makalah mbs

Upload: bahar-dcitizens

Post on 08-Mar-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Perbankan

TRANSCRIPT

MAKALAHMANAJEMEN PENGAWASAN RESIKODosen Pengampu: Yayuk Sri Rahayu, SE., MM

Oleh Kelompok : 12

1. Aida Dian Nirmala Arianto (15540006)2. Shulhan Zainul Afkar (15540028)3. Faiqotul Hikmah (15540063)

JURUSAN PERBANKAN S1FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG2016

KATA PENGANTARDengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Manajemen Pengawasan Resiko ini dengan tepat waktu.Dalam penulisan makalah ini penulis mengalami banyak hambatan dan kesulitan, namun berkat mencari dari sumber-sumber serta bimbingan dan dorongan dari pihak yang telah memberikan masukan atas terselesaikannya penulisan makalah ini. Sehubungan dengan hal tersebut dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yayuk Sri Rahayu, SE., MM selaku dosen mata kuliah Manajemen Bank Syariah yang telah membimbing kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu..Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam tugas ini terdapat kekurangan- kekurangaan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan dimasa yang akan dating, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. .Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapun yang membacanya serta sekiranya makalah yang telah di susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.

DAFTAR ISIKATA PENGATAR..iDAFTAR ISI..iiBAB I PENDAHULUAN. a. Latar belakang.. b. Rumusan masalah.c. TujuanBAB II PEMBAHASAN .A. Jenis Risiko...B. Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah ....C. Risiko Likuiditas...D. Risiko Operasional....E. Risiko Nilai Tukar.....BAB III PENUTUP A. Kesimpulan..B. Saran ...Studi Kasus DAFTAR PUSTAKA..

