proposal sekripsi

49
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalah belajar dan mengajar sejak dulu sampai dengan sekarang terus-menerus mendapatkan perhatian, baik di kalangan pakar ilmu pendidikan dan psikologi (yang melihat dari sisi pedagogis dan psikologis) maupun di kalangan praktisi pendidikan, seperti; guru, dosen, penilik, konselor dan para pengelola pendidikan. Menurut Suryo subrata dalam Akyak, peran dan tanggung jawab guru dalam pendidikan sangat berat. Apalagi dalam konteks pendidikan islam, semua aspek kependidikan dalam islam terkait dengan nilai-nilai (value bond), yang melihat guru bukan saja pada penguasaan material-pengetahuan, tetapi juga pada investasi nilai-niali moral dan spiritual yang diembanya untuk ditransformasikan kearah pembentukan kepribadian islam, guru dituntut bagaimana membimbing, melatih dan membiasakan anak didik berperilaku yang baik. 1 Sebagai seorang pendidik guru diharapkan mampu memberikan perubahan-perubahan yang positif kepada siswa, sehingga siswa akan 1 Akhyak, Profil Pendidik Sukses. (Surabaya: Elkaf, 2005), hal. 2

Upload: mukhtarsyafaat21

Post on 07-Jul-2015

328 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

Proposal Skripsi PTK

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal sekripsi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalah belajar dan mengajar sejak dulu sampai dengan sekarang

terus-menerus mendapatkan perhatian, baik di kalangan pakar ilmu

pendidikan dan psikologi (yang melihat dari sisi pedagogis dan psikologis)

maupun di kalangan praktisi pendidikan, seperti; guru, dosen, penilik,

konselor dan para pengelola pendidikan.

Menurut Suryo subrata dalam Akyak, peran dan tanggung jawab guru

dalam pendidikan sangat berat. Apalagi dalam konteks pendidikan islam,

semua aspek kependidikan dalam islam terkait dengan nilai-nilai (value

bond), yang melihat guru bukan saja pada penguasaan material-pengetahuan,

tetapi juga pada investasi nilai-niali moral dan spiritual yang diembanya untuk

ditransformasikan kearah pembentukan kepribadian islam, guru dituntut

bagaimana membimbing, melatih dan membiasakan anak didik berperilaku

yang baik.1

Sebagai seorang pendidik guru diharapkan mampu memberikan

perubahan-perubahan yang positif kepada siswa, sehingga siswa akan

1Akhyak, Profil Pendidik Sukses. (Surabaya: Elkaf, 2005), hal. 2

Page 2: Proposal sekripsi

2

semangat dalam belajar yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi hasil

belajarnya.

Pendidikan harus dapat membantu siswa untuk mengembangkan bakat

potensi, kreatifitas yang dimiliki siswa secara penuh menuju pembentukan

manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan perlu adanya

upaya-upaya dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti peningkatan

interaktsi timbal balik antar siswa dan guru. Umpan balik perilaku guru dapat

diwujudkan dalam bentuk membantu setiap anak yang mengalami kesulitan

belajar secara individual dengan cara memberikan pujian, kritikan dan arahan

serta tanggapan terhadap hasil pekerjaan siswa selama proses belajar

mengajar.

Salah satu cara guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah

dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi

pembelajaran. Dalam hal kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Al-Qur‟an

Hadits pada Madrasah Ibtidaiyah adalah dengan menggunakan metode

sorogan. Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa) yang berarti

menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau

pembantunya (badal, asisten kiyai).2 Sistem ini biasanya diberikan dalam

pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Al Qur‟an

2 Zamakhsari Dhofeir, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. (Jakarta:

LP3ES, tt), hal. 29

Page 3: Proposal sekripsi

3

dan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran,

kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari santri. Santri seharusnya sudah

paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di

pesantren.3

Metode sorogan merupakan pembelajaran yang bertumpul pada individu

atau di istilahkan dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dengan

metode ini, siswa dituntut untuk dapat mencapai hasil belajar tertentu dengan

bimbingan dan arahan dari guru secara individu. Metode ini sangat cocok

untuk mendidik siswa pada pendidikan dasar (SD/MI), namun penerapan

metode ini membutuhkan kesabaran dan ketelatenan dari guru dalam

membimbing proses belajar siswa.

Dari beberapa hasil wawancara di MI Munjungan I Trenggalek Pada

siswa kelas IV mata pelajaran Al-Qur‟an Hadist ditemukan bahwa prestasi

belajar siswa tidak sesuai dengan KKM yang telah disepakati bersama.

Peneliti menyimpulkan bahwa dari 24 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki

dan 15 siswa perempuan hanya ada 8 siswa yang berhasil mencapai KKM,

sedangkan 16 siswa masih belum tuntas. Maka pendidik menyatakan bahwa

prestasi belajar membaca dan menghafal QS. Al-„Adiyat di kelas IV tersebut

tergolong rendah.

3 Ibid., hal. 28

Page 4: Proposal sekripsi

4

Sehubungan dengan ini peneliti memandang bahwa begitu pentingnya

belajar agama terutama sebagai generasi penerus umat Islam harus mampu

memahami dan mempelajari kitab sucinya yaitu Al-Qur‟an, sehingga tidak

akan dilupakan di masa mendatang. Untuk itu, peneliti mengambil judul

“Peningkatan Prestasi Membaca Dan Menghafal QS. Al ‘Adiyat Melalui

Metode Sorogan Pelajaran Al-qur’an Hadist Siswa Kelas IV MI Munjungan I

Trenggalek”

B. Rumusan Masalah

Dari paparan dalam latar belakang masalah di atas, maka Rumusan

Masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penerapan metode sorogan untuk meningkatkan prestasi

belajar Al-Qur‟an Hadits materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat

siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek?

2. Bagaimana peningkatan prestasi belajar Al-Qur‟an Hadits materi

membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa kelas IV Madrasah

Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek setelah diterapkannya metode

sorogan?

C. Tindakan Yang Dipilih

Dari uraian diatas, maka penulis mempunyai dugaan yang nantinya perlu

dibuktikan, yaitu:

Page 5: Proposal sekripsi

5

1. Dengan penerapan metode sorogan dapat meningkatkan prestasi belajar

Al-Qur‟an Hadits materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa

kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek

2. Dengan penerapan metode sorogan dapat meningkatkan kefasihan dan

kelancaran belajar Al-Qur‟an Hadits materi membaca dan menghafal QS.

Al „Adiyat siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan metode sorogan dalam meningkatan

prestasi belajar pada mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits materi membaca

dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah

Munjungan I Trenggalek

2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar mata pelajaran Al-Qur‟an

Hadits materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat siswa kelas IV

Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek

E. Lingkup Penelitian

Dilakukanya penelitian ini untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar

Al Qur‟an Hadist materi membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat. Tindakan

penelitian yang digunakan adalah metode sorogan. Subjek penelitianya adalah

siswa kelas IV MI Munjungan I Trenggalek.

