proposal seminar

46
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pendidikan adalah faktor penting dalam menggerakkan roda pembangunan bangsa, pendidikan yang kuat dan berkualitas mampu mendorong terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas pula. Salah satu kelemahan pendidikan di Indonesia adalah pembelajaran menggunakan metode ceramah dan terpusat pada guru. Pada pembelajaran ini siswa cenderung mendengarkan dan bertindak sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh guru, tanpa berusaha sendiri untuk memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai tujuan belajaranya. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara menyeluruh. Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, bukan sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi juga berupa interaksi edukatif yang bermakna. SMK Negeri 1 Pungging Mojokerto merupakan SMK terbaik se- kabupaten Mojokerto. Memiliki visi dan misi yang membangun sekolah ini menjadi sekolah yang terbaik. Visi sekolah ini adalah menjadi lembaga pendidikan yang terus menerus meningkatkan kualitas dalam mencetak sdm tangguh, tanggon dan trengginas yang bermanfaat bagi masyarakat. Sedangkan misi sekolah ini adalah membangun sistem pendidikan yang berakhlakhul karimah, mencetak tenaga kerja yang terampil dan profesional, serta calon wirausaha yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjadi Lembaga Berstandart Nasional dan Internasional, menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan industri, baik didalam maupun dilluar negeri,

Upload: nia-zulfa

Post on 02-Jul-2015

1.016 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Seminar

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan adalah faktor penting dalam menggerakkan roda pembangunan bangsa,

pendidikan yang kuat dan berkualitas mampu mendorong terciptanya sumber daya manusia

yang berkualitas pula. Salah satu kelemahan pendidikan di Indonesia adalah pembelajaran

menggunakan metode ceramah dan terpusat pada guru. Pada pembelajaran ini siswa

cenderung mendengarkan dan bertindak sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh guru,

tanpa berusaha sendiri untuk memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai

tujuan belajaranya. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara

menyeluruh. Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, bukan

sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi juga berupa interaksi edukatif yang

bermakna.

SMK Negeri 1 Pungging Mojokerto merupakan SMK terbaik se-kabupaten Mojokerto.

Memiliki visi dan misi yang membangun sekolah ini menjadi sekolah yang terbaik. Visi

sekolah ini adalah menjadi lembaga pendidikan yang terus menerus meningkatkan kualitas

dalam mencetak sdm tangguh, tanggon dan trengginas yang bermanfaat bagi masyarakat.

Sedangkan misi sekolah ini adalah membangun sistem pendidikan yang berakhlakhul

karimah, mencetak tenaga kerja yang terampil dan profesional, serta calon wirausaha yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjadi Lembaga Berstandart Nasional

dan Internasional, menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan industri, baik didalam maupun

dilluar negeri, memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi karyawan dan keluarganya

Namun, sekolah-sekolah di Indonesia masih banyak yang menggunakan pembelajaran

yang sifatnya terpusat pada guru. Sama halnya pada SMK Negeri 1 Pungging Mojokerto.

Disana pembelajaran masih terpusat pada guru. Guru menginstruksikan suatu perintah, siswa

mendengarkan dan menjalankan perintah tersebut. Selain itu, siswa diberi penugasan setiap

akhir pelajaran. Terlalu banyak penugasan, membuat siswa hanya terfokus pada kognitifnya

saja. Afektiknya tidak meningkat. Meskipun SMKN 1 Pungging memiliki tujuan yang mulia,

akan tetapi dengan pembelajaran yang masih bersifat instruksi langsung, kurang dapat

meningkatkan hasil belajar dan keterampilan metakognitifnya.

Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa adalah

keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif adalah keterampilan berpikir,

mengetahui apa yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui, belajar bagaimana caranya

Page 2: Proposal Seminar

belajar dan mengembangkan proses berpikir berkesinambungan dimana hal ini dapat

digunakan untuk memecahkan permasalahan (Blakey, 1990 dalam Corebima, 2006).

Keterampilan metakognitif sangat mendukung kegiatan belajar siswa, yaitu dengan

melatih siswa menjadi seorang pebelajar mandiri yang mampu membangun sendiri konsep

pengetahuannya, namun kebanyakan pembelajaran di sekolah masih bersifat terpusat pada

guru, semua kegiatan pembelajaran di atur oleh guru sehingga siswa hanya menuruti apa yang

diinstruksikan oleh guru tanpa berusaha sendiri untuk memikirkan apa yang sebaiknya

dilakukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

Yanti (2008) mengungkapkan bahwa proses belajar mengajar yang banyak dilakukan

adalah pembelajaran ceramah dengan cara komunikasi satu arah (teaching directed), dimana

yang aktif 90% adalah pengajar. Sisanya biasanya hanya memfungsikan indera penglihatan

dan indera pendengaran saja. Padahal dalam bahasan Gambar 2D siswa dituntut untuk

memberikan suatu keterampilan dan mengembangkan keterampilan tersebut. Siswa tidak

harus menuruti apa yang diinstruksikan guru. Siswa dilatih untuk lebih terampil dan aktif

selama kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini, kemampuan metakognitif siswa harus

dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut.

PBL (Project Based Learning) atau pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model

atau pendekatan pembelajaran inovatif, yang menekankan pada belajar kontekstual melalui

kegiatan-kegiatan yang kompleks. PBL secara teori efektif melatih kemampuan berpikir kritis

siswa dan melatih kerjasama dengan orang lain sehingga aktivitas siswa pun juga meningkat.

Selain itu, hasil belajar siswa juga akan meningkat dengan adanya suatu evaluasi yaitu

product yang dibuat sendiri oleh siswa. Hal itu dikarenakan PBL (Project Based Learning)

lebih menekankan pada hasil akhir yaitu berupa product yang nantinya dapat bermanfaat bagi

kehidupan sehari-hari.

E-Module atau biasa disebut Elektronik Modul merupakan suatu bahan ajar berbentuk

modul dan memiliki konten seperti tujuan, materi, soal-soal yang disertai animasi untuk

menarik minat siswa lain. Model pembelajaran PBL ini didukung dengan adanya bahan ajar

berupa e-Module. Konsep dari e-Module itu sendiri tidak jauh beda dengan modul pada

umumnya. Namun, terdapat perbedaan yaitu e-Module ini menggunakan Adobe Flash dengan

beberapa animasi-animasi. Pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru. e-Module ini juga

membuat pengalaman belajar siswa lebih menarik sehingga siswa tidak cenderung bosan

untuk belajar.

PBL mempunyai hubungan yang erat untuk meningkatkan keterampilan metakognitif

pada siswa. Beberapa sumber mendiskripsikan bahwa lingkungan belajar PBL dapat

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasil

Page 3: Proposal Seminar

memecahkan problem-problem yang bersifat kompleks. Siswa harus memilki keterampilan

berpikir bagaimana masalah tersebut dapat dipecahkan dan belajar bagaimana caranya untuk

memecahkan masalah tersebut tentunya dengan menggunakan bantuan e-Module yang berisi

materi-materi yang mendukung pemecahan masalah. Sehingga pembelajaran berbasis proyek

dapat meningkatkan keterampilan metakognitif pada siswa.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Model Pembelajaran PBL (Project Based Learning) Berbantuan E-Module terhadap

Keterampilan Metakognitif dan Hasil Belajar Gambar 2D Siswa kelas X SMK Negeri 1

Pungging Mojokerto.”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perbedaan keterampilan metakognitif siswa kelas X SMKN 1 Pungging

antara model pembelajaran PBL (Project Based Learning) dengan model pembelajaran

Instruksi Langsung?

