proposal laporan akhir amrin

44
PROPOSAL LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA FURNACE F-83-001 DAN F-83-002 PADA UNIT CRUDE DISTILLER III PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT III PLAJU Oleh : AMRIN HAKIM 0610 3040 1034 POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

Upload: sai-hevi

Post on 06-Dec-2014

360 views

Category:

Documents


59 download

DESCRIPTION

FDGS

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Laporan Akhir Amrin

PROPOSAL LAPORAN AKHIR

EVALUASI KINERJA FURNACE F-83-001 DAN F-83-002 PADA UNIT

CRUDE DISTILLER III PT. PERTAMINA (PERSERO)

REFINERY UNIT III PLAJU

Oleh :

AMRIN HAKIM0610 3040 1034

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PALEMBANG

2013

Page 2: Proposal Laporan Akhir Amrin

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL LAPORAN AKHIR

EVALUASI KINERJA FURNACE F-83-001 DAN F-83-002 PADA UNIT

CRUDE DISTILLER III PT. PERTAMINA (PERSERO)

REFINERY UNIT III PLAJU

Oleh :

AMRIN HAKIM

0610 3040 1034

Palembang, Maret 2013

Pembimbing I,

Ir. Leila Kalsum, M.T NIP. 196212071989032001

Pembimbing II,

Yuniar, S.T., M.Si. NIP. 197306211999032001

Mengetahui,Ketua Jurusan Teknik Kimia

Ir. Robert Junaidi, M.T NIP. 196607121993031003

Page 3: Proposal Laporan Akhir Amrin

1. JUDUL

Evaluasi Kinerja Furnace F-83-001 Dan F-83-002 Pada Unit Crude Distiller

III PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju

2. PENDAHULUAN

Energi memegang peranan penting dalam sektor industri karena konsumsi

energi memberikan pengaruh yang sangat besar pada kelangsungan proses

produksi. Dalam sektor industri, khususnya pada proses produksi, energi

digunakan untuk memenuhi ketersediaan listrik dan panas dalam berbagai aplikasi

peralatan proses serta mendukung kondisi proses yang sesuai. Oleh karena itu,

untuk dapat mengelola kebutuhan energi dalam suatu industri diperlukan

penanganan khusus guna menghasilkan pemakaian energi yang optimal. (Wasrin

Syafei, 2003)

PT. Pertamina Refinery Unit III Plaju-Sei.Gerong yang merupakan salah satu

dari tujuh Refinery yang dimiliki oleh PT. Pertamina yang bertugas memenuhi

kebutuhan BBM untuk wilayah Sumatera bagian selatan, Jambi, Bangka Belitung,

dan Lampung. Dalam proses pengolahannya, energi merupakan ujung tombak

berjalannya proses produksi di kilang. Setiap primary proses yang terjadi pada

setiap Crude Distiller baik secara atmosferik maupun vacuum, membutuhkan

sebuah Furnace sebagai preheater.

Furnace merupakan peralatan yang sangat penting untuk mencapai panas

tertentu pada pengolahan crude oil. Kapasitas pembakaran (Firing rate)

tergantung dari ukuran dan bentuk furnace. Prinsip kerja furnace yaitu

memindahkan kalor yang dihasilkan dari pembakaran yang berlangsung di dalam

ruang pembakaran (combustion chamber) dengan fluida yang mengalir di dalam

tube. Pada pengoperasiannya, Furnace membutuhkan bahan bakar di burner, baik

fuel gas maupun fuel oil. Penggunaan fuel merupakan salah satu faktor yang

menentukan kelayakan penggunaan furnace tersebut sebagai preheater, karena

penggunaan energinya yang besar. Unit Crude Distiller III furnace F-83-001 dan

F-83-002 merupakan alat yang berfungsi untuk menaikkan temperatur tertentu

sesuai dengan kondisi operasi yang telah ditentukan sehingga temperatur menjadi

Page 4: Proposal Laporan Akhir Amrin

ideal untuk diproses pada kolom. (Heriyanto, 2006 dalam Reoaditya Mahesa,

2012)

Pada Furnace Unit Crude Distiller III ini telah dibangun sejak tahun 1984,

diamana pada kondisi sekarang alat ini tidak mampu lagi untuk beroperasi sesuai

dengan kapasitas pada awal pertama kali alat ini dibangun. Apabila efisiensi

frunace tidak optimal pada proses pemisahan di kolom Crude Distiller Unit III

maka produk-produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diaharapakan. Oleh

karena itu, perlu dilakukan evaluasi kinerja dari furnace F-83-001 dan F-83-002

pada Unit Crude Distiller III untuk dilihat kelayakan dari penggunaan furnace

tersebut. Karena begitu pentingnya furnace pada Unit Crude Distiller III maka

perlu kita ketahui bagaimana efisiensi furnace pada Unit Crude Distiller Unit III

secara aktual, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana efisiensi dan excees air

furnace Unit Crude Distiller III PT. Pertamina Refinery Unit III Plaju-Sei.Gerong.

(Handbook furnace, PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju, 2008)

3. PERUMUSAN MASALAH

Pada laporan studi kasus ini akan dikaji bagaimana kinerja dari furnace F-83-

001 dan F-83-002 pada Unit Crude Distiller III untuk dilihat kelayakan dari

penggunaan furnace tersebut. Untuk mengetahui kinerja furnace tersebut maka

perlu dilakukan evaluasi dengan menghitung efisiensi furnace pada Unit Crude

Distiller Unit III secara aktual.

