 10 kelompok Infiltrasi PMN

- Skor 3 = jika ditemukan adanya > 10 kelompok Infiltrasi PMN

5. Hyalin Membran

- Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya hyalin membran

- Skor 1 = jika ditemukan adanya 1- 10 hyalin membran

- Skor 2 = jika ditemukan adanya 10 - 20 hyalin membran

- Skor 3 = jika ditemukan adanya > 20 hyalin membran

Seluruh skor akan di jumlahkan dengan pembagian derajat kerusakan sel paru

berdasarkan jumlah skor adalah

0 – 3 ; normal

4 –7 ; mild injury

8 – 11 ; moderate injury

12 – 15 ; severe injury

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 52: SP-David Hutagaol.pdf

36

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan experimental cohort study untuk mencari hubungan

antara ischemic preconditioning dan hipotermia terhadap derajat kerusakan

jaringan paru kelinci new Zealand White (NZW) yang dinilai secara histopatologi,

sebagai komplikasi dari iskemia tungkai bawah akut.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah laboratorium kedokteran binatang UI Salemba.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan selama 2 bulan, terhitung setelah mendapatkan

persetujuan lolos kaji etik dari Panitia Tetap Etik Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RS Cipto

Mangunkusumo.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi target dalam penelitian ini adalah hewan coba kelinci diperoleh,

dipelihara dan disertifikasi dari balai penelitian ternak (BALITNAK) Departemen

Pertanian Bogor.

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah hewan kelinci jantan jenis New

Zealand (NZW) satu galur yang direkomendasikan sebagai hewan kelinci

percobaan dari balai penelitian ternak (BALITNAK) Departemen Pertanian

Bogor.

Sampel Penelitian adalah Hewan Kelinci jantan NZW yang memenuhi kriteria

inklusi penelitian.

36 Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 53: SP-David Hutagaol.pdf

37

UNIVERSITAS INDONESIA

3.4 VARIABEL PENELITIAN

3.4.1.Variabel Bebas

Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah :

1. Pemberian perlakuan hipotermia.

2. Pemberian perlakuan ischemic preconditioning.

3.4.2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung adalah derajat kerusakan jaringan paru kelinci yang

dinilai secara histologi berdasarkan kriteria yang telah di tetapkan oleh bagian

patologi Anatomi FKUI

3.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria inklusi penelitian ini adalah :

1. Kelinci jantan NZW yang diperoleh, dipelihara, dan direkomendasikan

sebagai kelinci penelitian oleh BALITNAK Departemen Pertanian Bogor.

2. Kelinci bertahan hidup hingga akhir penelitian.

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah :

1. Kelinci mati sebelum akhir penelitian.

3.6 JUMLAH SAMPEL

Besar sampel (n) pada penelitian ini menggunakan pendekatan rumus Federer,

sebagai berikut :

T (n-1) ≥ 15

= 3 (n-1) ≥15

= 3n ≥ 18

n = 6

Keterangan:

T = Jumlah perlakuan = 3

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 54: SP-David Hutagaol.pdf

38

UNIVERSITAS INDONESIA

Kemudian dengan adanya kemungkinan kelinci yang sakit dan mati selama

penelitian, diperkirakan besarnya 10% maka besar sampel dengan koreksi drop

out adalah :

Ndo = n/ (1-do)

= 6/ (1- 0,1)

= 6,66 ≈ 7

Sehingga berdasarkan perhitungan tersebut, karena dalam penelitian ini terdiri

dari 3 perlakukan ( kelompok iskemik saja, ischemic preconditioning, dan +

hipotermi pada suhu 28°C ) maka jumlah minimal N sampel adalah 21 binatang

percobaan.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 55: SP-David Hutagaol.pdf

39

UNIVERSITAS INDONESIA

3.7 METODOLOGI DAN ALUR PENELITIAN

Keterangan Alur Penelitian

Hewan coba yang dipilih berusia 5 bulan, dengan berat badan 2 kg sampai 2,5 kg.

Secara umum hewan diamati apakah ada gejala anoreksia, saliva berlebihan,

sekret mata dan sekret nasal mukopurulen. Setelah didapatkan 18 ekor kelinci

21 ekor kelinci NZW Adaptasi 1 minggu

Random alokasi

KK Hipotermi

Ligasi

arteri

illiaca

communis

Biopsi jaringan paru

Blok parafin

Penentuan derajat kerusakan jaringan sel paru

Pewarnaan HE

Ischemic Preconditioning

Reperfusi 8 jam

Ligasi arteri

iliaca communis

dan pulse

oxymetri

bersamaan

dengan

hipotermia 4

jam

Ligasi arteri

iliaca

communis, di

pastikan dengan

pengukuran

pulse oxymetri

Hewan coba dieuthanasia

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 56: SP-David Hutagaol.pdf

40

UNIVERSITAS INDONESIA

NZW yang ditetapkan sebagai sampel penelitian, maka ke 18 sampel

diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu. Selama dalam pemeliharaan

kelinci diberi makan dan minum secara ad libitum. Untuk menghindari bias

terhadap berat badan maka dilakukan penimbangan kelinci NZW sebelum

mendapat perlakuan.

