trauma vertebrospinalis

54
TRAUMA VERTEBROSPINALIS I.PENDAHULUAN Vertebrospinal adalah struktur yang kompleks dengan komponen-komponen yang saling terkait tetapi cukup mobile. Susunannyamemudahkan untuk fleksi tetapi gerakan ke arah lateral dan ekstensi sangat terbatas. Vertebrospinal sangat sering mengalami cedera akibat trauma mayor seperti kecelakaan lalu lintas di jalan, jatuh dari ketinggian, dan cedera berat dengan diskontinuitas mudah diidentifikasi.Akan tetapi, kadang-kadang cedera agak samar sehinggananti setelah dilakukan diseksi barulah cederapada vertebra servikal atas, khususnya kerusakan sendi atlanto-oksipital dapat diketahui. (1) Bagi pasien trauma yang bertahan hidup, trauma vertebrospinal dapat menimbulkan efek jangka panjang karena spinal cord (medulla spinalis) terletak di dalam kanalis vertebralis dan gerakan kanal sangat terbatassebelum terjadi cedera. Sekuele trauma vertebrospinaltergantung pada lokasi trauma dan jenis trauma. (1) Kegagalan fungsi medulla spinalis berdampak pada kemampuan orang untuk hidup dan fungsi kemampuan fisik, mental, dan situasi emosional. Kegagalan meluas dapat berdiri sendiri atau kombinasi diikuti : 1.Ketergantungan total pada orang lain untuk segala aspek perawatan 2.Ketergantungan minimal pada perawatan

Upload: lawrence-napitupulu-gakada-matinya

Post on 03-Jul-2015

289 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Vertebrospinalis

TRAUMA VERTEBROSPINALIS

I.PENDAHULUAN

Vertebrospinal adalah struktur yang kompleks dengan komponen-komponen yang

saling terkait tetapi cukup mobile. Susunannyamemudahkan untuk fleksi tetapi gerakan ke

arah lateral dan ekstensi sangat terbatas. Vertebrospinal sangat sering mengalami cedera

akibat trauma mayor seperti kecelakaan lalu lintas di jalan, jatuh dari ketinggian, dan cedera

berat dengan diskontinuitas mudah diidentifikasi.Akan tetapi, kadang-kadang cedera agak

samar sehinggananti setelah dilakukan diseksi barulah cederapada vertebra servikal atas,

khususnya kerusakan sendi atlanto-oksipital dapat diketahui. (1)

Bagi pasien trauma yang bertahan hidup, trauma vertebrospinal dapat menimbulkan efek

jangka panjang karena spinal cord (medulla spinalis) terletak di dalam kanalis vertebralis dan

gerakan kanal sangat terbatassebelum terjadi cedera. Sekuele trauma

vertebrospinaltergantung pada lokasi trauma dan jenis trauma.(1)

Kegagalan fungsi medulla spinalis berdampak pada kemampuan orang untuk hidup

dan fungsi kemampuan fisik, mental, dan situasi emosional. Kegagalan meluas dapat berdiri

sendiri atau kombinasi diikuti :

1.Ketergantungan total pada orang lain untuk segala aspek perawatan

2.Ketergantungan minimal pada perawatan

3.Pada beberapa kasus mengakibatkan perubahan sikap yang mengganggu

perilaku hingga bisa menyebabkan gangguan mental yang berat(2)

II.INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI

Insiden kejadian cedera medulla spinalis ditemukan pada usia 16-30 tahun. Sekitar

53,1 % akibat kecelakaan, dan kecelakaan tersering terjadi pada usia 16-30 tahun. Pada pria

ditemukan 81,2% kejadian cedera medulla spinalisdan 89,8% kejadian cedera medulla

spinalis berhubungan dengan olahraga. Baik pada laki-laki dan wanita, kecelakaan, terjatuh

dan luka tembak merupakan 3 penyebab terbanyak dari cedera medulla spinalis. Pada laki-

laki kecelakaan akibat menyelam menduduki peringkat ke 4 penyebab cedera medulla

spinalis lalu diikuti oleh kecelakaan sepeda motor. Pada wanita ; komplikasi akibat operasi

menduduki posisi ke 4 diikuti kecelakaan menyelam. Kecelakaan merupakan penyebab

tersering cedera medulla spinalis di USA. Pada usia 65 tahun. Olahraga dan rekreasi

merupakan penyebab primer cedera medulla spinalis pada usia dibawah 29 tahun. (3)

Page 2: Trauma Vertebrospinalis

Walaupun cedera medulla spinalis biasanya disebabkan oleh kecelakaan yang tak terduga

yang dapat terjadi pada siapa saja, akan tetapi beberapa kelompok orangberesiko tinggi untuk

mengalami cedera medulla spinalis, yaitu:

Laki-laki. Cedera medulla spinalis banyak terjadi pada laki-laki. Hanya sekitar 20%

wanita yang mengalami cedera medulla spinalis dari seluruh kasus cedera medulla

spinalis di Amerika Serikat.

Dewasa muda dan Orang tua.Orang yang paling sering mengalami cedera medulla

spinalisberusia antara 16 sampai 30 tahun. Juga banyak terjadi pada orang berusia di

atas 60 tahun. Penyebab utama cedera pada dewasa muda adalah kecelakaan

kendaraan bermotor, sedangkan pada orang tua, pada umumnya cedera disebabkan

karena terjatuh. Akan tetapi pada beberapa tempat, tindak kekerasan sepert luka

tembak, luka tusuk dan pemukulanadalah penyebab utama cedera medulla spinalis.

Olahragawan.Olah-raga dan aktivitas rekreasi mengakibatkan 8% dari 11.000 kasus

cedera medulla spinalis di Amerika Serikat setiap tahun, walaupun cedera medulla

spinalis akibat olah-raga semakin berkurang.Kegiatan atletik yang paling beresiko

adalah sepakbola, rugby, angkat besi, senam,menyelam,ski air, hoki es, dan

permainan papan luncur menuruni bukit (downhill sking).

Orang dengan kondisi predisposisi. Cedera kecil dapat mengakibatkan cedera medulla

spinalispada orang dengan komdisi (penyakit) yang mengenai tulang atau persendian,

misalnya arthritis atau osteoporosis. (15)

Cedera medulla spinalis merupakan masalah yang besar, yang sedang berkembang dalam

dunia medis, sosial dan masalah hukum di US. Prevalensi pasien dengan cedera medulla

spinalis yang serius berkembang dramatis tidak hanya karena peningkatan insiden tetapi

karena juga peningkatan kemampuan bertahan hidup. Kurang lebih 30.000 pasien pada tahun

1974, 175.000 pada tahun 1980, dan 250.000 pada tahun 1992. (5)

Frekuensi dari pemain sepak bola yang terkena cedera medulla spinalis akibat jatuh

memerlukan perhatian khusus. Kekerasan seperti pemburu, pembunuh, dan penembak

kebanyakan dengan hand gun 15-20%, cedera akibat hand gun meningkat dengan cepat,

kebanyakan korbannya adalah laki-laki. (5)

Seorang dokter menemukan kasus akut, sub akut, atau cedera yang jarang secara

reguler / rutin,setiap kasusmenampilkan/menunjukkan adanya unsur-unsur kasus forensik.

Page 3: Trauma Vertebrospinalis

Penilaian setiap kasus berhubungan dengan PA (patologi anatomi) dengan berdasarkan

informasi klinis yang di dapatkan.(5)

III.ANATOMI DAN FISIOLOGI

Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5

buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap

dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu

membentuk dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebralmerupakan

penghubung antara dua korpus vertebra. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan

(aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebra. (6)

Vertebra diberi nama menurut susunan penampangnya pada vertebra dan diberi

nomor spesifik bergantung pada bagiannya. Sebagai contoh segmen pertama pada vertebra

cervical diberi nama C1. T digunakan untuk segmen thorakal dan L digunakan untuk segmen

lumbal. Tulang ekor atau yang dikenal dengan sacral dan coccyx tersusun pada vertebra

secara bersama-sama bergabung, yang berarti mereka tidak bergerak.(7)

Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang

secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang

tetap tegak.Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya ada

perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut

mempunyai bentuk yang sama. Korpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar karena

mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. Prosesus transversus terletak pada ke

dua sisi korpus vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah

atas dan bawah dari prosesus transversus terdapat fasies artikularis vertebra dengan vertebra

yang lainnya. Arah permukaan facet joint mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan

arah dengan permukaan facet joint.Pada daerah lumbal facet letak pada bidang vertical sagital

memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis

lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kelateral,

oblique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi)

kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.Bagian lain

dari vertebrae, adalah “lamina” dan “predikel” yang membentuk arkus tulang vertebra, yang

berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus merupakan bagian posterior dan

vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan, berfungsi tempat melekatnya otot-otot

punggung. Diantara dua buah buah tulang vertebrae terdapat diskus intervertebralis yang

Page 4: Trauma Vertebrospinalis

berfungsi sebagai bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra bergerak.Diskus

intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang membungkus

nucleus pulposus, suatu cairan gel koloid yang mengandung mukopolisakarida. Fungsi

mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan diantara ke

dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka

tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya

bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih

dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam

gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi.Ligamentum spinalis berjalan

longitudinal sepanjang tulang vertebra. Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah

tertentu dan mencegah robekan. (6)

Medulla spinalis adalah susunan saraf terpanjang dalam tubuh dan merupakan

susunan saraf yang bekerja sebagai sistem komunikasi pada tubuh. Serabut saraf berjalan

bersama medulla spinalis menghantarkan impuls untuk dan dari otak ke bagian lain dari

tubuh, dengan demikian medulla spinalis dapat diibaratkan kabel telefon yang

menghubungkan kantor pusat (otak) ke rumah-rumah. Oleh karena itu perjalanan medulla

spinalis sangat penting, medulla spinalis dikelilingi segment tulang belakang sebagai

pelindung yang disebut juga kolumna vertebralis. Kolumna vertebralis termasuk di dalamnya

tujuh vertebra servikal, dua belas vertebra thorasis, lima vertebra lumbalis dan lima vertebra

sakralis. Seiring pertumbuhan tulang, kolumna vertebralis tumbuh bertambah panjang

daripada medulla spinalis, menyebabkan perbedaan lokasi antara segmen medulla spinalis

dan segmen kolumna vertebralis terutama pada segmen bawah dari sistem spinal. Karena

alasan ini sering terjadi perbedaan antara tingkat fraktur vertebra dan tingkat cedera medulla

spinalis. (8)

Serabut saraf bertanggung jawab terdahap system komunikasi pada tubuh, yang

termasuk diantaranya fungsi sensoris, motoris, dan otonom. Serabut saraf yang terletak dalam

medulla spinalis adalah Upper Motor Neuron (UMN), yang membawa pesan untuk dan

kembali dari otak ke serabut saraf sepanjang traktus spinalis. Saraf spinalis yang bercabang

keluar dari medulla spinalis ke bagian lain dari tubuh adalah Lower Motor Neuron (LMN).

