referat ansetasi umum
DESCRIPTION
general anestesiaTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN…………….........................................................................................................
2.1 Definisi……………………………………………………………………………………………… 3
2.2 Metode Anestesi Umum……………………………………………………………………… 3
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Anestesi Umum………………………………………... 3
2.4 Keuntungan Anestesi Umum……………………………………………………………….. 5
2.5 Kekurangan Anestesi Umum………………………………………………………………... 5
2.6 Stadium Anestesia………………………………………………………………………………. 7
2.7 Manajemen Perioperativ……………………………………………………………………... 14
2.8 Tatalaksana Jalan Napas……………………………………………………………………… 15
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………….21
1
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi secara umum adalah suatu tindakan yang menghilangkan rasa
sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
minumbulkan rasa sakit pada tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya
menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaraan, selain itu,
juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan lancar.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kedasaran dan bersifat reversible. Komponen anstesi yang ideal terdiri
dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga
termasuk mengendalikan pernapasan, pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh
selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan
pemulihan.
Tujuan dari pembuatan refrat ini untuk memahami mengenai anestesi
umum, yaitu penggunaan anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis
anestesi umum, dan obat obat yang dugunakan dalam anestesi umum.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Dengan anestesia umum akan
diperoleh trias anestesia yaitu(1):
Hipnotik
Analgesia
Relaksasi otot
Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini
menggunakan obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan
menggabungkan berbagai macam obat(1).
2.2 METODE ANESTESI UMUM(2)
I. Parenteral
Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun
intramuskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau
induksi anestesia
II. Perektal
Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia
maupun tindakan singkat
III. Perinhalasi
Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap
(volatile agent) dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika
tersebut tergantung dari tekanan parsial, zat anestetika disebut kuat
apabila dengan tekanan parsial yang rendah sudah mampu memberikan
3nesthesia yang adekuat.
2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANESTESI UMUM(2)
I. Faktor Respirasi
Hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus
adalah:
3
Konsentrasi zat anestetika yang diinhalasi; semakin tinggi
konsentrasi, semakin cepat kenaikan tekana parsial
Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat
kenaikan tekanan parsial
II. Faktor Sirkulasi
Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih
besar daripada darah vena. Faktor yang mempengaruhi adalah:
Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam
alveolus dan vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika
diserap jaringan dan sebagian kembali ke vena
Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat
anstetika dalam darah terhadap konsentrasi dalam gas setelash
keduanya dalam keadaan seimbang
Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung
III. Faktor Jaringan
Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteria
dan jaringan
Koefisien partisi jaringan/darah
Aliran darah dalam masing-masing 4 kelompok jaringan
(jaringan kaya pembuluh darah/JKPD, intermediate, lemak,
dan jaringan sedikit pembuluh darah/JSPD)
IV. Faktor Zat Anestetika
Pontensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC
(Minimal Alveolus Consentrasion), yaitu konsetrasi terendah zat
anestetika dalam alveolus yang mampu mencegah terjadinya respon
terhadap rangsang sakit. Semakin rendah nilai MAC, semakin poten
zat anestetika tersebut.
V. Faktor Lain
Ventilasi: semakin besar ventilasi, semakin cepat pendalaman
anestesi
Curah jantung; semakin tinggi curah jantung, semkain lambat
induksi dan pendalaman anestesia
4
Suhu; semakin turun suhu, semakin larut zat anesthesia
sehingga pendalaman anestesia semakin cepat.
2.4 KEUNTUNGAN ANESTESI UMUM(3)
Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis
berlangsung
Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapatkan
akibat ansietas dan bebagai bebagai kejadian intraoperative yang
mungkin memberikan trauma psikologis.
Memungkinkan melakukan prosedur yang lama
Memudahkan control penuh ventilasi pasien
2.5 KEKURANGAN ANESTESI UMUM(3)
Sangat memengaruhi fisiologis
Memerlukan pemantauan yang lebih holistik
Tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya penurunan
kesadaran
Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar
Memerlukan persiapan pasien lebih seksama
2.6 STADIUM-STADIUM ANESTESIA(3)
I. Sadium Induksi
Periode dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah
dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan
ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan
pada stadium ini
II. Stadium Eksitasi
Setelah kehilangan kesadaran timbul eksitasi dan derilium. Dimulai
dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan
kembali teratur.