Kelinci dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol (KK) yang

dilakukan iskemia tanpa diikuti perlakuan hipotermi, dan ischemic

preconditioning kemudian dilakukan reperfusi kembali. Kelompok kelinci

perlakuan 1 (KP1) yang dilakukan iskemia dan diikuti perlakuan hipotermia

kemudian dilakukan reperfusi kembali, dan kelompok kelinci perlakuan 2 (KP2)

yang didahului dengan ischemic preconditioning kemudian dilanjutkan dengan

melakukan iskemia, dan akhirnya dilakukan reperfusi kembali. Seluruh kelinci

akan dilakukan euthanasia pada 8 jam pasca reperfusi dan diambil jaringan

parunya untuk di lakukan pemeriksaan histopatologi.

KK (Kelompok control)

Kelinci NZW yang dilakukan ligasi arteri femoralis selama 4 jam,

kemudian direperfusi kembali selama 8 jam tanpa didahului dengan

perlakuan ischemic preconditioning ataupun hipotermia.

KP1 (Kelompok perlakuan 1)

Kelinci NZW yang dilakukan ligasi arteri iliaca communis dan diikuti

dengan hipotermi pada suhu 28°C selama 4 jam, kemudian dilakukan

reperfusi kembali selama 8 jam.

KP2 (Kelompok perlakuan 2)

Kelinci NZW yang dilakukan ischemic preconditioning dengan siklus 3

x 5 menit, dilanjutkan ligasi arteri iliaca communis selama 4 jam,

kemudian direperfusi kembali selama 8 jam.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 57: SP-David Hutagaol.pdf

41

UNIVERSITAS INDONESIA

3.8 ALAT dan BAHAN PENELITIAN

Model KK dan KP pada percobaan iskemia tungkai akut :

1. Kelinci dibius dengan ketamin dosis 15-20mg/kgBB, diinjeksikan intra

muskular ditambah dengan diazepam 0,5mg/kgBB, setelah 1 jam efek

sedasinya dapat dipertahankan dengan ketamin 10mg/kgBB intramuskular.

2. Lokasi tungkai kanan atas tempat insisi dibersihkan dari bulu-bulu dan

dilakukan desinfeksi dengan povidon iodin dan alkohol 70%.

3. Insisi kulit dilakukan secara longitudinal pada pertengahan paha mulai dari

setinggi ligamentum inguinale sampai sebelum proksimal genu.

4. Dibebaskan jaringan sekitar arteri iliaca communis dan cabang-cabangnya, lalu

diligasi.

5. Luka insisi kulit dijahit dengan benang silk 3/0 secara jelujur.

6. Dilakukan penutupan luka dengan kasa tipis dan diplester.

7. Pada tungkai hewan coba yang dilakukan hipotermi dipasang cooling pad

mengelilingi tungkai, dipantau dengan termometer dan dipertahankan pada

suhu yang diinginkan.

8. Pada hewan coba yang di lakukan perlakuan iskemik preconditioning, pada

arteri femoralis sebelum di ligasi selama 4 jam, di lakukan iskemik

preconditioning dengan siklus 3 x 5 menit.

8. Dilakukan biopsi jaringan paru stelah reperfusi selama 8 jam, lalu disimpan

dengan formalin 10%.

9. Jaringan paru dibuat blok parafin.

10. Sediaan dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin eosin.

11. Penghitungan jumlah sel otot yang nekrosis dengan melihat menggunakan

mikroskop cahaya pembesaran 100X pada 5 lapangan pandang, dilihat :

Perubahan edema pada dinding alveoli

Hemoragik

Kongestif dari dinding vaskuler

Infiltrasi leukosit PMN

Hyalin membran di intra sel

Masing-masing kategori akan di nilai (0 – 3; normal - severe), lalau

semua kategori jumlahkan dan derajat kerusakan di bagi 0 – 3 ( normal ),

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 58: SP-David Hutagaol.pdf

42

UNIVERSITAS INDONESIA

4–7 (mild injury), 8 – 11 ( moderate injury, 12 – 15 ( severe injury).

Pengukuran dilakukan oleh ahli Patologi Anatomi dan peneliti.

3.9 ANALISA STATISTIK

1. Data yang terkumpul akan di-edit, di-koding dan di-entry ke dalam file

komputer.

2. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan software SPSS

16 sebagai berikut :

- Pertama dilakukan analisis deskriptif dengan menghitung ukuran

kecenderungan sentral (mean dan median) serta sebaran data (SD) variabel

menurut kelompok perlakuan.

- Dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk dan homogenitas

distribusi data.

- Data kerusakan sel paru pada tiap kelompok, yang memenuhi syarat uji T-

test yaitu sebaran data normal dan varian data sama. Kemudian uji

hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji T-test.32

3.10 ETIKA PENELITIAN

Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang coba pada penelitian ini

mengikuti animal ethics. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan etik antara

lain perawatan dalam kandang, pemberian makan minum (ad libitum), aliran

udara dalam ruang kandang, perlakuan saat penelitian, menghilangkan rasa sakit,

pengambilan unit analisis penelitian, dan pemusnahannya.

Penelitian ini adalah penelitian experimental cohort study yang berjudul

―peran ischemic preconditioning dan hipotermia terhadap efek reperfusi injury

akibat iskemik tungkai bawah pada jaringan paru kelinci yang telah mendapatkan

persetujuan komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia nomor : 842/UN2.F1/ETIK/2014

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 59: SP-David Hutagaol.pdf

43

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 MODEL HEWAN COBA

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan didahului pembuatan

model hewan coba kelinci. Semua hewan coba sebanyak 18 ekor kelinci NZW

diberikan perlakuan dengan membuat iskemi pada tungkai. Sebelum kelinci

dilakukan ligasi, kelinci dibius dengan pemberian injeksi ketamine intra muskular

dengan dosis 10mg/kgBB, onset tercapai 5-10 menit. Setelah efek obat bekerja,

kaki kanan kelinci dicukur pada daerah inguinal, dilakukan drapping dan

dilanjutkan anastesi local dengan infiltrasi lidocain, incisi dibawah garis inguinal,

identifikasi arteri femoralis, diteugel dengan benang silk 2.0 lalu disusuri ke arah

proksimal sampai arteri iliaca communis lalu dilakukan ligasi dengan benang silk

3.0.

