proposal sekripsi
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Proposal Skripsi PTKTRANSCRIPT

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalah belajar dan mengajar sejak dulu sampai dengan sekarang
terus-menerus mendapatkan perhatian, baik di kalangan pakar ilmu
pendidikan dan psikologi (yang melihat dari sisi pedagogis dan psikologis)
maupun di kalangan praktisi pendidikan, seperti; guru, dosen, penilik,
konselor dan para pengelola pendidikan.
Menurut Suryo subrata dalam Akyak, peran dan tanggung jawab guru
dalam pendidikan sangat berat. Apalagi dalam konteks pendidikan islam,
semua aspek kependidikan dalam islam terkait dengan nilai-nilai (value
bond), yang melihat guru bukan saja pada penguasaan material-pengetahuan,
tetapi juga pada investasi nilai-niali moral dan spiritual yang diembanya untuk
ditransformasikan kearah pembentukan kepribadian islam, guru dituntut
bagaimana membimbing, melatih dan membiasakan anak didik berperilaku
yang baik.1
Sebagai seorang pendidik guru diharapkan mampu memberikan
perubahan-perubahan yang positif kepada siswa, sehingga siswa akan
1Akhyak, Profil Pendidik Sukses. (Surabaya: Elkaf, 2005), hal. 2

2
semangat dalam belajar yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi hasil
belajarnya.
Pendidikan harus dapat membantu siswa untuk mengembangkan bakat
potensi, kreatifitas yang dimiliki siswa secara penuh menuju pembentukan
manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan perlu adanya
upaya-upaya dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti peningkatan
interaktsi timbal balik antar siswa dan guru. Umpan balik perilaku guru dapat
diwujudkan dalam bentuk membantu setiap anak yang mengalami kesulitan
belajar secara individual dengan cara memberikan pujian, kritikan dan arahan
serta tanggapan terhadap hasil pekerjaan siswa selama proses belajar
mengajar.
Salah satu cara guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah
dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi
pembelajaran. Dalam hal kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Al-Qur‟an
Hadits pada Madrasah Ibtidaiyah adalah dengan menggunakan metode
sorogan. Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa) yang berarti
menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau
pembantunya (badal, asisten kiyai).2 Sistem ini biasanya diberikan dalam
pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Al Qur‟an
2 Zamakhsari Dhofeir, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. (Jakarta:
LP3ES, tt), hal. 29

3
dan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran,
kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari santri. Santri seharusnya sudah
paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di
pesantren.3
Metode sorogan merupakan pembelajaran yang bertumpul pada individu
atau di istilahkan dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dengan
metode ini, siswa dituntut untuk dapat mencapai hasil belajar tertentu dengan
bimbingan dan arahan dari guru secara individu. Metode ini sangat cocok
untuk mendidik siswa pada pendidikan dasar (SD/MI), namun penerapan
metode ini membutuhkan kesabaran dan ketelatenan dari guru dalam
membimbing proses belajar siswa.
Dari beberapa hasil wawancara di MI Munjungan I Trenggalek Pada
siswa kelas IV mata pelajaran Al-Qur‟an Hadist ditemukan bahwa prestasi
belajar siswa tidak sesuai dengan KKM yang telah disepakati bersama.
Peneliti menyimpulkan bahwa dari 24 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki
dan 15 siswa perempuan hanya ada 8 siswa yang berhasil mencapai KKM,
sedangkan 16 siswa masih belum tuntas. Maka pendidik menyatakan bahwa
prestasi belajar membaca dan menghafal QS. Al-„Adiyat di kelas IV tersebut
tergolong rendah.
3 Ibid., hal. 28

4
Sehubungan dengan ini peneliti memandang bahwa begitu pentingnya
belajar agama terutama sebagai generasi penerus umat Islam harus mampu
memahami dan mempelajari kitab sucinya yaitu Al-Qur‟an, sehingga tidak
akan dilupakan di masa mendatang. Untuk itu, peneliti mengambil judul
“Peningkatan Prestasi Membaca Dan Menghafal QS. Al ‘Adiyat Melalui
Metode Sorogan Pelajaran Al-qur’an Hadist Siswa Kelas IV MI Munjungan I
Trenggalek”
B. Rumusan Masalah
Dari paparan dalam latar belakang masalah di atas, maka Rumusan
Masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penerapan metode sorogan untuk meningkatkan prestasi
belajar Al-Qur‟an Hadits materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat
siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek?
2. Bagaimana peningkatan prestasi belajar Al-Qur‟an Hadits materi
membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa kelas IV Madrasah
Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek setelah diterapkannya metode
sorogan?
C. Tindakan Yang Dipilih
Dari uraian diatas, maka penulis mempunyai dugaan yang nantinya perlu
dibuktikan, yaitu:

5
1. Dengan penerapan metode sorogan dapat meningkatkan prestasi belajar
Al-Qur‟an Hadits materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa
kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek
2. Dengan penerapan metode sorogan dapat meningkatkan kefasihan dan
kelancaran belajar Al-Qur‟an Hadits materi membaca dan menghafal QS.
Al „Adiyat siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penerapan metode sorogan dalam meningkatan
prestasi belajar pada mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits materi membaca
dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah
Munjungan I Trenggalek
2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar mata pelajaran Al-Qur‟an
Hadits materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa kelas IV
Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek
E. Lingkup Penelitian
Dilakukanya penelitian ini untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
Al Qur‟an Hadist materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat. Tindakan
penelitian yang digunakan adalah metode sorogan. Subjek penelitianya adalah
siswa kelas IV MI Munjungan I Trenggalek.

6
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian secara teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah ilmu
pengetahuan dan juga bisa menjadi referensi bagi kalangan akademis
dan non-akademis khususnya yang bergerak pada bidang Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah.
b. Sebagai bahan bacaan atau pertimbangan bagi penulis khususnya dan
dunia pendidikan pada umumnya, dalam rangka meningkatkan
prestasi belajar pada mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits dengan
menggunakan metode sorogan.
2. Manfaat penelitian secara praktis
a. Bagi peneliti
1) Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
melaksanakan penelitian.
2) Untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S. PdI)
b. Bagi siswa
Untuk meningkatkan prestasi belajar Al Qur‟an Hadist materi
membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat
c. Bagi guru
Untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas pembelajaran
dan dapat menjadi inspirasi dalam meningkatkan prestasi siswa

7
d. Bagi Kepala Sekolah
Untuk dijadikan acuan agar dapat lebih memperhatikan
kelangsungan kegiatan proses belajar mengajar dengan metode
sorogan dalam meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Al-
Qur‟an Hadits, khususnya yang berkaitan dengan fungsi Kepala
Sekolah sebagai evaluator, sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa dengan optimal.

