pendahuluan kolesistisis

36
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEWASA-LANSIA PENYAKIT KOLESISTISIS SGD 8 IDA AYU INTEN RATNA KESWARI (1302105029) DEWA AYU MADE YUNI MARYASTUTI (1302105030) PUTU RIAN PRADNYANI (1302105031) NI MADE KARISMA WIJAYANTI (1302105032) I DEWA MADE SURYA WIBAWANTARA (1302105034) HARISTA MIRANDA SALAM (1302105059) NI WAYAN ARI SATRIYANI (1302105061) NI MADE YULI KUSUMA DEWI (1302105066) DEWA AYU DWI SHINTYA ANGGRENI (1302105067) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: dayu-intan

Post on 22-Dec-2015

98 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pendahuluan Kolesistisis

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan Kolesistisis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEWASA-LANSIA

PENYAKIT KOLESISTISIS

SGD 8

IDA AYU INTEN RATNA KESWARI (1302105029)

DEWA AYU MADE YUNI MARYASTUTI (1302105030)

PUTU RIAN PRADNYANI (1302105031)

NI MADE KARISMA WIJAYANTI (1302105032)

I DEWA MADE SURYA WIBAWANTARA (1302105034)

HARISTA MIRANDA SALAM (1302105059)

NI WAYAN ARI SATRIYANI (1302105061)

NI MADE YULI KUSUMA DEWI (1302105066)

DEWA AYU DWI SHINTYA ANGGRENI (1302105067)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2014

Page 2: Pendahuluan Kolesistisis

Learning Task

Kasus II

Tn. C datang ke IRD jam 08.00 pagi dengan keluhan hipertermi, klien mengeluhkan

nyeri saat jam 12.00 malam. klien mengeluhkan nyeri tajam abdomen kanan atas,

nyeri bertambah saat klien menarik nafas, skala nyeri 4 (1-10). TD : 120/80 mmHg,

RR : 20 x/menit, N : 80x/menit, T : 40º C. klien didiagnose kolesistisis. Dari nilai lab

diketahui terdapat peningkatan leukosit

A. Buatlah konsep dasar gangguan system pencernaan tersebut (pengertian,

epidiemologi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic,

penatalaksanaan medis)

B. Buatlah asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, prioritas diagnose

keperawatan, rencana keperawatan, intervensi keperawatan, dan evaluasi.

(gunakan NANDA, NIC, NOC)

C. Health Education yang mungkin diberikan pada klien dengan gangguan tersebut !

Page 3: Pendahuluan Kolesistisis

PEMBAHASAN

1.1. Pendahuluan Kolesistisis

1.1.1. Definisi Kolesistisis

Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,

biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus

kistik, menyebabkan distensi kandung empedu (Doenges,1999).

Klasifikasi kolesistisis yaitu :

a. Kolesistisis akut

Kolesistisis akut merupakan inflamasi akut pada kandung empuedu, faktor

presipitasi yang paling sering memicu keadaan ini adalah obstruksi batu

empedu. Sepuluh persen kasus kolesistisis akut tanpa obstruksi batu

empedu biasanya ditemukan pada pasien-pasien yang sakit berat, seperti

keadaan pascabedah, trauma berat dan luka bakar berat. (Mitchell, 2008).

b. Kolesistisis kronis

Kolesistisis kronik yaitu keadaan di mana mokosa dan jaringan otot polos

empedu diganti dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan

empedu hilang.

Jadi, kolesistisis adalah suatu peradangan akut maupun kronis pada

kandung empedu.

