malaria rully new

Upload: haryadi-dwi-putra

Post on 08-Mar-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit protozoa yang disebarkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa penyebab malaria adalah genus plasmodium yang dapat menginfeksi manusia maupun serangga. Diduga penyakit ini berasal dari Afrika dan menyebar mengikuti gerakan migrasi manusia melalui pantai Mediterania, India dan Asia Tenggara. Nama malaria mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi, dan berasal dari kata Italia malaria atau udara kotor dan disebut juga demam Romawi.1Saat ini diperkirakan minimal terjadi 300 juta kasus malaria akut di dunia setiap tahunnya yang menyebabkan lebih dari l juta kematian. Sekitar 90% dari penyakit ini terjadi di Afrika, terutama menyerang anak-anak balita. Malaria adalah penyebab kematian utama anak balita di Afrika (20%) dan sekitar 10% dari kematian akibat seluruh penyakit di benua tersebut. 1 Malaria dalam kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil merupakan kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak balita.1,2 Di Afrika kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak 1500 kasus/hari. Di daerah-daerah endemik malaria, 20-40% bayi yang dilahirkan mengalami berat lahir rendah. 1,2 Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai juga merupakan daerah endemis malaria. Oleh karena itu malaria juga merupakan masalah kesehatan di Indonesia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 PENGERTIANMalaria merupakan salah satu penyakit re-emerging yang masih menjadi ancaman dan sering menimbulkan wabah. Angka kejadian infeksi malaria masih tinggi terutama di Kawasan Timur Indonesia seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara. 1

Terdapat 4 jenis spesies Plasmodium pada manusia 1: Plasmodium Falsifarum Plasmodium Vivaks Plasmodium Ovale Plasmodium Malariae

Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia ialah Plasmodium Falsifarum dan Plasmodium Vivaks. Pada kehamilan, malaria adalah penyakit infeksi yang merupakan gabungan antara obstetric, social, dan kesehatan masyarakat dengan pemecahan multidimensi dan multidisiplin. Morbiditas dan mortalitas ibu hamil yang menderita malaria tinggi terutama pada primigravida, akan menimbulkan anemia dan mortalitas perinatal yang tinggi. Infeksi akan lebih berat jika disebabkan plasmodium falsifarum dan plasmodium vivaks. Selain itu komplikasi yang ditimbulkannya berbeda pada daerah hiperendemik atau endemic rendah (high or low transmission). 1Ibu yang non-immune kemungkinan mengalami komplikasi lebih besar. Sementara itu, untuk ibu yang semi-immune komplikasi yang terjadi adalah terjadi anemia dan parasitemia pada plasenta, tetapi tidak sampai mengenai janin (angka kejadian malaria neonatorum adalah 0,003%), tetapi dapat menyebabkan BBLR. 1

2.2 EPIDEMIOLOGIAngka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria. Di daerah Timika, 20 persen ibu hamil yang melahirkan positif malaria. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal di daerah endemik malaria dan 56,3 juta penduduk diantaranya tinggal pada daerah endemik malaria sedang sampai tinggi dengan 15 juta kasus malaria klinis dan 43 ribu di antaranya meninggal. 1,2,6Dari data-data yang lain, jumlah penderita malaria cenderung mengalami kenaikan pertahunnya. Tahun 2006, wabah malaria dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) di 7 provinsi, 7 kabupaten, 7 kecamatan, dan 10 desa dengan jumlah penderita mencapai 1.107 orang, 23 di antaranya meninggal. Tahun berikutnya (2007) KLB terjadi di 8 provinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, dan 30 desa, dengan jumlah penderita mencapai 1.256 orang dan mengakibatkan 74 penderitanya meninggaldunia. 1,2,6Malaria dapat ditularkan melalui transfusi produk darah. Pada bayi, hal ini dapat terjadi setelah transfusi sederhana. Onset gejala pada neonatus yang terinfeksi oleh produk darah berkisar dari 13 hingga 21 hari. Reinhardt dan rekannya menemukan bahwa plasenta terinfeksi pada 45 % wanita primipara dibandingkan dengan 19 % wanita dengan lima parietas. Kecenderungan ini menuju pada peningkatan resistensi malaria dengan parietas yang telah ditujukan pada beberapa peningkatan imunitas yang dapat diperkirakan sesuai dengan peningkatan usia. 1,2,6Pada tahun 2009 penyebab malaria dalam kehamilan yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%