8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Metode Sorogan
1. Pengertian Metode
Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa
yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha”
yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang berarti jalan atau cara.
Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metode adalah “cara kerja yang
bersistim untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna untuk mencapai apa
yang telah ditentukan. Dengan kata lain metode adalah suatu cara yang
sistematis untuk mencapai tujuan tertentu.”4
Sedangkan metode dalam pengertian istilah telah banyak dikemukakan
oleh pakar dalam dunia pendidikan sebagaimana berikut ini:
a. Prof. Mohd. Athiyah al-Abrasy mengartikan, metode ialah jalan yang
kita ikuti dengan memberi faham kepada murid-murid segala macam
pembelajaran, dalam segala mata pelajaran. Ia adalah rencana yang kita
buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas dan kita terapkan
dalam kelas itu sesudah kita memasukinya.
4Ismail, Strategi Pembelajaran Agama…, hal. 7-8
8

9
b. Prof. Mohd. Abd. Rokhim Ghunaimah mengartikan metode sebagai
cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-
maksud pengajaran.
c. Prof. Ali al- Jumbalaty dan abu al-Fath Attawanisy mengartikan metode
sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru yang menyampaikan maklumat
ke otak murid-murid.5
Menurut buku “Srategi Pembelajaran Agama Islam” diterangkan bahwa
metode adalah pelaksanaan cara mengajar atau guru menyampaikan bahan
pelajaran kepada murid. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan
tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar yang dirumuskan
dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.6
Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode
merupakan suatu cara atau alat untuk mencapai tujuan, selain itu metode
adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai dan serasi untuk
menyajikan suatu hal sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang
efektif dan efisien sesuai yang diharapkan.7
2. Pengertian Sorogan
Sorogan berasal dari bahasa Jawa sorog yang berarti menyodorkan.
Secara istilah, menerangkan bahwa metode ini disebut sorogan karena
5 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 209
6 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hal. 46 7 Ismail, Strategi Pembelajaran Agama hal. 8

10
santri/peserta didik menghadap guru atau ustadz pengajarnya seorang demi
seorang dan menyodorkan kitab untuk dibaca atau dikaji bersama dengan guru
atau ustadz tersebut.
Departemen Agama mendefinisikan metode sorogan merupakan
kegiatan pembelajaran bagi para santri yang lebih menitik beratkan pada
pengembangan kemampuan perseorangan (individual), di bawah bimbingan
seorang guru atau ustadz. Sorogan adalah metode pengajaran dimana
ditekankan murid harus lebih aktif, yaitu murid menghadap kepada guru ‟satu
persatu‟ dengan membaca kitab / buku yang telah ditentukan. Bila ada bacaan
yang salah atau pemaknaan dan pemahaman yang salah guru
membetulkannya. Sehingga bisa dipastikan seorang murid akan sangat paham
betul akan materi yang dia pelajari.8
Jadi metode sorogan adalah metode pengajaran dimana ditekankan siswa
harus lebih aktif yaitu murid menghadap kepada guru ”satu persatu” dengan
membaca kitab/buku yang telah ditentukan. Bila ada bacaan yang salah atau
pemaknaan dan pemahaman yang salah guru membetulkannya. Sehingga bisa
dipastikan seorang murid akan sangat paham betul akan materi yang dia
pelajari.
3. Tujuan metode sorogan
Tujuan metode sorogan adalah sebagai sarana memberikan
stimulus/rangsangan terhadap keaktifan siswa di dalam mengeksplorasikan
8 Hasan chabibie, “edukasi” dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/12/sorogan/,

11
berbagai pengetahuan terhadap materi yang sebelumnya mereka kaji baik
secara individu maupun kelompok, mengembangkan karakter mandiri, terjadi
hubungan yang erat dan harmonis antara guru dengan murid, memungkinkan
bagi seorang guru untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara
maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai materi, murid
mendapatkan penjelasan yang pasti tanpa harus mereka-reka tentang
interpretasi suatu buku/ kitab karena berhadapan dengan guru secara
langsung, guru dapat mengetahui seacara pasti kualitas yang telah dicapai
muridnya. .9
4. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Sorogan
Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari.
Guru menyuruh siswa untuk belajar materi yang telah disampaikan secara
individu dengan kompetensi dan indikator yang telah disampaikan.
Selesai belajar materi yang telah disampaikan secara individu seorang
siswa yang mendapat giliran menyodorkan buku/kitabnya menghadap
langsung secara tatap muka kepada guru atau ustadz, buku/kitab yang
menjadi media sorogan diletakan di atas meja atau bangku kecil yang ada
di antara mereka berdua.
guru atau ustadz meminta siswa tersebut membacakan atau menjelaskan
dalam buku/kitab yang dipelajari, siswa dengan tekun membacakan atau
9 Six, “Metode Sorogan”, dalam http://sazmgl.blogspot.com/2010/12/metode-sorogan.html

12
menjelaskan apa yang di pelajari atau yang telah disampaikan guru atau
ustadz sesuai dengan pembelajaran.
guru atau ustadz melakukan monitoring dan koreksi seperlunya kesalahan
atau kekurangan atas bacaan atau materi yang telah di sampaikan kepada
santri, guru meluruskan kesalah pemahaman pada siswa, santri terkadang
juga melakukan catatan-catatan seperlunya.
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan
a. Kelebihan metode sorogan adalah individu diajar langsung sehingga dapat
diketahui secara pasti kemampuannya dan jika ada kesulitan dapat segera
ditangani.
b. Kelemahan metode sorogan adalah membutuhkan pengelolaan yang
intensif dengan system pemantauan siswa yang sistematis. Membutuhkan
kesabaran, ketelatenan, kedisiplinan baik guru maupun siswanya. Materi
tidak dapat ditentukan bersama tingkat pencapaian ketuntasan
belajarnya.10
B. Al-Qur’an dan Hadits
1. Pengertian Al-qur’an
Kata Al-Qur‟an menurut bahasa merupakan kata benda bentukan dari
kata kerja qara’a yang maknanya sinonim dengan kata qira’ah yang berarti
“bacaa”, sebagaimana kata ini digunakan dalam ayat 17-18 surat Al-Qiyamah:
10 yonosmagasolo, “Penerapan Metode Sorogan” dalam
http://yonosmagasolo.blogspot.com/2012/02/penerapan-metode-sorogan-pada-mata.html

