pendahuluan
TRANSCRIPT
V. PERAWAI DAN PENGENALAN RAWAI TUNA
(TUNA LONG LINE)
5.1. Pengertian Perawai dan Rawai Tuna
5.1.1. Pengertian perawai dan rawai tuna
Perawai adalah salah satu jenis alat tangkap ikan yang terdiri dari rangkaian tali-
temali yang bercabang-cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya dikaitkan sebuah pancing.
Secara teknis operasional rawai termasuk dalam jenis perangkap, karena dalam
operasionalnya tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuanya untuk menarik ikan sehingga
ikan memakan umpan tersebut dan terkait oleh pancing, akan tetapi secara material ada yang
mengklasifikasikan rawai termasuk dalam golongan penangkapan ikan dengan tali line
fishing karena bahan utama untuk rawai ini terdiri dari tali-temali (Sadhori, 1985).
Menurut Sudirman (2004), rawai tuna adalah salah satu bagian dari rawai yang
didasarkan atas jenis ikan yang ditangkap, dalam hal ini ialah ikan tuna. Tuna long line atau
yang disebut dengan rawai tuna merupakan jenis rawai yang paling terkenal, meskipun dalam
kenyataannya bahwa hasil tangkapannya bukan hanya ikan tuna, tetapi juga berbagai jenis
ikan lain seperti ikan layaran, ikan hiu dan jenis ikan yang lain.
Rawai tuna tergolong rawai hanyut (drift longline) tetapi umumnya hanya disebut
Tuna long line saja. Dalam dunia perikanan, industri pancing ini termasuk penting dan
produktivitasnya tinggi. Satu perangkat rawai tuna bisa terdiri dari ribuan mata pancing
dengan panjang tali mencapai puluhan kilometer (15 - 75 km). Oleh karena rawai tuna
termasuk besar, maka untuk memudahkan penyusunan atau pengaturannya dibagi dalam
satuan-satuan dan karena tiap satuan itu biasanya disimpan dalam sebuah keranjang dari
bambu atau lebih dikenal sebagai ”satu basket”. Istilah ini dipakai karena dalam sejarah
perkembangan yang pada mulanya satu kelompok alat yang berhubungan menjadi satu
ditempatkan secara terpisah di dalam keranjang bambu. Operasi penangkapannya barulah
bagian-bagian kelompok alat tersebut dihubungkan dengan kelompok lainnya sehingga
merupakan satu rangkaian yang panjang yang tergantung dari jumlah basket. Tiap satuan
mulai dari pangkal sampai akhir mempunyai susunan sama. Rawai tuna umumnya membawa
seperangkat rawai yang terdiri dari beberapa satuan (basket) tergantung dari besar-kecilnya
kapal yang dipergunakan (Subani, 1989).
5.2. Klasifikasi Perawai dan Rawai Tuna
5.2.1.Klasifikasi perawai
Menurut Sadhori (1985), ada berbagai macam bentuk rawai yang secara keseluruhan
dapat dikelompokkan dalam kelompok antara lain:
1. Berdasarkan letak pemasangan di perairan rawai dapat dibagi menjadi:
a. Rawai permukaan (Surface long line).
b. Rawai pertengahan (Midwater long line).
c. Rawai dasar (Bottom long line).
2. Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utama:
a. Rawai tegak (Vertikal long line).
b. Pancing ladung
c. Rawai mendatar (Horizontal long line).
3. Berdasarkan jenis-jenis ikan yang ditangkap:
a. Rawai Tuna (Tuna Long line)
b. Rawai Albacore (Albacore long line)
c. Rawai Cucut (Shark long line)
Perawai terdiri dari sejumlah mata kail yang dipasangkan pada panjangnya tali yang
mendatar. Tali yang mendatar ini merupakan tali pokok atau utama (Main Line) dari suatu
rangkaian pancing-pancing perawai. Pada tali utama terdapat tali-tali pendek yang disebut tali
cabang (Branch Line). Menurut bentuk, sasaran dan cara penangkapannya perawai termasuk
dalam jenis Bottom Set Long Line. Cara penangkapan pancing ini yaitu dilepas atau
dilabuhkan sampai posisinya dapat mendasar (Mulyono, 1986).
Para nelayan Jawa Tengah, tali yang mendatar ini lebih dikenal dengan nama “ Waton
atau Plamar ”, sedangkan tali-tali yang pendek/tali cabang dikenal dengan “Gimbes atau
Perabut“. Alat penangkapan ikan ini disebut perawai karena bentuk alat berupa rawai-rawai
(Rawe = Bahasa Jawa) yang berarti sesuatu yang ujungnya bergerak bebas. Rawai disebut
juga long line yang secara harfiah dapat diartikan dengan tali panjang. Hal ini dikarenakan
alat ini dalam konstruksinya berbentuk rangkaian tali-tali yang disambung-sambung sehingga
berbentuk tali panjang dengan beratus-ratus tali cabang (Sadhori, 1985).