4. TUJUAN

Tujuan dari Evaluasi Kinerja Furnace F-83-001 Dan F-83-002 Pada Unit

Crude Distiller III PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju sebagai

berikut.

1. Menghitung efisinsi Furnace F-83-001 Dan F-83-002 Pada Unit Crude

Distiller III PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III dengan

membandingkan data actual terhadap data design alat sehingga dapat

diketahui performance dari furnace tersebut

Page 5: Proposal Laporan Akhir Amrin

2. Membandingkan nilai efisinsi Furnace F-83-001 Dan F-83-002 dengan tiga

metode heat released and absorbed, gas loss, dan API (American Petroleum

Institute)

5. MANFAAT

Adapun manfaat yang didapat dari “Evaluasi Kinerja Furnace F-83-001 dan

F-83-002 Pada Unit Crude Distiller III PT. Pertamina (Persero) Refinery

Unit III Plaju” sebagai berikut :

1. Dapat memberikan masukan kepada pihak Industri mengenai

performance pada furnace F-83-001 dan F-83-002

2. Menambah pemahaman dan wawasan tentang alat furnace secara umum

dan aplikasinya di industri khusus nya furnace F-83-001 & F-83-001

Unit Crude Distiller III PT. PERTAMINA (Persero) RU III Plaju.

6. TINJAUAN PUSTAKA

6.1 Proses Perpindahan Panas

Pada  umumnya  proses  yang  terjadi  di  dalam  industri-industri kimia

sering melibatkan energi panas, misal nya proses perpindahan panas. Pengetahuan

tentang proses perpindahan panas sangat diperlukan untuk dapat memahami

peristiwa-peristiwa yang berlangusng dalam proses pemanasan, pendinginan,

evavorasi, evavorasi, dan lain-lain.

Industri kimia membutuhkan alat bantu untuk melaksanakan operasi

pertukaran panas (heat transfer) yang disebut alat penukar panas. Dimana dengan

alat ini dapat dilakukan pengendalian terhadappanas yang terlibat dalam proses.

Furnace merupakan salah satu alat batu dalam melakukan operasi pertukaran panas

di industri kimia. (Mc. Cabe, 1999)

6.2 Furnace (Dapur)

Furnace adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan panas yang

dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar dalam suatu ruangan ke fluida

yang dipanaskan sampai mencapai suhu yang diinginkan (Priyo Utomo, 1998).

Page 6: Proposal Laporan Akhir Amrin

Struktur furnace berupa bangunan berdinding plat baja yang bagian dalamnya

dilapisi oleh material tahan api, batu isolasiuntuk menahan kehilangan panas ke

udara melalui dinding furnace dan refractory. Mekanisme perpindahan panas dari

sumber panas ke penerima dibedakan atas tiga cara, yaitu:

1. Perpindahan Panas secara Konduksi

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dimana

melekul-molekul dari zat perantara tidak ikut berpindah tempat tetapi molekul-

molekul tersebut hanya menghantarkan panas atau proses perpindahan panas dari

suhu yang tinggi ke bagian lain yang suhunya lebih rendah.

2. Perpindahan Panas secara Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi diakibatkan molekul-molekul zat

perantara ikut bergerak mengalir dalam perambatan panas atau proses

perpindahan panas dari satu titik ke titik lain dalam fluida antara campuran fluida

dengan bagian yang lain. Perpindahan panas ini dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu:

a. Konveksi alam (Natural Convection)

Perpindahan panas yang terjadi bila aliran panas yang berpindah diakibatkan

perbedaan berat jenis. Pada konveksi alam aliran fluida disebabkan oleh

perbedaan suhu antara bagian satu dengan bagian lainnya sehingga terjadi

perbedaan densitas. Densitas bagian fluida dingin lebih besar dari bagian fluida

panas. Aliran terjadi akibat adanya perbedaan densitas.

b. Konveksi paksa (Forced Convection)

Perpindahan panas yang terjadi bila aliran fluida disebabkan oleh adanya

gerakan dari luar, seperti pemompaan, pengadukan, dll.

3. Perpindahan Panas secara Radiasi

Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang terjadi

karena perpindahan energi melalui gelombang elektromagnetik secara pancaran

atau proses perpindahan panas dari sumber panas ke penerima panas yang

dilakukan dengan pancaran gelombang panas. Antara sumber panas dengan

penerima panas tidak terjadi kontak. Bagian dapur yang terkena radiasi adalah

ruang pembakaran. (D.Q. Kern,1965)

Page 7: Proposal Laporan Akhir Amrin

Untuk pembakaran, bahan bakar yang digunakan pada furnace biasanya

terdiridari bahan bakar gas (fuel gas), bahan bakar minyak (fuel oil), kombinasi

bahanbakar gas dan minyak, serta bahan bakar padat seperti batubara, tergantung

seberapa besar panas yang ingin dihasilkan serta aspek keekonomisannya.

Besarnya beban panas yang harus diberikan oleh furnace kepada fluida yang

dipanaskan bergantung pada jumlah umpan dan perbedaan suhu inlet dan outlet

umpan yang ingin dicapai.

Semakin besar perbedaan suhu dan semakin banyak jumlah umpan, maka

beban dapur akan semakin tinggi. Namun, juga harus diperhatikan, bahwa suhu

yang dicapai oleh fluida proses yang dipanaskan tidak boleh mencapai suhu

dimana dapat terjadi thermal cracking pada fluida proses yang dipanaskan.