13
Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkanya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai
membacanya maka ikutilah bacaa nya itu.”
Sebagaimana yang dikemukakan oleh syekh Ali Ash-Shabuni, “Al-
Qur‟an adalah kalam Allah yang menjadi mukjizat, diturunkan kepada Nabi
dan Rasul terakhir dengan perantara Malaikat jibril, tertulis dalam mushaf
yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan
ibadah, yang dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-
Nas”11
Sedangkan menurut istilah banyak berbagai pakar agama yang
mendefinisikan Al-Qur‟an diantaranya;
a. Menurut istilah ahli agama (ulama) ialah:
“Kalamullah yang diturunkan Allah swt. Kepada Nabi Muhammad
saw, disampaikan secara mutawatir, bernilai islam bagi umat muslimin
yang membacanya, dan ditulis dalam mushaf.12
b. Ada juga yang mendefinisikan Al-Qur‟an secara terperinci seperti yang
dikemukakan oleh Abu Shahbah:13
11
Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits…,hal. 35 12
Fahmi Amrullah, Ilmu Al-Qur’an untuk Pemula. (Jakarta: CV Artha Rivera, 2002), hal. 1

14
صلي اهلل عليو وسلم بلفظو ومعناه ىو كتاب اللو عز وجل المن زل علي خات أنبيائو ممد
قول بالتوا تر المفيد للقطع واليقي المكت وب ف المصاحف من أول سورة ال فاتة ال المن
اخر سورة الناس
“Al-Qur‟an adalah kitab Allah yang diturunkan – baik lafad maupun
maknanya – kepada nabi terakhir Muhammad SAW, diriwayatkan secara
mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan ( kesesuaiannya
dengan apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad ), serta ditulis pada
mushaf, mulai dari awal surat al-fatihah (1) sampai akhir surat an-nas
(114).”
2. Pengertian Hadits
Terdapat perbedaan pendapat para ulama dalam memberikan definisi
hadits dan sunnah.14
Secara harfiah hadits berarti, “komunikasi”, “kisah” (baik
masa lampau ataupun kontemporer), “percakapan” (baik yang bersifat
keagamaan ataupun umum). Secara istilah, hadits menurut ulama ahli hadits
berarti “segala sesuatu yang disadarkan kepada nabi Muhammad SAW baik
yang berupa ucapaan, perbuatan, takrir, (sesuatu yang dibiarkan,
dipersilahkan, disetujui secara diam-diam), sifat-sifat dan perilaku Nabi
SAW”. Sementara itu, menurut para ahli usul fiqih. Hadist adalah “ Segala
13
Rosibon Anwar, Ulumul Qur’an. (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 32 14
Umi Sumbulah, Ilmu Hadits. (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 5

15
sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik yang berupa
ucapan, perbuatan atau takrir yang patut menjadi dalil hukum syara”. 15
Istilah lain yang dianggap sinonim dan biasa dipakai adalah khabar, atsar,
dan sunnah.
a. Sunnah menurut banyak bahasa artinya suatu perjalana yang diikuti. Baik
dinilai perjalanan baik atau buruk.16
b. Khabar menurut bahasa diartikan “berita”. dari segi istilah khabar identik
dengan hadits, yaitu segala sesuatu yang disadarkan kepada Nabi( baik
secara marfu‟, mawquf dan maqthu) baik berupa perkataan perbuatan,
persetujuan, dan sifat.
c. Atsar dari segi bahasa diartikan peninggalan atau bekas sesuatu,
maksudnya peninggalan atau bekas nabi karena hadits itu peninggalan
beliau. Atau di artikan yang di pindahkan dari Nabi. 17
Sebagian ulama berpendapat bahwa khabar dan atsar merupakan istilah
yang lebih khusus dinisabkan kepada ucapan, perbuatan, dan takrir yang
disandarkan kepada sahabat Nabi SAW atau tabi‟in. Dalam perkembanganya,
para ulama ahli hadits maupun usul fiqih menganggap sunnah sinonim dengan
15
Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 35 16
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits. (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 5 17
Ibid,. hal. 9

16
hadits. Oleh karena itu sebagian besar buku yang mencantumkan kata
“sunnah”, maka yang dimaksud adalah hadits. 18
C. Pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI
Al-Qur‟an adalah sumber utama ajaran islam dan pedoman hidup bagi
setiap muslim. Al-Qur‟an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya ( bablum min allah wa bablum min an-nas), serta manusia dengan
alam sekitarnya.19
Nilai penting ini bertujuan untuk memberikan pemahaman agar siswa
sejak dini belajar untuk beriman dan bertakwa kepada allah swt, belajar untuk
memahami dan menghayati Al-Qur‟an dan hadist, menumbuh kembangkan
kemampuan siswa dalam membaca dan menulis Al-Qur‟an dan hadits. Belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif apa yang terkandung
dalam Al-Qur‟an dan hadits. Dan belajar untuk hidup bersama dan berguna
untuk orang lain sesuai tuntutan Al-Qur‟an dan hadits. 20
18
Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 35 19
Abdul Halim, et. all., Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), hal. 3 20
Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 36

17
1. Karakteristik Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI
Kemampuan-kemampuan dalam standar kompetensi lulusan mata
pelajaran Al-qur‟an dan Hadits yang harus dicapai peserta didik di tingkat
Madrasah Ibtidaiyah, yaitu:
a) Membaca, menghafal, menulis dan memahami, surat-surat pendek dalam
Al-Qur‟an, yakni QS. Al „Adiyat
Kemampuan tersebut meliputi: melafalkan, membaca, menulis,
menghafal, mengartikan, memahami, dan mengamalkan. Yakni dengan
maksud agar peserta didik memiliki kemampuan:
a) Memahami cara melafalkan huruf-huruf hijaiyah dan tanda bacanya.
b) Menyusun kata-kata dengan huruf-huruf hijaiyah baik secara terpisah
maupun bersanbung.
c) Memahami cara melafalkan dan memghafal surat-surat tertentu dalam juz‟
Amma.
d) Memahami arti surat tertentu dalam juz‟ Amma.
e) Menerapkan kaidah-kaidah ilmu tajwid dalam bacaan al-qur‟an.
Upaya memperkenalkan Al Qur‟an dan hadits sejak dini menjadi hal
yang sangat penting. Pembelajaran Al Qur‟an dan Hadits diarahkan untuk
menumbuh kembangkan pengetahuan peserta didik terhadap al-qur‟an dan
hadits, sehingga memperooleh pengetahuan mengenai keduanya dengan baik
dan benar. Mata pelajaran Al Qur‟an dan Hadits di madrasah ibtidaiyah adalah
salah satu mata pelajaran PAI yang menekankan pada kemampuan membaca