Menurut Sadhori (1985), persyaratan daerah operasi perawai yaitu:
1. Pantai yang keadaannya landai;
2. Kedalamanya merata;
3. Bersih dari tonggak atau kerangka kapal yang rusak; dan
4. Terhindar dari kesibukan lalu lintas perahu
Penangkapan dengan perawai dapat dilaksanakan pada waktu siang atau malam hari,
namun apabila kegiatan operasi dilaksanakan pada waktu malam hari, setelah perawai dilepas
kedalam air, perahu biasanya berhenti dan membuang jangkar. Maka perahu dan pancingnya
tidak terpengaruh oleh arus atau angin. Penangkapan yang dilakukan pada siang hari, karena
daerah penangkapan dan lalu lintas perahu dapat terlihat jelas maka penangkapan ditempuh
dengan cara menghanyut atau drift (Mulyono, 1986).
Menurut Ayodhya (1981), secara garis besar perikanan pancing ini dapat dilihat dari
jenis-jenisnya sebagai berikut:
1. Pole and line : untuk ikan cakalang (skip jack), mackerel, dan lainnya.
2. Long line : untuk jenis tuna, salmon, mackerel, sea perch cod, sea bream,
octopus dan lain sebagainya.
3. Hand line : untuk squid dan lain-lain
4.Trolling : untuk ikan-ikan tongkol, spanish, mackerel, yellow tail dan lain-lain.
5.Vertikal long line : untuk ikan-ikan mackerel, bottom fish dan lain-lain.
Alat dari pancing perawai terdiri dari tali mata pancing dan umpan hidup (life bait),
untuk tali dipakai nilon monofilament, bahan tali yang lain biasanya memakai multifilament
(biasanya PES seperti terylene, PVA seperti kuralon atau PA seperti nilon), jadi ikan akan
semakin banyak dan semakin bernafsu untuk memakan umpan maka dipakai pancing tanpa
umpan dan mata pancing ini tidak berinsang (tidak berkait). Umpan yang biasanya dipakai
pada operasi perawai adalah umpan hidup yang tidak cepat busuk dan tahan lama (Ayodhya,
1981).
A. Gambar Tiga Dimensi Perawai
B. Gambar desain Perawai
5.2.2.Klasifikasi rawai tuna
Menurut Subani (1989), ilihat dari segi kedalaman operasi (fishing depth) Tuna long
line dibagi dua yaitu:
1. Tuna long line pada perairan yang bersifat dangkal (subsurface). Pada Tuna long line jenis
ini dalam satu basket rawai diberi sekitar 5 pancing.
2. Tuna long line pada perairan yang bersifat dalam (deept). Pada Tuna long line jenis ini
dalam satu basket rawai diberi sekitar 11 - 13 pancing sehingga lengkungan tali utama
menjadi lebih dalam.
Apabila dilihat pada alat penangkap ikan lainya, satu unit alat tangkap Tuna long line
terdiri dari kapal yang dirancang khusus, alat tangkap dan crew. Bagian belakang kapal-kapal
Tuna long line modern telah dirancang dengan baik untuk memudahkan operasi dan
pengaturan alat tangkap. Alat tangkap ini sendiri pada umumnya terdiri dari pelampung,
bendera, tali pelampung, main line, branch line, pancing, wire leader (Sudirman, 2000).
Menurut Subani (1989), long line terdiri dari rangkaian tali utama, tali pelampung
dimana pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan
mempunyai diameter yang lebih pendek, serta diujung tali cabang ini diikat dengan pancing
yang ada umpannya. Ada beberapa jenis long line, diantaranya long line yang
dipasang di dasar perairan serta tetap dalam jangka waktu tertentu dikenal dengan nama
rawai tetap atau bottom long line atau set long line yang biasanya digunakan untuk
menangkap ikan-ikan demersal. Ada juga rawai yang hanyut yang biasa disebut dengan dript
long line, biasanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis dan yang paling terkenal
adalah Tuna long line atau disebut juga dengan rawai tuna, walaupun demikian dalam
kenyataannya bahwa hasil tangkapnnya bukan ikan tuna tetapi juga jenis ikan lain seperti
layaran, ikan hiu dan lain-lain.
Menurut Sudirman (2000), Secara prinsip rawai tuna sama seperti rawai-rawai
lainnya, namun mengingat faktor biologi ikan sasaran, teknik pengoperasian alat, komponen
alat bantu, kapal yang tersedia, maka dilakukan berbagai penyesuaian bahan tali pancing
yang terbuat dari bahan monofilament (PA) atau multifilament (PES) seperti terylene, PA
seperti nilon. Perbedaan pemakaian bahan ini akan mepengaruhi line hauler yang diperlukan.
