penyakit paru obstruksi kronis (ppok)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi...

44
i PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) Oleh: Komilannaath Paramasivam (1102005208) Pembimbing Dr. Ketut Suardamana Sp. PD-KAI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD / RSUP SANGLAH 2017

Upload: others

Post on 25-Mar-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

i

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

Oleh:

Komilannaath Paramasivam

(1102005208)

Pembimbing

Dr. Ketut Suardamana Sp. PD-KAI

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD / RSUP SANGLAH

2017

Page 2: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

ii

PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa, atas segala anugerah-Nya sehingga pada akhirnya

penulis dapat menyelesaikan laporan PBL yang berjudul ”Penyakit Paru

Obstuksi Kronis". Tinjauan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat

dalam rangka menyelesaikan Program Kepaniteran Klinik Madya dibagian

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unversitas Udayana.

Dalam penyusunan tinjauan kasus ini penulis telah banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Ketut Suardamana Sp. PD-KAI selaku dosen pembimbing dalam

penyusunan tinjauan kasus ini.

2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah

kesehatan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, Oktober 2017

Penulis

Page 3: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

iii

DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................. ii

Daftar isi ......................................................... ...............................iii

BAB I Pendahuluan .............................................................................. 1

BAB II Tinjauan Pustaka ....................................................................... 2

BAB III Laporan Kasus .............................................. ......................... 21

BAB IV Laporan Kunjungan Rumah......................................................30

Daftar Pustaka..................................................................................................... 31

Page 4: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

1

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit atau

gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi

saluran napas. Gangguan obstruksi yang terjadi memberikan dampak buruk

terhadap penderita karena menimbulkan gangguan oksigenasi dengan segala

dampaknya. Obstruksi saluran napas yang terjadi bisa bertambah berat jika ada

gangguan lain seperti infeksi saluran napas dan eksaserbasi akut penyakitnya. 1,2

PPOK semakin menarik untuk dibicarakan karena prevalensi dan angka

mortalitas yang terus meningkat. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga

DepKes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkhitis kronik

dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian tersering di

Indonesia. Di Amerika, sebagai penyebab kematian PPOK menempati peringkat

keempat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Merokok

merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko

lainnya. Faktor yang berperanan dalam peningkatan penyakit tersebut antara lain:

kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun

60-70%),

pertambahan penduduk,

meningkatnya usia rata-rata penduduk,

industrialisasi,

polusi udara.

Edukasi terhadap penderita dan keluarga memegang peranan penting

dalam penatalaksanaan PPOK. Dalam hal ini edukasi diharapkan dapat mencegah

perburukan penyakit seperti misalnya penambahan dosis bronkodilator, cara

penggunaan oksigen, dan penambahan mukolitik saat terjadi eksaserbasi akut.

Selain itu, hendaknya penderita dapat menghindari faktor-faktor yang dapat

mencetuskan eksaserbasi akut.

Page 5: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di

saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK

terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Hambatan

aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan dengan respon inflamasi

yang abnormal dari paru-paru terhadap partikel atau gas yang bersifat iritatif,

terutama disebabkan oleh rokok. Walaupun PPOK berefek pada paru-paru,

penyakit ini juga menimbulkan efek sistemik. Hambatan aliran udara biasanya

disebabkan oleh penyakit paru dan emfisema. Gangguan pada jalan nafas

utamanya akibat dari berkurangnya diameter lumen akibat dari penebalan dinding,

peningkatan produksi mukus intralumen, dan perubahan pada cairan yang

melapisi jalan nafas kecil.2,3,4

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh

batuk kronis berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua

tahun berturut-turut tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema merupakan

kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup

banyak penderita bronkitis kronis juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema,

termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak

reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3

2.2 Faktor risiko

Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting,

jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Rokok sejauh ini masih menjadi

faktor resiko penting untuk terjadinya PPOK.3

Page 6: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

3

Gambar 2.1 Peranan rokok sebagai faktor risiko PPOK5

Faktor risiko penting lainnya adalah paparan di tempat kerja, status sosoial

ekonomi, dan predisposisi genetik. PPOK mempunyai riwayat yang bervariasi dan

tidak semua individu mempunyai riwayat yang sama. PPOK sudah timbul

beberapa dekade sebelum onset dari gejalanya muncul. Kegagalan pertumbuhan

fungsi paru semasa kanak-kanak dan remaja, disebabkan oleh infeksi berulang

atau rokok dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru pada dewasa muda.

Pertumbuhan abnormal ini disertai dengan fase plateu yang memendek pada

perokok, meningkatkan risiko PPOK.3

Tabel 2.1 Faktor risiko PPOK3

Page 7: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

4

2.3 Patofisiologi

Iritasi kronik yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi adalah faktor pencetus

bronkitis kronik. Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas. Pada setiap

hembusan asap rokok terdapat radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH-).

Sebagian besar radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok.

Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang

rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya

modifikasi fungsi anti elastase pada saluran nafas. Anti elastase berfungsi

menghambat netrofil.oksidan menyebabkan fungsi ini terganggu, sehingga timbul

kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikulat asap rokok dan udara terpolusi

mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga

menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang,

sehingga iritasi pada sel mukosa meningkat. Hal ini akan merangsang kelenjar

mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia menimbulkan

gejala batuk kronik dan ekspektorasi. Produk mukus yang berlebihan

menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini

merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi hipersekresi. Bila iritasi dan

oksidasi terus berlangsung di saluran napas maka akan terjadi erosi epitel serta

pembentukan jaringan parut.selain itu terjadi pula metaplasia skuamosa dan

penebalan lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran

nafas yang bersifat irreversibel.3

Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli yang

permanen disertai destruksi dinding alveoli. Dua jenis emfisema yang relevan

terhadap PPOK adalah emfisema pan-asinar dan emfisema sentri-asinar. Pada

jenis pan-asinar kerusakan asinar relative difus dan dihubungkan dengan proses

menua serta pengurangan permukaan alveolar. Keadaan ini menyebabkan

berkurangnya elastic recoil paru sehingga timbul obstruksi saluran nafas. Pada

jenis sentry-asinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan aderah perifer asinar,

kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit saluran

nafas perifer.3.4

Page 8: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

5

Gambar 2.2

Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:4

Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke

perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan

merokok lama

Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata

dan terbanyak pada paru bagian bawah

Emfisema asinar distal (parasetal), lebih banyak mengenai salran nafas

distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat

pleura.