2. Bagaimana perbedaan hasil belajar Gambar 2D siswa kelas X SMKN 1 Pungging antara

model pembelajaran PBL (Project Based Learning) dengan model pembelajaran Instruksi

Langsung ?

3. Bagaimana sumbangan e-Module terhadap keterampilan metakognitif Gambar 2D siswa

kelas X SMKN 1 Pungging?

4. Bagaimana sumbangan e-Module terhadap hasil belajar Gambar 2D siswa kelas X SMKN

1 Pungging?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perbedaan keterampilan metakognitif siswa kelas X SMKN 1 Pungging

antara model pembelajaran PBL (Project Based Learning) dengan model pembelajaran

Instruksi Langsung.

2. Mengidentifikasi perbedaan hasil belajar Gambar 2D siswa kelas X SMKN 1 Pungging

antara model pembelajaran PBL (Project Based Learning) dengan model pembelajaran

Instruksi Langsung.

3. Mengidentifikasi besarnya sumangan e-Module terhadap keterampilan metakognitif

Gambar 2D siswa kelas X SMKN 1 Pungging.

Page 4: Proposal Seminar

4. Mengidentifikasi besarnya sumbangan e-Module terhadap hasil belajar Gambar 2D siswa

kelas X SMKN 1 Pungging.

4. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka

yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran PBL (Project Based

Learning) dengan model pembelajatan Instruksi Langsung terhadap keterampilan

metakognitif Gambar 2D siswa kelas X SMKN 1 Pungging.

2. Ada perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran PBL (Project Based

Learning) dengan model pembelajatan Instruksi Langsung terhadap keterampilan

metakognitif Gambar 2D siswa kelas X SMKN 1 Pungging.

3. Ada sumbangan yang signifikan antara e-Module terhadap keterampilan metakognitif

Gambar 2D siswa kelas X SMKN 1 Pungging.

4. Ada sumbangan yang signifikan antara e-Module terhadap hasil belajar Gambar 2D siswa

kelas X SMKN 1 Pungging.

5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti

a. Hasil penelitian ini meberikan bukti empirik yang dapat menjadi bahan masukan untuk

penelitian lebih lanjut.

b. Menambah wawasan dan pengalaman peneliti tentang efektifitas model pembelajaran

PBL (Project Based Learning) dalam pemberdayaan keterampilan metakognitif siswa.

2. Bagi guru

a. Hasil penelitian ini dapat membantu guru dalam pemilihan strategi pengajaran dengan

cara pemetaan konsep melalui kerja kelompok, bila strategi pengajaran ini

berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa.

b. Guru lebih terlatih dan terampil dalam membelajarkan siswa tentang Gambar 2D.

3. Bagi siswa

a. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Siswa menjadi lebih aktif dan terlibat secara langsung di dalam proses pembelajaran.

Page 5: Proposal Seminar

6. Asumsi Penelitian

1. Penelitian dilaksanakan pada SMK Negeri 1 Pungging Mojokerto kelas X jurusan

Multimedia semester 1.

2. Penelitian ini dilaksanakan pada mata pelajaran produktif jurusan Multimedia dengan

materi menggabungkan gambar 2D kedalam sajian multimedia.

3. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X jurusan Multimedia SMKN 1 Pungging

Mojokerto.

4. Objek penelitian ini adalah model pembelajaran PBL (Project Based Learning)

berbantuan E-Module.

5. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dan media.

6. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah keterampilan metakognitif dan hasil

belajar.

7. Pada waktu mengerjakan pretes dan postes, siswa dalam keadaan sehat jasmani dan

rohani serta berlaku jujur dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan sehingga hasilnya

dapat benar-benar mencerminkan kemampuan siswa.

8. Seluruh siswa bersungguh-sungguh dan bertanggungjawab dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran PBL (Project Based Learning) serta obyektif dalam mengerjakan tugas-

tugas proyek.

7. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi :

a. Penelitian ini meliputi materi Gambar 2D pada mata pelajaran Program Produktif.

Standar kompetensi yang digunakan adalah Menggabungkan gambar 2D kedalam sajian

multimedia dengan kompetensi dasar Menggunakan software grafik multimedia 2D dan

Menciptakan design grafik multimedia 2D.

b. Nilai keterampilan metakognitif diperoleh dari penelaian pretes dan postes yang diukur

dengan rubrik kognitif dan rubik metakognitif, kemudian dimasukkan ke dalam rumus.

c. Hasil belajar diukur melalui post test, rubrik, dan penilaian tugas selama praktikum

d. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMKN 1 Pungging Mojokerto yang

terdiri dari 3 kelas. Sampel yang diambil adalah satu kelas kontrol dan satu kelas

eksperimen.

e. Kesimpulan awal siswa diambil dari hasil pre test yang dilakukan diawal pembelajaran

sebelum dilakukan penelitian.

Page 6: Proposal Seminar

8. Definisi Operasional

1. PBL (Project Based Learning) atau pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model

atau pemdekatan pembelajaran inovatif, yang menekankan pada belajar kontekstual

melaui kegiatan-kegiatan yang kompleks. PBL secara teori efektif melatih kemampuan

berpikir kritis siswa dan melatih kerjasama dengan orang lain. Langkah-langkah dalam

PBL berbantuan e-Module adalah sebagai berikut :

a. Planning (perencanaan)

Merancang seluruh proyek (mempersiapkan proyek), mencakup : pemberian informasi

tujuan pembelajaran, guru membagikan e-Module kepada siswa dalam bentuk softcopy

dan menyampaiakan fenoma nyata sebagai sumber masalah, pemotovasian dalam

memunculkan masalah serta pembuatan proposal.

b. Creating (mencipta atau implementasi)

Tahapan ini, siswa mengembangkan gagasan proyek, mengkombinasikan ide yang

muncul dalam kelompok dan membangung proyek.

c. Processing (pengolahan)

Tahapan ini meliputi presentasi dari proyek dan evaluasi.

2. Keterampilan metakognitif adalah keterampilan berpikir, mengetahui apa yang kita

ketahui dan yang tidak kita ketahui, belajar bagaimana caranya belajar dan

mengembangkan proses berpikir berkesinambungan dimana hal ini dapat digunakan

untuk memecahkan permasalahan (Blakey, 1990 dalam Corebima, 2006).

3. e-Module atau biasa disebut Elektronik Modul merupakan suatu bahan ajar berbentuk

modul dan memiliki konten seperti tujuan, materi, soal-soal yang disertai animasi untuk

menarik minat siswa lain.

4. Hasil belajar siswa adalah kemampuan kognitif siswa yang dilihat dari skor tes akhir

setelah mengalami proses pembelajaran gambar 2D.

Page 7: Proposal Seminar

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Model Pembelajaran PBL (Project Based Learning)

PBL (Project Based Learning) atau pembelajaran berbasis proyek adalah model

pembelajaran yang terfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari

suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas

bermakna lainnya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom dan mengkonstruk cara

belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa yang bernilai, dan

realistic (Kamdi, 2007). Kamdi (2007) juga menambahkan, berbeda dengan mode-model

pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas yang berdurasi pendek,

terisolasi/lepas-lepas, dan aktivitas pembelajaran berpusat pada guru, model PBL lebih

menekankan pada kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holistil-interdisipliner,

berpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata.

