referat sindrom nefrotik pada anak

29
Halaman Judul...........................................1 Kata Pengantar..........................................2 Daftar Isi..............................................3 Daftar Tabel............................................4 Daftar Gambar...........................................5 BAB I PENDAHULUAN....................................6 1.1. Latar Belakang Masalah....................7 1.2. Rumusan Masalah...........................7 1.3. Tujuan Penelitian.........................7 1.4. Manfaat Penulisan.........................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................ 2.1. Definisi..................................8 2.2. ................................Klasifikasi 8 2.3. Batasan...................................8 2.4. Patofisiologi.............................9 2.5. Manifestasi Klinis.......................10 2.6. Pemeriksaan Penunjang....................12 2.7. Komplikasi...............................12 2.8. Penatalaksanaan umum.....................13 2.9. Pengobatan dengan kortikosteroid.........14 2.10.............................Terapi Suportif20 2.11...................................Prognosis21 BAB III KESIMPULAN....................................22 DAFTAR PUSTAKA.........................................23 1

Upload: zev

Post on 31-Jan-2016

245 views

Category:

Documents


49 download

DESCRIPTION

Referat Sindroma Nefrotik

TRANSCRIPT

Halaman Judul..............................................................................................................1

Kata Pengantar..............................................................................................................2

Daftar Isi.......................................................................................................................3

Daftar Tabel..................................................................................................................4

Daftar Gambar..............................................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................6

1.1. Latar Belakang Masalah..............................................................7

1.2. Rumusan Masalah........................................................................7

1.3. Tujuan Penelitian.........................................................................7

1.4. Manfaat Penulisan........................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................

2.1. Definisi.........................................................................................8

2.2. Klasifikasi....................................................................................8

2.3. Batasan.........................................................................................8

2.4. Patofisiologi.................................................................................9

2.5. Manifestasi Klinis......................................................................10

2.6. Pemeriksaan Penunjang.............................................................12

2.7. Komplikasi.................................................................................12

2.8. Penatalaksanaan umum..............................................................13

2.9. Pengobatan dengan kortikosteroid.............................................14

2.10. Terapi Suportif...........................................................................20

2.11. Prognosis....................................................................................21

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................23

1

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Istilah yang menggambarkan respon terapi steroid ..............................8

Tabel 2. Ringkasan penyakit ginjal primer pada sindrom nefrotik primer........11

Tabel 3. Protokol multiprednisolon dosis tinggi....................................................................19

2

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma management anak dengan Sindrom Nefrotik..........................14

Gambar 2. Pengobatan Sindrom Nefrotik dengan terapi inisial.................................15

Gambar 3. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps........................................................15

Gambar 4. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering dengan CPA oral.................17

Gambar 5. Pengobatan Sindrom Nefrotik dependen steroid......................................17

Gambar 6. Pengobatan Sindrom Nefrotik resisten steroid..........................................19

Gambar 7. Algoritma pemberian diuretik...................................................................20

3

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan proteinuria masif,

hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Umumnya, sindrom nefrotik disebabkan oleh

adanya kelainan glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer dan sekunder.

Istilah sindroma nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik, karena

penyebab terjadinya gejala yang tidak diketahui secara pasti. Selain idiopatik, sindrom

nefrotik dapat juga disebabkan oleh gangguan sistemik lain yang menyebabkan kerusakan

ginjal atau yang disebut juga dengan sindrom nefrotik sekunder.(1)

Prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 2-5 kasus per 100.000 anak dan

paling sering terjadi pada anak-anak dengan usia 3 hingga 5 tahun. Pada anak, 90% kasus

sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer dan sisanya merupakan sindrom nefrotik

sekunder. Kebanyakan sindrom nefrotik terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan

anak perempuan dengan perbandingan 2:1.(1,2)

Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih sering jika dibanding dengan angka

kejadian sindrom nefrotik pada dewasa, dan kebanyakan sindrom nefrotik pada anak adalah

sindrom nefrotik primer. Sindrom nefrotik primer dapat dibagi menjadi beberapa jenis sesuai

dengan histopatologinya.(3)

Pada referat ini, akan dibahas mengenai sindrom nefrotik pada anak dan

tatalakasananya. Sehinggi diharapkan dapat membantu pembaca untuk mengerti dan

mengetahui manifestasi serta tatalaksana dari sindrom nefrotik.

4

1.1 Perumusan masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, makan penulis ingin

mengangkat suatu masalah, yaitu :

- Cara penegakan diagnosis dan tatalaksana pada pasien sindrom nefrotik.

1.2 Tujuan penulisan

1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui cara mendiagnosis dan tatalaksana pada pasien Sindrom Nefrotik.