18
dan menullis Al-Qur‟an dan hadits dengan benar, serta hafalan terhadap surat-
surat pendek dalam Al-Qur‟an, pengenalan arti atau makna secara sederhana
dari surat-surat pendek tersebut dan Hadits-hadits tentang akhlak terpuji untuk
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan dan pembiasaan.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran Al-Qur‟an Hadist ini diharapkan:
a) Peserta didik dapat mengembangkan potensi sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan dan minatnya, serta dapat menumbuhkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT, penguasaan keterampilan hidup,
penguasaan kemampuan akademik, dan pengembangan kepribadaian yang
paripurna.
b) Guru dapat mengembangkan kompetensi pelajaran Al-Qur‟an Hadits
peserta diidik dengan menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran dan
sumber belajar.
c) Guru dapat menentukan bahan ajar Al-Qur‟an dan Hadits sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dari peserta didik.
d) Orang tua dan masyarakat dapat secara akif terlibat dalam pelaksanaan
program pembelajaran Al-Qur‟an dan Hadits.
e) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang Al-Qur‟an dan
Hadits sesuai dengan keadaan keadaan peserta didik dan mengoptimalkan
sumber belajar yang tersedian. 21
21
Ibid., hal. 20

19
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits
Mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits pada Madrasah Ibtidaiyah bertujuan:
a) Memberikan kemampuan dasar kepada kepada peserta didik dalam
membaca, menulis, membiasakan, dan menggemari membaca Al-Qur‟an
dan Hadits.
b) Memberikan pengertiaan, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-
ayat Al-Qur‟an Hadits melalui keteladanan dan pembiasaan.
c) Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman
pada isi kandungan ayat Al-Qur‟an dan Hadits.
Ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di Madrasah
Ibtidaiyah meliputi:
a) Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur‟an yang benar sesuai
dengan kaidah ilmu tajwid.
b) Hafalan surat-surat pendek dalam Al-Qur‟an, dan pemahaman sederhana
tentang arti dan makna kandungan serta pengamalanya melaui keteladanan
dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Sumber Belajar Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI
Sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan
wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik
secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta
didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.
Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran adalah buku mengenal

20
Al-Qur‟an dan Hadits, Cinta Al-Qur‟an dan Hadits, dan buku Al-Qur‟an
Hadits yang relevan. Selain itu lingkungan salah satu sumber yang sangat
penting dan memilikli nilai-nilai yang sangat berharga dalam proses
pembelajaran peserta didik. Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber belajar, yang terdiri dari: pertama, lingkungan sosial dan kedua,
lingkungan fisik (alam).
1. Lingkungan sosial dapat di digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan. Dalam Al-Qur‟an Hadits lingkungan sosial
menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran. Misalnya dalam
mewujudkan kandungan yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits, seperti
bagaimana berperilaku terhadap orang miskin, menekankan rasa
persaudaraan dan sebagainya.
2. Sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang
gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan
cinta alam dan partisipasi dalam memelihara dan melestarikan alam.
Kondisi ini pun sangat sesuai dengan penanaman dan ajaran yang
terkandung dalam Al-Qur‟an dan Hadits, seperti bagaimana siswa
diajarkan untuk menjaga kebersihan. Dalam prakteknya, pembelajaran Al-
Qur‟an Hadits dengan teknik karya wisata, misalnya, guru dapat

21
memperkenalkan lingkungan sekitar yang dapat menumbuh kembangkan
siswa terhadap kandungan Al-Qur‟an dan Hadits. 22
5. Pendekatan Pembelajaran Al-Qur’an Hadits di MI
Dalam pembelajaran Al-Qur‟an Hadits pendekatan-pendekatan yang dapat
digunakan adalah:
a) Pendekatan tujuan.
Pendekatan ini digunakan karena didasari oleh pemikiran bahwa setiap
kegiatan belajar mengajar, yang harus diterapkan terlebih dahulu adalah
tujuan yang hendak dicapai. Dengan mempertimbangkan tujuan
pembelajaran Al-Qur‟an Hadits sebagaimana yang telah diuraikan di atas,
maka kemudian dapat ditentukan metode dan teknik pengajaran yang akan
di terapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
b) Pendekatan struktural.
Pendekatan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa Al-Qur‟an Hadits
dinarasikan dalam bahasa arab, yang memiliki kaidah, norma, dan
aturanya sendiri, khususnya dalam membaca dan menulisnya. 23
Sedangkan departemen agama (2004) menyajikan beberapa
pendekatan yang dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran Al-Qur‟an
hadits, yaitu:
22
Ibid., hal. 70 23
Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 61

22
1. Pendekatan keimanan spiritual.
Proses pembelajaran yang dikembangkan dengan menekankan pada
pengolahan rasa dan kemampuan beriman melaui pengembangan spiritual
dalam menerima, menghayati, menyadari dalam mengamalkan nilai
ajaran-ajaran islam,
2. Pendekatan pengamalan.
Menekankan aktivitas peserta didik untuk menemukan dan memaknai
pengalamanya sendiri dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama islam,
terutama yang tertuang dalam Al-Qur‟an dan Hadits, dalam kehiduupan
sehari-hari.
3. Pendekatan pembiasaan.
Dikembangkan dengan memberikan peran terhadap lingkungan belajar,
baik disekolah maupun diluar sekolah, dalam membangun sikap mental
dan membagun masyarakat yang sesuai dengan Al-Qur‟an dan Hadits.
4. Pendekatan rasional.
Proses pembelajaran dengan menekankan fungsi rasio (akal) peserta didik
dengan tingkat perkembangan kecerdasan intelektualnya dalam
memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-
Qur‟an dan Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pendekatan emosional.

