trauma alkali

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma alkali adalah trauma yang disebabkan oleh bahan kimia berupa cairan, gas, atau zat padat yang mempunyai tingkat keasaman(pH) lebih tinggi dari 7,0 dan menyebabkan proses penyabunan. Trauma kimia alkali termasuk dalam kegawatan mata. Di Jerman, 10% dari 52.142 kasus trauma mata yang dilaporkan adalah trauma kimia. Trauma kimia basa akan mengakibatkan kerusakan yang lebih parah apabila dibandingkan dengan trauma basa.(Ralph, 1994) Zat alkali dpat berubah menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan okuli. Ion hidroksil ini menimbulkan reaksi saponifikasi asam lemak membrane sel yang dapat mengakibatkan kematian sel; sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stoma dan glikosaminoglikan. Interaksi yang terjadi akan penetrasi ke kornea dan hidrolisis luas ke dalam segmen anterior mata. Keadaan inilah yang mengakibatkan kerusakan pada mata dengan trauma basa menjadi lebih parah. Banyak penelitian mengenai penatalaksanaan trauma kimia basa seperti: penghambat enzim, obat anti inflamasi, antikoagulan, barrier mekanik, antiokasidan, imunosupresan dan berbagai bahan untuk mempercepat penyembuhan luka, akan tetapi bahan-bahan tersebut masih belum dipergunakan secara luas.(Pfoister, 2005)

Upload: mazamunie1

Post on 12-May-2017

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Alkali

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma alkali adalah trauma yang disebabkan oleh bahan kimia berupa cairan,

gas, atau zat padat yang mempunyai tingkat keasaman(pH) lebih tinggi dari 7,0 dan

menyebabkan proses penyabunan. Trauma kimia alkali termasuk dalam kegawatan mata.

Di Jerman, 10% dari 52.142 kasus trauma mata yang dilaporkan adalah trauma kimia.

Trauma kimia basa akan mengakibatkan kerusakan yang lebih parah apabila

dibandingkan dengan trauma basa.(Ralph, 1994)

Zat alkali dpat berubah menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan okuli. Ion

hidroksil ini menimbulkan reaksi saponifikasi asam lemak membrane sel yang dapat

mengakibatkan kematian sel; sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stoma dan

glikosaminoglikan. Interaksi yang terjadi akan penetrasi ke kornea dan hidrolisis luas ke

dalam segmen anterior mata. Keadaan inilah yang mengakibatkan kerusakan pada mata

dengan trauma basa menjadi lebih parah. Banyak penelitian mengenai penatalaksanaan

trauma kimia basa seperti: penghambat enzim, obat anti inflamasi, antikoagulan, barrier

mekanik, antiokasidan, imunosupresan dan berbagai bahan untuk mempercepat

penyembuhan luka, akan tetapi bahan-bahan tersebut masih belum dipergunakan secara

luas.(Pfoister, 2005)

Sodium hyaluronat adalah material viskoelastis yang tidak memicu reaksi

inflamasi. Material ini disintesa di membrane sel dan dilaporkan mempengaruhi

perlindungan sel, migrasi sel, mengontrol pertumbuhan, berpengaruh pada diferensiasi sel

dan pembentukan jaringan. Materi ini terdapat pada jaringan ikat dan berperan penting

sebagai unsur penyusun matrik ekstraseluler. Sodium hyaluronat telah banyak digunakan

sebagai terapi dry eye syndrome. Pada penelitian Tokoyasu et al sebelumnya, sodium

hyaluronat 1% telah diteliti sebagai bahan standar terapi pada model trauma alkali dan

dilaporkan mempunyai efek yang menguntungkan dalam penyembuhan luka epitel

kornea akibat trauma alkali. Mekanisme pemberian topical sodium hyaluronat dalam

mempengaruhi penyembuhan luka akibat trauma alkali belum dapat dijelaskan.(Taylor,

2006)

