pendekatan kognitif behavioral

25
PENDEKATAN BEHAVIORAL KOGNITIF MAKALAH Mata Kuliah: Psikologi Konseling Dosen Pengampu Mata Kuliah: Nina Permata Sari, S.Psi, M.Pd KELOMPOK 5 Nama Kelompok: Tommy Muchlisin NIM. A1E209202 Rakhmawati NIM. A1E209204 Foe Suimin Abidin NIM. A1E209211 M. Rizki Ikhwan NIM. A1E209221 Henny Nurlianti NIM. A1E209224 Rustiani NIM. A1E209230 Melna Aulia NIM. A1E209239 Anisa Khadijah NIM. A1E209245 UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING BANJARMASIN 2010

Upload: tommy-muchlisin

Post on 04-Jan-2016

6.684 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendekatan Kognitif Behavioral

PENDEKATAN BEHAVIORAL KOGNITIF

MAKALAH

Mata Kuliah: Psikologi Konseling

Dosen Pengampu Mata Kuliah: Nina Permata Sari, S.Psi, M.Pd

KELOMPOK 5

Nama Kelompok:

Tommy Muchlisin NIM. A1E209202 Rakhmawati NIM. A1E209204 Foe Suimin Abidin NIM. A1E209211 M. Rizki Ikhwan NIM. A1E209221 Henny Nurlianti NIM. A1E209224 Rustiani NIM. A1E209230 Melna Aulia NIM. A1E209239 Anisa Khadijah NIM. A1E209245

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

BANJARMASIN 2010

Page 2: Pendekatan Kognitif Behavioral

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, dengan memanjatkan segala puji dan syukur kehadirat

Allah SWT yang denngan rahmat-Nya Makalah Psikologi Konseling yang

berjudul “Pendekatan Behavioral Kognitif” dapat kami selesaikan sesuai dengan

waktu yang telah ditetapkan.

Pendekatan ini merupakan gabungan dari dua pendekatan yang sudah ada,

yaitu pendekatan Behavioral dan pendekatan Kognitif. Pendekatan ini mempunyai

pandangan bahwa setiap individu berperilaku karena adanya komponen kognitif

dalam dirinya. Pendekatan Behavioral Kognitif ini mempunyai banyak teknik-

teknik. Hal ini membuat kami tertarik untuk mengupas pendekatan ini secara lebih

mendalam.

Kami ucapkan terimakasih kepada ibu Rizki Wanda Sari, S.Pd yang telah

memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Terakhir,

kami ucapkan maaf yang sebesar-sebesarnya jika dalam penyajian makalah ini

terdapat berbagai kekurangan karena saya hanyalah makhluk yang lemah dan

penuh dengan kesalahan. Segala kekurangan berasal dari diri saya yang masih

belajar ini dan segala kelebihan hanyalah datangnya dari Allah SWT.

Banjarmasin, 03 November 2010

Penulis

Page 3: Pendekatan Kognitif Behavioral

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Rumusan Masalah.......................................................... 2

C. Tujuan............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendekatan Behavioral .................................................. 3

1. Pandangan Tentang Manusia................................... 3

2. Peran dan Fungsi Konselor..................................... 4

3. Teknik-Teknik Terapi............................................. 5

B. Pendekatan Kognitif ...................................................... 9

1. Pandangan Tentang Manusia.................................. 9

2. Teknik-Teknik Terapi............................................. 9

C. Pendekatan Behavioral Kognitif.................................... 16

1. Pandangan Tentang Manusia.................................. 16

2. Peran dan Fungsi Konselor..................................... 16

3. Teknik-Teknik Terapi............................................. 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... 21

B. Saran............................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Pendekatan Kognitif Behavioral

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendekatan kognitif dan behavioral atau yang lebih dikenal dengan

nama cognitive-behavioral therapy menjadi suatu praktek yang terkenal

dalam psikologi konseling. Sebagai contoh lebih dari setengah fakultas dan

praktisi di dunia berdasarkan survey mendapatkan pengaruh besar dari

pendekatan kognitif dan behavioral, disamping itu mereka juga mejadikan

pendekatan ini sebagai pendekatan yang mereka gunakan pertama atau kedua

dalam orientasi pendekatan mereka. Walaupun teori ini telah muncul

beberapa tahun yang lalu akan tetapi semua komponen yang ada relevan

dengan keadaan sekarang.

Pada mulanya pendekatan kognitif dan behavioral adalah pendekatan

yang berdiri sendiri. Keduanya memiliki pandangan sendiri terhadap

manusia, bahkan memiliki metode terapi yang berbeda pula. Pendekatan

Behavioral muncul berasal dari B.F Skinner dengan teori kondisi pengoperan.

Kemudian pendekatan behavioral ini menjadi pendekatan yang populer pada

masa1960an. Pada tahun 1970an pendekatan behavioral mendapatkan

pengaruh dari teori kognitif. Bandura merupakan salah seorang yang pertama

kali menggunakan konsep pendekatan Kognitif-Behavioral.

Pendekatan Kognitif-Behavioral memiliki pandangan bahwa seorang

individu memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif).

