referat mata uveitis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola
mata terdiri atas sklera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan
kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sklera dan
tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan koroid.
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, badan siliaris,dan koroid) dengan
berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami
inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya
mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan
tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan
uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan
koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia,dan penglihatan yang kabur, mata
merah (merah sirkumneal) tanpa sekret mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.
Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non
granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab
uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit
sistemik, neoplastik dan idiopatik. Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang
sesuai dengan perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang
diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun 37%
kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan dengan
penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis anterior meliputi:
spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika, penyakit Crohn, dan kolitis
ulserativa. Keterkaitan antara uveitis anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasien
dengan predisposisi genetik HLA-B27 positif pertama kali dilaporkan oleh Brewerton et
al.
1
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan uveitis
anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.Di
Amerika Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati
Diabetik dan Degenerasi Macular.Umur penderita biasanya bervariasi antara usia
prepubertal sampai 50 tahun.
Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor penyebabnya
dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh nyeri
ocular,Fotofobia,penglihatan kabur, dan mata merah.Pada pemeriksaan didapatkan tajam
penglihatan menurun,terdapat injeksi siliar, KP, flare, hipopion, sinekia posterior,
tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai edema macular.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan
berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami
inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.
B. Etiologi
1. Berdasarkan Klinis :
Akut : apabila serangan terjadi satu atau dua kali, dan penderita sembuh sempurna
diluar serangan tersebut
Residif : apabila serangan terjadi lebih dari dua kali disertai penyembuhan yang
sempurna diantara serangan-serangan tersebut.
Kronis : apabila serangan terjadi berulang kali tanpa pernah sembuh sempurna di
antaranya.
2. Berdasarkan penyebabnya :
Eksogen : pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,
ataupun iatrogenic.
Endogen : disebabkan oleh fokal infeksi di organ lain atau reaksi auto imun
didalam tubuh
3. Berdasarkan reaksi radang yang terjadi :
Non granulomatosa : infiltrate yang terjadi terdiri dari sel plasma dan limfosit.
Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme
patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga
peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama
dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang
dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup
banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan
fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.
3
Granulomatosa : infiltrate yang terjadi terdiri dari sel epiteloid dan makrofag. Pada
uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh
organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma
gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi
pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus
uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-
sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena.
Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag
dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik
pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan
asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada
sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.
C. Anatomi Fisiologi
Uvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaria) dan koroid. Bagian ini
adalah lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini
juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior
sedangkan koroid disebut uvea posterior.
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang
membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di
tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera
oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai
kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata.
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-
lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripa. Didalam
stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf.
4
Gambar 1 : Anatomi Mata
Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana
pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di camera
oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke coa dan
sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan
dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang
terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen
jumlahnya tetap.
Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang berjalan
sirkuler, letaknya didalam sroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saaraf parasimpatis, N
III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan
radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf
simpatis.
5
Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-
serat didalam nervi siliaris.
Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars
korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang postrior
tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk
humor aquous. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan,
neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat.
Gambar 2 : Sirkulasi humour aquos
Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari
epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak
mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung
pigmen. Didalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier yang berjalan radier, sirkuler
dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat zonula zinii yang merupakn
penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. kontraksi atau relaksasi otot-otot
ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi
6
lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar
banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan
darah ke V.vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot
dengan pembuluh darah diliputi epitel.
D. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu
trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap
zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen
endogen).Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang
infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang
tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin
dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan
perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).
7
Gambar 3 : Uvea
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan
lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis
dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama
sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari
tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang
disebut iris bombe (Bombans).
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat
berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm
sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena
gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder
8
terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai
peran asetilkolin dan prostaglandin.
E. Klasifikasi
Peradangan pada uvea (uveitis) dapat dikelasifikasikan dalam beberapa
parameter, salah satunya berdasarkan lokasi dari tempat peradangan.
Lokasi peradangan :
Lokasi anatomi dari proses inflamasi adalah salah satu tanda penting bagi proses
patogenesis dan penanganan dari uveitis. Klasifikasi IUSG berdasarkan lokasi anatomi
dari inflamasi yaitu:
1. Uveitis anterior
Uveitis anterior disebut juga sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior; meliputi iritis,
iridosiklitis dan siklitis anterior; yaitu peradangan intraokular yang paling sering
terjadi. Uveitis anterior dapat terjadi apabila terjadi peradangan pada segmen anterior
bola mata.
Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya
saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manisfestasi klinik reaksi
imunologik terlambat, dini atau sel meidated terhadap jaringan uvea anterior. Pada
kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia ataupin
viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdapat antigen yang
sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan.