2.3 IMMUNOPATOLOGISecara umum kekebalan terhadap parasit malaria dibagi dalam 2 golongan yaitu kekebalan alamiah yang sudah ada sejak lahir dan terjadi tanpa kontak dengan parasit malaria sebelumnya dan kekebalan didapat yang diperoleh setelah kontak dengan parasit malaria, yang bersifat humoral ataupun seluler. Kekebalan seluler dihasilkan oleh limfosit T yang cara kerjanya sebagai helper, sel limfosit B dalam memproduksi zat anti atau melalui makrofag yang dapat membunuh parasit malaria dalam sel darah. Antigen-antigen parasit merupakan pemicu pelepasan zat-zat tertentu dari sel-sel pertahanan tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan oleh makrofag atau monosit dan limfosit T. Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah TNF, IL-1 dan IL-6 sedangkan limfosit T menghasilkan TNF-, IFN-, IL-4, IL-8, IL-10 dan IL-12. Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi dari malaria adalah TNF (tumor necrosisfactor). 3,6 Pada saat seseorang terekspos dengan malaria, maka sel limfosit B akan membentuk antibodi pada permukaan sporozoit sehingga mencegah invasi parasit terhadap hepatosit, hanya saja jumlah sporozoit tersebut terlampau banyak sehingga hanya sebagian saja yang dapat diatasi dan pasien dapat rentan mengalami infeksi berulang. Untuk mengatasi hal ini diperlukan antibodi dalam jumlah yang banyak. Sedangkan cara kerja limfosit T yakni dengan mengaktivasi respon dari sel T CD8 pada fase hepatosit, namun tingkat CD8 rendah sehingga masih banyak eritrosit terinfeksi yang berhasil lolos. 3,6Para wanita hamil yang tinggal di daerah yang banyak terdapat malaria berada dalam risiko tinggi dan risiko tersebut bahkan semakin besar dalam dua bulan setelah mereka melahirkan. Di masa lalu, kita sering menduga bahwa peningkatan kepekaan terhadap malaria pada para wanita hamil akan berakhir seiring dengan terjadinya kelahiran. Ternyata dibandingkan dengan setahun sebelum mereka hamil, para wanita dalam penelitian ini memiliki kemungkinan sekitar 4 kali lebih besar untuk terjangkit malaria dalam 60 hari setelah melahirkan. Oleh karena itu para peneliti menyarankan agar para wanita terus mengkonsumsi obat-obat pencegah malaria yang direkomendasikan bagi para wanita hamil setidaknya sampai dua bulan setelah kelahiran. 3,6Peningkatan risiko bagi malaria selama kehamilan diperkirakan disebabkan oleh dua faktor. Pertama, parasit-parasit yang menyebabkan malaria cenderung berakumulasi dalam plasenta (ari-ari). Sebagai tambahan, selama kehamilan, sistem kekebalan tubuh sang ibu berada dalam tingkat respon yang kurang dari normal. Para peneliti berpendapat, Insiden serangan malaria yang tinggi selama beberapa bulan pertama setelah kelahiran memberikan bukti kunci yang mendukung pandangan bahwa (kekebalan tubuh yang tertekan) merupakan faktor kunci yang terlibat pada para wanita hamil yang terserang malaria. Para peneliti juga menemukan sebuah saluran serba guna yang berada di dalam membran atau lapisan luar dari sel-sel darah merah yang terinfeksi, yang memiliki peran untuk menyuplai nutrisi-nutrisi tersebut bagi parasit ini. Dan mereka berharap bahwa penyaringan kumpulan bahan-bahan kimia untuk molekul-molekul yang dapat menghambat saluran-saluran ini akan mengubahkan obat-obatan baru untuk melawan parasit malaria yang semakin resisten (kebal) terhadap obat. 3,6