Obstruksi saluran nafas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena

perubahan struktural pada saluran nafas kecil yaitu: infamasi, fibrosis, metaplasia

sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan nafas.3,4

Page 9: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

6

Gambar 2.3 Konsep patogenesis PPOK4

2.4 Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan

hingga berat. Pada pemeriksaa fisis tidak ditemukan kelainan sampai kelainan

jelas dan tanda inflamasi paru. Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan :6

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

Keluhan

Riwayat penyakit

Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisis

B. Pemeriksaan penunjang

Inhalasi bahan berbahaya

inflamasi

Kerusakan jaringan

Mekanisme

perlindungan

Mekanisme

perbaikan

Penyempitan

sal.nafas Destruksi

parenkim

Hipersekresi

mukus

Page 10: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

7

Gambaran klinis6

a. Anamnesis

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat

badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,

lingkungan asap rokok dan polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

Inspeksi

o Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu).

Pursed-lips breathing adalah sikap seseorang yang bernafas

dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.

Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas

kronik.

o Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal

sebanding)

o Penggunaan otot bantu nafas

o Hipertropi otot bantu nafas

o Pelebaran sela iga

o Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena

jugularis di leher dan edema tungkai

o Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer

adalah gambaran yang khas pada emfisema, penderita

kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips

breating. Blue bloater adalah gambaran khas pada

bronchitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema

Page 11: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

8

tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan

perifer

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

o Suara nafas vesikuler normal, atau melemah

o Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa

atau pada ekspirasi paksa

o Ekspirasi memanjang

o Bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan Penunjang7,8,9

a. Uji Faal Paru

Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan

diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa.

Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi

saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri harus digunakan untuk

mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal,

atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga harus digunakan

untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada

saat melakukan manuver di atas, atau disebut dengan Forced Expiratory Volume

in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran ini juga harus dilakukan

(FEV1/FVC) untuk menentukan ada tidaknya obstruksi jalan nafas, nilai normal

FEV1/FVC adalah > 70%. Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan

penurunan dari FEV1 dan FVC. Adanya nilai FEV1/FVC < 70% disertai dengan

hasil tes bronkodilator yang menghasilkan nilai FEV1 < 80% dari nilai prediksi

mengkonfirmasi terjadinya pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya

reversibel. FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

Page 12: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

9

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. FEV1 juga amat

dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, dan tinggi penderita, sehingga

paling baik dinyatakan berdasarkan sebagai persentase dari nilai prediksi

normal.

Uji faal paru juga dapat dilakukan dengan uji bronkodilator. Uji

bronkodilator juga menggunakan spirometri. Teknik pemeriksaan ini adalah

dengan memberikan bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 kurang dari

20% maka ini menunjukkan pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya

reversibel. Uji ini dilakukan saat PPOK dalam keadaan stabil (di luar

eksaserbasi akut).

b. Foto Torak PA dan Lateral

Foto torak PA dan Lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan

penyakit paru lain. Pada penderita emfisema dominan didapatkan gambaran

hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal

melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler

(memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis kronis

dominan hasil foto thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal aataupun

dapat terlihat corakan bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian

yang hiperlusen.

c. Analisa Gas Darah (AGD)

Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah amat penting

untuk dilakukan. AGD wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita

menunjukkan nilai < 40% dari nilai prediksi dan secara klinis tampak tanda-

tanda kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan seperti sianosis sentral,

pembengkakan engkel, dan peningkatan jugular venous pressure.

Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang berbeda pada pasien

dengan emfisema dominan dibandingkan dengan bronkitis kronis dominan.

Pada bronkitis kronis analisis gas darah menunjukkan hipoksemi yang sedang

sampai berat pada pemberian oksigen 100%, hal ini menunjukkan adanya shunt

kanan ke kiri. Dapat juga menunjukkan hiperkapnia yang sesuai dengan adanya

Page 13: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

10

hipoventilasi alveolar, serta asidosis respiratorik kronik yang terkompensasi.

Gambaran seperti ini disebabkan karena pada bronkitis kronis terjadi gangguan

rasio ventilasi/perfusi (V/Q ratio) yang nyata.

Sedangkan pada emfisema, rasio V/Q tidak begitu terganggu oleh karena

baik ventilasi maupun perfusi, keduanya menurun disebabkan berkurangnya

jumlah unit ventilasi dan capillary bed. Oleh karena itu pada emfisema

gambaran analisa gas darah arteri akan memperlihatkan normoksia atau

hipoksia ringan, normokapnia, dan tidak ada shunt kanan ke kiri

Analisa gas darah berguna untuk menilai cukup tidaknya ventilasi dan

oksigenasi, dan untuk memantau keseimbangan asam basa.

d. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram diperlukan untuk

mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat, khususnya

pada saat terjadinya eksaserbasi akut. Infeksi saluran napas berulang

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di

Indonesia.

e. Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya leukositosis pada

eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik, juga untuk melihat

terjadinya peningkatan hematokrit.

f. Pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui

komplikasi pada

jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal.

Pemeriksaan lain yang dapat namun jarang dilakukan antara lain uji latih

kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, CT- scan resolusi tinggi, ecocardiografi,

dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin

2.5 Diagnosis banding6

Asma

Page 14: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

11

SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit obstruksi

saluran nafas yang ditemukan pada penderita pascatuberkulosis dengan

lesi paru yang minimal.

Pneumotoraks

Gagal jantung kronik

Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misal: bronkiektasis,

destroyed lung.

Perbedaan asma, PPOK, dan SOPT6

Asma PPOK SOPT

Timbul pada usia muda ++ - +

Sakit mendadak ++ - -

Riwayat merokok +/- +++ -

Riwayat atopi ++ + -

Sesak dan mengi berulang +++ + +

Batuk kronik berdahak + ++ +

Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-

Reversibility obstruksi ++ _ -

Variability harian ++ + -

Eosinofil sputum + - ?