Berdasarkan hal tersebut, terapi Kognitif-Behavioral menekankan bahwa

perubahan tingkah laku dapat terjadi jika seorang individu mengalami

perubahan dalam masalah kognitif. Terapi dalam pendekatan Kognitif-

Behavioral merupakan gabungan dari terapi yang ada pada pendekatan

Kognitif dan pendekatan Behavioral.

Page 5: Pendekatan Kognitif Behavioral

2

2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan pendekatan Behavioral terhadap manusia?

2. Apa peran dan fungsi konselor dalam pendekatan Behavioral?

3. Apa saja terapi pada pendekatan Behavioral?

4. Bagaimana pandangan pendekatan Kognitif terhadap manusia?

5. Apa saja terapi pada pendekatan Kognitif?

6. Bagaimana pandangan pendekatan Kognitif-Behavioral mengenai

manusia?

7. Apa peran dan fungsi konselor dalam pendekatan Kognitif-Behavioral?

8. Apa saja terapi dalam pendekatan Kognitif-Behavioral

C. Tujuan

1. Menjelaskan pandangan pendekatan Behavioral terhadap manusia.

2. Menjelaskan peran dan fungsi konselor dalam pendekatan Behavioral.

3. Menjelaskan terapi yang digunakan dalam pendekatan Behavioral.

4. Menjelaskan pandangan pendekatan Kognitif terhadap manusia.

5. Menjelaskan terapi yang digunakan dalam pendekatan Behavioral.

6. Menjelaskan pandangan pendekatan Kognitif-Behavioral mengenai

manusia.

7. Menjelaskan peran dan fungsi konselor dalam pendekatan Kognitif-

Behavioral.

8. Menjelaskan terapi yang digunakan dalam pendekatan Kognitif-

Behavioral.

Page 6: Pendekatan Kognitif Behavioral

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Behavioral

1. Pandangan Tentang Manusia

Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku

manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa

eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-

hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap

membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati.

Pendekatan Beharioval berpangkal pada beberapa keyakinan tentang

martabat manusia, yaitu sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak

psikologis, yaitu:

a. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek.

Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat

atau salah. Berdasarkan bekal keturunan atau pembawaan dan berkat

interaksi antara bekal keturunan dan lingkungan, terbentuk aneka pola

tingkah laku yang menjadi suatu ciri khas pada kepribadiannya.

b. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap

apa yang dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.

c. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola

tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar. Kalau pola yang lama

dahulu dibentuk melalui belajar, pola itu dapat pula diganti melalui usaha

belajar yang baru.

d. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun

dipengaruhi oleh perilaku orang lain.

Terapi Behavioral modern bertumpu pada pandangan ilmiah tentang

perilaku manusia yang mencakup pendekatan sistematik dan terstruktur pada

konseling. Pandangan ini tidak berpijak pada asumsi deterministik bahwa manusia

adalah sekadar produk dari pengkondisian sosio kultural mereka. Melainkan,

Page 7: Pendekatan Kognitif Behavioral

4

pandangan yang ada sekarang adalah bahwa orang itu adalah yang memproduksi

dan produk dari lingkungannya. (Bandura dalam Gerard Corey, 1995).

Behaviorisme radikal-nya B.F Skinner menyebukan bahwa para behavioris

radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi

lingkungan. Pendirian deterministik mereka yang kuat berkaitan erat dengan

komitmen terhadap pencarian pola-pola tingkah laku yang dapat diamati. Mereka

menjabarkan melalui rincian spesifik berbagai faktor yang dapat diamati yang

mempengaruhi belajar serta membuat argumen bahwa manusia dikendalikan oleh

kekuatan-kekuatan eksternal.

Pandangan “Behaviorisme Radikal” tidak memberi tempat kepada asumsi

yang menyebutkan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh pilihan dan

kebebasan. Filsafat Behavioristik radikal menolak konsep tentang individu

sebagai agen bebas yang membentuk nasibnya sendiri. Situasi-situasi dalam dunia

objektif masa lampau dan hari ini menentukan tingkah laku. Lingkungan adalah

pembentuk utama keberadaan manusia.

2. Peran dan Fungsi Konselor

Istilah Konseling Behavioristik berasal dari istilah bahasa Inggris

Beharioral Counseling, yang pertama kali digunakan oleh John D. Krumboltz

(1964), untuk menggarisbawahi bahwa konseling yang diharapkan menghasilkan

perubahan yang nyata dalam perilaku konseli. Krumboltz adalah promotor utama

dalam menerapkan pendekatan Behavoiral dalam konseling, meskipun ia

melanjutkan suatu aliran yang sudah ada sejak tahun1950, sebagai reaksi terhadap

corak konseling yang memandang hubungan antar pribadi, antara konselor dengan

konseli sebagai komponen yang mutlak diperlukan dan sekaligus cukup untuk

memberikan bantuan psikologis kepada seseorang. Aliran baru ini menekankan

bahwa hubungan antarpribadi itu tidak dapat diteliti secara ilmiah, sedangkan

perubahan nyata dalam perilaku konseli memungkinkan dilakukan penelitian

secara ilmiah.

Perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses

belajar atau belajar kembali, yang berlangsung selama proses konseling. Oleh

karena itu, proses konseling dipandang sebagai suatu proses pendidikan yang

berpusat pada usaha membantu dan kesediaan dibantu untuk belajar perilaku baru

Page 8: Pendekatan Kognitif Behavioral

5

dan dengan demikian mengatasi berbagai macam permasalah. Perhatian

difokuskan pada perilaku-perilaku tertentu yang dapat diamati, yang selama

proses konseling melalui berbagai prosedur dan aneka teknik tertentu akhirnya

menghasilkan perubahan yang nyata, yang juga dapat disaksikan dengan jelas.

Semua usaha untuk mendatangkan perubahan dalam tingkah laku didasarkan pada

teori belajar yang dikenal dengan nama Behaviorism dan sudah dikembangkan

sebelum lahirnya aliran Behavioral dalam konseling.

Konselor behavoral memiliki peran yang sangat penting dalam membantu

konseli. Wolpe mengemukakan peran yang harus dilakukan konselor, yaitu

bersikap menerima, mencoba memahami konseli dan apa yang dikemukakan

tanpa menilai atau mengkritiknya.

Dalam hal menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk

mempermudah melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan sebagai

guru yang membantu konseli melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang

sesuai dengan masalah, tujuan yang hendak dicapai.

3. Teknik-Teknik Terapi

a. Reality Therapy

Reality Therapy dikembangkan oleh William Glasser. Yang

dimaksudkan dengan istilah reality adalah suatu standar atau patokan

obyektif, yang menjadi kenyataan atau realitas yang harus diterima.

Realitas atau kenyataan itu dapat berwujud suatu realitas praktis, realitas

sosial, atau realitas moral. Sesuai dengan pandangan Behavioristik, yang

terutama disoroti pada seseorang adalah tingkah laku yang nyata. Tingkah

laku itu dievaluasi menurut kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan

realitas yang ada. Glasser menfokuskan perhatian pada perilaku seseorang

pada saat sekarang, dengan menitikberatkan tanggung jawab yang dipikul

setiap orang untuk berperilaku sesuai dengan realitas atau kenyataan yang

dihadapi. Penyimpangan/ketimpangan dalam tingkah laku seseorang

dipandang sebagai akibat dari tidak adanya kesadaran mengenai tanggung

jawab pribadi; bukan sebagai indikasi/gejala adanya gangguan dalam

kesehatan mental menurut konsepsi tradisional. Bagi Glasser, bermental

sehat adalah menunjukkan rasa tanggung jawab dalam semua perilaku.

Page 9: Pendekatan Kognitif Behavioral

6

Selama proses konseling, konselor membantu konseli untuk

menilai kembali tingkah lakunya dari sudut bertindak secara bertanggung

jawab. Dengan demikian, proses konseling bagi konseli menjadi

pengalaman belajar menilai diri sendiri, dan dimana perlu, menggantikan

tingkah laku yang keliru dengan tingkah laku yang tepat. Sampai taraf

tertentu, konselor berperan sebagai seorang guru yang mengajarkan tata

cara bertindak secara bertanggung jawab, memberikan pujian bilamana

konseli mulai bertindak secara tepat, dan mencela bila konseli tidak

bertindak secara bertanggung jawab. Konselor menolak segala macam

alasan untuk membela diri bila konseli tidak menunjukkan tanggung jawab

itu, apalagi menimpakan kesalahannya sendiri pada orang lain atau situasi

dan kondisi.

b. Multimodal Counseling

Pendekatan konseling ini memadukan berbagai unsur dari beberapa

pendekatan yang tersedia, sehingga terciptalah sistematika yang baru.

Mengingat sejarah perkembangannya yang demikian, pendekatan ini

bersifat eklektik. Pelopornya adalah A. Lazarus yang mengembangkan

pendekatan ini selama 1970-an. Pendekatan ini berakar dalam medan teori

Behavioristik, tetapi sekaligus mencakup banyak unsur lain yang saling

berkaitan dalam lingkup sejarah perkembangan individu, proses belajar

dan hubungan antarpribadi. Selain itu, pendekatan ini sekaligus dirancang

untuk mengembangkan suatu proses konseling yang dapat memenuhi

kebutuhan masing-masing konseli.

Untuk ini selama proses konseling perhatian konselor terpusat pada

tujuan faktor atau komponen dalam pola kehidupan konseli, yaitu perilaku

nyata (Behavior), alam perasaan (Affect), proses persepsi melalui alat

indera (Sensation), konsep diri dalam berbagai aspeknya (Imagery),

keyakinan dan nilai-nilai dasar sebagai pegangan dalam berpikir dan

menentukan sikap (Cognition), hubungan antarpribadi dengan orang yang

dekat (Interpersonal Relationship), dan keadaan fisik serta kesehatan

jasmani (Biological Functioning). Setiap komponen ditinjau dan dibahas

untuk mengumpulkan data yang relevan. Data yang terhimpun itu

Page 10: Pendekatan Kognitif Behavioral

7

kemudian dikaji oleh konselor dengan mengaitkan satu sama lain,

sehingga pola kehidupan konseli dapat dikonsepsikan secara jelas dan

ditemukan sumber timbulnya masalah pada saat sekarang. Kemudian

ditentukan cara penanggulangan masalah yang paling tepat dan cara

membantu konseli mengatasi masalah yang paling efisien, dengan memilih

dari sekian banyak siasat yang tersedia.

c. Desensitisasi Sistematik

Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas

digunakan dalam terapi Behavioral. Desensitisasi sistematik digunakan

untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia

menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan

dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan

pada mengajar konseli untuk menampilkan suatu respons yang tidak

konsisten dengan kecemasan.