University of Nottingham (2003:[online]) menjelaskan bahwa PBL (Project Based

Learning) adalah model pembelajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar ke dalam

pembelajaran teoritis dan keahlian yang kompleks, pertanyaan otentik dan perancangan

produk dan tugas. Thomas, dkk, dalam Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer

(Wena, 2009:114) menyatakan bahwa PBL (Project Based Learning) merupakan model

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di

kelas dengan melibatkan kerja proyek. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi

yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermanfaat

bagi peserta didik (Santyasa, 2006:12).

PBL (Project Based Learning) berbeda dengan PBL (Problem Based Learning),

sekalipun diantara keduanya terdapat kesamaan. Kesamaannya adalah bahwa kedua macam

strategi pembelajaran itu merupakan pembelajaran sains yang berbasis inkuiri, menekankan

lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi autentik

(authentic assessment). Perbedaannya terletak pada perbedaan objek, kalau dalam PBL

pembelajar lebih didorong dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah,

pengumpulan data, dan analisis data (hubungan dengan proses diagnosis); maka dalam

Project Based Learning pebelajar lebih didorong pada kegiatan desain: merumuskan job,

merancang (designing), mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil.

Colley (2008) dalam Corebima (2009) menyatakan bahwa perbedaan antara PBL dan PBL

adalah yang berkenaan dengan konteks historis dan tekanan pedagogis.

Page 8: Proposal Seminar

Pendekatan PBL didukung teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme adalah teori

belajar yang mendapat dukungan luas yang bersandar pad aide bahwa siswa mebangun

pengetahunnya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri. Pendekatan PBL dapat

dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat

mendorong siswa untuk dapat mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal.

Tatkala pendekatan proyek ini dilakukan dalam modus belajar kolaboratif dalam kelompok

kecil siswa, pendekatan ini juga mendapat dukungan teoristis yang bersumber dari

konstrutivisme social Vygotsky yang memberikan landasan pengembangan kognitif melalui

pendekatan intensitas interaksi antarpersonal (Kamdi, 2007).

a. Karakteristik PBL (Project Based Learning)

Menurut Gaer (1998), PBL memiliki potensi yang amat besar untuk membuat

pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pebelajar usia dewasa, seperti

siswa, apakah mereka sedang belajar di perguruan tinggi maupun pelatihan transisional untuk

memasuki lapangan kerja. Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik terdorong

lebih aktif dalam belajar. Guru hanya sebagai fasilitator, mengevaluasi produk hasil kerja

peserta didik yang ditampilkan dalam hasil proyek yang dikerjakan.

Tidak semua kegiatan belajar aktif dan mellibatkan proyek dapat disebut PBL. Thomas

(2000) menetapkan lima kriteria apakah suatu pembelajaran proyek termasuk PBL, yaitu

sebagai berikut :

1. Keterpusatan (centrality)

Proyek dalam PBL adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Di

dalam PBL, proyek adalah strategi pembelajaran; pebelajar mengalami dan konsep-

konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Kegiatan proyek untuk pengayaan di luar

kurikulum tidak termasuk PBL.

2. Berfokus pada pertanyaan atau masalah

Proyek dalam PBL adalah terfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong

pebelajar menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau

pokok dari disiplin. Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan.

3. Investigasi kontruktif atau desain

Proyek melibatkan pebelajar dalam investigasi konstruktif. Investigasi berupa proses

desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri, atau

proses pembangunan model. Aktivitas inti dari proyek harus meliputi transformasi dan

konstruksi pengetahuan (dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan baru)

pada pihak pebelajar.

4. Otonomi pebelajar

Page 9: Proposal Seminar

Proyek dalam PBL bukanlah ciptaan guru, tertuliskan dalam naskah, atau

terpaketkan. Proyek PBL lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak

bersifat rigid, dan tanggung jawab pebelajar daripada proyek tradisional dan pebelajar

tradisional.

5. Realisme

Proyek dalam PBL bersifat realistic. Karakteristik proyek memberikan keautentikan

pada pebelajar. Karakteristik ini meliputi topic, tugas, peranan yang dimainkan pebelajar,

konteks di mana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan pebelajar

dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi produk-produk proyek, atau criteria

dimana produk-produk atau unjuk kerja dinilai.

Sedangkan menurut Buck Institute for Education (1999) belajar berbasis proyek memiliki

karakteristik berikut :

a. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja

b. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya

c. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil

d, Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang

dikumpulkan

e. Siswa melakukan evaluasi secara kontinyu

f. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan

g. Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya.

h. Kelas memiliki atmosfer yang member toleransi kesalahan dan perubahan.

b. Sintaks PBL (Project Based Learning)

Pembelajaran PBL secara umum memiliki pedoman langkah yang meliputi : Planning

(perencanaan), Creating (menciptakan atau implementasi), dan Processing (pengolahan)

(Mahanal, 2008).

1. Planning (perencanaan)

Tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah (a) merancang seluruh proyek

(mempersiapkan proyek), kegiatan dalam langkah ini adalah: mempersiapkan proyek

secara lebih rinci mencakup : pemberian informasi tujuan pembelajaran, guru

menyampaiakan fenoma nyata sebagai sumber masalah, pemotovasian dalam

memunculkan masalah serta pembuatan proposal, (b) mengorganisasi pekerjaan, kegiatan

dalam langkah ini adalah: merencanakan proyek, secara lebih rinci mencakup:

mengorganisir kerjasama, memilih topic, memilih informasi yang terkait proyek,

membuat prediksi dan membuat desain investigasi yang masih tetap berbantuan E-

Module

Page 10: Proposal Seminar

2. Creating (mencipta atau implementasi)

Tahapan ini, siswa mengembangkan gagasan proyek, mengkombinasikan ide yang

muncul dalam kelompok dan membangung proyek. Termasuk aktivitas pengembangan

dan dokumentasi. Pada tahap ini pula siswa menghasilkan suatu produk (artefak) yang

nantinya akan dipresentasikan dalam kelas.

3. Processing (pengolahan)

Tahapan ini meliputi presentasi dari proyek dan evaluasi. Pada presentasi proyek

akan terjadi komunikasi secara actual kreasi ataupun temuan dari investigasi kelompok,

sedangkan pada tahapan evaluasi akan dilakukan refleksi terhadap hasil proyek, analisis

dan evaluasi dari proses-proses belajar.

c. Kelebihan PBL (Project Based Learning)

Moursund, Bielefeldt, & Underwood (1997) meneliti sejumlah artikel tentang proyek di

kelas yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan testimonial terhadap guru, terutama

bagaimana guru menggunakan proyek dan persepsi mereka tentang bagaimana

keberhasilannya. Atribut keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang

mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam

mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan

berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun

daripada komponen kurikulum yang lain.

2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan

keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat

di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada

bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan

lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil

memecahkan problem-problem yang kompleks.

3. Meningkatkan keterampilan siswa untuk mendapatkan informasi. Karena pembelajaran

berbasis proyek mensyaratkan siswa harus mampu secara cepat memperoleh informasi

melalui sumber-sumber informasi, maka keterampilan siswa untuk mencari dan

mendapatkan informasi akan meningkat.

4. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa

mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson,

1989). Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah

aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan

Page 11: Proposal Seminar

konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa

akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davidov, 1995).

5. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang

independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks.

Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada

siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi

waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan strategi pembelajaran PBL

dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan menjadi pebelajar mandiri. PBL

juga mempunyai hubungan yang erat untuk meningkatkan keterampilan metakognitif pada

siswa. Beberapa sumber mendiskripsikan bahwa lingkungan belajar PBL dapat meningkatkan

kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan

problem-problem yang bersifat kompleks atau dengan kata lain strategi pembelajaran PBL

dapat menjadikan siswa menjadi pebelajar mandiri.