Neutrofil sputum - + ?

Makrofag sputum + _ ?

2.6 Klasifikasi PPOK3

Diagnosis dan klasifikasi PPOK memerlukan spirometri, FEV1 (forced expiratory

volume in one second) / FVC (forced vital capacity) post-bronkodilator ≤ 0.7

mengkonfirmasi adanya keterbatasan aliran udara yang bersifat reversible parsial.

Spirometri sebaiknya dilakukan pada semua orang dengan riwayat : paparan

dengan rokok; dan/atau polutan lingkungan atau pekerjaan; dan/atau adanya

batuk, produksi sputum atau dispnea. Klasifikasi spirometri terbukti berguna

dalam memprediksi : status kesehatan, penggunaan sarana kesehatan,

perkembangan eksaserbasi, dan mortalitas dalam PPOK.

Page 15: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

12

Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK3

2.7 PENATALAKSANAAN 7,8,9

Penatalaksanaan PPOK disesuaikan dengan kondisi, apakah pasien dalam

keadaan stabil atau eksaserbasi akut. Penatalaksanaan terhadap PPOK yang stabil

dilakukan dengan jalan meningkatkan terapi tergantung kepada tingkat keparahan

penyakit penderita. Dilakukan dengan memberikan edukasi kesehatan,

farmakoterapi, serta terapi non-farmakologi.

Edukasi kesehatan memiliki target berupa penghentian kebiasaan

merokok, dan bertujuan agar penderita PPOK dapat meningkatkan kemampuan

untuk mengatasi keterbatasan aktivitas akibat penyakitnya, dan peningkatan status

kesehatan.

Farmakoterapi diberikan untuk mencegah dan mengontrol gejala,

menurunkan frekwensi dan tingkat keparahan dari periode eksaserbasi,

peningkatan status kesehatan, dan meningkatan toleransi beraktivitas. Terapi

diberikan bila diperlukan, dan bukan untuk memperbaiki fungsi dari paru-paru.

Bronkodilator adalah pilihan farmakoterapi yang paling utama, baik saat

penggunaan reguler ataupun saat eksaserbasi akut. Obat-obatan yang digunakan

adalah golongan ß2-agonist, antikolinergik, ataupun golongan xanthine. Pemilihan

obat dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya obat dan respon pasien. Semua jenis

bronkodilator di atas dapat meningkatkan kapasitas beraktivitas namun tidak dapat

meningkatkan fungsi paru. Bronkodilator lebih baik jika digunakan secara reguler.

Dapat pula digunakan secara kombinasi untuk mningkatkan FEV1 seperti

contohnya kombinasi ß2-agonist dan antikoninergik. Digunakan juga sesuai

Page 16: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

13

dengan respon pasien, sebagai contoh, nebulizer terus digunakan jika terapi

konvensional tidak menghasilkan respon yang baik namun baik dengan nebulizer.

Terapi farmakoterapi yang lain yang dapat digunakan dengan penggunaan

glukokortikoid, yaitu pada pasien dengan stage III atau IV dan terjadi eksaserbasi

yang berulang. Pilihan pemakaiannya adalah dengan inhalasi yang diharapkan

dapat digunakan untuk menurunkan frekwensi eksaserbasi. Lebih baik lagi jika

digunakan dengan kombinasi bersama ß2-agonist, dan tidak dianjurkan untuk

menggunakan glukokortikoid secara oral yang berkepanjangan karena memiliki

efek samping sistemik berupa steroid myopathy.

Terapi non-farmakologi yang dapat digunakan antara lain adalah:

Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada pasien PPOK. Kemungkinan

disebabkan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja

muskulus respiratorius yang yang meningkat karena hipoksemia

kronik dan hiperkapnea yang menyebabkan hipermetabolisme.

Asupan nutrisi yang seimbang adalah yang utama pada pasien

PPOK.

Rehabilitasi

Tujuan program rehabilitasi adalah untuk meningkatkan toleransi

latihan dan memperbaiki kualitas hidup dari penderita PPOK.

Penderita PPOK yang diamsukkan ke dalam program rehabilitasi

adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan yang optimal

disertai dengan :

- gejala pernapasan berat

- beberapa kali masuk ruang gawat darurat

- Kualitas hidup yang menurun

Program rehabilitasi terdiri dari tiga komponen yaitu : latihan fisik,

psikososial, dan latihan pernapasan. Latihan pernapasan ditujukan

untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas penderita. Teknik

latihan ini meliputi pernapasan diafragma, dan pursed-lips

breathing guna memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja

otot abdomen dan thoraks.

Page 17: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

14

Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia yang progresif dan berkepanjangan

yang menyebabkan kerusakan jaringan. Terapi ini merupakan hal

yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan

mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.

Indikasi pemberian terapi oksigen adalah :

- PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %

- PaO2 diantara 55-59 mmHg atau SaO2 > 89% disertai

kor pulmonal, perubahan P pulmonal, Hct > 55 %, dan

tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, dan

penyakit paru yang lain.

Terapi oksigen dapat dilakukan di rumah maupun di rumah sakit.

Ventilatory Support

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau

pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.

Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU

ataupun di rumah.

Berikutnya adalah penanganan terhadap keadaan eksaserbasi akut.

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi

yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Untuk

eksaserbasi ringan dapat dilakukan oleh penderita yang telah dilatih dengan cara:

1. Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk

bronkodilator dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk nebulizer, dan dosis

serta pemberian ditingkatkan.

2. Steroid sistemik dapat diberikan misalnya prednisolon 400 mg selama 10-

14 hari, antibiotik bila ada tanda infeksi cukup jelas, umumnya 7-14 hari.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan dengan

rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di: (1) Poliklinik rawat jalan, (2) Unit

Gawat Darurat, (3) ruang rawat, (4) ruang ICU. Perawatan rawat inap di RS pada

pasien eksaserbasi akut PPOK dilakukan bila didapatkan tanda eksaserbasi berat

berupa sesak yang memberat dan berkepanjangan, adanya peningkatan produksi

Page 18: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

15

sputum, dan perubahan warna sputum menjadi purulen dan perburukan kondisi

umum pasien yang membutuhkan perawatan yang lebih intensif di RS.

