refleksi - agungharis.files.wordpress.com · refleksi 15 tahun reformasi: masih adakah? 15 tahun,...

5

Upload: others

Post on 30-Sep-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi - agungharis.files.wordpress.com · Refleksi 15 Tahun Reformasi: Masih Adakah? 15 tahun, satu masa yang tidak sebentar, apabila diibaratkan dengan manusia, 15 tahun ada-lah
Page 2: Refleksi - agungharis.files.wordpress.com · Refleksi 15 Tahun Reformasi: Masih Adakah? 15 tahun, satu masa yang tidak sebentar, apabila diibaratkan dengan manusia, 15 tahun ada-lah

Refleksi 15 Tahun Reformasi: Masih Adakah?

15 tahun, satu masa yang tidak sebentar, apabila diibaratkan dengan manusia, 15 tahun ada-lah usia dimana seorang kanak-kanak beranjak menjadi remaja. Di usia ini, seorang remaja diang-gap sudah mengenal mana yang baik dan mana yang buruk, se-batas mengenal. Masa remaja adalah masa konektor antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, masa dewasa itu sendiri adalah ketika seseorang sudah dianggap paham dan mulai men-gaplikasikan dalam kehidupan se-hari-hari tentang mana yang baik dan mana yang buruk.

Masa remaja adalah masa yang bergejolak, Masa dimana seorang manusia sedang tumbuh dengan pesat pemikirannya, bentuk tubuh yang mulai berubah, bahkan su-dah ada yang merumuskan tujuan hidup yang akan dilalui dengan terperinci. Pada masa remaja,

langkah demi langkah perbaikan diri mulai dilakukan dengan hara-pan bisa membentuk masa dewa-sa yang cemerlang, tetapi, ada pula yang langkah demi langkah kakinya malah menuju kearah yang lebih buruk.Pada masa re-maja, jejak tujuan sudah mulai terlihat, tetapi, kita harus men-yangsikan, apakah yang kita lihat adalah realita? Atau sekedar fata-morgana belaka?

Indonesia, tepat 15 tahun yang lalu, sebuah gerakan besar dilaku-kan semata-mata untuk perbaikan Negara, sebuah cita-cita mulia yang diwujudkan oleh unjuk aspi-rasi massa besar-besaran karena kecewa, hingga rakyat, buruh, hingga mahasiswa bergabung dalam satu asa: Reformasi. Se-buah usia remaja sudah dimasuki, dan perwujudan reformasi masih perlu perbaikan di sana-sini.

Saat ini, harusnya tujuan Negara sudah lebih jelas tanpa harus ada fatamorgana, realitas bernegara sangat amburadul, ditunjukkan dengan adanya berbagai aro-ma korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pemerintahan. Ka-tanya, dwifungsi ABRI/TNI kembali muncul ke permukaan, dimana sang tentara turun gunung berha-dapan dengan masyarakat sipil.

Dengan bukti-bukti tersebut, mari kita telaah, apakah langkah yang telah diambil Negara kita adalah langkah menuju perbaikan, atau sebaliknya? Mari kita lihat apa saja enam tuntutan reformasi pada tahun 1998:1. Supremasi Hukum2. Pemberantasan KKN3. Adili Soeharto dan kroni-kroninya4. Amandemen UUD NRI 19455. Pencabutan Dwifungsi ABRI6. Pemberian Otonomi Daerah seluas-luasnya.

Mungkin secara eksplisit, sebagian besar tuntutan itu telah dilaksana-kan oleh pemerintah, pada poin (1), Indonesia adalah Negara hu-kum, sudah seharusnya supremasi hukum dilakukan dalam setiap kegiatan, hukum adalah satu yang tertinggi, tetapi pada realitanya, hukum sendiri dengan mudah di-manipulasi oleh orang-orang tidak bertanggungjawab yang memiliki kekuasaan dan kedudukan, hu-kum seperti lembaran kertas yang tidak ada artinya, sampai-sampai ada postulat yang menyatakan bahwa: “Hukum itu tajam ke-bawah dan tumpul keatas”, se-buah kenyataan yang harusnya tidak boleh terjadi di sebuah Ne-gara hukum.