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangRisiko merupakan bagian dari kehidupan manusia maupun perusahaan sepanjang manusia hidup, manusia akan selalu menghadapi resiko. Dalam kehidupan ini kita akan selalu menghadapi ketidakpastian, kita tidak tahu secara pasti apa yang akan terjadi pada 1 tahun yang akan datang, beberapa bulan atau minggu yang akan datang, bahkan beberapa menit atau detik yang akan datang. Dunia ini penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian, itupun tetap mengandung ketidakpastian karena kita tidak tahu kapan akan mati, dimana kematian , atau disebabkan oleh apa kematian itu terjadi. Karena kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, bias jadi apa yang kita rencanakan pada pelaksanaannya gagal, tidak sesuai dengan harapan kita oleh karena kondisinya ternyata tidak sama dengan apa yang kita prediksiakan sebelumnya. Ketika kegagalan itu terjadi oleh karena berbagai faktor yang menyebabkannya, bisa jadi kita akan mendapatkan resiko kerugian baik materi maupun non materi dalam berbagai bentuknya. Perusahaan sebagai lembaga bisnis, sama halnya juga dengan manusia, berada dalam suatu lingkungan yang penuh ketidakpastian. Berbagai faktor dari lingkungan, baik itu konsumen, perantara, pesaing, pemerintah dan faktor lingkungan lainnya akan memberikan peluang atau dorongan, perusahaan atau pengaruh yang negative, berarti memberikan hambatan atau ancaman kepada perusahaan. Selanjutnya ketika pengaruhnya positif atau negative, sejauhmana pengaruh positif atau negative tersebut kepada perusahaan. Semua itu tentu harus diperhatikan dan dianalisis, namun tetap saja ketidakpastian itu tidak bisa kita rubah 100% menjadi sesuatu yang pasti. Hanya dengan perhatian yang memadai, melalui analisis yang tepat diharapkan manajemen perusahaan akan bisa memprediksi lebih tepat. kemungkinan resiko yang terjadi, sehingga akan dapat meminimalkan kerugian dari resiko tersebut bila hal- hal yang tidak diharapkan terjadi, karena sudah diprediksi sebelumnya dan disiapkan antisipasinya.B. Rumusan Masalah1. Apa sajakah jenis- jenis resiko ?2. Apakah manajemen risiko pembiayaan bank?3. Apakah risiko likuiditas itu?4. Apakah risiko operasional itu?5. Apakah risiko nilai tukar itu?C. Tujuan Beberapa rumusan masalah yang didapat terdapat beberapa tujuan yang dicapai yaitu bagi :1. Untuk mengetahui jenis- jenis risiko 2. Untuk memahami tentang manajemen risiko pembiayaan bank3. Untuk mengetahui serta memahami tentang risiko likuiditas4. Untuk memahami tentang risiko operasional 5. Untuk mengetahui serta memahami tentang risiko nilai tukar.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Jenis ResikoManajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negative risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi tertentu. Berikut akan dijabarkan risiko- risiko yang dihadapi bank syariah: Risiko kredit : risiko kredit merupakan suatu bentuk risiko pembayaran yang muncul pada saat satu pihak bersepakat untuk membayar sejumlah uang ( misalnya, dalam akad salam dan istishna) atau mengirimkan barang (misalnya, dalam akad murabahah) sebelum menerima asset atau uang cash-nya sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya kerugian. Dalam kasus pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musharakah), risiko kredit adalah tidak terbayarnya kembali bagian bank oleh pihak pengusaha ketika jatuh tempo. Masalah ini bisa muncul bagi bank akibat adanya kesembangan informasi (assimatric information), dimana mereka tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang profit perusahaan yang sesungguhnya. Sementara akad murabahah merupakan akad jual beli atau perdagangan, dimana risiko kredit dapat muncul dari risiko pihak ketiga (counterparty risk), yaitu akibat buruknya kinerja partner bisnis. Buruknya kinerja ini bisa disebabkan oleh sumber- sumber sistematik eksternal. Risiko benchmark: bank syariah tidak berhubungan dengan suku bunga, hal ini ditunjukkan bahwa bank syariah tidak menghadapi risiko pasar yang muncul karena perubahan suku bunga. Namun bagaimanapun. Perubahan suku bunga dipasar, memunculkan beberapa risiko didalam pendapatan lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah memakai benchmark rate. Khususnya, dalam akad murabahah, dimana mark-up ditentukan dengan menambahkan premi risiko pada benchmark rate (biasanya LIBOR). Karakteristik dari asset- asset berpenghasilan tetap adalah sama halnya dengan mark- up yang bernilai tetap selama jangka waktu akad. Ketika benchmark rate mengalami perubahan maka akad- akad yang berbasis pendapatan tetap tidak akan dapat disesuaikan. Sebagai