Thermal cracking akan mengakibatkan terbentuknya gas-gas ringan yang akan

mengakibatkan volume fluida hasil pembakaran menjadi sangat besar dan

melebihi volume pipa fluida proses. Bila hal ini terjadi, dapat menimbulkan

bahaya berupa meledaknya furnace. Thermal cracking dapat pula mengakibatkan

terbentuknya coke yang dapat mengurangi luas perpindahan panas pada furnace.

Furnace pada dasarnya terdiri dari sebuah ruang pembakaran yang

menghasilkan sumber kalor untuk diserap kumparan pipa (tube coil) yang

didalamnya mengalir fluida. Dalam konstruksi ini biasanya tube coil dipasang

menelusuri dan merapat kebagian lorong yang menyalurkan gas hasil bakar (flue

gas) dari ruang bakar ke cerobong asap (stack). Perpindahan kalor yang diruang

pembakaran terutama terjadi karena radiasi disebut seksi radiasi (radiant section),

sedangkan saluran gas hasil pembakaran terutama oleh konveksi disebut seksi

konveksi (convection section). Untuk mencegah supaya gas buangan tidak terlalu

cepat meninggalkan ruang konveksi maka pada cerobong seringkali dipasang

penyekat (damper). Perpindahan panas kalor melalui pembuluh dikenal sebagai

konduksi.

Page 8: Proposal Laporan Akhir Amrin

Gambar 1.1. Skema Furnace

6.2 Tipe Furnace

1. Furnace Berdasarkan Konstuksinya Secara Umum terdiri dari:

Tipe Box

Furnace yang berbentuk kotak/ box dan mempunyai burner di samping atau

di bawah yang tegak lurus terhadap dinding furnace. Nyala api di dalam furnace

adalah mendatar atau tegak lurus. Tube furnace dipasang mendatar atau tegak

lurus.

Furnace tipe box mempunyai bagian radiasi dan konveksi yang dipisahkan

oleh dinding batu tahan api yang disebut bridge wall. Burner dipasang pada ujung

dapur dan api diarahkan tegak lurus dengan pipa atau dinding samping dapur (api

sejajar dengan pipa). Dapur jenis ini jarang digunakan karena perhitungan

ekonomi/harganya mahal.

Aplikasi dapur tipe box :

a. Beban kalor berkisar antara 60-80 MM Btu/Jam atau lebih

b. Dipakai untuk melayani unit proses dengan kapasitas besar.

Page 9: Proposal Laporan Akhir Amrin

c. Umumnya bahan bakar yang dipakai adalah fuel oil

d. Dipakai pada instalasi-instalasi tua, adakala nya pada instalasi baru yang

mempunyai persediaan bahan bakar dengan kadar abu (ash) tinggi.

Keuntungan memakai dapur tipe box :

a. Dapat dikembangkan sehingga bersel 3 atau 4

b. Distribusi fluks kalor merata disekeliling pipa

c. Ekonomis untuk digunakan pada beban kalor diatas 60-80 MM. Btu/jam

Kerugian memakai dapur tipe box :

a. Apabila salah satu aliran fluida dihentikan, maka seluruh operasi dapur harus

dihentikan juga, untuk mencegah pecahnya pipa (kurang fleksibel)

b. Tidak dapat digunakan memanasi fluida yang harus dipanasi oada suhu

tinggi dan aliran fluida yang singkat.

c. Harga relative mahal

d. Membutuhkan area relative luas.

(Amirudin BPAT, 2005)

Gambar 1.2. Tipe Box Furnace

Page 10: Proposal Laporan Akhir Amrin

Tipe Silinder Vertikal

Furnace yang berbentuk silinder tegak yang mempunyai burner padalantai

furnace dengan nyala api tegak lurus ke atas sejajar dengan dinding

furnace.Dikatakan tipe vertical karena tube di dalam seksi radiasidipasang tegak

lurus dansejajar dinding furnace.

Contoh jenis pemanas berapi tipe vertical :

a. Pemanas vertical silindris tanpa seksi konveksi

b. Pemanas vertical silindris berkumparan helix

c. Pemanas vertical silindris dengan ruang konveksi aliran silang

d. Pemanas silindris tanpa seksi konveksi terpadu

e. Pemanas tipe punjang (“orbor “ atau “wicket”)

Keuntungan memakai dapur tipe silindris :

a. Konstruksi sederhana, sehingga harganya relatif murah

b. Area yang diperlukan relative kecil

c. Luas permukaan pipa dapat tersusun lebih besar sehingga thermal efisiensinya

lebih tinggi.

d. Ekonomis untuk bahan bakar sekitar 60-80 MM Btu/jam

(Fuels & Combustion, BPAT PT. Pertamina RU III, 2006).

Gambar 1.3. Type Vertical Clindrycal Furnace

Page 11: Proposal Laporan Akhir Amrin

Tipe Cabin

Furnace jenis ini terdiri dari kamar-kamar dimana tube-tubenya dipasang

secara horizontal. Letak burner pada bagian bawah furnace dan nyala api sejajar

tegak lurus dengan dinding furnace. Dapur tipe kabin mempunyai bagian radiasi

pada sisi samping dan bagian kerucut furnace. Bagian konveksi terletak di bagian

atas furnace sedangkan bagian terbawah disebut shield section. Burner dipasang

pada lantai dapur dan menghadap ke atas sehingga arah pancaran api maupun flue

gas tegak lurus dengan susunan pipa, adakalanya burner dipasang horizontal.