Page 2: Trauma Alkali

Epidermal growth factor (EGF) merupakan salah satu factor yang berpengaruh

terhadap terjadinya interaksi seluler dalam proses epitelisasi luka. Penggunaan topical

human EGF (h-EGF) telah terbukti meningkatkan reepitelisasi kornea setelah terjadi

luka. EGF didapatkan pada berbagai jaringan dan identifikasinya dapat dilakukan melalui

pengenalan reseptor EGF (EGFR atau erbB) yang terdapat pada permukaan sel.(Liu et al,

2001)

Pada penelitian ini, efek dari sodium hyaluronat 1% pada penyembuhan luka

kornea akibat trauma alkali pada epitel dan stroma dievaluasi secara kuantitatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sodium hyaluronat 1%

topical pada ekspresi EGFR melalui metode pemeriksaan imunohistokimia selama proses

penyembuhankornea akibat trauma alkali.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut: Bagaimana pengaruh pemberian topical sodium hyaluronat 1% terhadap ekspresi

EGFR pada kornea kelinci yang dilakukan defek dengan bahan alkali.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui efek pemberian topical sodium hyaluronat 1% terhadap

ekspresi EGFR pada kornea kelinci yang dilakukan defek dengan bahan alkali.

1.4 Manfaat

1. Sodium hyaluronat 1% dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan

trauma alkali.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian berikutnya tentang

pemberian sodium hyaluronat1% pada pasien dengan trauma alkali.

Page 3: Trauma Alkali

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Kimia Alkali

Trauma kimia alkali akan mengakibatkan kerusakan berat seluruh segmen

anterior mata, karena trauma alkali akan mengakibatkan kerusakan komponen seluler,

denaturasi dan degradasi jaringan kolagen, serta pelepasan mediator inflamasi oleh sel-sel

terhidrolisis. Semakin tinggi pH bahan alkali, kerusakan yang terjadi akan semakin berat.

Hasil terbaik yang diharapkan setelah trauma alkali yang berat adalah kornea dengan

jaringan parut dan vaskularisasi tanpa disertai ulserasi dan glaucoma.

2.1.1 Epidemiologi

Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat

mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada

satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan

setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima

pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus

trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.

 

Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali

lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral

sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta

mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan

trauma kimia. Rasio frekuensi  bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara

international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan.

Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat

mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih

banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.

Penyebab trauma alkali adalah ammonia (NH3), potassium hidroksida (KOH),

sodium hidroksida (NaOH), magnesium hidroksida (Mg(OH2)), dan kaour (Ca(OH)2).

Page 4: Trauma Alkali

Wagoner et al melaporkan resiko terjadinya trauma alkali meningkat pada masyarakat

dengan pendapatan per kapita yang rendah, tinggal di daerah dengan kepadatan tinggi

dan memiliki riwayat alkoholik. Di daerah industry, 10% dari 52.142 kasus trauma mata

yang dilaporkan merupakan trauma kimia (1,6% asam dan 0,6% basa). Program

keselamatan kerja dengan memberlakukan ketentuan pada pekerja di lingkungan kerja

yang beresiko tinggi mengalami trauma alkali untuk mengenakan pakaian khusus dan

kacamat pelindung telah menurunkan angka kejadian trauma alkali di Negara industri.

Di unit Mata Craydon, United Kingdom dilaporkan terjadi lebih kurang 221

trauma alkali pada 180 penderita, setengahnya disebabkan oleh alkali dan terjadi pada

lelaki (75,6%) usia 16 hingga 25 tahun. Trauma alkali akibat kecelakaan terjadi pada

89,4% penderita, diantaranya adalah kecelakaan kerja (63%), kecelakaan di rumah (33%)

dan kecelakaan di sekolah (3%).

2.1.2 Patofisiologi

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa

memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi

sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan

memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada

bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan

menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir

dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.

Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan

dehidrasi.

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.

Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi

asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah

penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang

dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak

dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel

polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan

Page 5: Trauma Alkali

pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal

epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru

terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen

aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase

yang akan merusak kolagen kornea.

Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea

dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma

dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk

2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi

lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk

ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata

susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.

Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.

Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan

pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih

dalam rumah tangga, soda kuat.

Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase

kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai

berikut:

Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi

pembuluh darah pada limbus.

Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan

konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada

epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan

presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.

Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan

kerusakan iris dan lensa.

Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk

memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.

Page 6: Trauma Alkali

Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-

sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus

Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis

kolagen yang baru.

Patofisiologi trauma basa yang merusak mata :

Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak membran

sel → penetrasi lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan menghilang & terjadi penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea akan membengkak & kornea akan mati

Edema → terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung disertai

masuknya pemb.darah (Neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen aktivator & kolagenase (merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan penyembuhan epitel

Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam

2.1.3 Manifestasi Klinis

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa

memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi

sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan

Page 7: Trauma Alkali

memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada

bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan

menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir

dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.

Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan

dehidrasi.

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.

Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi

asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah

penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang

dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak

dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel

polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan

pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.

Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel

diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan

stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan

plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.

Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus

kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah

trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai

terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia.

Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau

vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik

mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya

akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini

memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.

Trauma kimia alkali berat melibatkan palpebral, dahi, dagu, dan hidung dimana

kerusakan jaringan yang terjadi mirip dengan trauma termal tingkat II dan III. Terjadi

pengkerutan ekimosis dan pembuluh darah perilimbal. Kornea menebal dan keruh,

sedangkan bilik mata depan mengalami reaksi radang seperti iridosiklitis. Tekanan

Page 8: Trauma Alkali

intraokuli meningkat disertai pendarahan-penderahan kecil dari pembuluh darah yang

mengalami thrombosis pada daerah iskemia episklera dan kornea perifer. Smith dan

Conway menunjukkan adanya retinopati nekrotik lokal yang berhubungan dengan daerah

kerusakan sclera, mereka menduga adanya penetrasi langsung ion-ion hidroksil melalui

sclera dan mengakibatkan kerusakan retina.

2.1.4 Klasifikasi

Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan kornea

dan iskemia limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat penting karena

menunjukkan level kerusakan pada pembuluh darah di limbus dan mengindikasikan

kemampuan stem sel kornea (yang terdapat di limbus) untuk regenerasi kornea yang

rusak. Oleh karena itu, pada trauma kimia mata putih lebih berbahaya dibanding mata

merah.

Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek sehari-

hari.

Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas :

Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)

Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus <

sepertiga (prognosis baik)

Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai

setengah

Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis

sangat buruk)

Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stem sel limbus (menurut kriteria Hughes), yang

digunakan di departemen mata RSCM yaitu :

I. Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada

II. Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus

III. Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus

IV. Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan bilik

mata depan

Selain pembagian tersebut diatas, khusus untuk trauma basa dapat diklasifikasikan

Page 9: Trauma Alkali

menurut Thoft menjadi :

Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel

kornea

Derajat 4 :konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

2.1.5 Tatalaksana

Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera

mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko

inflamasi.6 Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: 10

1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama

minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat

digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa.

Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal dapat digunakan sebelum

dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk

dapat mengirigasi fornices.

2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan

menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral

(pH=7.0)

3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva fornices diswab dengan menggunakan

moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid

retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari fornix dalam.

Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 10

1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau

glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis

yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih

mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.

2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah

spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan

mengurangi inflamasi.

Page 10: Trauma Alkali

3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,

gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)

4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.

5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan

Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau

Levobunolol 0,5%).

6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 10

1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan

intraokular dan penyembuhan kornea.

2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing

3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.

4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-

4 kali sehari)

5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).

Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat

reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih

lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses

penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya

lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory

agent.

6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.

Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan

trabekulum oleh debris inflamasi.

7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.

8. Dapat diberikan air mata artifisial.

Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam

menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi

kornea. Obat tambahan yang biasa diberikan:3

Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan

secara topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam

Page 11: Trauma Alkali

askorbat 10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana

ini baru digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap

2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari). 6

Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian

topikal 10% setiap 2 jam selama 10 hari.

Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil

dan mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik

(doksisiklin 2 x 100 mg)3

Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih

belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai

media irigasi atau untuk tetes mata. Bahan – bahan mengandung Magnesium juga

digunakan pada kasus ini. Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung

efektifitas terapi – terapi tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti

tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih

dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana

medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan

penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 – 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat

mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi kornea.6

Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak

direkomendasikan karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.6

Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel

limbus dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft

konjungtiva atau membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata,

keratoplasti, serta keratoprostheses.3

Tatalaksana berdasarkan prosedur standar di bagian IP mata RSCM berdasarkan gradasi,

dan lamanya trauma kimia tersebut.

Berdasarkan fase lamanya trauma kimia, dibagi menjadi :

I. Fase kejadian ( immediate )

Tujuan : menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin

Tindakan :

Irigasi Bahan Kimia

Page 12: Trauma Alkali

o Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi topikal terlebih

dahulu. Pembilasan dengan larutan non-toxic (NaCl 0.9%, Ringer Lactat dsb),

sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas Lakmus).

Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi terlebih dahulu.

Pembilasan dengan larutan non-tosis (NaCl 0.9%, RL dsb), sampai pH air

mata kembali normal (dinilai dengan kertas Lakmus). Pembilasan dilakukan

selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit (60 mnt untuk trauma basa).

Untuk bahan asam dipergunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedangkan

untuk basa digunakan larutan asam borat, asam asetat 0,5% atau buffer asam

asetat pH 4,5% untuk menetralisir. Pendapat lain menganjurkan untuk

memakai cairan yang netral.

o Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis harus

dibuang (pada anak-anak, jika perlu dalam narkose).

o Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan

(BMD), dilakukan irigasi BMD dengan larutan RL.

Diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, oftalmologis dan penentuan

gradasi klinis.

Penderita dirawat bila sesuai indikasi

II. Fase Akut (sampai hari ke 7)

Tujuan : Mencegah terjadinya penyulit

Prinsip :

Mempercepat proses re-epitelisasi kornea

Mengontrol tingkat peradangan

o Mencegah infiltrasi sel-sel radang

o Mencegah pembentukan enzim kolagenase

Mencegah infeksi sekunder

Mencegah peningkatan tekanan bola mata

Suplement / anti oksidan

Tindakan pembedahan

Page 13: Trauma Alkali

Penatalaksanaan

Tdkn Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV

A - Bandage lens Bandage lens

Autoserum tetes 6x

Bandage lens

Autoserum tetes jam

B (AB+)

steroid

tetes 4-6x

EDTA 1%

tetes 4-6x

Kortikosteroid

tetes 6x

Na-EDTA 1%

tetes 6x

Dexamethason/

Prednison tetes/jam

Na-EDTA tetes/

jam

Autoserum tetes 6x

Dexamethason/

Prednison tetes/30

menit

Na-EDTA tetes/ 30

menit

Autoserum tetes/jam

C Antibiotik

(+ steroid)

4-6x

Tetrasiklin salep

4x

Doksisiklin

2x100mg

Tetrasiklin salep 4x

Doksisiklin

2x100mg

Tetrasiklin salep 4x

Doksisiklin

2x100mg

D - Timolol 0,5%

tetes 2x

Timolol 0,5% tetes

2x

Asetazolamid

2x500mg +

substitusi ion

Kalium

Timolol 0,5% tetes

2x

Asetazolamid

2x500mg + substitusi

ion Kalium

E SA 1% 3x

Vit.C4x500

mg

SA 1% 3x

Vit.C 4x500 mg

SA 1% 3x

Vit.C 4x500 mg

SA 1% 3x

Vit.C 4x500 mg

F Nekrotomi + graf

konjungtiva-limbus

Nekrotomi + graf

konjungtiva-limbus

III. Fase Pemulihan Dini ( early repair : hari ke 7 – 21)

Tujuan : Membatasi tingkat penyulit

Masalah:

Page 14: Trauma Alkali

Hambatan re-epitelisasi kornea

Gangguan fungsi kelopak mata

Hilangnya sel Goblet

Ulserasi stroma perforasi kornea

Prinsip : sesuai dengan Phase II

Penatalaksanaan

Tdkn Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV

A Re-

epitelisasi

sempurna

(+)

Rerepitelisasi (+)

