epidemiologi penyakit malaria

Upload: qitut

Post on 13-Oct-2015

89 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

MALARIA

Disusun Oleh:KELOMPOK 4

MUTIA 1307 0026

QISTHY WAHYU 1307 0108

RINA SURYANI 1307 0109

LOWISA KRISTINA 13 07 0110

FEBRINA ISMIATI 1307 0221

FITRI MAULIDIA 13 07 0050

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN

MUHAMMAD ARSYAD ALBANJARY BANJARMASIN2014

BAB IPNDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Malaria merupakan salah satu penyakit yang tersebar di beberapa wilayah di dunia. Umumnya tempat-tempat yang rawan malaria terdapat pada Negara-negara berkembang dimana tidak memiliki tempat penampungan atau pembuangan air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan dapat dijadikan sebagai tempat ideal nyamuk untuk bertelur.

Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum dengan masa inkubasi 7-14 hari, plasmodium vivax dengan masa inkubasi 8-14 hari, plasmodium oval dengan masa inkubasi 8-14 hari, dan plasmodium malaria dengan masa inkubasi 7-30 hari [6]. Parasit-parasit tersebut ditularkan pada manusia melalui gigitan seekor nyamuk dari genus anopheles. Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah demam, anemia, panas dingin, dan keringat dingin. Untuk mendiagnosa seseorang menderita malaria adalah dengan memeriksa ada tidaknya plasmodium pada sampel darah. Namun yang seringkali ditemui dalam kasus penyakit malaria adalah plasmodium falciparum dan plasmodium vivax.Berdasarkan The World Malaria Report 2010, sebanyak lebih dari 1 juta orang termasuk anak-anak setiap tahun meninggal akibat malaria dimana 80% kematian terjadi di Afrika, dan 15% di Asia (termasuk Eropa Timur). Secara keseluruhan terdapat 3,2 Miliyar penderita malaria di dunia yang terdapat di 107 negara. Malaria di dunia paling banyak terdapat di Afrika yaitu di sebelah selatan Sahara dimana banyak anak-anak meninggal karena malaria dan malaria muncul kembali di Asia Tengah, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah Indonesia Timur khususnya Nusa Tenggara Barat. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesulitan mendiagnosis secara cepat dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan pada pemeriksaan mikroskopis malaria, yang dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan Mataram, dari 19 laboratorium di NTB yang mengevaluasi menggunakan preparat positif malaria, hanya 79% peteknik laboratorium yang dapat membaca preparat dengan benar. Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis yang cepat pada penderita yang diduga menderita malaria merupakan tantangan untuk mendapatkan uji/metode laboratorik yang tepat, cepat, sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis. Peranan keendemikan (endemisitas) malaria, migrasi penduduk yang cepat, serta berpindah-pindah (traveling) dari daerah endemis, secara tidak langsung mempengaruhi masalah diagnostik laboratorikmaupun terapi malaria.

Perubahan gambaran morfologi parasit malaria, serta variasi galur (strain), yang kemungkinan disebabkan oleh pemakaian obat antimalaria secara tidak tepat (irasional), membuat masalah semakin sulit terpecahkan bila hanya mengandalkan teknik diagnosis mikroskopis. Ditambah lagi rendahnya mutu mikroskop dan pereaksi (reagen) serta kurang terlatihnya tenaga pemeriksa, menimbulkan kendala dalam memeriksa parasit malaria secara mikroskopis yang selama ini merupakan standar emas (gold standard) pemeriksaan laboratoris malaria.

Di Indonesia pada tahun 2009 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis dan 350 ribu kasus di antaranya dikonfirmasi positif. Sedangkan tahun 2010 menjadi 1,75 juta kasus dan 311 ribu di antaranya dikonfirmasi positif. Sampai tahun 2010 masih terjadi KLB dan peningkatan kasus malaria di 8 Propinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, 30 desa dengan jumlah penderita malaria positif sebesar 1256 penderita, 74 kematian. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009, dimana terjadi KLB di 7 propinsi, 7 kab, 7 kec dan 10 desa dengan jumlah penderita 1107 dengan 23 kematian.1.2. Tujuan1.2.1. Tujuan UmumSetelah mempelajari riwayat alamiah dan proses penularan penyakit malaria, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan dapat memberikan kontribusi terhadap pencegahan persebaran penyakit malaria.

1.2.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui riwayat alamiah dan proses penularan penyakit malaria

b. Mengetahui frekuensi penyakit berdasarkan orang, tempat dan waktu

c. Mengetahui factor penyebab masalah dan pencegahannya1.3. ManfaatManfaat dari pembuatan tugas ini adalah : Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat tentang epidemiologi penyakit menular, yaitu malariaBAB II

PEMBAHASAN

2.1.