1.3.2. Tujuan khusus

Mengetahui apa saja faktor resiko terjadinya Sindrom Nefrotik pada anak.

Mengetahui komplikasi yang dapat terjadai pada pasien dengan Sindrom Nefrotik.

1.3 Manfaat penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Bidang akademik atau ilmiah

Menambah pengetahuan akademis mengenai penanganan pasien dengan Sindrom

Nefrotik.

2. Bagi masyarakat

a. Mengetahui bentuk penyakit dan mengetahui gejala-gejala yang timbul pada

pasien Sindrom Nefrotik.

b. Menginformasikan cara mendiagnosis dan tatalaksana apa saja yang dapat

dilakukan.

3. Bagi penulis

Sebagai sarana pengembangan mengumpulkan informasi dan meningkatkan

kemampuan dalam membuat tulisan.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi4

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:

1. Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu

> 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)

2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL

3. Edema

4. Hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.

2.2 Klasifikasi5

Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik terdiri dari:

Minimal Changes Nephrotic Syndrome (MCNS)

Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)

Mesangial Proliferative Diffuse (MPD)

Membranoploriferative Glomerulonephritis (MPGN)

Membranous Nephropathy (MN)

2.3 Batasan6

Batasan yang digunakan pada sindrom nefrotik :

Tabel 1. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindroma nefrotik4

1 Remisi Proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu

2 Relaps Proteinuria ≥2+ (>40mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg) 3 hari berturut dalam satu minggu

3 Sensitif steroid (SNSS)

Sindrom nefrotik yang remisi setelah pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu

4 Resisten steroid (SNRS)

Tidak mengalami remisi setelah pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu

5 Relaps jarang Relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4x per tahun

6 Relaps sering Relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal ≥ 4x dalam periode satu tahun

7 Dependen steroid

Relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan

6

2.4 Patofisiologi

Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dinding kapiler

glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik

idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem imun, terutama imun yang

dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma,

diproduksi oleh bagian dari limfosit yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan

permeabilitas dinding kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4)

dan MYH9 (gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS).

Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi kunci gen koding protein

podosit antara lain inter alia NPHS1, NPHS2, CD2AP, TRCP6 dan ACTN4.7

1) Edema6

Edema merupakan manifestasi klinik yang pertama kali muncul pada pasien-pasien dengan

sindrom nefrotik. Biasanya, muncul edema ringan dan muncul di tempat-tempat tertentu

seperti di daerah periorbital pada pagi hari yang menjadi lebih luas jika pasien beraktivitas.

Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan

intravaskular berpindah ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler

glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia.

Sebagai akibatnya, volume cairan intravaskular berkurang sehingga menurunkan jumlah

aliran darah ke renal. Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin-

angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang

menyebabkan retensi natrium dan air dan terjadinya edema. Pada tingkat yang lebih parah,

edema dapat menyebabkan berbagai gejala yang berhubungan dengan asites, efusi pleura, dan

edema scrotal atau vulva.

2) Hipoalbuminemia6

Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah

hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi

hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal,

produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi

sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada

ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi

albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan

manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme

7

albumin. Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat hingga 300%,

sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan hipoalbuminemia menunjukan

bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit di atas keadaan normal meskipun

diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini mengindikasikan respon sintesis terhadap

albumin oleh hepar tidak adekuat.

3) Proteinuria

Protenuria sebagia besar berasal dari kebocoran glomerulus dan hanya sebagian kecil dari

sekresi tubulus. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan

peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan albumin. Derajat

proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase

protein plasma yang lebih besar dari 70kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya

dibatasi oleh charge selective barrier ( suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size

selective barrier.7

4) Hiperkolesterolemia6

Tingkat kolesterol dalam darah pada pasien steroid-responsive NS dapat ditemukan dalam

kadar yang tinggi (kolesterol level serum ≥300-500 mg/dL). Peningkatan kolestrol serum,

very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),trigliserida meningkat

sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer.

Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan

perubahan tekanan onkotik.