Sebagai kelompok kontrol sebanyak 6 ekor hewan coba diberikan perlakuan

iskemi sajadengan meligasi a. Illiaca communis kiri selama 4 jam, kemudian

ligasi di lepas dan di reperfusi selama 8 jam. Setelah 8 jam, hewan coba di

euthanasia dengan menggunakan pentobarbital sodium(100 mg/kgBB) kemudian

di lanjutkan dengan insisi thorakotomi lateral kiri, hilus kiri di ligasi, di lanjutkan

pengambilan seluruh jaringan paru kiri utntuk di lakukan pemeriksaan

histopatologisnya. Untuk kelompok perlakuan II, selain perlakuan ligasi a. Iiliaca

communis kiri, juga di berikan perlakuan hipotermi tungkai hewan coba yang

iskemik didinginkan dengan bantuan cooling pad yang dialiri air dingin pada suhu

yang diinginkan dan suhu dipertahankan dengan memonitor memakai termometer

air raksa pada tungkai dan air pendingin. Pemakaian termometer digital tidak

digunakan disini karena dalam aplikasi memerlukan waktu 1 menit untuk

mengukur sehingga angka suhu pada alat muncul, dan tidak bisa digunakan

mengukur pada suhu < 34°C.Setelah ligasi selama 4 jam, ligasi di lepas dan di

lanjutkan dengan reperfusi selama 8 jam. Jaringan paru kemudian di ambil dan di

periksa kelainan histopatologis nya.Kelompok perlakuan III, sebelum ligasi a.

illiaca communis, di berikan perlakuan iskemik prekondisi dengan siklus 3 x5

43 Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 60: SP-David Hutagaol.pdf

44

UNIVERSITAS INDONESIA

menit lalu di lanjutkan dengan perlakuan iskemik selama 4 jam dan reperfusi

selama 8 jam baru kemudian jaringan paru di ambil untuk pemeriksaan

histopatologik.

Jaringan paru dimasukkan ke dalam tabung yang berisi formalin 10% yang

berguna untuk memfiksasi jaringan, selanjutnya dikirim ke laboratorium Patologi

Anatomi untuk dilakukan pembuatan preparat dengan pewarnaan hematoksilin

eosin. Masing-masing preparat diamati dengan mikroskop pembesaran 100X dan

dinilai skor kerusakan jaringan paru sebanyak 5 lapangan pandang. Masing-

masing lapangan pandang di jumlahkan keseluruhan kriteria kemudian di

reratakan untuk tiap kelompok.

Gambar 4.1 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan sel Paru

kelompok kontrol

Pada kelompok kontrol didapatkan rerata skor kerusakan sel paru adalah severe

injury. (table 4.1). Gambar 4.2 merupakan salah satu contoh gambaran

mikroskopik kelompok control. Dari gambaran mikroskopik di dapatkan

penebalan dinding alveoli yang lebih dari 4 x (Skor 3), hemoragik lebih dari 76%

/ lapangan pandang (Skor 3), kongestif dinding pembuluh darah lebih dari

76%(Skor 3), infiltrasi kelompok leukosit PMN lebih dari 10 per lapangan

pandang (Skor 3), serta ditemukannya 10 - 20 hyaline membrane (Skor 2) dengan

total skor adalah 14 (severe injury).

Penebalan dinding

alveoli > 4x (Skor 3)

Hemoragik pada 76 %

lapangan pandang

(Skor 3)

Kongestif dinding

pembuluh darah > 76%

( Skor 3)

Infiltrasi Leukosit PMN

lebih dari 10 /lapangan

pandang ( Skor 3)

Ditemukan 10-20

hyaline membrane

( Skor 3)

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 61: SP-David Hutagaol.pdf

45

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.2 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan

sel Paru Kelompok Perlakuan Hipotermi

Pada kelompok Hipotermi didapatkan rerata skor kerusakan sel paru adalah

moderate injury. (table 4.1). Gambar 4.2 merupakan salah satu contoh gambaran

mikroskopik kelompok hipotermi. Dari gambaran mikroskopik di dapatkan

penebalan dinding alveoli 3 - 4 x normal (skor 2), hemoragik 51 - 76% per

lapangan pandang (skor 2), kongestif dinding pembuluh darah 51 – 76 % (skor 2),

infiltrasi kelompok leukosit PMN lebih dari 10 per lapangan pandang (skor 3),

serta ditemukannya 1 - 10 hyaline membrane (skor 1) dengan total skor adalah 10

(moderate injury)

Penebalan dinding

alveoli 3-4 x (Skor 2)

Hemoragik pada 50-76

% lapangan pandang

(Skor 2)

Kongestif dinding

pembuluh darah 51- 76

% ( Skor 2)

Infiltrasi Leukosit PMN

lebih dari 10 /lapangan

pandang (Skor 3)

Ditemukan adanya 1- 10

hyalin membran ( Skor 1)