Beberapa perbedan dari kedua jenis bahan tersebut dipandang dari segi teknis adalah sebagai
berikut:
1. Bahan multifilament lebih berat dan mahal dibandingkan dengan monofilament, lebih
mudah dirakit, dan lebih sesuai untuk kapal-kapal kecil.
2. Bahan multifilament lebih mudah ditangani dan lebih tahan lama.
3. Lebih kecil, halus dan transparan maka pemakaian monofilament dinilai akan memberi
hasil tangkapan lebih baik dari multifilament.
Menurut Subani (1989), dilihat dari segi kedalaman operasi (fishing depth) rawai tuna
dibagi dua yaitu bersifat dangkal dan yang bersifat dalam yang pancingnya berada pada
kedalaman 100 – 300 m. Perbedaan kedua jenis ini disebabkan pada tipe dangkal satu basket
rawai diberi sekitar 5 pancing sedangkan pada tipe dalam diberi 11 - 13 pancing sehingga
lengkungan tali utama menjadi lebih dalam. Dalam beberapa sifat dari kedua tipe ini adalah:
1. Rawai tipe dalam memerlukan line hauler yang lebih kuat dibanding tipe dekat permukan.
2. Rawai tipe dalam menangkap jenis big eye yang lebih banyak (sehingga nilai
produksinya lebih baik) dibanding tipe permukaan. Tuna yang tertangkap dengan rawai
dangkal didominasi oleh yellow fin tuna yang harganya lebih rendah dibandingkan dengan
big eye. Pelepasan pancing (setting) dilakukan menurut garis serong atau tegak lurus pada
arus. Waktu melepas pancing biasanya dini hari tergantung jumlah basket yang akan
dipasang karena diharapkan setting selesai pada pagi hari jam 07.00 saat ikan aktif
mencari mangsa, akan tetapi pengoperasian siang hari pun bisa dilakukan, namun
akibatnya penarikan pancing (hauling) jatuh pada waktu sore hari.
Umpan yang umum dipakai adalah jenis ikan yang mempunyai sisik mengkilat, tidak
cepat busuk, dan rangka tulangnya kuat sehingga tidak mudah lepas dari pancing bila tidak
disambar ikan. Beberapa jenis diantaranya adalah bandeng, tawes, kembung, layang, dan
cumi-cumi. Panjang umpan berkisar antara 15 - 20 cm, dengan berat 80 - 150 gram. Cumi-
cumi kecil masih dapat dipakai asalkan digabung (dijahit) beberapa ekor sehingga menjadi
cukup besar. Umpan ini harus berasal dari ikan-ikan yang benar-benar dalam keadaan segar
dan dilakukan dengan baik agar tahan dalam waktu yang lama (Sudirman, 2000).
Menurut Subani (1989), unit penangkapan rawai tuna terdiri dari:
a. Kapal
Alat tangkap rawai tuna dioperasikan menggunakan kapal khusus rawai tuna yang
memiliki buritan cukup luas untuk pengoperasian rawai menggunakan line hauler. Kapal
yang digunakan berukuran yang bervariasi sekitar 30 - 600 GT. Ukuran kapal tersebut
menentukan jumlah hari trip penangkapan yang dilakukan.
Bahan pembuatan kapal ada yang terbuat dari kayu, FRP dan baja. Bahan kapal juga
tergantung kepada ukuran besar kapal. Ukuran kapal lebih dari 150 GT umumnya terbuat dari
baja.
b. Alat tangkap rawai
Pada dasarnya rawai tuna terdiri atas 3 komponen utama, yaitu pelampung rangkaian
tali temali dan pancing. Pada pancing dilengkapi dengan umpan berupa ikan utuh jenis
pelagis kecil yang disukai ikan tuna. Jumlah pancing yang digunakan berkisar antara 800 -
2000 pancing dengan panjang rentang tali bisa mencapai ratusan kilometer.
c. Alat bantu penangkapan
Alat bantu yang dipergunakan dalam pengoperasian rawai tuna adalah lampu apung
atau radio apung yang berfungsi sebagai pendeteksi keberadaan atau posisi alat tangkap.
Selain itu juga umumnya dilengkapi dengan line hauler, line thrower, belt conveyor,
penggulung tali cabang dan peralatan oseanografi.