Prinsip penanganannya adalah atasi segera eksaserbasi yang terjadi dan

mencegah terjadinya gagal nafas. Bila telah terjadi gagal nafas, segera atasi untuk

mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan :

1. Diagnosis beratnya eksaserbasi

- derajat sesak, frekuensi nafas, pernafasan paradoksal,

- kesadaran,

- tanda vital,

- analisa gas darah,

- pneumonia.

2. Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut, terapi oksigen merupakan hal yang utama dan

pertama, untuk memperbaiki hipoksemia. Sebaiknya dipertahankan PaO2

> 60 mmHg atau SaO2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Oksigen yang

diberikan dalam dosis yang rendah, yaitu 2 L/ mnt. Pada PPOK terjadi

hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan

sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat

penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel. Dengan pemberian oksigen diharapkan dapat mengurangi

sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmonal dan

mengurangi vasokontriksi pada saluran nafas.

3. Pemberian obat-obatan yang optimal

a. Bronkodilator

Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan

peningkatan dosis. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan

bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot

diafragma. Dalam perawatan rumah sakit, bronkodilator dapat diberikan

secara intravena dan nebulizer, dengan pemberian yang lebih sering,

perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping

bronkodilator. Sebagai contoh :

Page 19: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

16

- Ipratropium bromide bekerja menghambat refleks vagal yang

menyebabkan kontraksi otot polos jalan nafas dan mengurangi sekresi

mukus tanpa menambah kekentalannya.

- Salbutamol bekerja mengatasi bronkospasme dan edema bronkhial juga

merangsang mobilisasi dahak. Pemberian secara kombinasi akan

memperkuat efek bronkodilatasi selain itu akan memudahkan bagi

penderita karena pemberiannya lebih sederhana, atau dapat diberikan

Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap jam dan

dapat dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam. Bila

tidak ada digunakan Adrenalin 0,3 mg subkutan, dengan hati-hati.

- Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) dilanjutkan perdrip

0,5-0,8 mg/kgBB/jam.

- Pemberian aminofilin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1

botol cairan perinfus. Cairan infus yang dipergunakan adalah dekstrose

5%, NaCl 0,9% atau Ringer laktat.

b. Antibiotika

Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala peningkatan sesak,

peningkatan jumlah sputum atau sputum berubah menjadi purulen.

Pemilihan disesuaikan pola kuman setempat. Pemberian antibiotik

di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk

rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya dikombinasi dengan

makrolide, bila ringan dapat diberi tunggal. Antibiotika diberikan

karena adanya infeksi pada saluran nafas.

c. Kortikosteroid

Diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Derajat sedang dapat

diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu dan pada derajat

berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak

memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak efek

sampingnya.

d. Antioksidan

Page 20: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

17

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,

digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK eksaserbasi

yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi akut, terutama pada bronkitis

kronis dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada

PPOK bronkitis kronis, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Pemberian mukolitik berguna untuk mengencerkan dahak yang

mempermudah pengeluaran dahak sehingga meringankan batuk

berdahak. Bila diperlukan dapat ditambahkan dengan ekspektoran untuk

membantu mengeluarkan dahak

4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia

berkepanjangan dan menghindari kelelahan otot bantu nafas. Keadaan

malnutrisi pada PPOK dapat terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan

energi akibat kerja otot pernafasan yang meningkat, dapat dilihat dari

penurunan BB dan antropometri. Asupan energi disesuaikan antara kalori

yang masuk dan kalori yang dibutuhkan. Pemberian energi yang agresif

tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak

dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.

Asupan energi dilakukan sedikit demi sedikit dan terus menerus.

5. Ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik pada eksaserbasi berat akan mengurangi

morbiditas dan mortalitas, serta memperbaiki simptom.

6. Kondisi lain yang berkaitan

- Monitoring balans cairan dan elektrolit.

- Pengeluaran sputum

- Gagal jantung atau aritmia

7. Evaluasi ketat progresivitas penyakit

Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan

menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera

Page 21: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

18

dapat mencegah gagal nafas berat dan menghindari penggunaan ventilasi

mekanik.

Pasien dapat dipulangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

- Agonis beta-2 yang diperlukan tidak lebih dari setiap 4 jam

- Pasien, kalau sebelumya rawat jalan, mampu berjalan

menyeberangi kamar

- Pasien mampu makan dan tidur tanpa sering terjaga akibat sesak

nafas

- Pasien secara klinis stabil dalam 12-24 jam

- Gas darah arteri stabil dalam 12-24 jam

- Pasien sudah mengerti secara benar peggunaan obat untuk rawat

jalan

- Sudah dibuatkan rancangan perawatan untuk di rumah

Pasien, keluarga, dan dokter sudah yakin bahwa pasien dapat ditatalaksana

dengan

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah dan pelayanan kesehatan

primer/Puskesmas :

Nilai ulang dalam beberapa jam

Sembuh atau perbaikan tanda dan

gejala Tidak terjadi penyembuhan atau perbaikan

Lanjutkan tatalaksana,

kurangi jika mungkin

Ke dokter

Tatalaksana jangka

panjang

- Tambahkan kortikosteroid oral

- Antibiotik bila ada tanda infeksi saluran

nafas

- Diuretika bila ada kelebihan cairan Nilai ulang tanda selama 2

hari

Perburukan tanda / gejala Rujuk ke

rumah

sakit

Inisiasi atau meningkatkan terapi bronkodilator

Page 22: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

19

2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat tejadi pada PPOK adalah :

1. Gagal nafas

Gagal nafas kronik: hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan

PCO2> 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan:

o Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2

o Bronkodilator adekuat

o Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau

waktu tidur

o Antioksidan

o Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, ditandai oleh:

o Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis

o Sputum bertambah dan purulen

o Demam

o Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan

menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya

infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah,

ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

3. Kor pulmonal: ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%,

dapat disertai gagal jantung kanan

2.9 PENCEGAHAN

1. Mencegah terjadinya PPOK

o Hindari asap rokok

o Hindari polusi udara

o Hindari infeksi saluran nafas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK

o Berhenti merokok

Page 23: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

20

o Gunakan obat-obatan adekuat

o Mencegah eksaserbasi berulang

Strategi yang dianjurkan oleh Public Health service report USA adalah:

Ask : lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan

Advice : terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga

pasien didesak mau berhenti merokok

Assess : yakinkan pasien untuk berhenti merokok

Assist : bantu pasien dalam berhenti merokok

Arrange : jadwalkan kontak usaha berikutnya yang leih intesif, bila

usaha pertama masih belum memuaskan.