III. Stadium Pembedahan
5
Dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan
hilang. Stadium I I I dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut
seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut
kehendak, pupil midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi
meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum
tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai
menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume
tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak,
terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai
menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang
sehingga dikerjakan intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal
mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral,
refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik
hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot
interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks
cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak
ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat
menurun).
IV. Stadium Overdosis Obat Anestetik
Dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium
III plana 4. pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur,
denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan
pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan
buatan
6
2.7 MANAJEMEN PERIOPERATIVE
Keseluruhan periode anestesia dimulai sejak pra-anestesia dan diakhiri pada
periode pasca-anestesia. Ketiga periode ini dikenal dengan periode
perioperatif
I. Periode Prabedah(1,4)
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif
maupun darurat harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan
anestesi dan pembedahan sangat depengaruhi oleh persiapan
praanestesi. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif umumnya
dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu
yang tersedia lebih singkat. Periode ini tujuan utamanya adalah
mencari kemungkinan penyulit anesthesia atau tindakan
pembedahan.
Tujuan kunjungan pra anestesi(1):
Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
pemeriksaan lain
Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obatan anestesi
yang sesuai keadaan fisik dan kehendak pasien. Dengan
demikian, komplikasi yang mungkin terjadi dapat ditekan
seminimal mungkin
Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan
fisik, dalam hal ini dipakai klasifikasi ASA (America Sosiety of
Anesthesiology) sebagi gambaran prognosis pasien secara
umum
A. Anamnesis(1)
Identitas pasien
Riwayat penyakit yang diderita
Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya kebiasaan merokok,
minum alcohol atau penggunaan obat rekreasional
Riwayat kematian anggota keluarga diatas meja operasi
B. Pemerisaan Fisik(1)
7
Kemungkinan kesulitan ventilasi dan intubasi dapat
diperkirakan dari bentuk wajah, leher pendek dan kaku,
jarak tiro-mental, lidah besar, maksila yang protrusive, gigi
geligi yang goyah dan sebagainya.
Pasien dengan sesak nafas dapat dilihat dari posisi;
berbaring, setengah duduk atau menggunakan bantal tinggi,
frekuensi nafas, jenis pernafsan dan tingkat saturasi HbO2
dari pulse oxymeter. Pengamatan dan pemeriksan ini
oentinga karena terkadang pasien mengaku tidak sesak.
Auskultasi dada untuk memeriksa jantung dan paru.
C. Pemeriksaan Laboratorium(1)
Uji laboratorium hendaknya sesuai indikasi.
D. Kebugaran Untuk Anestesi
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk
menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada
operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari(4).
E. Masuk Oral(1)
Reflek laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi
isi lambung dan kotoran merupakan resiko utama yang dapat
terjadim maka pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anesthesia harus dipantangkan dari msukan oral (puasa)
selama periode tertentu sebelum induksi anesthesia. Pasien
dewasa umumya puasa 6-8jam, anak kecil 4-6jam, bayi 3-4jam.
Cairan bening boleh diminum sedikit demi sedikit hingga 2 jam
prabedah. Pada pasien pediatric, harus diterangkan bahwa susu
digolongkan makanan padat. Sangat perlu juga menjelaskan tujuan
pusa demi keselamatan pasien karena dapat mencegah terjadinya
pneumonia aspirasi yang berakibat fatal.
F. Klasifikasi Status Fisik
Berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA ( American
Socienty Anesthesiologist) membuat klasifikasi yang membagi
pasien kedalam 5 kelompok sebagai berikut(3):
ASA I : Pasien sehat
8
ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang tanpa pembatasan aktifitas
ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang
membatasi aktivitas rutin
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang
menyebabkan ketidak mampuan melakukan
aktivitas rutin, yang mengancam nyanwa setiap
waktu
ASA V : Pasien tidak ada harapan, dengan atau tanpa
pembedahan diperkirakan akan meninggal dalam
24jam
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat (cito)
dengan mencantumkan tanda E (emergency).
G. Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anesthesia dengan memberikan
obat-obat pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan
antokholinergik, sedative, dan analgetik.