Nervus spinalis ini keluar dan masuk pada setiap level vertebra dan mempersarafi bagian

spesifik dari tubuh. Bagian sensoris dari LMN membawa pesan menuju otak mengenai

sensasi perabaan dari kulit dan bagian lain dari tubuh dan organ-organ. Bagian motoris dari

LMN mengirimkan pesan dari otak ke berbagai bagian tubuh untuk melakukan tindakan

seperti menggerakkan otot-otot. (8,15)

Page 5: Trauma Vertebrospinalis

Serabut saraf perifer menghubungkan medulla spinalis ke bagian lain dari tubuh.

Serabut saraf perifer yang berjalan menuju lengan terhubung dengan medulla spinalis di area

leher atau cervikal. Serabut saraf perifer yang menuju thoraks dan abdomen terhubung

dengan medulla spinalis pada area thoracis. Serabut saraf perifer yang menuju tungkai dan

organ sexual terhubung dengan medulla spinalis pada area lumbal dan sacral. Medulla

spinalis berjalan dari dasar tengkorak sampai bagian atas dari area lumbal. Dari L1 bawah

semua nervus menuju tungkai dan bagian bawah dari tubuh. Apabila terjadi trauma maka

serabut saraf perifer dapat menyembuhkan dirinya sendiri dan beregenerasi, seperti contoh

apabila ada seseorang yang mengalami kecelakaan jarinya terlepas dan dilekatkan kembali

dengan pembedahan, sarafnya dapat tumbuh kembali dan jari tersebut dapat terasa kembali.

Tak sama dengan serabut saraf perifer, apabila terjadi trauma pada medulla spinalis dan

menjadi cedera, dia tidak dapat menyembuhkan dirinya sendiri dan terhubung kembali,

dengan alasan ini trauma medulla spinalis selalu mengakibatkan paralisis yang permanen. (7,15)

IV.ETIOLOGI

Cedera dapat terjadi karena trauma atau nontrauma. Cedera medulla spinalis akibat

trauma dapat terjadi karena pukulan (benturan/tubrukan) benda-benda dengan tiba-tibapada

tulang belakang yang mengakibatkan fraktur, dislokasi, atau kompresipada satu atau lebih

vertebra. Juga dapat disebabkan oleh luka tembak atau luka tusuk oleh pisau yang menembus

dan memotong medulla spinalis.(4)

Penyebab cedera medulla spinalis yang paling sering (di Amerika Serikat) adalah:

Kecelakaan Kendaraan Bermotor. Kecelakaan kendaraan bermotor roda empat

(mobil) dan roda dua (motor) merupakan penyebab utama cedera medulla spinalis,

terjadi pada 50% kasus baru setiap tahun.

Tindak Kekerasan.Sekitar 15% kasus cedera medulla spinalisdisebabkan oleh

tindakan kekerasan terutama luka tembak dan luka bacokan pisau.

Terjatuh. Cedera medulla spinalis di atas usia 65 tahun sering disebabkan karena

terjatuh. Secara keseluruhan, cedera akibat terjatuh terjadi pada 22% kasus cedera

medulla spinalis.

Olah-raga dan Rekreasi.Kegiatan atletik seperti benturan saat berolah-raga dan saat

menyelam di air dangkal menjadi penyebab 8% kasus cedera medulla spinalis.

Penyakit-penyakit. Kanker, infeksi, arthritis, dan inflamasi medulla spinalisjuga

menjadi penyebab cedera medulla spinalis setiap tahun. (4)

Page 6: Trauma Vertebrospinalis

Penyebab kematian pada trauma vertebrospinalis yang paling sering sebelum sempat

masuk ke rumah sakit adalah aspirasi asam lambung dan syok.(9)

V.PATOGENESIS

Cedera pada medulla spinalis terdiri dari trauma penetrasi/tembus ataupun non

penetrasi.Trauma penetrasi dapat disebabkan luka tusuk dan luka tembak akibat medulla

spinalis dan pembuluh darah terpotong atau mengalami laserasi. Luka akibat kecepatan tinggi

seperti luka tembak dapat menyebabkan cedera tidak langsung tanpa mengenai atau penetrasi

pada kanalis spinalis akibat energi transmisi yang dihasilkan. Trauma non penetrasi

mengakibatkan deformitas kanalis spinalis yang sementara ataupun permanen, cedera

kompresi pada medulla spinalis akibat hiperekstensi, hiperfleksi, rotasi, translasi, dan

kekuatan atau daya kompresi atau seringkali merupakan kombinasi.(5)

Aspek Biomekanik

4 mekanisme cedera pada tulang belakang dapat dibedakan; pada kebanyakan kasus

merupakan kombinasi (Jellinger 1976) :

1.Fleksi dan defleksi oleh gaya ventroflexive dan retroflexive mengakibatkan cedera transversal,

cedera longitudinal dan tension. Ini merupakan mekanisme cedera cervical yang paling

banyak.

2.Kompresi diakibatkan oleh gaya longitudinal pada kolumna ketikajatuh di kepalaatau pada

dasar (bokong) dapat mengakibatkan pemipihan badan vertebra dan atau fraktur pada end-

plate.

3.Rotasi akibat gaya torsi mengakibatkan dislokasi unilateral atau bilateral, fraktur dislokasi

korpus vertebra dan atau prosesnya. Ini merupakan prinsip dari mekanisme cedera lumbal

atau thorakolumbal.

4.Mekanisme kombinasi: fleksi saja atau ekstensi sering mengakibatkan ruptur ligamen, dislokasi

atau fraktur dislokasi. Cedera tertutup sering disebabkan oleh mekanisme kombinasi.

Selanjutnya, mekanisme tidak langsung yang terjadi :

Trauma tumpul atau pemukulan non penetrasi pada lateral atau posterolateral area

leher misalnya pada kompetisi ice hockey akan menyebabkan kematian mendadak.

Kematiannya disebabkan oleh diseksi dan ruptur vertebra atau pada arteri karotis interna yang

Page 7: Trauma Vertebrospinalis

menyebabkan perdarahan massive subarachnoid dengan akumulasi darah yang cepat pada

basilar cisterna, sylvian fissures dan ventricels yang menyebabkan herniasi batang otak. (6)

Baik akibat trauma maupun nontrauma,kerusakan pada serabut saraf yang berjalan pada lokasi cedera

akan merusak fungsi sebagian atau seluruh otot dansaraf di bawah tingkat lokasi cedera.Cedera

medulla spinalis paling sering terjadi di leher (servikal) danareapunggung (thorakal dan

lumbal).Cedera pada regio thorakal dan lumbal akan mengenai kaki, kontrol saluran cerna dan

kandung kemih serta fungsi seksual. Cedera pada regio servikal akan mengenai ekstremitas superior

dan ekstremitas inferior.Medulla spinalis berakhir pada pinggir bawah vertebra lumbal 1. Jadi cedera

di bawah vertebra ini tidak melibatkan medulla spinalis Akan tetapi cedera pada punggung atau pelvis

dapat merusak akar saraf pada area tersebut dan mengakibatkan hilangnya fungsi kaki, kesulitan

dalam pengendalian saluran cerna dan kandung kemih serta mengganggu fungsi seksual. (4)

Trauma vertebrospinalis pada akan menimbulkan kombinasi gejala dan tanda trauma

akut dan gejala dan tanda trauma lambat (trauma sekunder).Cedera awal disebabkan oleh

traksi dan kompresi. Kompresi langsungelemen saraf oleh fragmen-fragmen tulang dan

materi atau fragmen diskus akan merusak sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Juga

kerusakan pembuluh darah yang mengakibatkan iskemia.Ruptur akson dan membran sel saraf

juga terjadi dalam waktu beberapa menit terjadi perdarahan-perdarahan kecil pada substansi

grisea (substansi abu-abu)sentralisdansemakin bertambah beberapa jam ke

depan.Pembengkakan medulla spinalis yang masif terjadi dalam waktu beberapa

menit.Medulla spinalis akan mengisi penuh kanalis vertebralis pada lokasi cedera dan

mengakibatkan iskemia lebih lanjut. Hilangnya autoregulasi dan terjadinya spinal shock

(syok akibat kerusakan saraf pada medulla spinalis) mengakibatkan hipotensi sistemik dan

eksaserbasi iskemia. (10)

Iskemia, senyawa-senyawa metabolit yang toksik, dan perubahan elektrolit akan

mengakibatkan serangkaian cedera sekunder. Hipoperfusi pada substansigrisea akan meluas

ke substansi alba dan akan mengubah propagasi (pembangkitan) potensial aksi pada akson

sehingga terjadi spinal shock. Glutamat adalah senyawa utama yang bersifat eksitotoksik.

Pelepasan glutamat yang berlebihan akan mengakibatkan overstimulasi pada neuron-neuron

di sekitarnya dan memproduksi radikal bebas yang akan membunuh neuron-neuron yang

masih sehat. Mekanisme eksitosoksik (peningkatan eksitasi akson) akan membunuh neuron

dan oligodendrosit yang mengakibatkan demielinasi. Reseptor glutamat yaitu AMPA ( alpha

amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isonazol propionic acid) berperan utama pada kerusakan

Page 8: Trauma Vertebrospinalis

oligodendrosit. Selain itu, bukti-bukti yang ada sekarang ini menunjukkan bahwa apoptosis

pada akhirnya akan merusak oligodendrosit sampai 4 segmen di atas lokasi cedera beberapa

hari atau beberapa minggu setelah trauma awal. Syringomieliadapat terjadi akibat

serangkaian mekanisme.(10)

Kebanyakan kasus trauma tumpul menimbulkan perubahan pada medulla spinalis

yang tak terlihat dari luar. Perdarahan peteki biasanya dimulai dari central medulla spinalis.

Ini diikuti oleh nekrosis perdarahan sentral, kromatolysis, dan pembengkakan/ edema akut

dari sel-sel saraf. Pada tahap selanjutnya terdapat resolusi dari perdarahan dengan perlunakan

jaringan dan fagositosis diikuti dengan pembenukan cavitas dan penggantian sebagian dari

jaringan saraf yang rusak oleh “glial scaring”.Medulla spinalis dapat mengalami kerusakan

primer jika sekitar tulang dan jaringan lunak dan atau mengalami trauma tembus secara

langsung dapat melibatkan jaringan saraf dan vaskuler, sering terjadi pada fraktur dislokasi

vertebra. Kejadian trauma yang berlanjut pada tingkat sekunder yang menimbulkan

perubahan biokimia akan memperberat trauma. Beberapa kasus yang ringan dapat terjadi

seperti komosio medulla spinalis, kehilangan fungsi sementara dan tidak diikuti dengan

perubahan bentuk yang signifikan. (6)

Medulla spinalis, tidak seperti otak, mempunyai kemampuan regenerasi dengan

banyaknya kollateral dan formasi dari sinaps-sinaps baru sebagai proses regenerasi dari axon

jika didukung dengan lingkungan yang cocok. Variasi dari protein pertumbuhan diketahui

memblok regenerasi axon (Mc.Kerracher 2001). Kegagalan regenerasi medulla spinalis dapat

dideteksi dengan memperlihatkan bulbus axon dengan menggunakan antibodi yang melawan

protein prekusor ß-amyloid. Trauma hebat pada medulla spinalis dapat menimbulkan

putusnya medulla spinalis komplit biasanya disebabkan oleh putusnya secara tiba-tiba semua

fungsi jalur ascending dan descending. Selanjutnya paralisis dan hilangnya reflex tendon,

sensasi dan fungsi autonom terjadi dibawah level dari trauma, tahap trauma ini disebut spinal

syok. Spinal syok biasanya terjadi setelah 24-72 jam, pada waktu itu fungsi reflex masih baik.