Definisi Penyakit Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya padabeberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal. (Prabowo, 2004)2.2. Etiologi

Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu (Depkes, 2005): 1) Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian).

2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.

3) Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana

4) Plasmodium ovale,menyebabkan malaria ovale tetapi jenis ini jarang dijumpai.

2.3. Gejala malaria

Gejala klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang intermiten, anemia sekunder dan splenomegali. Gejala didahului oleh keluhan prodromal berupa, malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare ringan dan kadang-kadang merasadingin di punggung. Keluhan ini sering terjadi pada P.vivaxdan P.ovale, sedangkan P.falciparumdan P.malariaekeluhan prodromal tidak jelas bahkan gejaladapat mendadak ( Harijanto, 2000).

Demam periodik berkaitan dengan saat pecahnya schizonmatang (sporolasi). Pada malaria tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan schizontiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap harike-3, sedangkan malaria kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Gejala klasik malaria biasanya terdiri atas3 (tiga) stadiumyang berurutan, yaitu (Depkes, 2005): 1. Stadium dingin (Cold stage)

Penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, sianosis, kulit kering, pucat, kadang muntah. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2. Stadium demam (Hot stage)

Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40C atau lebih, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih.

3. Stadium berkeringat (Sweating stage)

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali. Hal ini berlangsung 2-4 jam. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala tersebut tidak dapat dijadikan rujukan mutlak, karena dalam kenyataannya gejala sangat bervariasi antar manusia dan antar Plasmodium.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer, 2001).

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Pembesaran terjadi akibattimbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah(Harijanto, 2000).

Hampir semua kematian akibat penyakit malaria disebabkan oleh P.falciparum. Pada infeksi P.falciparum dapat menimbulkan malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciprumstadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi (Harijanto, 2000).2.4 Faktor-faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria

1. Faktor Agent ( penyebab infeksi)

Untuk kelangsungan hidupnya, plasmodium sebagai penyebab infeksi memerlukan 2 macam siklus, yaitu:

a. Siklus di luar sel darah merah (siklus preeritrositer)

Siklus ini berlangsung di dalam sel hati. Jumlah merosoit yang dikeluarkan skizon hati berbeda untuk setiap spesies. P. falciparummenghasilkan 40.000 merosoit, P. vivaxlebih dari 10.000, P. ovale15.000 merosoit. Di dalam sel darah merah membelah, sampai sel darah merah tersebut pecah. Setiap merosoit dapat menghasilakn 20.000 sporosoit. Pada P. vivaxdan P. ovaleada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati dan disebut hipnosoit sebagai suatu fase dari siklus hidup parasit yang dapat menyebabkan penyakit kumat/kambuh (long term relapse). Bentuk hipnosoit dari P. vivaxbisa hidup sebagai dormant stagesampai beberapa tahun. Sejauh ini diketahui bahwa P. vivaxdapat kambuh berkali-kali sampai jangka waktu 34 tahun, sedangkan P.ovalesampai bertahun-tahun, bila pengobatan tidak adekuat. P. falciparumdapat persisten selama 12 tahun dan P. Malariae sampai 21 tahun. (Depkes, 2003b).

b. Siklus di dalam sel darah merah (eritrositer)

Siklus skizogoni eritrositer yang menimbulkan demam. Merosoit masuk kedalam darah kemudian tumbuh dan berkembang menjadi 924 merosoit (tergantung spesies). Pertumbuhan ini membutuhkan waktu 48 jam untuk malaria tertiana(P. falciparum, P.vivaxdan P.ovale), serta 72 jam untuk malaria quartana (P. malariae). Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penular penyakit bagi vektor malaria. Beberapa parasit tidak mengulangi siklus seksual, tetapi berkembang menjadi gametosit jantan dan gametosit betina. Gametosit pada P.vivax dan P.ovaletimbul 23 hari sesudah terjadi parasitemia, P. falciparum614 hari dan P.malariaebeberapa bulan kemudian (Depkes, 2003b).

2. Vektor Malaria Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk hanya dari genus Anopheles. Di Indonesia sendiri telah diidentifikasi ada 90 spesies dan 24 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai nyamuk penular malaria. Di setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Vektor-vektor tersebut memiliki habitat, mulai dari rawarawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005).

Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah yang diperlukan untuk pertumbuhan telur nyamuk . Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria (Depkes RI, 1999).

Menurut Achmadi (2005), secara umumnyamuk yang diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:

Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang. Anthropofilik : nyamuk yang menyukai darah manusia. Zooanthropofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan juga manusia.