Wolpe, pengembang teknik desensitisasi, mengajukan argumen

bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan dan

bahwa respons kecemasan bisa dihapus oleh penemuan respons-respons

yang secara inheren berlawanan dengan respons tersebut.

Cara yang digunakan dalam keadaan santai, stimulus yang

menimbulkan kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan

keadaaan santai. Dipasangkan secara berulang-ulang sehingga stimulus

yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur.

d. Latihan Perilaku Asertif

Latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami

kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau

benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu orang

yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan

menyatakan “tidak”, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya.

Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan

konselor. Diskusi-diskusi kelompok diterapkan untuk latihan asertif ini.

Page 11: Pendekatan Kognitif Behavioral

8

e. Pengkondisian Aversi

Teknik pengkondisian aversi dilakukan untuk meredakan perilaku

simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan

(menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak dikehendaki (simptomatik)

tersebut terhambat kemunculannya. Stimulus dapat berupa sengatan listrik

atau ramuan-ramuan yang membuat mual.

Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut

diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak

dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk

asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulasi yang

tidak menyenangkan.

Perilaku yang dapat dimodifikasi dengan teknik ini adalah perilaku

maladaptif. Perilaku maladaptif ini tidak dihentikan secara seketika, tetapi

dibiarkan terjadi dan pada waktu yang bersamaan dikondisikan dengan

stimulus yang tidak menyenangkan. Jadi terapi aversi ini menahan perilaku

yang maladaptif dan individu berkesempatan untuk memperoleh perilaku

alternatif yang adaptif.

f. Pembentukan Perilaku Model

Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada

konseli dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini

konselor menunjukkan kepada konseli tentang perilaku model, dapat

menggunakan model audio, model fisik, model hidup, atau lainnya yang

teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang

berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat

berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

g. Kontrak Perilaku

Kontrak perilaku didasarkan atas pandangan bahwa membantu

konseli untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan

memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati.

Dalam hal ini individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas

dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi yang muncul.

Page 12: Pendekatan Kognitif Behavioral

9

Kontrak perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih

(konselor dan konseli) untuk mengubah perilaku tertentu pada konseli.

Konselor dapat memilih perilaku yang realistik dan dimunculkan sesuai

dengan kesepakatan, ganjaran dapat diberikan kepada konseli. Dalam

terapi ini ganjaran positif terhadap perilaku yang dibentuk lebih

dipentingkan daripada pemberian hukuman jika kontrak tidak berhasil.

B. Pendekatan Kognitif

1. Pandangan Tentang Manusia

Pada tahun 1962 pendekatan Kognitif mulai dikenalkan oleh Albert Ellis

dengan teori Rasional Emosi Psikoterapi. Albert Ellis berpendapat bahwa

perasaan dan tingkah laku manusia disebabkan oleh pikiran manusia sendiri.

Pendekatan Kognitif bertujuan menolong konseli mengenali dan membuang

kognisi yang menaklukan diri-sendiri.

Teori dasar dari model kognitif pada kelainan emosional yang diajarkan

oleh Beck mengatakan bahwa agar bisa memahami gangguan emosional, maka

hal yang esensial adalah memfokuskan pada isi kognitif dari reaksi individual

terhadap peristiwa maupun alur pikiran yang menimbulkan amarah. Sasarannya

adalah mengubah cara berpikir konseli.

2. Teknik-Teknik Terapi

a. Analisis Transaksional

Analisis transaksional dipelopori oleh Eric Berne dan

diuraikan dalam beberapa buku yang dikarang oleh Berne sendiri, atau

dikarang oleh orang lain, seperti Thomas A. Harris. Analisis

Transaksional menekankan pada pola interaksi antara orang-orang,

baik verbal maupun nonverbal. Corak konseling ini dapat diterapkan

dalam konseling individual, tetapi dianggap paling bermanfaat dalam

konseling kelompok, karena konselor mendapat kesempatan untuk

langsung mengamati pola-pola interaksi antara seluruh anggota

kelompok. Perhatian utama diberikan pada manipulasi dan siasat yang

digunakan oleh orang dalam berkomunikasi satu sama lain. Terdapat

tiga pola perilaku, yaitu:

Page 13: Pendekatan Kognitif Behavioral

10

1) Keadaan orang tua, adalah berperilaku yang dianjurkan oleh

pihak atau instansi sosial yang berperanan penting selama masa

pendidikan seseorang, seperti orang tua kandung, sekolah dan

badan keagamaan. Dalam keadaan ini seseorang berpesan kepada

dirinya sendiri dan kepada orang lain seperti yang dialami sendiri

dari pihak orang atau instansi yang memiliki wewenang

terhadapnya.