Page 6: Proposal sekripsi

6

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian secara teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah ilmu

pengetahuan dan juga bisa menjadi referensi bagi kalangan akademis

dan non-akademis khususnya yang bergerak pada bidang Pendidikan

Guru Madrasah Ibtidaiyah.

b. Sebagai bahan bacaan atau pertimbangan bagi penulis khususnya dan

dunia pendidikan pada umumnya, dalam rangka meningkatkan

prestasi belajar pada mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits dengan

menggunakan metode sorogan.

2. Manfaat penelitian secara praktis

a. Bagi peneliti

1) Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

melaksanakan penelitian.

2) Untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S. PdI)

b. Bagi siswa

Untuk meningkatkan prestasi belajar Al Qur‟an Hadist materi

membaca dan menghafal QS. Al „Adiyat

c. Bagi guru

Untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas pembelajaran

dan dapat menjadi inspirasi dalam meningkatkan prestasi siswa

Page 7: Proposal sekripsi

7

d. Bagi Kepala Sekolah

Untuk dijadikan acuan agar dapat lebih memperhatikan

kelangsungan kegiatan proses belajar mengajar dengan metode

sorogan dalam meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Al-

Qur‟an Hadits, khususnya yang berkaitan dengan fungsi Kepala

Sekolah sebagai evaluator, sehingga dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa dengan optimal.

Page 8: Proposal sekripsi

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Metode Sorogan

1. Pengertian Metode

Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa

yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha”

yang berarti melalui atau melewati, dan “hodos” yang berarti jalan atau cara.

Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu

tujuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metode adalah “cara kerja yang

bersistim untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna untuk mencapai apa

yang telah ditentukan. Dengan kata lain metode adalah suatu cara yang

sistematis untuk mencapai tujuan tertentu.”4

Sedangkan metode dalam pengertian istilah telah banyak dikemukakan

oleh pakar dalam dunia pendidikan sebagaimana berikut ini:

a. Prof. Mohd. Athiyah al-Abrasy mengartikan, metode ialah jalan yang

kita ikuti dengan memberi faham kepada murid-murid segala macam

pembelajaran, dalam segala mata pelajaran. Ia adalah rencana yang kita

buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas dan kita terapkan

dalam kelas itu sesudah kita memasukinya.

4Ismail, Strategi Pembelajaran Agama…, hal. 7-8

8

Page 9: Proposal sekripsi

9

b. Prof. Mohd. Abd. Rokhim Ghunaimah mengartikan metode sebagai

cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-

maksud pengajaran.

c. Prof. Ali al- Jumbalaty dan abu al-Fath Attawanisy mengartikan metode

sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru yang menyampaikan maklumat

ke otak murid-murid.5

Menurut buku “Srategi Pembelajaran Agama Islam” diterangkan bahwa

metode adalah pelaksanaan cara mengajar atau guru menyampaikan bahan

pelajaran kepada murid. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan

tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar yang dirumuskan

dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.6

Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode

merupakan suatu cara atau alat untuk mencapai tujuan, selain itu metode

adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai dan serasi untuk

menyajikan suatu hal sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang

efektif dan efisien sesuai yang diharapkan.7

2. Pengertian Sorogan

Sorogan berasal dari bahasa Jawa sorog yang berarti menyodorkan.

Secara istilah, menerangkan bahwa metode ini disebut sorogan karena

5 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 209

6 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), hal. 46 7 Ismail, Strategi Pembelajaran Agama hal. 8

Page 10: Proposal sekripsi

10

santri/peserta didik menghadap guru atau ustadz pengajarnya seorang demi

seorang dan menyodorkan kitab untuk dibaca atau dikaji bersama dengan guru

atau ustadz tersebut.

Departemen Agama mendefinisikan metode sorogan merupakan

kegiatan pembelajaran bagi para santri yang lebih menitik beratkan pada

pengembangan kemampuan perseorangan (individual), di bawah bimbingan

seorang guru atau ustadz. Sorogan adalah metode pengajaran dimana

ditekankan murid harus lebih aktif, yaitu murid menghadap kepada guru ‟satu

persatu‟ dengan membaca kitab / buku yang telah ditentukan. Bila ada bacaan

yang salah atau pemaknaan dan pemahaman yang salah guru

membetulkannya. Sehingga bisa dipastikan seorang murid akan sangat paham

betul akan materi yang dia pelajari.8

Jadi metode sorogan adalah metode pengajaran dimana ditekankan siswa

harus lebih aktif yaitu murid menghadap kepada guru ”satu persatu” dengan

membaca kitab/buku yang telah ditentukan. Bila ada bacaan yang salah atau

pemaknaan dan pemahaman yang salah guru membetulkannya. Sehingga bisa

dipastikan seorang murid akan sangat paham betul akan materi yang dia

pelajari.

3. Tujuan metode sorogan

Tujuan metode sorogan adalah sebagai sarana memberikan

stimulus/rangsangan terhadap keaktifan siswa di dalam mengeksplorasikan

8 Hasan chabibie, “edukasi” dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/12/sorogan/,

Page 11: Proposal sekripsi

11

berbagai pengetahuan terhadap materi yang sebelumnya mereka kaji baik

secara individu maupun kelompok, mengembangkan karakter mandiri, terjadi

hubungan yang erat dan harmonis antara guru dengan murid, memungkinkan

bagi seorang guru untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara

maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai materi, murid

mendapatkan penjelasan yang pasti tanpa harus mereka-reka tentang

interpretasi suatu buku/ kitab karena berhadapan dengan guru secara

langsung, guru dapat mengetahui seacara pasti kualitas yang telah dicapai

muridnya. .9

4. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Sorogan

Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari.

Guru menyuruh siswa untuk belajar materi yang telah disampaikan secara

individu dengan kompetensi dan indikator yang telah disampaikan.

Selesai belajar materi yang telah disampaikan secara individu seorang

siswa yang mendapat giliran menyodorkan buku/kitabnya menghadap

langsung secara tatap muka kepada guru atau ustadz, buku/kitab yang

menjadi media sorogan diletakan di atas meja atau bangku kecil yang ada

di antara mereka berdua.

guru atau ustadz meminta siswa tersebut membacakan atau menjelaskan

dalam buku/kitab yang dipelajari, siswa dengan tekun membacakan atau

9 Six, “Metode Sorogan”, dalam http://sazmgl.blogspot.com/2010/12/metode-sorogan.html

Page 12: Proposal sekripsi

12

menjelaskan apa yang di pelajari atau yang telah disampaikan guru atau

ustadz sesuai dengan pembelajaran.

guru atau ustadz melakukan monitoring dan koreksi seperlunya kesalahan

atau kekurangan atas bacaan atau materi yang telah di sampaikan kepada

santri, guru meluruskan kesalah pemahaman pada siswa, santri terkadang

juga melakukan catatan-catatan seperlunya.