Sekarang kita lanjut ke poin ke (2), tentan pemberantasan KKN, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi sudah diterbitkan, bahkan

dewasa ini ada aturan lanjutan mengenai Tindak Pidana Pencu-cian Uang atau lebih terkenal den-gan sebutan Money Laundering. Sekarang yang kita telaah adalah, apakah adanya berbagai pera-turan yang lahir di era reformasi tersebut mampu menjamin pelak-sanaan pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan baik? Tampaknya belum, karena masih maraknya kasus korupsi yang ter-jadi di Negara ini, lembaga Ne-gara yang khusus menangani Tin-dak Pidana Korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan kelabakan menangani masalah ini, mereka mengeluh kekurangan tenaga bantu.

Page 3: Refleksi - agungharis.files.wordpress.com · Refleksi 15 Tahun Reformasi: Masih Adakah? 15 tahun, satu masa yang tidak sebentar, apabila diibaratkan dengan manusia, 15 tahun ada-lah

Menurut salah satu lembaga sur-vey yang meyurvey tentang Nega-ra terkorupsi di dunia, Transparen-cy International, Indonesia adalah Negara terkorup ke-56 di dunia, tentu, ini bukan sebuah prestasi yang menggembirakan, sebuah Negara besar yang terkenal akan keluhuran budayanya ternyata adalah Negara yang rakyatnya gemar menggelapkan uang Ne-gara. Sebuah kenyataan yang sangat kontradiktif.

Poin ke (3) tentang pengadilan terhadap Soeharto dan krooni-kroninya, ini salah satu yang tidak dapat dilaksanakan oleh pemerin-tah, sang jenderal sekarang sudah kembali keharibaanNya, putus su-dah perjuangan pengadilan atas dirinya, tinggal pada keluarganya yang sampai sekarang pemerin-tah belum mengambil langkah pembukaan pun untuk menyen-tuh anggota keluarga cendana terhadap indikasi KKN yang dilaku-kan pada saat rezim Orde Baru.

Poin ke (4) mengenai amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, pada rentang waktu 1999-2002, telah dilakukan satu kali amandemen dengan em-pat tahap perubahan. Salah satu

yang paling banyak menunjukkan perbaikkan adalah pasal 28 men-genai hak asasi manusia, disana tertera hak-hak dasar manusi se-cara terperinci sehingga hak ma-nusia sudah dijamin dalam konsti-tusi Negara ini, meskipun dalam pelaksanaannya,pemer intah masih harus melakukan perbaikan dalam pengawasan pelangga-ran hak-hak tersebut.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah dibentuk, tetapi, tampa-knya kewenangan Komnas HAM harus ditambah mengingat pel-anggaran HAM dari hari ke hari makin menjadi, dan dibutuhkan unsur lain selain kepolisian untuk menangani hal ini. Pasal beri-kutnya yang diubah adalah pasal 7 mengenai jangka waktu jabatan pimpinan Negara, pada pasal ini diatur bahwa presiden han-ya boleh menjabat selama dua periode berturut-turut, berbeda dengan zaman sebelum diaman-demen yang memungkinkan pres-iden dan wakil presiden dipilih lagi secara terus menerus tanpa ada pembatasan.

Banyak pasal yang diubah dalam amandemen ini, tetapi yang pal-ing utama adalah ketika rakyat menjadi pemegang kedaulatan tertinggi dan dilaksanakan menu-rut undang-undang, berbeda dengan yang sebelumnya, pelak-sana kekuasaan rakyat adalah MPR, yang mana MPR itu sendiri sudah kehilangan keindepend-ensiannya dan sudah tidak lagi dipercaya oleh rakyat, dikarena-kan praktik KKN yang merebak pada masa orde baru. Dalam hal ini, pemerintah cukup berhasil mel-aksanakan amanat rakyat, namun pemerintah harus tetap mawas diri dan tetap menjadi pelayan umum untuk masyarakat.

Lanjut ke poin ke (5) tentang penghapusan dwifungsi ABRI, rakyat ingin bahwa unsur tentara hanya bertugas untuk memas-tikan bahwa keadaan Negara baik-baik saja, tidak perlu lah se-orang yang berpakaian ‘loreng’ terjun pula mengurus administrasi Negara, jangan sampai focus pertahanan keamanan Negara terganggu dengan proyek pembi-ayaan jembatan, misalnya. Fokus