1.1.2. Epidemiologi Kolesistisis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Al-Islam Bandung pada

tahun 2007, didapatkan jumlah penderita kolesistitis sebanyak 174 kasus

dengan rentang usia antara 10 – 80 tahun. Kolesistitis kronis merupakan jenis

kolesistitis yang paling banyak ditemukan yaitu 163 kasus (93,68 %) dan

kolesistitis akut ditemukan sebanyak 11 kasus (6,32 %). Kejadian terbanyak

ditemukan pada kelompok usia 40 – 49 tahun yaitu sebanyak 57 kasus (32,76

%). Kolesistitis lebih banyak terjadi pada wanita, yaitu 132 kasus (75,86 %)

Page 4: Pendahuluan Kolesistisis

sedangkan pada pria sebanyak 42 kasus (24,14 %) dengan perbandingan

wanita dan pria adalah 3:1.

1.1.3. Etiologi Kolesistisis

Kolesistitis dapat terjadi akibat :

1. Adanya obstruksi pada duktus sebagian akibat adanya batu empedu yang

biasa di temukan pada 96% penderita dengan kolesistitis.

2. Enzim pankreas mungkin juga dapat menyebabkan timbulnya kholeosistitis

akut, sebagai akibat reguritasi yang di sebabkan adanya obstruksi fungsional

pada duktus kholeodukhus dan duktus pankreatikus.

3. Inflamasi oleh bakteri mungkin saja merupakan bagian integral dari

kholeosistitis akut.(Hadi. Sujono, 1995)

Penyebab lain kolesistitis adalah:

a. Batu empedu

Dalam 90% kasus tentang, kolesistitis akut disebabkan oleh batu empedu

yang menghalangi saluran di kandung empedu. Sumbatan batu empedu

pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan

gangguan aliran darah dan limfe, kemudian bakteri komensal berkembang

biak sehingga mengakibatkan inflamasi pada saluran kandung empedu.

b. Pembedahan

Dalam pembedahan dapat terjadi perubahan fungsi tubuh. Kolesistitis

dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu

yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena

adanya ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar

garam empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya

peradangan akibat jejas kimia.

c. Infeksi

Jika terjadi pembentukan batu empedu maka akan terjadi infeksi dengan

adanya kuman seperti E. Coli, salmonela typhosa, cacing askaris, atau

karena pengaruh enzim – enzim pankreas karena sistem saluran empedu

Page 5: Pendahuluan Kolesistisis

adalah sistem drainase yang membawa empedu dari hati dan kandung

empedu ke daerah dari usus kecil yang disebut duodenum.

d. Luka bakar

Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas

gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon

hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya

perlukaan luas.

e. Pemasangan infus dalam jangka waktu lama

Pemasangan infus lama dapat menyebabkan radang pada kandung empedu

karna cairan infus banyak mengandung elektrolit sehingga jika terpasang

lama maka dapat membentuk kristal yng disebut batu empedu selain itu

juga cairan tersebut sangat pekah sehingga tidak dapat diserap oleh

empedu di kandung empedu.

f. Trauma abdomen

Trauma abdomen adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di rongga

abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri sebagai keluhan

utama yang memerlukan penanganan segera. Hal ini bisa disebabkan

karena adanya inflamasi/peradangan pada kandung empedu.

1.1.4. Manifestasi Klinik Kolesistisis

a. Kolesistisis akut ditandai dengan nyeri hipokondria kanan yang menetap,

kolik bilier, perubahan warna urine dan feses, defisiensi vitamin, pireksia,

mual dengan atau tanpa ikterus, demam, takikardia, diaphoresis dan nyeri

tekan pada kuadran kanan atas dengan tanda menghentikan nafas sejenak

(Murphy’s sign positif). Jika leher kandung empedu tersumbat, dapat

terjadi empiema pada kandung empedu.

b. Kolesistisis kronis ditandai dengan nyeri abdomen bagian atas yang hilang

timbul, kembung, flatulens, dan intoleransi makanan berlemak. (Grace,

2007).

Page 6: Pendahuluan Kolesistisis

1.1.5. Patofisiologi Kolesistisis

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut

adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung

empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)

sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu

(kolesistitis akut akalkulus) (Huffman JL, et al, 2009).

Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis

cairan empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung

empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga

terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu (Gambar 2). Meskipun

begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat

menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas.

Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada

kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan

prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang

diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. (Donovan JM, 2009).

Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50

sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering

dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,

Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium.

Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme – organisme tersebut dapat

menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang

akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung

empedu (Cullen JJ, et al, 2009)

Page 7: Pendahuluan Kolesistisis

(Gambar : Patofisiologi kolesistitis akut)

Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan

resiko terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan

dengan trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan

yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan

besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang

mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang

mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri

kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio

cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin

juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis,

penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises) (Isselbacher, K.J,

et al, 2009).

Page 8: Pendahuluan Kolesistisis

Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama

yang mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung

empedu tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang

berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari

cairan empedu. (Sitzmann JV, et al, 2008).

1.1.6. Pemeriksaan Diagnostik Kolesistisis

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu

empedu diantaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan

feses, tes fungsi hati dan kadar amilase serta lipase serum. Pada episode

kolik biliaris, sebagian besar penderita mempunyai hasil laboratorium

yang normal. Tetapi bila disertai komplikasi dapat menunjukkan

leukositosis dan peningkatan kadar enzim hati (aspartateam

inotransferase, alanineaminotransferase, fosfatase alkali), gamma

glutamyl transferase dan bilirubin serum, terutama jika terdapat batu pada

duktus koledokus. Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa

adanya urobilinogen dalam urin dapat mengarahkan pada kemungkinan

adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan pada pemeriksaan feses,

tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila tedadi obstruksi total

saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis) (Strasinger, SK,

2001). Pada penderita batu empedu dengan pankreatitis dapat terjadi

peningkatan kadar amilase dan lipase serum, di samping tes fungsi hati

yang abnormal. Diduga terdapat kolesistitis akut j ika ditemukan

leukositosis dan sampai 15% penderita mempunyai peningkatan sedang

dari aspartate aminotransferase, alanine aminotransferase, fosfatase alkali

dan bitirubinserum.(Vogt, D.P, 2002).

b. Pemeriksaan Radiologis

- Ultrasonography (USG)

Page 9: Pendahuluan Kolesistisis

Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedru non-invasif yang

cukup aman, cepat, tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak

mahal dan tidakmelibatkan paparan radiasi. Indikasi adanya kolesistitis

akut pada pemeriksaan USG ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan

dinding kandung empedu, cairan perikolesistikus dan Murphy sign positif

akibat kontak dengan probe USG. (Tait, N, 1995).

- CT scan kandung empedu

Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu

seripotongan cross-sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 image.

Deteksi batu empedu dapat dilakukan juga dengan Computed tomography,

tetapi tidak seakurat USG dalam mendeteksi batu empedu, oleh karena itu

CT scan tidak digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan kemungkinan

penyakit biliaris kronik. Pada kasus akut, pemeriksaan ini dapat

menunjukkan adanya penebalan dinding kandung empedu atau adanya

cairan perikolesistikus akibat kolesistitis akut. (Tait, N, 1995).

- Cholescintigraphy

Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif, biasanya

derivat imidoacetic acid, yang dimasukkan ke dalam tubuh secara

infravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan diekskresikan ke dalam

empedu. Scan secara serial menunjukkan radioaktivitas di dalam kandung

empedu, duktus koledokus dan usus halus dalam 30-60 menit.

Pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan mengenai adanya

sumbatan pada duktus sistilars. Cholescintigraphy mempunyai nilai

akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis akut, tetapi pemeriksaan ini

mempunyai nilai positif palsu 3040% pada pasien yang telah dirawat

beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika pasien

tersebut telah mendapat nutrisi parenteral. (Johnston D.E, 1993).

