siip referat gangguan stres pasca trauma
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
1/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan Stres Pascatraumatik merupakan gangguan mental pada seseorang
yang muncul setelah mengalami suatu pengalaman traumatik dalam kehidupan atau suatu
peristiwa yang mengancam keselamatan jiwanya. Sebagai contoh peristiwa perang,
perkosaan atau penyerangan secara seksual, serangan yang melukai tubuh, penyiksaan,
penganiayaan anak, peristiwa bencana alam seperti : gempa bumi, tanah longsor, banjir
bandang, kecelakaan lalu lintas atau musibah pesawat jatuh. Orang yang mengalami
sebagai saksi hidup kemungkinan akan mengalami gangguan stres.1
Supaya pasien dapat diklasifikasikan sebagai penderita gangguan stres
pascatraumatik, mereka harus mengalami suatu stres emosional yang besar yang akan
traumatik bagi setiap orang. 1
Gangguan stres pascatraumatik terdiri dari :
Pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran yang membangunkan (
waking thought).
Penghindaran yang yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan
penumpukan responsivitas pada penderita tersebut.
Kesadaran berlebihan ( hyperararousal ) yang persisten.
Gejala penyerta yang sering dari gangguan stres pascatraumatik adalah depresi,
kecemasan dan kesulitan kognitif (sebagai contohnya, pemusatan perhatian yang buruk).
Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM IV),
lama gejala minimal untuk gangguan stres pascatraumatik adalah satu bulan. 1,2
Trauma untuk pria biasanya akibat pengalaman peperangan dan trauma untuk
wanita paling sering adalah penyerangan atau pemerkosaan. Gangguan sangat mungkin
terjadi pada mereka yang sendirian, bercerai, janda, mengalami gangguan ekonomi atau
menarik diri secara sosial. Gangguan Stres Pasca Trauma termasuk dalam gangguan
cemas. Gangguan cemas disebabkan oleh situasi atau obyek yang sebenarnya tidak
membahayakan yang mengakibatkan situasi atau obyek tersebut dihindari secara khusus
1
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
2/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
atau dihadapi dengan perasaan terancam. Perasaan tersebut tidak berkurang walaupun
mengetahui bahwa orang lain menganggap tidak berbahaya atau mengancam. 1
Gejala kecemasan patologis antara lain rasa was-was yang berlebihan, ketakutan,
penarikan diri dari masyarakat dan lingkungan, kesukaran konsentrasi dan berfikir,
gejala-gejala somatik seperti tremor, panas dingin, berkeringat, sesak napas, jantung
berdebar, serta dapat pula ditemui gejala gangguan persepsi seperti depersonalisasi,
derealisasi dan mungkin terdapat gejala yang lain. 1
2
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
3/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DefinisiGangguan Stress Pasca Trauma / Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dapat
didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik dan mental secara ekstrim yang
timbul setelah seseorang melihat, mendengar, atau mengalami suatu kejadian trauma
yang hebat dan atau kejadian yang mengancam kehidupannya. Keadaan ini ditandai
dengan suasana perasaan murung, sedih, kurangnya semangat dalam melakukan kegiatan
sehari-hari maupun kegiatan yang menimbulkan kesenangan, kadang-kadang disertai
dengan waham dan bila sudah berat dapat menimbulkan gangguan dalam fungsi peran
dan kehidupan sosial. 1
Gangguan Stress Pascatraumatik adalah gangguan cemas yang terdiri dari :
1. Pengalaman trauma yang muncul kembali dalam mimpi atau pikiran-pikiran waktu
terjaga.
2. Emosi yang tumpul dalam kehidupan atau hubungan interpersonal
3. Terdapat gejala-gejala otonom yang tidak stabil, depresi dan gangguan kognitif
(seperti kesukaran konsentrasi)
Gangguan tersebut timbul apabila mengalami stres emosional / trauma psikologik
yang besar yang berada di luar batas - batas pengalaman manusia yang lazim.