2. Keterampilan Metakognitif

a. Pengertian Metakognitif

Metakognisi berarti apa yang kita ketahui tentang apa yang diketahui (Halpern, 1984:

15). Metakognisi merupakan refleksi terhadap pikiran, berfikir terhadap pikirannya sendiri

(Janssens & de Klein, 2005: 73). Menurut Flavell (1985: 104), disebut metakognisi karena

makna intinya adalah “cognition about cognition” atau berfikir terhadap proses berfikirnya

sendiri. Metakognisi mencakup pengetahuan dan aktivitas kognitif yang menjadikan aktivitas

kognitif itu sebagai objeknya. Metakognisi berarti pengetahuan seseorang tentang proses

kognitif dirinya sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengannya, seperti pengetahuan

tentang informasi dan data yang relevan. Flavell mengemukakan konsep tentang kemampuan

metakognitif sebagai pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman

metakognitif (metacognitive experience).

Keterampilan metakognitif adalah keterampilan berpikir, mengetahui apa yang kita

ketahui dan yang tidak kita ketahui, belajar bagaimana caranya belajar dan mengembangkan

proses berpikir berkesinambungan dimana hal ini dapat digunakan untuk memecahkan

permasalahan (Blakey, 1990 dalam Corebima, 2006). Pengalaman metakognitif turut

memberikan kontribusi informasi tentang pribadi, tugas-tugas dan strategi pada pengetahuan

metakognitif seseorang. Terlihat bahwa pengetahuan metakognitif, pengalaman metakognitif

dan perilaku kognitif secara konstan saling menginformasikan dan saling memunculkan

selama pengerjaan suatu tugas kognitif. 

Page 12: Proposal Seminar

Dalam kaitannya dengan pemecahan masalah, Kramarski dan Mevarech (2003: 284)

berpendapat bahwa pengetahuan tentang proses pemecahan masalah, dan kemampuan untuk

mengontrol dan mengatur proses pemecahan masalah merupakan pengetahuan metakognitif

secara umum. Menurut Schoenfeld (1992: 347), pengetahuan seseorang tentang proses

berfikirnya sendiri termasuk dalam pengetahuan metakognitif. Selanjutnya, Schoenfeld

mengemukakan konsep metakognisi Flavell dalam pengertian yang bersifat fungsional, yaitu:

1) pengetahuan deklaratif seseorang tentang proses kognitifnya, 2) prosedur pengaturan diri

sendiri, mencakup monitoring dan pengambilan keputusan langsung, dan 3) keyakinan dan

kesungguhan serta pengaruhnya terhadap unjuk kerjanya.

Proses pengaturan diri mencakup a) memahami hakikat masalah sebelum mengusahakan

solusinya, b) merencanakan pemecahannya, c) memantau atau memonitor apakah proses

berjalan dengan baik sehingga solusi dapat tercapai, dan d) mengalokasikan data informasi

atau memutuskan apa yang sebaiknya dikerjakan selagi berusaha memecahkan masalah

tersebut.

b. Strategi Metakognitif

Untuk mendapatkan kesuksesan belajar yang luar biasa, guru harus melatih siswa

untuk merancang apa yang hendak dipelajari, memantau kemajuan belajar siswa, dan menilai

apa yang telah dipelajari. Ada 3 strategi metakognitif yang dapat dikembangkan untuk meraih

kesuksesan belajar siswa, diantaranya:

a. Tahap proses sadar belajar, meliputi proses

untuk menetapkan tujuan belajar, mempertimbangkan sumber belajar yang akan dan

dapat diakses (contoh: menggunakan buku teks, mencari buku sumber di perpustakaan,

mengakses internet di lab. komputer, atau belajar di tempat sunyi), menentukan

bagaimana kinerja terbaik siswa akan dievaluasi, mempertimbangkan tingkat motivasi

belajar, menentukan tingkat kesulitan belajar siswa.

b. Tahap merencanakan belajar, meliputiproses memperkirakan waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajar, merencanakan waktu belajar dalam

bentuk jadwal serta menentukan skala prioritas dalam belajar, mengorganisasikan materi

pelajaran, mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk belajar dengan menggunakan

berbagai strategi belajar (outlining, mind mapping, speed reading, dan strategi belajar

lainnya).

c. Tahap monitoring dan refleksi belajar, meliputiproses merefleksikan proses belajar,

memantau proses belajar melalui pertanyaan dan tes diri (self-testing, seperti mengajukan

pertanyaan, apakah materi ini bermakna dan bermanfaat bagi saya?, bagaimana

Page 13: Proposal Seminar

pengetahuan pada materi ini dapat saya kuasai?, mengapa saya mudah/sukar menguasai

materi ini?), menjaga konsentrasi dan motivasi tinggi dalam belajar.

Selain itu, ada 4 komponen dari metakognisi yaitu

1. merencanakan (planning) yaitu aktivitas secara hati-hati atau dengan sengaja mengatur

seluruh proses belajar.

2. Memonitoring (monitoring) yaitu mengarah pada aktivitas moderat yang bersamaan

dengan kemajuan belajar.

3. Mengevaluasi (evaluating) yaitu suatu proses belajar yang meliputi asesmen kemajuan

aktivitas belajar. Wilson (1999) dan Jahidin (2009) mengemukaan bahwa kemampuan

mengevaluasi dalam konteks metakognisi adalah pertimbangan seseorang tentang

kemampuan dan keterbatasannya.

4. Merevisi (revising) yaitu suatu proses belajar yang meliputi modifikasi rencana tujuan

sebelumnya, strategi-strategi, dan pendekatan-pendekatan belajar lainnya.

c. Manfaat Keterampilan Melakognitif

Pengembangan keetrampilan metakognitif memiliki tujuan dan manfaat yang sangat

pentinga bagi siswa dalam mencapai hasil belajar yang maksimal dan bagi kehidupan masa

depan. Berikut ini adalah beberapa keterampilan metakognitif yang diungkapkan beberapa

ahli.

Berikut ini beberapa manfaat dari keterampilan metakognitif yang dikemukakan oleh

para ahli.

1. Strategi metakognitif dapat membantu siswa untuk belajar bagaimana ia berpikir tentang

proses-proses belajar mereka sendiri dan menerapkan strategi belajar khusus untuk

memikirkan sendiri tugas-tugas yang sulit (Nelson, 1992 dalam Andayani, 2008)

2. Eggen dan Kauchak dalam Corebima (2006) menyatakan bahwa keterampilan

metakognitif dapat membantu siswa menjadi self-regulated learners yang bertangguang

jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri dan mengadaptasi strategi belajarnya

mencapai tuntutan tugas.

3. Keterampilan metakognitif diyakini memegang pernanan penting pada banyak tipe

aktivitas kognitif termasuk pemahaman, komunikasi, perhatian (attention), ingatan

(memory), dan pemecahan masalah (Howard, 2004 dalam Corebima, 2006).

4. Keteranpilan metakognitif siswa penting dikembangkan untuk tujuan agar siswa

memahami bagaimana tugas itu dilaksanakan (Rivers, 2001 dan Schraw, 1998 dalam

Hadi, 2007).

5. Pengembangan keterampilan metakognitif siswa ditujukan agar siswa dapat memantau

perkembangan belajarnya sendiri (Flavell, Gardner dan Alexander dalam Slavin, 1993).