5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan

a. Kelebihan metode sorogan adalah individu diajar langsung sehingga dapat

diketahui secara pasti kemampuannya dan jika ada kesulitan dapat segera

ditangani.

b. Kelemahan metode sorogan adalah membutuhkan pengelolaan yang

intensif dengan system pemantauan siswa yang sistematis. Membutuhkan

kesabaran, ketelatenan, kedisiplinan baik guru maupun siswanya. Materi

tidak dapat ditentukan bersama tingkat pencapaian ketuntasan

belajarnya.10

B. Al-Qur’an dan Hadits

1. Pengertian Al-qur’an

Kata Al-Qur‟an menurut bahasa merupakan kata benda bentukan dari

kata kerja qara’a yang maknanya sinonim dengan kata qira’ah yang berarti

“bacaa”, sebagaimana kata ini digunakan dalam ayat 17-18 surat Al-Qiyamah:

10 yonosmagasolo, “Penerapan Metode Sorogan” dalam

http://yonosmagasolo.blogspot.com/2012/02/penerapan-metode-sorogan-pada-mata.html

Page 13: Proposal sekripsi

13

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkanya (di

dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai

membacanya maka ikutilah bacaa nya itu.”

Sebagaimana yang dikemukakan oleh syekh Ali Ash-Shabuni, “Al-

Qur‟an adalah kalam Allah yang menjadi mukjizat, diturunkan kepada Nabi

dan Rasul terakhir dengan perantara Malaikat jibril, tertulis dalam mushaf

yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan

ibadah, yang dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-

Nas”11

Sedangkan menurut istilah banyak berbagai pakar agama yang

mendefinisikan Al-Qur‟an diantaranya;

a. Menurut istilah ahli agama (ulama) ialah:

“Kalamullah yang diturunkan Allah swt. Kepada Nabi Muhammad

saw, disampaikan secara mutawatir, bernilai islam bagi umat muslimin

yang membacanya, dan ditulis dalam mushaf.12

b. Ada juga yang mendefinisikan Al-Qur‟an secara terperinci seperti yang

dikemukakan oleh Abu Shahbah:13

11

Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits…,hal. 35 12

Fahmi Amrullah, Ilmu Al-Qur’an untuk Pemula. (Jakarta: CV Artha Rivera, 2002), hal. 1

Page 14: Proposal sekripsi

14

صلي اهلل عليو وسلم بلفظو ومعناه ىو كتاب اللو عز وجل المن زل علي خات أنبيائو ممد

قول بالتوا تر المفيد للقطع واليقي المكت وب ف المصاحف من أول سورة ال فاتة ال المن

اخر سورة الناس

“Al-Qur‟an adalah kitab Allah yang diturunkan – baik lafad maupun

maknanya – kepada nabi terakhir Muhammad SAW, diriwayatkan secara

mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan ( kesesuaiannya

dengan apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad ), serta ditulis pada

mushaf, mulai dari awal surat al-fatihah (1) sampai akhir surat an-nas

(114).”

2. Pengertian Hadits

Terdapat perbedaan pendapat para ulama dalam memberikan definisi

hadits dan sunnah.14

Secara harfiah hadits berarti, “komunikasi”, “kisah” (baik

masa lampau ataupun kontemporer), “percakapan” (baik yang bersifat

keagamaan ataupun umum). Secara istilah, hadits menurut ulama ahli hadits

berarti “segala sesuatu yang disadarkan kepada nabi Muhammad SAW baik

yang berupa ucapaan, perbuatan, takrir, (sesuatu yang dibiarkan,

dipersilahkan, disetujui secara diam-diam), sifat-sifat dan perilaku Nabi

SAW”. Sementara itu, menurut para ahli usul fiqih. Hadist adalah “ Segala

13

Rosibon Anwar, Ulumul Qur’an. (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 32 14

Umi Sumbulah, Ilmu Hadits. (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 5

Page 15: Proposal sekripsi

15

sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik yang berupa

ucapan, perbuatan atau takrir yang patut menjadi dalil hukum syara”. 15

Istilah lain yang dianggap sinonim dan biasa dipakai adalah khabar, atsar,

dan sunnah.

a. Sunnah menurut banyak bahasa artinya suatu perjalana yang diikuti. Baik

dinilai perjalanan baik atau buruk.16

b. Khabar menurut bahasa diartikan “berita”. dari segi istilah khabar identik

dengan hadits, yaitu segala sesuatu yang disadarkan kepada Nabi( baik

secara marfu‟, mawquf dan maqthu) baik berupa perkataan perbuatan,

persetujuan, dan sifat.

c. Atsar dari segi bahasa diartikan peninggalan atau bekas sesuatu,

maksudnya peninggalan atau bekas nabi karena hadits itu peninggalan

beliau. Atau di artikan yang di pindahkan dari Nabi. 17

Sebagian ulama berpendapat bahwa khabar dan atsar merupakan istilah

yang lebih khusus dinisabkan kepada ucapan, perbuatan, dan takrir yang

disandarkan kepada sahabat Nabi SAW atau tabi‟in. Dalam perkembanganya,

para ulama ahli hadits maupun usul fiqih menganggap sunnah sinonim dengan

15

Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 35 16

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits. (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 5 17

Ibid,. hal. 9

Page 16: Proposal sekripsi

16

hadits. Oleh karena itu sebagian besar buku yang mencantumkan kata

“sunnah”, maka yang dimaksud adalah hadits. 18

C. Pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI

Al-Qur‟an adalah sumber utama ajaran islam dan pedoman hidup bagi

setiap muslim. Al-Qur‟an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan

manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan

sesamanya ( bablum min allah wa bablum min an-nas), serta manusia dengan

alam sekitarnya.19

Nilai penting ini bertujuan untuk memberikan pemahaman agar siswa

sejak dini belajar untuk beriman dan bertakwa kepada allah swt, belajar untuk

memahami dan menghayati Al-Qur‟an dan hadist, menumbuh kembangkan

kemampuan siswa dalam membaca dan menulis Al-Qur‟an dan hadits. Belajar

untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif apa yang terkandung

dalam Al-Qur‟an dan hadits. Dan belajar untuk hidup bersama dan berguna

untuk orang lain sesuai tuntutan Al-Qur‟an dan hadits. 20

18

Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 35 19

Abdul Halim, et. all., Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. (Jakarta: Ciputat

Press, 2002), hal. 3 20

Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 36

Page 17: Proposal sekripsi

17

1. Karakteristik Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI

Kemampuan-kemampuan dalam standar kompetensi lulusan mata

pelajaran Al-qur‟an dan Hadits yang harus dicapai peserta didik di tingkat

Madrasah Ibtidaiyah, yaitu:

a) Membaca, menghafal, menulis dan memahami, surat-surat pendek dalam

Al-Qur‟an, yakni QS. Al „Adiyat

Kemampuan tersebut meliputi: melafalkan, membaca, menulis,

menghafal, mengartikan, memahami, dan mengamalkan. Yakni dengan

maksud agar peserta didik memiliki kemampuan:

a) Memahami cara melafalkan huruf-huruf hijaiyah dan tanda bacanya.

b) Menyusun kata-kata dengan huruf-huruf hijaiyah baik secara terpisah

maupun bersanbung.

c) Memahami cara melafalkan dan memghafal surat-surat tertentu dalam juz‟

Amma.

d) Memahami arti surat tertentu dalam juz‟ Amma.

e) Menerapkan kaidah-kaidah ilmu tajwid dalam bacaan al-qur‟an.