2.10 PROGNOSIS

Beberapa penelitian menunjukkan predictor mortalitas pasien PPOK adalah

usia tua dan penurunan forced expiratory volume per detik (FEV1). Pasien usia

muda dengan PPOK memiliki tingkat mortalitas lebih rendah kecuali pada

keadaan defisiensi alpha1-antitrypsin, abnormalitas genetic yang menyebabkan

panlobular emfisema pada usia dewasa muda. Defisiensi alpha1-antitrypsin

harus dicurigai ketika PPOK muncul pada lebih muda dari 45 tahun dan tidak

ada riwayat bronchitis kronis atau penggunaan tembakau, atau ada anggota

keluarga dengan riwayat penyakit paru obstruktif pafda usia muda. 5

Page 24: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

21

Page 25: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

22

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : IWS

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Tabanan, 11 Juli 1954

Umur : 61 tahun

Suku / Bangsa : Bali / Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tidak sekolah

Status Pernikahan : Sudah menikah

Pekerjaan : Petani

Alamat :Gg. Tamang Sari IIC, No. 1, Sesetan

Denpasar

Tgl. Rawat inap : 7 Maret 2016

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Sesak Nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUP Sanglah diantar keluarga pada tanggal 7

Maret 2016. Pasien mengeluh sesak nafas memberat sejak 7 hari SMRS

(Sebelum masuk rumah sakit). Pasien merasakan nafasnya semakin

pendek dan dadanya seperti diikat dengan tali. Sesak nafas dirasakan

sepanjang hari dan semakin hari semakin memberat. Sesak nafas

dikatakan menjadi berat apabila pasien melakukan aktivitas hairan dan

sesak dirasakan berkurang apabila pasien beristirahat. Sesak nafas yang

pasien rasakan tidak membaik dengan perubahan posisi. Pasien juga

mengeluhkan batuk, demam, penurunan nafsu makan.

Page 26: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

23

Pasien juga mengeluh batuk sejak 7 hari SMRS. Batuk disertai

dengan dahak yang berwarna bening dan kental. Dahak dikatakan keluar

setiap kali batuk dengan kira-kira 2-3 senduk teh. Tidak ada hal yang

memperberat atau memperingan keluhan ini. Pada awalnya pasien

mengalami batuk tanpa adanya dahak. Batuk kemudian dirasakan

semakin hari semakin memberat sehingga dahak muncul 7 hari yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari sebelum MRS. Demam

dikatakan naik turun namun pasien merasakan demamnya tidak sebegitu

tinggi. Pasien tidak sempat mengukur suhunya sebelum ke RSUP. Pasien

juga mengatakan demamnya berkurang dengan obat penurun panas

namun demamnya kembali lagi.

Keluarga pasien mengeluhkan nafsu makan pasien menurun sejak

satu minggu yang lalu. Penurunan berat badan dan keringat malam

disangkal oleh pasien. Keluhan mual muntah juga disangkal oleh pasien.

BAK dan BAB pasien dikatakan seperti biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 sejak kurang lebih 18

tahun yang lalu. Pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat sesak

dan batuk yang hilang timbul sejak pasien berusia 40 tahun namun

keluhan membaik apabila pasien ke bidan dan mengambil obat. Pasien

menyangkal memiliki riwayat penyakit jantung, stroke dan penyakit

sistemik lainnya.

Riwayat Pengobatan

Pasien sempat mengambil paracetamol untuk demamnya yang dibeli

sendiri di apotek. Pasien sering kontrol ke dokter umum untuk keluhan

diabetes mellitusnya. Pasien dikatakan diberikan insulin oleh dokter

umum.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada dalam keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama

dengan pasien.

Riwayat penyakit jantung, kolesterol tinggi, asma, ginjal dan diabetes

mellitus dalam keluarga disangkal.

Page 27: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

24

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak umur 18 tahun. Pasien

dikatakan awalnya 3 kotak sehari kemudian berkurang menjadi 1 kotak

sehari. Sekarang pasien merokok 2 batang rokok sehari. Pasien

menyangkal kebiasaan minum alkohol. Pasien sebelum ini bekerja

sebagai petani. Terkait dengan pekerjaannya ini, pasien menjadi

sering terpapar dengan debu dan obat-obatan pembasmi hama. Pasien

tidak pernah memakai masker saat bekerja serta tidak selalu menutupi

hidung dan mulutnya dengan kain saat menyemprotkan insektisida

selama bekerja. Sejak sakit pasien tinggal di rumah anaknya di

Sesetan, Denpasar dan tidak bekerja. Di dalam lingkungan rumah anak

laki-laki pasien yang memiliki kebiasaan merokok, dengan jumlah

rokok yang dikonsumsi dalam sehari berkisar 3-5 batang. Di rumah

pasien juga terpapar dengan asap kerana kadang-kadang isteri pasien

memasak menggunakan dapur arang.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis(GCS : E4V5M6 )

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

RR : 20x/mnt

Suhu badan : 37,4º C

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 60kg

BMI : 23,4 kg/m2

Status general :

Mata : Anemis -/- , ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor

THT : Tonsil T1/T1, hiperemi (-), lidah normal, sianosis (-)

Page 28: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

25

Leher : pembesaran kelenjar (-), JVP PR + 0 cmH2O

Thoraks

Pulmo

Inspeksi : Simetris, retraksi (+)

Palpasi :Vocal Fremitus menurun/menurun

Perkusi : Sonor/ Sonor

Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/- wheezing +/+

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : batas atas : ICS II,

batas kiri : MCL S,

batas kanan : PSL D

Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi :Bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-)

Hepar / lien tidak teraba

Perkusi : timpani (+), ascites (-)

Ekstremitas :

akral hangat + + Edema - -

+ + - -

Page 29: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

26

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah lengkap (7 Maret 2016)