Tujuan(3):
Menimbulkan rasanyaman bagi pasien, yang meliputi:
bebas dari rasa takut, tegang dan khawatir, bebas nyeri, dan
mencegah mual-muntah
Mengurangi sekresi kelenjar dan mnekan reflak vagus
Memperlancar induksi
Mengurangi dosis obat anesthesia
Mengurasi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah
obat
II. PERIODE INTRABEDAH(3)
A. Persiapan Anestesia
Sebelum memulai anestesi selayaknya disiapkan peralatan dan
obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan
gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk
kepentingan praktis, akronim “STATICS” sangat dikenal. Namun,
persiapan anestesia lebih luas dari pada STATICS
9
Hal pertama yang harus dilakukan ketika memasuki ruang bedah
adalah memastikan sumber listrik terpasang pada peralatan
elektronik. Sumber gas, terutama O2 harus disambungkan dengan
mesin anestesia. Pengecekan melalui flowmeter. Harus juga
dipastikan tidak ada kebocoran pada sirkuit nafas. Berikut adalah
menyiapkan STATICS :
S : Scope; laringoskop dan stetoskop. Laringoskop
diperiksa apakah lampunya menyala dan terang.
Stetoskop diperlukan untuk konfirmasi bunya nafas
paru kanan dan kiri setelah inubasi endotrakeal.
T : Tubes; ETT yang sesuai ukuran, diserati satu ukuran
diatas dan dibawahnya
A : Airway; Guedel atau pipa nasofaringeal
T : Tapes;
I : Introducer; kawat untuk memudahkan intubasi
C : Connector; penghubung ETT dan sirkuit nafas
S : Suction; mesin penghisap untuk membersihkan jalan
nafas
Setelah STATICS dan persiapan lain siap, barulah dipersiapkan
obat yang akan digunakan. Ketika Pasien masuk ruang bedah, ada
dua hal pertama yang harus dilakukan, yaitu emmastikan patensi
akses intravena dan memasang alat pantau pada pasien.
B. Pemantauan dan Pencatatan
Pada hakikatnya, semua system tubuh perlu dipantau selama
anesthesia. Semua perubahan dalam anesthesia dicatat dalam
rekam medis anestesia. Berbagai kejadian yang tidak diinginkan
dapat terjadi selama anesthesia dan pembedahan. Komplikasi ini
dapat mengenai oragan atau system manapun
1. Susunan saraf : stroke, kejang, cedera atau infeksi.
2. Kv : hipotensi, hipertensi, aritmia, hipovolemia,
perdarahan
10
3. Pernapasan : Intubasi esophagus, intubasi endobronkial,
aspirasi, hipoksia dan hipovolemia,
pneumothorax, atelektasis paru.
4. Gastrointestinal : Distensi abdomen, perdarahan.
5. Hapatorenal: Gangguan koagulasi, metabolisme, gagal
ginjal akut
6. Lain-lain : Gangguan asambasa dan elektrolit,
hipotermia, hipertermia
Pemantauan dasar paling sedikit harus dapat mendeteksi hal-hal
yang mengancam nyawa oleh karena itu sering dikenal dengan
tanda-tanda vital. Untuk keperluan pemantauan tanda-tanda vital
tersebut, alat pantau yang perlu ada untuk setiap prosedur
anestesia adalah:
1. Oksimeter denyut
2. Pengukuran tekanan darah
3. EKG
4. Stetoskop
5. Kapnografi
6. Anesthetic gas monitor
III. PERIODE PASCABEDAH
Periode pascabedah merupakan tindaklanjut dari kondisi pra bedah
dan intrabedah. Jika dinilai kondisi pasien tidak memuaskan,
selayaknya diputuskan untuk memantau ketat seluruh fungsi tubuh
ditempat yang memiliki fasilitas lengkap, misalnya PACU atau ICU.
Semua pasien yang tidak memerlukan perawatan intensif di ICU atau
PACU, harus diobservasi di ruang pulih. Pemantauan dilakukan sesuai
kriteria Aldrette(3):
Hal yang dinilai Nilai
1. Kesadaran:
Sadar penuh
Bangun bila dipanggil
Tidak ada respon
2
1
0
11
2. Respirasi:
Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batuk
Sesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan
Apneu
2
1
0
3. Sirkulasi: perbedaan dengan tekanan preanestesi
Perbedaan ± 20
Perbedaan ± 20-50
Perbedaan lebih dari 50
2
1
0
4. Aktivitas: dapat menggerakkan ekstremitas atas
perintah:
4 ekstremitas
2 ekstremitas
Tidak dapat
2
1
0
5. Warna kulit
Normal
Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik
Sianotik
2
1
0
Tabel 4 : Aldrette’s score (dikutip dari daftar pustaka 3).