Upaya memperkenalkan Al Qur‟an dan hadits sejak dini menjadi hal

yang sangat penting. Pembelajaran Al Qur‟an dan Hadits diarahkan untuk

menumbuh kembangkan pengetahuan peserta didik terhadap al-qur‟an dan

hadits, sehingga memperooleh pengetahuan mengenai keduanya dengan baik

dan benar. Mata pelajaran Al Qur‟an dan Hadits di madrasah ibtidaiyah adalah

salah satu mata pelajaran PAI yang menekankan pada kemampuan membaca

Page 18: Proposal sekripsi

18

dan menullis Al-Qur‟an dan hadits dengan benar, serta hafalan terhadap surat-

surat pendek dalam Al-Qur‟an, pengenalan arti atau makna secara sederhana

dari surat-surat pendek tersebut dan Hadits-hadits tentang akhlak terpuji untuk

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan dan pembiasaan.

Dengan standar kompetensi mata pelajaran Al-Qur‟an Hadist ini diharapkan:

a) Peserta didik dapat mengembangkan potensi sesuai dengan kemampuan,

kebutuhan dan minatnya, serta dapat menumbuhkan keimanan dan

ketakwaan kepada Allah SWT, penguasaan keterampilan hidup,

penguasaan kemampuan akademik, dan pengembangan kepribadaian yang

paripurna.

b) Guru dapat mengembangkan kompetensi pelajaran Al-Qur‟an Hadits

peserta diidik dengan menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran dan

sumber belajar.

c) Guru dapat menentukan bahan ajar Al-Qur‟an dan Hadits sesuai dengan

kondisi lingkungan sekolah dari peserta didik.

d) Orang tua dan masyarakat dapat secara akif terlibat dalam pelaksanaan

program pembelajaran Al-Qur‟an dan Hadits.

e) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang Al-Qur‟an dan

Hadits sesuai dengan keadaan keadaan peserta didik dan mengoptimalkan

sumber belajar yang tersedian. 21

21

Ibid., hal. 20

Page 19: Proposal sekripsi

19

2. Tujuan dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits

Mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits pada Madrasah Ibtidaiyah bertujuan:

a) Memberikan kemampuan dasar kepada kepada peserta didik dalam

membaca, menulis, membiasakan, dan menggemari membaca Al-Qur‟an

dan Hadits.

b) Memberikan pengertiaan, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-

ayat Al-Qur‟an Hadits melalui keteladanan dan pembiasaan.

c) Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman

pada isi kandungan ayat Al-Qur‟an dan Hadits.

Ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di Madrasah

Ibtidaiyah meliputi:

a) Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur‟an yang benar sesuai

dengan kaidah ilmu tajwid.

b) Hafalan surat-surat pendek dalam Al-Qur‟an, dan pemahaman sederhana

tentang arti dan makna kandungan serta pengamalanya melaui keteladanan

dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Sumber Belajar Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI

Sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan

wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik

secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta

didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.

Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran adalah buku mengenal

Page 20: Proposal sekripsi

20

Al-Qur‟an dan Hadits, Cinta Al-Qur‟an dan Hadits, dan buku Al-Qur‟an

Hadits yang relevan. Selain itu lingkungan salah satu sumber yang sangat

penting dan memilikli nilai-nilai yang sangat berharga dalam proses

pembelajaran peserta didik. Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai

sumber belajar, yang terdiri dari: pertama, lingkungan sosial dan kedua,

lingkungan fisik (alam).

1. Lingkungan sosial dapat di digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu

sosial dan kemanusiaan. Dalam Al-Qur‟an Hadits lingkungan sosial

menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran. Misalnya dalam

mewujudkan kandungan yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits, seperti

bagaimana berperilaku terhadap orang miskin, menekankan rasa

persaudaraan dan sebagainya.

2. Sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang

gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan

cinta alam dan partisipasi dalam memelihara dan melestarikan alam.

Kondisi ini pun sangat sesuai dengan penanaman dan ajaran yang

terkandung dalam Al-Qur‟an dan Hadits, seperti bagaimana siswa

diajarkan untuk menjaga kebersihan. Dalam prakteknya, pembelajaran Al-

Qur‟an Hadits dengan teknik karya wisata, misalnya, guru dapat

Page 21: Proposal sekripsi

21

memperkenalkan lingkungan sekitar yang dapat menumbuh kembangkan

siswa terhadap kandungan Al-Qur‟an dan Hadits. 22

5. Pendekatan Pembelajaran Al-Qur’an Hadits di MI

Dalam pembelajaran Al-Qur‟an Hadits pendekatan-pendekatan yang dapat

digunakan adalah:

a) Pendekatan tujuan.

Pendekatan ini digunakan karena didasari oleh pemikiran bahwa setiap

kegiatan belajar mengajar, yang harus diterapkan terlebih dahulu adalah

tujuan yang hendak dicapai. Dengan mempertimbangkan tujuan

pembelajaran Al-Qur‟an Hadits sebagaimana yang telah diuraikan di atas,

maka kemudian dapat ditentukan metode dan teknik pengajaran yang akan

di terapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

b) Pendekatan struktural.

Pendekatan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa Al-Qur‟an Hadits

dinarasikan dalam bahasa arab, yang memiliki kaidah, norma, dan

aturanya sendiri, khususnya dalam membaca dan menulisnya. 23

Sedangkan departemen agama (2004) menyajikan beberapa

pendekatan yang dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran Al-Qur‟an

hadits, yaitu:

22

Ibid., hal. 70 23

Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 61

Page 22: Proposal sekripsi

22

1. Pendekatan keimanan spiritual.

Proses pembelajaran yang dikembangkan dengan menekankan pada

pengolahan rasa dan kemampuan beriman melaui pengembangan spiritual

dalam menerima, menghayati, menyadari dalam mengamalkan nilai

ajaran-ajaran islam,

2. Pendekatan pengamalan.

Menekankan aktivitas peserta didik untuk menemukan dan memaknai

pengalamanya sendiri dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama islam,

terutama yang tertuang dalam Al-Qur‟an dan Hadits, dalam kehiduupan

sehari-hari.

3. Pendekatan pembiasaan.

Dikembangkan dengan memberikan peran terhadap lingkungan belajar,

baik disekolah maupun diluar sekolah, dalam membangun sikap mental

dan membagun masyarakat yang sesuai dengan Al-Qur‟an dan Hadits.

4. Pendekatan rasional.

Proses pembelajaran dengan menekankan fungsi rasio (akal) peserta didik

dengan tingkat perkembangan kecerdasan intelektualnya dalam

memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-

Qur‟an dan Hadits dalam kehidupan sehari-hari.