Dapur tipe ini ekonomis karena efisiensi termalnya tinggi.

Keuntungan memakai dapur tipe kabin:

1. Bentuk konstruksi kompak dan mempunyai thermal effisiensi tinggi

2. Beban panas sekitar 20-300 MM Btu/jam

3. Pada dapur tipe kabin bersel, memungkinkan pengendalian operasi secara

terpisah (fleksibel)

Gambar 1.3. Beberapa jenis furnace

Page 12: Proposal Laporan Akhir Amrin

High Temperatur Chemical furnace

Furnace tipe ini umumnya digunakan sebagai reactor, dimana fluida yang

mengalir melalui pipa radiasi akan memperoleh panas radiasi secara merata.

Burner dipasang dilantai dengan arah pancaran api vertical dan dipasang di

dinding dengan arah pancaran api mendatar. Dengan cara pemasangan Burner

tersebut maka tube akan memperoleh panas radiasi yang sama dari kedua sisinya

sehingga mengurangi kemungkinan terbentuknya coke serta penurunan suhu metal

di tube.

2. Furnace Berdasarkan Draft

Draft adalah perbedaan tekanan di dalam furnace dengan tekanan udara

luar (atmosfir). Berdasarkan Draft furnace dibedakan empat tipe, antara lain:

Natural Draft

Flue gas hasil pembakaran keluar furnace melalui cerobong dengan tarikan

alam. Tekanan di dalam furnace lebih kecil dibandingkan dengan tekanan

atmosfir. Akibat perbedaan tekanan ini maka udara luar untuk pembakaran dapat

masuk ke dalam furnace.

Forced Draft

Udara untuk pembakaran dalam furnace dimasukkan dengan tenaga mekanis

yaitu blower. Karena tekanan udara luar dan tekanan udara yang dimasukkan

lebihtinggi dari tekanan di dalam furnace maka secara langsung Flue gas

hasilpembakaran keluar melalui cerobong.

Induced Draft

Flue gas hasil pembakaran keluar melalui cerobong dengan tarikan blower.

Tarikan blower ini menyebabkan tekanan di dalam furnace lebih rendah dari

tekanan atmosfir, sehingga udara luar masuk ke dalam furnace.

Balance Draft

Merupakan kombinasi forced draft dan induced draft. Forced draft untuk

memberikan udara pembakaran. Induced draft untuk menarik Flue gas melewati

cerobong menuju atmosfirserta mengatur tekanan di dalam furnace.

Page 13: Proposal Laporan Akhir Amrin

6.3 Bagian - Bagian Furnace

1. Dinding Furnace

Dinding furnace terbuat dari baja (carbon steel) sebagai penahan struktur

yang dilapisi dengan isolasi, batu tahan api dan refractory sebagai pendukung

untuk pemanfaatan panas secara maksimal serta untuk mencegah terjadinya

kehilangan panas.

a b c d

Gambar 1.3. Konstruksi dinding dapur

Keterangan Gambar :

a. Plat Baja b. Isolasi

c. Batu tahan api d. Refractory

2. Tube Coil

Tube Coil pada furnace merupakan bagian yang paling penting pada instalasi

furnace. Merupakan rangkaian tube dalam furnace yang berfungsi untuk

memindahkan panas dari panas hasil pembakaran ke dalam fluida yang ada

didalam pipa pembuluh (tube). Tube-tube ini disambung dengan menggunakan U

Bend. Disamping itu bila terjadi pembentukan kerak didalam tube furnace dapat

dibersihkan dengan steam air decoking.

3. Instrumentasi

Umumnya instrumentasi yang terpasang pada suatu pemanas berapi adalah

thermometer, manometer dan on line analyzer.

a. Termometer : instrument pengukuran temperatur ini dibagi menjadi beberapa

tipe tergantung kebutuhannya.

1. TI (Temperatur Indicator)

2. TR (Temperatur Recorder)

3. TC (Temperatur Controller)

4. TA (Temperatur Alarm)

Page 14: Proposal Laporan Akhir Amrin

5. TS (Temperatur Shutdown)

b. Manometer : banyak digunakan untuk mengukur tekanan udara di ruang

pembakaran, tekanan gas buang di cerobong, tekanan bahan bakar gas/cair,

tekanan fluida masuk dan keluar ruang pembakaran.

c. O2 analyzer : fungsi alat ini melakukan analisa kandungan oksigen, karbon

dioksida pada gas buang.

3. Burner

Burner merupakan alat pembakar bahan bakar (fuel) sistem pengapian dan

pencampuran bahan bakar dan udara dengan udara primer/sekunder serta sistem

atomizing steam sehingga bahan bakar (fuel) dapat terbakar dengan sempurna.

Gambar 2.4. Skema burner

Beberapa macam Burner :

Pilot burner adalah burner kecil yang menggunakan gas sebagai

penyalaanawal pada furnace. Untuk menaikkan suhu fluida selanjutnya

menggunakan burner bahan bakar gas ataupun bahan bakar minyak.

Gas burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar gas.

Oil burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar minyak.

Page 15: Proposal Laporan Akhir Amrin

Dual burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar gas dan

bahan bakar minyak.