23
Proses pembelajaran yang dikembangkan dengan menekankan kecerdasan
emosional peserta didik dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Hadits.
6. Pendekatan fungsional.
Menekankan untuk memberikan peran terhadap kemampuuan peserta
didik dalam menggali, menemukan, dan menunjukan nilai-nilai fungsi
tuntunan dan ajaran sebagaimna yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan
Hadits.
7. Pendekatan keteladanan.
Proses pembelajaran yang dikembangkan dengan memberikan peranan
agar personal sebagai contoh nyata, tujuan agar peserta didik dapat secara
langsung melihat, merasakan, menyadari, menerima, kemudian
mempraktekanya sendiri.24
C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi
Prestasi menurut Depdiknas adalah hasil yang telah dicapai dari suatu
usaha yang telah dilakukan atau dikerjakan. Sedangkan menurut Syaiful Bahri
Djamarah, prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.25
Prestasi belajar adalah
hasil yang dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar sehingga ada
24
Ibid., hal. 63-64 25
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi…, hal. 19

24
perubahan–perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dari
sikap siswa.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan
kegiatan. Gagne menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima
aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap
dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto bahwa hasil
belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.26
Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai
pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam
penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses
pembelajaran.
Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan,
karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan
yang harus dihadapi. Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui
sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai
prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel bahwa Proses belajar
yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang
pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan.
Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan
oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh
26
Sunarto, “Pengertian Presstasi Belajar” dalam
http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/ ,

25
guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan
yang telah dicapainya dalam belajar.
Menurut Poerwodarminto dalam Syaiful Bahri Djamarah yang dimaksud
dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, (dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya). Sedangkan menurut Mas‟ud Khasan Abdul Qohar, Prestasi
adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.27
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi
belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa
suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka
waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan
yang disebut rapor.
2. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam iteraksi dengan
lingkunganya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah
laku. Dari pendapat ini kata “perubahan” berarti bahwa seseorang yang telah
mengalami belajar akan berubah tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuan,
27
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi…, hal. 20-21

26
keterampilan, maupun dalam sikapnya, karena hal ini merupakan interaksi diri
mereka sendiri dengan lingkungannya.
Belajar mengandung pengertian suatu aktivitas yang dilakukan secara
sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.28
Orang yang belajar makin lama makin dapat mengerti akan hubungan–
hubungan dan perbedaan bahan–bahan yang dipelajari, dan setingkat dapat
membuat suatu bentuk yang mula–mula belum ada, atau memperbaiki
bentuk–bentuk yang telah ada.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku seseorang yang dilakukan secara sadar yang
dari semula seorang tersebut tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi
bisa dan dari tidak mengerti menjadi mengerti serta memahami dengan baik.
Perubahan itu nantinya akan mempengaruhi pola fikir individu dalam berbuat
dan bertindak. Perubahan itu sebagai hasil dan pengalaman individu dalam
belajar.29
Dengan demikian, dapat difahami bahwa prestasi belajar adalah penilaian
pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di
sekolah yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan/ keterampilan yang
dinyatakan sesudah hasil penilaian.30
3. Prestasi Belajar Sebagai Penilaian
28
Ibid., hal. 21 29
Ibid., hal. 22 30
Ibid., hal. 24

27
Pada pengertian diatas sudah dijelaskan bahwa prestasi belajar adalah
hasil yg dinyatakan sesudah hasil penilaian. Ini berarti prestasi belajar tidak
akan bisa diketahui tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktiftas belajar siswa.
Fungsi prestasi belajar siswa bukan hanya untuk mengetahui sejauh mana
kemajuan siswa setelah menyelesaikan aktifitas, tetapi yang lebih penting
adalah sebagai alat untuk meningkatkan siswa agar lebih giat belajarnya, baik
secara individu maupun kelompok. Dalam pembahasan ini akan dibicarakan
mengenai prestasi belajar sebagai hasil penilaian. Prestasi belajar adalah
penilaian, sedangkan penilaian sebagai aktifitas dalam menentukan tinggi
rendahnya prestasi belajar itu sendiri. Dalam penilaian mau tidak mau
pembicaraan harus membahas evaluasi. Evaluasi menurut Wayan Nurkancana
dalam Muhammad Zaini, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menetukan nilai segala sesuatu. 31
Jadi untuk penilain hasil pretasi
belajar guru harus tepat dalam menyusun strategi evaluasi agar hasil penilaian
tidak biasa, yang pada gilirannya informasi yang didapatkan tentang
peningkatkan aktifitas (prestasi belajar) muridnya akurat.
Untuk mengetahui prestasi belajar siswa perlu diadakan evaluasi sebagai
pengukur prestasi. Pertama untuk evalusi yang tepat untuk dipakai menilai
keberhasilan proses pembelajaran materi membaca Al-Qur‟an dan Hadits
adalah dengan teknik unjuk kerja dan menggunakan daftar penilaian sebagai
31
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum. (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 142

28
istrumenya untuk mengetahuai seberapa lancar dan bagus pembacaan siswa
terhadap Al-Qur‟an dan Hadits.
Kedua bentuk evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang
tepat untuk materi Al-Qur‟an dan Hadits adalah tes Obyektif dan Subyektif
dengan teknik lisan/ tulis. Tes ini akan dipakai untuk mengukur kemampuan
siswa dalam membaca Al-Qur‟an dan Hadits.32
4. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hasil interaksi sebagai faktor. Baik internal
maupun eksternal.33
Untuk memahami tentang prestasi belajar perlu didalami
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri,
adapun yang dapat digolongkan dalam faktor intern yaitu:
1) Kecerdasan / intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini
sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi. Ada kalanya
perkembangan ini ditandai oleh kemajuan–kemajuan yang berbeda antara
satu anak dengan anak lainnya, sehingga seorang anak pada usia tertentu
sudah memiliki tingkat kecerdasan yan lebih tinggi dibanding dengan
32
Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 126 33
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 190

29
kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi
merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar
mengajar.
Menurut Kartono, kecerdasan merupakan “salah satu aspek yang
penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau
seorang murid mempunyai tingkat normal atau diatas normal maka secara
potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi”.
Slameto mengatakan bahwa “ tingkat intelegensi yang tinggi akan
lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah “.
Sedangkan Muhibbin berpendapat bahwa intelegensi adalah “ semakin
tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar
peluangnya untuk maraih sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan
intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih
sukses “.
Dari pendapat diatas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau
kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang
anak dalam usaha belajar.
2) Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang
sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Ngalim purwanto, bahwa “ bakat dalam hal ini lebih