Usaha perikanan secara umum pada tingkat operasional tentu saja akan mengalami
berbagai kendala, begitu juga dengan usaha perikanan rawai tuna. Beberapa kendala yang
diamati oleh penulis adalah penentuan lokasi daerah penangkapan yang tepat, penggunaan
peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya, dan penangananan ikan hasil tangkapan.
a. Penentuan daerah penangkapan ikan yang masih menggunakan metode-metode
lama. Perkembangan teknologi menuntut pengusaha atau pun nelayan untuk bersaing
dalam upaya penangkapan ikan. Penggunaan teknologi yang terus berkembang
mengakibatkan operasi kapal rawai yang belum menggunakan teknologi terbaru susah
bersaing dengan kapal rawai yang menggunakan teknologi terbaru. Penggunaan teknologi
terbaru akan lebih cepat menentukan daerah penangkapan ikan dan berakibat pada
penekanan, biaya operasional.
b. Posisi penurunan atau pengangkatan alat tangkap rawai yang umumnya panjang (berkisar
antara 800 - 2000 mata pancing, panjangnya mencapai ratusan kilometer) menuntut
kemampuan dan keterampilan ABK dalam penggunaan peralatan tangkap dan peralatan
pendukung lainnya. Kesalahan dalam penurunan dan pengangkatan rawai berakibat pada
kecelakaan seperti putusnya tali, tersangkutnya kail dan lain-lain.
c. Penanganan ikan hasil tangkapan pada kapal rawai tuna ini umumnya sudah memenuhi
standar kualitas penanganan mutu yang diinginkan oleh konsumen, akan tetapi
penanganan ikan pun membutuhkan keterampilan pemilahan ikan dari kail dan
penggunaan teknologi yang digunakan untuk menyimpan ikan.
d. A. Gambar Tiga Dimensi Tuna Long Line
Gambar bentuk pelampung yang digunakan pada Tuna Long Line
Gambar Tuna Long Line
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x. B. Gambar desain Tuna Long Line
y.
z.
pj. 2-3 m
Ø 2-3 cm
Gambar Main Line dan Bagian-bagiannya.
5.3. Metode dan Cara Pengoperasian Perawai dan Rawai Tuna
5.3.1. Metode dan cara pengoperasian perawai
Menurut Mulyono (1986), teknik pengoperasian perawai antara lain :
1. Mula-mula pengapung pertama diikatkan dengan talinya, begitu pula batu pemberatnya.
2. Setelah itu perahu dijalankan, sementara itu pancing demi pancing ditanggalkan dari
tempat penyimpanannya. Kemudian mata pancing itu dibubuhi umpan.
3. Setiap mata pancing yang sudah dibubuhi umpan, dilemparkan ke dalam air. Demikianlah
seterusnya antara pekerjaan pembuangan pancing dengan lajunya perahu harus benar-
benar seirama sampai pekerjaan melabuhnya rangkaian pancing selesai.
4. Pekerjaan yang terakhir “Tali pengumpul” diikatkan pada tali waton (main line).
5. Perahu masih diusahakan tetap berjalan, sebab untuk memudahkannya dalam mengulur
tali pengumpul sampai panjang yang dibutuhkan terpenuhi.
6. Jika mengulurnya tali tersebut dirasa telah cukup, perahu segera dihentikan.
7. Mengenai lamanya pancing didalam air tidak ditentukan waktunya, hanya dalam sehari
atau semalam dapat melabuh (casting) dan menarik (hauling) antara 2-3 kali.
8. Kemudian dilakukan hauling dengan cara tali unjaran dengan perlahan-lahan ditarik ke
dalam perahu. Setelah menariknya sampai pada pelampung, untuk penarikan selanjutnya
dilakukan dengan cara menarik tali plamarnya. Ikan-ikan yang tertangkap dilepaskan dari
kaitannya. Mata-mata pancing yang umpannya telah tanggal, segera digantikan dengan
yang baru.
9. Begitulah seterusnya hingga penarikan alat selesai.
3.3.2. Tuna Long Line
Menurut Gunarso (1985), teknik pengoperasian Tuna Long Line :
1. Setelah semua persiapan selesai dan telah tiba pada suatu fishing ground yang telah
ditentukan. Setting diawali dengan penurunan pelampung bendera dan penebaran tali
utama.
2. Selanjutnya dengan penebaran pancing yang telah dipasang umpan. Rata-rata waktu yang
dipergunakan untuk melepas pancing 0,6 menit per pancing. Pelepasan pancing dilakukan
menurut garis yang menyerong atau tegak lurus pada arus.
3. Penarikan alat tangkap dilakukan jika telah berada dalam air selama ± 3-6 jam. Penarikan
dilakukan dengan menggunakan line hauler yang diatur kecepatannya. Lamanya
penarikan alat tangkap sangat ditentukan oleh banyaknya hasil tangkapan dan faktor
cuaca. Penarikan biasanya memakan waktu 3 menit per pancing.
4. Selanjutnya dilakukan penanganan hasil tangkapan dan persiapan operasi penangkapan
selanjutnya.