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 62: SP-David Hutagaol.pdf

46

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.3 Gambaran Mikroskopik Kerusakan Jaringan

sel Paru Kelompok Perlakuan IPC

Pada kelompok Hipotermi didapatkan rerata skor kerusakan sel paru adalah mild

injury. (table 4.1). Gambar 4.3 merupakan salah satu contoh gambaran

mikroskopik kelompok IPC. Dari gambaran mikroskopik di dapatkan penebalan

dinding alveoli 1 - 2 x normal (skor 1), hemoragik 26 – 50 % per lapangan

pandang (skor 1), kongestif dinding pembuluh darah 26 - 50% (skor 1), infiltrasi

kelompok leukosit PMN lebih 1-5 per lapangan pandang (skor 1), serta

ditemukannya 1 - 10 hyaline membrane (skor 1) dengan total skor adalah 5 (mild

injury)

Tabel 4.1. Hasil deskriptif data derajat kerusakan paru Hewan Coba

meliputi Mean, Median, Maksimum dan Minimum.

Kelinci Hasil

Skor Kerusakan

Sel Paru

kelompok kontrol

Mean 12.03

Minimum 9.40

Maximum 13.40

8.03

5.60

12.80

4.80

1.40

kelompok perlakuan hipotermi

kelompok perlakuan IPC

Mean

Minimum

Maximum

Mean

Minimum

Maximum 8.20

Penebalan dinding

alveoli 1-2 x (Skor 1)

Hemoragik pada 26-

50 % lapangan

pandang (Skor 1)

Kongestif dinding

pembuluh darah 26-

50 % ( Skor 1)

Infiltrasi Leukosit PMN

lebih dari 1 – 5 /lapangan

pandang ( Skor 1)

Ditemukan adanya 1- 10

hyalin membran ( Skor 1)

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 63: SP-David Hutagaol.pdf

47

UNIVERSITAS INDONESIA

Rerata derajat kerusakan paru pada kelompok kontrol adalah severe injury ( rerata

Skor kerusakan paru 12,03), pada kelompok perlakuan hipotermi adalah moderate

injury( rerata Skor kerusakan paru 8,03) dan kelompok perlakuan IPC adalah

mild injury ( rerata Skor kerusakan paru 4,83)

Data Skor kerusakan paru pada masing-masing kelompok dilakukan uji

normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Analisa statistik uji normalitas

menunjukkan bahwa distribusi data normal (p kelompok control : 0,856 ; p

kelompok perlakuan hipotermi : 0,821 ; p kelompok perlakuan IPC :0,922. Nilai p

bermakna bila > 0,05)

Uji hipotesa perbandingan skor kerusakan sel paru mengunakan analisa statistik t-

Test (Weisstein, 2008).

4.2 ANALISA PERBANDINGAN KERUSAKAN SEL PARU ANTARA

KELOMPOK KONTROL DAN KELOMPOK PERLAKUAN

Tabel 4.2 Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol dengan

Kelompok Perlakuan Hipotermi

Kelinci

Skor Kerusakan Paru

n Mean SD p – value

Kelompok Kontrol 6 12,0333 1,43341

0,015 Kelompok Perlakuan Hipotermi 6 8,0333 3.03161

Analisa statistik perbandingan skor kerusakan sel paru antara Kelompok Kontrol

dengan Kelompok Perlakuan Hipotermi menunjukkan hasil perbedaan yang

bermakana dengan nilai p + 0,015, nilai p signifikan jika p < 0.05.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 64: SP-David Hutagaol.pdf

48

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 4.3 Perbandingan Skor Kerusakan Paru Kelompok Kontrol dengan

Kelompok Perlakuan IPC

Kelinci

Skor Kerusakan Paru

n Mean SD p - value

Kelompok Kontrol 6 12,0333 1,43341

0.000 Kelompok Perlakuan IPC 6 4,8000 2.61075

Analisa statistik perbandingan skor kerusakan sel paru antara Kelompok Kontrol

dengan Kelompok Perlakuan IPC menunjukkan hasil perbedaan yang bermakana

dengan nilai p =0,000. Nilai p signifikan jika p < 0.05.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 65: SP-David Hutagaol.pdf

49

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 5

PEMBAHASAN

Tindakan yang mengakibatkan terjadinya cedera reperfusi akan mengakibatkan

terjadinya cedera pada organ lokal maupun remote organ yang berujung dengan

SIRS hingga ARDS. 27

Penelitian ini menunjukkan bahwa iskemik tungkai bawah

apabila dilakukan reperfusi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ

remote terutama paru. Penelitian ini juga menunjukan bahwa tindakan Hipotermi

pada tungkai yang mengalami iskemik dan pemberian tindakan IPC mengurangi

terjadinya derajat kerusakan pada sel paru.