Selama syok spinal, usus dan kandung kemih mengalami paralisis dengan gejala retensio urin

dan ileus. Tanpa kontrol vasomotor, tekanan darah menurun, dan keringat dibawah level

cedera tidak ada. Hilangnya vasokontriksi menghalangi kontrol suhu. Resolusi komplit dari

syok spinal, aktivitas reflex kembali normal tetapi fungsi sensorik dan motorik dapat kembali

membaik pada trauma ringan atau sedang. Walaupun demikian penyembuhan sempurna

jarang. (6)

Page 9: Trauma Vertebrospinalis

VI.KLASIFIKASI

Perdarahan Subdural dan Epidural

Pembungkus medulla spinalis mempunyai kemiripan anatomi dan fungsi dengan otak.

Pada foramen occipital besar lapisan dalam dari pada lapisan duramater di otak akan menjadi

lapisan duramater pada medulla spinalis di dalam kanalis spinalis, sementara lapisan luar

mempunyai fungsi yang sama dengan periosteum.Tetapi hematoma epidural dan subdural

pada medulla spinalis berkebalikan dengan di otak. Pada hematom subdural mudah terjadi

banyak perdarahan pembuluh darah vena subdural yang berasal dari bridging vein subdural

pada cavitas cranial sedangkan hematom epidural sulit untuk terjadi perdarahan yang banyak

karena membutuhkan perdarahan arteri untuk memotong / merobek lapisan duramater pada

bagian dalam dari tulang kepala, hematom epidural medulla spinalis mudah terjadi

perdarahan yang berasal dari plexus vena epidural sedangkan hematom subdural jarang

ditemukan. (6)

Area extradural medulla spinalis berada di antara dura dan ligamentum flavum

anterior dan ligamentum longitudinal posterior. Diameter dari saluran medulla spinalis dua

sampai tiga kali lebih besar dibandingkan dengan penampang dari medulla spinalis. Bagian

dorsal dari extradural berisi jaringan lemak dan plexus vena yang luas. Area subdural berisi

arachnoid dari medulla spinalis lapisan interior dura.Perdarahan dura pada kanalis spinalis

jarang terjadi khususnya pada perdarahan subdural. Klasifikasi menurut arah temporal seperti

akut (3 minggu). (6)

Perdarahan dura biasanya disebabkan oleh cedera kolumna medulla spinalis.

Perdarahan dura juga dapat terjadi akibat iatrogenik yang paling banyak disebabkan oleh

punksi lumbal atau anastesi spinal. Perdarahan medulla spinalis seperti yang disebut diatas

sering terjadi akibat kombinasi dari fraktur vertebra dan perdarahan subarachnoid medulla

spinalis, walaupun jarang terjadi. SDH dapat mengelilingi dan menekan medulla spinalis

secara progresif utamanya pada dorsal kolumna. Pada beberapa kasus, fraktur kompresi

mengakibatkan kegagalan sirkulasi sekunder akibat nekrosis komplit dari segmen medulla

spinalis yang terkena. Perdarahan subarachnoid yang disebabkan oleh kontusio, akselerasi

atau trauma mekanik lain pada vertebra dan dapat berhubungan dengan perdarahan subdural

medulla spinalis atau merupakan sekunder dari perdarahan subarachnoid intrakranial. (6)

a.Perdarahan epidural medulla spinalis hingga ke diskus intervertebralis

b.Perdarahan subdural

Page 10: Trauma Vertebrospinalis

( Dikutip dari kepustakaan 6)

Trauma tembus medulla spinalis

Tanda dari trauma tembus medulla spinalis adalah perforasi dari duramater medulla spinalis

yang disebabkan oleh luka tikam atau luka tembak, oleh jarum (misal pada punksi lumbal)

dan kemudian mengakibatkan dislokasi dari fragmen vertebra. Cedera medulla spinalis dapat

menghasilkan inkomplit atau paralisis parsial dibawah lesi. Trauma tembus biasanya terjadi

pada kondisi peperangan/perkelahian, sebagai contoh peperangan Korea dan Vietnam.

Seperti pada cedera terbuka pada kepala, infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari cedera

terbuka medulla spinalis. Infeksi subdural, epidural atau subarachnoid medulla spinalis, abses

dan empyema dapat berkembang, inflamasi biasanya berasal dari infeksi lokal, misalnya

osteomiyelitis. Trauma tembus medulla spinalis merupakan resiko untuk terjadinya

meningitis purulenta atau abses subdural. Di Rumah sakit, kurang hati-hati pada punksi dura,

anastesi spinal atau epidural, atau kateterisasi epidural dapat menyebabkan trauma tembus

medulla spinalis dan inflamasi sekunder yang paling banyak terjadi adalah abses epidural. (6)

Luka Tikam

Pada bagian vertebra yang berdekatan dengan bagian dorsal dari atlanto-occipital joint

mengalami luka tikam maka akibatnya akan cedera pada bagian kaudal medulla oblongata

sehingga menyebabkan apnea dan kematian mendadak. Pada kasus lain, luka tikam pada

medulla spinalis juga dapat mengakibatkan luka insisi pada frontolateral maupun leher bagian

dorsolateral. Paling banyak, pisau atau benda tajam lainnya memasuki objek pada bagian

dorsolateral pada kanalis spinalis sehingga terjadi lesi asymetris. Luka pada sudut dapat

menyebabkan paralysis pada sisi yang terkena. Pada sisi yang satunya kadang-kadang juga

terkena. Luka tikam pada medulla spinalis akan mengakibatkan cedera pada dura,

leptomeninges dan pembuluh darah vena, lesi menyebar lewat perdarahan. Lesi vaskular bisa

berakibat sekunder, nekrosis iskemik yang berat pada medulla spinalis.(6)

Luka tembak

Cedera akibat luka tembak pada medulla spinalis biasanya terjadi cedera pada kolumna

tulang. Cedera pada medulla spinalis sendiri disebabkan oleh proyektil, fragmen tulang atau

keduanya. Setiap pergerakan dari kanalis spinalis, proyektil dan fragmen dapat berpindah di

dalamnya dan dapat menyebabkan parastesia dan paralysis motorik. Kecepatan yang tinggi

Page 11: Trauma Vertebrospinalis

dari proyektil dapat membuat gelombang syok sehingga terjadi cedera jaringan tanpa

penetrasi. Klaue (1948) membedakan ada tiga type dari luka tembak pada vertebra :

1.Luka perforasi, dimana missile melintang/memotong kolumna spinalis dan medulla

spinalis.

2.Luka penetrasi/ luka tembus, dimana missile memasuki kanalis spinalis tetapi tetap

tinggal di dalam.

3.Luka depressed, dimana missile tidak masuk ke dalam kanalis spinalis dan terbalik

eksternal atau masuk kedalam garis eksternal dengan atau tidak menembus dura

dan dapat membahayakan medulla spinalis langsung atau tidak langsung.

Luka tembak mengakibatkan perubahan patologi dari medulla spinalis yang

memberikan ciri sebagian atau komplit transection dari medulla spinalis. Penampakan

histologi termasuk liquefaction/ pencairan, nekrosis dari jaringan yang mengalami laserasi

dan perdarahan pada jaringan yang mengalami kerusakan. Periode laten diikuti dengan

perubahan reaktif, termasuk emigrasi leukosit danpembengkakan axon.

Makrofagmembersihkan luka dari nekrosis, proses perbaikan dimulai dari skar

mesenchymoglial atau kista. (6)

a.Cedera medulla spinalis akibat luka tembak

b.Luka perforasi yang menembus medulla spinalis akibat luka tembak

( Dikutip dari kepustakaan 6)

Cedera tertutup medulla spinalis

Cedera tertutup pada medulla spinalis biasanya diakibatkan oleh stress mekanik yang

berdampak pada vertebra. Kondisi statis pada vertebra dan medulla spinalis membuat regio

cervical bawah dan thorakolumbal junction merupakan daerah paling rawan terkena

traumamekanik. Perbedaan trauma langsung dan tidak langsung berdasarkan Jellinger 1976:

-Trauma langsung medulla spinalis disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma

tembus/penetrasi mengakibatkan space-occupying pada tulang atau ligamen

(dislokasi vertebra dan diskus, dll)

-Trauma tidak langsung medulla spinalis disebabkan trauma tumpul yang melakukan

transmisi/perambatan pada medulla spinalis tanpa adanya space occupying

kerusakan pada vertebra (berdampak kecil pada vertebra)

Pada setiap kasus trauma kepala yang sedang atau berat harus diketahui adanya

hubungan dengan trauma cervical atau dilakukan kriteria eksklusi. (6)

Page 12: Trauma Vertebrospinalis

Cedera Kontusio pada medulla spinalis

Umumnya kontusio spinalis menunjukkan semua kejadian mechanical primer

padamedulla spinalisdan pembungkusnya disebabkan oleh kekerasan tumpul pada medulla

spinalis. Cedera kontusio medulla spinalis juga termasuk semua kecederaan tanpa adanya

bukti kompresi tapi mengakibatkan terjadi gangguan lebih berat dan gangguan fungsi yang

reversibel dirasakan sebagai cedera konkusio.Cedera medulla spinalis tipe ini mempunyai ciri

perdarahan intramedullary dan atau edema. Gambaran histologi dari lesi pada segmen diatas

dan dibawah dari sisi cedera yang terkena. Perdarahan terletak di dalam central gray matter,

terutama pada bagian ventral dari posterior horn dan kanalis sentralis seperti nekrosis medulla

spinalis atau myelomalacia. Kebanyakan kasus merupakan kombinasi dari perdarahan dan

nekrosis liquefaction pada bagian sentral dari medulla spinalis. (6)

Setelah 2 jam pertama terkena, terjadi perubahan seperti kongesti, edema, dan homogenisasi

dari dinding pembuluh darah dengan kebocoran plasma kedalam perivaskular sebagai reaksi

dari leukosit. Cedera primer dari perifer adalah karakteristik dari rostral dan kaudal axonal

swelling dan axonal bulb. Trauma dendrit juga dapat terlihat dengan tidak adanya

imunoreaktif terhadap mikrotubuli yang berhubungan dengan protein 2 (Map2). Terjadi

dyemilinisasi yang luas. Adanya degenerasi retrograde dan Wallerian (anterograde). (6)

4 Fase inflamasi yang terlihat adalah :

1.Perdarahan dan nekrosis neuronal

2.Reaksi pembuluh darah

3.Proliferasi sel (mesenkim dan reaksi glial) dan atau resolusi

4.Proses terbentuknya skar termasuk produksi dari glial dan serat kolagen.