2.4 PATOGENESIS (siklus hidup malaria)Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria, genus plasmodium. Ciri utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu 5,6:1. Fase Seksual.Siklus dimulai ketika nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit, disebut fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum masuk ke dalam sel darah merah. Lama fase ini berbeda untuk setiap species plasmodium. Pada akhir fase ini, hati pecah, merozoit keluar lalu masuk ke dalam aliran darah. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah merah dan membentuk tropozoit. Proses berlanjut menjadi tropozoit, skizon, merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi merozoit terbentuk lalu sebagian berubah bentuk seksual.2. Fase Aseksual.Saat nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Selanjutnya menjadi mikrogametosit dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang di sebut zigot (ookinet) yang kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar air liur nyamuk dan siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia.

Interaksi antara Malaria dengan KehamilanMalaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi. Perubahan fisiologis dalam kehamilan kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria mempunyai efek sinergis terhadap kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil, janinnya maupun dokter yang menanganinya. P. falciparum dapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan dramatis untuk ibu hamil. Primigravida umumnya paling mudah terpengaruh oleh malaria, berupa anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema pulmonar, sepsis puerperalis dan kematian akibat malaria berat dan hemoragis.2 Masalah pada bayi baru lahir adalah berat lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat , infeksi malaria dan kematian.2 Tabel l. Malaria dalam Kehamilan: Masalah yang berlipat gandaLebih sering terjadiMalaria lebih sering terjadi dalam kehamilan daripada populasi umum. Penyebabnya kemungkinan karena adanya imunosupresi dan hilangnya acquired immun selama kehamilan

Gejala lebih AtipikDalam kehamilan, malaria cenderung menampakkan gejala atipik yang mungkin disebabkan adanya perubahan hormonal, imunologis dan hematologis selama kehamilan.

Lebih BeratDisebabkan perubahan hormonal dan imunologis koloni parasit cenderung membesar 10 kali lilpat sehingga semua komplikasi P.falciparum lebih sering terjadi selama kehamilan.

Lebih FatalP.falciparum malaria dalam kehamilan cenderung lebih berat, dengan tingkat infeksius l3% lebih tinggi daripada saat tidak hamil

Terapi harus selektifSejumlah anti malaria merupakan kontra indikasi diberikan saat hamil dan seringkali menimbulkan efek samping yang berat. Oleh karena itu terapinya sering sulit, terutama infeksi malaria berat yang disebabkan P. falciparum.

Masalah lainPenanganan komplikasi malaria sering sulit karena pengaruh perubahan fisiologis selama kehamilan. Harus dilakukan pengawasan ketat terhadap pemberian cairan, kontrol suhu dll. Keputusan untuk terminasi kehamilan juga sering dipersulit oleh risiko kematian janin, pertumbuhan janin terhambat dan ancaman persalinan prematur.

Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi oleh perubahan sistem imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta. Terjadi penurunan sistem imunitas didapat yang dramatis selama kehamilan, terutama pada nulipara. (Efek imunitas antimalaria ditransfer kepada janin) Terdapat sejumlah hipotesa yang menjelaskan patofisiologi malaria dalam kehamilan, yaitu:Hipotesis l:Hilangnya kekebalan antimalaria secara konsisten berhubungan dengan terjadinya imunosupresi selama kehamilan misalnya: penurunan respon limfoproliferatif, peningkatan level kortisol serum. Hal ini dikondisikan untuk mencegah penolakan terhadap janin. Akan tetapi, kejadian ini tidak menurunkan reaksi imunologis pada ibu multigravida yang pernah menderita malaria.Hipotesis -2:Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja, atau transfer antibodi mediated immunity secara pasif juga terganggu sehingga ibu hamil mudah terkena malaria?Hipotesis -3: plasenta adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga memungkinan adanya imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat tertentu pada plasenta yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri.

