referat mata fida

45
DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 KATA PENGANTAR 2 BAB I : PENDAHULUAN 3 A. Latar belakang 3 B. Tujuan 4 BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 1.1 ANATOMI 5 2.1 FISIOLOGI 9 3.1 NERVUS OPTICUS 9 BAB III: PEMBAHASAN 18 A. DEFINISI 18 B. EPIDEMIOLOGI 18 C. ETIOLOGI 19 D. PATOFISIOLOGI 20 E. GEJALA & TANDA 21 F. DIAGNOSIS 23 G. DIAGNOSIS BANDING 25 H. PENATALAKSANAAN 28 I. KOMPLIKASI 29 J. PROGNOSIS 30 BAB IV: KESIMPULAN 31 BAB V: DAFTAR PUSTAKA 32 1

Upload: gurlsice

Post on 21-Dec-2015

256 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ghjhhkhk

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Mata Fida

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

KATA PENGANTAR 2

BAB I : PENDAHULUAN 3

A. Latar belakang 3

B. Tujuan 4

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI 5

2.1 FISIOLOGI 9

3.1 NERVUS OPTICUS 9

BAB III: PEMBAHASAN 18

A. DEFINISI 18

B. EPIDEMIOLOGI 18

C. ETIOLOGI 19

D. PATOFISIOLOGI 20

E. GEJALA & TANDA 21

F. DIAGNOSIS 23

G. DIAGNOSIS BANDING 25

H. PENATALAKSANAAN 28

I. KOMPLIKASI 29

J. PROGNOSIS 30

BAB IV: KESIMPULAN 31

BAB V: DAFTAR PUSTAKA 32

1

Page 2: Referat Mata Fida

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan

rahmatNya dalam menyelesaikan referat Ilmu Penyakit Mata yang berjudul

Papilitis. Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangkan memenuhi salah satu

tugas kami sebagai mahasiswa kedokteran yang mengikuti program studi profesi

dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Trisakti peeriode 22

september-24 oktober 2014.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah dalam rangka mengikuti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata,RSUD Semarang, Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan berbagai pihak

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan referat ini kepada:

Dr. Susi Herawati,Mkes selaku direktur RSUD kota Semarang

Dr.Hj.Nanik Sri mulyani,Sp.M selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Mata

RSUD Kota Semarang dan pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu

Penyakit Mata

Dr.Irastri Anggraini,Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian

Ilmu Penyakit Mata

Ibu Farida Faisal dan Bapak Puriyono Siswantono selaku refraksionist di

Poliklinik Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Kota Semarang

Rekan-rekan sejawat anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu

Penyakit Mata Semarang.

Penulis juga mengharapkan segala masukan baik berupa saran maupun kritik

membangun daripada pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas referat ini.

Demikianlah referat ini disusun,kiranya dapat memberikan manfaat bagi

para pembaca dan Fakultas Kedokteran Univesitas Trisakti.

Semarang,Oktober 2014

Penulis

BAB I

2

Page 3: Referat Mata Fida

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Mata merupakan

organ yang mengandung reseptor penglihatan pada salah satu bagiannnya yang

disebut retina. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umumnya, retina

dan jaras-jaras penglihatan anterior merupakan bagian dari kesatuan otak yang

utuh,yang menyediakan sebagian besar input sensoris total. Retina dan jaras

penglihatan anterior sering memberi petunjuk diagnostic penting untuk berbagai

gangguan susunan saraf pusat.

Penyakit intracranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena

adanya kerusakan atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus.

Nervus kranialis III,IV, dan VI yang mengontrol gerakan otot-otot

ocular,mungkin terkena; saraf V dan VII juga berhubungan erat dengan fungsi

mata. 1

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat

berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu

papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang

disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik intraokular dan dapat

terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Pada neuritis optikus, serabut saraf

menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja

normal atau menjadi berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami

peradangan.2

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan lapang

pandang, pemeriksaan oftalmoskop, pemeriksaan respon reflex pupil, CT scan,

atau MRI mata. Diagnosa yang tepat dan terapi yang sesuai sangat diperlukan

untuk menyelamatkan fungsi penglihatan.2

I. 2. Tujuan

3

Page 4: Referat Mata Fida

I.2.1. TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, epidemiologi,

etiologi, patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis,

penatalaksanaan dan prognosis dari Papilitis.