Bandage lens

terus

Bandage lens

Autoserum tetes 6x

Bandage lens

Autoserum tetes jam

B (AB+)

steroid tetes

tapp off

Kortikosteroid

tetes tapp off

Na-EDTA 1%

tetes tapp off

Dexamethason/

Prednison tetes tapp

off/ ganti dengan :

NSAID

(Indomethasin/Diklof

enac)tetes 6x/jam

Na-EDTA tetes/ jam

Autoserum tetes 6x

Dexamethason/

Prednison ganti :

NSAID tetes/ jam

Na-EDTA tetes/ 30

menit

Autoserum tetes/jam

C Antibiotik

(+ steroid)

tapp

Tetrasiklin salep

4x

Doksisiklin

2x100mg

Tetrasiklin salep 4x

Doksisiklin 2x100mg

Tetrasiklin salep 4x

Doksisiklin

2x100mg

D - Peningkatan TIO

(-)

Timolol stop

Peningkatan TIO (-):

Timolol,Asetazolami

d substitusi ion

Kalium stop

Timolol 0,5% tetes

2x

Asetazolamid +

subst ion Kalium

terus

E Uveitis : SA Uveitis : SA stop SA 1% 3x SA 1% 3x

Page 15: Trauma Alkali

stop Vit.C 4x500 mg Vit.C 4x2000 mg

Retinoic acid salep 2x

Vit.C 4x2000 mg

Vit A dan E

F Jaringan nekrotik :

eksisi

Ulserasi stroma : graf

Jaringan nekrotik :

eksisi

Ulserasi stroma :

graf

IV. Phase Pemulihan Akhir ( late repair : setelah hari ke 21)

Tujuan : Rehabilitasi fungsi penglihatan

Masalah :

Disfungsi sel Goblet

Hambatan re-epitelisasi Kornea

Ulserasi stroma (gradasi III dan IV)

Prinsip :

Mempercepat proses re-epitelisasi kornea, atau optimalisasi fungsi epitel

permukaan

Dan seterusnya sesuai dengan phase II

Penatalaksanaan

Tdkn Gradasi

I

Gradasi II Gradasi III Gradasi IV

A Solcoser

y 3x

Epiteliopati

():

Solcosery 4x

Epiteliopati ():

Solcosery 4x

Retinoic acid 1% 1x

malam

Reepitelisasi () :

Bandage lens diteruskan

B - NSAID tetes

4x

NSAID tetes 4x

Medrox-progestron

1% 4x

NSAID 4-6x

Medroxy-progesteron 4-6x

Na-EDTA 4-6x

Page 16: Trauma Alkali

Autoserum 4-6x

C - - - Tetrasiklin salep 4x

Doksisiklin 2x100mg

D - - - Peningkatan TIO (-) :

Timolol 0,5% tapp off

Asetazolamid + substitusi

ion Kalium stop

E - - - Uveitis (-) : SA stop

Vit.C 4x2000 mg, vit A

dan E

F - - - Jaringan nekrotik : eksisi

Ulserasi stroma : graf

2.2 Peranan Epidermal Growth Factor (EGF) dalam Epitelisasi Kornea

Berbagai jenis growth factor telah diidentifikasi di kelenjar lakrimalis, diantara

keluarga growth factor tersebut yang paling banyak diteliti adalah Epidermal Growth

Factor (EGF). Epidermal Growth Factor (EGF) merupakan sebuah polipeptida kecil

dengan masa molekul 6.045 Da yang diisolasi dari kelenjar submandibula tikus jantan

oleh Cohen pada tahun 1062. EGF tikus (mEGF) pertama kali diketahui sebagai sebuah

polipetida terdiri dari 53 asam amino yang mampu merangsang pengambilan prekursor

protein in vitro, sintesa DANN dan RNA oleh sel ektodermal, merangsang pertumbuhan

sel epidermal pada kultur organ serta dapat meningkatkan pertumbuhan keratinisasi in

vivo. Cohen, Carpenter, Elliot menunjukkan bahwa EGF dapat merangsang proliferasi

dan diferensiasi epidermis pada jaringan epitelial maupun nonepitelial.