Peran plasenta, suatu organ baru saat hamil:P. falciparum mempunyai kemampuan unik untuk melakukan cytoadhesion dan adhesion molecules spesifik terhadap CD 36 dan intercellular adhesion molecul-l yang mungkin terlibat dalam proses infeksi malaria yang berat pada anak dan wanita dewasa yang tidak hamil. Chondroitin sulfat A diketahui merupakan molekul perekat untuk membantu melekatnya parasit ke sel Plasenta merupakan tempat yang disukai untuk sekuestrasi dan perkembangan parasit malaria. Ruang intervili terisi oleh parasit dan makrofag sehingga mengganggu transport oksigen dan nutrisi ke janin. Hipertrofi vilus dan nekrosis fibroid villi dapat dilihat. Jaringan plasenta akan mengandung pigmen malaria (dengan atau tanpa parasit). 2.5 MANIFESTASI KLINISGejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/ skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan parasitemia tanpa gejala demam. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan. Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu, sedangkan kekebalan terhadap malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal/ berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar 3,4,5 : 1. Stable transmission / transmisi stabil, atau endemik (contoh Afrika Sub-Sahara) Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan nyamuk infektif setiap bulannya Kekebalan terhadap malaria terbentuk secara signifikan 2. Unstable transmission / transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik (contoh : Asia Tenggara dan Amerika Selatan) Orang-orang di daerah ini jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk infektif/tahun. Gejala malaria yang tidak umum sering terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester II. Manifestasi klinik umumnya adalah 1,3,4,5,6: Panas: umumnya panas tinggi sampai menggigil Anemia:akan menjadi parah pada kehamilan karena hemolisis dengan akibat asam folat menurun, disamping karena perubahan pada kehamilan. Pembesaran lien: umumnya pada trimester II Pada infeksi yang berat bisa terjadi : ikterus, kejang, kesadaran menurun, koma, muntah, diare.

2.6 HISTOPATOLOGI Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit berparasit dijumpai di plasenta sisi maternal dari sirkulasi tetapi tidak di sisi fetal, kecuali pada penyakit plasenta. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi. Secara histologis ditandai oleh sel eritrosit berparasit dan pigmen malaria dalam ruang intervilli plasenta, monosit mengandung pigmen, infiltrasi mononuklear, simpul sinsitial (syncitial knotting), nekrosis fibrinoid, kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis trofoblas. Terjadi nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang dan akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan adalah penebalan membrana basalis trofoblas, pengurusan mikrovilli fokal menahun. Bila villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti dan terisi eritrosit berparasit dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan ini dapat menyebabkan abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan lahir rendah. 5,62.7 PENEGAKKAN DIAGNOSAAnamnesis 1,3,4 Demam, menggigil (dapat disertai mual, muntah diare, nyeri otot, dan pegal) Riwayat sakit malaria, tinggal didaerah endemic malaria, minum obat malaria 1 bulan terakhir, tranfusi darah Untuk tersangka malaria berat, dapat disertai satu dari gejala dibawah Gangguan kesadaran Kelemahan umum Perdarahan hiung, gusi, saluran cerna, muntah Warna urin seperti teh tua Oliguria PucatPemeriksaan fisik 1,3,4 Tanda vital: suhu tubuh meningkat, pucat. Abdomen: splenomegali, hepatomegaliPemeriksaan penunjang 1,3,4 Pemeriksaan mikroskopis : sediaan darah (tetes tebal/tipis) untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria, spesies, dan kepadatan parasit.