Gambar 2.5. Tata peletakan burner

4. Stack (Cerobong Asap)

Alat ini berfungsi untuk mengalirkan Flue gas hasil pembakaran dari

dalamfurnace keluar furnace (atmosfir Umumnya terbuat dari carbon steel, suhu

stack perlu dijaga antara 350–500 oF. Bila suhu stack terlalu tinggi akan

mengakibatkan banyak panas terbuang dan bisa mengakibatkan stack rusak.Jika

suhu stack < 350 oF kemungkinan akan terjadi kondensasi dari air dan gas

SO2yang terbawa oleh flue gas sehingga terbentuk H2SO4 yang sangat korosif dan

merusak semen lining maupun metal stack.

5. Stack Damper

Alat ini berfungsi untuk mengatur pembuangan Flue gas melewati

stackdanmengatur tekanan di dalam furnace.

6. Lubang intip (peep hole)

Lubang intip pada dindingfurnace ini berfungsi untuk mengamati nyalaapi

serta kondisi tube di dalam furnace.

7. Explotion Door

Pintu yang dapat terbuka bila terjadi ledakan (tekanan furnace naik)

sehinggafurnace terhindar dari kerusakan.

Page 16: Proposal Laporan Akhir Amrin

8. Pengatur udara (air register)

Berfungsi untuk mengatur banyaknya udara yang masuk ke dalam furnace.

9. Snuffing steam

Alat ini berfungsi untuk mengalirkan steam ke dalam furnace, untuk

mematikanapi bila terjadi kebocoran tube. Juga digunakan untuk menghalau gas

hidrokarbon sisa di dalamruang pembakaran sebelum menyalakan burner.

10. Soot blower

Alat ini berfungsi untuk menghilangkan jelaga yang menempel pada pipa-

pipapembuluh di daerah konveksi.

6.4 Proses Pembakaran

Pembakaran bahan bakar dapat dinyatakan sebagai suatu reaksi oksidasi

berantai dari senyawa hidrokarbon dengan oksigen yang berasal dari atmosfir.

Proses pembakaran akan berjalan dengan baik, apabila tersedia bahan bakar dan

udara yang cukup, sehingga terbentuk api yang menghasilkan panas dan Flue gas

hasil pembakaran. Pada umumnya komposisi kimia dari bahan bakar merupakan

ikatan hidrokarbonyang terdiri dari karbon(C) dan hidrogen (H2 ). (Maleev, 1933)

Reaksi pembakaran dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pembakaran Lengkap dan Sempurna

CH4 + 2O2 →CO2 + 2H2O

2. Pembakaran Lengkap tapi Tidak Sempurna (Dengan Udara Berlebih)

CH4 + 3O2 →CO2 + 2H2O + O2

3. Pembakaran Tidak Sempurna

3CH4 + 5O2 →CO2 + 2CO + 6H2O

Pada pengoperasian furnace reaksi pembakaran yang berlangsung adalah reaksi

pembakaran lengkap tidak sempurna yaitu dengan udara berlebih (excess air).

Namun demikian udara yang banyak akan mengakibatkan panas yang hilang

Page 17: Proposal Laporan Akhir Amrin

dibawa oleh Flue gas hasil pembakaran akan semakin besar, sehingga

menurunkan efisiensi furnace. Oleh karena itu udara pembakaran diatur sesuai

dengan kebutuhan optimum.

Furnace akan dapat beroperasi dengan efisiensi yang tinggi bila :

Terjadi reaksi pembakaran yang sempurna.

Udara berlebih (excess air) yang optimum.

Permukaan luar/ dalam dari tube dalam keadaan bersih.

Memperkecil panas yang hilang lewat dinding furnace.

Udara pembakaran dengan temperatur yang tinggi dengan memakai Air

Preheater (APH)

6.5 Udara Berlebih (Excees air)

Dalam suatu furnace, udara yang akan digunakan adalah oksigen sedangkan

nitrogen akan menyerab sebagian panas yang dihasilkan. Untuk mengurangi panas

yang diserap nitrogen kita harus mengurangi excees air seminimal mungkin.

(Himmelblau, 1991)

6.6 Panas Pembakaran

Panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan dari proses pembakaran

bahan bakar yang dinyatakan sebagai nilai kalori (Heating Value) dari bahan

bakar padat, cair atau gas dapat dikatakan sebagai jumlah panas yang dihasilkan

dari pembakaran setiap kilogram bahan bakar, yang dinyatakan dalam satuan

kcal/kg, kcal/m3 atau btu/lb. Nilai kalori dibedakan menjadi dua, yaitu: Higher

Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV). Higher Heating Value

(HHV) adalah nilai panas/kalori dari hasil pembakaran bahan bakar yang tidak

memperhitungkan panas penguapan air. Lower Heating Value (LHV) adalah nilai

panas dari hasil pembakaran bahan bakar yang dikoreksi dengan

memperhitungkan panas penguapan air. (BPAT, 2008)

Page 18: Proposal Laporan Akhir Amrin

6.7 Furnace Unit Crude Distiller III

CDU III memiliki dua furnace yang diletakkan secara bersambung. Furnace

yang digunakan adalah tipe box dengan dua koil. Untuk furnace 1,koil yang

pertama digunakan untuk memanaskan ulang produk bawah stabilizer,sedangkan

koil 2 digunakan untuk memanaskan ulang produk bawah kolom 1.Furnace 2

memiliki dua koil dan satu convection bank. Koil 1 digunakan untuk

memanaskan umpan dari kolom 1 menuju kolom 2, sedangkan koil 2 untuk

memanaskan ulang produk bawah kolom 2. Convection bank digunakan untuk

pemnasan umpan ex-produk bawah stabilizer menuju kolom 1. Masing–masing

koil memiliki temperatur inlet dan outlet yang berbeda-beda. Heater section untuk

koil 1 dan 2 pada furnace 1 adalah berupa radiant & convection section.

