referat mdr word
DESCRIPTION
mdr wordTRANSCRIPT
REFERAT
MULTI DRUG RESISTANCE
Pembimbing: dr. Eleazar
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIPERIODE 11 MEI 2015 – 25 JULI 2015RS UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyebab utama morbiditas dan kematian di dunia. Multi
drug resistant TB (MDR TB) didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB
lini pertama yang paling poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB
berkembang selama pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat.
Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan seperti karena pemberian rejimen tidak tepat
oleh tenaga kesehatan atau karena kegagalan dalam memastikan pasien menyelesaikan
seluruh tahapan pengobatan. Kejadian resistensi obat banyak meningkat di wilayah
dengan kendali program TB yang kurang baik. (jurnal nindy eng+indo)
Semakin meningkatnya arus globalisasi, migrasi antar bangsa, dan pariwisata
maka semua negara berpotensi mengalami TB-oubreaks. Laporan global ke-3 tentang
survailans resistensi OAT menunjukkan beberapa daerah di dunia menghadapi endemi
dan epidemi TB-MDR, dan di beberapa wilayah terdapat angka resistensi yang sangat
tinggi. Kasus TB-MDR telah ditemukan di Eropa Timur, Afrika, Amerika Latin dan Asia
berdasarkan WHO/IUATLD Global Project on Drug Resistance Surveillance (prevalensi
>4% di antara kasus TB baru). Berdasarkan data WHO, Indonesia berada pada peringkat
ke-8 dari 27 negara dengan kasus TB-MDR terbanyak di dunia. Data awal survei
resistensi obat OAT lini pertama yang dilakukan di Jawa Tengah menunjukkan angka
TB-MDR yang rendah pada kasus baru (1-2%), tetapi angka ini meningkat pada pasien
yang pernah diobati sebelumnya (15%). (WHO,2010)
2
Masalah resistensi obat pada pengobatan TB khususnya MDR menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang penting di sejumlah negara dan merupakan hambatan
terhadap efektivitas program penanggulangan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan
multidrug resistant TB.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Multi drug resistant (MDR) secara harfiah diartikan sebagai resistensi terhadap
lebih dari satu agen antimikroba, namun hingga saat ini belum ada definisi yang secara
standar disetujui oleh komunitas medis mengenai MDR. Banyaknya definisi yang
digunakan bertujuan untuk mencirikan pola resistensi pada bakteri Gram positif dan
Gram negatif. Salah satu cara yang digunakan untuk menggolongkan organisme sebagai
MDR adalah berdasarkan hasil tes kerentanan antimikroba secara in vitro. Metode lain
yang dapat digunakan untuk menggolongkan bakteri sebagai MDR adalah ketika bakteri
tersebut resisten terhadap satu antimikroba yang poten.(jurnal biru)
Multidrug resistant TB (MDR-TB) didefinisikan sebagai resistensi terhadap
setidaknya isoniazid dan rifampisin, dua jenis obat anti tuberculosis (OAT) yang utama
dan extensively drug resistant TB (XDR-TB) didefinisikan sebagai resistensi terhadap
isoniazid dan rifampicin ditambah salah satu obat golongan fluorokuinolon dan
setidaknya salah satu OAT injeksi lini kedua (amikasin, kapreomisin, atau kanamisin).
(jurnal nindy)
4
B. Epidemiologi
Pada tahun 2010 WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap
merata 2% pertahun. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR tinggi di dunia adalah
Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan Uzbekistan.
Prevalensi TB di Indonesia pada 2013 ialah 297 per 100.000 penduduk dengan
kasus baru setiap tahun mencapai 460.000 kasus. Dengan demikian, total kasus hingga
2013 mencapai sekitar 800.000-900.000 kasus. Indonesia menduduki peringkat ke 8 dari
27 negara-negara yang mempunyai angka kejadian tinggi MDR. Angka kejadian MDR-
TB di 27 negara ini menyumbang 85% dari beban MDR-TB global. Di negara-negara
yang termasuk dalam daftar ini minimal diperkirakan terdapat 4000 kasus TB-MDR atau
sekurang-kurangnya10% dari seluruh kasus baru TB-MDR. Laporan WHO
memperkirakan bahwa pada tahun 2008 kasus TB-MDR di Indonesia sebesar 6.427.
Angka tersebut merujuk pada perkiraan angka TB-MDR sebesar 2% dari kasus TB baru
dan 20% dari kasus TB pengobatan ulang.
C. Klasifikasi
TB resistensi dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi
primer yaitu resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah mendapat OAT
sebelumnya. Resistensi primer ini dijumpai khususnya pada pasien-pasien dengan positif
HIV. Sedangkan resistensi sekunder yaitu resistensi yang didapat selama terapi pada
orang yang sebelumnya sensitif obat.