2.8 DIAGNOSIS MALARIA PADA KEHAMILAN Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di dalam : Darah maternal Darah plasenta / melalui biopsi. Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik) bervariasi dari : Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam tinggi, sampai Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin). Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas, mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga : Tidak menimbulkan gejala, misal : demam Tidak dapat didiagnosis klinik. 1,4,6 A. Diagnosis klinis (Tanpa Pemeriksaan Laboratorium) 1. Malaria klinis ringan/tanpa komplikasi 5,6 Pada anamnesis Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-gejala lain Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu terakhir Riwayat tinggal di daerah malaria Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria. Pada pemeriksaan fisik Suhu > 37,5 C Dapat ditemukan pembesaran limpa Dapat ditemukan anemi Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadia yang berurutan, yaitu menggigil (15 60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam) Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah,dan diare. 5,6 2. Malaria klinis berat/dengan komplikasi Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah bentuk malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan segera dan intensif. Oleh karena itu pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala malaria berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan mortalitas malaria. 5,6Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria berat adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam tifoid, infeksi viral, dll. Hal ini menyebabkan pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan untuk menambah kekuatan diagnosis. WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai ditemukannya P. falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi/manifestasi klinik berat, yaitu 5,6 : Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral) Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %) Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%) Udem paru / ARDS Kolaps sirkulasi, syok, hipotensi (sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan < 50 mmHg pada anak-anak), algid malaria dan septikemia. Gagal ginjal akut (ARF) Jaundice (bilirubin > 3 mg%) Kejang umum berulang ( >3 kali/24 jam) Asidosis metabolik Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa. Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah. Hemoglobinuri Kelemahan yang sangat (severe prostration) Hiperparasitemi Hiperpireksi (suhu > 40 C) Malaria falsiparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat menjadi berat (complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya.B. Diagnosis Laboratorium (dengan Pemeriksaan Sediaan Darah) Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang ter-penting pada penyakit malaria karena selain dapat mengidentifikasi jenis plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung jumlah parasit sehingga derajat parasitemi dapat diketahui. 1,2,5,6 Pemeriksaan dengan mikroskop: Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC) Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah sakit digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) pada sediaan darah. Metode diagnostik yang lain adalah 1,2,5,6: deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test uji immunoserologis yang lain, seperti: Tera radio immunologik (RIA) Tera immuno enzimatik (ELISA) pemeriksaan genetika dan biomolekuler yang dapat dilakukan adalah dengan mendeteksi DNA parasit, dalam hal ini urutan nukleotida parasit yang spesifik, melalui pemeriksaan Reaksi Rantai Polimerase (PCR). Di daerah yang tidak mempunyai sarana laboratorium dan tenaga mikroskopis, diagnosis malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) tanpa pemeriksaan laboratorium. 1,2,5,6