Kompresi medulla spinalis

Penyempitan akut atau kronik kanalis spinalis jika lebih dari 50% diameter anteroposterior

merupakan faktor resiko terjadinya kompresi pada medulla spinalis. Kompresi akut

menyebabkan defisit neurologik meliputi axon motorik dan atau sensorik pada medulla

spinalis. Lesi kronik medulla spinalis dapat disebabkan setelah adanya benturan yang dapat

menyebabkan kompresi seperti pada penyakit kongenital kolum vertebra (achondroplasia),

proliferasi neoplasma schwannoma, meningioma, carcinoma, degenerasi dari kartilago

(protursi dari diskus intervertebral, penyakit inflamasi (spondylitis) atau akibat iatrogenic

(myelographia). Sekunder dapat berkembang secara ascending menjadi focal nekrosis pada

medulla atau pons. Medulla spinalis dapat juga dislokasi/bergeser dan mengalami kompresi

akibat perdarahan subdural kronik. (6)

Page 13: Trauma Vertebrospinalis

Neuropatologi

Perubahan patologi pada kompresi medulla spinalis berasal dari kerusakan sirkulasi

intrinsik. Fase awal ditandai oleh kompresi vena yang menyebabkan statis vena dan edema.

Myelin akan menjadi bengkak, terjadi vakuolisasi pada white matter. Semakin terjadi

peningkatan kompresi akan terjadi nekrosis dan kavitas pada medulla spinalis terutama pada

bagian center pada medulla spinalis. Fase terakhir akan mempunyai ciri terbentuknya skar

glotic yang terjadi di dalam gray dan white matter, dengan beberapa axon yang masih bagus.

Jika kompresi minor yang terjadi, pengurangan aliran darah dapat dikompensasi dengan

mekanisme autoregulasi berupa dilatasi pembuluh darah vena dan kollateral pada sisi

berlawanan dari kompresi. (6)

Cedera medulla spinalis iatrogenik

Komplikasi dapat terjadi sehubungan dengan diagnostik, injeksi kontras atau obat

kedalam subarachnoid medulla spinalis atau anastesi spinal. Kebanyakan kasus ditemukan

pada praktik medikolegal. Gejala sekuele berupa iritasi mekanik atau intoksikasi kimia.

Anastesi spinal berada pada segmen L2/L3, tip pada conus medullaris biasanya pada L1/L2

dan dapat meluas. Jika pada L5/S1 akan menyebabkan iritasi mekanik sementara pada cabang

saraf. Perdarahan sering terjadi. (6)

Level cedera pada L2/L3 akibat penggunaan anastesi spinal kadang-kadang menyebabkan

hilangnya sensorik unilateralpersisten(dan kadang-kadang nyeri) pada L4/S1, kelemahan

tungkai, dan gejala traktus urinarius. Anastesiologi harus menghindari insersi jarum diatas

L3. (6).

Fraktur pada Cervical

Kombinasi trauma pada kepala dan vertebra merupakan bagian dari “trauma in

kontinuitas” yang secara umum disebut trauma kraniospinal yang terlihat sekitar 60% kasus

dengan MBI (Davis et al 1971). Pada kasus trauma kepala pemeriksaan patologi pada leher,

pembuluh darah vertebra dan otot paraspinal, Sebagian vertebra dan medulla spinalis, dengan

terutama pada craniocervical junction.

Perubahan morfologiberhubungan dengan akselerasi dari cervical :

-Perdarahan disekitar jaringan lunak , otot dan lemak

-Robekan ligamen pada kolumna spinalis

-Lesi diskus

Page 14: Trauma Vertebrospinalis

-Dislokasi dan subluxasi pada badan vertebra dan sendi kecil

-Fraktur tulang

-Cedera pada arteri vertebra (diseksi intramural, laserasi dan atau trombosis)

-Perdarahan dural (perdarahan epidural dan subdural)

-Kompresi atau laserasi medulla spinalis, kadang-kadang berhubungan dengan

perdarahan spinal, cedera axon, dan demyelinasi

-Edema dan nekrosis iskemik

Biomekanik dan proses yang terjadi pada fisik dapat dijelaskan dari cedera yang

ditemukan. Gaya yang menyebabkan antara lain akselerasi, bending, impact/benturan,

kompresi, shearing dan tension; kemudian cedera distorsi, luxation, fraktur, perdarahan dan

tearing/robekan. (6)

Trauma langsung dan tidak langsung pada cervical bagian atas merupakan bagian dari

craniocervical junction termasuk atlanto-occipital joint, atlas (C1) dan axis (C2) dengan

odontoid. Cincin tulang atlas menyokong “bridge” antara occiput dan axis. Condylus

occipital pada bagian lateral dari C1, diikuti oleh anteroposterior kemudian lateral pada

artikulasi atlantooccipital. Dens axis meluas ke rostral, posterior ke anterior dari cabang C1

dan secara embriologybadan C1 yang hilang. Ligamen menghubungkan vertebra ke vertebra

lainnya dan occiput. (6)

Beberapa ciri yang ditemukan pada trauma langsung craniocervical :

-Cedera dislokasi pada cervical akibat trauma langsung pada anterior-posterior atau

yang jarang terjadi pada bagian lateral

-Fraktur kompresi berupa kompresi pada diskus intervertebral atau hancurnya badan

vertebra. Bending/pembengkokan akibat tekanan dan stres kompresi yang lebih

hebat sering terlihat robekan pembuluh darah dan jaringan yang menyebabkan

perdarahan.

-Hiperekstensi dan atau fraktur hiperfleksi memiliki ciri ruptur pada lingkaran badan

vertebra dan atau oleh robekan dan perdarahan pada dorsal (hyperfleksi) pada

diskus intervertebral. Pada bagian lateral menyerupai cedera primer akibat

tekanan/tensile stres dan berlokasi pada kanan atau kiri dari sisi badan vertebra

dan atau diskus intervertebral.(6)

Trauma tidak langsung

Page 15: Trauma Vertebrospinalis

Anatomi cervical mengikuti pergerakan rotasi kepala pada three-axial system:

bending/pembengkokan lateral pada sumbu-x (axis dorso-ventral), flexi pada sumbu-y (axis

kanan kiri) dan rotasi pada sumbu-z (axis cranio-caudal). Beberapa gaya pada vertebra akan

memberikan cedera yang berbeda :

-Gaya rotasi, tenaga putaran axis-z longitudinal, dapat memisahkan ligamen dan

badan vertebra, cedera kadang-kadang berhubungan dengan fraktur odontoid

tetapi biasanya tidak menyebabkan defisit neurologik. Penyebabnya karena

kecelakaan lalu-lintas, pemukulan dan manipulasi chiropractic.

-Gaya vertikal akibat trauma pada bagian atas kepala dapat mengakibatkan fraktur

kompresi atlas dengan hancurnya dan terpisahnya cincin atlas sering terkena pada

empat bagian (fraktur Jefferson’s)

-Gaya hyperekstensi (retrofleksi) dapat menyebabkan fraktur dens, gaya ini

ditransmisi/dirambatkan lewat cincin anterior atlas dengan resiko kerusakan dens.

-Gaya yang melewati anterior ke posterior menembus tulang kepala terhadap cincin

anterior dari atlas yang ditransmisikan terhadap dens yang dapat menyebabkan

kerusakan. Fraktur juga dapat disebabkan oleh hyperfleksi (anterofleksi) dan

pergeseran badan vertebra. (6)

Disebut broken neck yaitu fraktur pada dens axis yang jarang ditemukan. Kebanyakan

disebabkan oleh hyperfleksi ke depan dengan retroversi dari fragmen-fragmen dens terhadap

medulla sehingga menyebabkan kegagalan pernafasan dan dapat dengan cepat dapat terjadi

kematian. (6)

Trauma tidak langsung (“whiplash”)

Kepala mempunyai massa yang relatif besar 4,5 kg sehingga memungkinkan terjadi

akselerasi, akut hyperfleksi/hyperdistensi pada craniocervical dan atau commisurra kolumna

cervical. Cedera disebabkan oleh retrofleksi pada banyak kasus disertai dengan kombinasi

rotasi, kompresi, stretching. Tergantung dari besarnya trauma,akan menyebabkan perubahan

morfologi dan gejala sisa akibat robekan otot dan tendon dan jarak dari luxation fraktur.

Strain terjadi pada cervical 4 dan 5, sehingga terjadi dislokasi dan fraktur. Kemungkinan

terjadi kerusakan parsial atau komplit medulla spinalis menyebabkan paraplegia parsial atau

komplit. Morfologi medulla spinalis menunjukkan nekrosis lokal dengan hystolysis. (6)

Salah satu kemungkinan akibat trauma tidak langsung pada leher yaitu syndrom klinis

“whiplash”. Adanya ketidaksesuaian hubungan antara cedera dan mekanisme yang

menyebabkannya. Karena penyebab organik pada kebanyakan kasus belum

Page 16: Trauma Vertebrospinalis

ditemukansehingga whiplash trauma menjadi subjek penelitian ortopedic, neurological atau

neurosurgical dan opini forensik. Ini menjadi perdebatan apakah whiplash trauma merupakan

proses organik atau syndrom fungsional.

Trauma whiplash menyebabkan kompleks gejala klinik yang disebabkan oleh

akselerasi minor atau moderate kepala terhadap trunkus. Ini biasanya disebabkan oleh

tabrakan frontal, lateral ataukecelakan lalu lintas. Pasien menegeluh sakit leher dengan

spasme otot. Pergerakan terbatas, dan atau hilangnya lordosis normal cervical. Sisi yang

mengalami tabrakan akan menyebabkan komplikasi berupa fraktur vertebra. (6)

Pada kasus whiplash, pemeriksaan X-rays tulang cervical biasanya normal. Pasien

mengeluh sakit kepala, mati rasa atau kelemahan pada satu atau dua lengan, tinnitus, vertigo.

Gejala yang muncul subyektif dan non spesifik, tidak didukung oleh penemuan objektif.