- Magnetic Resonunce Imaging dan Magnetic Resonance

Cholangiopancreatography

Page 10: Pendahuluan Kolesistisis

Pada Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah

suatu pemeriksaan yang relatif baru, yang menggunakan MRI imaging

dengan software khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan gambaran

(images) yang serupa Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatograpfty

(ERCP) tanpa risiko sedasi, pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu

dalam menilai obstruksi biliaris dan anatomi duktus pankreatikus.

Pemeriksaan ini lebih efektif dalam mendeteksi batu empedu dan

mengevaluasi kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.

(Ahmed, A. 2000).

1.1.7. Penatalaksanaan Medis Kolesistisis

a. Penatalaksanaan konservatif pada keadaan akut antara lain:

a) Pasien dalam keadaan menderita penyakit yang berat memerlukan

perawatan dan pemberian cairan infus

b) Diperlukan istirahat baring

c) Pelaksanaan puasa serta memasang pipa nasogastrik

d) Pemberian obat analgesik dan antibiotik

b. Terapi operatif kolesistektomi

Kolesistektormi merupakan satu-satunya terapi definitive untuk

penderita batu simtoriatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung

empedu, dapat mencegah berulangnya penyakit. Kolesistektomi dapat

dilakukan dengan cara operasi membuka rongga perut (laparotomi

abdomen) atau dengan menggunakan laparoskopi. Kolesistektomi

laparoskopi telah berkembang cepat setelah pertama kali diperkenalkan

pada tahun 1987, menggantikan kolesistektomi terbuka dan 80-90%

kolesistektomi di Inggris dilakukan dengan cara ini. Kolesistektomi

laparoskopi adalah suatu prosedur invasif dengan membuat insisi kecil

pada abdomen serta menggunakan kamera video kecil untuk memperbesar

organ di dalam rongga perut. Dengan menggunakan monitor video sebagai

pemandu, dokter bedah mengidentifikasi, mengisolasi dan mengangkat

Page 11: Pendahuluan Kolesistisis

kandung empedu dengan laparoskopi.Kadang-kadang dokter bedah

melakukan pemeriksaan secara laparoskopi terlebih dahulu untuk melihat

adanya kelainan lain. Risiko dari teknik laparoskopi ini adalah trauma

duktus hepatikus atau duktus koledokus. (Beckingham, 2001).

c. Terapi non-operatif

Beberapa teknik non-operatif telah digunakan untuk mengobati batu

empedu simtomatik, seperti pemberian obat pelarut batu empedu

(chenodeoxycholic dan ursodeorycholic acid) dan menghancurkan batu

dengan utracorporeal shockwave lithotripsy. Ursodeoxycholic acid dapat

menghambat sintesis kolesterol oleh hati. Kurang dari l0% pasien dengan

batu empedu dapat ditangani secara non-operatif dan hampir setengah dari

pasien yang terpilih untuk pengobatan non-operatif berhasil, tetapi

pengobatan cara ini membutuhkan biaya lebih banyak karena

pengobatannya lebih lama (sampai 5 tahun). Pengobatan cara ini hanya

untuk pasien dengan batu empedu berulcuran kecil dan batu kolesterol

tanpa kalsifikasi. Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) adalah

suatu terapi nonoperatif, yang menggunakan gelombang suara berenergi

tinggi yang dapat menghasilkan shock wave. Shock wave ini akan

ditransmisikan melalui air dan jaringan serta mempunyai kemampuan

untuk memecah batu empedu. Teknik ini sudah jarang dilakukan karena

tergeser oleh kolesisteltomi laparoskopi. (Beckingham, 2001).

Page 12: Pendahuluan Kolesistisis

1.2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kolesistisis

ASUHAN KEPERAWATAN KOLESISTISIS

1.2.1 Pengkajian

a. Identitas Pasien

- Nama Lengkap : Tuan C

- Umur : -

- Jenis Kelamin : Laki-laki

- Tempat dan Tanggal Lahir : -

- Alamat : -

b. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Laju pernafasan : 20 x/menit

- Denyut nadi : 80 x/menit

- Suhu tubuh : 400 C

c. Riwayat Penyakit

- Status kesehatan saat ini : pasien mengeluh hipertermia dan nyeri di

bagian abdomen kanan atas.