30
dekat pengertiannya dengan kata abtitude yang berarti kecakapan, yaitu
mengenai kesanggupan – kesanggupan tertentu”.
Kartono menyatakan bahwa “ bakat adalah potensi atau kemampuan
kalau diberikan kesempatan untuk dikembankan melalui belajar akan
menjadi kecakapan yang nyata”. Menurut syah Muhibbin “bakat diartikan
sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan“.
Dari pendapat diatas jelas bahwa tmbuhnya keahlian tertentu pada
seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. Sehubungan
dengan bakat ini dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar
pada bidang–bidang studi tertentu. Pada proses belajar terutama belajar
ketrampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil
prestasi yang baik.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan
beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus
menerus yang disertai dengan rasa sayang.
Menurut Winkel minat adalah “ kecenderungan yang menetap dalam
subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa
senang untuk berkecimpung dalam hal itu “. Selanjutnya Slameto
mengemukakan bahwa minat adalah “kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati

31
seseorang diperhatikan terus yang disertai rasa sayang“. Kemudian
Sardiman mengemukakan minat adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila
seseorang melihat ciri–ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan
dengan keinginan–keinginan atau kebutuhan–kebutuhannya sendiri“.
Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar
pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang
menarik minat siswa lebih mudah di pelajari dan disimpan karena minat
menambah kegiatan belajar. Minat belajar yang telah dimiliki siswa
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya.
Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal
maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang
diinginkannya dapat tercapai.
4) Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong kedaan siswa untuk melakukan
belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara
mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan
belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika mempunyai
motivasi untuk belajar.
Nasution mengataakan motivasi belajar adalah “segala daya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan Sardiman

32
mengatakan bahawa “motivasi adalah menggerakkan siswa untuk
melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu”.
Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan
segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa terhadap
sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul
inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran, sehingga mereka
dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar
secara aktif.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor–faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar yang sifatnya di luar diri siswa. Menurut Slameto faktor ekstern yang
dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan keluarga, keadan sekolah dan
lingkungan masyarakat”.
1) Keadaan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat
seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelakan oleh
Slameto bahwa “Keluarga dalah lembaga pendidikan pertama dan utama“.
Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat
menentukan dalam dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara
dan dunia. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam
kebehasilan seseorang dalam belajar. Dalam hal ini Hasbulloh mengatakan:
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam

33
keluarga inilah anak pertama–tama mendapatkan pendidikan dan
bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluaraga bagi pendidikan anak
adalah sebagai peletak dasar bagi pendidkan akhlak dan pandangan hidup
keagamaan.
Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan
dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidika
selanjutnya. Peralihan pendidikan informal ke lembaga formal memerlukan
kerja sama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam
usaha meningkatkan hasil belajar anak.
2) Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu
lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih
giat. Keadaan sekolayh ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan
guru dengan siswa, alat – alat pelajaran dan kurikulum. Jika hubungan guru
dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil–hasil belajarnya.
Menurut Kartono “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran
yang akan di ajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam
mengajar“. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan
pelajaran yang disajikan dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.
3) Lingkungan Masyarakat

34
Disamping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor
yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses
pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan
sehari–hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana
anak itu berada.
Dalam hal ini Kartono berpendapat: lingkungan masyarakat dapat
menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak–anak yang sebayanya.
Apabila anak–anak yang sebaya merupakan anak–anak yang rajin belajar,
maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila
anak–anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak–anak yang berkeliaran
maka anakpun dapat terpengaruh pula.
Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk
kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari–hari seorang anak akan
selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan–kebiasaan lingkungannya.
Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu
lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal
tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut
belajar sebagaimana temannya. 34
34
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2004), hal. 54-60

35
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas “merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan”35
Rancangan
penelitian tindakan kelas dipilih karena masalah yang akan dipecahkan berasal
dari praktek pembelajaran di kelas sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa.
Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Bodgan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Moleong, mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.36
Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang akan menghasilkan
kesimpulan berupa data yang menggambarkan secara rinci, bukan
menghasilkan data yang berupa angka-angka.
35
Arikunto, Suharjono, dan Supardi, Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara,
2008) hal. 3 36
Lexy J. Moleong,. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), hal. 4
35

36
Sejalan dengan definisi tersebut di atas, Kirk dan Miller dalam
Moleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya.37
Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang mengandalkan pengamatan, wawancara
dan dokumentasi pada obyek penelitian sehingga dihasilkan data yang
menggambarkan secara rinci dan lengkap tentang obyek penelitian.
Adapun pola penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pola
deskriptif. Pola ini berarti penelitian yang “hanya akan melukiskan keadaan
obyek atau persoalannya dan tidak dimaksudkan untuk mengambil/menarik
kesimpulan yang berlaku umum”.38
Menurut teori penelitian, pola deskriptif
itu ada dua sifat, yaitu bersifat eksploratif dan bersifat developmental, namun
dalam penelitian ini menggunakan pola deskriptif eksploratif yaitu, “bertujuan
untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena”,39
sehingga dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan pola deskriptif eksploratif,
yakni pola penelitian yang menggambarkan secara rinci atau lengkap tentang
keadaan atau status fenomena obyek penelitian dan tidak mencari kesimpulan
37
Ibid., hal. 4 38
Marzuki, Metodologi Riset. (Yogyakarta : Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi-UII, 1983),
hal. 47 39
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. (Jakarta: Bina Aksara,
1989), hal. 195

37
yang berlaku secara umum. Adapun kesimpulan yang diambil merupakan
gambaran yang terjadi pada obyek penelitian.
Model yang digunakan adalah model Kurt Lewin. PTK pertama kali
diperkenalkan oleh Kurt Lewin dalam Aqib (2007:21) yang menyatakan
bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat langkah pokok, yaitu perencanaan
(planning), aksi atau tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi
(refecting).
Secara keseluruhan, empat tahapan tersebut membentuk suatu siklus
PTK. Untuk mengatasi suatu masalah, mungkin diperlukan lebih dari satu
siklus. Siklus-siklus tersebut saling terkait dan berkelanjutan. Siklus kedua
dilaksanakan bila masih ada hal-hal yang kurang berhasil dalam siklus
pertama, begitu juga seterusnya.
B. Setting Penelitian Dan Karakter Subjek Penelitian
Tempat Penelitian Tindak Kelas ini dilakukan di Madrasah Ibtida‟iyah
Munjungan I Trenggalek. Waktu Penelitian Tindak Kelas dilakukan pada
semester genap tahun ajaran 2013-2014. Subjek Penelitian Tindak Kelas
adalah siswa kelas IV Madrasah Ibtida‟iyah Munjungan I Trenggalek.
C. Variabel yang di Selidiki
Adapun variable yang diselidiki adalah;
1. Untuk variable inputnya yaitu siswa kelas IV Madrasah Ibtida‟iyah
Munjungan I Trenggalek