hasilnya, bank syariah menghadapi risiko dari perubahan suku Bunga dipasar. Risiko likuiditas: risiko likuiditas bisa muncul karena sulitnya mendapatkan dana cash dengan biaya yang wajar, baik melalui peminjaman maupun melalui penjualan asset. Risiko likuiditas yang muncul dari kedua sumber ini sangat kritis bagi bank syariah. Karena bunga atas pinjaman dilarang dalam syariah maka bank syariah tidak dapat meminjam dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dipasar konvensional. Terlebih lagi, bank syariah tidak diperbolehkan untuk menjual utang selain pada nilai awal (face value) nya. Dengan demikian, meningkatkan dana dengan menjual asset berbasis utang tudak dapat dijadikan opsi bagi lembaga keuangan syariah. Risiko operasional : karena usianya yang relatif muda, risiko operasional, terutama yang terkait dengan factor manusiawi menjadi suatu yang akut bagi lembaga ini. Risiko operasional bisa muncul, terutama akibat bank tidak memiliki personel (dengan kapasitas dan kapabilitas) yang memadai untuk menjalankan operasional keuangan syariah. Karena adanya perbedaan karakteristik bisnis, software computer yang tersedia dipasar konvensional bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan bank syariah. Hal ini melahirkan risiko system yang menuntut bank syariah untuk mengembangkan dan memakai teknologi internasional. Risiko hukum : karena adanya perbedaan karakteristik akad atau kontrak kauangan, bank syariah menghadapi risiko yang berhubungan dengan proses dokumentasi dan pelaksanaan hukum. Akibat tidak adanya standar kontrak bagi instrumen- instrument keuangan yang ada, bank syariah harus menyiapkan hal ini berdasarkan pemahamannya terhadap syariah, undang- undang yang berlaku, dan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka sendiri. Langkanya standarisasi kontrak disertai dengan adanya kenyataan akan tidak adanya system peradilan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan kontrak, telah meningkatkan risiko hukum bagi bank syariah. Risiko penarikan dana : perbedaan tingkat return pada tabungan atau investasi mengakibatkan ketidakpastian tentang nilai sebenarnya (real value) dari jenis- jenis simpanan tersebut. Perlindungan asset untuk memperkecil risiko kerugian akibat rendahnya tingkat return, mungkin menjadi factor penting dalam keputusan penariakan dana para deposan. Dalam persepektif bank, hal ini melahirkan risiko penarikan dana (with drawal risk), yaitu risiko yang berhubungan dengan rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya Risiko fidusia : rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan tingkat return yang berlaku di pasar, juga berakibat pada munculnya risiko fidusia (fiduciary risk), yaitu ketika deposan atau investor menafsirkan rendahnya tingkat return tersebut sebagai pelanggaran kontrak investasi atau kesalahan manajemen dana oleh pihak bank (AAOIFII 1999). Risiko fidusia bisa dipicu oleh pelanggaran kontrak oleh pihak bank. Misalnya, bank tidak menjalankan kontrak dengan penuh kepatuhan pada ketentuan syariah. Sementara justifikasi bahwa bisnis yang dijalankan bank syariah telah sesuai dengan syariah dan ketidakmampuan untuk melaksanakannya dapat memicu masalah kepercayaan dan penarikan dana. Displace Commercial Risk: adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ukuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada dibawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan untuk menghindari adanya penarikan dana akibat rendahnya tingkat return (AAOIFI, 1999). Displace commercial risk mengimplikasikan bahwa, meskipun bank mungkin beroperasi dengan penuh kepatuhan pada ketentuan syariah, namun bank tidak memiliki tingkat return yang kompetitif dibandingkan dengan bank syariah lain dan atau kompetitor lainya. Deposan, sekali lagi, memiliki alasan untuk menarik dananya. Untuk menghindari penarikan dana ini , pemilik bank perlu mengalokasikan sebagian dari profit yang diterima kepada para deposan investasi.B. Manajemen Resiko Pembiayaan Bank SyariahRisiko pembiayaan muncuk jika bank tidak bias memperoleh kembali cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya resiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.Risiko ini akan semakin tampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi. Turunnya penjualan mengakibatkan berkurangnya penghasilan perusahaan sehingga perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban membayar utang- utangnya. Hal ini semakin diperberat dengan meningkatnya tingkat bunga. Ketika bank akan mengeksekusi kredit macetnya, bank tidak memperoleh hasil yang memadai karena jaminan yang ada tidak sebanding