2.9 EFEK PADA KEHAMILANSerangan- serangan malaria secara bermakna meningkat 3 sampai 4 kali lipat pada dua trimester terakhir kehamilan dan 2 bulan pascapartum. Kehamilan meningkatkan keparahan malaria falsifarum, terutama pada wanita nulipara yang nonimun. Insidens abortus dan pelahiran preterm meningkat pada wanita hamil yang mengalami malaria.Meningkatnya kematian janin mungkin berkaitan dengan infeksi plasenta dan janin. Lima puluh tahun yang lalu, jones (1950) mendapatkan bahwa parasit memiliki afinitas terhadap pembuluh desidua dan mungkin menyerang plasenta secara ekstensif tanda mengenai janin. Ismail dkk (2000) mempelajari 1179 plasenta dari daerah endemic di Tanzania. Dari jumlah tersebut, 35 persen memperlihatkan parasit, dan separuh wanita dengan plasenta terinfeksi memperlihatkan hasil negative pada pemeriksaan apusan darah tepi untuk malaria. Walaupun plasenta jelas terlibat, infeksi pada neonates jarang terjadi. Covell (1950) mempelajari hal ini secara mendalam di Afrika dan menyebut insiden malaria neonates hanya 0,3 persen. Pada wanita nonimun, malaria congenital dapat terjadi pada hampir 7 persen neonates. Cot dkk (1992) memperlihatkan bahwa kemoprofilaksis klorokuin menurunkan infeksi plasenta pada wanita terinfeksi yang asimtomatik menjadi 4 persen di bandingkan dengan 19 persen pada kelompok control yang tidak diterapi, namun rata-rata berat lahir kedua kelompok tidak berbeda. 2Masalah infeksi malaria pada kehamilan 2 Infeksi malaria lebih mudah terjadi pada kehamilan jika dibandingkan dengan populasi umum. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh system imun dan imunitas dapatan terhadap malaria pada ibu hamil menurun. Pada kehamilan infeksi malaria ada tendensi atipik terutama pada trimester II yang mungkin disebabkan oleh perubahan hormonal, system imun, dan hematologic. Karena perubahan system imun dan hormonal, jumlah parasit 10 kali lebih tinggi sehingga komplikasi plasmodium falsifarum lebih sering pada ibu hamil dibandingkan yang tidak hamil. Malaria karena plasmodium falsifarum pada kehamilan lebih serius dan mortalitas dua kali lipat dibandingkan dengan perempuan tidak hamil (13% berbanding 6,5%) Beberapa obat antimalaria kontraindikasi pada ibu hamil dan bisa mengakibatkan komplikasi hebat, sehingga lebih sukar memilih obat. Penanganan komplikasi yang timbul menjadi lebih sulit karena perubahan fisiologik yang terjadi pada kehamilan.