38
2. Untuk variable proses yaitu proses belajar mengajar dengan
menggunakan metode sorogan
3. Untuk variable out put yaitu peningkatan prestasi belajar siswa
D. Rencana Tindakan
Adapun Penelitian ini mengunakan model Kurt lewin yang menyatakan
bahwa diagram dari empat tahapan dalam penelitian tindakan kelas adalah,
sebagai berikut: 40
Gambar I. Bagan Model Penelitian Tindakan Kelas41
Dalam penelitian tindakan kelas ini, tahap-tahap penelitian dirinci
sebagai berikut:
1. Pratindakan
40
Arikunto, Suharjono, dan Supardi, Penelitian Tindakan…, hal. 16 41
Ibid.,

39
Kegiatan pratindakan merupakan kegiatan pendekatan
permasalahan pembelajaran di kelas yang akan diteliti. Dalam
kegiatan pratindakan, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan antara
lain:
a. Observasi Awal
Dalam kegiatan ini, peneliti mengadakan pengamatan dan
pencatatan secara langsung. Posisi peneliti dalan observasi awal ini
adalah sebagai pengamat sekaligus sebagai pencatat atau pelaku
langsung dari observasi yang dilakukan. Observasi awal ini digunakan
untuk mengetahui penerapan metode sorogan dalam kegiatan belajar
mengajar mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di Madrasah Ibtidaiyah
Munjungan I Trenggalek.
b. Tes Awal
Kegiatan tes awal yang digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran Al-
Qur‟an Hadits. Pada kegiatan tes awal ini, peneliti memberikan tes
atau tugas kepada anak didik untuk memilih beberapa metode
pembelajaran yang disenangi dalam mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
c. Wawancara Awal
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara tak
terstruktur atau bebas. Hal ini peneliti lakukan untuk mendapatkan

40
informasi yang lebih mendalam, sehingga diharapkan akan
mendapatkan data yang rinci, sejujurnya dan mendalam. Informan
yang diwawancarai pada kegiatan wawancara awal ini adalah guru
yang mengajar mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di Madrasah
Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek. Kegiatan wawancara awal ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran dari sisi guru terkait dengan
prestasi belajar anak.
Selain itu juga ditentukan kriteria keberhasilan tindakan yang
dilaksanakan. Dalam penelitian ini, kriteria keberhasilan tindakan
ditentukan dengan asumsi, sebagai berikut:
“Kegiatan pelaksanaan tindakan pada siklus-siklus tindakan yang telah
dirancang dianggap telah berhasil jika hasil observasi menunjukkan
nilai atau skor 78 - 89 yang pada tabel kriteria interpretasi berarti
baik”.
2. Kegiatan pelaksanaan tindakan
a. Siklus I
1) Perencanaan I
a) Penyusunan perencanaan observasi mengajar pada siswa
kelas IV Semester II Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I
Trenggalek.

41
b) Membuat lembar observasi untuk pengamatan aktivitas
guru dan anak di dalam kelas pada waktu proses kegiatan
belajar mengajar.
c) Mempersiapkan alat evaluasi untuk mengukur dan
mengetahui sejauhmana prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran Al-Qur‟an Hadits siswa kelas IV Madrasah
Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek.
2) Tindakan I
a) Melaksanakan perencanaan observasi mengajar.
b) Melaksanakan analisis evaluasi hasil observasi.
3) Observasi I
Pada tahap ini peneliti bersama dengan guru dan atau
teman sejawat melaksanakan observasi selama kegiatan
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar
observasi yang telah dibuat, yakni:
a) Penerapan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar
mengajar.
b) Prestasi belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
4) Refleksi I
Hasil yang didapatkan dalam tahap observasi
dikumpulkan dan dianalisa. Dari hasil observasi, peneliti dapat
merefleksi diri dengan melihat data observasi, apakah kegiatan

42
belajar mengajar yang dilakukan dalam siklus I dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Jika belum berhasil maka
perlu dilanjutkan pada siklus II.
b. Siklus II
1) Perencanaan II
Dalam perencanaan tindakan siklus II ini, peneliti
menyampaikan hasil refleksi siklus I. Kemudian dalam
rencana pembelajaran pada siklus II ini, peneliti menggunakan
metode sorogan dalam kegiatan belajar mengajar.
2) Tindakan II
Pada tahapan ini, tindakan yang dilakukan sesuai
dengan yang telah direncanakan, yakni pembelajaran dengan
menggunakan metode sorogan dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Diharapkan pada akhir kegiatan ini, peneliti sudah
mendapatkan hasil yaitu meningkatnya prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits.
3) Observasi II
Pada tahap ini peneliti dibantu oleh guru dan atau
teman sejawat melaksanakan observasi selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung dan mencatat data-data. Fokus
pengamatan dan pencatatan adalah semua aktifitas siswa dan

43
peran aktif siswa yang merupakan indikator dari prestasi
belajar siswa.
4) Refleksi II
Pada akhir tindakan II ini dilakukan analisis dan
refleksi terhadap kegaiatan yang telah dilaksanakan. Kegiatan
ini bertujuan untuk: a) menganalisis tindakan yang telah
dilaksanakan, b) mengulas dan menjelaskan perbedaan
rencana tindakan dan pelaksanaan tindakan yang telah
dilaksanakan, dan c) melakukan penyimpulan data yang
diperoleh.
E. Data dan Cara Pengumpulanya
Dalam proses pengumpulan data ini, peneliti menggunakan prosedur
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Pengertian observasi menurut Suharsini Arikunto adalah pengamatan
yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan
menggunakan seluruh alat-alat indera.42
Dalam metode ini, peneliti
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung. Metode observasi
sering diartikan sebagai pengamatan, yaitu kegiatan pemusatan perhatian
42
Ibid., hal. 156