Gejala diatas dapat muncul tiba-tiba setelah kecelakaan atau setelah gejala free-interval

setelah beberapa hari dan dapat menghilang beberapa hari atau persisten selama tahunan

dengan gejala sakit kepala kronik. (6)

Pembagian cedera medulla spinalis dalam outopsi

Cedara vertebrospinal di dalam outopsi dibagi dalam 3 kategori:

Fatal atlanto-occipital dan cedera cervical rostral

Cedera lumbal, cervical, thoracic pada pasien akibat komplikasi dari trauma medulla spinalis

atau sebab yang tidak diketahui

Cedera vertebrospinalmerupakan salah satu komplikasi cedera traumatic pada pasien dengan

multiple trauma yang berat

Secara umum, etiologi dari cedera vertebrospinal sering terjadi pada daerah cervical dan

lumbal dibandingkan daerah thoracic disebabkan daerah thoracic terdapat tulang iga. (11)

Kebanyakan cedera disertai dengan perdarahan dan pembengkakan retropharyngeal dan

cedera rostral cervical sering disertai dengan cedera. Pada tengkorak dan otak (termasuk

fraktur tengkorak, contusion cerebral, dan nematome intracranial). Gangguan pada kepala

tidak ditemukan pada cedera cervical yang fatal, meskipun pergerakan extensi dari leher

mengalami gangguan. Cedera cervical yang letak tinggi kadang-kadang disertai dengan

Page 17: Trauma Vertebrospinalis

cedera tumpul pada mandibula, namun hal ini belum pasti terjadi, namun dapat terjadi pada

beberapa kasus. (11)

Airbags dapat menyebabkan high cervikal fraktur, jika pasien duduk terlalu dekat dengan air

bag. Berbeda dengan high cervical trauma, cedera pada low cervical sering terjadi diklinik,

namun jarang fatal, dikarenakan saraf motorik diafragma dipersarafi medulla spinalis level

cervical 3, cervical 4 dan cervical 5 secara sebahagian atau menyeluruh dan cedera pada otak

jarang terjadi dibandingkan pada high cervical lesion. Berdasarkan hal di atas cedera lower

cervikal jarang bersifat patologis dibandingkan high cervical lesion, namun apabila terjadi

dapat menetap dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Cedera mid cervical dan low

cervical tidak secara langsung menyebabkan kematian yang nyata ( emboli pulmoner akibat

imobilisasi dan septicemia sekunder yang dapat menyebabkan sepsis injury). Lower cervical

injury biasa disebabkan akibat kecelakaan sepeda motor , tetapi lebih sering karena terjatuh,

pemukulan dan cedera olahraga. Cedera cervical bawah yang mengalami hiperextensi dapat

disertai cedera tumpul pada wajah bagian bawah dicurigai bahwa antara cedera mandibula

dan cedera occipital dengan high cervical fraktur memiliki hubungan. (11)

Fraktur Thorakal

Fraktur vertebra thorakalis ataucedera medulla spinalis segment thoracalisjarang terjadi

dibandingkan cedera pada lumbal dan servikal disebabkan terdapat celah yang cukup luas

pada canalis spinalis dan juga karena pada vertebra thorakalis terdapat artikulatio

costochondral dan tulang iga. Berdasarkan diatas maka kekuatan yang lebih diperlukan

untuk dapat menyebabkan fraktur thorakalis dan juga pergerakan dari columna thorakalis

terbatas, sehingga fraktur thorakalis terjadi akibat flexi atau axial loading sehingga

menyebabkan fraktur kompresi. (11)

Pembebanan pada upper vertebra thorakalis dapat menyebabkan indirect sternal fraktur,

dengan gambaran terjadi displacement dari bagian upper sternum dengan bagian lower

sterna. Fraktur thorakalis sering bersifat multiple fraktur dibandingkan fraktur pada lumbal

dan cervical (dan biasanya bersamaan dengan cedera medulla spinalis pada tempat yang

banyak), fraktur tulang rusak posterolateraldan posteromedial dapat juga terjadi, dan deteksi

foto polos dada selama penaganan pasien yang mengalami perdarahan ke dalam ventral

paravertebral soft tissue akan menyebabkan mediastinumnya menjadi dalam dan terjadi

kesalahan diagnosis dari ruptur aorta. (11)

Fraktur Lumbal

Page 18: Trauma Vertebrospinalis

Fraktur daerah lumbal yang mana termasuk fraktur tulang baji adalah jenis fraktur yang

paling sering ditemukan di praktek klinik, dan “burst fraktur” (kedua tipe tersebut disebabkan

hiperflexi dan tekanan kompresi), seal belt fraktur (terjadi pada kecelakaan lalulintas dimana

batang tubuh tidak dipertahankan oleh diagonal shoulder belt dan disertai hiperflexi dari

vertebra lumbalis, dan fraktur dislokasi (fraktur yang paling sering terjadi pada thoracolumbal

junction). Fraktur tulang baji dicirikan dengan penekanan pada corpus vertebra lumbalis,

dengan tetap mempertahankan) menjaga ligament interspinous posterior sehingga mencegah

terjadi retropulsion dari corvus vertebra. Burst fraktur mengenai corpus vertebra dorsalis dan

ligament spinal posterior, dan banyak melihatkan bagian dari vertebra lainnya. Bagian

anterior dari titik tumpuh pergerakan pada lap belt injury akan mengalami cedera yang

kompleks antara lain terjadi: pemisahan dan gangguan vertebra lumbalis bagian posterior,

kerusakan ligament, dan fraktur pada satu atau beberapa vertebra lumbalis. Fraktur dislokasi

dari vertebra lumbalis terjadi pada thorakolumbal junction dan terjadi displacement bagian

ventral dari vertebra thorakal 12 terhadap vertebra lumbal 1. (11)

Cedera medulla spinalis tanpa fraktur vertebra

Cedera medulla spinalis yang disertai trauma dapat terjadi tampa gambaran fraktur ataupun

cedera soft tissue pada radiografi (cedera medulla spinalis tanpa kelainan radiografi).

Sebahagian pada orang dewasa dengan canalis spinalis yang mengalami penutupan. Secara

kongenital, atau penutupan akibat spondyolosis atau pengapuran dari ligament longitudinal

posterior. Cedera ini terjadi pada saat extensi dikarenakan karena sudut penyempitan dari

canal spinalis atau yang terkecil dibandingkan pada saat flexi, extensi dan distraksi columna

spinalis, dimana pada saat soft tissue pada anak-anak lebih elastis, pada banyak kasus gejala

neurological pada saat trauma hanyalah tanda dari myelopathy traumatik yang berat akan

muncul 4hari kemudian. Pasien yang koma untuk jangka waktu yang lama dengan keadaan

leher yang flexi dapat juga menyebabkan traumatic myelopathy dengan gambaran cedera soft

tissue atau fraktur vertebra. (11)

Trauma pada medulla spinalis

Penyebab utama dari cedera medulla spinalis adalah kompresi mekanik pada medulla

spinalis karena fraktur dislokasi, dimana hilangnya stabilitas sehingga menyebabkan

gangguan pergerakan antara 1 vertebra dengan vertebra lain yang berdekatan, sehingga pada

medulla spinalis terjadi lesi antara permukaan dorsal dari corpus vertebra dengan permukaan

Page 19: Trauma Vertebrospinalis

ventral dari lamina vertebra yang berdekatan, sehingga apabila masuk kedalam kanalis

spinalis akan menyebabkan penyempitan kembali dari kanalis spinalis, pada anak-anak

biasanya akibat congenital sedangkan pada orang tua biasanya disebabkan oleh osteoarthritis

dan kelainan degenerative vertebra yang lainnya. Pada beberapa kasus tarikan dan perfusi

damage pada medulla spinalis adalah penyebab lain cedera medulla spinalis.(11)

Apapun penyebab dari cedera medulla spinalis,termasuk akibat dari sekunder,inflamasi dan

iskemik, eksaserebral kejadian primer, sehingga diperlukan banyak startegi pengobatan yang

digunakan. Perubahan fungsi medulla spinalis segera setelah terjadinya cedera, pada beberapa

kasus akan menyebabkan gangguan yang lebih berat akibat tindakan manipulasi (biasanya

dalam 24jam setelah cedera), hipotensi sekunder akibat neurogenic vascular instability dapat

disebabkan oleh trauma medulla spinalis atau cedera traumatic lainnya, oklusi vertebra akibat

cedera pada vertebra. Perubahan fungsi medulla spinalis berikaitan dengan kekakuan yang

terjadi dalam beberapa minggu, bulan sampai tahun setelah terjadi cedera akibat expansi

cystic. Progressive deformasi pada concus spinalis merupakan penyebab sekunder dari

canalis spinalis atau akibat kelainan degenerative vertebra.(11)

Berdasarkan Klasifikasi American Spinal Injury Association (ASIA), trauma

vertebrospinal terdiri atas skala A, B, C, D dan E.

ASIA IMPAIRMENT SCALE

A = Komplit, tidak ada fungsi motorik atau sensorik pada segmen sakral S4-S5

B = Inkomplit, Fungsi sensorik masih ada, tidak ada fungsi motorik di bawah level

neurologik, termasuk segmen sakral S4-S5

C = Inkomplit, Fungsi motorik di bawah level neurologis masih bertahandan lebih

dariseparuh otot-otot utama di bawah level neurologik muscle gradenya kurang dari 3.

D = Inkomplit Fungsi motorik di bawah level neurologis masih bertahandan sekurang-

kurangnyaseparuh otot-otot utama di bawah level neurologik muscle gradenya lebih dari 3.

E = Normal, fungsi motorik dan sensorik normal (12)

Otot-otot yang dinilai adalah (Key muscles):

Page 20: Trauma Vertebrospinalis

Fleksor siku, Ekstensor pergelangan tangan, Ekstensor siku, Fleksor jari-jari tangan (phalanx

distal jari tengah), Abduktor jari-jari tangan (jari kelingking), Fleksor paha, Ekstensor lutut,

Dorsi-fleksor ankle, Ekstensor ibu jari kaki, Plantar fleksor ankle.(12)

Grade otot-otot:

0 = paralisis total

1 = kontraksi yang dapat diraba atau terlihat

2 =gerakan aktif tanpa gravitasi

3 = gerakan aktif melawan gravitasi

4 = gerakan aktif melawan sebagian tahanan

5 = gerakan aktif melawan tahanan penuh

NT= tidakl diuji (Terjemahan kotak pada SCI-INFO)

ASIA juga membagi trauma vertebrospinal inkomplit ke dalam empat tipe: yaitu:

1. Central cord syndrome: lebih banyak kerusakan fungsi pada ekstremitas superior

dibanding ekstremitas tnferior

2. Brown-Sequard Syndrom: lesi separuh pada spinal cord

3. Anterior cord syndrome:trauma melibatkantraktus spinal anteriortermasuk trakstus

vestibulospinal

4. Conus medullarisdanCauda equina syndrome: kerusakan pada konus atau radiks

spinar (ujung terbawah medulla spinalis di sakral). (12,14)

VII.GAMBARAN KLINIK

Gejala / gambaran klinik

Gejala dari cedera medulla spinalis bergantungpada lokasi dari cedera dan bagaimana

dan seberapa berat cedera itu. Cedera medulla spinalis complete berarti bahwa medulla

spinalis itu sama sekali telah kehilangan fungsi di bawaharea yang terkena itu. (7)

Gejala-gejala cedera medulla spinalis tergantung pada dua faktor, yaitu:

Page 21: Trauma Vertebrospinalis

Lokasi cedera. Pada umumnya cedera medulla spinalis pada lokasi yang lebih tinggi

akan mengakibatkan lebih banyak paralisis. Misalnya, cedera medulla spinalis pada

tingkat leher dapat mengakibatkan paralisis, baik pada lengan maupun pada kaki dan

akan membuat kesulitan bernapas jika tidak dibantu ventilator, sedangkan cedera pada

tingkat yang lebih rendah hanya melibatkan kaki dan tubuh bagian bawah.