5. Pendekatan emosional.

Page 23: Proposal sekripsi

23

Proses pembelajaran yang dikembangkan dengan menekankan kecerdasan

emosional peserta didik dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai

yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Hadits.

6. Pendekatan fungsional.

Menekankan untuk memberikan peran terhadap kemampuuan peserta

didik dalam menggali, menemukan, dan menunjukan nilai-nilai fungsi

tuntunan dan ajaran sebagaimna yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan

Hadits.

7. Pendekatan keteladanan.

Proses pembelajaran yang dikembangkan dengan memberikan peranan

agar personal sebagai contoh nyata, tujuan agar peserta didik dapat secara

langsung melihat, merasakan, menyadari, menerima, kemudian

mempraktekanya sendiri.24

C. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi

Prestasi menurut Depdiknas adalah hasil yang telah dicapai dari suatu

usaha yang telah dilakukan atau dikerjakan. Sedangkan menurut Syaiful Bahri

Djamarah, prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.25

Prestasi belajar adalah

hasil yang dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar sehingga ada

24

Ibid., hal. 63-64 25

Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi…, hal. 19

Page 24: Proposal sekripsi

24

perubahan–perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dari

sikap siswa.

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan

kegiatan. Gagne menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima

aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap

dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto bahwa hasil

belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.26

Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai

pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam

penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses

pembelajaran.

Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan,

karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan

yang harus dihadapi. Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui

sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai

prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel bahwa Proses belajar

yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang

pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan.

Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan

oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh

26

Sunarto, “Pengertian Presstasi Belajar” dalam

http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/ ,

Page 25: Proposal sekripsi

25

guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan

yang telah dicapainya dalam belajar.

Menurut Poerwodarminto dalam Syaiful Bahri Djamarah yang dimaksud

dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, (dilakukan, dikerjakan dan

sebagainya). Sedangkan menurut Mas‟ud Khasan Abdul Qohar, Prestasi

adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang

menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.27

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi

belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa

suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka

waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan

yang disebut rapor.

2. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam iteraksi dengan

lingkunganya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah

laku. Dari pendapat ini kata “perubahan” berarti bahwa seseorang yang telah

mengalami belajar akan berubah tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuan,

27

Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi…, hal. 20-21

Page 26: Proposal sekripsi

26

keterampilan, maupun dalam sikapnya, karena hal ini merupakan interaksi diri

mereka sendiri dengan lingkungannya.

Belajar mengandung pengertian suatu aktivitas yang dilakukan secara

sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.28

Orang yang belajar makin lama makin dapat mengerti akan hubungan–

hubungan dan perbedaan bahan–bahan yang dipelajari, dan setingkat dapat

membuat suatu bentuk yang mula–mula belum ada, atau memperbaiki

bentuk–bentuk yang telah ada.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa belajar merupakan

proses perubahan tingkah laku seseorang yang dilakukan secara sadar yang

dari semula seorang tersebut tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi

bisa dan dari tidak mengerti menjadi mengerti serta memahami dengan baik.

Perubahan itu nantinya akan mempengaruhi pola fikir individu dalam berbuat

dan bertindak. Perubahan itu sebagai hasil dan pengalaman individu dalam

belajar.29

Dengan demikian, dapat difahami bahwa prestasi belajar adalah penilaian

pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di

sekolah yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan/ keterampilan yang

dinyatakan sesudah hasil penilaian.30

3. Prestasi Belajar Sebagai Penilaian

28

Ibid., hal. 21 29

Ibid., hal. 22 30

Ibid., hal. 24

Page 27: Proposal sekripsi

27

Pada pengertian diatas sudah dijelaskan bahwa prestasi belajar adalah

hasil yg dinyatakan sesudah hasil penilaian. Ini berarti prestasi belajar tidak

akan bisa diketahui tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktiftas belajar siswa.

Fungsi prestasi belajar siswa bukan hanya untuk mengetahui sejauh mana

kemajuan siswa setelah menyelesaikan aktifitas, tetapi yang lebih penting

adalah sebagai alat untuk meningkatkan siswa agar lebih giat belajarnya, baik

secara individu maupun kelompok. Dalam pembahasan ini akan dibicarakan

mengenai prestasi belajar sebagai hasil penilaian. Prestasi belajar adalah

penilaian, sedangkan penilaian sebagai aktifitas dalam menentukan tinggi

rendahnya prestasi belajar itu sendiri. Dalam penilaian mau tidak mau

pembicaraan harus membahas evaluasi. Evaluasi menurut Wayan Nurkancana

dalam Muhammad Zaini, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses

untuk menetukan nilai segala sesuatu. 31

Jadi untuk penilain hasil pretasi

belajar guru harus tepat dalam menyusun strategi evaluasi agar hasil penilaian

tidak biasa, yang pada gilirannya informasi yang didapatkan tentang

peningkatkan aktifitas (prestasi belajar) muridnya akurat.

Untuk mengetahui prestasi belajar siswa perlu diadakan evaluasi sebagai

pengukur prestasi. Pertama untuk evalusi yang tepat untuk dipakai menilai

keberhasilan proses pembelajaran materi membaca Al-Qur‟an dan Hadits

adalah dengan teknik unjuk kerja dan menggunakan daftar penilaian sebagai

31

Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum. (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 142

Page 28: Proposal sekripsi

28

istrumenya untuk mengetahuai seberapa lancar dan bagus pembacaan siswa

terhadap Al-Qur‟an dan Hadits.

Kedua bentuk evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang

tepat untuk materi Al-Qur‟an dan Hadits adalah tes Obyektif dan Subyektif

dengan teknik lisan/ tulis. Tes ini akan dipakai untuk mengukur kemampuan

siswa dalam membaca Al-Qur‟an dan Hadits.32

4. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hasil interaksi sebagai faktor. Baik internal

maupun eksternal.33

Untuk memahami tentang prestasi belajar perlu didalami

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

a. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri,

adapun yang dapat digolongkan dalam faktor intern yaitu:

1) Kecerdasan / intelegensi

Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini

sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi. Ada kalanya

perkembangan ini ditandai oleh kemajuan–kemajuan yang berbeda antara

satu anak dengan anak lainnya, sehingga seorang anak pada usia tertentu

sudah memiliki tingkat kecerdasan yan lebih tinggi dibanding dengan

32

Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist…, hal. 126 33

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 190

Page 29: Proposal sekripsi

29

kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi

merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar

mengajar.

Menurut Kartono, kecerdasan merupakan “salah satu aspek yang

penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau

seorang murid mempunyai tingkat normal atau diatas normal maka secara

potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi”.

Slameto mengatakan bahwa “ tingkat intelegensi yang tinggi akan

lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah “.

Sedangkan Muhibbin berpendapat bahwa intelegensi adalah “ semakin

tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar

peluangnya untuk maraih sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan

intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih

sukses “.