Elliot pada tahun1980 pertama kali menunjukkan peningkatan kecepatan migrasi

sel pada luka korne, setelah pemberian EGF topikal. Savage et al juga menunjukkan efek

perangsangan mEGF pada proliferasi epitel kornea. Beberapa tahun berikutnya Singh dan

Foster melaporkan pada mata kelinci dengan trauma kimia atau luka kerokan, pemberian

EGF topikal terbukti efektif untuk penyembuhan luka kornea. Semua kornea dengan

trauma alkali yang diberi perlakuan EGF sembuh setelah 72 jam. Frati et al menunjukkan

pemberian mEGF 2mg/ml pada kelinci dapat mempercepat penyembuhan epitel luka

Page 17: Trauma Alkali

kerokan kornea non perforan dari 30% subyek penelitian. Ho et al menyatakan bahwa

dosis pemberian mEGF 0,05-2 mg/ml empat kali sehari akan mempercepat penyembuhan

epitel kornea kelinci yang mengalami trauma alkali. Dosis pemberian 2 mg/ml mEGF

tiap 4 jam pada manusia dapat mempercepat penyembuhan luka berbagai penyakit non

distrofi pada epitel kornea termasuk kehilangan epitel karena trauma. Efek mEGF ini

akan menurun sejalan dengan peningkatan kerusakan stroma. Leibowitz et al

menunjukkan adanya peningkatan tensile strength pada luka kornea full thickness setelah

pemberian mEGF topikal.

-------------

2.3 Peranan Sodium Hyaluronat pada Eitelisasi Kornea

Sodium hyaluronat dihasilkan oleh enzim hyaluronan sintase berupa

glikosaminoglikan penyusun matrik ekstraseluler yang terdapat pada hampir semua

jaringan. Sodium hyaluronat terdiri dari disakarida berulang D-glucoronic acid dan N-

acetyl-glucosamin. Sodium hyaluronat merupakan komponen penting untuk menjaga

stabilitas dan membentuk struktur matriks ekstraseluler serta berperan penting dalam

berbagai proses biologis seperti embriogenesis, perbaikan luka, dan pertumbuhan tumor.

Sodium hyaluronat meningkat konsentrasinya pada jaringan yang mengalami

pembaharuanseperti pada saat morfogenesis.

Sodium hyaluronate memiliki daya tahan tinggi karena properti psiko

kimiawinya, yakni memiliki daya retensi air yang tinggi. Beberapa studi menunjukkan

karena aksi farmakodinamiknya, sodium hyaluronate memicu pertumbuhan sel epitel

kornea dan menyembuhkan luka di kornea. Fibronektin dipercaya memegang peranan

penting dalam proses penyembuhan luka. Diasumsikan sodium hyaluronate mengikat

fibronektin yang muncul dalam kelainan di kornea ini dan mendorong adhesi fibronektin

ke sel epitel kornea. Kombinasi air mata buatan dengan sodium hyaluronate dianggap

terapi yang lebih baik dibandingkan terapi dengan air mata buatan saja.

Tadahiro Murakami dan Masatsugu Nakamura dari Research and Development

Center, Santen Pharmaceuticals melakukan studi untuk menguji efek kombinasi air mata

Page 18: Trauma Alkali

buatan yang mengandung sodium hyaluronate terhadap fluorescein staining score pada

binatang percobaan. Dalam studi ini, air mata buatan atau dikombinasikan dengan

sodium hyaluronate diteteskan 6 kali sehari selama 3 minggu pada model mata tikus.

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti meyakini bahwa tetes mata sodium hyaluronate

efektif untuk mengobati mata kering karena secara farmakologi akan memicu

penyembuhan luka epitel kornea dan memiliki daya retensi tinggi karena sifat

viskositasnya. Studi ini juga menunjukkan bahwa kombinasi sodium hyaluronate dengan

air mata buatan bisa meningkatkan potensi fisik dengan menyuplai air ke epitel kornea

sebagai tambahan fitur fisiologi, sehingga membuat kerusakan bisa diperbaiki

dibandingkan terapi tunggal dengan air mata buatan biasa.