2.5 Manifestasi klinik

Manifestasi klinis yang menyertai sindroma nefrotik antara lain:

1. Proteinuria

2. Edema

3. Edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak

dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan

berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstremitas bawah

4. Asites atau efusi pleura

5. Anoreksia

6. Iritabel

8

7. Nyeri perut ,diare

Tabel 2. Ringkasan penyakit ginjal primer pada sindrom nefrotik idiopatik

Perubahan minimal

sindrom nefrotik

Fokal segmental

glomerulosklerosis

Membranous

nefropathy

Membranoproliferatif

Glomerulosklerosis

Tipe I Tipe II

Frekuensi

Anak-anak

Orang dewasa

75% 10% <5% 10% 10%

15% 15% 50% 10% 10%

Manifestasi Klinis

Usia 2-6 tahun, orang

dewasa

2-10 tahun, orang

dewasa

40-50 tahun 5-15 tahun 5-15 tahun

Jenis kelamin 2:1 pria 1,3:1 pria 2:1 pria Pria-wanita Pria-wanita

Sindrom nefrotik 100% 90% 80% 60% 60%

Asimptomatik

proteinuria

0 20% 60% 40%

Hematuria 10-20% 60-80% 60% 80% 80%

Hipertensi 10% 20% awal Jarang 35% 35%

Progresi menuju gagal

ginjal

Tidak progress 10 tahun 50% dalam

10-20 tahun

10-20 tahun 5-15 tahun

Kondisi yang berkaitan Alergi? Hodgkin

disease, biasanya

tidak

Tidak ada Thrombosis

vena renal,

kanker, SLE,

hepatitis B

- Partial

lipodystrophy

Temuan

laboratorium

↑BUN 15-30% ↑BUN 20-40% Manifestasi

sindrom

nefrotik

C1,C4,C3-

C9 rendah

C1,C4 normal

dan C3-C9

rendah

Imunogenetik HLA-B8, B12 Mutasi podocin, α-

aktin4

HLA-DRw3 - Faktor nefrtik C3

Patologi renal

Mikroskop cahaya

Immunoflorensen

Mikroskop elektron

Normal Lesi sklerosis fokal Penebalan

GBM, spikes

Penebalan

GBM,

proliferasi

Lobulasi

Negative IgM,C3 dalam lesi Fine granular

IgG,C3

Granular

IgG,C3

Hanya C3

Foot process fusion Foot process

fusion

Deposit

subepitelial

Deposit

mesangial

dan

subendotel

Deposit padat

Respon terhadap

steroid

90% 15-20% Progresi

lambat

- -

9

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain:

1. Urinalisis7,8

Proteinuria dapat dideteksi menggunakan uji dipstick dengan hasil +3 atau +4.

Pemeriksaan kuantitatif menunjukan hasil dengan batasan 1-10g/hari. Proteinuria pada SN

didefinisikan >50mg/kg/hari atau >40mg/m2 LPB/jam. Jumlah protein yang diekskresikan

dalam urin tidak mencerminkan kuantitas protein yang melewati glomerular basement

membrane (GBM) karena sejumlah tertentu telah direabsorbsi di tubulus proksimal.

Biasanya pada SN resisten terhadap steroid (SNRS), urin tidak hanya mengandung

albumin tapi juga protein lain engan berat molekul yang lebih tinggi. Hal ini dilihat pada

polyacrylamide gel electrophoresis dan dihitung dengan alat indeks selektivitas.

2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada

urin pertama pagi hari

3. Pemeriksaan darah6

Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,

hematokrit, LED)

Albumin

Protein serum biasanya menurun dan lipid serum dapat meningkat. Proteinemia

<50g/L terjadi pada 80% pasien dan <40g/L pada 40% pasien. Konsentrasi albumin

menurun <20g/L hingga 10g/L.

Kolestrol serum

Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolestrol, trigliserida dan lipoprotein,

menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya akitivitas lipase lipoprotein.

Elektrolit serum

Kadar natrium yang rendah berkaitan dengan dilusi yang disebabkan hipovolemia dan

sekresi hormon antidiuretik yang terganggu. Kalium dapat meningkat pada pasien

oliguria.

Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin

10

Kadar blood urea nitrogen dapat normal atau sedikit meningkat, anemia dengan

mikrositosis bias terjadi dan berhubungan dengan kehilangan siderophilin melalui

urin.

Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus Schwartz. Rumus

Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG).

eLFG = k x L/Scr

eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2)

L : tinggi badan (cm)

Scr : serum kreatinin (mg/dL)

k : konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55; remaja putra:0,7)

2.7 Komplikasi4,7

Komplikasi pada sindrom nefrotik dapat berasal dari penyakitnya sendiri ataupun sekunder

dari pengobatannya. Lima komplikasi utama yang berhubungan dengan sindrom nefrotik

idiopatik pada anak adalah infeksi, tromboembolisme, gangguan ginjal, anasarka,

hipovolemia dan retardasi pertumbuhan. Anak dengan sindrom nefrotik yang relaps

mempunyai kerentanan lebih tinggi untuk menderita infeksi bakteri karena hilangnya

imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas,

terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau asites. Spontaneus bacterial peritonitis

adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus

urinarius mungkin terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme

tersering penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga

ditemukan sebagai penyebab.