Page 14: Proposal Seminar

6. Menurut Marzano dalam Corebima (2006) manfaat strategi metakognitif bagi guru dan

siswa adalah menekankan monitoring diri dan tanggung jawab siswa (monitoring diri

merupakan kemampuan berpikir tinggi).

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh para ahli di atas tidak dapat disangkal manfaat

besar yang diperoleh dengan mengembangkan keterampilan metakognitif siswa melalui

pembelajaran di kelas.

3. Hubungan PBL dengan Keterampilan Metakognitif

PBL merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada guru untuk

mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat

tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangt

menantang dan menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat

keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk

belajar secara mandiri dan menghasilkan produk nyata.

4. Pengertian Belajar

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila

ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk

perubahan yang dialami siswa dalam hal kemamouannya untuk bertingkah laku dengan cara

yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun

stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati

(observasi) dan dapat diukur. Menurut Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses

interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang

terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap

melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika

belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.

Jadi belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkunngannya.

5. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi hasil belajar dan tindakan mengajar.

Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa,

Page 15: Proposal Seminar

hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari usaha yang telah

dilakukan. Menurut Hamalik (2002:155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan

tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan.

Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik

dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan

menjadi sopan dan sebagainya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:4-5) dampak

pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam report, angka dalam

ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan.

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari sutau interaksi dalam proses

pembelajaran. Menurut Nasrun (dalam Tim Dosen, 1980:25) mengemukakan bahwa hasil

belajar merupakan hasil akhir pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang

diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga

kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

1.  Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2.  Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu

menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai

atau kompleks nilai.

3.  Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular

(menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih

menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil

penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan

kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing

golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana,

2004:22).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu :

1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar)

Page 16: Proposal Seminar

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam

individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor

psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain

sebagainya.

2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar)

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang

kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang

mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan,

dan pembentukan sikap.

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada akhirnya akan

menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Dalam arti bahwa perubahan kemampuan merupakan indikator untuk mengetahui hasil

prestasi belajar siswa. Dan dari beberapa pendapat di atas maja dapat dikatakan bahwa hasil

belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia menerima suatu perubahan yang

berupa angka (nilai).

6. E-Module

a. Pengertian E-Module

E-module merupakan salah satu terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam

proses pembelajaran. Secara etimologis, e-module terdiri dari dua bagian yaitu “electronic”

yang berarti pengolahan data elektronik atau EDP (Electronic Data Processing) dalam

kalangan bidang ilmu teknologi pendidikan, konsep elektronik dalam pembelajaran adalah

studi atau penggunaan alat elektronika terutama komputer untuk menyimpan, menganalisis,

mendistribusikan informasi dalam proses pendidikan. Berikutnya adalah “module” atau

modul yang berarti alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan,

dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai

kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya (Soekartawi, 2007).

b. Peranan E-module

Terdapat beberapa peranan utama e-module dalam proses pembelajaran (Muttaqin, 2010).

Diantaranya adalah:

1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.

2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru.

3) Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa.

4) Mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan

sumber belajar lainnya.

Page 17: Proposal Seminar

5) Memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.

6) Memungkinkan siswa agar dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

c. Karakteristik E-module

Pada umumnya e-module yang ideal harus memenuhi aspek-aspek berikut:

1) Kecermatan isi: materi yang disajikan dalam e-module valid sehingga tidak menimbulkan

kesalahn konsep pada diri siswa (user).

2) Kesesuaian pengalaman belajar: menyajikan kegiatan-kegiatan belajar yang dapat

membelajarkan siswa serta sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai.

3) Ketepatan cakupan: materi dan kegiatan belajar yang disajikan dalam e-module tepat

sasaran dan sesuai kompetensinya.

4) Kemutakhiran: pengembangan e-module disesuaikan dengan perkembangan terkini

meliputi materi dan teknologi tampilannya.

5) Ketercernaan: mudah dipahami dengan baik dan benar oleh siswa sebagai user. Untuk

mencapai hal tersebut, penyajian materi dalam e-module dikemas dalam bentuk

multimedia, dimana user dapat mengakses bentuk-bentuk penyajian materi sesuai dengan

seleranya masing-masing. Dengan demikian e-module dapat menyajikan pengalaman

kognitif sekongkrit mungkin kepada siswa sebagai user.

6) Penggunaan bahasa: menggunakan bahasa Indonesia baku efektif, komunikatif dan

dialogis. Sehingga selain bahasanya mudah dipahami juga tercipta kedekatan dan

hubungan antara user dengan e-module.

7) Ilustrasi (gambar, grafik, tabel, dll): penyampaian materi jelas, menarik dan komunikatif

dengan penggunaan tabel, grafik, gambar, animasi maupun video.

8) Interface: segala informasi ditata proporsional, jelas, runtut, dan menarik.

d. Komponen-komponen E-module

E-module hendaknya memenuhi komponen-komponen yang relevan dengan kebutuhan

pembelajaran. Komponen-komponen e-module adalah:

a. Panduan/petunjuk pemanfaatan: Panduan berisi mengenai instruksi pemakaian e-module

dan langkah-langkah yang dilalui dalam pembelajaran secara umum serta petunjuk

mengenai kegiatan pada awal dan akhir tiap-tiap tahapan.

b. Epitome: merupakan kerangka isi yang hanya mencakup sebagian isi materi yang

penting, yang nantinya akan berfungsi sebagai kerangka isi yang lebih rinci.

c. Tujuan Khusus Pembelajaran: merupakan penjabaran suatu tujuan pembelajaran umum

secara kongkrit menyangkut pokok bahasan tertentu. Fungsi dari komponen ini adalah:

(a) sumber data dalam penyusunan soal tes; (b) mengarahkan proses pembelajaran; (c)

Page 18: Proposal Seminar

memberi gambaran hasil yang harus dicapai; (d) pedoman bagi perancang dalam mamilih

isi dan strategi pembelajaran.

d. Materi: materi yang akan termuat dalam e-module adalah mengenai kajian konsep dasar

materi terkait yaitu berupa pengetahuan yang meliputi fakta, konsep, prinsip, dan

prosedur.

e. Multimedia: merupakan suatu sistem komputer yang terdiri dari hardware dan software

yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video, fotografi, grafis,

dan animasi dengan suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer.

f. Soal latihan/penugasan: merupakan kumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas

yang harus dilaksanakan oleh siswa untuk mengukur penguasaan siswa terhadap materi

yang disampaikan dalam e-module.

e. Kedudukan e-module dalam proses pembelajaran

Terdapat 3 (tiga) fungsi perangkat elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di

dalam kelas, yaitu sebagai suplemen, komplemen, dan subtitusi (Siahaan dalam Hasbullah,

2008).

a. Suplemen

Dikatakan sebagai suplemen (tambahan) apabila siswa mempunyai kebebasan memilih,

apakah akan memanfaatkan e-module atau tidak.

b. Komplemen

Dikatakan sebagai komplemen (pelengkap) apabila e-module deprogramkan untuk

melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas. Berarti materi

dalam e-module diprogramkan untuk menjadi materi pengayaan atau remedial bagi siswa

di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Materi e-module dapat juga

dikatakan sebagai enrichment, dimana siswa yang dapat dengan cepat

menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka.

Sedangkan dikatakan sebagai sarana remedial, apabila e-module disajikan kepada siswa

yang mengalami kesulitan memahami pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di

kelas.

c. Subtitusi

Tujuannya agar para siswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan pembelajaran sesuai

dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari siswa.