- Riwayat penyakit terdahulu : tidak ada data

- Riwayat penyakit keluarga : tidak ada data

d. Pemeriksaan Fisik

Data subjektif :

- Pasien mengeluh hipertermi.

- Pasien mengeluh nyeri tajam abdomen kanan atas, nyeri bertambah ketika

pasien menarik nafas.

- Pasien mengatakan skala nyeri 4 (1-10).

Data objektif :

- Skala nyeri 4 dari rentang 1-10

- Suhu tubuh pasien 400C

Page 13: Pendahuluan Kolesistisis

e. Pengkajian Nyeri Dengan Metode PQRST

- P (Provocate) = nyeri disebabkan karena penyakit kolesistiasis

- Q (Quality) = nyeri tajam

- R (Region) = nyeri dirasakan di daerah abdomen kanan atas

- S (Severity) = tingkat keparahan nyeri skala 4 (1-10)

- T (Time) = nyeri dirasakan ketika pasien menarik nafas.

f. Pola Fungsi Kesehatan (11 Pola Gordon)

- Persepsi terhadap kesehatan-manajemen kesehatan

Kaji apakah pasien mengkonsumsi rokok, alcohol, atau mengalami alergi

makan dan obat.

- Pola aktivitas dan latihan

Kaji apakah pasien mengalami kelemahan atau kegelisahan.

- Pola istirahat dan tidur

Kaji bagaimana pola tidur pasien (frekuensi, kalitas/sering terbangun, dan

mengalami insomnia/tidak).

- Pola nutrisi

Kaji apakah pasien mengalami mual muntah dan asupan makanan yang

dikonsumsi.

- Pola eliminasi

Kaji apakah pasien mengalami perubahan warna urine dan feses.

- Pola kognitif-perceptual

Kaji bagaimana pasien mengatasi rasa nyeri atau manajemen nyeri apabila

nyeri timbul.

- Pola konsep diri

Kaji apakah pasien mengalami gangguan citra tubuh.

- Pola koping

Kaji apakah pasien merasa takut atau cemas.

- Pola seksual-reproduksi

Kaji apakah pasien mengalami keluhan mengenai seksualitas.

Page 14: Pendahuluan Kolesistisis

- Pola peran-hubungan

Kaji bagaimana dukungan keluarga kepada pasien.

- Pola agama dan kepercayaan

Kaji apakah pasien meminta dukungan atau kedatangan rohaniawan.

g. Pemeriksaan Penunjang

- Hasil laboratorium : jumlah leukosit meningkat

1.2.2. Analisa Data

No Data Interpretasi Masalah keperawatan

1 a. Data subjektif :

Tuan C

mengeluh

hipertemi

(demam).

b. Data objektif :

Suhu tubuh

400C, tekanan

darah 120/80

mmHg, denyut

nadi 80 x/menit

dan laju

pernapasan 20

x/menit.

Hipertermia

Melakukan proses peradangan

Kolesistisis

Bakteri melepas endokrin merangsang tubuh untuk melepas

zat pathogen dan oleh leukosit

Impuls disampaikan ke hipotalamus bagian

thermoregulator melalui ductus trofacicus

Suhu tubuh meningkat

Invasi kuman ke dalam tubuh

Page 15: Pendahuluan Kolesistisis

2. a. Data subjektif :

Tuan C

mengeluh nyeri

tajam di

abdomen kanan

atas dan nyeri

terasa bertambah

ketika menarik

nafas.

c. Data objektif :

Skala nyeri 4

rentang (1-10).

Nyeri akut

Hipertermia

Kolesistisis

Kandung empedu terinfeksi

Terjadi proses peradangan, pembengkakan dan dipenuhi oleh sel-

sel radang limfosit.