Sedangkan pada furnace 2, heater section koil 1 dan koil 2 hanya berupa radiant

section, dimana convection section ada pada convection bank. Burner yang

digunakan sebanyak 18 buah.

Udara pembakaran yang diperlukan untuk kedua furnace ini disediakan oleh

satu APH yang memiliki balanced draft yaitu terdapatnya satu FDF (Forced draft

fan) yang digunakan untuk memberikan udara pembakaran dan satu IDF (Induced

draft fan) yang digunakan untuk menarik flue gas melewati cerobong menuju

atmosfir serta mengatur tekanan di dalam furnace. Begitu pula flue gas dari kedua

furnace ini dibuang bersama-sama melalui satu stack. (BPAT, 2005)

7. METODOLOGI

7.1 Waktu dan Tempat

Pengamatan ini dilakukan dari tanggal 18 Maret sampai 22 Maret 2013

bertempat di Unit Crude Distiller III PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III

Plaju.

7.2 Kerangka Dan Pemecahan Masalah

Adapun metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah kinerja dari

furnace tersebut adalah sebagai berikut :

Page 19: Proposal Laporan Akhir Amrin

1. Metode Study Literature

Mencari dan Mengumpulkan buku-buku yang diperlukan yang berkaitan dengan

masalah yang berhubungan dengan topik permasalahan.

2. Metode Observasi

Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data dengan cara melakukan

pengamatan secara langsung pada Crude Distiller Unit III khusus nya furnace F-

83-001 & F-83-001 sebagai berikut :

2.1 Observasi Bahan

Peninjauan  langsung  mengenai  bahan  yang  dipergunakan dalam proses

Crude Distiller Unit III khusus nya bahan bakar pada furnace F-83-001 & F-

83-001 yang berupa long residue hasil bottom product Crude Distiller Unit

(CD II/ III/ IV/ V/ VI).

2.2 Observasi Alat

Peninjauan  langsung  mengenai  peralatan  dalam Crude Distiller Unit III

khususnya furnace.

2.3 Observasi Gambar

Peninjauan  dan  pemahaman  mengenai  aliran  proses  dari Crude Distiller

Unit III serta memahami prinsip kerja dari furnace.

2.4 Observasi Variabel

Peninjauan secara langsung untuk nilai-nilai yang digunakan dalam

perhitungan mengenai peralatan furnace.

3. Tahapan Pengolahan Data

Adapun data-data yang diperlukan untuk mendukung perhitungan sebagai

berikut :

1. Flow rate crude oil

2. Flow rate fuel oil dan fuel gas

3. Temperatur inlet crude oil ke furnace

4. Temperatur outlet crude oil ke furnace

5. Komposisi gas campuran (Data dari analisa gas)

Page 20: Proposal Laporan Akhir Amrin

6. Komposisi flue gas

7. RD fuel gas dan SG fuel oil

Data-data yang diperlukan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Data flow rate crude oil

Data CO (K Ramba/SPD-TAP)

Tanggal

Flow Rate Crude Oil (Ton/day) Sg CO

(K.Ramba/SPD-TAP)F1C1 F1C2 F2C1 F2C2

6-1-2009 2420 2455 2320 2002 0.8277

7-1-2009 2409 2480 2311 2010 0.8210

8-12009 2386 2465 2318 2022 0.8250

9-12009 2399 2450 2308 2017 0.8231

10-1-2009 2411 2471 2330 2006 0.8246

Rata-rata 2410 2468 2317 2015 0.8244

Tabel 2. Data Flow rate fuel oil dan fuel gas

TanggalFlow RateFuel Oil

(Ton/day)

Flow RateFuel Gas(Ton/day)

RD Fuel Gas

SG Fuel Oil

6-1-2009 19.0 16.6 0.7056 0.9016

7-1-2009 18.7 16.9 0.7025 0.9010

8-1-2009 19.4 12.2 0.7040 0.9022

9-1-2009 19.9 13.0 0.7032 0.9029

10-1-2009 20.6 12.2 0.7044 0.9031

Rata-rata 19.4 13.1 0.7042 0.9024

Tabel 3. Data temperature inlet crude oil ke furnace

Data Temp.Tanggal

Temp. Inlet Crude Oil ke Furnace (oC)

F1C1 F1C2 F2C1 F2C2

Page 21: Proposal Laporan Akhir Amrin

6-1-2009 162 248 259 333

7-1-2009 163 249 255 332

8-1-2009 162 248 256 3349-1-2009 162 250 254 33310-1-2009 163 249 258 330Rata-rata 162 248 256 332

Tabel 4. Data temperature outlet crude oil ke furnace

Data Temp.Tanggal

Temp. Outlet Crude Oil ke Furnace (oC)

F1C1 F1C2 F2C1 F2C2

8-1-2009 180 299 307 3649-1-2009 179 298 306 36310-1-2009 180 300 308 36411-1-2009 180 302 307 36212-1-2009 179 300 309 363Rata-rata 179 300 307 362

Tabel 5. Komposisi gas campuran (Data dari analisa gas)

Komposisi % wt

CH4

C2H6

C3H8

iC4H10

nC4H10

iC5H12

nC5H12

C6H14

CO2

Tabel 6. Komposisi flue gas (F-82-001)