Beratnya cedera. Cedera medulla spinalis dibagi atas cedera parsial dan cedera

komplit, tergantung pada seberapa luas medulla yang rusak. (4)

Pada cedera medulla spinalis parsial, yang biasa juga disebut cedera medulla spinalis

inkomplit, medulla spinalis masih dapat mengirim pesan ke otak atau membawa pesan dari

otak. Jadi pasien dengan cedera medulla spinalis parsial masih mempertahankan sebagian

fungsi sensorik dan beberapa fungsi motorik di bawah tingkat medulla spinalis yang terkena.

Cedera medulla spinalis sebagian / parsial berarti bahwa medulla spinalis kehilangan

sebagian fungsi dibawah area yang terkena (4)

Cedera medulla spinalis komplit didefinisikan sebagai hilangnya seluruh atau hampir

seluruh fungsi motorik dan sensorik di bawah tingkat area yang cedera. Akan tetapi, bahkan

pada cedera komplit,medulla spinalis tidak pernah benar-benar cedera separuhnya. Istilah

komplit digunakan untuk menunjukkan bahwa kerusakan medulla spinalis cukup besar.

Perbedaan ini penting karena sebagian besar pasien dengan cedera medulla spinalis

parsialmasih dapat pulih kembali, sedangkan pasien dengan cedera komplit sangat sulit untuk

pulih. (4)

Cedera medulla spinalis menimbulkan satu atau lebih tanda dan gejala berikut ini:

o Nyeri atau rasakram yang menyengat (seperti ditusuk-tusuk jarum) akibat kerusakan

serabut sarafpada medulla spinalis

o Ketidakmampuan bergerak

o Hilangnya rasa raba, seperti hilangnya kemampuan untuk merasakan panas, dingin

dan sentuhan.

o Hilangnya pengendaliansaluran cerna dan kandung kemih

o Refleks meningkat atau terjadi spasme

o Gangguan fungsi seksual, hasrat seksual, dan kesuburan

o Kesulitan bernapas, kesulitan batak atau kesulitan pembersihan lendir saluran napas. (4)

Page 22: Trauma Vertebrospinalis

Semakin berat cedera yang terjadi pada medulla spinalis semakin banyak dampak

yang dialami orang tersebut.Cedera komplit pada daerah thorasis dari tulang belakang

menyebabkan paralisis komplit pada tungkai tetapi lengan masih ttp dapat berfungsi, kejadian

ini dikenal sebagai paraplegi.Cedera komplit yang terjadi antara C4 dan C7 menyebabkan

kelemahan yanghebat pada lengan dan paralisis total dari tungkai. Kejadian ini dikenal

sebagai kuadriplegia. (7)

Cedera komplit medulla spinalis yang terjadi antara C1 dan C3 membuat pasien tidak

mampu bernafas dengan sendirinya dan tidak dapat menggerakkan lengan dan tungkai.

Pasien dengan cedera C1membutuhkan alat bantu pernafasan untuk bernafas dan tidak dapat

menggerakkan lengan dan tungkai.Selain itu, pasien dengan cedera pada segmen thorasis

tetap dapat bernafas dengansendirinya, dia juga melakukan aktivitas menggunakan kursi roda

karena kedua lengannya masih dapat digunakan. (7)

Akibat cedera akut dari cervical atau area thorakal bagian atas dari vertebra dapat

mengakibatkan spinal shock sympatik. Bagian distal dari level cedera menjadi arefleks. Pada

periode yang singkat (6-24 jam), korban akan mengalami arefleks dengan hypotoni dan efek

sympathectomy. Dilatasi dari vaskular dan akumulasi darah pada pembuluh darah perifer.

Pasien akan mengalami penurunan/drop tekanan darah systolic 90mmHg diastolic 50 atau

60mmHg dengan nadi yang cepat. Refleks akan sembuh setlah 24 jam dan antara 48 dan 72

jam akan terjadi kontraksi setelah trauma tumpul. Pasien dengan syok spinal dapat mati

mendadak, khususnya pada cedera cervical bagian atas dengan pontomedullary atau cedera

batang otak lainnya. (6)

Defisit neurologik (sensorik dan motorik) akut dan kronik tergantung pada segmen

medula spinalis yang terkena. Pada orang dewasa, medulla spinalis bagian inferior berada

pada L-1 vetebra. Cedera pada segmen medulla spinalis sehingga tidak berhubungan dengan

segmen tulangvertebra.(6)

Lokasi trauma* Dampak yang terjadi~

Pada dan diatas C5 Paralisis respirasi dan kuadriplegia

Antara C5 dan C6 Paralisis pada kaki, pergelangan tangan, dan

tangan, lemah bahu abduksi, dan fleksi siku,

kehilangan reflex brachioradialis

Antara C6 dan C7 Paralisis pada kaki, pergelangan tangan dan

tangan kesulitan pergerakan bahu dan fleksi

sikut mungkin terjadi, kehilangan reflex

Page 23: Trauma Vertebrospinalis

biceps “jerk”

Antara C7 dan C8 Paralisis pada kaki dan tangan

Pada C8 sampai T1 Dengan lesi melintang, horner’s syndrome

(ptosis, pupil miosis, anhidrosis wajah),

paralisis kaki

Antara T11 dan T12 Paralisis otot kaki atas dan di bawah lutut

Pada T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut

Cauda equine Hiporeflex atau areflex / parese pada

ekstremitas bawah, sering nyeri dan

hiperestesia dalam distribusi dari akar saraf,

and selalu kehilangan control miksi dan

defekasi

Pada S3 sampai S5 atau conus medullaris

pada L1 komplit kehilangan control fungsi

miksi dan defekasi

Diambil dari kepustakaan no. 13

Cedera pada cabang nervus yang lebih spesifik dapat terjadi bersamaan dengan cedera

medulla spinalis ataupun tidak secara bersamaan . Karena setiap cabang nervus mempersarafi

fungsi motorik dan sensorik pada bagian tubuh yang berbeda. Gejala yang muncul tergantung

dari distribusi cabang nervus spesifik tersebut. (3)

“Spinal concussions” juga dapat terjadi baik komplit maupun inkomplit, tetapi

disfungsi medulla spinalis bersifat sementara dan akan membaik dalam 1 atau 2 hari. Pemain

bola memiliki kemungkinan terkena spinal concussion dan kontusio medulla spinalis lebih

besar. Gejala yang muncul berupa gejala neurologis termasuk mati rasa, kesemutansensasi

seperti syok elektrik, rasa terbakar pada ekstremitas. Fraktur dislokasi dengan robekan

ligamen dapat ditemukan pada sindrom ini.(3)

VIII.DIAGNOSIS

Cedera medulla spinalis didiagnosis ketika pasien datang dengan kehilangan fungsi

setinggi leveldari cedera yang terjadi.

Tanda dan gejala cedera medulla spinalis

Page 24: Trauma Vertebrospinalis

-Nyeri ekstrim / nyeri tekan pada leher, kepala atau tulang belakang

-Tingling atau hilangnya sensasi pada tangan, jari tangan, jari kaki atau ibu jari.

-Hilangnya sebagian atau seluruh kontrol dari tubuh

-Urgency sistem kemih atau saluran cerna, inkontinensia atau retensi

-Gangguan pernafasan setelah cedera

-Bengkak padakepala atau tulang belakang (3)

Seorang dokter dapat mendiagnosis cedera medulla spinalis pada pasien yang tidak

memiliki gejala-gejala diatas, selama pada pasien tersebut terdapat kriteria : tidak ada

gangguan status mental, tidak ada defisit neurologis, tidak ada intoksikasi dari alkohol, atau

obat-obat dan tidak ada nyeri lainnya yang dapat mengalihkan diagnosis cedera medulla

spinalis. (3)

Pada kasus lainnya, pasien yang mengeluhkan nyeri leher, dimana terdapat gangguan

kesadaran atau ketika terdapat kelemahan yang nyata, atau tanda neurologis lainnya. Servikal

hendaknya dijaga dengan menggunakan neck collar sampai pemeriksaan radiologis selesai

dilakukan.(3)

Pemeriksaan radiologi

Diagnosis radiologi dari cedera medulla spinalis diawali dengan pemeriksaan X-ray.

Tulang belakang dapat di X-ray. Pasien denga cedera medulla spinalis juga dapat dilakukan

pemeriksaan tomografi computerized (CT)/ CT Scan dan MRI. Pada pusat perawatan, CT

Scan merupakan pemeriksaan awalyang dilakukan pada cedera medulla spinalis. Pada pasien

dengan cedera atau curiga akibat cedera, MRI dapat membantu memperlihatkan keadaan dari

tulang belakang dan juga dapat mendeteksi bekuan darah, herniasi diskus atau massa yang

dapat menekan medulla spinalis. CT Scan membantu memperlihatkan keadaan tulang

termasuk jika terdapat fraktur. (3)

Ketika semua pemeriksaan radiologik selesai dilakukan maka pasien dapat disarankan untuk

menggunakan neck collar untuk jangka waktu yang cukup lama. Apabila pasien bangun dan

sadar tetapi tetap mengeluhkan nyeri leher, maka dokter dapat menyarankan untuk pulang

tetapi dipasangkan neck collar dengan direncanakan untuk mengulang pemeriksaan X ray 1

atau 2 minggu kedepan. Pada kasus dimana spasme otot menyebabkan nyeri dapat dianggap

sebagai gangguan tulang pada kolumna spinalis. Pada spasme, pemeriksaan X-ray dapat

Page 25: Trauma Vertebrospinalis

memperlihatkan abnormalitas dari alignment atau gangguan pergerakan nyata yang tidak

ditemukan pada cedera yang tiba-tiba. Pada pasien yang mengalami koma, bingung/kacau

atau tidak kooperatif, pemeriksaan radiologi sulit untuk dilakukan sehingga dokter hendaknya

mempertahankan pasien dengan neck collar sampai pasien kooperatif namun dokter juga

dapat melakukan pemeriksaan lainnya. (3)

Posisi anteroposterior, posisi lateral dan posisi khusus misalnya posisi odontoid dan

posisi neuroforaminal penting untuk melihat susunan dan kelurusan tulang vertebra.