Gangguan stres pascatraumatik dapat terjadi dengan segera, hal ini dapat dilihat
langsung pada bencana alam, pengalaman seseorang terhadap reaksi dari trauma tersebut
merespon kejadian yang baru dialaminya di luar kontrol dirinya, menangis, hilang
ingatan sesaat, menjerit-jerit, histeria dan sebagainya. Gangguan stres pascatraumatik
juga dapat disebabkan oleh stres ringan yang pada awalnya, akan tetapi stres berlangsung
secara kontinu, stres tersebut berlangsung sampai berminggu-minggu, bulan dan bahkan
tahunan.1
3
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
4/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
2.2 Epidemiologi
Prevalensi gangguan stres pascatraumatik pada masyarakat umum diperkirakan
dari 1 sampai 3 persen dimana 0,5 % untuk pria dan 1,2 % pada wanita, anak-anak juga
mengalami gangguan tersebut. Sebagai contoh peristiwa perang, perkosaan atau
penyerangan secara seksual, serangan yang melukai tubuh, penyiksaan, penganiayaan
anak, peristiwa bencana alam seperti : gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang,
kecelakaan lalu lintas atau musibah pesawat jatuh. 1,2
Walaupun gangguan stres pascatraumatik dapat tampak pada setiap usia,
gangguan ini paling menonjol pada dewasa muda, karena sifat situasi yang
mencetuskannya. Tetapi, anak-anak dapat mengalami gangguan stres pascatraumatik.1
Trauma untuk pria biasanya akibat pengalaman peperangan dan trauma untuk
wanita paling sering adalah penyerangan atau pemerkosaan. Gangguan sangat mungkin
terjadi pada mereka yang sendirian, bercerai, janda, mengalami gangguan ekonomi atau
menarik diri secara sosial. 1,2
Penelitian terhadap korban yang selamat dalam kamp NAZI menemukan bahwa
97% dari korban masih terganggu dengan kecemasan sampai 20 tahun setelah ia
dibebaskan dari kamp tersebut. Banyak dari mereka yang membayangkan trauma
hukuman mati di dalam mimpi mereka dan merasa takut bahwa sesuatu dapat terjadi pada
pasangan atau anak-anak saat tidak terlihat. 2
Suatu survei yang menyangkut veteran Vietnam disebutkan bahwa 15% dari
veteran tersebut mengalami gangguan stres paca-traumatik sejak kepulangan mereka
(Centers Disease Control, 1988), sementara penelitian lain menyebutkan bahwa reaksi
stres terhadap horor perang juga ditemukan pada Perang Dunia I yang disebut dengan
shell shock sindrom dan combat fatigue pada Perang Dunia II. 2
2.3 Etiologi
Stresor adalah penyebab utama dalam perkembangan gangguan stres
pascatraumatik. Tetapi tidak semua orang akan mengalami gangguan stres
pascatraumatik setelah suatu peristiwa traumatik. Walaupun stressor diperlukan, namun
stressor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan. Faktor-faktor yang harus ikut
4
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
5/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
dipertimbangkan adalah faktor biologis individual, faktor psikososial sebelumnya dan
peristiwa yang terjadi setelah trauma. 3
Penelitian terakhir pada gangguan stres pascatraumatik sangat menekankan pada
respon subjektif seseorang terhadap trauma ketimbang beratnya stresor itu sendiri.
Walaupun gejala gangguan stres pascatraumatik pernah dianggap secara langsung
sebanding dengan beratnya stresor, penelitian empiris telah membuktikan sebaliknya.
Jika dihadapkan dengan trauma yang berat, sebagian orang tidak akan mengalami
gangguan stres pascatraumatik. Sebaliknya peristiwa yang mungkin tampaknya biasa atau
kurang berbahaya bagi kebanyakan orang mungkin dapat menyebabkan gangguan stres
pascatraumatik pada beberapa orang karena arti subjektif dari peristiwa tersebut. 3
Faktor kerentanan yang merupakan predisposisi tampaknya memainkan peranan penting
dalam menentukan apakah gangguan akan berkembang yaitu :