1. Pada IbuMalaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah kehamilan). Ibu hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian . 5,6Di daerah endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang dilaporkan . Gejala klinis malaria dan densitas para sitemia dipengaruhi paritas, sehingga akan lebuh berat pada primigravida (kehamilan pertama) daripada multigravida (kehamilan selanjutnya) . 5,6Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah demam, anemia, hipoglikemia, edema paru, akut dan, malaria berat lainnya. 5,6 Demam Demam merupakan gejala akut malaria yang lebih sering dilaporkan pada ibu hamil dengan kekebalan rendah atau tanpa kekebalan, terutama pada Primigravida. Pada ibu hamil yang multigravida dari daerah endemisitas tinggi jarang timbul gejala malaria termasuk demam, meskipun terdapat parasitemia yang tinggi (8,26). Anemia Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar haemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa penurunan kadar Hb dalam darah hubungannya dengan parasitemia, terbesar terjadi pada primigravida dan berkurang sesuai dengan penyusunan peningkatan paritas . Van Dongen (1983) melaporkan bahwa di Zambia, primigravida dengan infeksi P. falciparum merupakan kelompokyang beresiko tinggi menderita anemia dibandingkan dengan multigravida . Di Nigeria Fleming (1984) melaporkan bahwa malaria sebagai penyebab anemia ditemukan pada 40% penderita anemia primigravida. Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang mengandung parasit. Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan oleh Brabin (1990) yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua Neu Geuinea, dan menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah nilai Hb-nya. Pada penelitian yang sama Brabin melaporkan hubungan BBLR (berat badan lahir rendah) dan anemia berat pada primigravida. Ternyata anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan, sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia kehamilan . Laporan WHO menyatakan bahwa anemia berpengaruh terhadap morbiditas ibu hamil, dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan meningkatnya angka kematian kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah persalinan (Post-partum hemorrhage) . Hipoglikemia Hipoglikemia juga terdapat sebagai komplikasi malaria, sering ditemukan pada wanita hamil daripada tidak hamil. Pada wanita hamil terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang cenderung menyebebkan terjadinya Hipoglikemia, terutama pada trimester akhir kehamilan. Dilaporkan juga bahwa sel darah merah yang terinfeksi parasit malaria memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah merah yang tidak terinfeksi, sehingga pada penderita dengan hiperparasitemia dapat terjadi hipoglikemia. Selain daripada itu, pada wanita hamil dapat terjadi hipoglikemia karena meningkatnya fungsi sel B pankreas, sehingga pembentukan insulin bertambah. Seorang menderita hipoglikemia bila kadar glukosa dalam darah lebih rendah dari 2, 2 m.mol perliter. Mekanisme terjadinya hipoglikemia sangat kompleks dan belum diketahui secara pasti. Berdasarkan faktor tersebut diatas jelaslah bahwa wanita hamil yang terinfeksi malaria cenderung untuk menderita hipoglikemia. Migasena (1983) melaporkan bahwa wanita hamil diantara 6 kasus menderita hipoglikemia dan White (1983) mendapatkan 50% kasus hipoglikemia yang diteliti ternyata wanita hamil. Gejala hipoglikemia dapat berupa gangguan kesadaran sampai koma. Bila sebelumnya penderita sudah dalam keadaan koma karena malaria serebral, maka komanya akan lebih dalam lagi. Penderita ini bila diinjeksikan glukosa atau diinfus dengan dekstrosa maka kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena ada hiperinsulinemia, keadaan hipoglikemia dapat kambuh dalam beberapa hari. Edema paru akut Biasanya kelainan ini terjadi setelah persalinan bagaimana cara terjadinya edema paru ini masih belum jelas kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah post-partum yang penuh dengan sel darah merah yang terinfeksi. Gejalanya, mula-mula frekuensi pernafasan meningkat, kemudian terjadi dispenia (sesak nafas) dan penderita dapat meninggal dalam waktu beberapa jam. Malaria Berat Lainnya Menurut WHO, penderita malaria berat adalah penderita yang darah tepinya mengandung stadium aseksual palsmodium falciparum yang disertai gejala klinik berat dengan catatan kemungkinan penyakit lain telah disingkirkan. Gejala klinik dan tanda malaria berat antara lain hiperparasitemia (> 5% sdm terinfeksi), malaria otak, anemia berat (Hb < 7,1 g/ dl), hiperpereksia (suhu > 40oC), edema paru, gaagl ginjal, hipoglikemia, syok (3,21,22). Gejala dan tanda-tanda malaria tersebut diatas perlu diperhatikan, karena kasus ini memerlukan penanganan khusus baik untuk keselamatan ibu maupun untuk kelangsungan hidup janinnya. 2. Pada Janin Terjadinya panas tinggi, fungsi plasenta yang menurun, hipoglikemia, anemia, dan lainnya menyebabkan mortalitas prenatal dan neonatal 15-70%, terutama karena plasmodium falcifarum dan plasmodium vivaks. Masalah yang bias terjadi pada kehamilan adalah abortus, prematuritas, lahir mati, insufisiensi plasenta, pertumbuhan janin terhambat, dan bayi kecil masa kehamilan. Transmisi plasmodium melalui plasenta dikatakan dapat menyababkan congenital malaria (< 5%), dengan gejala antara lain bayi panas, iritabel, problem menyususi, hepatosplenomegali, dan kuning. 1 Malaria Plasenta. 5,6Plasenta (ari-ari) merupakan organ penghubung antara ibu dan janinnya. Fungsi plasenta antara lain : memberi makanan kejanin (nutrisi) mengeluarkan sisa metabolisme (ekskresi) memberi O2 dan mengeluarkan CO2 membentuk hormon dan mengeluarkan anti bodi kejanin (25). Plasenta juga berfungsi sebagai Barrier (penghalang) terhadap bakteri, parasit dan virus. Karena itu ibu terinfeksi parasit malaria, maka parasit akan mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian maternal. 5,6Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat menembus plasenta dan masuk kesirkulasi darah janin, sehingga terjadi malaria kongenital. Beberapa penelitii menduga hal ini terjadi karena adanya kerusakan mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta yang meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis. 5,6Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit kejanin. Oleh sebab itu pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi transmisi malaria intra-uretrin ke janin, walaupun mekanisme transplasental dari parasit ini masih belum diketahui. 5,6 Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan terjadi pada malaria berat dan apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas masih belum diketahui. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin, karena terganggunya tarnsfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi (hiper-pireksia) atau hipoksia karena anemia. 5,6Kemungkinan lain adalah Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh antigen, merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai Kelainan pada malaria, antara lain demam, kematian janin, abortus. Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepi. 5,6