I.2.2. TUJUAN KHUSUS

1. Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit Mata di

RSUD Kab. Semarang

2. Sebagai prasyarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit

Mata di RSUD Kab. Semarang.

4

Page 5: Referat Mata Fida

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan

semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora

serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora

serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior

terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis

dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah

retina temporal.2

Gambar 1. Bola Mata

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut 2 :

5

Page 6: Referat Mata Fida

Gambar 2. Lapisan Retina

1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan

badan kaca.

2. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah

saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh

darah retina.

3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua

4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel

bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion

5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel

Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral

6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps

sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal

7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel

kerucut

8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi

6

Page 7: Referat Mata Fida

9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan

terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping,

dan sel kerucut

10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel

epithelial berpigmen.

Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi

kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif

secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih

dari satu lapis sel.

Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat

fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan

khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di

retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya

adalah kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.

Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2

sistem vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina

secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan

koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri

karotis interna.

Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri

sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar.

Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk.

Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.

Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina

sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena

ke sistem kavernosus. Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris

yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina,

termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan

epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3

sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah

7

Page 8: Referat Mata Fida

terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi.

Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang

membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.

Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

Gambar 3. Normal fundus

Gambar 4. Normal fundus

8

Page 9: Referat Mata Fida

II.2Fisiologi

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan

kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi

impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus

dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman

penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya

adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara

fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini

menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor

dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang

lebih kompleks. 1

Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan terutama untuk

penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina

lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama

untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler

pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang

mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung

rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin

merupakan suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng

membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik

diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap

ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat

dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,

senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh

fotoreseptor batang.1

II. 3. Nervus Optikus

Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke kiasma

optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan

kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel

ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil.

9

Page 10: Referat Mata Fida

Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf

sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema

sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus

mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf. 3

Gambar 5. Jaras Nervus Opticus

Bagian nervus optikus

Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat dibagi mejadi 4

bagian :

Intraocular (1 mm) : menembus sclera (lamina kribrosa), koroid dan

masuk ke mata sebagai papil disk.

Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen

optic. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optic, dikelilingi oleh

annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot

rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan

berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis

retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh

lemak orbital.

10

Page 11: Referat Mata Fida

Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang

berjalan inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki

mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan

neuritis retrobulbar.

Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian

menyatu membentuk kiasma optikum.3

Vaskularisasi nervus optikus

Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina

Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari

peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina

cribrosa.

Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri

circle of zinn

Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-

cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang

dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri

oftalmika.

Gambar 6. Vaskularisasi nervus optikus

11

Page 12: Referat Mata Fida

Lintasan nervus optikus

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum.

Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan

bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum.

Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung

menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian

nasal dari masing- masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu

dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan

melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus

superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi.

Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras

visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior

menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti

refleks pupil. 4

Gambar 7. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak

basal)

Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang

membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic

radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di

girus kalkarina.

12

Page 13: Referat Mata Fida

Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a.

kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang

berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls

lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa

impuls dari lapang pandang atas (gambar 8).

Gambar 8. Radiatio Optica

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus

superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi

yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari

kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf

eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus

okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot

sfingter pupil.

13

Page 14: Referat Mata Fida

Gambar 9. Jaras Refleks Pupil

Lesi Jalur Penglihatan

Lesi Saraf Optik

Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi

yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan

reflek tidak langsung pada sisi kontralateral.4

Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada

saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

14

Page 15: Referat Mata Fida

Gambar 10. Defek Visual

Gambar 11. Defek Visual

15

Page 16: Referat Mata Fida

Lesi melalui bagian proksimal saraf optik

Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan

kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena dan reflek

cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.3

Lesi kiasma sentral

Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil.

Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus. Penyebab

umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma, tumor kelenjar hipofise,

kraniofaringioma, meningioma suprasellar, glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus

akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis.3

Lesi kiasma lateral

Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan

kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya

penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada setiap

sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican posterior.7

Lesi saluran optik

Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil

kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik pada

sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan kelumpuhan

saraf ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral.

Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan

aneurisma dari serebeli atas atau arteri serebral posterior.3

Lesi badan genikulatam lateral

Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil

minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.3

Lesi radiasi optik

Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi

optik total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia kuadrantik

inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal (mengandung serat

unggul radiasi optik). Hemianopia kuadrantik superior (pie on the sky) dapat

terjadi setelah lesi dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik inferior).

16

Page 17: Referat Mata Fida

Biasanya lesi dari radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah,

tumor primer dan sekunder, serta trauma.3

Lesi korteks visual

Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat

terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks cahaya

pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual.3

Lesi jalur visual

Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat

terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks cahaya

pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual.3

17

Page 18: Referat Mata Fida

BAB III

PEMBAHASAN

III. 1. Definisi

Papilitis adalah inflamasi diskus optikus. Papilitis disebut juga neuritis

optik, ditandai dengan peradangan dan kerusakan di bagian saraf optik yang

dikenal dengan diskus optikus yang juga disebut dengan bintik buta. Diskus

optikus adalah bagian dari saraf optik yang memasuki mata dan bergabung dengan

membran saraf yang kaya lapisan mata (retina). Dengan kata lain, papilitis

merupakan radang pada serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf

optik yang yang berada dalam bola mata.4

III. 2. Epidemiologi

Neuritis opik dilaporkan memiliki insiden 1 – 5 kasus per 100.000/tahun,

dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di dataran tinggi, seperti

Amerika Serikat dan Inggris, dan terendah pada daerah ekuator. Prevalensi di

Amerika Serikat dan Inggris masing – masing adalah 46 per 100.000 dan 93 per

100.000.6

Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya

bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik

pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya

bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi

sklerosis multipel lebih rendah. 6,7

III.3 Etiologi 1

18

Page 19: Referat Mata Fida

a. Demielinatif

- Idiopatik

- Sklerosis multiple

- Neuromielitis optika (penyakit Delvic)

b. Diperantarai imun

- Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air,

influenza, mononukleosis infeksiosa)

- Neuritis optik pascaimunisasi

- Ensefalomielitis diseminata akut

- Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)

c. Infeksi langsung

- Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus

d. Herediter

- Penyakit Leber

e. Penyakit peradangan sekitar

- Peradangan intraocular

- Penyakit orbita

- Penyakit sinus, termasuk mukormikosis

- Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis

f. Intoksikasi racun eksogen

- tobacco, etil alkohol, metil alkohol

g. penyakit metabolic

- diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

19

Page 20: Referat Mata Fida

Gbr 12. a). Demielinisasi; pembengkakan non spesifik tanpa perdarahan atau exsudat. b). Infektif neuroretinitis; pembengkakan diskus disertai perdarahan dan eksudat macular (macular star). c). Neuritis optik viral; pembengkakan keseluruhan diskus non spesifik. d). Neuritis optik sifilis; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus, hiperemia dan perdarahan. e). Neuritis optik terhubung HIV; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus masif, exudat yang luas dan perdarahan. f). Neuritis optik toxocara; dengan infiltrat, pembengkakan dan distorsi masif pada yang kepala/pangkal nervus optikus normal.

III.4 PATOFISIOLOGI

Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah

inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang

terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak

dengan perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan

pemecahan mielin.

Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului

demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan

mielin dapat melebihi hilangnya akson.