1. Adanya trauma masa anak-anak
2. Sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, atau antisosial
3. Sistem pendukung yang tidak adekuat
4. Kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik
5. Perubahan hidup penuh stres yang baru terjadi
6. Persepsi lokus kontrol eksternal
7. Penggunaan alkohol, walaupun belum sampai pada taraf ketergantungan.
Penelitian psikodinamika terhadap orang yang dapat bertahan hidup dari trauma
psikis yang parah telah menemukan aleksitimia, yaitu ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi atau mengungkapakan keadaaan perasaan sebagai ciri yang umum. Jika
trauma psikis terjadi pada masa anak- anak, biasanya dihasilkan perhentian
perkembangan emosional. Jika trauma terjadi pada masa dewasa, regresi emosional
sering kali terjadi. Mereka tidak mampu menenangkan dirinya jika dalam keadaan stres. 3
BAGAN STRES DAN STRES PASCA TRAUMA
5
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
6/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
2.4 Faktor Psikodinamika
Model kognitif dari gangguan stres pascatraumatik menyatakan bahwa orang
yang terkena stres pascatraumatik tidak mampu memproses atau merasionalkan trauma
yang mencetuskan gangguan. 3
Mereka terus mengalami stres dan berusaha untuk tidak mengalami kembali stres
dengan teknik menghindar. Sesuai dengan kemampuan parsial mereka untuk mengatasi
peristiwa secara kognitif, pasien mengalami periode mengakui peristiwa dan
menghambatnya secara berganti-ganti. 3
Model perilaku dari gangguan stres pascatraumatik menyatakan bahwa gangguan
memiliki dua fase dalam perkembangannya. Pertama, trauma (stimulus yang tidak
dibiasakan) adalah dipasangkan, melalui pembiasaan klasik dengan stimulus yang
dibiasakan (pengingat fisik atau mental terhadap trauma). Kedua, melalui pelajaran
instrumental, pasien mengambangkan pola penghindaran terhadap stimulus yang
dibiasakan maupun stimulus yang tidak dibiasakan. 1
6
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
7/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
Model psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah
mereaktivasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan belum terpecahkan.
Penghidupan kembali trauma masa anak-anak menyebabkan regresi dan penggunaan
mekanisme pertahanan represi, penyangkalan, dan meruntuhkan (undoing). Ego hidup
kembali dan dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan kecemasan. Pasien
juga mendapatkan tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati,
dan pemuasan kebutuhan ketergantungan. Tujuan tersebut mendorong gangguan dan
persistensinya. Suatu pandangan kognitif tentang gangguan stres pascatraumatik adalah
bahwa otak mencoba untuk memproses sejumlah besar informasi yang dicetuskan oleh
trauma dengan periode menerima dan menghambat peristiwa secara berganti-ganti. 1,2
2.5 Faktor biologis
Teori biologis tentang gangguan stres pascatraumatik telah dikembangkan dari
penelitian praklinik dari model stres pada binatang dan dari pengukuran variable biologis
dari populasi klinis dengan gangguan stres pascatraumatik. Banyak system
neurotransmitter telah dilibatkan dalam kumpulan data tersebut. Model praklinik pada
binatang tentang ketidakberdayaan, pembangkitan, dan sensitisasi yang dipelajari telah
menimbulkan teori tentang norepinefrin, dopamine, opiat endogen, dan reseptor
benzodiazepine dan sumbu hipotalamus, hipofisis adrenal. Pada populasi klinis, data
telah mendukung hipotesis bahwa system noradrenergik dan opiat endogen, dan juga
sumbu hipotalamus-hipofisis adrenal, adalah hiperaktif pada sekurangnya beberapa
pasien dengan gangguan stres pascatrauamtik. 1,2
Temuan biologis utama lainnya adalah peningkatan aktivitas dan responsivitas
system saraf otonom, seperti yang dibuktikan oleh peninggian kecepatan denyut jantung
dan pembacaan tekanan darah, dan arsitektur tidur yang abnormal (sebagai contohnya,
fragmentasi tidur dan peningkatan latensi tidur). 1
2.6 Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gambaran klinis utama dari gangguan stres pascatraumatik adalah pengalaman
ulang peristiwa yang menyakitkan, suatu pola menghindar dan kekakuan emosional dan
kesadaran yang berlebihan yang hampir tetap. Gangguan mungkin tidak berkembang
7
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
8/19
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
9/19
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
10/19
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
11/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
2. Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau
horor.