dengan besarnya kredit yang diberikannya. Dan tentu saja bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang berat jika ia mempunyai kredit macet yang cukup besar.Resiko pembiayaan muncul jika bank tidak dapat memperoleh kembali tagihannya atas pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama dari resiko ini adalah penilaian kredit yang kurang cermat dan lemahnya antisipasi terhadap berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya.Risiko ini dapat ditekan dengan cara memberikan batas wewenang keputusan kredit bagi setiap aparat perkreditan, berdasarkan kapabilitasnya (authorized limit) dan baataas jumlah kredit yang dapat diberikan pada usaha atau perusahaan tertentu (credit line limit), serta melakukan diversifikasi. (amir, 2010)Beberapa resiko yang melekat pada model pembiayaan syariah diantaranya: a. Pembiayaan murabahahMurabahah merupakan akad yang paling dominan digunakan dalam lembaga keuangan syariah. Jika akad telah terstandarisasi maka karakteristik risikonya dapat diibaratkan dengan pembiayaan berbasis bunga. Karena memiliki persamaan karakteristik resiko dengan akad berbasis bunga, murabahah telah disetujui untuk diterima sebagai model pembiayaan di beberapa sistem regulasi di sejumlah Negara. Namun demikian, terdapat beberapa jenis akad yang tidak disetujui oleh para ulama fiqh. Terlebih lagi, beberapa jenis kontrak yang saat in berlaku, dari sudut pandang ini dapat memicu risiko pihak ketiga (counterparty risk) sebagai hasil dari tidak efektifnya sistem peradilan.Masalah potensial dari akad jual beli seperti murabahah adalah terlambatnya pembayaran oleh pihak ketiga, sedangkan pihak bank tidak dapat menuntut kompensasi apapun (yang melebihi harga yang telah disepakati) atas keterlambatan tersebut. Gagalnya pembayaran sesuai dengan waktu yang telah disepakati ini, tentu akan merugikan pihak bank.b. Pembiayaan salamTerdapat dua counterparty risk dalam akad salam, yaitu:1. Counterparty risk dapat muncul dari kegagalan supply pada waktu yang disepakati, atau kegagalan supply pada kualitas dan kuantitas yang sama dengan kesepakatan.ketika salam adalah akad untuk pembiayaan sector pertanian, counterparty risk mungkin terjadi karena faktor- faktor yang berada diluar kualitas kredit nasabah secara normal. Misalnya, kualitas kredit nasabah mungkin sangat bagus, namun supply barang mungkin saja tidak sesuai dengan waktu yang disepakati karena terjadi bencana alam. Ketika sector pertanian menghadapi risiko katastropik (catastrophic risk), counterparty risk akan semakin besar lagi dibandingkan dengan akad salam yang normal.2. akad salam bisa dilakukan melalui pertukaran resmi (di suatu tempat tertentu, misalnya pasar) dan bisa dilakukan tanpa tempat yang khusus (over the counter). Akad ini harus tertulis bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, akad salam diakhiri dengan pengiriman secara fisik dan kepemilikan komoditi. Komoditi ini tentunya memerlukan inventori, yang mengharuskan bank untuk menanggung biaya penyimpanan (storage cost) dan harga resiko lainnya, dimana biaya dan harga tersebut merupakan suatu yang unik bagi bank syariah.c. Pembiayaan istishnaPembiayaan istishna yang disalurkan menghadapkan bank pada counterparty risk yang spesifik, diantaranya:1. Counterparty risk yang dihadapi bank syariah dalam pembiayaan istishna muncul dari sisi supplier, sebagaimana yang terjadi pada akad salam. Terdapat resiko kegagalan yang terkait dengan kualitas dan waktu pengiriman. Namun demikian, objek dari istishna lebih mendapat kontrol dari pihak ketiga dan kurang dihadapkan pada bencana alam jika dibandingkan dengan akad salam. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa counterparty risk dari subkontraktor istishna meskipun besar, namun tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan akad salam.2. Risisko gagal bayar (default risk) pada sisi pembeli adalah bersifat alamiah. Atau sering disebut sebagai kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat waktu.3. Meskipun akad istishna lebih bersifat opsional dan tidak terikat dengan ketentuan fiqh, namun counterparty risk bisa muncul ketika supplier bermaksud membatalkan kontrak.4. Sama halnya dengan akad murabahah, dalam akad istishna nasabah pun dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman sehingga bank harus menanggung resiko tambahan.Resiko- resiko ini ada karena ketika bank syariah masuk kedalam akad istishna, akan selalu melibatkan peran para pengembang, kontraktor, perusahaan manufaktur, dan supplier. Selam bank syariah tidak memiliki spesialisasi dalam hal ini maka akan selalu tergantung pada subkontraktor.