Untuk dapat keluar dari ruang pulih diperlukan nilai ≥ 9
Steward Score (anak-anak)(6)
Hal yang dinilai Nilai
1. Pergerakan:
Gerak bertujuan
Gerak tak bertujuan
Tidak bergerak
2
1
0
2. Pernafasan:
Batuk, menangis
Pertahankan jalan napas
Perlu bantuan
2
1
0
3. Kesadaran
Menangis
Bereaksi terhadap rangsangan
2
1
12
Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
Penyebab tersering morbiditas pasca bedah adalah analgesia yang
tidak adekuat dan hipoksia. Hipoksia pascabedah dapat merupakan
akibat dari tingginya konsumsi O2 (misalnya menggigil akibat
takikaria) dapat pula akbiat turunnya supply O2 (missal akibat
metabolit aktif pelumpuh otot yang menyeabkan pasien hipoventilasi
bahkan apnea). Komplikasi yang juga sering terjadi adalah mual-
muntah ( post operative nausea and vomitus)(3)
IV. Teknik Anestesi(1)
1. Inhalasi sungkup muka
Indikasi: Pada operasi kecil dan sedang, berlangsung
singkat dan posisi terlentang
Kontra Indikasi: operasi di daerah kepala dan jalan nafas,
dengan posisi miring/telungkup
2. Inhalasi sungkup laring
Indikasi: Pada operasi kecil dan sedang, berlangsung
singkat dan posisi terlentang
Kontra Indikasi: operasi di rongga mulut dan jalan nafas,
dengan posisi miring/telungkup
3. Inhalasi pipa endotrakea nafas spontan
Indikasi: Pada operasi didaerah kepala-leher dengan
posis terlentang, berlangsung singkat dengan
posisi terlentang dan tidak memerlukan
relaksasi otot yang maksimal
Kontra Indikasi: operasi intra kranial, torakotomi, laparotomy,
operasi dengan posisi khusus dan operasi
yang berlangsug lebih dari 1jam
4. Inhalasi pipa endotrakea nafas kendali
Indikasi: Kraniotomi, torakotomi, laparotomi, operasi
dengan posisi khusus, operasi yang
berlangsung lama (>1jam)
13
Kontra Indikasi: Berhubungan dengan efek farmakologi obat
2.8 OBAT-OBAT ANESTESI UMUM
Anestiesia umum dilakukan dengan pemberian obat-obat anestetik inhalasi
atau intravena, atau kombinasi keduanya. Pada umumnya obat anestetik
dapat digunakan untuk induksi anesthesia dan diteruskan fase rumatan(3).
1. Tiopental
Golongan barbiturate, bekerja sebagai modulator GABA di SSP. Awitan
sangat cepat dan durasinya pendek.
2. Propofol
Bekerja meningkatkan tonus GABA di SSP. Awitan sangat cepat dan
durasinya sangat singkat (brp?)
3. Ketamin
Bekerja menghambat NMDA, dikenal dengan anestetika disosiatif
4. Etomidat
Kerjanya pada GABA tidak secara langsung. Tidak dianjurkan diberikan
dua kali bolus, mempunyai efeksamping mendepresi korteks adrenal
5. Midazolam
Golonga benzodeazepin. Mempunyai awitan yang cepat, dan mempunyai
efek amnesia anterograd.
6. Opioid
Di Indonensia yang sering digunakan fentanyl dan sufentanil. Fentanyl
dikemas steril dalm bentuk ampul 2 dan 10ml, tiap ml mengandung 50
g. Dosis fentanyl 2-50 g/kg onset 5-10 menit dengan durasi 2-3 jamμ μ
(intra-operative-anesthesia) 0,5-1,5 g (μ post-opertive-analgesia) onset 2
menit dengan durasi 45 menit. Selain fentanyl juga ada morfin dan
petidin. Morvin mempunyai kekuatan 10x dari petidin, berarti dosis
morfin sepersepuluh dari dosis petidin, dan fentanyl 100 kalo dari
petidin(1). Efek samping membuat mata miosis, hipotensi, bradikardi,
mual, muntah, pengososngan labung terhambat, spasme traktus biliaris.
Droperidol dapat diberikan untuk menghindari mual muntah. Obat
gologan MAO inhibitor harus diberhentikan 2 minggu sebelum operasi.