Penggunaan teknik hipotermi sebagai agen protektif telah menjadi topik yang

ramai di minati.65,66

. Saat ini, deep hypothermia banyak dipakai untuk mencegah

kerusakan akibat hipoksia pada ilmu kedokteran darurat dan preservasi organ. 67

European Resuscitation Council Guidelines menyebutkan bahwa hipotermi

merupakan rekomendasi standart setelah resusitasi jantung paru.68

Derajat

hipotermi mild hingga moderate (35–28◦C) efektif untuk mencegah kerusakan

jaringan, proteksi sel dan tingkat survival tetapi mekanisme seluler yang

meregulasi hipotermi masih belum jelas.69,70

Reactive oxygen and nitrogen species

(RONS) masih dipikirkan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan sebagai

akibat dari hipoksia. ROS akan di lepaskan dari mitochondria. Hipotermi juga

meningkatkan konsentrasi ATP, kreatinin phosphate, β-NAD+ dan total adenine

nucleotides (ATP + ADP + AMP) ketika dilakukan mengalami reperfusi yang

berimplikasi dalam bentuk preservasi yang lebih baik dari energi metabolisme

sel.71

Saat ini sudah 20 tahun dari sejak pertama kali di perkenalkannya fenomena IPC

untuk melindungi iskemik jatung.7 Sejumlah neuro endokrin dan paracrine di

lepaskan sebagai penyebab terjadinya efek IPC, namun end-effector IPC klasik

masih di perdebatkan, tetapi Downey dan Cohen telah menyampaikan bahwa

aktivasi cell surface receptors akibat dari perubahan G protein menjadi

phospholipase-C dan pembentukan diacylglycerol mengaktivasi protein kinase C

(PKC).28

49 Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 66: SP-David Hutagaol.pdf

50

UNIVERSITAS INDONESIA

Pada penelitian ini digunakan hewan coba kelinci New Zealand White sebanyak

18 ekor yang terbagi dalam 3 kelompok, Hewan coba yang dipilih berusia 5 bulan,

dengan berat badan 2 kg sampai 2,5 kg. Secara umum hewan diamati apakah ada

gejala anoreksia, saliva berlebihan, sekret mata dan sekret nasal mukopurulen.

Setelah didapatkan 18 ekor kelinci NZW yang ditetapkan sebagai sampel

penelitian, maka ke 18 sampel diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu.

Selama dalam pemeliharaan kelinci diberi makan dan minum secara ad libitum.

Untuk menghindari bias terhadap berat badan maka dilakukan penimbangan

kelinci NZW sebelum mendapat perlakuan. Semua hewan coba diberikan

perlakuan iskemi pada tungkai dengan melakukan ligasi pada arteri iliaca

communis, setelah ligasi dilakukan pemeriksaan perfusi jaringan dengan

menggunakan alat Pulse Oximeter yang telah dinyatakan kebenarannya untuk

menilai perfusi jaringan yang digunakan mengkonfirmasi keberhasilan ligasi.45

Untuk kelompok kontrol, setelah kelinci diperlakukan iskemi pada tungkai,

selama perlakuan kelinci dibius dengan menggunakan ketamin yang

dipertahankan sampai perlakuan iskemik selesai, dan ligasi a. Illiaca communis di

lepas ( 4 jam ), demikian juga perlakuan yang sama diberikan terhadap kelinci

kelompok perlakuan yang diberikan hipotermi dan IPC. Hal ini berguna untuk

menghindari adanya perbedaan perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan.

Pada kelompok perlakuan hipotermi, tungkai kiri di berikan perlakuan hipotermi

28oC. Untuk mempertahankan suhu yang diharapakan saat penelitian, peneliti

menggunakan air yang sudah didinginkan dengan es yang ditampung dalam bak

ukuran 100L, air ini dialirkan ke cooling pad dengan bantuan water pump yang

disambungkan dengan selang pengirim air dingin dan selang pengembalian

sehingga membentuk sirkuit. Sirkuit ini sebelum digunakan dihitung gradient

suhu antara suhu di cooling pad dengan suhu air di bak penampung dengan

menggunakan termometer air raksa, dan terdapat perbedaan suhu di cooling pad

lebih tinggi 6-7°C. Secara berkala suhu di cooling pad dan di bak penampung ini

diukur saat penelitian berjalan, sehingga peneliti dapat mempertahankan suhu

yang dikehendaki di cooling pad. Hal ini telah di kerjakan sesuai dengan

penelitian sebelumnya.65

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 67: SP-David Hutagaol.pdf

51

UNIVERSITAS INDONESIA

Untuk kelompok perlakuan IPC, a. Illiaca communis kiri kelinci di berikan

perlakuan IPC 3x5 siklus sebelum di berikan perlakuan iskemik selama 4 jam.

Setelah itu seluruh seluruh hewan coba di berikan reperfusi selama 8 jam.

Francischetti dkk menyimpulkann bahwa Leukosit adalah jenis sel darah yang

paling banyak terlibat dalam respon inflamasi, walapun trombosit dan eritrosit

juga turut berperan. Leukosit terdiri dari neutrophils (40% -75%), lymphocytes

(20% -50%),monocytes (2% -10%), eosinophils (1% -6%) and basophils(<1%).

Dari semua ini neutrofil merupakan yang paling penting dalam patogenesis

inflamasi. Neutrophils merupakan predominant cell dalam 6 jam pertama hingga

24 jam proses inflamasi akut dan dapat bertahan dalam 7 hingga 10 jam di

sirkulasi dan akan mengalami apoptosis dalam 24 jam.59

Hasil pemeriksaan histopatologi pada kelompok kontrol, didapatkan rerata derajat

kerusakan sel paru adalah severe injury (rerata skor kerusakan sel paru : 12,033).

