sosiologi gender
TRANSCRIPT
NAMA : CANDRA ADI DOYO
NIM : 13413241071
KELAS : SOSIOLOGI B 2013
SOSIOLOGI GENDER & FEMINISMEDosen Pengampu: Prof. Dr. Farida Hanum
“MEMAHAMI SOSILOGI GENDER DAN ANALISISNYA”
Pada awal abad ke-19, Simone de Beauvoir dalam bukunya The Second Sex. Ia
menggambarkan bagaimana perempuan mendeskripsikan diri mereka berdasarkan standar laki-
laki. Dependensi perempuan terhadap laki-laki menjadikan perempuan selalu menjadi objek,
sedangkan Beouvoir sadar bahwa menjadi manusia bebas adalah menjadi subjek. Masyarakat
menempatkan laki-laki pada peran dan posisi yang lebih dominan. Dalam berbagai aspek
kehidupan, laki-laki selalu menjadi subjek sedangkan perempuan terus menjadi objek.
Kenyataannya di masyarakat telah lama terjadi ketidakadilan hak dan peran antara laki-
laki dan perempuan. Terutama pada masyarakat patriarkhi, dimana laki-laki memiliki lebih
banyak hak istimewa dibanding perempuan. Konstruksi pemikiran tersebut tidak terlepas dari
struktur sosial, proses sosial, interaksi sosial, stratifikasi sosial, budaya masyarakat, nilai, dan
norma masyarakat. Realitas sosial menunjukkan bahwa pembagian peran berdasarkan gender
melahirkan suatu keadaan yang tidak seimbang di mana perempuan menjadi tersubordinasi oleh
laki-laki, yang disebut ketimpangan gender.
Konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata seks (jenis kelamin).
Seks merupakan jenis kelamin, yang mana laki-laki dan perempuan dibedakan secara biologis
dengan ciri yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan gender merupakan sifat yang
melekat, baik pada laki-laki dan perempuan. Dimana laki-laki dipandang cenderung maskulin
dengan sifat dominan kuat, rasional, jantan, perkasa. Sedangkan wanita lebih feminism dengan
sifat lemah lembut, anggun, emosional. Padahal yang membedakan laki-laki dan perempuan
yaitu wanita bisa menstruasi, hamil, dan menyusui, sedangkan laki-laki tidak bisa menstruasi,
melahirkan, dan hamil. Hal-hal tersebut merupakan kodrat dari Tuhan yang tidak bisa
dipertukarkan, sedangkan sifat-sifat yang maskulin maupun feminism bisa dimiliki laki-laki
maupun perempuan.
Berikut merupakan beberapa konsep gender, yaitu:
1. Gender sebagai istilah asing yang mengandung makna tertentu
Gender merupakan sifat yang melekat, sifat yang cenderung dimiliki, bukan
merupakan kodrat karena sifat-sifat tersebut bisa dipertukarkan.
2. Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya
Konsep gender yang ada di masyarakat ini merupakan konstruksi sosial budaya yang
membedakan peran atas jenis kelamin, terlebih kebanyakan masyarakat menganut sistem
patriarkhi.
3. Gender sebagai suatu kesadaran sosial
Kesetaraan gender sebagai suatu kesadaran sosial akan sulit diwujudkan jika tidak
ada empati terhadap fenomena-fenomena bias gender. Namun seiring dengan meningkatnya
tingkat pendidikan dan pengetahuan, masyarakat menyadari bahwa selama ini telah terjadi
diskriminasi atas dasar gender dalam berbagai bidang kehidupan.
4. Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya
Sejarah bias gender telah terjadi sejak jaman penjajahan, dimana wanita dibatasi
aksesnya dan hanya dijadikan budak seks. Selama berabad-abad Indonesia mengalami
penjajahan, sehingga sulit bagi masyarakat untuk menghilangkan pola pikir bias gender.
Apalagi, Jawa sebagai pusat kemajuan peradaban di Indonesia masih melanggengkan budaya
patriarkhi melalui aturan-aturan dalam keratin.
o Peran Ideologi dan Gender
Ideologi turut serta mempengaruhi cara pandang dan perlakuan masyarakat berkaitan
dengan konsep gender. Ideologi yang menekankan peran utama perempuan di rumah tangga
sebagai ibu dan istri telah berabad abad disosialisasikan dan diinternalisasikan dalam
masyarakat. Kemunculan ideologi familialisme (ideology of familialism) timbul dan dilestarikan
melalui proses sejarah yang kompleks. Menurut ideologi familialisme peran utama laki-laki
sebagai pemimpin rumah tangga yang memiliki otoritas terbesar dalam keluarga dan membatasi
peran perempuan dalam urusan domestik. Ideologi tersebut jelas melanggengkan ketimpangan
gender yang terjadi dalam masyarakat, karena berkembang dalam bentuk ideologi yang halus
dan hegemonis. Sebagai contoh yaitu warisan kebudayaan masyarakat feodal Jawa.
o Analisis Gender
Analisis tentang gender tidak dapat dipisahkan dari analisis faktor-faktor kehidupan yang
ada dalam masyarakat. Menurut Chafetz (1991), bahwa ketidakseimbangan berdasarkan gender
(gender inequality) mengacu pada ketidakseimbangan akses sumber-sumber yang langka dalam
masyarakat seperti otonomi pribadi, kesempatan memeroleh pendidikan dan pelatihan serta
kebebasan.