Dari pendapat diatas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau

kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang

anak dalam usaha belajar.

2) Bakat

Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang

sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Ngalim purwanto, bahwa “ bakat dalam hal ini lebih

Page 30: Proposal sekripsi

30

dekat pengertiannya dengan kata abtitude yang berarti kecakapan, yaitu

mengenai kesanggupan – kesanggupan tertentu”.

Kartono menyatakan bahwa “ bakat adalah potensi atau kemampuan

kalau diberikan kesempatan untuk dikembankan melalui belajar akan

menjadi kecakapan yang nyata”. Menurut syah Muhibbin “bakat diartikan

sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak

bergantung pada upaya pendidikan dan latihan“.

Dari pendapat diatas jelas bahwa tmbuhnya keahlian tertentu pada

seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. Sehubungan

dengan bakat ini dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar

pada bidang–bidang studi tertentu. Pada proses belajar terutama belajar

ketrampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil

prestasi yang baik.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan

beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus

menerus yang disertai dengan rasa sayang.

Menurut Winkel minat adalah “ kecenderungan yang menetap dalam

subyek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa

senang untuk berkecimpung dalam hal itu “. Selanjutnya Slameto

mengemukakan bahwa minat adalah “kecenderungan yang tetap untuk

memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati

Page 31: Proposal sekripsi

31

seseorang diperhatikan terus yang disertai rasa sayang“. Kemudian

Sardiman mengemukakan minat adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila

seseorang melihat ciri–ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan

dengan keinginan–keinginan atau kebutuhan–kebutuhannya sendiri“.

Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar

pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang

menarik minat siswa lebih mudah di pelajari dan disimpan karena minat

menambah kegiatan belajar. Minat belajar yang telah dimiliki siswa

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya.

Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal

maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang

diinginkannya dapat tercapai.

4) Motivasi

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut

merupakan keadaan yang mendorong kedaan siswa untuk melakukan

belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara

mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan

belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika mempunyai

motivasi untuk belajar.

Nasution mengataakan motivasi belajar adalah “segala daya yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan Sardiman

Page 32: Proposal sekripsi

32

mengatakan bahawa “motivasi adalah menggerakkan siswa untuk

melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu”.

Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan

segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa terhadap

sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul

inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran, sehingga mereka

dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar

secara aktif.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor–faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar yang sifatnya di luar diri siswa. Menurut Slameto faktor ekstern yang

dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan keluarga, keadan sekolah dan

lingkungan masyarakat”.

1) Keadaan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat

seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelakan oleh

Slameto bahwa “Keluarga dalah lembaga pendidikan pertama dan utama“.

Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat

menentukan dalam dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara

dan dunia. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam

kebehasilan seseorang dalam belajar. Dalam hal ini Hasbulloh mengatakan:

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam

Page 33: Proposal sekripsi

33

keluarga inilah anak pertama–tama mendapatkan pendidikan dan

bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluaraga bagi pendidikan anak

adalah sebagai peletak dasar bagi pendidkan akhlak dan pandangan hidup

keagamaan.

Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan

dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidika

selanjutnya. Peralihan pendidikan informal ke lembaga formal memerlukan

kerja sama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam

usaha meningkatkan hasil belajar anak.

2) Keadaan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat

penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu

lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih

giat. Keadaan sekolayh ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan

guru dengan siswa, alat – alat pelajaran dan kurikulum. Jika hubungan guru

dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil–hasil belajarnya.

Menurut Kartono “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran

yang akan di ajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam

mengajar“. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan

pelajaran yang disajikan dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.

3) Lingkungan Masyarakat

Page 34: Proposal sekripsi

34

Disamping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor

yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses

pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar

pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan

sehari–hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana

anak itu berada.

Dalam hal ini Kartono berpendapat: lingkungan masyarakat dapat

menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak–anak yang sebayanya.

Apabila anak–anak yang sebaya merupakan anak–anak yang rajin belajar,

maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila

anak–anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak–anak yang berkeliaran

maka anakpun dapat terpengaruh pula.

Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk

kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari–hari seorang anak akan

selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan–kebiasaan lingkungannya.

Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu

lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal

tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut

belajar sebagaimana temannya. 34

34

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2004), hal. 54-60

Page 35: Proposal sekripsi

35

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas “merupakan suatu

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan”35

Rancangan

penelitian tindakan kelas dipilih karena masalah yang akan dipecahkan berasal

dari praktek pembelajaran di kelas sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas

pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Bodgan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Moleong, mendefinisikan

metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati.36

Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang akan menghasilkan

kesimpulan berupa data yang menggambarkan secara rinci, bukan

menghasilkan data yang berupa angka-angka.

35

Arikunto, Suharjono, dan Supardi, Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara,

2008) hal. 3 36

Lexy J. Moleong,. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2006), hal. 4

35

Page 36: Proposal sekripsi

36

Sejalan dengan definisi tersebut di atas, Kirk dan Miller dalam

Moleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari

pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam

peristilahannya.37

Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa penelitian

kualitatif adalah jenis penelitian yang mengandalkan pengamatan, wawancara

dan dokumentasi pada obyek penelitian sehingga dihasilkan data yang

menggambarkan secara rinci dan lengkap tentang obyek penelitian.

Adapun pola penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pola

deskriptif. Pola ini berarti penelitian yang “hanya akan melukiskan keadaan

obyek atau persoalannya dan tidak dimaksudkan untuk mengambil/menarik

kesimpulan yang berlaku umum”.38

Menurut teori penelitian, pola deskriptif

itu ada dua sifat, yaitu bersifat eksploratif dan bersifat developmental, namun

dalam penelitian ini menggunakan pola deskriptif eksploratif yaitu, “bertujuan

untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena”,39

sehingga dapat

disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan pola deskriptif eksploratif,

yakni pola penelitian yang menggambarkan secara rinci atau lengkap tentang

keadaan atau status fenomena obyek penelitian dan tidak mencari kesimpulan

37

Ibid., hal. 4 38

Marzuki, Metodologi Riset. (Yogyakarta : Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi-UII, 1983),

hal. 47 39

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. (Jakarta: Bina Aksara,

1989), hal. 195

Page 37: Proposal sekripsi

37

yang berlaku secara umum. Adapun kesimpulan yang diambil merupakan

gambaran yang terjadi pada obyek penelitian.

Model yang digunakan adalah model Kurt Lewin. PTK pertama kali

diperkenalkan oleh Kurt Lewin dalam Aqib (2007:21) yang menyatakan

bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat langkah pokok, yaitu perencanaan

(planning), aksi atau tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi

(refecting).

Secara keseluruhan, empat tahapan tersebut membentuk suatu siklus

PTK. Untuk mengatasi suatu masalah, mungkin diperlukan lebih dari satu

siklus. Siklus-siklus tersebut saling terkait dan berkelanjutan. Siklus kedua

dilaksanakan bila masih ada hal-hal yang kurang berhasil dalam siklus

pertama, begitu juga seterusnya.