Penyebab uveitis anterior akut nongranulomatosa dapat oleh trauma, diare
kronis, penyakit reiter, herpes simplex, sindrom Bechet, pasca bedah, infeksi
adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia. Nongranuloma uveitis anterior kronis
dapat disebabkan artritis reumatoid dan Fuchs heterokromik iridosiklitis.
Granulomatosa akut terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus,
jamur (histoplasmosis), atau parasit (toksoplasmosis).
Uveitis dapat terjadi mendadak atau akut berupa mata ,erah dan sakit,
ataupun datang perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan pengliahatn
9
turun perlahan-lahan. Iridosiklitis kronis merupakan episode rekuren dengan gejala
akut yang ringan atau sedikit.
Keluhan pasien datang dengan uveitis anterior akut mata sakit, merah,
fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata merah. Keluhan
sukar melihat dekat pada pasien uveitis akibat ikut meradangnya otot-otot
akomodasi.
Pupil kecil akibat rangsangan proses peradangan pad aotot sfingter pupil dan
terdapatnya edem iris. Pada proses radang akut dapat terjadi miopisasi akibat
rangsangan badan siliar dan edem lensa.
Terapat fler atau efek tyndal di dalam bilik mata depan dan bila peradangan
sangat akut maka akan terlihat hifema atau hipopion. Pada nongranulomatosa
terdapat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada iridoksiklitis
granulomatosa terdapat presipitat besar atau mutton fat deposit. Benjolan Koeppe
(penimbunan sel pada tepi pupil) atau benjolan Busacca (penimbunan sel pada
permukaan iris).
Terbentuk sinekia posterior, miosis pupil, tekanan bola mata yang turun
akibat hipofungsi badan siliar, tekanan bola mata dapat meningkat, melebarnya
pembuluh siliar dan perilimbus.
Kornea dapat terlihat edem pada pemeriksaan slitlamp. Pada beberapa
kondisi yang lebih parah, dapat ditemukan deposit endotel berwarna coklat keabu-
abuan yang disebut keratic precipitates (KP).
Gambar 4 : Keratic precipitates (KP)
10
Gambar 5 : Sinekia Posterior
Gambar 6 : Fler
2. Uveitis Intermediate
Uveitis Intermediate adalah bentuk peradangan yang tidak mengenai uvea
anterior atau posterior secara langsung. Sebaliknya ini mengenai zona intermediate
mata . Ini terutama terjadi pada orang dewasa muda dengan keluhan utama melihat
“bintik-bintik terapung” di dalam lapangan penglihatannya. Pada kebanyakan kasus
kedua mata terkena. Tidak ada perbedaan distribusi antara pria dengan wanita. Tidak
terdapat rasa sakit, kemerahan, maupun fotofobia. Pasien mungkin tidak menyadari
adanya masalah pada matanya, namun dokter melihat adanya kekeruhan dalam
vitreus, yang sering menutupi pars plana inferior, dengan oftalmoskop.
Jikapun ada, hanya sedikit gejala uveitis anterior muncul di uveitis
intermediate. Kadang-kadang terlihat beberapa sel di kamera okuli anterior, sangat
jarang terjadi sinechia posterior dan anterior. Sel radang lebih besar kemungkinan
11
terlihat di ruangan retrolental atau di vitreus anterior pada pemeriksaan dengan slit-
lamp. Sering timbul katarak subkapsular posterior. Oftalmoskopi indirek sering
menampakan kekeruhan tipis bulat halus di atas retina perifer.
Penyebabnya tidak diketahui. Kortikosteroid adalah satu-satunya pengobatan
yang menolong namun hanya dipakai pada kasus yang berat, terutama bila
penglihatan menurun sekunder akibat edema makular.
3. Uveitis posterior
Uveitis posterior merupakan peradangan pada koroid dan retina; meliputi
koroiditis, korioretinitis (bila peradangan koroidnya lebih menonjol), retinokoroiditis
(bila peradangan retinanya lebih menonjol), retinitis dan uveitis disseminta.
Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit
sistemik.
Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah pada vitreus (seperti sel, flare,
opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment), koroditis, retinitis dan
vaskulitis.
Yang menimbulkan kekeruhan pada vitreus harus dibedakan dari yang tidak
pernah menimbulkan kekeruhan vitreus. Jenis dan distribusi kekeruhan vitreus harus
dijelaskan. Lesi radang di segmen posterior umumnya berawal tenang, namun ada
yang disertai kekeruhan vitreus dan kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Penyakit
demikian biasanya disertai uveitis anterior, yang pada gilirannya kadang-kadang
diikuti bentuk glaukoma sekunder.
Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun, penyebab uveitis posterior
termasuk toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis intermediate, infeksi sitomegalovirus,
sindrom samaran, panensefalitis sklerosis subakut, dan kurang penting, infeksi bakteri
atau fungi pada segmen posterior.
Onset uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa gejala.
Penyakit pada segmen posterior mata yang onset mendadak adalah retinitis
toksoplasmosis, nekrosis retina akut, dan infeksi bakterial. Kebanyakan penyebab
uveitis posterior yang lain onsetnya lambat.
12
4. Panuveitis
Panuveitis merupakan kondisi terdapat infiltrasi sel kurang lebih merata di
semua unsur di traktus uvealis. Ciri morfologi khas seperti infiltrat geografik secara
khas tidak ada.
13
F. Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior & posterior ditegakkan berdasarkan anamnesa yang
lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukung.
- Uveitis Anterior :
Penderita mengeluhkan mata terasa seperti ada pasir
Konjungtiva merah
Nyeri saat ditekan dan digerakan
Fotofobia (Penderita merasa silau atau menutup mata bila terkena sinar)
Penglihatan kabur
Didapatkan injeksi silier/hiperemi PCVI
Keratic precipitate pada kornea (kumpulan leukosit pada endotel. Tipe keratic
precipitate dapat menunjukkan klasifikasi uveitis anterior. Keratic precipitate
mutton-fat adalah karakteristik uveitis granulomatosa. Keratic precipitate stelata
difus terlihat pada iridosiklitis heterokromik Fuchs. Keratitis interstisial didapatkan
pada pasien sifilis dan herpes.
Flare, yang merupakan protein, dapat terlihat di bilik depan. Jika leukosit di bilik
depan ada dalam jumlah yang banyak, akan terlihat hipopion.
Terdapat sinekia Posterior (perlekatan antara pupil dengan lensa)
- Uveitis porterior
Penderita umumnya merasakan keluhan penurunan visus
Kadang disertai fotopsia (sensasi melihat adanya kilatan-kilatan cahaya pada
lapang pandangan). Fotopsia ini merupakan pertanda dini terjadinya sobekan pada
retina, yang biasanya terletak dibagian perifer retina
14
Diagnosa uveitis posterior ditegakan dengan pemeriksaan oftalmoskopik
Ditemukan lesi aktif di retina berupa bercak putih kekuningan
G. DIAGNOSA BANDING
Mata merah dengan penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis differensial
yang sangat luas. Diagnosa banding uveitis anterior & posterior adalah sebagai berikut:
Uveitis anterior
1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan
umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia. Serta pada konjungtiva hiperemi tipe
fornix atau injeksi vaskular konjungtiva.
2. Keratitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia. Dibedakan
dengan adanya pewarnaan atau defek pada epitel atau adanya penebalan atau infiltrat
pada stroma.
3. Glaukoma akut sudut tertutup
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya edema,
tekanan intraokular juga meningkat dan sudut bilik mata depan sempit.
Uveitis Posterior
1. Penyakit degenerasi retina :
2. Kekeruhan badan kaca karena perdarahan :
3. Ablasio retina
H. PENATALAKSANAAN UVEITIS
- Uveitis anterior
Pengobatan uveitis anterior ditujukan untuk mengembalikan atau
memperbaiki fungsi penglihatan mata. Membuat pupil berelaksasi sehingga mata
menjadi nyaman dan tidak kemeng.
a. Kompres hangat
15
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus
untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang lebih cepat.
b. Penggunaan kacamata hitam
Bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian midriatikum.
c. Midriatikum
Tujuannya adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga dapat
mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Mata menjadi nyaman dan
mencegah terjadinya sinekia.
Sulfas Atropin 1% 1x tetes/hari
Homatropin 2% 3x tetes/Hari
Scopolamin 0,2 %3x tetes/hari untuk anak-anak.
d. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid.
Dewasa : Kortikosteroid peroral Prednisolone 2 tablet sehari 3 kali,
Subconjungtiva Hidrokortisone 0,3 cc
Anak : Prednisone 0,5 mg/kgBB sehari 3 kali
Penggunaan kortikosteroid perlu diawasi penggunaannya karena dapat
memberikan komplikasi pada mata berupa glaukoma sekunder dan katarak.
e. Antibiotik bila ada indikasi yang jelas
- Dewasa : lokal berupa tetes mata, kadang dikombinasi dengan preparat
steroid. po chiorampenicol sehari 3x 2 kapsul
- Anak : Chloramphenicol 25 mglkgBB sehari 3-4 kali
- Uveitis Posterior
a. Midriatikum
Sulfas Atropin 1% 1x tetes/hari
Hematropin 2% 3x tetes/hari
b. Tetes/salep mata
Dexamethasone 1% atau Betamethasone 1% diberikan sehari 3x
Prednisolone 0,5% diberikan sehari 3x
c. Sistemik
16
Prednisolone : dosis awal 1 – 1,5mg/kg BB. Diturunkan bertahap bila sudah
ada respons
Cyclosporin dapat diberikan bila tak ada respons dengan steroid setelah 2
minggu.