Parameter Result Unit Remarks Reference range

WBC 12,60 103

/μL H 4,10 – 11,00

- Ne 5,71% 2,59 103

/μL 47,00 – 80,00

- Ly 74,15% 37,67 103

/μL H 13,0 – 40,0

- Mo 11,68% 0,82 103

/μL 2,00 – 11,00

- Eo 0,68% 0,05 103

/μL 0,00 – 5,00

- Ba 0,77% 0,05 103

/μL 0,00 – 2,00

RBC 4,60 106

/μL 4,50 – 5,90

HGB 15,60 g/dL 13,50 – 17,50

HCT 41,74 % 41,00 – 53,00

MCV 95,36 fL 80,00 – 100,00

MCH 30,75 pg 26,00 – 34,00

MCHC 32,24 g/dL 31,00 – 36,00

PLT 370,2 103

/Μl 150,0 – 440,0

Page 30: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

27

Pemeriksaan Analisis Gas Darah (7 Maret 2016)

Parameter Result Unit Remarks Reference

range

pH 7,47 - H 7,35 – 7,45

pCO2 46,00 mmHg H 35,00 – 45,00

pO2 69,00 mmHg L 80,00 – 100,00

HCO3

-

27,50 mmol/L 22,00 – 26,00

TCO2 29,60 mmol/L 24,00 – 30,00

Page 31: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

28

BE(B) 4,7 mmol/L -2 – 2

SO2c 97,00 % 95%-100%

Natrium 136 mmol/L 136,00 – 145,00

Kalium 3,56 mmol/L 3,50 – 5,10

Pemeriksaan Kimia Klinik (7 Maret 2016)

Parameter Result Unit Remarks Reference

range

SGOT 29,3 U/L 11,00 – 33,00

SGPT 47,5 U/L 11,00 – 50,00

Albumin 3,70 g/dL 3,40 – 4,80

BUN 15,00 mg/dL 8,00 – 23,00

Creatinine 0,77 mg/Dl 0,70 – 1,20

Random blood

glucose 142,00 mg/dL 70,00 –

140,00

Page 32: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

29

Hba1c 6.36 % <6.7%

Foto Toraks PA

a.Cor : CTR 48,4%, waist tampak, bentuk normal

b. Pulmo :

- Tampak infiltrat pada parahilar kiri

- Tampak hiperaerated pada kedua lapang paru, sela iga melebar

c.Sinur pleura kanan dan kiri tajam

d. Diafragma kanan letak rendah, diafragma kiri normal

e.Tulang-tulang tak tampak kelainan

Kesan:

Emphysematous lung suspek pneumonia

V. DIAGNOSIS KERJA

PPOK eksaserbasi akut

Diabetes Mellitus Tipe 2

VI. PENATALAKSANAAN

a. Terapi

Page 33: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

30

- MRS

- Oksigen 2 liter/menit (nasal canule)

- IVFD NS 0.9% 30 tetes/menit

- Nebuliser Salbutamol + Ipratropium bromide @ 8 jam

- Metilprednisolone 2 x 62,5 mg

- Cefixime 2x200mg PO

- Levofloxacin 1 x 500 mg PO

- Bromhexyn syrup 3 x 15 ml

- Lantus 1 x 8 unit @ 24 jam

- Novorapid 3 x 6 unit SC

b. Rencana diagnostik:

- Kultur sputum

- Spirometry

c. Rencana monitoring:

- Keluhan

- Tanda vital

- Gula darah

Page 34: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

31

BAB IV

DISKUSI HASIL KUNJUNGAN RUMAH

4.1 Daftar Permasalahan

Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala penderita dalam hal

menghadapi penyakitnya antara lain:

1. Pasien masih kurang paham dengan penyakitnya, gejala-gejala eksaserbasi akut, dan

penanganannya.

2. Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk, dan di rumah yang padat

penghuni dengan ventilasi rumah yang kurang baik.

3. Pasien saat ini masih tinggal bersama anaknya yang merokok dan istri pasien

kadang-kadang memasak menggunakan dapur arang.

4. Pasien dan keluarganya memiliki kebiasaan membakar sampah di pekarangan rumah

secara berkala, dimana pasienlah yang paling sering mengerjakan pekerjaan tersebut,

dengan demikian meningkatkan paparan terhadap asap hasil pembakaran sampah.

4.2 Analisis Kebutuhan Penderita

4.2.1 Kebutuhan Fisik-Biomedis

a. Kecukupan Gizi

Nutrisi Harian Pasien

Jenis Jumlah Jadwal/hari

Karbohidrat

Nasi

Roti

Mie

Lainnya

Protein

Hewani

Nabati

1 piring

-

-

-

1 potong

2 potong

3 kali

-

-

-

2 kali

1 kali

Page 35: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

32

Sayur

Buah

Susu

½ piring

1 buah

-

3 kali

1 kali

-

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali. Lauk yang

disiapkan oleh menantunya dikatakan tidak selalu sama, namun dapat dibuat

gambaran umum menu untuk masing-masing jadwal makan sebagai berikut:

- Sarapan : nasi, tempe/tahu, sayur

- Makan siang : nasi, daging ayam, sayur

- Makan malam : nasi, tempe/tahu atau ikan laut, sayur

Pasien sesekali makan buah diantara waktu makan besar, tergantung dari

ketersediaan buah tersebut. Buah-buahan yang sering dikonsumsi pasien

antara lain jeruk, pisang, papaya dan mangga.

Analisis Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori pasien dapat dihitung dengan menggunakan rumus Brocca

dengan pertama-tama menentukan berat badan ideal (BBI).

BBI = (TB – 100) – 10% x 1kg

= (160 – 100) – 10% x 1kg

= 54 kg.

1. Kebutuhan kalori basal (jenis kelamin laki-laki)

= BBI x 30 kalori

= 54 x 30 kalori = 1620 kalori

2. Penyesuaian

a. Usia 61 tahun, maka - 5% dari kebutuhan kalori basal

5% x 1620 kalori = 81 kalori

b. Tingkat aktivitas ringan, maka + 10% dari kebutuhan kalori

basal

10% x 1620 kalori = 162 kalori

c. Berat badan lebih -10% dari kebutuhan kalori basal

10% x 1620 kalori = 162 kalori

Page 36: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

33

Total kebutuhan kalori pasien dalam satu hari adalah 1620 kalori – 81

kalori + 162 kalori – 162 kalori = 1539 kalori , digenapkan menjadi

1500 kalori/hari.