Merangsang serabut saraf reseptor nyeri untuk mengeluarkan enzim

bradikinin dan serotonin.

Impuls disampaikan ke serat saraf aferen simpatis

Persepsi nyeri pada kuadran kanan atas

Nyeri Akut

Page 16: Pendahuluan Kolesistisis

1.2.3. Prioritas Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (kolesistisis) ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal yaitu 400C.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien

melaporakan nyeri secara verbal dengan skala nyeri 4 (1-10).

1.2.4. Intervensi Keperawatan

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria

HasilIntervensi Rasional

1 Nyeri akut

berhubungan

dengan agen cedera

biologis ditandai

dengan pasien

melaporakan nyeri

secara verbal

dengan skala nyeri

4 (1-10).

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 2 x 24 jam,

diharapkan terjadi

penurunan skala nyeri.

Dengan kriteria hasil :

NOC Label.

a. Pain Control

- Pasien mampu

mengenali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi, lokasi

dan lamanya nyeri).

- Pasien mampu

menggunakan

analgesik yang

direkomendasikan

NIC Label :

a. Pain

Management

- Lakukan

pengkajian secara

komprehensif dari

rasa nyeri,

termasuk lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas

dan faktor

pencetus nyeri.

- Tentukan dampak

dari pengalaman

nyeri terhadap

kualitas hidup

1. Dengan melakukan

pengkajian yang

lengkap maka akan

dapat memberikan

pengobatan yang

tepat.

2. Untuk mengetahui

pengaruh atau

dampak apa yang

akan terjadi pada

pasien ketika nyeri.

3. Untuk memberikan

informasi pada

pasien sehingga

dapat melakukan

perawatan mandiri.

4. Agar pasien dapat

Page 17: Pendahuluan Kolesistisis

- Pasien mampu

menggunakan

teknik non-

farmakologi yang

direkomendasikan

b. Pain Level

- Skala nyeri pasien

berkurang dari

skala 4 menjadi 2

dengan rentang (1-

10)

- Rasa nyeri pasien

berkurang ketika

sedang menarik

nafas.

- Pasien mampu

mempertahankan

tanda-tanda vital

dalam rentang

normal ( T = 36,5o

C – 37,5o C , TD =

120/80 mmHg, RR

= 16-20 x/menit, N

= 60-100x/menit)

seperti : tidur,

nafsu makan,

aktivitas dan

pengetahuan.

- Ajarkan pasien

prinsip

manajemen nyeri.

- Ajarkan pada

pasien tentang

metode

farmakologi nyeri.

- Ajarkan pasien

tentang cara

menggunakan

teknik non

farmakologi

seperti terapi

musik dan

distraksi.

- Kolaborasikan

dengan pasien,

keluarga atau

dengan tenaga

medis lain dalam

memilih dan

mengimplementas

ikan teknik non-

farmakologikal

yang sesuai.

b. Analgesic

melaksanakan

metode

farmakologi

dengan tepat.

5. Untuk

mengalihakan

perhatian pasien

terhadap rasa

nyerinya.

6. Kolaborasi

dilakukan untuk

mendapatkan hasil

yang lebih

maksimal.

7. Untuk menghindari

terjadinya

kesalahan atau

tertukar dalam

pemberian

analgesic dari

pasien yang datu

dengan pasien

lainnya.

8. Agar tidak salah

dalam pemberian

obat analgesic.

9. Untuk

mendapatkan hasil

yang optimal

sesuai dengan

Page 18: Pendahuluan Kolesistisis

Administration

- Periksa catatan

medis untuk obat,

dosis, dan

frekuensi

analgesic yang

diresepkan.

- Periksa riwayat

alergi terhadap

obat.

- Tentukan pilihan

analgesic

(narcotic, non-

narcotic atau

NSAID)

berdasarkan jenis

dan tingkat

keparahan nyeri.