d. Pembiayaan mudharabah dan musharakahbanyak pihak akademisi dan pengambil kebijakan yang tertarik untuk menulis bahwa alokasi dana oleh bank dengan basis mudharabah dan musharakah lebih disukai dari pada model pembiayaan yang memberikan return tetap seperti murabahah, ijarah, dan istishna. Namun dalam praktiknya, bank syariah menggunakan model pembiayaan mudharabah dan musyarakah dengan porsi yang sangat kecil. Hal ini mungkin karena tingginya risiko kredit yang ada didalamya.Risiko kredit diperkirakan lebih besar dalam model pembiayaan mudharabah dan musharakah karena tidak adanya ketentuan jaminan (colateral), adanya resiko moral hazard, adverse selection (penyalahgunaan fasilitas kredit oleh nasabah, penerj) dan terbatasnya teknik dan kompetensi bank untuk menilai proyek. Ketentuan kelembagaan seperti masalah perpajakan, sistem akuntansi dan auditing, dan kerangka regulasi yang ada juga tidak dapat meng- cover seluruh model pembiayaan yang ada pada bank syariah.Salah satu cara yang mungkin dilakukan untuk mereduksi risiko dalam model pembiayaan berbasis profit and loss sharing- mudharabah dan musharakah dalam bank syariah adalah dengan memfungsikan universal banks. Universal banks dapat memegang ekuitas dan efek utang secara sekaligus. Hal ini akan mempengaruhi penggunaan model pembiayaan musharakah dalam bank syariah. Bagaimanapun, sebelum berinvestasi pada sebuah proyek dengan basis model ini, bank perlu melakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Dalam posisinya sebagai pemegang ekuitas, universal banks dapat melibatkan diri kedalam proses pengambilan keputusan dan manajemen perusahaan. Sebagai hasilnya, bank dapat memonitor penggunaan dana dalam proyek secara intensif dan dapat mereduksi masalah moral hazard.Sejumlah ekonom, menyatakan bahwa alasan mengapa bank tidak memilih model pembiayaan ini, adalah karena disamping tidak menguntungkan dari sisi diversifikasi portofolio, risiko yang harus ditanggung pun lebih tinggi. Terlebih lagi, penggunaan model pembiayaan mudharabah dan musharakah pada kedua sisi balance sheet bank, lebih lanjut akan memicu ketidakstabilan sistematik (systemic instability), dan penurunan pada sisi asset akan dapat ditutup dengan penyerapan penurunan pada sisi liabilitas. Selain itu, juga diargumentasikan bahwa akad berbasis intensif (incentive compatible contract) dianggap lebih dapat mereduksi pengaruh dari moral hazard dan adverse selection. Optimalisasi portofolio kredit bukan berarti mengoptimalkan portofolio kredit dan ekuitas. Terlebih lagi, ketika bank syariah menggunakan current account (giro) pada sisi liabilitas dalam jumlah besar, kejatuhan pada sisi aset tidak dapat diserap oleh rekening ini pada sisi liabilitas. Dengan demikian, penggunaan model pembiayaan mudharabah dan musharakah yang lebih besar pada sisi aset akan mengakibatkan ketidakstabilan sistemik (systemic instability) pada saat current account (giro) dipergunakan dalam jumlah besar oleh bank syariah. (tariqullah, 2008)