2) Kondisi orang dewasa, adalah bagian kepribadian yang

berhadapan dengan realitas bagaimana adanya dan mengolah

fakta serta data untuk membuat keputusan-keputusan. Segala

situasi kehidupan yang dihadapi ditafsirkan untuk kemudian

mengambil sikap dan bertindak menurut apa yang dianggap tepat.

3) Keadaan anak, adalah bagian kepribadian yang didorong oleh

beraneka perasaan spontan dan keinginan untuk melakukan apa

yang disukai. Dalam keadaan ini orang berperilaku secara bebas

dan spontan. Pada kebanyakan orang, hal ini berarti bahwa

mereka mengejar kesenangannya sendiri.

Selama proses konseling orang belajar mengidentifikasikan

tiga keadaan diri pada dirinya sendiri, dan menyadari keadaan diri

manakah yang menjadi dominan serta menentukan pola-pola interkasi

dengan orang lain. Konselor memberikan informasi tentang pola-pola

interkasi sosial sesuai dengan berbagai keadaan diri, dan membantu

untuk mengalisis diri sendiri sehingga disadari keadaaa diri mana

yang dominan dalam perilakunya.

Tujuan dari konseling menurut pendekatan Analisis

Transaksional adalah supaya konseli menjadi sadar akan seluruh

hambatan yang diciptakannya sendiri dalam berkomunikasi dengan

orang lain, serta kemudian mengembangkan suatu pola interaksi sosial

yang sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan menempatkan diri

dalam keadaan diri yang memungkinkan proses komunikasi yang

sehat.

Page 14: Pendekatan Kognitif Behavioral

11

Harris mendeskripsikan empat sikap hidup terhadap orang lain,

yaitu:

1) I am okay – you are okay: sikap hidup seseorang yang mampu

mengatur dirinya dengan baik dan membina kontrak sosial yang

memuaskan.

2) I am okay – you are not okay: sikap hidup seseorang yang

melimpahkan kesukaran-kesukaran sendiri pada orang lain dan

menyalahkan orang lain. Dia bersikap sombong dan menjauhkan

diri dari orang lain.

3) I am not okay – you are okay: sikap hidup seseorang yang merasa

depresif dan tak berdaya, dibandingkan dengan orang lain. Dia

cenderung untuk mengasingkan diri atau melayani orang lain untuk

mendapatkan pengakuan dan simpatik.

4) I am not okay – you are not okay: sikap hidup seseorang yang

menyerah saja, tidak mempunyai harapan dan membiarkan dirinya

dibawa oleh pasang surut kehidupan.

b. Sistematika Carkhuff

Sistematika ini dipandang sebagai suatu pola eklektik dalam

konseling karena merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang

diambil dari beberapa konsepsi serta pendekatan terhadap konseling,

namun berbeda dengan konseling eklektik yang dikembangkan oleh

Frederick Thorne. Dalam sistematika Carkhuff proses konseling

dipandang sebagai suatu proses belajar, baik bagi konseli sebagai

orang yang dibantu maupun bagi konselor sebagai orang yang

membantu. Konseli akan belajar bagaimana cara menghadapi dan

mengatasi masalah dengan berpikir dan bertindak secara lebih

konstruktif; bahkan, konseli belajar bahwa cara menyelesaikan

masalah tertentu pada saat sekarang dapat pula diterpakan dalam

menghadapi kesulitan/persolaan yang lain di kemudian hari. Konselor

akan belajar, melalui penghayatan pengalamannya membantu orang-

orang tertentu, meningkatkan kemampuannya untuk membantu orang

lain dengan memperoleh semakin banyak keterampilan praktis dalam

Page 15: Pendekatan Kognitif Behavioral

12

berwawancara konseling. Dalam sejarah perkembangan teori-teori

konseling, Carkhuff menemukan dua konsepsi pokok serta dua pola

dasar pendekatan dalam konseling, yaitu konsepsi serta pendekatan

yang menekankan insight approach dan konsepsi serta pendekatan

yang mengutamakan action approach. Kedua pola pendekatan

dipandang sebagai pola yang berat sebelah dam kurang menjamin

keberhasilan dalam konseling, karena memahami tidak dituangkan

dalam suatu program kerja nyata, dan bertindak tidak disadarka pada

pengertian serta keyakinan yang harus menjamin kelangsungan dari

berbagai tindakan yang diambil. Oleh karena itu, kedua pola

pendekatan harus dipadukan dalam suatu pendekatan sistematis yang

menjamin efisiensi dan efektivitas dari proses konseling serta

menghasilkan perubahan positif yang nyata dalam perilaku konseli.

Orang yang menjalani proses konseling akan mengalami tiga fase

pokok dalam proses itu, yaitu eksplorasi (exploration), pemahaman

diri (understanding), dan bertindak (action).