44
terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra (penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba).43
Posisi peneliti dalan metode ini adalah sebagai pengamat sekaligus
sebagai pencatat atau pelaku langsung dari observasi yang dilakukan.
Pengertian observasi juga disampaikan oleh Riyanto dalam Tanzeh
yang menyatakan bahwa observasi merupakan metode pengumpulan data
yang menggunakan obyek penelitian yang dapat dilaksanakan secara langsung
maupun tidak langsung.44
Sehingga dapat simpulkan bahwa metode observasi
adalah sebuah metode pengumpulan data dimana peneliti melakukan
pengamatan langsung terhadap obyek penelitian dan merekamnya dalam
bentuk catatan-catatan.
2. Metode Wawancara / Interview
Menurut Tanzeh, wawancara merupakan cara untuk mengumpulkan
data dengan mengadakan tatap muka secara langsung antara orang yang
bertugas mengumpulkan data dengan orang yang menjadi sumber data atau
obyek penelitian.45
43
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta: Rineka
Cipta, 2002), hlm. 146 44
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.100 45
Ibid., hal. 63

45
Menurut Hadi wawancara adalah metode pengumpulan data dengan
jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan
berlandaskan kepada tujuan penyelidikan.46
Sementara Suharsimi menjelaskan bahwa: Interview yang sering juga
disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi
dari terwawancara (intervieer)".47
Dalam metode penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara
tak terstruktur atau bebas. Hal ini peneliti lakukan untuk mendapatkan
informasi yang lebih mendalam. Sehingga diharapkan akan mendapatkan
data yang rinci, sejujurnya, dan mendalam tentang penerapan metode
sorogan dalam meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Al-
Qur‟an Hadits siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I
Trenggalek.
3. Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto dokumentasi dari asal katanya dokumen,
yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode
dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
46
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan wawancara (Malang:
Banyumedia, 2004), hlm. 63 47
Suharsimi Arikunto, Penelitian…, 132

46
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat dan sebagainya.48
Pendapat lain mengatakan bahwa metode dokumentasi yaitu
mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang
sudah tersedia.49
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data
dengan menggunakan metode dokumentasi adalah pengumpulan data
dengan mencatat, menyalin, dan mendokumentasikan data yang sudah ada
sebagai hasil penelitian.
Dalam metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang:
(a) selayang padang/profil sekolah, (b) struktur kepengurusan, (c) daftar
keadaan siswa, (d) daftar keadaan guru, dan (e) kedaan sarana prasarana
yang dimiliki sekolah.
F. Indikator Kinerja
Sebagai tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan PTK, maka perlu
ditetapkan kriteria keberhasilan yang berkaitan dengan evaluasi hasil belajar
siswa. Adapun indikator keberhasilan yang berkaitan erat dengan evaluasi
pembelajaran (seberapa besar siswa telah menguasai suatu kompetensi), maka
dapat digunakan besarnya skor kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Adapun indikator kinerja yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan pelaksanaan pembelajaran ada dua kriteria, yakni (1) indikator
48
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…., hal. 158 49
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metodologi…, hal. 66

47
kualitatif berupa keantusiasan siswa mengikuti pembelajaran dan sikap
mereka terhadap strategi pembelajaran yang dikembangkan, dan (2) indikator
kuantitatif berupa besarnya skor ulangan yang diperoleh siswa dan selanjutnya
dibandingkan dengan batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran
Al-Qur‟an Hadits di Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek, besarnya
skor KKM adalah sebesar 78 artinya siswa dapat dikatakan lulus jika nilai
ulangan mereka di atas 78 dari alternatif penilaian yang ditentukan. Dengan
demikian siswa dikatakan tuntas belajar secara individual jika skor tes
minimal sebesar 78. Demikian sebaliknya siswa yang mencapai skor dibawah
rentang 78 dinyatakan belum tuntas mengikuti program pembelajaran. Tetapi
jika siswa yang berhasil secara individual masih dibawah 60%, maka model
pembelajaran yang dijalankan dapat dikatakan belum berhasil.
G. Tim Peneliti dan Tugasnya
Penelitian menggunakan kolaborasi. Peneliti bekolaborasi dengan guru
kelas IV Madrasah Ibtida‟iyah Munjungan I Trenggalek yang bertugas
sebagai guru mata pelajaran Al Qur‟an Hadist

48
DAFTAR RUJUKAN
Akhyak, Profil Pendidik Sukses, Surabaya: eK, 2005.
Amrullah, Fahmi, Ilmu Al-Qur’an untuk Pemula, Jakarta: CV Artha Rivera, 2002.
Anwar, Rosibon, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000).
chabibie, Hasan, “edukasi”, dalam
http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/12/sorogan/,
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
2002.
Dhofeir, Zamakhsari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai,
Jakarta: LP3ES, tt.
Djamarah, B, Syaiful & Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka
Cipta, 2010.
Djamarah, B, Syaiful, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional, 1994.
Daradjat, Zakiyah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
2004.
Halim, Abdul, et. all., Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta:
Ciputat Press, 2002.
Ismail, Strategi Pembelajaran: Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: RaSAIL
Media Group, 2008.
Khon, Majid, Abdul, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2010.
Lutfi, Ahmad, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama Repuplik Indonesia, 2009.
Mulyasa, E, Implementasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Teras, 2009.
Rosyadi, Khoirun, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

49
Six, “Metode Sorogan”, dalam http://sazmgl.blogspot.com/2010/12/metode-
sorogan.html
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2003.
Sumbulah, Umi, Ilmu Hadits, Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Sunarto, “Pengertian Presstasi Belajar” dalam
http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/,
Fata, Choirul, Cinta Al-Qur’an dan Hadits, Surabaya: PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2009
Mughni, abdul, et. All., Mengenal Al-Qur’an dan Hadits, Surabaya: PT Putratama
Bintang Timur, 2009
Yonosmagasolo, “Penerapan Metode Sorogan”, dalam
http://yonosmagasolo.blogspot.com/2012/02/penerapan-metode-sorogan-
pada-mata.html, .
Arikunto, et. all., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Moleong, J, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi-UII,
1983.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Bina
Aksara, 1989.
Supranto, J, Metode Ramalan Kuantitatif , Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabet, 2005.
Wiriaatmadja, Rochiati, Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
Tanzeh, Ahmad, Pengantar Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Teras, 2009.