2.8 Penatalaksanaan umum4

1) Pengukuran berat badan dan tinggi badan

2) Pengukuran tekanan darah

3) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti

lupus eritematosus sistemik dan purpura Henoch-Schonlein.

4) Pencarian fokus infeksi

11

Pasien dengan gambaran klinis dan laboratorium konsisten dengan perubahan minimal sindrom nefrotik

Diterapi dengan predinison pada dosis 60mg/m2/hari dalam beberapa dosis (dosis maksimal 80mg/hari)

Pasien secara klinis dan atau gambaran laboratorium mengindikasikan lesi glomerulus dibandingkan perubahan minimal sindrom nefrotik

Respon baik terhadap terapi dengan tidak ada relaps. Lanjutkan prenison sesuai diperlukan

Tidak ada respon terhadap terapi

Respon inisial yang baik tetapi pasien serin relaps atau delayed resistance terhadap steroid

Rujuk ke pediatrik nefrologis yang akan melakukan biopsy ginjal (opsi 1) atau mulai dengan pengobatan lini kedua tanpa biopsy (opsi 2)

Pemberian agen sitostatika selama 8-12 minggu

Rujuk ke ahli nefrologis pediarik untuk melakukan biopsy ginjal dan menetapkan terapi yang sesuai dengan temuan biopsy. Opsi terapi berupa kortikosteroid puls IV, siklosporin A dan levamisol sebagai tambahan terhadap prednisone dan agen sitostatik.

Tidak ada respon, atau pasien memiliki relaps persistent sindrom nefrotik

Opsi #1

Opsi #2

Sebelum melakukan terapi dengan steroid perlu dilakukan eradikasi pada setiap

infeksi, seperti infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun infeksi karena kecacingan.

5) Pemeriksaan uji Mantoux

Apabila hasil uji Mantoux positif perlu diberikan profilaksis dengan isoniazid (INH)

selama 6 bulan bersama steroid dan apabila ditemukan tuberkulosis diberikan obat

antituberkulosis (OAT).

Gambar 1. Algoritma manajemen anak dengan sindrom nefrotik6

2.9 Pengobatan dengan kortikosteroid9

Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada

kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.

A. Terapi inisial

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai

dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari

(maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison

12

dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis

penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu

pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)

atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila

setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan

sebagai resisten steroid

Gambar 2: Pengobatan sindroma nefrotik dengan terapi insial

B. Pengobatan relaps

Skema pengobatan relaps dengan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)

dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang

mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison,

dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi

diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan

pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka

diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.

Gambar 3: Pengobatan SN relaps

C. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid

13

1. Pemberian steroid jangka panjang

Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah remisi dengan

prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5 mg/kgbb secara alternating. Dosis

ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis

tersebut dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5

mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12

bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan

prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara

alternating.

Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating, maka relaps

tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/kgbb dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari

sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb di-

berikan secara alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu

tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau

relaps yang terakhir.

Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating, tetapi < 1,0

mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan

levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan

siklofosfamid (CPA).

2. Levamisol

Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan dengan dosis

2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek samping levamisol adalah

mual, muntah, hepatotoksik, vasculitis rash, dan neutropenia yang reversibel.

3. Sitostatika

Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah siklofosfamid

(CPA) atau klorambusil. Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3

mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal , maupun secara intravena atau puls. CPA puls diberikan

dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%,

diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total

durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah,

depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang

14

dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi

yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit

<3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL, obat dihentikan sementara

dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit

>100.000/uL.

Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif mencapai

≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180

mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg

bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek

toksik berupa kejang dan infeksi

Gambar 4: Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral

Keterangan:

Relaps sering: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilajutkan

dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40mg/m2 LPB/hari dan siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari,

per oral, dosis tunggal selama 8 minggu

15

Gambar 5: Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid

4. Siklosporin (CyA)

Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik dianjurkan

untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB).15 Dosis

tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada

SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan

remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA

dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan

pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)

Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat diberikan

MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan

dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.16 Efek samping MMF adalah nyeri

abdomen, diare, leukopenia.

D. Pengobatan SN dengan kontraindikasi steroid

Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti tekanan

darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat diberikan

sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis

2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara intravena (CPA puls). CPA oral diberikan

selama 8 minggu. CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan

dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7

dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).

E. Pengobatan SN resisten steroid

Pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat

gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi prognosis.

1. Siklofosfamid (CPA)

Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi.16 Pada

SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat

dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif

kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten

16

steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema

pemberian CPA oral dan puls.

Gambar 6 : Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid

2. Siklosporin (CyA)

Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20%

pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.

Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga

bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada

pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:

o Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL

o Kadar kreatinin darah berkala.

o Biopsi ginjal setiap 2 tahun.

3. Metilprednisolon puls

Pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral dan

siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum

1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.

Tabel 3: Protokol metilprednisolon dosis tinggi

Minggu ke -

Metilprednisolon Jumlah Prednison oral

1 – 2 30mg/kgbb, 3 x seminggu 6 Tidak diberikan3 – 10 30mg/kgbb, 1 x seminggu 8 2mg/kgbb, dosis tunggal11 – 18 30mg/kgbb, 2 minggu sekali 4 Dengan atau tanpataper off19 – 50 30mg/kgbb, 4 minggu sekali 8 Taper off pelan-pelan51 - 82 30mg/kgbb, 8 minggu sekali 4 Taper off pelan-pelan

17

2.10 Terapi Suportif

A) Diet(4)

Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan koantraindikasi, hal ini karena pemberian

diet tinggi protein akan menambahkan beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa

metobolisme dari protein (hiperfiltrasi) sehingga akan menyebabkan sklerosis glomerulus.

Sedangkan jika diberikan diet rendah protein akan, pasien akan terjadi malnutrisi energi

protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet

protein normal sesuai dengan recommended daily allowances yaitu 1,5-2g/KgBB/hari. Selain

itu, dapat juga diberi diet rendah garam (1-2g/hari) tetapi hanya diperlukan selama anak

menderita edema.

B) Diuretik(4)

Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. Biasanya diberikan furosemid 1-3

mg/KgBB/hari, bila perlu kombinasi dengan spironolakton 2-4 mg/KgBB/hari.

Jika pemberian diuretik tidak berhasil, maka dapat deberikan infus albumin 20-25% dengan

dosis 1 g/KgBB selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari interstisial dan diakhiri dengan

pemberian furosemid IV 1-2 mg/KgBB.

Gambar 7. Algoritma pemberian diuretik(4)

18

C) Batasan Intake Cairan Peroral(11)

Pasien dengan sindrom nefrotik harus dibatasi asupan cairannya, hal ini dilakukan untuk

mengurangi tingkat keparahan edema yang terjadi seperti edem paru, dan peningkatan kerja

jantung (cardiac overload). Beberapa penelitian mengemukakan prinsip asupan cairan pada

anak dengan sindrom nefrotik. Prinsip yang dikemukakan adalah asupan cairan yang dapat

dikonsumsi harus seimbang dengan urine output sehari sebelumnya ditambah dengan

insensible water loss (IWL).

2.11 Prognosis(10)

Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik tergantung dari tipe histopatologinya. Pasien

dengan Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) memiliki resiko lebih tinggi untuk

terjadinya End Stage Renal Disease (58,6%) dibanding dengan pasien dengan Diffuse

Mesangial Proliferasion (DMP) sebanyak 50% dan Minimal Change Disease (MCD)

sebanyak 4,9%.

19

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom nefrotik adalah kumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria

masif >3,5 gram/hari, hipoalbuminemia <3,5gram/dl, edema, hiperkolesterolemia, lipiduria

dan hiperkoagubilitas. Angka kejadian SN berkisar 3 hingga 5 tahun. Berdasarkan kelainan

histopatologis, sindrom nefrotik yang paling sering ditemukan adalah perubahan minimal

changes nephrotic syndrome dan focal segmental glomerulosclerosing. Gejala dan tanda

klinis yang sering ditemukan yaitu pitting edema, proteinuria masif, hiperkolesterolemia dan

hipoalbuminemia. Pendekatan diagnosis sindrom nefrotik berdasarkan amnesa, pemeriksaan

fisik yang didapat, pemeriksaan laboratorium dan dikonfrimasi dengan biopsi renal untuk

pemeriksaan histopatologis. Pengobatan pada sindroma nefrotik dapat berupa pengobatan

medikamentosa dan pengobatan suportif. Pengobatan medikamentosa dapat berupa

pemberian kortikosteroid dalam terapi inisial, pemberian levamisol, pengobatan dengan

sitostatik dan siklosporin pada sindroma nefrotik yang relaps atau resisten steroid. Sedangkan

terapi suportif dapat berupa pembatasan diet (sesuai dengan recommended daily allowances

yaitu 1,5-2g/KgBB/hari), pemberian diuretik dan pembatasan intake cairan oral. Terapi

medikamentosa dan suportif harus diberikan secara kombinasi. Komplikasi dari sindrom

nefrotik berupa infeksi, tromboemboli, gagal ginjal akut, anasarka, hipovolemia dan

gangguan pertumbuhan.

20

21