Dosis awal : 5mg/hari. Bila ada respons, diberikan dosis maintenance 2mg/kg
BB/hari.
I. Komplikasi
- Uveitis anterior :
Glaukoma Sekunder
Katarak Komplikata
Hilangnya daya akomodasi
- Uveitis Posterior
Edema makula lutea
Edema saraf optik
Papilitis atau ablatio retina
BAB III
LAPORAN KASUS
17
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Jamilah
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sedayu - Gresik
Tgl Anamnesa : 10 Januari 2014
B. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh mata mendadak merah mata sebelah kanan & kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Mata kanan & kiri merah sejak 1 minggu yang lalu
- Nerocoh (-)
- Kemeng (-)
- Mata kanan agak silau bila terkena cahaya
- Penglihatan mata kanan tidak menurun
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini.
- Pasien memiliki riwayat HT
- Pasien memiliki riwayat rheumatik
- Pasien memiliki riwayat Kolesterol
- Riwayat DM disangkal.
- Riwayat sakit gigi disangkal
- Riwayat operasi mata disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti ini.
e. Riwayat pemakaian kacamata
Tidak pernah memakai kacamata
f. Riwayat pemakaian obat-obatan (tetes mata)
Riwayat pemakaian obat-obatan disangkal
18
g. Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi
C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4 5 6
STATUS LOKALIS
OD OS
Visus 6/8,5 6/8,5
Palpebra
Hiperemi
Trikiasis
Odem
Blepharospasme
+
-
-
-
+
-
-
-
Konjungtiva
Hiperemi
Lakrimasi
Kemosis
PCVI
-
-
PCVI
-
-
Kornea
Keruh
Kerated precipited
-
+
-
-
19
Flouresin test
Infiltrate
Ulkus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Bilik mata depan
Flare
Hifema
Hipopion
BMD dalam
Cell
+
-
-
+
+
-
-
-
+
-
Iris Reguler
Iris Bombans
Sinekia
-
-
-
+
-
-
Pupil
Bentuk
Miosis
Reflek pupil
Regular
-
Tidak diperiksa
Regular
-
Tidak diperiksa
Lensa Jernih Jernih
D. RESUME
Pasien Ny. Jamilah, perempuan berusia 65 tahun datang ke poli mata RSUD Ibnu
Sina dengan keluhan kedua mata merah sejak 1 minggu yang lalu. Mata kanan terkadang
terasa silau bila terkena cahaya
20
Pada pemeriksaan fisik mata kanan (OD) didapatkan :
Visus : 6/8,5
Konjungtiva : PCVI (+)
Kornea : KP (+)
Pupil : Ireguler
BMD : Flare (+) Cell (+)
Pada pemeriksaan fisik mata kanan (OS) didapatkan :
Visus : 6/8,5
Konjungtiva : PCVI (+)
Kornea : KP (-)
Pupil : Reguler
BMD : Flare (-) Cell (-)
Mata ibu Jamilah di dapapatkan bentukan flare, Cell dan KP
E. DIAGNOSIS
OD Uveitis Anterior
21
F. PENATALAKSANAAN
Terapi :
1. Metyl prednisolon 8mg 3x1
2. Xitrol 6x1 gtt
3. Atropine 2x1 gtt
4. Konsul Penyakit dalam untuk terapi rheumatik
Edukasi :
1. Pakai kacamata hitam supaya tidak silau
2. Jika mata masih kemeng kompres hangat untuk mengurangi rasa nyerinya
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. Dkk. (2009). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
22
Israr, Yayan I., Julianti, Riri. (2009). “Panuveitis” Faculty of Medicine University of Riau.
(Online)
(http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/panuveitis_files-of-drsmed.pdf diakses
12 januari 2014).
Jusuf, Ahmad. Aulia. (2003). System Penglihatan.. (online).
(www.staff.ui.ac.id/internal/132015140/material/ sistempenglihatan.doc diakses 12
Januari 2014)
Nurwasis,dkk. 2006. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Penyakit Mata. Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya
Sidohutomo, Armanto. Kuswandari, Yulianti. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Mata FK UWK
Surabaya. Surabaya : FK UWKS
Tedjopurnomo, Hermanto. (2002). Diktat Kuliah Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Pare
23