C. Pengertian risiko likuiditas

pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang kecil, bukanlah karena kerugian yang di deritanya melainkan lebih karena ketidakmampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya.Likuiditas secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan biaya yang sesuai. Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnisnya sehari- hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan menguntungkan. Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga mengganggu kebutuhan operasional sehari- hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.Likuiditas juga dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang harus segera dibayar. Kewajiban tersebut sering diartikan sebagai hutang. Pengertian ini berlaku pada perusahaan non bank yang memandang kewajiban riil saja yang tercermin di sisi pasiva pada neraca. Berbeda dengan bank, bahwa likuiditas dipandang dari dua sisi pada neraca bank. Sebagai lembaga kepercayaan, bank harus sanggup menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana dan sebagai penyalur dana untuk memperoleh profit yang wajar. Pada sisi pasiva, bank harus mampu memenuhi kewajiban kepada nasabah setap simpanan mereka yang ada dibank ditarik, pada sisi aktifa bank harus menyanggupi pencairan kredit yang telah diperjanjikan. Bila kedua aspek atau salah satu aspek ini tidak dapat dipenuhi, maka bank tersebut akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu pengertian likuiditas bank adalah lebih luas dari pada likuiditas pada perusahaan non bank, bahwa likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/ simpanan oleh deposan/ penitip dana ataupun memenuhi kebutuhan masyarakat berupa kredit.(taswan, 2006)Resiko likuiditas muncul jika bank mengalami ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dana ( cash flow) dengan segera, dan biaya yang sesuai, baik untuk memnuhi kebutuhan transaksi sehari- hari maupun untuk memenuhi kebutuhan dana yang mendesak. Besar kecilnya resiko ini banyak ditentukan oleh: kecermatan perencanaan arus kas (cash flow) atau arus dana (fund flow) berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana- dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana- dana (volatility of funds) : ketepatan dalam mengatur struktur dana- dana termasuk kacukupan dana- dana non- PLS: ketersediaan asset yang siap dikonversikan menjadi kas: dan kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort. (amir, 2010)D. Risiko OperasionalRisiko operasional adalah konsep yang tidak terdefinisikan dengan jelas, risiko ini bisa muncul akibat kesalahan atau kecelakaan yang bersifat manusiawi ataupun teknis. Ini merupakan resiko kerugian yang secara langsung maupun tidak langsung dihasilkan oleh ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, faktor manusia, teknologi atau akibat faktor- faktor eksternal. Sementara manusia bisa muncul akibat tidak dimilikinya kompetensi atau karena penyelewengan, risiko teknologi bisa muncul dari kegagalan sistem dan program telekomunikasi, eksekusi transaksi yang tidak akurat, dan pelanggaran terhadap batas- batas kontrol internal. Disebabkan adanya masalah ketidakakuratan proses, pencatatan, kegagalan sistem, kepatuhan pada pihak regulator dan lain- lain. Terdapat kemungkinan bahwa biaya operasional akan mengalami perbedaan dari apa yang diharapkan, dan lebih lanjut akan memengaruhi laba bersih bank. Dewan direksi dan senior manajemen harus mengembangkan keseluruhan kebijakan dan strategi untuk mengelola risiko opersional. Sementara risiko operasional bisa muncul akibat kegagalan faktor manusia, proses, dan teknologi, manajemen atas risiko ini lebih kompleks lagi. Senior manajemen perlu menetapkan standar manajemen risiko dan pedoman pelaksanaan yang jelas, yang dapat mereduksi risiko operasional ini. Disamping itu, perhatian juga perlu ditekankan pada risiko aspek manusia, proses, dan teknologi yang bisa muncul dalam lembaga.Dengan tetap memperhatikan sumber- sumber munculnya risiko operasional, standar identifikasi dan manajemen yang dibutuhkan juga perlu dikembangkan, ketelitian juga perlu ditekankan untuk mengatasi risiko operasional yang muncul dari departemen atau unit organisasi akibat faktor manusia, proses, dan teknologi. Pedoman dan aturan juga harus dirinci dengan jelas. Disamping itu, pihak manajemen juga perlu mengembangkan katalog risiko operasional dimana peta dari proses bisnis dari tiap departemen dalam lembaga terinci dengan jelas. Misalnya, proses bisnis yang berhubungan dengan nasabah dan investor perlu disusun. Katalog ini tidak saja dapat mengidentifikasi dan menilai risiko operasional, tetapi juga dapat dipakai sebagai bukti transparansi oleh pihak manajemen dan auditor.Risiko operasional memang cukup kompleks sehingga sangat sulit untuk mengukurnya. Sebagian besar teknik pengukuran risiko operasional yang ada masih sangat sederhana dan bersifat eksperimental. Namun demikian, bank dapat mengumpulkan informasi tentang berbagai jenis dari laporan dan rencana yang dipublikasikan dalam lembaga (seperti laporan audit, laporan pengawasan, laporan manajemen, rencana bisnis, rencana operasional, tingkat error, dan lain- lain). Sementara itu terdapat berbagai sumber risiko operasional yang perlu dikelola melalui berbagai cara. Terutama, risiko yang muncul akibat faktor manusia perlu dikelola, dimonitor, dan kontrol secara efektif, yaitu melalui pembuatan prosedur operasi yang memadai. Salah satu unsur terpenting untuk mengontrol risiko operasional adalah adanya pemisahan tanggung jawab yang jelas dan dimilikinya rencana- rencana kontingensi. Unsur penting lainnya adalah meyakinkan bahwa sistem pelaporan telah konsisten, aman, dan bisnis yang independen, dan auditor internal memainkan peran penting dalam memitigasi risiko operasional.(tariqullah, 2008)