Untuk membantu konseli melewati ketiga fase tersebut secara

tuntas, konselor harus memiliki keterampilan berwawancara

konseling. Keterampilan ini harus berakar dalam kondisi-kondisi

internal yang harus dipenuhi oleh konselor yang disebut oleh Carkhuff

sebagai dimensi-dimensi pada konselor. Terdapat tujuh kondisi yang

memperlancar proses komunikasi antarpribadi yaitu:

1) Pengertian yang tepat terhadap konseli (accurate emphathy)

2) Penghargaan (respect)

3) Kejujuran dan keterbukaan (guniuneness)

4) Kemampuan berbicara secara konkret dan spesifik (concreteness,

specificity)

5) Kemampuan dan kerelaan untuk membuka diri sejauh menyangkut

kepentingan konseli (selfdisclosure)

6) Kemampuan untuk menghadapkan konseli dengan dirinya sendiri

(confrontation)

Page 16: Pendekatan Kognitif Behavioral

13

7) Kemampuan menanggapi keadaan konseli dengan segera

(immediacy).

c. Rational Emotive Therapy

Penggunaan Rational Emotive Therapy dalam konseling,

menurut Ellis akan membantu konseli menerima dirinya secara penuh.

Orang yang selalu melakukan penilaian terhadap dirinya akan

menimbulkan masalah besar bagi dirinya sendiri.

Rational Emotive Therapy dapat diterapkan dalam berbagai

macam konseling, termasuk didalamnya adalah konseling individual,

kelompok encounter marathon, terapi singkat, terapi keluarga, terapi

seks, dan situasi kelas.

Tentunya konseli yang sangat cocok dengan terapi ini adalah

konseli yang mengalami kecemasan pada tingkat moderat, gangguan

neorotik, gangguan karakter, problem psikosomatik, gangguan makan,

ketidak mampuan dalam hal hubungan interpersonal, problem

perkawinan, keterampilan dalam pengasuhan, adiksi, dan disfungsi

seksual. Kesemuanya efektif dengan catatan tidak terlalu serius

gangguannya.

Beberapa dari teknik kognitif yang digunakan terapis RET

adalah:

1) Mempertanyakan keyakinan irasional. Metode kognitif RET yang

paling umum terdiri dari aktivitas terapis dalam hal

mempertanyakan keyakinan irasional konseli dan mengajarkan

kepada mereka cara untuk mengatasinya tanpa bantuan orang

lain. Terapis menunjukkan kepada konseli bahwa mereka

terganggu bukan karena peristiwa atau situasi tertentu yang terjadi

tetapi karena persepsi mereka sendiri atas peristiwa itu dan karena

sifat dari pernyataan mereka terhadap diri mereka sendiri.

2) Pekerjaan rumah kognitif. Konseli RET diharapkan untuk

membuat daftar dari masalah yang mereka hadapi, mencari

keyakinannya dan mempertanyakan keyakinan ini.

Page 17: Pendekatan Kognitif Behavioral

14

3) Mengubah gaya berbahasa seseorang. RET berpendapat bahwa

bahasa yang kurang tepat merupakan salah satu sebab dari distorsi

proses berpikir seseorang.

4) Penggunaan humor. RET berpendapat bahwa gangguan

emosional sering kali merupakan hasil dari sikap diri yang terlalu

serius dan dalam hal memandang hidup mereka kehilangan cita

rasa perspektifnya serta cita rasa humor.

d. Terapi Kognitif

Terapi Kognitif adalah terapi pemahaman yang menekankan

pada pengenalan dan pengubahan jalan pikiran negatif dan keyakinan

yang salah adaptasi. Pendekatan yang berasal dari Beck ini disadarkan

pada rasionalisasi teoritis bahwasanya cara orang merasakan dan

berperilaku itu ditentukan oleh cara mereka menyusun pengalaman.

Teori dasar dari model kognitif pada kelainan emosional yang

diajarkan oleh Beck dalam memahami gangguan emosional, maka hal

esensial adalah menfokuskan pada isi kognitif dari reaksi individual

terhadap peristiwa atau alur pikiran yang menimbulkan masalah.

Sasarannya adalah mengubah cara berpikir konseli. Terapi kognitif

telah menunjukkan hasilnya jika diaplikasikan pada penanganan

depresi, kecemasan umum, kecemasan sosial, kecemasan terhadap tes,

fobia, kelainan psikosomatik, kelainan persoalan makanan, amarah,

masalah rasa sakit yang kronis.

Terapi kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kognisi

merupakan penentu utama mengenai bagaimana kita merasakan dan

berbuat. Beck (1976) menulis bahwa, dalam arti yang paling luas

”terapi kognitif terdiri dari semua pendekatan yang menjadikan

kepedihan psikologis lebih bisa tertahankan melalui medium

mengoreksi konsepsi keliru dan sinyal-sinyal dirinya sendiri. Menurut

Beck rute yang paling langsung ke berubahnya emosi dan perilaku

yang tidak berfungsi adalah dengan memodifikasi jalan pikiran yang

tidak tepat dan tidak berfungsi. Distorsi umum dalam memroses

Page 18: Pendekatan Kognitif Behavioral

15

informasi berikut telah diidentifikasi sebagai yang membawa yang

membawa asumsi keliru dan konsepsi yang salah:

1) Inferensi arbitrer, berarti mencapai kesimpulan tanpa bukti yang

cukup relevan. Yang termasuk ke dalam kerancuan ini “penciptaan

mala petaka”, atau memikirkan suatu skenario yang sangat buruk

dari suatu situasi.