- Tentukan tanggal

pemberian

analgesic, rute

pemberian dan

dosis untuk

mencapai efek

analgesic yang

optimal.

tingkat nyeri

pasien.

10. Untuk mengetahui

kefektifan efek dari

analgesik.

2 Hipertermia

berhubungan

dengan penyakit

(kolesistisis)

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 2 x 24 jam,

diharapkan suhu tubuh

NIC Label :

a. Temperature

Regulation

- Memantau suhu

1. Untuk mengetahui

perubahan suhu

tubuh pasien.

2. Agar dapat

Page 19: Pendahuluan Kolesistisis

ditandai dengan

peningkatan suhu

tubuh diatas kisaran

normal yaitu 400C.

pasien dalam rentang

normal (36,5-37,50C).

Dengan kriteria hasil :

NOC Label

a. Thermoregulation

- Pasien mengalami

penurunan suhu

tubuh.

- Laju pernapasan

dan tekanan nadi

dalam rentang

normal.

- Pasien mampu

melaporkan

kenyamanan suhu

tubuhnya.

- Pasien tidak

mengalami

perubahan warna

kulit.

tubuh pasien setiap

2 jam sekali.

- Pantau warna dan

suhu kulit pasien.

- Pantau tekanan

darah, denyut nadi

dan laju

pernapasan pasien.

- Berikan pasien

asupan cairan dan

nutrisi yang

adekuat.

- Berikan

antipiretik.

b. Fever treatment

- Pantau insisible

water loss pasien.

- Kompres pasien

dengan kantong es

yang ditutupi

handuk di bagian

selangkangan dan

ketiak.

memberikan

tindakan dengan

cepat apabila

terjadi perubahan

pada warna dan

suhu kulit pasien.

3. Untuk memantau

kondisi klien atau

mengindentifikasi

masalah dan

mengevaluasi

respons klien

terhadap

intervensi.

4. Untuk

meningkatkan

daya tahan tubuh

pasien sehingga

mencegah

terjadinya

dehidrasi maupun

kekurangan nutrisi.

5. Memberikan efek

untuk menurunkan

hipertermi.

6. Untuk haluaran

cairan pasien.

7. Untuk menurunkan

demam pasien.

Page 20: Pendahuluan Kolesistisis

1.2.5. Evaluasi Keperawatan

Hari/tanggal Diagnosa Jam Evaluasi Paraf

Rabu, 18

Juni 2014

a. Nyeri akut berhubungan

dengan agen cedera biologis

ditandai dengan perubahan

frekuensi pernapasan dan

melaporakan nyeri secara

verbal.

08.00 S : pasien mengatakan bahwa

rasa nyeri di abdomen kanan

atas mulai berkurang saat

menarik nafas. Pasien

menyatakan bahwa rasa

nyerinya ada di skala nyeri 2

dari rentang 1-10.

O : skala nyeri 2 dari rentang

1-10 dan RR pasien masih

dalam rentang normal 20

x/menit.

A : masalah teratasi.

P : tingkatkan kondisi pasien

dan lanjutkan intervensi.

Rabu, 18

Juni 2014

b. Hipertermia berhubungan

dengan penyakit

(kolesistisis) ditandai

dengan peningkatan suhu

tubuh diatas kisaran normal.

08.15 S : pasien mengatakan bahwa

suhu tubuhnya telah menurun.

O : suhu tubuh 370C dan

tampak tidak terjadi perubahan

warna kulit.

A : masalah teratasi

P : pertahankan suhu tubuh

pasien.

Page 21: Pendahuluan Kolesistisis

1.3. Health Education yang Mungkin Diberikan Pada Pasien Kolesistisis

- Penkes pasien setelah pulang kerumah :

1. Perawat memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang potensi

terjadinya sindrom setelah kolesistektomi. Berikan instruksi ke klien atau

anggota keluarga, termasuk: perawatan lanjutan, tanda-tanda kekurangan gizi

kateter, infeksi, rawat jalan dan janji kolangiografi berikutnya.