Analisis gender digunakan untuk menelaah permasalahan ketimpangan gender yang ada
di masyarakat. Ada 4 kriteria analisis gender, yaitu:
1. Analisis Aktivitas
Laki-laki dan perempuan merupakan pelaku pembangunan/pemberdayaan
masyarakat, baik di tingkat individu rumah tangga maupun yang lebih luas di masyarakat.
Sehingga perlu dicermati bahwa kedudukan perempuan dengan laki-laki adalah sama,
karena keduanya berkontribusi dalam pembangunan.
2. Manfaat
Laki-laki dan perempuan sebagai pihak yang memanfaatkan dan menikmati hasil
pembangunan. Sehingga perlu diperhatikan bahwa suatu pembangunan harus memiliki
manfaat bagi laki-laki dan perempuan.
3. Akses
Laki-laki dan perempuan sebagai pelaku pembangunan harus memiliki kesamaan
atas sumber daya alam, politik, ekonomi dan sosial agar dapat memaksimalkan
pembangunan.
4. Kontrol
Laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama, sehingga memiliki
otoritas yang sama dalam upaya pengendalian terhadap pemanfaatan sumberdaya dan
fasilitas yang tersedia.
Pengungkapan masalah kaum perempuan dengan menggunakan analisis gender sering
menghadapi perlawanan (resistance). Ada beberapa penyebab timbulnya perlawanan tersebut.
Mempertanyakan status kaum perempuan sama dengan mempersoalkan sistem dan struktur yang
telah mapan. Perjuangan kesetaraan gender dianggap sebagai usaha perempuan berbalik
mendominasi laki-laki, sehingga terdapat “ketakutan” bagi kaum laki-laki
“STUKTUR SOSIAL BUDAYA DAN GENDER”
Konsep gender yang ada di masyarakat terbentuk dari pola perilaku dan struktur yang
berlaku dalam masyarakat. Terutama dalam masyarakat patriarkhi yang lebih memberi tempat
utama pada laki-laki. Proses sosialisasi dan internalisasi telah membentuk struktur sosial budaya
sehingga dilaksanakan sebagai sebuah budaya dalam suatu masyarakat. Berawal dari pembiasaan
tindakan-tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya ditindaklanjuti dengan membentuk
lembaga-lembaga untuk mengendalikan dan mengatur perilaku individu.
o Sosialisasi dan Gender
Dalam masyarakat telah terjadi pembiasaan pembedaan peran dan perilaku terhadap
perempuan. Dimana stereotipe masyarakat memandang perempuan selalu memiliki kepribadian
yang bertolakbelakang dengan pria sehingga diperlakukan berbeda. Perlakuan tersebut terjadi
terus-menerus sehingga masyarakat merasa bahwa perlakuan tersebut “wajar”, padahal jika
dikaji secara rasional dan mendalam maka tidak ada perbedaan kemampuan antara laki-laki
dengan wanita. Terbukti pada saat ini banyak wanita yang berpendidikan tinggi dan menempati
posisi-posisi penting.
Keluarga sebagai agen sosialisasi pertama melakukan sosialisasi gender pada anak sejak
kecil, dimana seorang ibu identik dengan urusan domestik dan ayah yang lebih fokus pada tulang
punggung keluarga.
Sosialisasi gender yang dilakukan di sekolah pun semakin meneguhkan ketimpangan
antara laki-laki dan perempuan. Misalnya lebih mengarahkan anak laki-laki pada mata pelajaran
yang membutuhkan pemikiran rasional seperti matematika dan IPA.
Dalam dunia kerja, ketimpangan gender juga terus terjadi. Perusahaan membatasi
penerimaan pegawai perempuan, terutama yang statusnya sudah menikah karena dianggap tidak
lagi produktif. Sedangkan laki-laki memiliki kesempatan dan akses untuk bekerja dengan status
lajang maupun sudah menikah.
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender di masyarakat:
1. Marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender. Yaitu berasal dari kebijakan
pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, tradisi, dan kebiasaan.
2. Subordinasi pada perempuan. Kultur budaya masyarakat menganggap bahwa perempuan
tidak dapat berada di depan, sehingga menempatkan perempuan pada posisi subordinat.
3. Stereotipe terhadap kaum perempuan, meliputi peraturan pemerintah, aturan keagamaan,
dan kultur masyarakat. Contoh, labelling yang menganggap wanita selalu lemah.
4. Kekerasan fisik maupun verbal terhadap perempuan. Kekerasan gender disebabkan
oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk
kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender secara fisik maupun verbal.
Mempelajari sosiologi gender memberikan kita wawasan tentang konsep gender agar kita
memahami dan menerapkan kesetaraan gender. Tujuannya kita dapat bersosialisasi dengan
mempertimbangkan aspek gender demi tercapai kesejahteraan dan harmonisasi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Karena laki-laki dan perempuan adalah anggota masyarakat dan
merupakan warga Negara yang memiliki hak, kewajiban kedudukan yang sama dan diakui hak
azasinya sebagai manusia.