2) Abtraksi yang selektif, terdiri dari membuat kesimpulan didasarkan

pada detail dari suatu peristiwa yang terpisah satu sama lain, dan

oleh karenanya kehilangan signifikasi konteks secara keseluruha.

Asumsinya adalah bahwa peristiwa yang dipersoalkan adalah yang

berurusan dengan kegagalan dan kekurangan-kekurangan.

3) Generalisasi yang berlebihan, adalah proses memegang keyakinan

ekstrim berdasarkan suatu insiden tunggal dan mengaplikasikannya

secara tidak pada tempatnya pada peristiwa atau latar yang tidak

serupa.

4) Membesar-besarkan dan menyangatkan, terdiri dari estimasi secara

berlebihan atas signifikansi peristiwa-peristiwa negatif.

5) Personalisasi, adalah kecenderungan orang untuk menghubungkan

peristiwa eksternal dengan dirinya sendiri, biarpun untuk

menghubung-hubungkan itu tidak ada dasarnya.

6) Polarisasi berpikir, menyangkut berpikir dan menginterpretasi

dalam arti mencakup semua atau tidak sama sekali, atau

mengkategorikan pengalaman secara ekstrim.

Seorang terapis kognitif mengajarkan kepada konseli cara

mengidentifikasi kognisi yang rancu dan tidak berfungsi melalui

proses evaluasi. Melalui usaha saling membantu antara terapis dan

konseli, konseli belajar memilah-milah antara yang mereka kira dan

kenyataan. Mereka belajar tentang pengaruh kognisi atas perasaan,

perilaku, dan bahkan peristiwa sekitar. Konseli diajarkan mengenali,

mengamati, dan memantau jalan pikiran serta asumsi mereka sendiri,

terutama “jalan pikiran otomatis” mereka.

Page 19: Pendekatan Kognitif Behavioral

16

C. Pendekatan Behavioral Kognitif

1. Pandangan Tentang Manusia

Tokoh/pakar seperti Bandura (1977), Kamfer dan Philips (1970), Cautela

dan Baron (1977), dan Ellis (1977) menekankan peranan dari persepsi, pikiran,

dan keyakinan, yang semuanya bersifat kognitif, sebagai komponen yang sangat

menentukan dalam rangkaian S-r-R. Manusia dapat mengatur perilakunya sendiri,

dengan mengubah tanggapan kognitifnya terhadap Antecedent dan menentukan

sendiri Reinforcement yang diberikan kepada dirinya sendiri.

2. Peran dan Fungsi Konselor

Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih

menjadi pendengar yang sensitif dan empatik ketika mendengarkan masalah

konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi

dari konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan konseling sebagai

petunjuk, konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang

dialami oleh konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan, dan

situasi ketika masalah itu terjadi.

Pada saat konseling, seorang konselor yang menggunakan pendekatan

kognitif behavioral sangat jarang menggunakan kata “kenapa” seperti “kenapa

kamu cemas sebelum ujian?” atau “kenapa kamu merasa stres saat bekerja?”.

Biasanya seorang konselor lebih suka menggunakan kata “bagaimana”, “kapan”,

“dimana”, dan “apa” ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari

masalah konseli.

Tugas konselor kognitif-behavioral adalah membantu konseli untuk

bertindak bak ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya,

dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan

mana yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan

berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran

dengan konseli. Teknik yang biasa digunakan adalah:

a. Menantang keyakinan irasional

b. Membingkai kembali isu; misalnya menerima kondisi emosional internal

sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.

Page 20: Pendekatan Kognitif Behavioral

17

c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play

dengan konselor

d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi

riil.

e. Mengukur perasaan; misalnya dengan menempatkan perasaan cemas yang

ada saat ini dalam skala 0-100

f. Menghentikan pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsesional

“mengambil alih”, lebih baik konseli belajar untuk menghentikan mereka

dengan cara seperti menyaber karet ke pergelangan tangan.

3. Teknik-Teknik Terapi

a. Operant Conditioning

Terdapat 2 prinsip dalam Operant Conditioning yaitu

bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan teknik yang digunakan untuk

memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan kondisi dapat

digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan

lingungan tempat masalah konseli terjadi.

Jika konseli merasakan adanya koneksi yang positif dengan

konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor.

Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan

potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor

Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus dirubah dan jika

teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor

akan menggunakan teknik tersebut biasanya dalam bentuk verbal.

b. Desensitization

Terdapat empat langkah dalam melaksanakan metode

Systematic Desensitization (SD), yaitu:

1) Memberikan kepada konseli rasionalisasi

2) Relaksasi training.

3) Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan

tentang hierarki dari kecemasan

4) Desensitization proper.