2. Perawat mengajarkan klien tentang terapi diet yang tepat, manajemen nyeri,

perawatan luka insisi, pembatasan aktivitas dan perawatan kesehatan tindak

lanjut.

3. Perawat mengingatkan pasien untuk meminum obat-obatan harian yang

diperlukan untuk proses penyembuhan.

4. Perawat memberi tahu klien untuk melakukan diet rendah lemak dan

menghindari makanan berlemak tinggi seperti susu, gorengan, alpukat,

mentega dan cokelat.

5. Perawat mengajarkan klien cara perawatan diri di rumah dan semua hal yang

diperlukan untuk perawatan di rumah.

Page 22: Pendahuluan Kolesistisis

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed A., CheunB R.S., Keeffe E.B. Management of gallstone and their

complications. Am Fam Physician 2000;6 1:1 673-80, 1 687-8.

Beckingham I.J. ABC of diseases of liver, pancreas and biliary system:

Gallsone disease. BMJ 2001 ;9:56-9.

Bulechek, G.M., Butcher, H.W. & Dochterman, J.M. 2008. Nursing intervention

classification (NIC). (5th edition). St Louis: Mosby Elsevier.

Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum

gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug

2009;232(2):202-7.

David GG, Al-Sarira AA, Willmott S, et al ; Pengelolaan sakit saluran

kandung kemih akut di Inggris. Br J Surg. Br J Surg. 2008 Apr;95(4):472-6. Apr

2008; 95 (4) :472-6.

Dr. H. Y. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen,

edisi 2: 2009; Buku kedokteran EGC

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geissler. 1999.

Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.

Gastroenterol Clin North Am. Mar 2009;28(1):75-97.

Gladden D, Migala A et al. ; Cholecystitis eMedicine.com 2009. Gladden D,

Migala A et al. ; kolesistitis eMedicine.com 2009.

Grace, Perce A. dan Borley, Neil R. 2007. Surgery at a Glance Edisi 3. Jakarta

: Erlangga.

Hadi, Sujono. 1995. Gastroenterologi, ed. 6. Alumni : Bandung.

Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. Clin

Gastroenterol Hepatol. Sep 9 2009.

Herdman, T. Heather.2012. Nursing diagnoses : definitions and classification

2012-2014. Jakarta : EGC.

Page 23: Pendahuluan Kolesistisis

Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison:

Prinsip – Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia:

Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.

Johnston D.E., Kaplan M.M. Pathogenesis and treatment of gallstones. N Engl

J Med 1993;328:412-21.

Mitchell, Kumar, Abbas dan Fausto. 2008. Buku Saku Dasar Patologis

Robbins dan Cotran. Jakarta : EGC.

Morrhead, S., Johnson, M., Maas, M.L. & Swanson, E. 2008. Nursing outcomes

classification (NOC) (5th edition). St.Louis: Mosby Elsevie.

Sanders G, Kingsnorth AN ; Batu empedu. BMJ. BMJ. 2007 Aug

11;335(7614):295-9. 2007 Agustus 11; 335 (7614) :295-9.

Sitzmann JV, Pitt HA, Steinborn PA, et al. Cholecystokinin prevents

parenteral nutrition induced biliary sludge in humans. Surg Gynecol Obstet. Jan

2008;170(1):25-31

Strasinger SK., Di Lorenzo MJ. Fecal analysis. Dalam: Urinalysis and body

fluids 4th ed. Philadelphia: F.A Davis Company. 2001.h. 209-17.

Tait N, Little J.M. Fortnighly Review :The treatment of gall stones. BMJ

1995;311:99-105.

Vogt D.P. Gallbladder disese : an update on diagnosis and treatment.

Cleveland Clinic Journal of Medicine 2002;69:977-84.

Page 24: Pendahuluan Kolesistisis