Ada 3 (tiga) alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih siswa, yaitu: (1)

sepenuhnya secara tatap muka; (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian melalui e-

module; dan (3) sepenuhnya melalui e-module.

Page 19: Proposal Seminar

Sedangkan e-module yang dikembangkan menempati posisi sebagai subtitusi pada

alternatif kedua, yaitu e-module digunakan untuk pembelajaran tatap muka di kelas maupun

mandiri oleh siswa. E-module mencakup penyampaian materi yang bertujuan untuk

penguasaan keterampilan, prosedural, dan deklaratif. Sedangkan pada saat tatap muka, guru

sebagai fasilitator yang mengarahkan pembelajaran siswa di kelas dan menyampaikan

informasi tambahan sesuai dengan materi.

Page 20: Proposal Seminar

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi

experiment, non equivalent control group design). Dalam penelitian ini digunakan hanya

digunakan satu kelas saja untuk melihat pengaruh motede PBL (Project Based Learning). Jika

kelas yang diberi perlakuan tidak berpengaruh signifikan maka dilakukan penelitian di kelas

yang lain.

Tabel 1 Rancangan Penelitian

Kelompok Pre Test Perlakuan Post Tes

Eksperimen O1 X1 O3

Kontrol O2 X2 O4

Keterangan :O1 dan O3 : pretesO2 dan O4 : postesX1 : model pembelajaran PBL (Project Based Learning) berbantuan e-ModuleX2 : model pembelajaran Instruksi Langsung dengan Modul

Skenario Pembelajaran

Tabel 2 Langkah-langkah Pembelajaran antara Pembelajaran dengan Kooperatif Model PBI dan Pembelajaran Tanpa Kooperatif

Model pembelajaran instruksi langsung dengan Modul

Model pembelajaran PBL (Project Based Learning) berbantuan e-Module

a. Prapembelajaran1. memberi motivasi2. menyampaikan tujuan pembelajaran

a. Prapembelajaran1. memberi motivasi 2. menyampaiakan tujuan pembelajaran

b. Pelaksanaan Pembelajaran1. Orientasi (Orientation)

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Membagikan modul tentang materi yang diajarkan Mendeskripsikan materi yang akan dipelajari dan

hubungannya dengan pengetahuan atau pengalaman awal siswa

Mendiskusikan prosedur kegiatan pembelajaran dengan siswa

2. Presentasi (Presentation)Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan)

Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap

Melakukan pemodelan keterampilan yang akan dikuasai oleh siswa

b. Pelaksanaan Pembelajaran1. Planning

a. Persiapan Proyek Merancang seluruh proyek Guru menyampaikan informasi fenomena

nyata sebagai sumber masalah Guru membimbing penyusunan jadwal

proyek Peserta membuat dan menyepakati aturan

kolaborasi di dalam keseluruhan aktifitas proyek

b. Perencanaan ProyekMengorganisir pekerjaan dan kolaboratif Pembentukan kelompok dengan anggota 3-4

orang Guru membimbing siswa mengidentifikasi

tema dan masing-masing kelompok

Page 21: Proposal Seminar

3. Latihan terstruktur (Structured Practice)Mmembimbing pelatihan

Merencanakan dan memberikan latihan terbimbing pada siswa berdasarkan pemodelan yang diberikan

Membantu mengarahkan apabila anak mengalami kesulitan

4. Latihan terbimbing (Guided Practice)Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek keberhasilan pelaksanaan tugas latihan siswa.

Memberikan umpan balik tehadap kegiatan siswa dengan melakukan tes, wawancara, pengamatan dan sebagainya

5. Latihan bebas (Independent practice)Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan hasil latihan

Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan pada siswa

Memberikan penerapan materi yang dipelajari siswa pada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari

Dapat dalam bentuk kerja rumah

memilih proyek (tema) Guru membimbing siswa mengakses e-

module dari komputer masing-masing kelompok.

Siswa mengumpulkan informasi yang relevan/ penulusuran sumber sesuai dengan tema

Membuat resume sumber informasi sebagai bahan reading, Questioning, Answering (dilakukan di luar jam pelajaran)

Siswa kerja kelompok menyusun rencana investigasi: merumuskan masalah sesuai dengan tema yang dipilih (dilakukan di luar jam pelajaran), menyusun hipotesis, menentukan variabel, menyusun instrumen dan prosedur penelitian

Kegiatan Inti2. Creating

a. Pelaksanaan Proyek Organisasi kegiatan belajar mengajar (penugasan di luar jam pelajaran dibimbing guru) Investigasi konten sesuai tema yang dipilih

(identifikasi pemilihan bentuk objek, desain, warna dan teks)

Analisis data Menarik kesimpulan Mengkomunikasikan gagasan atau temuan

dengan anggota kelompok

Mengembangkan pemikiran dan demontrasi Siswa bekerjasama menyiapkan

presentasi/menyusun laporan hasil investigasi dan membuat story board

3. ProcessingMempresentasikan laporan proyek dan story board Siswa bekerjasama dengan penyajian dalam

laporan proyek dengan dibimbing guru yaitu presentasi proyek (diskusi kelas) sesuai dengan tema masing-masing kelompok

Kegiatan Akhir4. Evaluasi

Refleksi dan tindak lanjut penelitian Refleksi untuk mengevaluasi proses PBP

sebagai acuan tindak lanjut Evaluasi proses menggunakan evaluasi diri

sendiri, evaluasi teman sebaya dan portofolio yang berlangsung selama pembelajaran mulai dari pertemuan 1 sampai dengan pertemuan terakhir

2. Populasi dan Sampel

Page 22: Proposal Seminar

2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006:130). Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Negeri 1 Pungging Mojokerto tahun ajaran

2011/2012 yang terdiri dari 3 kelas. 3 kelas tersebut yaitu kelas X1, X2, X3 Program

Multimedia. Kelas X1 program Multimedia sebagai kelas ekperimen dan kelas X2 program

Multimedia sebagai kelas kontrol.

2.2 Sampel

Sampel dalam penlitian ini adalah siswa kelas X1 SMKN 1 Pungging Mojokerto jurusan

Multimedia. Pemilihan sampel dari kelompok-kelompok subjek populasi yang didasarkan atas

pertimbangan guru mata pelajaran setempat bahwa kelas yang digunakan adalah kelas yang

dianggap dapat mewakili 3 kelas yang ada jika dilihat dari segi kemampuan siswa yang

hampir sama.

3. Variabel Penelitian

Variabel bebas : model pembelajaran

Variabel terikat : keterampilan metakognitif siswa dan hasil belajar

3.1 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penilaian

3.1.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Tahap Awal

Menyiapkan semua perangkat pembelajaran yang diperlukan seperti Silabus, RPP, dan

e-Module. Penelitian direncanakan hanya 1 kompetensi dasar yang diteliti. Selain itu,

menyiapkan angket dan rubric untuk mengukur aktivitas dan keterampilan metakognitif

siswa.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Sebelum pembelajaran PBL (Project Based Learning) diterapkan di kelas, dilakukan

Pretes terlebih dahulu. Postes dilakukan setelah diterapkan pembelajaran PBL

berbantuan e-Module pada kelas eksperimen. Soal yang diberikan pada pretes dan

postes adalah 7 soal uraian yang mencakup materi Gambar 2D. Hasil pretes dan postes

digunakan untuk mengukur keterampilan metakognitif siswa dan hasil proyek untuk

mengukur hasil belajar siswa.

b. Nilai keterampilan metakognitif diperoleh dari penilaian pretes dan postes yang diukur

dengan rubric kognitif dan rubik metakognitif, kemudian dimasukkan ke dalam rumus

di bawah ini.