B. Salah satu selama mengalami atau setelah mengalami kejadian yang menakutkan,
individu tiga (atau lebih) gejala disosiatif berikut :
1. perasaan subyektif kaku, terlepas, atau tidak ada responsivitas emosi
2. penurunan kesadaran terhadap sekelilingnya (misalnya, berada dalam
keadaan tidak sadar)
3. derelisasi
4. depersonalisasi
5. amnesia disosiatif (yaitu, ketidakmampuan untuk mengingat aspek
penting dari trauma)
C. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali sekurangnya satu cara berikut
: bayangan, pikiran, mimpi, ilusi, episode kilas balik yang rekuren, atau suatu
perasaan hidupnya kembali pengalaman atau penderitaan saat terpapar dengan
mengingat kejadian traumatik
D. Penghindaran jelas terhadap stimuli yang menyadarkan rekoleksi trauma
(misalnya, pikiran, perasaan, percakapan, aktivitas, tempat, orang).
E. Gejala kecemasan yang nyata atau pengingat kesadaran (misalnya, sulit tidur,
iritabilias, konsentrasi buruk, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang
berlebihan, dan kegelisahan motorik).
F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain, menganggu kemampuan
individu untuk mengerjakan tugas yang diperlukan, seperti meminta bantuan yang
diperlukan atau menggerakan kemampuan pribadi dengan menceritakan kepada
anggota keluarga tentang pengalaman traumatic.
G. Gangguan berlangsung selama minimal 2 hari dan maksimal 4 minggu dan terjadi
dalam 4 minggu setelah traumatik
H. Tidak karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum, tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan psikotik singkat dan tidak semata-mata suatu eksaserbasi
gangguan Aksis I atau Aksis II dan telah ada sebelumnya.
11
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
12/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
2.8 Perjalanan penyakit dan Prognosis
Gangguan stres pascatraumatik biasanya berkembang pada suatu waktu setelah
trauma, dapat sependek satu minggu atau selama 30 tahun. Gejala dapat berfluktuasi
dengan berjalannya waktu dan mungkin paling kuat selama periode stres. Kira-kira 30%
pasien piulih secara lengkap, 40% terus menderita gejala ringan, 20% terus menderita
gejala sedang, dan 10% tetap tidak berubah atau menjadi buruk. 3
Prognosis yang baik diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gejala yang
singkat (kurang dari enam bulan), fungsi pramorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat
dan tidak adanya gangguan psikiatrik, atau berhubungan dengan zat lainnya. 3
Pada umumnya, orang yang sangat muda atau sangat tua memiliki lebih banyak
kesulitan dengan peristiwa traumatik dibandingkan mereka yang dalam usia pertengahan.
Kecacatan psikiatrik yang ada sebelumnya, apakah suatu gangguan kepribadian atau
suatu kondisi yang lebih serius, juga meningkatkan efek stresor tertentu. 3
Tersedinya dukungan sosial juga mempengaruhi perkembangan, keparahan dan
durasi gangguan stres pasca traumatik. Pada umumnya, pasien yang mendapat dukungan
sosial yang baik kemungkinan tidak mengalami gangguan atau tidak mengalami
gangguan dalam bentuk yang parah. 3
2.9 Diagnosis Banding
Pertimbangan utama dalam diagnosis banding gangguan stress pascatraumatik
dengan kemungkinan bahwa pasien juga mengalami cedera kepala selama trauma. 1
Pertimbangan organik lainnya yang dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi
gejala adalah epilepsi, gangguan penggunaan alkohol dan gangguan yang berhubungan
dengan zat lainnya. 1
Intoksikasi akut atau putus dari suatu zat mungkin juga menunjukkan gambaran
klinis yang sulit dibedakan dari gangguan stres pascatraumatik sampai efek zat hilang.