14
7. Anestetika inhalasi
Obat anestesia inhalasi adalah obat berupa gas atau cairan yang mudah
menguapdan diberikan melalui pernapasan pasien. Campuran gas atau
uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi,
mengisis seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli
ke kapiler paru sesuai dengan sifat masing-masing gas. Konsentrasi
minimal fraksi gas atau uap obat anesthesia di dalam alveoli yang sudah
menimbulkan efek anesgesia pada pasien, dipakai sebagai satuan potensi
dari obat anesthesia inhalasi tersebut yang popular disebut dnegan MAC (
minimal alveolar consentrasion)
8. Pelumpuh otot
Obat ini bekerja pada muscle-end plate, menghalangi kontraksi otot
skeletal. Pemberian obat ini harus dibantu dengan ventilasi mekanik.
Obat ini sangata berguna untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi
serta kemungkinan pengambilalihan pernafasan pasien secara total.
2.9 TATALAKSANA JALAN NAPAS(4)
Tatalaksana jalan napas (airway) merupakan keterampilan yang harus
dimiliki oleh setiap anestetis, karena itu ia harus menguasai anatomi jalan
napas secara baik dan benar. Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2
jalan:
Hidung
Menuju nasofaring
Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan
palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring
menuju esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea.
Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang
aritenoid, kornikulata dan kuneiform(4).
1. Manuver Tripel Jalan Napas
Terdiri dari:
15
Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
Mulut dibuka
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut(4).
2. Jalan Napas Faring
Jika manuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-
faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung
(naso-pharyngeal airway).
3. Sungkup Muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke
jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika
digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor
dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.
4. Sungkup Laring (Laryngeal Mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat
berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga
supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan
esophagus.
5. Pipa Trakea (Endotracheal Tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut
(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
6. Laringoskopi dan Intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya
16
kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar
dikenal dua macam laringoskop:
Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa.
Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle
1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -
Tabel 3 : Tampakan rongga mulut saat mulut terbuka lebar dan lidah menjulur maksimal
(dikutip dari daftar pustaka 4).
Gambar 1 : Mulut terbuka maksimal , lidah terjulur maksimal (dikutip dari daftar
pustaka 4).
A. Indikasi Intubasi Trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira
dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat
bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
17
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret
jalan napas, dan lain-lainnya.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan
efisien, ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
B. Kesulitan Intubasi
1. Leher pendek berotot.
2. Mandibula menonjol.
3. Maksila/gigi depan menonjol.
4. Uvula tak terlihat (Mallampati 3 atau 4).
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas.
6. Gerak vertebra servikal terbatas.
C. Komplikasi Intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi.
b. Laserasi bibir, gusi, laring.
c. Merangsang saraf simpatis.
d. Intubasi bronkus.
e. Intubasi esophagus.
f. Aspirasi.
g. Spasme bronkus.
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring.
b. Aspirasi.
c. Gangguan fonasi.
d. Edema glotis-subglotis.
e. Infeksi laring, faring, trakea.
D. Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
18
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.
19
KESIMPULAN
Anestesi Umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
sentral disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Komponen
anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari hipnotik, analgetik, dan relaksasi
otot.
Sebelum dilakukan anestesi, perlu dilakukan persiapan pre-anestesi, yaitu
persiapan mental dan fisik pasien yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, selain itu juga perencanaan anastesi, merencanakan
prognosis, serta persiapan pada hari operasi.
Cara pemberian anestesi umum dapat berupa parenteral yaiu
melalui intramuskular atau intravena, per rektal, dan melalui inhalasi. Teknik
anestesi ada bermacam-macam yaitu teknik anestesi spontan dengan sungkup
muka, teknik anestesi spontan dengan pipa endotrakeal, serta teknik anestesi
pipa endotrakeal dan napas kendali.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku, Gde Tjokorda Gde Agung. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi. Jakarta : Indeks. 2010.
2. Soenarjo , Jatmiko HD. Anestesi Umum . Dalam : Anestesiologi. Edisi
Pertama , Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Semarang : Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro , 2010.
3. Soenarto, Ratna F. Chandra, Susilo. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta :
Departemen Anestesiologi dan Intensive Care. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo, 2012.
4. Said A.Latief dkk. Anestesi Umum . Dalam : Anestesiologi . Edisi Kedua,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif.Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2002.
5. General Anaesthesia dikutip dari :
http://www.nlm.nih.gov/mdlineplus/ency/article/0074 pada tanggal Juli
2015.
6. A simplified scoring sistem for the post-operative recovery room dikutip dari :
http://link.springer.com/article/10.1007%2FBF03004827 pada tanggal 20 Juli
2014.
21