Hasil ini menunjukkan terdapatnya hubungan antara kerusakan jaringan paru

sebagai akibat dari efek iskemia reperfusi tungkai bawah akut. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang di lakukan oleh Ming-Chang dkk, yang melakukan

penelitian kerusakan jaringan paru sebagai akibat dari iskemia reperfusi tungkai

bawaah akut.4 Hal yang senada juga di ungkapkan oleh penelitian yang di lakukan

oleh Mansour Z, dkk.1

Untuk kelompok perlakuan hipotermi, didapatkan rerata derajat kerusakan sel

paru adalah moderate injury (rerata skor kerusakan paru : 8,0333). Terdapat

perbedaan derajat kerusakan sel paru yang bermakna antara kelompok hipotermi

dengan kelompok kontrol (p = 0.015). Ini membuktikan bahwa hipotermi

memiliki efek protektif kepada jaringan paru terhadap efek iskemia reperfusi

tungkai bawah akut secara histopatologis. Santora dkk, yang melakukan penelitian

efek lokal hipotermi di usus terhadap efek reperfusi di paru menunjukkan hal yang

sama. 18

Pada penelitian ini masih terdapat kekurangan yaitu perlunya di lakukan

penelitian lebih lanjut untuk menilai pada suhu berapa dan lamanya waktu

pemberian yang paling tepat untuk memberikan efek protektif yang terbaik

terhadap efek iskemia reperfusi tungkai bawah akut.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 68: SP-David Hutagaol.pdf

52

UNIVERSITAS INDONESIA

Pada kelompok perlakuan IPC didapatkan derajat kerusakan paru mild injury

(skor kerusakan paru : 4,8000). Terdapat perbedaan derajat kerusakan sel paru

yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan IPC (p =

0.000). telah banyak penelitian yang membuktikan efek dari ischemic

preconditioning terhadap cedera iskemia reperfusi baik secara lokal maupun

sitemik. Tapuria dkk , dalam tulisannya berjudul ”research review remote

ischemic preconditioning: a novel protective method from ischemia reperfusion

injury—a review” menyimpulkan bahwa IPC memiliki efek protektif terhadap

organ – organ jauh.64

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 69: SP-David Hutagaol.pdf

53

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian derajat kerusakan organ remote (paru) akibat

reperfusi injury yang di berikan perlakuan hipotermi dan perlakuan IPC dapat

disimpulkan :

1. Terdapat kerusakan organ remote (paru) secara histopatologi sebagai efek

reperfusi injuri yang di akibatkan oleh iskemik tungkai bawah pada hewan

coba kelinci.

2. Derajat kerusakan organ remote (paru) secara histopatologi sebagai efek

reperfusi injuri yang di akibatkan oleh iskemik tungkai bawah dapat di

kurangi secara bermakna dengan pemberian perlakuan hipotermi.

3. Derajat kerusakan organ remote (paru) secara histopatologi sebagai efek

reperfusi injuri yang di akibat oleh iskemik tungkai bawah dapat di kurangi

secara bermakna dengan pemberian perlakuan IPC

6.2. Saran

1. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk pemeriksaan penyebab utama

terjadinya kerusakan organ remote, baik secara seluler maupun biomolekuler.

2. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk pemakaian teknik Hipotermi dan IPC

secara bersamaan.

53 Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 70: SP-David Hutagaol.pdf

54

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

1. Z. Mansour, A. L. Charles et al, Remote Effects of Lower Limb Ischemia-

Reperfusion: Impaired Lung, Unchanged Liver, and Stimulated Kidney Oxidative

Capacities, BioMed Research International, Volume 2014, Article ID 392390

2. L. Norgren, W. R. Hiatt, K. Bell et al., ―Inter-society consensus for the

management of peripheral arterial disease (TASC II),‖ European Journal of

Vascular and Endovascular Surgery, vol. 33, no. 1, supplement, pp. S1–S75,

2007.

3. Ouriel K. Acute Arterial Occlusion In: Libby P BR, Mann DL, Zipes DP ed.

Braunwald’s Heart Disease: A textbook of cardiovascular medicine. Philadelphia:

Saunders Elsivier; 2007:669

4. Ming-Chang K., Woan-Ching J, Pei-Shan T, et al, Magnesium Sulfate Mitigates

Lung Injury Induced by Bilateral Lower Limb Ischemia-Reperfusion in Rats,

Journal of Surgical Research, 2011, 171, e97–e106

5. Rachmat J. Ischemic preconditioning reduces apoptosis in open heart surgery,

Asian Cardiovascular and Thoracic Annals March 2014 vol. 22 no. 3 276-283

6. Sukardi R. Peran Kurkumin sebagai penghambat stress oksidatif akibat cedera

iskemia reperfusi pada pasien tetralogi fallot yang menjalani operasi koreksi

(disertasi).Universitas Indonesia ; 2014

7. Shammas NW. Epidemiology, classification, and modifiable risk factors of

peripheral arterial disease In: Vascular Health and Risk Management 2007:3(2)

229–234

8. Armstrong PA, Bandyk DF. Arterial Physiologic Assessment In: Cronenwett JL,

Johnston KW, Cambria R, et al. Rutherford’s vascular surgery. Philadelphia:

Saunders Elsivier; 2010:247

9. Frink M, Floh´e S, at. al. The Impact of Hypothermia on Molecular mechanism

following major challenge. Germany; 2012:2-13

10. C. Adembri, E. Kastamoniti, I. Bertolozzi et al., ―Pulmonary injury follows

systemic inflammatory reaction in infrarenal aortic surgery,‖ Critical Care

Medicine, vol. 32, no. 5, pp. 1170 – 1177, 2004.

11. F. G. R. Fowkes, C. L. C. Anandan, A. J. Lee et al., ―Reduced lung function in

patients with abdominal aortic aneurysm is associated with activation of

inflammation and hemostasis, not smoking or cardiovascular disease,‖ Journal of

Vascular Surgery, vol. 43, no. 3, pp. 474–480, 2006.