B. Setting Penelitian Dan Karakter Subjek Penelitian

Tempat Penelitian Tindak Kelas ini dilakukan di Madrasah Ibtida‟iyah

Munjungan I Trenggalek. Waktu Penelitian Tindak Kelas dilakukan pada

semester genap tahun ajaran 2013-2014. Subjek Penelitian Tindak Kelas

adalah siswa kelas IV Madrasah Ibtida‟iyah Munjungan I Trenggalek.

C. Variabel yang di Selidiki

Adapun variable yang diselidiki adalah;

1. Untuk variable inputnya yaitu siswa kelas IV Madrasah Ibtida‟iyah

Munjungan I Trenggalek

Page 38: Proposal sekripsi

38

2. Untuk variable proses yaitu proses belajar mengajar dengan

menggunakan metode sorogan

3. Untuk variable out put yaitu peningkatan prestasi belajar siswa

D. Rencana Tindakan

Adapun Penelitian ini mengunakan model Kurt lewin yang menyatakan

bahwa diagram dari empat tahapan dalam penelitian tindakan kelas adalah,

sebagai berikut: 40

Gambar I. Bagan Model Penelitian Tindakan Kelas41

Dalam penelitian tindakan kelas ini, tahap-tahap penelitian dirinci

sebagai berikut:

1. Pratindakan

40

Arikunto, Suharjono, dan Supardi, Penelitian Tindakan…, hal. 16 41

Ibid.,

Page 39: Proposal sekripsi

39

Kegiatan pratindakan merupakan kegiatan pendekatan

permasalahan pembelajaran di kelas yang akan diteliti. Dalam

kegiatan pratindakan, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan antara

lain:

a. Observasi Awal

Dalam kegiatan ini, peneliti mengadakan pengamatan dan

pencatatan secara langsung. Posisi peneliti dalan observasi awal ini

adalah sebagai pengamat sekaligus sebagai pencatat atau pelaku

langsung dari observasi yang dilakukan. Observasi awal ini digunakan

untuk mengetahui penerapan metode sorogan dalam kegiatan belajar

mengajar mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di Madrasah Ibtidaiyah

Munjungan I Trenggalek.

b. Tes Awal

Kegiatan tes awal yang digunakan dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran Al-

Qur‟an Hadits. Pada kegiatan tes awal ini, peneliti memberikan tes

atau tugas kepada anak didik untuk memilih beberapa metode

pembelajaran yang disenangi dalam mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits

sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

c. Wawancara Awal

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara tak

terstruktur atau bebas. Hal ini peneliti lakukan untuk mendapatkan

Page 40: Proposal sekripsi

40

informasi yang lebih mendalam, sehingga diharapkan akan

mendapatkan data yang rinci, sejujurnya dan mendalam. Informan

yang diwawancarai pada kegiatan wawancara awal ini adalah guru

yang mengajar mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di Madrasah

Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek. Kegiatan wawancara awal ini

bertujuan untuk memperoleh gambaran dari sisi guru terkait dengan

prestasi belajar anak.

Selain itu juga ditentukan kriteria keberhasilan tindakan yang

dilaksanakan. Dalam penelitian ini, kriteria keberhasilan tindakan

ditentukan dengan asumsi, sebagai berikut:

“Kegiatan pelaksanaan tindakan pada siklus-siklus tindakan yang telah

dirancang dianggap telah berhasil jika hasil observasi menunjukkan

nilai atau skor 78 - 89 yang pada tabel kriteria interpretasi berarti

baik”.

2. Kegiatan pelaksanaan tindakan

a. Siklus I

1) Perencanaan I

a) Penyusunan perencanaan observasi mengajar pada siswa

kelas IV Semester II Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I

Trenggalek.

Page 41: Proposal sekripsi

41

b) Membuat lembar observasi untuk pengamatan aktivitas

guru dan anak di dalam kelas pada waktu proses kegiatan

belajar mengajar.

c) Mempersiapkan alat evaluasi untuk mengukur dan

mengetahui sejauhmana prestasi belajar siswa pada mata

pelajaran Al-Qur‟an Hadits siswa kelas IV Madrasah

Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek.

2) Tindakan I

a) Melaksanakan perencanaan observasi mengajar.

b) Melaksanakan analisis evaluasi hasil observasi.

3) Observasi I

Pada tahap ini peneliti bersama dengan guru dan atau

teman sejawat melaksanakan observasi selama kegiatan

pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar

observasi yang telah dibuat, yakni:

a) Penerapan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar

mengajar.

b) Prestasi belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

4) Refleksi I

Hasil yang didapatkan dalam tahap observasi

dikumpulkan dan dianalisa. Dari hasil observasi, peneliti dapat

merefleksi diri dengan melihat data observasi, apakah kegiatan

Page 42: Proposal sekripsi

42

belajar mengajar yang dilakukan dalam siklus I dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa. Jika belum berhasil maka

perlu dilanjutkan pada siklus II.

b. Siklus II

1) Perencanaan II

Dalam perencanaan tindakan siklus II ini, peneliti

menyampaikan hasil refleksi siklus I. Kemudian dalam

rencana pembelajaran pada siklus II ini, peneliti menggunakan

metode sorogan dalam kegiatan belajar mengajar.

2) Tindakan II

Pada tahapan ini, tindakan yang dilakukan sesuai

dengan yang telah direncanakan, yakni pembelajaran dengan

menggunakan metode sorogan dalam proses kegiatan belajar

mengajar. Diharapkan pada akhir kegiatan ini, peneliti sudah

mendapatkan hasil yaitu meningkatnya prestasi belajar siswa

pada mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits.

3) Observasi II

Pada tahap ini peneliti dibantu oleh guru dan atau

teman sejawat melaksanakan observasi selama kegiatan

belajar mengajar berlangsung dan mencatat data-data. Fokus

pengamatan dan pencatatan adalah semua aktifitas siswa dan

Page 43: Proposal sekripsi

43

peran aktif siswa yang merupakan indikator dari prestasi

belajar siswa.

4) Refleksi II

Pada akhir tindakan II ini dilakukan analisis dan

refleksi terhadap kegaiatan yang telah dilaksanakan. Kegiatan

ini bertujuan untuk: a) menganalisis tindakan yang telah

dilaksanakan, b) mengulas dan menjelaskan perbedaan

rencana tindakan dan pelaksanaan tindakan yang telah

dilaksanakan, dan c) melakukan penyimpulan data yang

diperoleh.

E. Data dan Cara Pengumpulanya

Dalam proses pengumpulan data ini, peneliti menggunakan prosedur

pengumpulan data sebagai berikut:

1. Metode Observasi

Pengertian observasi menurut Suharsini Arikunto adalah pengamatan

yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan

menggunakan seluruh alat-alat indera.42

Dalam metode ini, peneliti

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung. Metode observasi

sering diartikan sebagai pengamatan, yaitu kegiatan pemusatan perhatian

42

Ibid., hal. 156

Page 44: Proposal sekripsi

44

terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra (penglihatan,

pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba).43

Posisi peneliti dalan metode ini adalah sebagai pengamat sekaligus

sebagai pencatat atau pelaku langsung dari observasi yang dilakukan.

