teori kognitif

32
Teori Belajar Behavioristik, Kognitif, dan Konstruktivisme Teori Belajar Behavioristik Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Teori Belajar Kognitif Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam

Upload: fitz-zebs

Post on 26-Jul-2015

249 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: teori kognitif

Teori Belajar Behavioristik, Kognitif, dan Konstruktivisme

Teori Belajar BehavioristikMenurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

Teori Belajar Kognitif Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :• Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.• Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.• Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.• Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Teori Belajar KonstruktivismeTeori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti

Page 2: teori kognitif

teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).

Teori Kognitif

Pengertian Teori Kognitif

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Karakteristik Teori Kognitif

Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif

Jean Piaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar

Page 3: teori kognitif

individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:

Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.

Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. 4. Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi

 Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya

Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,iconic dan simbolic.Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran. Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata. Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir

Page 4: teori kognitif

dalam teori Piaget. Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:

Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.

Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.

Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.

Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.

Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.

 Teori Belajar Bermakna Ausubel.

Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :

(1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan(2) belajar menghafal (rote learning).

Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).

Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.

Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan

Page 5: teori kognitif

apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :

Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.

Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.

Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.

Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar

Page 6: teori kognitif

diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

Implikasi Teori Kognitivistik dalam Pembelajaran

Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut: No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner Ausubel Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:a.Asimilasib.Akomodasic.Equilibrasi

Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:a.Enaktif (aktivitas)b.Ekonik (visual verbal)c.Simbolik

Teori bermakna Ausubel.

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap: a.Memperhatikan stimulus yang diberikan b.Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu. 2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks. 3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian. Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah: 1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah. 2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa. Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. Dari penjelasan diatas jelas bahwa implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik, guru ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun mereka tangkap., Dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran bahasa arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat

Page 7: teori kognitif

bertahap mulai dari yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal kosakata.

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya

mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar

merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar

seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan

tingkah laku, sikap, dan ketrampilan.

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran

behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada

pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu

yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti

yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses

usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu

proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996:

53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif

dan berbekas”.

Page 8: teori kognitif

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha

yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses

interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk

pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan

berbekas.

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung

termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat

langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar

kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat

terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada

anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut

tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur

tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya.

Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)

Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami

lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan

menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta

motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut

mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya.

Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu

mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan

bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek

Page 9: teori kognitif

anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan

yang berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya

mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada

informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi

konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh

pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi

misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi

jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai

gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif

pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan

pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang

besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang

bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan

kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

Page 10: teori kognitif

  Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif

1.      PIAGIET

Menurut Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a.   Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif  yang

sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip

penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian

antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian

(sebagai  informasi baru) itu yang disebut asimilasi.

b.    Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa

diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam

situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.

c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan

akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya,

maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses

penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan

yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi

yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan

operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin

teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.[18][18]

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan

tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk

melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman

sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan

rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,

mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.[19][19]

2.      AUSUBEL

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)”

atau advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada

siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi

(mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel

[18]

[19]

Page 11: teori kognitif

merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan

belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel

menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi

yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan

bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi

merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian

kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau

yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar

penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan

informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan

diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan

tipe belajar, yaitu (1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan

ceramah yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4)

belajar dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal

berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak

dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah

dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang

dipelajari bermakna.[20][20]

3.      BRUNER

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar

mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk

menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang

psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas

output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat

mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.

Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan

mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur

atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.[21]

[21]

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan

berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau

[20]

[21]

Page 12: teori kognitif

kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap

itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau

pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan

menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin

bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil

tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa

banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui,

tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan

pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3)

nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan untuk

belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan

secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap

perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat

mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang

dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori

belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap,

yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat

siswa.[22][22]

Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang

mengandung makna adanya alam semesta sebagai  realita, hanya dalam pikiran manusia.

Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan

pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus.[23] [23] Semakin bertambah dewasa

kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon

terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa

internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek

lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya

kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat

belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor

pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh  para guru dalam membelajarkan peserta

[22]

[23]

Page 13: teori kognitif

didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh  sejauhmana fungsi

kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan

proses pendidikan.[24][24]

Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan

potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada

setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh  proses pendidikan di

sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi

pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.[25][25]

Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh  siswa,

yang tercakup dalam tiga kawasan yang  diantaranya : Kognitif. Kognitif  terdiri dari enam

tingkatan, yaitu :

1.       Pengetahuan (mengingat, menghafal),

2.       Pemahaman (menginterpretasikan),

3.       Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),

4.       Analisis (menjabarkan suatu konsep),

5.       Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),

6.       Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).[26] [26]

Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah

satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah

faktor kognitif yang dimiliki oleh  peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi

masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar

mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.[27] [27]

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Dari pembahasan Teori Belajar kognitif dapat kami simpulkan sebagai berikut  :

a.       Pandangan Teori Belajar Kognitif adalah:

[24]

[25]

[26]

[27]

Page 14: teori kognitif

a.   Elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap

individu.

b.       Perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya,

melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri..

c.       Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk

dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain,

aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni

pengolahan informasi.

d.  Belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral__yang bersifat

jasmaniah___meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir

setiap peristiwa belajar siswa.

e.    Teori belajar kognitif lebih menekankan arti penting proses internal,  mental manusia.

Tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan

proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

b.       Tokoh-Tokoh Teori Belajar kognitif adalah :

a.       Piagiet

b.       Ausubel

c.       Bruner

B.     Saran

Hendaknya pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara mendalam oleh 

para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa

pengetahuan tentang kognitif siswa , guru akan mengalami kesulitan dalam

membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses

pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh 

siswa merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses

pembelajaran di kelas. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai

pengetahuan siswa melalui kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok.

DAFTAR PUSTAKA 

Hadis, Abdul, Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.

Page 15: teori kognitif

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 1997.

Uno, Hamzah B., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.

Winkel, W. S., Psikologi Pengajaran cet. 6. Yogyakarta: Media Abadi, 2004.

http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/

http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html

http://neozonk.blogspot.com/2008/02/teori-belajar.html

PENDAHULUANBelajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau menemukan (Hilgrad & Bower dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2007:13). Belajar juga merupakan proses berubahnya tingkah laku yang

Page 16: teori kognitif

relatif permanen yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya. Proses belajar merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, sehingga sudah banyak ahli yang mengemukakan teori-teori dan pandangan-pandangan mereka mengenai proses belajar tersebut.Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat sebagai mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.

Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun pandangan-pandangan kaum behavioristik juga ada yang digunakan dalam pendekatan kognitif. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement merupakan sebuah sumber feedback untuk melihat apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi.2. PEMBAHASAN2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori KognitifTeori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori ini juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan makna belajar. Teori ini juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. (Asri, 2005 : 34). Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima (faktor eksternal) dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang (background knowledge) berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya (faktor internal). Teori kognitif lebih menekankan pada struktur internal pembelajar dan lebih memberi perhatian pada bagaimana seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat kembali informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok penganut teori kognitif, namun fokus dari penganut teori ini sama yaitu pada soal bekerjanya pikiran manusia (Mukminan, 1998:53).Banyak ahli telah memberikan pandangan menganai Teori Kognitif. Berikut ini beberapa pengertian teori belajar menurut para tokoh aliran kognitif:1) Teori Belajar menurut PiagetPiaget adalah tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur pebelajar, semakin kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat kemampuannya (Asri, 2005:35). Proses peningkatan kemampuan tersebut melalui proses yang disebut adaptasi. Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Tahap asimilasi adalah proses penerimaan informasi baru dan kemudian disesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam diri masing-masing pebelajar. Proses akomodasi

Page 17: teori kognitif

adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus disesuaikan melalui proses ekuilibrasi. Proses ekuilibrasi ini merupakan proses yang berkesinambungan antara proses similasi dan akomodasi. Proses ini akan menjaga stabilitas mental dalam diri pebelajar dan pebelajar akan dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya.Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hirarkhis. Seseorang harus melalui urutan tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu (Asri, 2005 :37):a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana seperti:- mencari rangsanganmelalui sinar lampu- suka memperhatikan sesuatu lebih lama- memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami obyek. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas.c. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)Anak telah memiliki kecapakan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi obyek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Dalam tahap ini, anak tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan.d. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun)Anak mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang, akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif murid-muridnya agar dapat merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai.

2) Teori Belajar menurut BrunerDalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang di sebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Bruner berpendapat bahwa perkembangan bahasa seseorang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Pandangan Bruner ini berbeda dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh perkembangan kognitif.

Page 18: teori kognitif

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu:a. Tahap enaktif, yaitu seseorang melakukan aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan.b. Tahap ikonik, seseorang memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal.c. Tahap simbolik, seseorang mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang dipengaruhi oelh kemampuan dalam berbahasa dan logika.Gagasan yang terkenal dari Bruner adalah spiral curriculum, yaitu cara mengorganisasikan materi pelajaran dari tingkat makro (secara umum) kemudian mulai mengajarkan materi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci. Selain itu juga, Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan yang berbeda. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep tindakan dilakukan untuk membentuk kategori-kategori baru. Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki lima unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi :a. Namab. Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatifc. Karakteristik, baik yang pokok maupun tidakd. Rentangan karakteristike. KaidahMenurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).3) Teori Belajar menurut AusubelTeori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.Advance organizers yang oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, maka advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.