Gangguan stress pascatraumatik pada umumnya sering keliru didiagnosis sebagai
gangguan mental lain, yang menyebabkan pengobatan yang tidak tepat. Klinisi harus
mempertimbangkan gangguan stres pascatraumatik pada pasien yang menderita
12
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
13/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
gangguan nyeri (pain disorder), penyalahgunaan zat, gangguan kecemasan lain, dan
gangguan mood. 1
Pada umumnya, gangguan stres pascatraumatik dapat dibedakan dari gangguan
mental organik dengan mewawancarai pasien tentang peristiwa traumatik sebelumnya
dan melalui sifat gejala sekarang ini. 1
Gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, gangguan buatan atau
berpura-pura juga harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang mungkin sulit
dibedakan dari gangguan stress pascatraumatik. Dua gangguan tersebut dapat terjadi
bersama-sama atau bahkan saling berhubungan sebab akibat. 1
Gangguan disosiatif biasanya tidak memiliki derajat perilaku menghindar,
kesadaran berlebih otonomik, atau riwayat trauma yang dilaporkan oleh pasien gangguan
stres pascatraumatik. Sebagian karena publisitas yang telah diterima gangguan stres
pascatraumatik dalam berita populer, klinisi harus juga mempertimbangkan kemungkinan
suatu gangguan buatan dan berpura pura. 1,2
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gangguan Kecemasan khususnya Gangguan Stres Pascatrauma
Terdapat tiga pendekatan terapetik untuk mengatasi gejala berhubungan dengankecemasan yaitu 4,5:
1. Manajemen krisis
2. Psikoterapi
3. Farmakoterapi
Tujuan utama dari Manajemen Krisis adalah :
1. Peredaan gejala
2. pencegahan konsekuensi yang merugikan dari krisis tersebut untuk jangka pendek
3. Suportif (dukungan)
Psikoterapi
13
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
14/19
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
15/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
Terapi keluarga seringkali membantu mempertahankan suatu perkawinan melalui periode
gejala yang mengalami eksaserbasi. Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan jika
gejala adalah cukup parah atau jika terdapat risiko bunuh diri atau kekerasan lainnya.
Farmakoterapi
Obat-obat anti anxietas sebaiknya digunakan untuk waktu yang singkat karena
ditakutkan akan terjadi ketergantungan, meskipun banyak obat yang efektif untuk
meredakan anxietas.
1. Trycyclic and monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)
Bahwa reversible MAOIs, moclobimide juga dapat berguna dalam perawatan
gangguan stress pascatrauma.
2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
Perubahan terutama terlihat untuk reexperiencing dan gejala hyperarousal daripada
penolakan. Yang juga menarik adalah penurunan rasa bersalah dari yang selamat.
Fluvoxamine tampaknya lebih efektif.
Digunakan pula paroxetine sampai 60 mg untuk 12 minggu. Disamping itu dapat pula
dicoba dengan Trazodone, dosis sampai 400 mg/hari.
3. Benzodiazepin
Benzodiazepin telah merupakan obat terpilih untuk gangguan kecemasan umum.
Pada gangguan benzodiazepin dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan, sehingga
pasien menggunakan benzodiazepin kerja cepat jika mereka merasakan kecemasan
tertentu. Pendekatan alternatif adalah dengan meresepkan benzodiazepin untuk suatu
periode terbatas, selama mana pendekatan terapetik psikososial diterapkan.
Beberapa masalah adalah berhubungan dengan pemakaian benzodiazepin dalam
gangguan kecemasan umum. Kira-kira 25 sampai 30 persen dari semua pasien tidak
berespon, dan dpat terjadi toleransi dan ketergantungan. Beberapa pasien juga
mengalami gangguan kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian, adalah
berada dalam risiko untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mesin.
4. Obat-obat lainnya
15
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
16/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
Propanolol dan Clonidin, keduanya secara efektif menekan aktivitas noradrenergik,
telah digambarkan berguna dalam beberapa serial kasus terbuka.
Selain itu juga terdapat laporan kasus yang menunjukkan keberhasilan dari alfa-
agonis Guanfacine pada wanita muda.
Serotonergik dibandingkan antidepresan lainnya juga berguna untuk kasus gangguan
stress pascatrauma, sebagai contoh Buspirone.
Dosis 60 mg/hari atau lebih dapat efketif, trauma untuk gejala hyperarousal.
Sebagai tambahan, Cyproheptadine (sampai 12 minggu saat tidur) dilaporkan berguna
untuk melepaskan mimpi buruk pada pasien dengan gangguan stress pascatrauma.
Dopamine blocker juga dilaporkan berguna untuk beberapa kasus gangguan stress
pascatrauma. Ada pula yang melaporkan kegunaan Risperidone gangguan stress
pascatrauma ditunjukkan melalui kilas balik yang jelas dan mimpi-mimpi buruk.