E. Risiko Nilai TukarRisiko nilai tukar yaitu potensi timbulnya kerugian akibat bergeraknya nilai tukar di pasar kearah yang berlawanan dengan ekspektasi posisi portofolio bank. Penentuan tingkat dan kecenderungan risiko nilai tukar, baik transaksi individual maupun secara portofolio dilakukan dengan menghitung value at risk (VAR) menggunakan analytical method. Value at risk untuk nilai tukar adalah probabilitas maksimum potensi kerugian yang mungkin timbul dari outstanding, baik valuta asing individual maupun portofolio yang diukur dengan tingkat keyakinan (confidence level) tertentu pada periode tertentu.Risiko nilai tukar valuta asing (foreign exchange rate risk) timbul apabila bank mengambil posisi terbuka (open position). Disaat bank berada pada posisi beli (everbought position/ long position), kerugian akan terjadi bila nilai tukar mata uang local (currency base) cenderung naik (menguat), dan sebaliknya pada saat bank berada pada posisi jual (oversold position/ short position), kerugian akan terjadi apabila mata uang lokal cenderung turun (melemah). Secara umum bank- bank umum menggunakan historical method dalam mengukur risiko nilai tukar. Historical method adalah metode penghitungan value at risk dengan mempertimbangkan volatilitas nilai tukar valuta selama periode tertentu yang diobservasi. Volatilitas atau deviasi standar adalah besar simpangan data yang diukur dari nilai rata- rata tingkat perubahan data. Risiko nilai tukar valuta asing ini dapat ditekan dengan cara membatasi atau memperkecil posisi, atau bahkan dapat dihindari sama sekali bila bank selalu mengambil posisi squaire. Bagi perbankan islam, pada umumnya lebih mampu menghindari risiko nilai tukar valuta asing karena mereka dituntun untuk mematuhi norma- norma syariah yang antara lain dalah:1. Bank islam hanya melakukan transaksi komersil dan tidak akan pernah melakukan transaksi arbitrase.2. Bank islam hanya akan melakukan pertukaran valuta asing secara tunai3. Bank islam tidak melakukan short selling4. Bank islam tidak akan melakukan pertukaran tanpa penyerahan (non delivery trading)Berdasarkan surat edaran bank Indonesia tentang pengukuran kesehatan perbankan, untuk melihat kualitas manajemen risiko, dapat dilihat dari delapan aspek risiko. Kedelapan aspek risiko tersebut adalah: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategic, dan risiko kepatuhan.

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanDari pembahasan makalah ini kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa Manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain ; menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.