Komposisi flue gas % vol

N2

Page 22: Proposal Laporan Akhir Amrin

O2

CO2

Keterangan :F1C1 : Furnace 1 koil 1, sebagai reboiling stabilizerF1C2 : Furnace 1 koil 2, sebagai reboiling kolom 1F2C1 : Furnace 2 koil 1, sebagai transport dari kolom 1 ke kolom 2F2C2 : Furnace 2 koil 2, sebagai reboiling kolom 2

4. Tahapan Pengolahan Perhitungan

Adapun dalam melakukan perhitungan efisiensi furnace ini menggunakan 3

metode yaitu :

1. Metode heat absorbed dan heat release :

a. Menghitung panas yang diserap Crude Oil (Qab) ( heat absorbed)

Untuk masing –masing koil :

Qabsopsi = Qout – Qin

Ket: Q = heat absorpsi (BTU/hr)

maka heat absorpsi total:

Qab total = Qabkoil 1.1+ Qabkoil 2.1 + Qabkoil 1.2 + Qabkoil 2.2

Untuk menghitung panas yang dibawa Crude Oil tersebut maka

digunakan rumus:

Q = m x H……..(bureau of energy efficiency)

Ket: m = lajualirmassafluida (lb/hr)

H = enthalpy fluida (BTU/lb)

dimana enthalpy (H) crude oil didapat dari grafik hubungan antara H

vs K-Uop. (nelson, 1936). Namun dikarenakan tidak adanya data

analisis distilasi dari crude oil, maka digunakan cara lain untuk

menghitung nya berdasarkan konsep enthalpy:

(H) = Cp x T…….(Smith, 2001)

Ket: Cp= Specific Heat (BTU/ (lb.oF)

∆T= perubahantemperature(oF)

Page 23: Proposal Laporan Akhir Amrin

Untuk mendapat nilai Cp, terlebih dahulu dihitung oAPI berdasarkan

Specifik Gravity (60/60 oF) fluida tersebut, lalu di plot pada grafik

hubungan T vs Cp untuk hydrocarbon liquids (Kern, 1983)

b. Menghitung panas total masuk furnace (heat release)

Adapun untuk panas total yang dilepas kedalam furnace (bureau of

energy efficiency) dapat dihitung sebagai berikut:

Panas pembakaran fuel oil (Q1)

Q = m x LHV…………………………….(Charles)

Untuk mendapatkan nilai LHV terlebih dahulu dihitung oAPI.

Setelah didapat di plot pada grafik API vs HV (charles), sehingga

didapat nilai LHV.

Panas sensibel steam atomizing (Q2)

Q = m x ΔH ................................................( Nelson, 1936)

Nilai enthalpy steam didapat pada steam tabel dengan kondisi

saturated vapor (Smith, 2001)

Panas pembakaran fuel gas (Q3)

Q = m x LHV …………………………….(Charles)

Panas sensibel udara pembakaran bahan bakar (Q4)

Q = m x ΔH ................................................( Nelson, 1936)

Nilai Enthalpy udara didapat berdasarkan tabel enthalpy gas ideal

(smith, 2001)

c. Menghitung efisiensi termal.(η)

Metode yang digunakan dalam perhitungan efisiensi pada

permasalahan ini adalah metode heat released and absorbed.

η =

total heat absorbtotal heat release x 100 % ..................................(Nelson, 1936)

2. Metode Gas Loss

Page 24: Proposal Laporan Akhir Amrin

Menghitung panas yang diserap Crude Oil dengan menggunakan grafik

hubungan antara % O2 Excess dengan temperature stack akan didapat

efisiensi dari furnace tersebut.

gambar 3.1. Grafik Combustion Efficiencies vs Excess Air

Untuk %O2 ≥ 15 dan temperatur stack ≥ 389 0C dengan menggunakan

data CO2, O2 maka akan diperoleh LH, GL. Kemudian menghitung

efisiensi furnace dengan menggunakan rumus :

η = 100% - [{( ¿−ambient temp100 )x GL}+LH+ LR ]....(D.Q.Kern)

3. Metode API (American Petroleum Institued)

1. Menghitung kebutuhan udara pembakaran bahan bakar dan

Pembentukan N2

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O

C2H6 + 3,5 O2 2 CO2 + 3 H2O

C3H8 + 5 O2 3 CO2 + 4 H2O

Page 25: Proposal Laporan Akhir Amrin

1,6028 x                      Berat H2O                                             

                 Berat udara basah yang di dalam udara 

C4H10 + 6,5 O2 4 CO2 + 5 H2

C5H12 + 8 O2 5 CO2 + 6 H2O

C6H14 + 9,5 O2 6 CO2 + 7 H2O

i C4H10 + 6,5 O2 4 CO2 + 5 H2O

i C5H12 + 8 O2 5 CO2 + 6 H2O

Menghitung Kebutuhan udara pembakaran bahan bakar dan Pembentukan N2 dari masing-masing reaksi pebakaran nya

2. Menghitung jumlah panas yang masuk (HV = Heating Value)

3. Menghitung panas yang hilang

Kerugian panas oleh radiasi (Heat Loss Radiation)

Qr = 2,5 % x HV

(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)

4. Menghitung Campuran H2O dalam udara

= Pvapour14 ,696

xRH100

x1828 ,85

(API Recomended Practice 532, 1982 : 45)

Berat udara basah didalam udara / berat BB yang dibutuhkan

= udara kering yang dibutuhkan

1 – campuran H2O dalam udara

Berat campuran H2O didalam udara / berat bahan bakar

Berat H2O / Berat bahan bakar (dalam flue gas)