Naltrexone (50 mg/hari) dilaporkan efektif dalam mengurangi kilas balik pada pasien
dengan gangguan stress pascatrauma. Tetapi tidak terdapat controlled studies dengan
opiat agenda pada gangguan stress pascatrauma.
Ada beberapa laporan mengenai kegunaan Thymoleptics-lithium Carbamazepine dan
Valproat dalam gangguan stress pascatrauma.
16
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
17/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan Stres Pascatraumatik adalah gangguan cemas yang terdiri dari :
1. Pengalaman tentang trauma melalui mimpi dan pikiran yang datang runtun beruntun
2. penghindaran terhadap trauma dan
3. kesadaran berlebihan yang persisten sifatnya
Prevalensi gangguan stres pascatraumatik pada masyarakat umum yaitu 0,5%
untuk pria dan 1,2% untuk wanita. Anak-anak dapat mengalami gangguan tersebut.
Etiologi dari gangguan stres pascatraumatik antara lain :
1. Stresor
2. Faktor psikodinamik
3. Faktor biologis
4. Stresor merupakan penyebab utama dalam perkembangan gangguan stress
pascatrauma.
DSM-IV menyebutkan bahwa gejala pengalaman ulang, menghindar, dankesadaran yang berlebihan harus berlangsung lebih dari satu bulan.
Bagi pasien yang gejalanya ditemukan kurang dari satu bulan, diagnosis yang
tepat adalah gangguan stress akut.
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk gangguan stress pascatraumatik
memungkinkan klinisi menentukan apakah gangguan adalah akut (jika gejala
berlangsung kurang dari tiga bulan) atau kronis (lebih dari tiga bulan).
Manfaat Imipramin dan Amitriptilin, dua obat Trisiklik, dalam pengobatan
gangguan stress pascatraumatik didukung oleh sejumlah uji coba klinisi terkontrol baik.
Obat lain yang mungkin berguna dalam pengobatan gangguan stress
pascatraumatik adalah Serotonin-Specific Reuptake Inhibitors (SSRI), Mono-Amine
17
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
18/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
Oxidase Inhibitors (MAOI), dan anti konvulsan (carbamazepin). Clonidin dan Propanol
dianjurkan.
Intervensi psikodinamika untuk gangguan stress pascatraumatik adalah terapi
perilaku, terapi kognitif, dan hypnosis. Banyak klinisi menganjurkan psikoterapi singkatuntuk korban trauma. Terapi tersebut biasanya menggunakan pendekatan kognitif dan
juga memberikan dukungan dan jaminan.
Psikoterapi harus dilakukan secara individual, karena beberapa pasien ketakutan
akan pengalaman ulang trauma.
Psikoterapi setelah peristiwa traumatic harus mengikuti suatu model intervensi
krisis dengan dukungan pendidikan, dan perkembangan mekanisme mengatasi dan
penerimaan peristiwa.
Jika gangguan stress pascatraumatik telah berkembang, dua pendekatan
psikoterapi utama dapat diambil.
Pertama adalah pemaparan engan peristiwa traumatic melalui teknik
pembayangan (imaginal technique) atau pemaparan invivo. Pemaparan dapat menjadi
kuat, seperti pada terapi implosif, atau bertahap, seperti pada desentisasi sistemik.
Pendekatan kedua adalah dengan cara mengajarkan kepada pasien metode
pelaksanaan stress, termasuk teknik relaksasi dan pendekatan kognitif untuk mengatasi
stress.
18
-
7/28/2019 SIIP Referat Gangguan Stres Pasca Trauma
19/19
Referat Psikiatri dr. Laila Sylvia Sari, Sp.Kj
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Sadock : Synopsis of Psychiatry, 7th Edition, William & Wilkins,
Baltimore, 1993
2. Gabbard GO : Anxiety Disorders : The DSM IV Edition, American Psychiatric
Press, Washington, 1994
3. Ibrahim A. S : Panik, Neurosis dan Gangguan Cemas, PT. Dian Ariesta,Jakarta,
2003
4. Andreasen. N.C and Black. D.W, 2001, Introductory Textbook of Psychiatry. 3rd
ed, British Libarry, USA: 335-342.
5. http://psiko-indonesia.blogspot.com/2007/01/ gangguan Stres Pasca Trauma.html
19