5
D. Etiologi
Faktor penyebab resitensi OAT terhadap kuman M. tuberculosis antara lain:
1. Faktor mikrobiologik
a. Resisten yang natural
b. Resisten yang didapat
c. Amplifier effect
d. Virulensi kuman
e. Tertular galur kuman –MDR
2. Faktor klinik
a. Penyelenggara kesehatan
Keterlambatan diagnosis
Pengobatan tidak mengikuti guideline
Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya
yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resitensi yang
tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH
Tidak ada guideline/pedoman
Tidak ada / kurangnya pelatihan TB
Tidak ada pemantauan pengobatan
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada
satu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman
tuberkulosis telah resisten pada paduan yang pertama maka ”penambahan”
1 jenis obat tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten.
Organisasi program nasional TB yang kurang baik
6
b. Obat
Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga
membosankan pasien
Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan kompllit
atau sampai selesai gagal
Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah
makan, atau ada diare
Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap
yang mana bioavibiliti rifampisinnya berkurang
Regimen / dosis obat yang tidak tepat
Harga obat yang tidak terjangkau
Pengadaan obat terputus
c. Pasien
Kurangnya informasi atau penyuluhan
Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll
Efek samping obat
Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada
Masalah sosial
Gangguan penyerapan obat
3. Faktor program
a. Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan
b. Amplifier effect
c. Tidak ada program DOTS-PLUS
7
d. Program DOTS belum berjalan dengan baik
e. Memerlukan biaya yang besar
4. Faktor AIDS–HIV
a. Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
b. Gangguan penyerapan
c. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar
5. Faktor kuman
Kuman M. tuberculosis super strains
a. Sangat virulen
b. Daya tahan hidup lebih tinggi
c. Berhubungan dengan TB-MDR
E. Mekanisme resistensi
Jalur yang terlibat dalam perkembangan dan penyebaran MDR TB akibat mutasi
dari gen mycobakterium tuberculosis.
F. Diagnosis
Menurut Program Nasional, terdapat 8 kriteria pasien yang menjadi suspek TB-
MDR yaitu:
1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan kategori 2
2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ke 3
dengan kategori 2
8
3. Pasien yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon
dan kanamisin
4. Pasien gagal pengobatan kategori 15. Pasien dengan hasil pemeriksaan
dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 1
5. Kasus TB kambuh
6. Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan
atau kategori 2
7. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR
konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB-
MDR
Diagnosis TB-MDR dengan pemeriksaan kultur serta uji kepekaan memerlukan
waktu antara 1 hingga 3 bulan.
G. Tatalaksana
Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR)
seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti
tuberkulosis lini kedua.
• Paling tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif dan pengobatan
harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
• Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan
kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
• Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam
pengobatan pasien dengan MDRTB harus dilakukan.
9
Prinsip Penatalaksanaan MDR
Memulai pengobatan MDR-TB dengan pengawasan yang ketat
dengan penyuluhan, pemantauan dan mengobati toksisisiti
obat.
Sesuaikan pemantauan efek samping dengan obat yang
digunakan.
Pertimbangkan masalah kontrol infeksi
Cari konsultasi dengan pakar segera setelah resistensi obat
diketahui.
Gunakan DOT dengan cara yang berpihak kepada pasien
selama masa pengobatan.
Catat obat yang diberikan, hasil bakteriologis, gambar foto
toraks, dan kejadian efek samping obat.
Optimalkan penatalaksanaan penyakit yang mendasari dan
status nutrisi.
10
11
BAB III
KESIMPULAN
• Jadi salah satu cara yang digunakan untuk menggolongkan organisme sebagai MDR adalah berdasarkan hasil tes kerentanan antimikroba secara in vitro.
• Metode lain yang dapat digunakan untuk menggolongkan bakteri sebagai MDR adalah ketika bakteri tersebut resisten terhadap satu antimikroba yang poten.
• Dalam menangani pasien dengan MDR TB Paling tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
SARAN
Jangan sampai terlambatnya diagnosis dan isolasi. Penggunaan paduan obat yang tepat.
– pengobatan awal yang adekwat
– pengobatan yang lengkap
– modifikasi obat yang tepat.
– penggunaan kemoprofilaksis yang tepat
Pasien patuh dan pengobatan lengkap
• mengisolasi penderita MDR TB dengan baik
• Pelaksanaan DOTS yang baik
• Pengetahuan tentang TB yang baik
• Obat-obat yang diberikan berkualitas
12