2.10 Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan2,4,6Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan, yaitu2,4,6:1. Pengobatan malaria2. Penanganan komplikasi3. Penanganan proses persalinan

Terapi Malaria5,6Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan seksama(careful)Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin, hitung parasit, SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan menunjukkan komplikasi yang dramatik. Oleh karena itu harus dilakukan monitoring ketat serta me nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin.Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamiklan menimbulkan masalah yang khusus dalam penanganan malaria. Selain itu, sejumlah obat anti malaria merupakan kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang berat. Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan terapi pada pasien-pasien malaria dengan kehamilan. Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit dan pola sensitivitas di daerah tersebut (terapi empiris) Hindari obat yang menjadi kontra indikasi Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang. Pertahankan asupan kalori yang adekuat.Antimalaria dalam kehamilanTabel pengobatan malaria falciparum pada ibu hamilUmur Kehamilan Pengobatan

Trimester I (0-3 bulan)Kina tablet + Klindamisin selama 7hari

Trimester II (4-6 bulan)ACT tablet selama 3 hari

Trimester III (7-9 bulan)ACT tablet selama 3 hari

Tabel pengobatan malaria vivaks pada ibu hamilUmur Kehamilan Pengobatan

Trimester I (0-3 bulan)Kina tablet selama 7 hari

Trimester II (4-6 bulan)ACT tablet selama 3 hari

Trimester III (7-9 bulan)ACT tablet selama 3 hari

Pengobatan untuk semua spesies Plasmodium, kecuali P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin Klorokuin sulfat oral, 25 mg/kg bb terbagi dalam 3 hari yaitu 10 mg/kg bb pada hari ke-1 dan 2, serta 5 mg/kg bb pada hari ke-3. Kina dihidroklorid intravena 1mg garam/kg bb/dosis dalam 10 cc/kg bb larutan dekstrosa 5% atau larutan NaCl 0,9%, diberikan per infus dalam 4 jam, diulangi tiap 8 jam dengan dosis yang sama sampai terapi oral dapat dimulai. Keseluruhan pemberian obat adalah 7 hari dengan dosis total 21 kali. Lini pertama untuk P. falciparum adalah tablet artesunat (4 mg/kgBB dosis tunggal/hari/oral, hari 1, 2, 3) + tablet amodiakuin (10 mg basa/kgBB/hari, hari 1, 2, 3) + tablet primakuin (dosis 0.75 mg basa/kgBB/oral dosis tunggal pada hari 1). Lini kedua digunakan tablet kina (30mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis) + tetrasiklin (50 mg/kgBB, 4 dosis)/doksisiklin (2 mg/kgBB/hari, 2 dosis) + primakuin (dosis tunggal)Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin Kuinin sulfat oral 10 mg/kg bb/dosis, 3 kali sehari, selama 7 hari. Dosis untuk bayi adalah 10 mg/umur dalam bulan dibagi 3 bagian selama 7 hari. Ditambah Tetrasiklin oral 5 mg/kg bb/kali, 4 kali sehari selama 7 hari (maksimum 4 x 250 mg/hari)Penanganan Komplikasi Malaria`1,3Odem paru akut: pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat; tidur dengan posisi setengah duduk, pemberian oksigen, diuretik dan pemasangan ventilator bila diperlukan.Hipoglikemia:Dekstrosa 25-50%, 50-100 cc i.v., dilanjutkan infus dekstrosa 10%. Bila sebabnya adalah kelebihan cairan, dapat diberikan glukagon 0,5-l mg intramuskuler. Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk mencegah rekurensi hipoglikemia

Anemia:Harus di berikan transfusi bila kadar hemoglobin