Pengertian observasi juga disampaikan oleh Riyanto dalam Tanzeh

yang menyatakan bahwa observasi merupakan metode pengumpulan data

yang menggunakan obyek penelitian yang dapat dilaksanakan secara langsung

maupun tidak langsung.44

Sehingga dapat simpulkan bahwa metode observasi

adalah sebuah metode pengumpulan data dimana peneliti melakukan

pengamatan langsung terhadap obyek penelitian dan merekamnya dalam

bentuk catatan-catatan.

2. Metode Wawancara / Interview

Menurut Tanzeh, wawancara merupakan cara untuk mengumpulkan

data dengan mengadakan tatap muka secara langsung antara orang yang

bertugas mengumpulkan data dengan orang yang menjadi sumber data atau

obyek penelitian.45

43

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta: Rineka

Cipta, 2002), hlm. 146 44

Ahmad Tanzeh, Pengantar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.100 45

Ibid., hal. 63

Page 45: Proposal sekripsi

45

Menurut Hadi wawancara adalah metode pengumpulan data dengan

jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan

berlandaskan kepada tujuan penyelidikan.46

Sementara Suharsimi menjelaskan bahwa: Interview yang sering juga

disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang

dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi

dari terwawancara (intervieer)".47

Dalam metode penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara

tak terstruktur atau bebas. Hal ini peneliti lakukan untuk mendapatkan

informasi yang lebih mendalam. Sehingga diharapkan akan mendapatkan

data yang rinci, sejujurnya, dan mendalam tentang penerapan metode

sorogan dalam meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Al-

Qur‟an Hadits siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I

Trenggalek.

3. Metode Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto dokumentasi dari asal katanya dokumen,

yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode

dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,

46

Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan wawancara (Malang:

Banyumedia, 2004), hlm. 63 47

Suharsimi Arikunto, Penelitian…, 132

Page 46: Proposal sekripsi

46

majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat dan sebagainya.48

Pendapat lain mengatakan bahwa metode dokumentasi yaitu

mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat suatu laporan yang

sudah tersedia.49

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data

dengan menggunakan metode dokumentasi adalah pengumpulan data

dengan mencatat, menyalin, dan mendokumentasikan data yang sudah ada

sebagai hasil penelitian.

Dalam metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang:

(a) selayang padang/profil sekolah, (b) struktur kepengurusan, (c) daftar

keadaan siswa, (d) daftar keadaan guru, dan (e) kedaan sarana prasarana

yang dimiliki sekolah.

F. Indikator Kinerja

Sebagai tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan PTK, maka perlu

ditetapkan kriteria keberhasilan yang berkaitan dengan evaluasi hasil belajar

siswa. Adapun indikator keberhasilan yang berkaitan erat dengan evaluasi

pembelajaran (seberapa besar siswa telah menguasai suatu kompetensi), maka

dapat digunakan besarnya skor kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Adapun indikator kinerja yang digunakan untuk menentukan

keberhasilan pelaksanaan pembelajaran ada dua kriteria, yakni (1) indikator

48

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…., hal. 158 49

Ahmad Tanzeh, Pengantar Metodologi…, hal. 66

Page 47: Proposal sekripsi

47

kualitatif berupa keantusiasan siswa mengikuti pembelajaran dan sikap

mereka terhadap strategi pembelajaran yang dikembangkan, dan (2) indikator

kuantitatif berupa besarnya skor ulangan yang diperoleh siswa dan selanjutnya

dibandingkan dengan batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran

Al-Qur‟an Hadits di Madrasah Ibtidaiyah Munjungan I Trenggalek, besarnya

skor KKM adalah sebesar 78 artinya siswa dapat dikatakan lulus jika nilai

ulangan mereka di atas 78 dari alternatif penilaian yang ditentukan. Dengan

demikian siswa dikatakan tuntas belajar secara individual jika skor tes

minimal sebesar 78. Demikian sebaliknya siswa yang mencapai skor dibawah

rentang 78 dinyatakan belum tuntas mengikuti program pembelajaran. Tetapi

jika siswa yang berhasil secara individual masih dibawah 60%, maka model

pembelajaran yang dijalankan dapat dikatakan belum berhasil.

G. Tim Peneliti dan Tugasnya

Penelitian menggunakan kolaborasi. Peneliti bekolaborasi dengan guru

kelas IV Madrasah Ibtida‟iyah Munjungan I Trenggalek yang bertugas

sebagai guru mata pelajaran Al Qur‟an Hadist

Page 48: Proposal sekripsi

48

DAFTAR RUJUKAN

Akhyak, Profil Pendidik Sukses, Surabaya: eK, 2005.

Amrullah, Fahmi, Ilmu Al-Qur’an untuk Pemula, Jakarta: CV Artha Rivera, 2002.

Anwar, Rosibon, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000).

chabibie, Hasan, “edukasi”, dalam

http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/12/sorogan/,

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

2002.

Dhofeir, Zamakhsari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai,

Jakarta: LP3ES, tt.

Djamarah, B, Syaiful & Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka

Cipta, 2010.

Djamarah, B, Syaiful, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha

Nasional, 1994.

Daradjat, Zakiyah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara,

2004.

Halim, Abdul, et. all., Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta:

Ciputat Press, 2002.

Ismail, Strategi Pembelajaran: Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: RaSAIL

Media Group, 2008.

Khon, Majid, Abdul, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2010.

Lutfi, Ahmad, Pembelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist, Jakarta: Direktorat Jenderal

Pendidikan Islam Departemen Agama Repuplik Indonesia, 2009.

Mulyasa, E, Implementasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.

Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Teras, 2009.

Rosyadi, Khoirun, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Page 49: Proposal sekripsi

49

Six, “Metode Sorogan”, dalam http://sazmgl.blogspot.com/2010/12/metode-

sorogan.html

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2003.

Sumbulah, Umi, Ilmu Hadits, Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Sunarto, “Pengertian Presstasi Belajar” dalam

http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/,

Fata, Choirul, Cinta Al-Qur’an dan Hadits, Surabaya: PT Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2009

Mughni, abdul, et. All., Mengenal Al-Qur’an dan Hadits, Surabaya: PT Putratama

Bintang Timur, 2009

Yonosmagasolo, “Penerapan Metode Sorogan”, dalam

http://yonosmagasolo.blogspot.com/2012/02/penerapan-metode-sorogan-

pada-mata.html, .

Arikunto, et. all., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Moleong, J, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2006.

Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi-UII,

1983.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Bina

Aksara, 1989.

Supranto, J, Metode Ramalan Kuantitatif , Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabet, 2005.

Wiriaatmadja, Rochiati, Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010.

Tanzeh, Ahmad, Pengantar Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Teras, 2009.