Adapun distribusi makanan yang diperlukan pasien:

- Karbohidrat : 60%= 60% x 1500 kalori= 840 kalori (210 gram)

- Protein 20%= 20% x 1500 kalori= 280 kalori (70 gram protein)

- Lemak 20%= 20% x 1500 kalori= 280 kalori (31 gram lemak)

b. Akses Pelayanan Kesehatan

PPOK merupakan penyakit kronis yang dapat kambuh bila ada faktor

pencetus bahkan dapat menyebabkan kematian. Pasien juga mempunyai

penyakit DM yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan

mengendalikan gula darah, kadar lipid dan tekanan darah. Komplikasi DM

tidak dapat dihindari namun dapat menghambat perkembangannya. Pasien

tinggal di kawasan Sesetan di mana RSUP Sanglah mudah dicapai. Akses

pelayanan yang dekat dapat memberikan kemudahan bagi pasien terutama

saat sesaknya kambuh. Pasien juga tinggal bersama anak dan menantunya

yang mempunyai mobil dan sepeda motor sehingga akses menuju pelayanan

kesehatan sangat mudah dicapai dengan cepat.

c. Lingkungan

Saat ini pasien tinggal bersama isteri, 1 anak laki-laki, 1 menantu, dan 2 orang

cucu. Pasien tinggal di rumah dengan luas bangunan dan pekarangan sekitar 2,5 are.

Rumah pasien berhimpitan dengan rumah-rumah di sekitarnya. Di depan rumah

pasien terdapat sanggah. Rumah pasien terdiri dari 1 lantai, dimana atap, dinding dan

lantai terbuat dengan lantai keramik. Tempat tinggal pasien terdiri dari 2 kamar

yang terpisah. Kamar tidur pasien berukuran 4 x 2,5 m2. Di rumah tersebut, terdapat

2 dapur dengan 1 kompor dan terdapat dapur arang. Keadaan rumah pasien tergolong

kurang layak untuk dihuni. Keadaan rumah pasien tergolong dalam kurang bersih.

Barang-barang tertata rapi sehingga seluruh keluarga terasa nyaman.

Page 37: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

34

Kadang-kadang keluarga pasien meletakkan dupa di dalam kamar saat

sembahyang dan pada saat yang bersamaan pasien sedang menonton televisi atau

sedang beristirahat bersama cucunya. Kamar tidur pasien tidak memiliki jendela.

Sirkulasi udara hanya melalui 1 pintu dan cahaya matahari tidak dapat masuk ke

kamar pasien.

Kelihatan debu di kamar pasien dan pakaian lama yang bergantungan di kamar.

Terdapat barang-barang yang tidak digunakan ditumpuk di kamar pasien. Dinding

kamar pasien kelihatan berkulat, kotor, mempunyai kawang kawa dan tidak dicat.

Pasien tidur tanpa sprei dan alas bantal. Sumber air minum dan air MCK untuk

keluarga pasien adalah dari air PDAM.

4.2.2 Kebutuhan Bio-Psikososial

a. Lingkungan Biologis

Dari segi genetik tidak ada yang mengeluhkan hal serupa seperti dialami pasien.

Kondisi imun pasien sangat penting dalam timbulnya kekambuhan pada penyakit

pasien.

Kondisi rumah pasien dimana ventilasinya kurang memadai tidak mendukung

untuk perbaikan kondisi kesehatan pasien. Selain itu, rendahnya aliran udara di

dalam kamar pasien akibat tidak ada ventilasi meningkatkan risiko penyebaran

penyakit menular yang bersifat airborne di kalangan anggota keluarga menjadi lebih

mudah. Keadaan kamar pasien yang kurang bersih dan berdebu juga menjadi faktor

pencetus penyakit pasien.

Kualitas kehidupan pasien sehari-hari dikatakan masih baik karena paien masih

bias melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

b. Faktor Psikososial dan Kultural

Pasien masih memiliki tanggung jawab menghidupi keluarganya dengan mencari

nafkah melalui pekerjaannya sebagai petani. Istri pasien bekerja sebagai penjual

canang di lingkungan rumahnya dan anak-anaknya juga sudah bekerja. Pasien

mengaku dari pendapatan istri dan anak pasien tersebut sudah cukup untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien. Meskipun biaya untuk kebutuhan sehari-

Page 38: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

35

hari pasien dan keluarga sebagian besar ikut ditopang oleh putranya, pasien merasa

tidak ingin bergantung sepenuhnya pada putranya tersebut dan tetap ingin

menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga.

Namun saat ini pasien tidak bekerja karena penyakitnya dan ingin benar-benar

sembuh sebelum kembali bekerja. Anggota keluarga pasien, terutama yang ikut

tinggal serumah dengan pasien, cukup memahami kondisi pasien saat ini, serta

cukup mendukung kesembuhan pasien. Secara umum putra pasien dan keluarganya

memahami gambaran besar mengenai penyakit pasien serta ikut menjaga supaya

penyakit pasien tidak kambuh. Sebagai contoh, putra pasien memilih untuk tidak

merokok di dalam rumah atau dimanapun dekat pasien berada untuk menghindari

kambuhnya penyakit pasien akibat asap rokok.

Semenjak pasien sakit pasien tidak pernah mengikuti kegiatan sosial di

banjar maupun kegiatan di sekitar tempat tinggal pasien. Pasien hanya diam

dirumah sepanjang hari. Pasien juga jarang berekreasi ataupun bersilaturahmi

ke teman-teman pasien.

4.3 Saran dan KIE

a. Pasien lebih mengetahui tentang penyakitnya, faktor-faktor risiko yang harus

dihindari untuk mencegah eksaserbasi penyakitnya, serta mengenali gejala

eksaserbasi akut dan cara menanganinya.

KIE yang diberikan:

- PPOK merupakan penyakit yang bersifat kronis dan dapat kambuh (mengalami

eksaserbasi) apabila ada pencetus.