Apabila diduga terjadi fraktur servikal, maka torakal 1 harus terlihat, agar fraktur

servikal bawah atau subluksasi tidak luput dari pemeriksaan. Fraktur permukaan

vertebra bisa tidak terlihat, oleh karena itu diperlukan posisi dinamis. Akan tetapi

pada kasus akut,posisi dinamis merupakan kontraindikasi sehingga CT scan dan MRI

lebih dipilih. Apabila ditemukan satu fraktur, maka tingkat vertebrospinal lainnya

juga harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya cedera. Tidak adanya fraktur tidak

menjamin kestabilan kolumna spinalis (tidak menjamin bahwa tidak adapergeseran). (10)

CT scan baik untuk pemeriksaan tulang dan penting apabila hasil radiography

menunjukkan adanya cedera tetapi tidak terlihat jelas atau apabila suatu area tampak

kabur. CT scan juga dapat memperlihatkan perubahan jaringan-lunak, udem medulla,

demielinasi, kista, abses, perdarahan dan klasifikasi. CT myelography merupakan

pilihan utama untuk pemeriksaan kelainan kanalis vertebralis. (10)

MRI adalah metode yang terbaik untuk pemeriksaan jaringan saraf. Hasil

pemeriksaan MRI berkaitan dengan status neurologik dan membantu untuk

menentukan prognosis. (10)

Dislokasi atlanto-occipital (foto X-ray posisi lateral)

(dikutip dari kepustakaan 11)

Pemeriksaan Radiography

Indikasi foto vertebrospinal servikal adalah:

1. semua pasien yang sadar yang mengalami nyeri leher atau nyeri tekan

2. ada defisit neurologik

3. poly-trauma (trauma lebih dari satu lokasi)

4. Trauma kraniofacial

Page 26: Trauma Vertebrospinalis

5. Tidak sadar akibat trauma(9)

Pasien yang tidak sadar memerlukan pemeriksaan dengan x-ray (foto Rontgen) untuk

konfirmasi..Foto .X- raystandar yang diperlukan adalah:

1. Vertebrospinal servikal posisi lateral cross table (paling penting)

2. Posisi AP

3. Posisi odontoid yaitu mulut terbuka(9)

Foto Fleksi-ektensi:

Nyeri leher dimana hasil pemeriksaan neurologis normal, foto polos normal, untuk

pemantauan aktif ketika berada di ruang pemulihan nyeri.

Untuk foto C7-T1:

1. Track down shoulder (bahu ditarik ke bawah)

2. Swimmer’s(9)

Pemeriksaan CT:

Standar:5 mm section

Thin section: 2-3 mm (pada area yang disuspect)

Pemeriksaan MRI

Kelebihan:Dapat terlihat struktur jaringan lunak spinal

Dapat diketahui kanalis vertebralis yang terkena

Kekurangan: Tidak tersedia di setiap rumah sakit

Biaya mahal

Resolusi jelek jika terjadi gerakan

Tidak boleh digunakan peralatan dari besi (9)

Pemeriksaan Laboratorium

Page 27: Trauma Vertebrospinalis

Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai dengan indikasi untuk evaluasi pasien

trauma. Walaupun tidak ada tes khusus untuk evaluasi trauma vertebrospinal pada kasus akut,

akan tetapi pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk evaluasi komplikasi jangka panjang

trauma vertebrospinalis. Analisis cairan spinal (Spinal fluid) perlu dilakukan untuk evaluasi

kasus cedera medulla spinalis non-traumatik (cedera akibat penyakit) misalnya transverse

myelitis dan untuk menyingkirkan kelainan-kelainan lainnya apabila diagnosis tidak pasti. (10)

IX.GAMBARAN PATOLOGI

Yang terlihat pada kelainan makroskopik/yang tampak dan mikroskopik pada cedera

medulla spinalis sesuai dengan patogenesis dan sisi yang mengalami cedera.

Makroskopik/kelainan yang tampak

Dura biasanya tidak robek pada cedera vertebrospinalis, tetapi sisi dari cedera terdapat

perdarahan peridural pada kasus-kasus akut dan penyempitan fokal atau kekenduran pada

kasus-kasus kronik. Penemuan gross dan mikroskopik dari cedera medulla spinalis

tergantung pada lamanya lesi, beratnya cedera dan terlindungnya pia. Ketika pia intak, tidak

ada abnormalitas yang dapat terlihat jika kematiannya terjadi mendadak atau dalam hitungan

menit akibat cedera. Pada kasus ini harus diketahui dimana lokasi vertebra dan cedera

perispinal sehingga dapat sebagai penunjuk lokasi dari trauma medulla spinalis. Masalah ini

biasanya ditemukan pada kasus-kasus dislokasi atlanto-occipital atau atlantoaxial tanpa

transeksi medulla spinalis. (6)

Dalam periode yang singkat (hingga beberapa jam) setelah trauma medulla spinalisakan

terjadi pembengkakan, warna yang tidak jelas, dan perdarahan. Kemudian, terjadi resorpsi

dari cedera jaringan menyebabkan softening dan atrophy dari medulla spinalis. Luka lama

yang ringan dapat dipalpasi daripada dilihat karena sudah lembek. Jika pia tercabik/robek,

akan terjadi impresi pemisahan pada bagian bawah bagian yang tercabik/robek dengan

medulla spinalis. (6)

Pada potongan horizontal, medulla spinalis pada satu sisi yang terpisah akan menunjukkan

kelainan yang sama yang terlihat pada kasus dimana pia tidak mengalami cedera. Perubahan

akut pada kasus ini berupa perdarahan dan robeknya jaringan medulla spinalis. Pada cedera

yang lama, adanya variasi derajatdegenerasi kistik. Perubahan meluas dari satu atau dua

Page 28: Trauma Vertebrospinalis

segmen pada kedua sisi dari center lesi, pada bagian lateral dimana abnormalitas/kelainan

yang paling jelas. (6)

Mikroskopik

Jika kematian terjadi dalam hitungan menit akibat trauma medulla spinalis memiliki ciri pada

sisi yang cedera mengalami dilatasi pembuluh darah, perdarahan peteki (utamanya pada gray

matter, serabut-serabut saraf tidak beraturan pada white matter. Setelah beberapa jam. Peteki

akan terlihat dan lebih meluas dan motor neuron medulla spinalis menunjukkan iskemik

neuronal nekrosis. Atau kromatolysis substansi Nisl, sytoplasic hypereosinophilia, pergeseran

nukleus ke sisi yang samping dari sel. Neutrofil akan muncul pada jaringan sekita 24 sampai

36 setelah cedera dan makrofag kira-kira 5 d. Mengaktivasi mikroglia seperti yang terlihat

pada immunolabel CD68 sebagai sel yang banyak dan tumpul dan mengelilingi badan sel

bulat berbeda dengan mikroglia dalam proses istirahat seperti elongasi. (6)

Tampilan dari aktivasi mikroglia dan makrofag memberikan tanda awal yaitu resorpsi

jaringan yang progresif sebagai tanda terjadi perubahan kistik. Sisa isi makrofag akan tinggal

untuk beberapa tahun. Distribusi dari sel-sel inflamasi akut dan kronik biasanya bersifat

menambal/menutup meskipun predileksi makrofag pada pinggir nekrosis. Limfosit jarang ada

dan jarang terlihat. Pembengkakan axon terjadi sesuai dengan lesicerebral dan aktivasi

astrocyt terlihat dalam seminggu atau beberapa saat setelah trauma. Kelainan BAPP-

immunopositive axon juga ditemukan tidak terlalu jauh dari cedera medulla

spinalis.Penemuan yang signifikan tidak diketahui tapi dapat menunjukkan traumatik axon

spinal difus dengan analogi terjadi efek difus pada trauma axon di otak atau sedang dalam

trauma primer dan degenerasi transneuronal. (6)

Dengan kemampuan bertahan hidup yang panjang dan setelah terjadi pemisahan dari jaringan

medulla spinalis, fibrosis akan terjadi pada area cedera terutama ketika telah melewati pia dan

pertumbuhan sel schwann dan regenerasi axon perifer pada area yang cedera yang

membentuk seperti neuroma traumatik. (6)

Sekitar lesi medulla spinalis, beberapa minggu hingga bulan setelah cedera akan terjadi

degenerasi yang terjadi pada traktus kortikospinalis dibawah lesi dan traktus spinotalamikus

dan kolumna posterior di atas lesi. Tanda pertama dari traktus mengalami degenerasi dengan

metode rutin adalah gambaran sisa kotoran yang penuh tersebar. Adanya axonmyelinisasi

Page 29: Trauma Vertebrospinalis

yang hilang progresif menyebabkan pucat pada traktus pada sediaan warna dengan

pewarnaan myelin. (6)

A.Fraktur dislokasi pada badan bagian bawah dari C4. Panah menunjukkan diskus

intervertebralis

B.Potongan horizontal medulla spinalis : nekrosis fokal pada central gray matter

( Dikutip dari kepustakaan 11)

X.PENATALAKSANAAN

Pengobatan cedera medulla spinalis dimulai sebelum pasien dimasukkan ke RS.

Paramedis atau petugas kesehatan hendaknya melakukan immobilisasi secara berhati-hati

pada tulang belakang yang mengalami cedera. Di UGD, immobilisasi dilanjutkan ketika

masalah yang mengancan jiwa telah diketahui, Jika pasien harus dilakukan operasi

emergency disebabkan pada trauma pada abdomen, dada atau area lainnya, immobilisasi dan

mempertahankan tulang belakang tetap lurus hendaknya dipertahankan selama operasi. (3)

Farmakoterapi

Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas (kecacatan) dan untuk

mencegah komplikasi.Farmakoterapi: Kortikosteroid(10)

Dikutip dari kepustakaan 7

Pembedahan

Kadang-kadang, seorang ahli bedah memutuskan melakukan cito operasi jika terjadi

kompresi medulla spinalis oleh herniasi diskus, bekuan darah atau lesi lainnya. Ini sering

terjadi pada pasien dengan cedera inkomplit medulla spinalis atau penurunan neurologis yang

progresif. Jika operasi tidak dapat memperbaiki kerusakan medulla spinalis, operasi dapat

dilakukan untuk stabilisasi tulang belakang untuk mencegah nyeri berlanjut atau terjadinya

deformitas, dimana ahli bedah dapat memutuskan untuk melakukan tindakan ini sehingga

kondisi pasien dapat lebih baik. (3)

Sekarang ini penanganan trauma vertebrospinalis dengan obat-obatan serta pembedahan

mengalami kemajuan. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah terjadinya cedera sekunder.