(Y1+2X1)/3 = Y2

Page 23: Proposal Seminar

Keterangan :

Y1 = penilaian dengan rubrik kognitif (kemampuan kognitif)

X1 = keetrampilan metakognitif

Y2 = penilaian rubrik metakognitif (kemampuan metakognitif)

(Sumber : Corebima, 2008)

c. Untuk mengukur data variabel bebas diperoleh dari penyebaran angket. Penyebaran

angket diberikan kepada siswa. Angket digunakan untuk mengetahui kondisi proses

pembelajaran dikelas. Skala yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala Likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2004:86). Jawaban dari setiap

item pertanyaan yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi yang sangat

positif sampai sangat negatif yang dapat berupa kata-kata. Setiap pertanyaan diberi

alternatif dengan skor nilai. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam

mengolah dan menganalisa data yang masuk dari responden. Untuk keperluan

kuantitatif, maka penilaian terhadap jawaban responden diberikan bobot nilai antara 1

sampai dengan 5. Pemberian skor dalam penelitian ini adalah:

Tabel 3 Skor Skala Likert

Alternatif Jawaban Bobot NilaiSangat setuju (SS)Setuju (S)Cukup setuju (CS)Tidak setuju (TS)Sangat tidak setuju (STS)

54321

3.1.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran hasil belajar.

a. Instrumen Perlakuan

Instrument perlakuan dikembangkan dengan mengikuti model pembelajaran berbasis proyek

berbantuan E-Module dan pembelajaran berbasis instruksi langsung.

1) Instrumen Model Pembelajaran Berbasis Proyek berbantuan E-Module

a) Silabus yang berisi Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pokok, Indikator,

Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar

b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

c) E-Modul

d) Lembar penilaian hasil karya

Page 24: Proposal Seminar

2) Instrumen Pembelajaran Berbasis Instruksi Langsung dengan Modul

a) Silabus yang berisi Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pokok,Indikator,

Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar

b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

c) Modul

b. Instrumen Pengukuran Keterampilan Metakognitif

Untuk mengukur keterampilan metakognitif siswa digunakan Rubrik penilaian kognitif

dan rubric penilaian metakognitif. Rubrik adalah alat-alat seperti daftar cek, skala

pengukuran, atau deskripsi yang mengidentifikasi criteria yang digunakan untuk mengukur

hasil karya siswa dalam rangka mengevaluasi performasi (unjuk kerja siswa) (Martin, dkk.

1997 dalam Zubaidah, 2002). Pada penelitian ini penggunaan rubric adalah untuk mengukur

aspek kemampuan kognitif dan keterampilan metakognitif siswa. Adapun rubric yang

diapakai adalah rubric kognitif yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif dan

rubric metakognitif digunakan untuk mengukur kemampuan metakognitif siswa.

c. Instrumen Pengukuran Hasil Belajar.

Untuk mengukur hasil belajar, digunakan tes berupa pretes dan postes. Menurut

Arikunto (2003) tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau

mengukur sesuatu dengan cara-cara dan aturan yang telah ditentukan, dengan kata lain

terdapat syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh sebuah tes. Tes ini digunakan untuk

mengukur hasil belajar siswa yaitu dengan pretes dan postes yang dilakukan siswa. Syarat-

syarat yang harus dipenuhi adalah berkaitan dengan mutu tes dan pengadministrasian dalam

pelaksanaan tes.

Kriteria-kriteria tertentu harus dipenuhi oleh sebuah tes untuk menjadi tes yang baik.

Sebuah tes dikatan baik sebagai alat ukur harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki

validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis (Arikunti, 2003). Tes yang

baik adalah tes yang memenuhi 5 kriteria tersebut, namun terdapat 2 kriteria utama yang

berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan data yang akan dihasilkan dari pelaksanaan tes.

Dua criteria tersebut adalah validitas dan reliabilitas. Berikut ini akan dijelaskan mengenai

validitas dan reliabilitas, selain itu dijelaskan pula tentang tingkat kesukaran soal dan daya

beda.

a. Uji Coba Instrumen

1. Validitas

Validitas logis terdiri dari 2 macam, yaitu validitas isi dan validitas konstruksi. Sebuah

tes dikatakan memiliki validitas isi jika mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan

materi atau isi pelajaran yang diberikan. Validitas isi diusahakan tercapai sejak penyusunan

Page 25: Proposal Seminar

instrument yakni dengan merinci materi kurikulum atau materi pembelajaran. Sebuah

instrument dikatakan memiliki validitas konstruksi bila butir-butir soal yang membangun tes

tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang dtuangkan dalam tujuan instruksional

khusus.

Validitas yang digunakan untuk instrument ini adalah validitas isi. Dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

% Vs x =

Jumlah skor penilaiJumlah skor maksimum

x 100 %

(Gabel dan Samuel, 1987:695-696, dalam Azwar, 2001)

Keterangan:

Vs x = validitas isi

Kriteria validitas isi

81% - 100% : sangat tinggi61% - 80% : tinggi41% - 60% : cukup21% - 40% : rendah0% - 20% : sangat rendah

2. Validitas Butir Soal

Soal yang akan diuji validitas nya adalah soal tes tulis. Dalam penelitian ini, uji validitas

butir soal dihitung dengan menggunakan rumus Korelasi Product-Moment dan dilakukan

dengan bantuan SPSS 16.0 For Windows, yaitu:

rxy =

N∑ xy−(∑ x) (∑ y )

√ {N ∑ x2−(∑ x )2 }{N∑ y2− (∑ y )2} (Arikunto, 2008)

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi antara variabel x dan yN : jumlah respondenx : skor tes tiap-tiap butir soaly : skor nilai total

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian

adalah sebagai berikut:

Jika rhitung ≥ rtabel (Uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrument atau item-item pertanyaan

berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).

Jika rhitung ¿ rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrument atau item-item pertanyaan

tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).

b. Reliabilitas

Page 26: Proposal Seminar

Reliabilitas adalah konsistensi/kemantapan pengukuran. Suatu tes dikatakan memiliki

reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau seandainya

berubah-ubah, perubahan tersebut dikatakan tidak berarti.

Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa cara yang dapat dipakai dalam

mencari reliabilitas soal. Cara yang dapat dipakai adalah dengan metode bentuk parallel,

metode tes ulang, metode belah dua, dan metode reliabilitas tes untuk uraian. Penentuan

reliabilitas ini menggunakan analisis butir soal. Skor untuk masing-masing butir soal

dicantumkan pada kolom item menurut bobot tiap nomor. Reliabilitas soal dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

r11=[ nn−1 ][1−∑ σ i

2

σ i2 ]

Keterangan :

r11 : reliabilitas tes secara keseluruhann : banyaknya item

∑ σ i2 : jumlah varians skor tiap-tiap item

σ i2 : varian soal

Kriteria :

0,00 < r11 < 0,2 : sangat rendah0,20 < r11 < 0,40 : rendah0,40 < r11 < 0,60 : cukup0,60 < r11 < 0,80 : tinggi0,80 < r11 < 1 : sangat tinggi

c. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal

Soal yang baik adalah soal yang tingkat kesukarannya tidak terlalu sulit dan tidak terlalu

mudah (Arikunto, 2005:207).Dalam penelitian ini, tingkat kesukaran butir soal yang diuji

adalah soal pre-test dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P= BJs

(Arikunto, 2008:208)

Keterangan :