20

Page 21: Referat Mata Fida

Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus

diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum

diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului

perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali

menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu).

Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi

yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah

perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis

optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti

MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus.8

III.5 Gejala dan Tanda

Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada papilitis,

dimana saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis retrobulbar

yang mengenai saraf ekstra okular.6

Gambaran akut

- Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat mengenai kedua

mata terutama pada anak-anak.

- Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai beberapa hari

- Nyeri pada mata

Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih dari 90%

pasien. Nyeri tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama dengan

hilangnya penglihatan dan berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit

akan bertambah bila bola mata ditekan dan disertai sakit kepala.

Pergerakan okular terutama gerakan ke atas dan ke bawah juga dapat

memperberat nyeri ini karena perlekatan sejumlah serat otot rektus

superior dengan duramater. 2

- Defek pupil aferen (afferent pupillary defect)

21

Page 22: Referat Mata Fida

Gambar 13. Defek pupil aferen

Selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat.

Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan

swinging light test (Marcus-Gunn pupil). Marcus-Gunn positif ialah

apabila pada mata yang sehat diberi cahaya, maka terjadi miosis pada

kedua mata. Namun bila cahaya dipindahkan pada mata yang sakit, maka

kedua pupil akan melebar.

- Defek lapang pandang

Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara

konsentris, terdapat skotoma sentral dengan bermacam tebal dan besarnya.

Dapat pula berbentuk sekosentral atau para sentral.

- Buta warna pada mata yang terkena.

- Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat

batas diskus tidak jelas.

- Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan

pemeriksaan funduskopi yang normal.

- Perdarahan peripapil, sering menyertai papilitis karena neuropati optik

iskemik anterior.

- Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan

funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina

(risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars

planitis menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.

22

Page 23: Referat Mata Fida

Gambaran Kronik   6

Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis

optik masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:

- Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis

optik mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.

- Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun

setelah gejala awal.

- Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna

merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat

dengan mata yang terkena.

- Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan

penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan

mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.

- Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.

Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.

III. 6 . Diagnosis

Anamnesis 1,6

1. Penglihatan yang kabur (visus turun) mendadak

2. Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya

3. Persepsi warna yang terganggu

4. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan

berkurang jika beristirahat.

5. Rasa sakit pada mata yang mengganggu terutama ketika mata bergerak

dan lebih sering pada tipe neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis.

6. Gejala berlangsung sementara pada salah satu mata (pada pasien dewasa).

Sedangkan pada pasien anak, biasanya mengenai kedua mata. Terdapat

riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung

diagnosis.

23

Page 24: Referat Mata Fida

Pemeriksaan Fisik 1,6

Pemeriksaan dilakukan untuk melihat gejala objektif. Langkah-langkah yang dilakukan

adalah sebagai berikut2,6:

a. Uji tajam penglihatan (visus)

Didapatkan penurunan visus yang bervariasi, dari ringan sampai kehilangan penglihatan

total. Hilangnya visus dapat ringan (20/30), sedang (20/60), maupun berat (20/70).

b. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung

yang menurun atau hilang.

c. Pemeriksaan lapang pandang, biasanya berupa skotoma sentral atau

sentrosekal. Namun setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang

yang normal.

Pemeriksaan penunjang   1,2

1. Funduskopi

- Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran hiperemia dan

edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Pada

papil terlihat perdarahan, eksudat star figure yang menyebar dari papil

ke makula, dengan perubahan pada pembuluh darah retina dan arteri

menciut dengan vena yang melebar. Kadang-kadang terlihat edema papil

yang besar yang menyebar ke retina. Edema papil tidak melebihi 2-3

dioptri.

Gambar 14. Edema nervus optikus pada neuritis optikus

- 60% pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran funduskopi

yang normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu istilah “The patient

sees nothing and the doctor sees nothing”. Namun apabila prosesnya

24

Page 25: Referat Mata Fida

sangat destruktif, dapat berakhir sebagai optik atrofi dan papil menjadi

pucat, tak berbatas tegas, dan matanya buta.

- Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai

papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.

- Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada

pemeriksaan funduskopi yaitu: perivenous sheathing.

2. MRI (magnetic resonance imaging)

MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini

dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis

multipel.

3. Pemeriksaan darah

Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.

4. Slit lamp

Adanya sel radang pada vitreous

5. Visually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan

amplitude dan perlambatan waktu transmisi.

III. 7. Diagnosis Banding 9

Diagnosis banding dari neuritis optik dapat berupa:

- Iskemik optik neuropati

- Edema papil

- Ablasi retina

- Oklusi arteri sentral

- Obstruksi vena retina sentral

- Toksik neuropati.

25

Page 26: Referat Mata Fida

Diagnosis banding tersering adalah edem papil dan iskemik optik neuropati, dapat

dibedakan menjadi: (tabel 1)5,6

Neuritis Optik Papila edema Iskemik Optik

Neuropati

Gejala Visus Visus sentral

hilang cepat,

progresif; jarang

Visus tidak hilang;

kegelapan transien

Defek akut

lapangan

pandang; biasanya

altitudinal;

ketajaman

bervariasi-turun

akut

Lain Bola mata pegal;

sakit bila

digerakkan; sakit

alis atau orbita

Sakit kepala, mual,

muntah, tanda

fokal neurologik

lain.

Biasanya nihil;

arteritis kranial

perlu

disingkirkan.

Sakit bergerak

bilateral

Ada. Jarang pada

orang dewasa;

sering pada anak-

anak.

Tidak ada. Selalu

bilateral dengan

pengecualian yang

sangat jarang;

dapat asimetri.

Tidak ada. Khas

unilateral pada

stadium akut,

mata kedua

terlibat

subsequently

dengan gambaran

sindrom Foster

Kennedy

Penglihatan

Warna

Normal

Ketajaman Visus Biasanya menurun Normal Ketajaman

bervariasi; hilang

hebat/NLP (no

light perception)

26

Page 27: Referat Mata Fida

lazim pada

arteritis.

Sel badan kaca

(vitreus)

Ada. Retrobulbar;

normal.

Tidak ada Tidak ada

Fundus Papilitis; derajat

pembengkakan

disk bervariasi.

Derajat

pembengkakan

disk bervariasi.,

hemoragi.

Biasanya edema

disk segmental

pallid, dengan

sedikit hemoragi

lidah api.

Prognosis VIsus Visus biasanya

kembali normal

atau tingkat

fungsional.

Baik dengan

menghilangkan

kausa tekanan

intra-kranial.

Prognosis baik

untuk kembali,

mata kedua lama

untuk terlibat

dalam 1/3 kasus

idiopatik.

Usia >55 kasus giant

cell arteritis 40-

60 th nonarter.Tabel 1. Diagnosis banding papilitis/neuritis optik, papiledema/edema papil dan iskemik optik neuropati 5

Ciri khas Papilloedema Papilitis Ischemic Optic Neuropathy

1. Pemeriksaan Fundus (i) Media

(ii) Warna diskus

Pinggir diskus

Edema diskus

(iii) Edema Peripapillary

(iv) Venous engorgement

(v) Pedarahan

-Bening

-Merah

-Kabur

-2-6 diopter

-Ada

-Sangat jelas

-Jelas

-Sangat jelas

-Keruh pada posterior vitreous .-Hiperemia

-Kabur

-Biasanya tidak lebih 3 diopter-Ada

-Kurang jelas

-Biasanya tidak ada

-kurang jelas

-Bening

-Pucat

-Kabur

-Bengkak

-Ada

-Tidak ada

-Jelas

-Jelas

27

Page 28: Referat Mata Fida

Retina

(vi) Retinal exudates

(vii) Makula

-Macular star bisa ada

-Macular Fan bisa ada -Tidak ada

2. Lapangan -Membesar-Blind spot

-Central Scotoma -Central scotoma

3. Fluorescein Angiography

-Vertical oval pool zat kontras akibat kebocoran

-kebocoran zat kontras yang sedikit

-ada kebocoran zat kontras di peripapillary

III. 8. Penatalaksanaan 1

Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :

Regimen selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari

oral

c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari

pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone

oral pada hari ke 2 sampai ke 4

d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan

steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun.

Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak

meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.

2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :

a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas

b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-

1α selama 28 hari

c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena

dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan

28

Page 29: Referat Mata Fida

3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :

a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10

tahun kemudian

b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan

visual

c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan

visual pada mata kontralateral

d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian

Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Observasi

2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan

pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian

3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari

hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan

terapi lanjutan.

III. 9. Komplikasi

Penyulit pailitis yang dapat terjadi yaitu ikut meradangnya retina atau terjadinya

neurorenitis. Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.

Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik

yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.6

Neuritis optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas

kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada

setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas

(fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan.10

III.10 Prognosis

29

Page 30: Referat Mata Fida

Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap.Pada

banyak pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu

sampai 3 minggu setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan.Namun

sisa defisit dalam penglihatan warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal

yang umum.Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras

(63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%),

stereopsis (89%), terang gelap (89–100%), reaksi pupil aferen (55–92%),

diskus optikus (60–80%), dan visual-evoked potential (63–100%).

Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kira-kira 30% dalam 5

tahun.1, 11

Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik

dengan sklerosis multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis

optik idiopatik.6,12

Biasanya visus yang buruk pada episodeakut penyakit

berhubungan dengan hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun

kadang kehilangan persepsi cahaya pun dapat diikuti dengan kembalinya

visus ke20/20. Hasil akhir visus yang buruk juga dihubungkandengan

panjangnya lesi yang terkena, khususnya jika terlibatnya nervus dalam

kanalisoptikus.6,12

Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak

sempurna dan memperburuk penglihatan.6,12

BAB IV

KESIMPULAN

30

Page 31: Referat Mata Fida

Papilitis merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang

menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu

mata (monokular). Papilitis tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh

berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis

(MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Kehilangan penglihatan

dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum. Diskus

optik terlihat hiperemis dan membengkak. Keadaan tersebut menggambarkan

adanya inflamasi pada saraf optik. Pasien mengeluh adanya pandangan

berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, Pada orang dewasa,

terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar.

Pada anak kebanyakan mengalami pemulihan ketajaman penglihatan

dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung secara spontan

sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus. Sedangkan pada orang

dewasa ,dapat diobati dengan steroid intravena yang sangat direkomendasikan

terutama pada pasien yang memiliki risiko tinggi. Penelitian terakhir

menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan berulang dapat diturunkan

dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid intravena pada

pasien berisiko tinggi.

Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada

92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif.

Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: Referat Mata Fida

1. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan-Eva, P. General Ophtalmology. 17th

Ed. McGraw Hill’s. 2007

2. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta

1993.Hall 332-342.

3. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology.

San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.

4. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani,

Wiwiek Setiowulan, Neuritis Optik. Kapita Selekta Kedokteran FKUI.

Jilid I. Ed. III. Jakarta, Penerbit, Media Aesculapius: 2001. hal; 65 – 66.

5. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp. M, Neuritis Optik. Ilmu Penyakit Mata. Ed.

III. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI: 2009. hal; 180 – 181.

6. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter

12-New Age International 2007. P 288-96.

7. Mayo clinic staff. Available at: http://www.mayoclinic.org/diseases-

conditions/optic-neuritis/basics/causes/con-20029723

8. WebMd team.Papillitis. available at:

http://www.webmd.com/eye-health/papillitis

9. Allen,James H. The optic Nerve in May’s Manual of Disease of the

Eye.The William’s and Wilkins company.14th edition .1968.182-5

10. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku

Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.

11. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1217083

12. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia : “Neuritis Optik” dalam Ilmu

Penyakit Mata, Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110

32