4) Teori Belajar menurut GagnéMenurut Robert M. Gagné belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru (Syaiful, 2007:17). Gagné berpendapat bahwa belajar bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja, namun juga disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus. Gagné berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen belajar dalam proses belajar menurut Gagné merupakan situasi yang memberi stimulus yang menghasilkan respon,

Page 19: teori kognitif

namun di antara stimulus dan respon tersebut terdapat hubungan yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat diamati.Menurut Gagné ada tiga tahap dalam belajar, yaitu:a. persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian.b. pemerolehan dan unjuk perbuatan untuk pembangkitan kembali, respon dan penguatan.c. alih belajar yaitu pengisyaratan untuk memberlakukan secara umum.Gagné mengemukakan pendapat mengenai delapan tipe belajar dari yang paling sederhana sampai paling kompleks yang disebut dengan Hirarkhi Belajar. Delapan tipe tersebut adalah :a. Signal learningSignal learning merupakan tipe belajar dalam bentuk pemberian respon terhadap tanda-tanda.b. Stimulus response learningDalam tipe ini respon diperkuat dengan adanya imbalan. Dengan belajar tipe ini, seseorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam bahasa asing.c. Chaining learningChaining learning terjadi jika terbentuk hubungan antara beberapa stimulus-respon. Sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi. Sebagai contohnya adalah setelah pulang kantor, ganti baju, makan, dan sebagainya.d. Verbal associationTipe ini bersifat asosiatif tingkat tinggi karena fungsi nalar yang menentukan. Sebagai contohnya bila anak melihat gambar bentuk bujur sangkar dan dia bisa mengatakan bahwa gambar tersebut adalah bujur sangkar.e. Discrimination learningTipe ini menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala seperti siswa bisa membedakan manusia satu dengan yang lain.f. Concept learningBelajar konsep adalah corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pada berbagai objek. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan kekeluargaan, dll.g. Rule learningTipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan. Misalnya, aturan seperti logam jika dipanaskan akan memuai, angin berhembus dari daerah maksimum ke daerah minimum.h. Problem solvingTipe belajar ini adalah yang paling kompleks. Dalam tipe belajar ini diperlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama.

5) Teori Belajar menurut GestaltBerbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh behaviorisme, terutama Thordike, yang menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error, teori Gestalt ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut. Oleh karena itu, teori belajar Gestalt ini disebut teori insight.Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990) :

Page 20: teori kognitif

a) Insight tergantung pada kemampuan dasar.b) Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan.c) Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi.d) Insight didahului dengan periode mencari dan mecoba-coba.e) Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara berlangsung.f) Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasi-situasi yang lain akan dapat dipecahkan.

Konsepsi dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam mengembangkan teori-teori pembelajaran. Dari kelima tokoh aliran kognitif tersebut, beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif, dikemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng dalam Asri, 2005:46):a) Hirarkhi belajarDalam hirarkhi belajar, Gagné menekankan pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan prasyarat belajar yang dituangkan dalam struktur isi.b) Analisis TugasCara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah information-processing approach to task analysis. Hubungan ini memerikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar.c) Subsumptive sequenceAusubel mengemukakan gagasan mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar, dengan mengurutkan materi dari umum ke rinci.d) Kurikulum spiralBruner memberikan gagasan mengenai kurikulum spiral yang menyusun urutan pengajaran dari umum, kemudian mengajarkan isi yang sama dengan cakupan lebih rinci.e) Teori skemaTeori ini memandang proses belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada.

f) WebteachingWebteaching merupakan suatu prosedur penataan urutan isi bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan yang telah dimiliki seseorang. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus diintegrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.g) Teori ElaborasiTeori ini mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran yang sudah ada untuk menciptakan model yang komprehensif tentang cara mengorganisasi pengajaran.

2.2. Aplikasi Teori Belajar Kognitif dan Pemprosesan Informasi dalam Desain Pesan Pembelajaran.Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran tidak lagi mekanistik sebagaimana pada teori behavioristik namun dengan memperhitungkan kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar agar belajar lebih bermakna bagi siswa.

Page 21: teori kognitif

Karakteristik dari proses belajar ini adalah:a. Belajar merupakan proses pembentukan makna berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki melalui interaksi secara langsung dengan obyek.b. Belajar merupakan proses pengembangan pemahaman dengan membuat pemahaman baru.c. Agar terjadi interaksi antara anak dan obyek pengetahuan, maka guru harus menyesuaikan obyek dengan tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki anak.d. Proses belajar harus dihadirkan secara autentik dan alami. Anak dihadirkan dalam situasi obyek sesungguhnya dan harus sesuai dengan perkembangan anak.e. Guru mendorong dan menerima otonomi dan insiatif anak.f. Memberi kegiatan yang menumbuhkan rasa keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan ide dan mengkomunikasikannya dengan orang lain.g. Guru menyusun tugas dengan menggunakan terminologi kognitif yaitu meminta anak untuk mengklasifikasi, menganalisa, memprediksi.h. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk merespon proses pembelajaran.i. Guru memberi kesempatan berpikir setelah memberi pertanyaan.

DAFTAR PUSTAKAAsri Budiningsih. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta._____________. 2003. Desain Pesan Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.Mukminan,dkk. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.Nana Sudjana. 1990. Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.Syaiful Sagala. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.Woolfolk, Anita E. dan Lorraine McCune-Nicolich. 1980. Educational Psychology for Teachers. New Jersey: Prentice-Hall Inc.