P : Indeks KesukaranB : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benarJs : Jumlah seluruh siswa tes(Arikunto, 2008:208)

Kriteria tingkat kesukaran (P) butir soal (Arikunto, 2008:210)

P = 0.00 – 0.30 kategori sukarP = 0.31 – 0.73 kategori sedang

Page 27: Proposal Seminar

P = 0.71 – 1.00 kategori mudah

d. Uji Daya Beda Butir Soal (D)

Soal yang baik adalah soal yang mampu membedakan antara siswa yang pandai dan

siswa yang bodoh. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal adalah

sebagai berikut :

D=BA

J A

−BB

J B

=PA−PB

Arikunto, 2008:213)

Keterangan

D : daya beda butir soalJ A : Banyaknya peserta kelas atasJB : Banyaknya peserta kelas bawahBA : Banyaknya peserta kelas atas yang menjawab benarBB : Banyaknya peserta kelas bawah yang menjawab benarPA : Proporsi peserta kelas atas yang menjawab benarPB : Proporsi peserta kelas bawah yang menjawab benar

Kriteria butir soal (Arikunto, 2008)

D = 0.00 – 0.20 Kategori JelekD = 0.21 – 0.40 Kategori CukupD = 0.41 – 0.70 Kategori BaikD = 0.71 – 1.00 Kategori Baik Sekali

4. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang dipakai dalam penelitian meliputi Silabus, RPP, dan e-

Module.

1. Silabus

Silabus mengacu panduan KTSP (BSNP, 2006) berupa tabel yang meliputi standar

kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu,

pengujian (jenis tagihan, bentuk tagihan, contoh tagihan), dan sumber belajar.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berisi petunjuk dan skenario pembelajaran

atau merupakan panduan dalam mengelola kegiatan pembelajaran. RPP merupakan jabaran

lebih rinci dari silabus yang memuat kompetensi dasar, indikator kompetensi, skenario

pembelajaran, dan sumber belajar.

3. e-Module

E-Module ini merupakan bahan ajar berbentuk modul yang memiliki konten seperti

tujuan, materi, soal-soal yang disertai animasi. e-Module ini tidak dapat berupa printout, jadi

Page 28: Proposal Seminar

hanya dapat diakses siswa melalui komputer. Bahan ajar e-Module ini juga dapat digunakan

untuk membantu siswa mencapai tujuan dengan standar kompetensi yang ingin dicapai.

5. Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan teknik analisis dengan menggunakan uji-t, untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh keterampilan metakognitif siswa kelas eksperimen.

a. Nilai kemampuan awal yang berupa nilai Pre Test akan dianalisis dengan uji persyaratan

analisis, yaitu :

Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah pasangan data yaitu data

kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen yang diuji perbedaannya memiliki

varians yang tergolong homogeny (tidak beda), langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Menghitung varians masing-masing kelompok data

2. Menghitung nilai F statistic dengan rumus sebagai berikut :

Fh¿= var kont .terbesar

var kont .terkecil¿ (Sudjana, 1996)

Varians (S2) = ∑ x2−(∑

x

2)

nn−1

Keterangan :

x : nilai siswa

n : Banyaknya siswa

3. Membedakan harga Fhitung dengan Ftabel dengan taraf signifikan 5%

4. Menyimpulkan dengan criteria kelompok data homogen jika Fhitung < Ftabel

Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan melalui tes chi-kuadrat. Uji ini dilakukan untuk mengetahui

apakah data kemampuan awal dari kelas kontrol dan kelas eksperimen yang diperoleh sudah

terdistribusi normal.

X2=(fo−ft )2

ft(Sudjana, 1996)

x2 : chi-kuadrat

f0 : frekuensi yang diobservasi

ft : frekuensi teoritik

Data terdistribusi normal jika x2 hitung < x2tabel

Page 29: Proposal Seminar

b. Skor kemampuan akhir yang berupa skor tes akhir akan dianalisis dengan :

Uji Normalitas sebagai uji persyaratan analisis seperti uji normalitas pada kemampuan

awal

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam peneliatian ini digunakan uji t

Adapun rumus yang digunakan adalah:

t =X 1−X2

S√ 1n1+ n2 (Sudjana,2002:239)

Keterangan :

X1 : Rata – rata skor kelompok eksperimen S22

: Varians kelompok kontrolX2 : Rata – rata skor kelompok kontroln1 : Jumlah subyek kelompok eksperimenn2 : Jumlah subyek kelompok kontrolS : Standar deviasi totalS2 : Varians totalS1

2: Varians kelompok eksperimen

Kaidah keputusan yang diambil yaitu hipotesis diterima apabila proporsi > 0,05 dan

hipotesis ditolak apabila proporsi < 0,05 (Riduwan & Akdon, 2005:218).

c. Besarnya nilai peningkatan keterampilan metakognitif siswa dihitung berdasarkan rumus

di bawah ini :

H=[ nilai postes−nilai pretesnilai pretes

× 100 %] Keterangan :

H : peningkatan keterampilan metakognitif siswa

Analisis Regresi

Menurut Iqbal (250: 2008), Analisis regresi lebih akurat dalam melakukan analisis

korelasi, karena pada analisis itu kesulitan dalam menunjukkan slop (tingkat perubahan suatu

variabel terhadap variabel lainnya dapat ditentukan). Jadi, dengan analisis regresi peramalan

atau perkiraan nilai variabel pada nilai variabel bebas lebih akurat pula. Persamaan regresi

linier sederhana dari variabel Y terhadap variabel X1 dan X2 dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

S2=(n1−1 )S1

2+(n2−1 )S22

n1+n2−2

Page 30: Proposal Seminar

Y = variable terikatX = variable bebasa = intersepb = koefisien regresi/slop

Dengan,

a =

b =

Persamaan regresi linear diatas dapat pula dituliskan dalam bentuk:

Analisa Data Angket

Data hasil angket respon siswa ini diperoleh dari pembagian angket kepada siswa di akhir

penelitian. Analisa data angket dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tabulasi data dan

dengan analisa persentase.

1. Tabulasi Data

Data hasil angket selanjutnya diolah dalam bentuk tabel untuk mendapatkan jumlah bobot

nilai setiap responden. Tabulasi data ini dirumuskan dalam Tabel 3.6 dibawah ini

Tabel 4 Tabulasi data respon siswa

No. Nama Responden

Item1 2 3 4

3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 112

FrekuensiPersentase

2. Analisa Persentase

Dari tabulasi data di atas, telah diketahui jumlah responden yang menjawab setiap

alternatif jawaban. Selanjutnya hasil tabulasi data angket dianalisis menggunakan rumus

persentase sebagai berikut:

Hasil perhitungan persentase tersebut kemudian diinterpretasikan ke dalam kriteria

yang ditunjukkan dalam Tabel 3.7

Tabel 5 Klasifikasi Persentase

No. Interval (%) Kriteria Kriteria dengan huruf12

85-10075-84

Sangat baikBaik

AB

Page 31: Proposal Seminar

345

60-7440-590-39

CukupKurangKurang sekali

CDE

Sumber: Imam (2005: 105).

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PBL (Project Based Learning) BERBANTUAN E-MODULE TERHADAP

KETERAMPILAN METAKOGNITIF DAN HASIL BELAJAR GAMBAR 2D SISWA KELAS X SMK.

PROPOSAL SKRIPSI

OLEHANDIKA RAHMA SARASWATI

NIM 208533413236

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Page 32: Proposal Seminar

FAKULTAS TEKNIKPROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA

APRIL 2011