Endofilik : nyamuk yang suka tinggal di dalam rumah/bangunan. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit di dalam rumah/bangunan. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit di luar rumah.

Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumatera adalah A. sundaicus, A. maculatus, A. aconitus danA. balabacensis.Sedangkan di luar pulau tersebut, khususnya Indonesia wilayah tengah dan timur adalah A.barbirostis, A. farauti, A. koliensis, A. punctulatus, A. subpictus dan A. balabacensis (Achmadi, 2005). Tempat tinggal manusia dan ternak merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles. Ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi gigitan nyamuk pada manusia (cattle barrier), apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah (Depkes, 2003).

3. Faktor Manusia

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Menurut Anies (2006), manusia menjadi sumber infeksi malaria bila mengandung gametosit dalam jumlah yang besar dalam darahnya, kemudian nyamuk mengisap darah manusia tersebut dan menularkan kepada orang lain.

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karenavariasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental (Anies, 2006).Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak. Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi terjadinya malaria, dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons immunologik atau mengurangi keterpaparanterhadap vektor (Harijanto, 2000). 4. Faktor Lingkungan

Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut Harijanto (2000) ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu : a. Lingkungan fisik

Faktor geografi dan meteorologidi Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda pada setiap spesies. Pada suhu 26,7C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P.falciparumdan 8-11 hari untuk P.vivax, 14-15 hari untuk P.malariaedan P.ovale. Suhu

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 30C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Kelembaban

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk jadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnyapengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

Angin

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar rumah.

Ketinggian

Ketinggian yang semakin naik maka secara umum malaria berkurang, hal ini berhubungan dengan menurunnya suhu rata-rata. Mulai ketinggian diatas 2000 m diatas permukaan laut jarang ada transmisi malaria, hal ini dapat mengalami perubahan bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria.Ketinggian maksimal yang masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut (di Bolivia).

Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. A. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. A.hyrcanus dan A.pinctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. A.barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang. Arus air

A.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir lambat, sedangkan A. minimus menyukai aliran air yang deras dan A.letifer menyukai air tergenang.b. Lingkungan biologik

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh jaraknya dari rumah.

c. Lingkungan kimiawi

Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, seperti A. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan A. sundaicus dalam air tawar.

d. Lingkungan sosial budaya

Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan anti nyamuk (Achmadi, 2005).

Menurut penelitian Dasril (2005), masyarakat yang berpengetahuan rendah kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap baik Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai risiko tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari.

2.5 Penularan Malaria

Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah, suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital).6 Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:

2.5.1 Penularan secara alamiah (natural infection)

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah, suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital).6 Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:2.5.2 Penularan yang tidak alamiah

a. Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.

c. Secara oral (melalui mulut)

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya menyerang manusia. Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah sebagai berikut:

I. Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti. II. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis. III. Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus. IV. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.

2.6. Epidemiologi Penyakit Malaria

2.6.1 Distribusi Frekuensi Malaria

a. Orang

Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa.Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).

Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di Kabupaten Jepara Jawa Tengah, diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria yang diteliti, 44% berasal dari pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada PNS/TNI/POLRI.Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol, kasus malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin lakilaki (58,8%), perempuan 41,2% 56 orang).

b. Tempat

Batas dari penyebaran malaria adalah 64LU (Rusia) dan 32LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.

Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila kesakitannya yang disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama beberapa tahun berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase penduduk yang limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada kelompok umur 2-9 tahun, suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas :

i. Hipoendemik SR < 10%ii. Mesoendemik SR 11-50% iii. Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)iv. Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).

Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi :

i. Low Malaria Incidence, AMI < 10 kasus per 1.000 pendudukii. Medium, AMI 10-50 kasus per 1.000 pendudukiii. High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk

Penelitian Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden, yang positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai tempat tinggal dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9 %) responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m. Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum nyamuk.c. Waktu

Menurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006), di Propinsi Sumatera Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun (selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking ke-7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data laporan bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 tahun 2003 meningkat menjadi 14,3 tahun 2004 dan 25,4 tahun 2005.

2.6.2. Determinan Malaria

Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment(lingkungan).

a. Faktor Host

Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit berlangsung).

a.1. Manusia (Host Intermediate)

Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada manusia ialah:

a.1.1. Kekebalan / Imunitas

Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.

Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di daerah endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada yang tidak di daerah endemis (mean=0.12%).

Faktor imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan pada penduduk di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Hal ini mungkin dikarenakan pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit.a.1.2. Umur dan Jenis Kelamin

Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain sepertipekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.

Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah pria dan anak-anak umur