= H2O terbentuk + Berat campuran H2O dalam udara

Berat bahan bakar

Koreksi excess air (kelebihan udara)

Berat excess air / Berat Bahan Bakar

= (28,85 x %O2) N2 terbentuk + CO2 terbentuk + H2O terbentuk

28 44 18

Page 26: Proposal Laporan Akhir Amrin

(23 – %O2) +1

(API Recomended Practice 532, 1982 : 45)

5. Menghitung rugi panas yang keluar ke cerobong asap (Qs)

6. Menghitung panas sensibel untuk udara pembakaran (Ha)

Ha = Cp Udara x (Ta – Td) x (berat udara yang dibutuhkan + excess air)

(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)

7. Mengitung panas sensibel untuk bahan bakar gas (Hfg)

Hfg = Cp fuel gas x (Temperatur fuel gas – Td)

(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)

η furnace =

( HV + Ha+Hfg )−(Qr+Qs )HV +Ha+Hfg

x100 %

(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)

Dalam melakukan perhitungan, adapun hasil perhitungan yang disusun dalam

bentuk table :

1. Hasil perhitungan fraksi volume, berat molekul, berat total, dan NHV

2. Kebutuhan Udara Pembakaran Bahan Bakar dan Pembentukannya

3. Pembentukan komponen flue gas

4. Komponen Flue gas yang terbawa ke cerobong asap

Tabel. Hasil perhitungan fraksi volume, berat molekul, berat total, dan NHV

No.Komponen Bahan

Bakar Gas

Fraksi

Volume

(1)

Berat

Molekul

(2)

Berat. Tot

(Lbs)

(3) = 1 x 2

NHV

(Btu/Lb)

1 Metana (CH4)

2 Etana (C2H6)

3 Propana (C3H8)

4 Butana (C4H10)

5 Pentana (C5H12)

6 Heksana (C6H14)

7 Iso Butana (iC4H10)

Page 27: Proposal Laporan Akhir Amrin

8 Iso Pentana (iC5H12)

9 CO2

Total

Tabel. Kebutuhan Udara Pembakaran Bahan Bakar dan Pembentukannya

NoKomponen Bahan

Bakar Gas CP

Keb. Udara

(Lb/Lb B.B)

(6)

Keb. dara

(Lbs)

(7) = 3 x 6

Pembentuka

n CO2

(Lb/Lb B.B)

(8)

Pembentuk

an CO2

(Lbs)

(9) = 3 x 8

1 Metana (CH4)2 Etana (C2H6)3 Propana (C3H8)4 Butana (C4H10)5 Pentana (C5H12)6 Heksana (C6H14)7 Iso Butana (iC4H10)8 Iso Pentana (iC5H12)9 CO2

TotalRata-rata

Tabel. Pembentukan Komponen Flue gas

No

Komponen

Bahan Bakar

Gas

H2O

Terbentuk

(lb/lb BB)

(10)

H2O

Terbentuk

(lbs)

(11) = 3 x 10

N2

Terbentuk

(lb/lb BB)

(12)

N2 Terbentuk

(lbs)

(13) = 3 x 12

1 CH4

2 C2H6

3 C3H8

4 C4H10

5 C5H12

6 C6H14

7 iC4H10

Page 28: Proposal Laporan Akhir Amrin

8 iC5H12

9 CO2 - - - -

Total

Rata-rata

Tabel. Komponen Flue gas yang terbawa ke cerobong asap

No

Komponen yang

terbawa ke

cerobong asap

Berat Komponen yang

dibentuk/Berat bahan

bakar

(1)

Enthalpy pada Tc

= 429,08 oF (Btu/lb yang

dibentuk)

(2)

Heat

Content

(Btu/lb BB)

(3) = 1 x 2

1 CO2

2 Udara

3 Uap air

4 N2

Total

Page 29: Proposal Laporan Akhir Amrin

8. JADWAL KEGIATAN

Uraian KegiatanBulan

Februari

MaretApril

Mei Juni Juli

Konsultasi Pembimbing

Persiapan Proposal

Observasi bahan, alat, variabel, dan parameter

Pengambilan data dilapangan

Pengolahan data

Pembuatan LA

Seminar Laporan Akhir

Page 30: Proposal Laporan Akhir Amrin

DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C.J.1993.Transport Processess and Unit Operation 3rd Edition.New

Jersey:Prentice Hall Inc.

Kern, D.Q.1965. Process Heat Transfer. New York:Mc.Graw Hill.

Nelson, W.L.1936.Petroleum Refinery Engineering. New York:Mc.Graw Hill.

Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd Edition,

McGraw- Hill Book Co., New York, 1999

PERTAMINA.Blue Book.PERTAMINA RU III Plaju-sungai Gerong.

PERTAMINA.Design Data Sheet.PERTAMINA RU III Plaju-sungai Gerong.

Smith, J.M.2001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic 6th

Edition. New York:Mc Graw Hill

__________.2009. “Combustion Kilang”. Bimbingan Praktis Ahli Teknik

(BPAT), Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju ; Palembang.

__________.2009. “FCCU”. Bimbingan Praktis Ahli Teknik (BPAT). Pertamina

(Persero) Refinery Unit III Plaju ; Palembang.

Heriyanto. 2005. “Perhitungan Efisiensi Furnace Pada Unit Crude Distiller III

PT. Pertamina (Persero) RU III”. Kertas Kerja Wajib Program Pendidikan

Bimbingan Praktis Ahli Teknik Tahun 2005 ; Palembang.