yang terpecah itu menyebabkan militer ikut pula mengurus tetek bengek rakyat, jikalau begitu, sia-pa yang punya responsibilitas bila terjadi sesuatu yang tidak diingin-kan dalam hal keamanan Nega-ra? Militer disediakan kursi empuk dalam gedung hijau Senayan, menyebabkan beberapa kebija-kan yang diambil agak kontrover-sial, dalam UU.Ormas tahun 1985, misalnya. Pengekangan terjadi begitu kuat sehingga masyarakat seperti bergerak dalam lubang se-mut, yang bahkan postur tubuhn-ya memang tidak cocok. Dalam tuntutan ini, pemerintah telah berhasil melaksanakannya den-gan mengeluarkan Fraksi ABRI dari keanggotaannya dalam DPR, dan ABRI pun tidak lagi mendapat kursi empuk dalam bidang legislatif, meskipun saat ini masih banyak jabatan-jabatan teras dipegang oleh purnawirawan angkatan ber-senjata.

Page 4: Refleksi - agungharis.files.wordpress.com · Refleksi 15 Tahun Reformasi: Masih Adakah? 15 tahun, satu masa yang tidak sebentar, apabila diibaratkan dengan manusia, 15 tahun ada-lah

Sekarang kita beralih pada poin (6) yaitu pemberian otonomi dae-rah seluas-luasnya, rakyat memiliki keinginan bahwa sudah seharusn-ya pemerintah pusat melakukan desentralisasi karena rakyat per-caya bahwa yang sebenarnya sangat paham dengan situasi sua-tu daerah adalah penduduk dari daerah itu sendiri. Dengan sistem ini, birokrasi yang harus melewati beberpa tangan pun seakan ter-potong dan bantuan darurat bisa langsung masuk ke suatu daerah melalui pemerintah daerah, tidak lagi melalui pemerintah pusat.

Salah satu bukti dari kondisi ketidaktepatan sasaran pemerin-tah pusat pada saat menangani sebua kasus di daerah adalah ketika kelaparan melanda Papua dan Maluku, pemerintah ujug-ujug membuat program beras miskin untuk mengatasi hal tersebut, na-mun strategi ini tidak berhasil kare-na masyarakat Papua dan Maluku sudah terbiasa mengonsumsi sagu sebagai makanan pokok mereka, dengan sistem otonomi daerah, masalah-masalah seperti ini bisa ditanggulangi bahkan tidak perlu terjadi.

Sistem Otonomi Daerah juga me-mungkinkan daerah menerima dana yang lebih besar dan dapat menyalurkannya secara langsung kepada yang membutuhkan. Na-mun terdapat kelemahan dalam sistem ini, yaitu indikasi dilakukan-nya KKN makin menjadi meng-ingat pengawasan yang sudah tidak lagi terfokus pada pemer-

intah pusat, tetapi juga pada pemerintah daerah. Diawali dari kekecewaan mendalam akan se-buah rezim yang telah berkuasa berpuluh tahun, janji-janji kosong dan tidak ditunaikannya hak-hak dasar manusia, sebuah pergera-kan besar terorganisasi menjadi batu simalakama untuk pemer-intah. Rakyat yang sudah capai dengan segala persoalan, krisis moneter yang tak kunjung usai, hingga Partai Kuning yang selalu menang dalam Pemilihan Umum. Ya, sebuah dilema berkepan-jangan dirasakan oleh masyarakat keseluruhan. Pengekangan ke-bebasan juga menjadi salah satu aspek penting protes masyarakat terhadap penguasa.

Jenderal Besar Muhammad Soe-harto, seorang tentara berbintang lima yang menjadi Presiden Re-publik Indonesia, menjadi target utama reformasi secara menyelu-ruh yang didengung-dengungkan oleh masyarakat. Didahului be-berapa rangkaian peristiwa yang maik menyudutkan pemerintah, akhirnya sang ‘raja’ berhasil digul-ingkan dari kedudukannya, 21 Mei 1998.

Era baru yang bernama orde reformasi telah kita lalui selama 15 tahun, namun, selain selalu men-gevaluasi kinerja pemerintah, kita juga harus memberikan asa ke-pada Negara dengan kontribusi yang nyata. Kontribusi nyata se-bagai bentuk dari cinta kita yang sederhana, untuk Indonesia.

Fadel MuhammadStaf Kajian dan Aksi Strategis BEM FHUI 2013

Page 5: Refleksi - agungharis.files.wordpress.com · Refleksi 15 Tahun Reformasi: Masih Adakah? 15 tahun, satu masa yang tidak sebentar, apabila diibaratkan dengan manusia, 15 tahun ada-lah

copyright KOMINFO BEM FHUI 2013