12. M. M. I. Yassin, D. W. Harkin, A. A. B. Barros D’Sa, M. I. Halliday, and B. J.

Rowlands, ―Lower limb ischemia-reperfusion injury triggers a systemic

inflammatory response and multiple organ dysfunction,‖ World Journal of

Surgery, vol. 26, no. 1, pp. 115–121, 2002.

13. D. Gadaleta, G. A. Fantini, M. F. Silane, and J. M. Davis, ―Leukotriene generation

and pulmonary dysfunction following aortic cross clamp in humans,‖ Annals of

the New York Academy of Sciences, vol. 723, pp. 470–472, 1994.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 71: SP-David Hutagaol.pdf

55

UNIVERSITAS INDONESIA

14. G. A. Fantini and M. S. Conte, ―Pulmonary failure following lower torso

ischemia: clinical evidence for a remote effect of reperfusion injury,‖ The

American Surgeon, vol. 61, no. 4, pp.

316–319, 1995.

15. J. M. Klausner, H. Anner, I. S. Paterson et al., ―Lower torso ischemia-induced

lung injury is leukocyte dependent,‖ Annals of Surgery, vol. 208, no. 6, pp. 761–

767, 1988.

16. E. Gyurkovics, P. Aranyi, R. Stangl et al., ―Postconditioning of the lower limb-

protection against the reperfusion syndrome,‖ Journal of Surgical Research, vol.

169, no. 1, pp. 139–147, 2011.

17. Blaisdell FW. The pathophysiology of skeletal muscle ischemia and the

reperfusion syndrome. Cardiovascular Surgery. 2002; Vol. 10; No. 6; pp. 620–

630.

18. Santora R J et all. Therapeutic distant organ effects of regional hypothermia

during mesenteric ischemia-reperfusion injury. Journal of Vascular Surgery. 2010

19. Frink M, Floh´e S, at. al. The Impact of Hypothermia on Molecular mechanism

following major challenge. Germany; 2012:2-13

20. Blair E. Clinical hypothermia. Baltimore: McGraw-Hill;1964:21-25

21. Xu L, Yenari MA, Steinberg GK, Giffard RG. Mild Hypothermia Reduces

Apoptosis of Mouse Neurons InVitro Early in the Cascade. Lippincott Williams &

Wilkins, Inc. Philadelphia; 2002; 22:21–28

22. Hananto A. Alternatif baru mekanisme kematian sel pada iskemia tungkai

akut:peran endotelin-1 dalam regulasi terhadap monocyte chemoattractant protein

induced protein, beclin-1, dan caspase [desertasi]. Universitas Indonesia; 2013.

23. TASC Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, et al. Inter-Society Consensus for

the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). Eur J Vasc Endovasc

Surg. 2007;33S1-S75.

24. Creager MA, Kaufman JA, Conte MS. Acute Limb Ischemia. N Engl J Med

2012;366:2198-206.

25. Belch J, Stansby G, Shearman C, Brittenden J, at al. Peripheral Arterial Disease:

A Cardiovascular Time Bomb. Br J Diabetes Vase Dis. 2007;7(5):236-239.

26. Hirsch AT, Haskal J, Hertzer NR. Guidelines for the Management of Patients

With Peripheral Arterial Disease (Lower Extremity, Renal, Mesenteric, and

Abdominal Aortic). JACC; 2006; 0735-1097/06.

27. Meier GH. Management of Acute Lower Extremity Ischemia In: Bosiers M,

Schneider PA, ed. Critical Limb Ischemia. New York; 2009; 209-228

28. Hammersen F. The ultrastructure of microvessels and their contents following

ischemia on reperfusion. Prog Appl Microcirc, 1989, 13, 1–26.

29. Becker M. Menger MD, Lehr HA. Heparin released superoxide dismutase inhibits

postischemic leukocyte adhesion to venular endothelium. Am J Physiol, 1994,

267, H925–30.

30. Lorensen E, Ascer A. Ischemia and reperfusion injury of skeletal muscle. In

Tissue Injury and Organ Function: Ischemia/Reperfusion Injury, ed. T. Kamada.

Elsevier, New York 1996.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 72: SP-David Hutagaol.pdf

56

UNIVERSITAS INDONESIA

31. Blaisdell FW, Steele M, Allen RE. Management of acute lower extremity arterial

ischemia due to embolism and thrombosis. Surgery, 1978, 84, 822–834.

32. Hayes G, Liauw S, Romaschin AD, Walker PM. Separation of reperfusion injury

from ischemia-induced necrosis. Surg Forum, 1988, 39, 306–308.

33. Steinau HU. Major Limb Replantation and Postischemia Syndrome: Investigation

of Acute Ischemia-induced Myopathy and Reperfusion Injury. New York:

Springer Verlag, 1988, pp 9-22,23, 26, 33.

34. Messina LM, Faulkner J A. The skeletal muscle In: Clinical Ischemic Syndromes,

ed. G. B. Zelenock. CV Mosby Co, Philadelphia 1990, pp. 457–481Chap 24.

35. Hickey MJ, Hurley JV, Angel MF. et al. The response of the rabbit rectus femoris

muscle to ischemia and reperfusion. J Surg Res, 1992, 53, 369–377.

36. Matute-Bello G et all. An Official American Thoracic Society Workshop Report:

Features and Measurements of Experimental Acute Lung Injury in Animals.