Page 21: Pendekatan Kognitif Behavioral

18

Salah satu jenis dari SD adalah in vivo desensitization. Jenis

ini memiliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah

hierarki kecemasan. Pada in vivo desensitization, konselor memegang

penuh dalam penanganan hierarki kecemasan konseli.

c. Flooding

Flooding adalah kebalikan daripada Systematic

Desensitization. Jika SD menekankan kepada minimalisasi

kecemasan, maka Flooding menekankan kepada pemaksimalisasian

kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo flooding

yang mana sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi

Agoraphobics.

Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan

memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh

seorang konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan

seorang konseli mengalami stres.

d. Assertiveness dan Social Skill Training

Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang

konseli kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya

dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini

keahlian seorang konselor behavior-kognitif diuji. Salah satu strategi

yang sering digunakan adalah behavior rehearsal. Strategi ini berupa

upaya konselor membantu konseli dengan cara bermain peran.

Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang

berpengaruh terhadap konseli.

e. Participant Modeling

Participant modeling efektif jika digunakan untuk menolong

seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu

dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang

mengalami ketakutan sosial (social phobia).

Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat

melakukan Participant Modeling secara baik yaitu yang pertama

mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas

Page 22: Pendekatan Kognitif Behavioral

19

yang dalam. Langkah kedua konselor dan klien berjalan bersama dan

konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir, konseli

memperaktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah

diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada

setiap perilaku konseli dengan cara pujian.

f. Self-Control Procedures

Metode Self-control bertujuan untuk membantu konseli

mengontrol dirinya sendiri. Metode self-control menegaskan bahwa

konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan

menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami

masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana

lingkungan terdapat penguatan jangka panjang secara natural.

Terdapat tiga langkah bagian dalam self-contorl procedures,

yaitu:

1) Meminta konseli secara teliti memerhatikan kebiasaannya.

2) Meminta kejelasan target/tujuan yang ingin dicapai

3) Melaksanakan treatment.

g. Contingency Contracting

Contingency contracting adalah bentuk dari managemen

behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang

diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk.

Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku

yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konsel memutuskan

siapa yang memberikan penguatan dan dan berupa apa penguatan

tersebut.

Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli

sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan

perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi,

konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan

Page 23: Pendekatan Kognitif Behavioral

20

diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai, dan hukuman

diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.

h. Cognitive Restructuring

Cognitive restructuring berbeda dengan metode yang lain

karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak seperti

metode yang lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku.

Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in

the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive structures,

or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan

tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang

mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan

informasi. Struktur kognitif berupa anggapan dan kepercayaan tentang

dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.

Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut:

1) Evaluating how valid and vaible are the client’s thought dan

beliefs

2) Assessing what clients expect, what they tend to predict about

their behavior and other’s responses to them

3) Exploring what might be a range of causes for clients behavior

and others reactions

4) Training clients to make more effective attributions about these

causes

5) Altering absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum

and Deffenbacher dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz)

Page 24: Pendekatan Kognitif Behavioral

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan Kognitif-Behavioral merupakan pendekatan yang

menggabungkan antara pendekatan Behavioral dan pendekatan Kognitif.

Pendekatan Kognitif-Behavioral mempunyai anggapan bahwa tingkah laku

dapat dirubah dengan cara mengubah struktur kognitif seseorang.

Pendekatan Behavioral mempunyai pandangan bahwa seseorang

individu tersebut segala tingkah laku diperoleh dengan belajar. Pendekatan

Behavioral pada awalnya tidak memperhatikan tentang masalah kognitif. Para

teoritisi dan praktisi memandang bahwa seseorang hanya sebagai seorang

yang dapat dimanipulasi perilakunya dengan cara belajar, mereka tidak

memperhatikan bahwa manusia salah satunya terdiri dari komponen kognitif

seperti perasaan, nilai dan sebagainya.

Pendekatan Kognitif-Behavioral mempunyai berbagai macam terapi

yang merupakan gabungan dari terapi Kognitif dan Behavioral. Terapi

pendekatan Kognitif-Behavioral sangatlah banyak diantaranya terdapat

operant conditioning, Desensitization, Assertivenesses, Flooding,Participan

Modeling, Self-Control Procedures, Cognitive restructuring dll.

B. Saran

Pendekatan Kognitif-Behavioral ini memberikan kemudahan kepada

konselor dalam memahami dan memodifikasi tingkah laku seseorang. Dalam

pendekatan ini konselor dapat menggunakan berbagai terapi yang jumlahnya

sangat banyak.

Page 25: Pendekatan Kognitif Behavioral

DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. 1995. Teori dan Praktik dari Konseling dan Psikoterapi. Edisi ke 4. Semarang: IKIP Semarang Press.

Corey, G. 2007. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Edisi ke 2. Bandung: Refika Aditama.

Gelson, C dan Bruce Fretz. 2001. Counseling Psychology (Second Edision). USA: Wadsworth Group/Thomson Learning.

Latipun, 2008. Psikologi Konseling (Edisi ke 3). Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang Press.

McLeod, J. 2003. Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Edisi ke 3.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Winkel, W.S & Hastuti, S.M.M. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan. Edisi ke 3. Jokjakarta: Media Abadi.