- Faktor-faktor risiko pemicu eksaserbasi akut PPOK pada pasien ini: kebiasaan

merokok yang lama, paparan terhadap insektisida, sirkulasi udara dalam rumah

yang kurang baik, paparan asap dapur arang, paparan debu di dalam rumah

pasien dan kebiasaan membakar sampah.

- Pasien harus mengenakan masker atau kain penutup hidung dan mulut saat

bepergian keluar rumah atau bekerja di sawah, serta dalam setiap kondisi

menghindari terpapar dari asap saat pembakaran sampah, pada ruangan tertutup

dengan dupa menyala saat sembahyang dan saat terpapar insektida.

b. Ventilasi udara di rumah pasien perlu dimaksimalkan penggunaannya, agar udara

bersih dapat masuk dengan lebih efektif.

Page 39: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

36

KIE yang diberikan:

- ventilasi yang tidak efektif tidak hanya menimbulkan rasa tidak nyaman bagi

anggota keluarga namun juga meningkatkan risiko kambuhnya penyakit pada

pasien

- Usahakan untuk membuka jendela di rumah dan supaya kamar pasien

mempunyai jendela.

- Bersamaan dengan itu perlu diperhatikan pula kebersihan kamar pasien (bebas

dari kotoran pada kain kasa, sarang laba-laba, debu-debu dan lain-lain).

c. Pasien sebaiknya menjaga kondisi tubuh agar tetap bugar dan jangan membiarkan

diri bekerja sampai badan terlalu lelah.

KIE yang diberikan:

- Pasien dapat tetap bekerja namun harus selalu memperhatikan untuk istirahat

secara berkala

- Tidak memaksakan diri untuk bekerja kapanpun pasien merasa kondisi tubuhnya

menurun

d. Mengikuti pola makan yang baik dengan gizi seimbang sesuai dengan pola yang

telah dianjurkan.

KIE yang diberikan:

- Karbohidrat merupakan sumber tenaga yang baik dan utama bagi tubuh, namun

pasien dengan PPOK perlu membatasi asupan karbohidrat karena konsumsi

karbohidrat yang berlebihan dapat memicu eksaserbasi akut.

- Makanan sumber karbohidrat yang baik dan sekaligus perlu diperhatikan

porsinya antara lain: nasi, mie, roti, kentang, singkong.

- Jenis lauk dan sayuran dapat bervariasi agar pasien tidak merasa bosan, namun

dengan tetap memperhatikan proporsinya sesuai dengan pola yang dianjurkan.

e. Melakukan kontrol ke poli interna RSUP Sanglah secara teratur serta rajin dan

terbuka dalam melaporkan perkembangan kondisi tubuhnya serta penyakitnya

kepada dokter.

KIE yang diberikan:

- Datang ke poliklinik RSUP Sanglah untuk kontrol obat secara teratur dan sesuai

jadwal poli divisi Pulmonologi.

- Pasien juga harus rutin kontrol ke Poliklinik Penyakit dalam iaitu di divisi

Endokrin buat penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 pasien agar gula darah

terkontrol dan tidak berlaku komplikasi.

Page 40: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

37

- Menyampaikan dengan sebenar-benarnya perkembangan kondisi dirinya kepada

dokter poliklinik, termasuk keluhan yang sudah membaik, keluhan yang belum

membaik, serta apabila ada keluhan baru.

- Memanfaatkan waktu kontrol di poliklinik untuk berdiskusi dengan dokter

mengenai penyakitnya ataupun hal-hal yang masih belum dimengerti oleh

pasien.

f. Tetap optimis menjalani hidup dan jangan merasa terbebani oleh penyakit yang

dideritanya saat ini.

KIE yang diberikan:

- Senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalani

peribadatan sesuai keyakinan yang dianut pasien.

- Penyakit yang diderita pasien bukanlah alasan untuk menghentikan aktivitas

pasien ataupun alasan bagi pasien untuk menarik diri dari kehidupan sosialnya.

- Kepada anggota keluarga yang lain supaya senantiasa mendukung pasien dalam

mencapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan penyakitnya, serta

melakukan tindakan nyata yang dapat mencegah kekambuhan tersebut seperti

menjaga kebersihan rumah, membaiki ventilasi, tidak merokok di dalam rumah

dan sekitar pasien, menghentikan kebiasaan membakar sampah di pekarangan

rumah dan menghentikan penggunaan dapur arang di rumah untuk memasak.

4.4 Denah Rumah

Parkiran

dan

sanggah

Kamar

I

Ruang tamu

Jalan

Page 41: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

38

4.5 Foto Kunjungan rumah

WC

Dapur II (dapur arang)

Kamar

II Dapur I

Page 42: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

39

Gambar 1 : Dokter muda bersama pasien

Gambar 2 : Kamar pasien

Page 43: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

40

Gambar 3 : Dapur di belakang rumah

Gambar 4 : Dapur arang di belakang rumah

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Tim Kelompok Kerja PPOK; 2003.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, edisi 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta; 2001.

3. Kasper, D.L., Braunwald,E., Fauci, A., Hauser, A., Longo, D, Harrison

Principles of Internal Medicine, 16th

ed, McGraw-Hill Professional, New

York; 2004

Page 44: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)...termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3 2.2 Faktor risiko

41

4. Kathryn L. Mc Cance et al. Pathophysiology. The Biologic Basis for

Disease in Adults and Children.,6th

ed. Canada. Mosby. Pg 1286-1290;

2010

5. WHO. COPD. Definition. WHO 2010. [Cited] 30 August 2011. Didapat

dari : http://www.who.int/respiratory/copd/definition/en/index.html

6. Gabriel Ortiz. Applying the 2009 Global Initiative for Chronic Obstructive

Lung Disease (GOLD) Guidelines for the Pharmacological Management

of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Clinical Practice. [Cited] 30

August 2011. Didapat dari :

http://www.advanceweb.com/web/astrazeneca/copd/gold_guidelines.html

7. Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: 2001. hal 1-56

8. Bambang S.R et al. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Ilmu Penyakit

Dalam.Vol II, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Jakarta, Juni 2006, hal 978-987

9. Roberto R.R, et al. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease. In : Pocket Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease:2011.