Page 30: Trauma Vertebrospinalis

Stabilisasi vertebra, immobilisasi, dan penatalaksanaan gangguan hemodinamika dan

gangguan otonomsangat penting pada fase cedera akut,sedangkan penatalaksanaan

komplikasi gastrointestinal(misalnya ileus, konstipasi, ulkus, ), traktus genitourinari

(misalnya infeksi saluran kemih, hidronefrosis), dermatologi (misalnya

dekubitus/bedsores), dan muskuloskeletal (misalnya osteoporosis, fraktur, overuse

syndromes, nyeri akut dan nyeri kronik), merupakan tujuan jangka panjang.

Apabila diduga terdapat trauma (leher dan kepala), maka leher dan kepala distabilkan

secara manual. Pasien digerakkan dengan hati-hati menggunakan teknik logroll untuk

mencegah pergeseran ke arah lateral. Dianjurkan penggunaan spine board, tetapi alat-

alat lainnya seperti head block, bantal, dan kasur juga diperlukan.

Terapi radiasi darurat diperlukan pada penyakit metastatik.Untuk tumor, beberapa

protokol menggunakan deksametasondosis tinggi yaitu 10-100 mg IV diikuti dengan

6-10 mg intravena per 6 jam selama 24 jam yang kemudian ditapering IV atau oral

selama 1 sampai 3 minggu.

Studi multicenter dari tahun 1990 melaporkan penurunan angka kematianpada kasus-

kasus trauma vertebralis yang diberi metilprednisolon dosis tinggidalam 8 jam

pertama, dimana cara ini merupakan standar penanganan di Amerika Serikat. Di

tempat lainnya, cara ini masih kontroversial, karena meningkatnya resiko perdarahan

lambung dan infeksi pada luka. Menurut penelitian NASCIS III (The Third National

Acute Spinal Cord Injury Randomized Controlled Trial), pasien dengan cedera

vertebrospinal akutyang diberi metilprednisolondalam waktu tiga jam sejak terjadinya

trauma, harus tetap dilanjutkan sampai 24 jam. Apabila metilprednisolon diberikan3-8

jam setelah trauma, maka harus tetap dilanjutkan sampai 48 jam. (10)

Penanganan segera dengan pembedahan untuk membuang tulang yang rusak, diskus, dan

benda asing masih kontroversial, kecuali jika terdapat kanal kompromis (kerusakan berat

medulla dalam kanal-penerj) yang jelas. Tindakan pembedahan pada fase subakut (misalnya

24-72 jam setelah trauma) hasilnya tidak memuaskankarenasebagian besar jaringan yang

rusak sudah ireversibel pada waktu itu. (10)

XI.PEMBUKAAN DAN PEMERIKSAAN MEDULA SPINALIS

Ini bukan hal yang rutin dilakukan untuk membuka medula spinalis saat otopsi,

kecuali ada indikasi tertentu dimana mungkin ada beberapa lesi. Dimana, hal ini

kemungkinan  sangat kecil untuk terjadinya kerusakan columna vertebralis, pembuluh darah

Page 31: Trauma Vertebrospinalis

atau isi dari canalis vertebralis bagaimana pun sebaiknya tidak ada keraguan untuk

melanjutkan otopsi sampai memasuki daerah ini. (16)

Ada beberapa teknik pembukaan medula spinalis dan untuk keterangan seluruhnya,

teks dari Ludwig atau Knight harus dikonsultasikan. Singkatnya, ada 2 pendekatan utama ke

medula spinalis, anterior dan posterior. Dalam teknik anterior, corpus vertebra dibuka setelah

pembukaan organ tubuh lengkap, dengan menggergaji pedicle dengan pemotongan pada

lateral bawah tiap sisi lebih baik jika tubuh tidak dibalik sampai wajah tertutup dan incisi

dorsal yang luas dihindari, yang mana membutuhkan perbaikan berikutnya. Selanjutnya

diketahui bahwa teknik ini lebih melelahkan, tapi bagaimana pun, tetap dibutuhkan terutama

pada regio thoracal dimana ujung kepala dari costae membuat pendekatan lebih sulit. (16)

Pendekatan posterior lebih biasa digunakan, membutuhkan incisi midline dari occipital

kedaerah lumbal, otot-otot para spinal ditunjukakan sepanjang jaringan subcutan. Dua

potongan gergaji pararel kemudian dibuat kebawah sepanjang vertebra untuk memisahkan

lamina kanan dan kiri, dan memberikan akses ke canalis vertebralis. Ini paling baik dilakukan

dengan gergaji listrik yang berayun, perhatikan jangan memotong terlalu dalam yang bisa

mengenai duramater medula spinalis. Pelepasan tulang diperiksa dengan teliti dari bawah

keatas untuk memperlihatkan canalis vertebralis. (16)

Pemotongan sebaiknya ditempatkan cukup lateral sehingga pembukaan medula

spinalis tidak megalami kesulitan. Ketika canalis terlihat, duramater medula spinalis diperiksa

adanya perdarahan, infeksi, atau kelainan lain, kemudian dibuka – tetap dengan duramaternya

– dengan memotong transversal akar saraf dan duramater, dan mengupasnya dengan progresif

dari bawah ke atas. Duramater kemudian pelan-pelan dibuka dengan penjepit dan gunting

untuk memeriksa medula spinalisnya. Medula spinalis bisa dimasukkan dalam formalin,

dengan otak, segera sebelum pemotongan dan contoh dibawa ke bagian histologi. Fraktur,

infark, infeksi, perdarahan, dan proses degenerasi adalah lesi utama dalam konteks forensik.

Canalis vertebralis yang kosong harus diperiksa hati-hati untuk melihat adanya kerusakan

discus, tumor, fraktur, perdarahan dislokasi, dan kolaps vertebra.   Ketika pada otopsi,

dicurigai adanya kerusakan vertebra, latihan permulaan yang baik adalah dengan menggeser

tangan dibawah punggung dari tubuh di atas meja otopsi dan menarik vertebra dorso-lumbar

ke atas, sambil memperhatikan bagian dalam dari corpus vertebra. Jika ada fraktur atau

dislokasi, sudut abnormal yang terjadi tiba-tibaakan terlihat, sebagai ganti pembengkokan

yang terjadi secara halus. Vertebra cervical dapat di tes dengan manipulasi manual.Jika sudut

Page 32: Trauma Vertebrospinalis

yang dicurigakan terlihat, sayatan dapat dilakukan sepanjang vertebra anterior, melalui

corpus vertebra dan discus, menggunakan gergaji listrik atau tangan. Ini akan

memperlihatkan bagian dalam dari vertebra dan menunjukkan adanya fraktur, perdarahan,

atau discus yang robek. Jika salah satunya ditemukan, medula spinalis harus selalu dibuka.(16)

XII.ASPEK MEDIKOLEGAL

Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat

kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari

permasalahan sebagai berikut :

a.Jenis luka apakah yang terjadi?

b.Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?

c.Bagaimanakah kualifikasi luka itu?

Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu kedokteran forensik,

yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam kitab undang-undang

hukum pidana yang bersangkutan :

Pasal 351

1.Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda

paling banyak tiga ratus rupiah;

2.Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling

lama lima tahun;

3.Jika mengakibatkan mati dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

4.Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;

5.Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. (17)

Pasal 90

Luka berat berarti :

jatuhsakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,

atau menimbulkan bahaya maut;

Page 33: Trauma Vertebrospinalis

tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencaharian;

kehilangan salah satu panca indra;

mendapat cacat berat;

menderita sakit lumpuh;

terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. (17)

Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindakan pidana, yaitu:

1.penganiayaan ringan;

2.penganiayaan;

3.penganiyaan yang melibatkan luka berat

4.penganiayaan yang mengakibatkan kematian.(17)

DAFTAR PUSTAKA

1.Shepherd Richard, eds. Simpson’s Forensic Medicine12th ed. London: Arnold A member of the Hodder Headline Group. 2003.p.75.

2.John Hebblewhite Th.PRIMARY CARE FOR THE SPINAL INJURED.[online]. [cited 2008 August28]: Available from: URL: http://www.worldortho.com/database/etext/si_care.html#assumptions

3.What is Neurosurgery, Spinal Cord Injury. [serial online]. 2005 November [cited 2008 August 28]. Available from: URL: http://www.Neurosurgery Today.org/privacy.asp

4.Spinal Cord Injury. [serial online]. 2008 Juny20 [cited 2008 August 28]. Available from: URL: http://www.mayo Clinic.com.

5.Spitz and Fisher’s In: Werner U. Spitz,M.D.eds. Medicolegal Investigation of Death 4 th ed. U.S.A: Publisher, LTD.2004.p.1062.

6.M. Oehmichen. Forensic Neuropathology and Associated Neurology. U.S.A: Springer. 2002.p. 217-236.

7.X-Plain TM.Spinal Cord Injury. The Patient Education Institute[online] 2005. [cited 2008 August 28]. Available from: URL: http://www.x-plain.com

8.Linda Lindsey, MEd and Phil Klebine, MA. Understanding Spinal Cord Injury and Functional Goals & Outcomes. [serial online]. 2000 July [cited 2008 August27]. Available from: URL: http://www.spinalcord.uab.edu/show.asp -onstage.com

Page 34: Trauma Vertebrospinalis

9.Cholavech Chavasiri, M.D.PRINCIPLES AND MANAGEMENT OF SPINAL TRAUMA.

[serial online]. 1997 [cited 2008 August 29]; Available from: URL: http://www.worldortho.com/database/etext/pathology.html

10.Francisco de Assis Aquino Gondim, MD, MSc, PhD. Spinal Cord Trauma and Related Diseases. [online]. 2004 January [cited 2008 August26]: [11 screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com/disclaimer.htmlsfcc.com

11.Michael J. Shkrum,MD. Forensic Pathology of Trauma. New Jersey: Human Pres. 2000. P 574-584

12.Wise Young, Ph.D., M.D.Spinal Cord Injury Levels & Classification [serial online]. 2002 [cited 2008 August 28]. Available from: URL: http://www. sci- info-pages.com

13.J. Brad Bellotte, MD; James E. Wilberger, MD. Spinal Trauma. [online] 2007 April. [cited 2008 August 28]. Available from: URL: http://www.merck.com/htbin

14.Spinal Cord Injury.[serial online]. 2007 September [cited 2008 August 26]. Available from: URL: http://en . wikipedia.org.

15.Amie B. Jackson, MD.Overview of Spinal Cord Injury Anatomy & Physiology [serial online]. 2000 August 29 [cited 2008 August 29]; Available from: URL: http://www.spinalcord.uab.edu/show.asp

16.Basbeth Ferryal.Dr.Sp.F. Forensik Autopsi.]online] [cited 15 Sep. 08]. Avaible from: URL: http://: www. Free webs.com /reef_ forensik/keracunan obat.htm

17.Idris AM,Dr. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta: Binarupa Aksara.1997.p.86-88