American Thoracic Society Documents, 2010

37. Kamaruzaman N A et all. The Rabbit as a Model for Studying Lung Disease and

Stem Cell Therapy. BioMed Research International 2013,

38. Kurose I, Anderson DC, Miyasaka M. Molecular determinants of reperfusion-

induced leukocyte adhesion and vascular protein leakage. Circ Res, 1994, 74,

336–343.

39. Labbe R, Lindsay T, Walker P M. The extent and distribution of skeletal muscle

necrosis after graded periods of complete ischemia. J Vasc Surg, 1987, 6, 152–

157.

40. Petrasek PF, Homer V S, Walker PM. Determinants of ischemic injury to skeletal

muscle. J Vasc Surg, 1994, 19, 623–631.

41. Blaisdell FW, Steele M, Allen RE. Management of acute lower extremity arterial

ischemia due to embolism and thrombosis. Surgery, 1978, 84, 822–834.

42. Cafferata HT, Robinson AJ, Blaisdell FW. Coagulation changes in regional

ischemia. Surg Forum, 1968, 19(31), 1–26.

43. Cafferata HT, Aggeler PM, Robinson AF, et al. Intravascular coagulation in the

surgical patient: its significance and diagnosis. Am J Surg, 1969, 118, 281–291.

44. Kroemer G, Galluzzi L, Vandenabeele P, et al. Classification of cell death:

recommendations of the Nomenclature Committee on Cell Death 2009. Cell

Death Differ 2009;16:3-11.

45. Majno G, Joris I. Apoptosis, oncosis, and necrosis: an overview of cell death. Am

J Pathol 1995;146:3-15

46. Kroemer G, Jaattela M. Lysosomes and autophagy in cell death control. Nat Rev

Cancer 2005;5:886-97.

47. Zong WX, Thompson CB. Necrotic death as a cell fate. Genes Dev 2006;20:1-15.

48. Sexton WL, Korthuis RJ, Laughlin MH. Ischemia reperfusion injury in isolated

rat hindquarters. J Appl Physiol, 1990, 68, 387–392.

49. Sheridan C, Martin SJ. Commitment in apoptosis: slightly dead but mostly alive.

Trends Cell Biol 2008;18:353-7.

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 73: SP-David Hutagaol.pdf

57

UNIVERSITAS INDONESIA

50. Fioretto J et all. Effects of Inhaled Nitric Oxide on Oxidative Stress and

Histopathological and Inflammatory Lung Injury in a Saline-Lavaged Rabbit

Model of Acute Lung Injury. respiratory care february 2012 ; vol 57

51. Watanabe E, Muenzer JT, Hawkins WG, et al. Sepsis induces extensive

autophagic vacuolization in hepatocytes: a clinical and laboratory-based study.

Lab Invest 2009;89:549-61.

52. Levine B, Yuan J. Autophagy in cell death: an innocent convict? J Clin Invest

2005;115:2679-88.

53. Amaravadi RK, Thompson CB. The roles of therapy-induced autophagy and

necrosis in cancer treatment. Clin Cancer Res 2007;13:7271-9.

54. Malhi H, Gores GJ, Lemasters JJ. Apoptosis and necrosis in the liver: a tale of

two deaths? Hepatology 2006;43:S31-44.

55. Cellular adaptation, cell injury, and cell death. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N.

Robbins & Cotran pathologic basis of disease. Philadelphia: Saunders, 2005:4-46.

56. Conus S, Simon HU. Cathepsins: key modulators of cell death and inflammatory

responses. Biochem Pharmacol 2008;76:1374-82.

57. Kirklin JK., Hanley FL, at al. Morphology, diagnostic criteria, natural history,

techniques,results, and indications in: Cardiac Surgery. Philadelphia: Saunders

Elsivier; 2013: PA 19103-2899.

58. Tanaka T, Wakamatsu T, Daijo H, at al. Persisting mild hypothermia suppresses

hypoxia inducible factor-1 proteinsynthesis and hypoxia inducible factor-1-

mediated gene expression. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol : 2010;

R661–R671.

59. Francischetti I et all. Leukocytes and the inflammatory response in ischemia-

reperfusion injury. Rev Bras Cir Cardiovasc 2010; 25(4): 575-584

60. Rocca G D et all. Severe reperfusion lung injury after double lung transplantation.

Critical Care 2002, 6:240-244

61. Rodríguez N S et all. Assessment of Ischemia–Reperfusion Injury and Early

Acute Rejection in Experimental Lung Transplantation After Prolonged Ischemia.

Arch Bronconeumol. 2007;43(7):373-7

62. Junior N E et all. Local and remote ischemic preconditioning protect against

intestinal ischemic/reperfusion injury after supraceliac aortic clamping. clinics

2013;68(12):1548-1554

63. Walsh S R et all. Remote ischemic preconditioning in major vascular surgery. J

Vasc Surg 2009;49:240-3.

64. Tapuria N et all. Remote Ischemic Preconditioning: A Novel Protective Method

From Ischemia Reperfusion Injury—A Review. Journal of surgical research:

december 2008; vol. 150, no. 2.

65. Shodiq A. Peran hipotermia terhadap progresivitas kerusakan sel otot tungkai

kelinci sebelum, selama dan sesudah golden periode pada iskemia tungkai akut

(Tesis). Universitas Indonesia ; 2014

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014

Page 74: SP-David Hutagaol.pdf

58

UNIVERSITAS INDONESIA

Derajat perubahan…, David Hutagaol, FK UI, 2014