B. Saran

Studi kasus : Manajemen Risiko Bank Mega Syariah Sepanjang tahun 2006, bank mega telah berhasil mengimplementasikan manajemen risiko di berbagai bidang usaha, misalnya dalam struktur permodalan dan kredit. Hingga akhir tahun 2006, NPL cukup rendah sebesar 1.16 %. Hal ini menunjukkan bank Mega merupakan bank yang prudent (ketat/ tertib) dalam menjalankan bisnis.Bank Mega merupakan bank yang sangat fokus dalam melayani nasabah. Tagline (kalimat semboyan) korporasi we love our customer merupakan effort yang nyata sekaligus nafas perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan dan loyalitas nasabah. Bank Mega bertekad tidak akan pernah berhenti memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah. Spirit itu akhirnya memang membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Dari waktu ke waktu, jumlah nasabah Bank Mega terus mengalami peningkatan.Dengan bertambahnya jumlah nasabah, penggunaan produk dan jasa keuangan Bank Mega terus mengalami peningkatan. Dewasa ini, semakin banyak nasabah yang memercayakan pengelolaan asset dan keuangan di Bank Mega. Melihat trend yang cukup bagus tersebut, Bank mega percaya profitabilitas perseroan dan bisnis perseroan akan terus berkembang di masa yang akan datang. Sehubungan dengan praktik dan penerapan manajemen risiko perusahaan, pengelolaan manajemen risiko pada Bank Mega Konvensional pada tahun 2006 berhasil melakukan pengendalian dan pengelolaan terhadap sejumlah profit risiko- risiko perbankan.Sesuai dengan langkah kajian bahwa risiko yang dianalisis meliputi risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kredit, risiko pasar, risiko hukum, risiko strategik, berikut dijelaskan masing- masing risiko : Risiko kredit Tahun 2006, manajamen risiko kredit mengalami perkembangan yang semakin mendekati persyaratan dalam basel II. Informasi kredit yang terkumpul merupakan dasar penyusunan database kredit yang merupakan syarat penggunaan model internal untuk perhitungan risiko kredit. Perbaikan manajemen risiko kredit tersebut bertujuan untuk mempertahankan integrasi dan independensi dari proses risk acquisition (mengambil alih risiko). Beberapa prinsip utama dalam manajemen risiko kredit yang mendapat penekanan sepanjang tahun 2006 antara lain:1. Proses analisis dan persetujuan kredit dilakukan oleh unit yang terpisah dari tim bisnis/ marketing2. Dewan Komisaris mendelegasikan wewenang serta limit untuk memutus kredit kepada direksi. Selanjutnya, direksi mendelegasikan wewenang tersebut kepada pejabat dibawah direksi. Dalam praktiknya, pendelegasian wewenang ini selalu melalui proses kajian risiko.3. Seluruh fasilitas kredit yang telah disetujui akan di tindaklanjuti dalam proses administrasi dan di monitor secara terus menerus.4. Berdasarkan kebijakan dan prosedur kredit yang menyertai pendelegasian wewenang, kantor cabang mengemban tugas untuk melakukan proses akuisisi kredit, memonitor kredit yang telah berjalan dan melakukan penagihan terhadap kredit macet yang terjadi diwilayah kerjanya.5. Persetujuan kredit koperasi dan komersial dilakukan berdasarkan konsep kelompok debitor dimana satu debitor atau kelompok debitor hanya dapat diberikan fasilitas sampai limit tertentu sesuai dengan aturan BI.6. Alat bantu manajemen risiko kredit yang lain adalah analisis industry. Analisis ini merupakan uraian tentang industry yang menjadi target kredit. Penetepan target indutri dan jenis industry yang dihindari ditentukan berdasarkan analisis makro dan masukan dari unit bisnis. Risiko pasar Dalam pengelolaan risiko pasar (risiko suku Bunga dan risiko nilai tukar), Bank Mega talah melakukan pengembangan secara terus- menerus terhadap model yang telah digunakan selama bebrerapa tahun terakhir. Pengembangan pengukuran potential loss (kemungkinan kerugian) risiko nilai tukar yang digunakan dalam internal model, yaitu value at risk (VAR). model ini menunjukkan estimasi kemungkinan nilai maksimum kerugian yang dapat dialami bank atas portofolio risiko pasar dalam suatu periode waktu tertentu dengan tingkat keyakinan tertentu.Berdasarkan Basel II, perhitungan dilakukan dengan mengambil historis 252 data dengan tingkat keyakinan 99% dan dalam periode waktu sepuluh hari yang dikontrol secar harian. Metode dalam model VAR yang telah dilakukan meliputi: historical simulation, estimated variance and covariance methods, dan structured monte Carlo Simulation.Guna memvalidasi model VAR tersebut, bank Mega terus melakukan back testing (prauji coba), yakni membandingkan nilai VAR terhadap realisasi laba/ rugi secara harian. Tujuan aktivitas ini adalah untuk menyelaraskan dengan persyaratan yang ada di Basel II. Seperti tahun- tahun sebelumnya, excess modal (modal dari luar coverage (lingkup) atas aktiva tertimbang menurut risiko atau ATMR kredit) Bank Mega masih sangat kuat untuk menutupi potensi kerugian risiko pasar yang terjadi. Risiko likuiditasKebijakan likuiditas Bank Mega menganut prinsip kehati- hatian yang sangat tinggi. Pemnatauan posisi likuiditas digambarkan dalam beberapa tahap, yaitu basic surplus dan enhanced basic surplus. Posisi basic surplus menggambarkan kelebihan likuiditas setelah dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM). Risiko OperasionalSepanjang tahun 2006, Bank Mega telah melakukan penyempurnaan terhadap proses pengelolaan risiko operasional secara menyeluruh, baik terhadap alat bantu yang digunakan, maupun terhadap aspek- aspek risiko opersional lainnya.Dalam mengelola risiko transaksional, Bank Mega telah memiliki pengendalian internal yang melekat hampir di semua kantor cabang, khusus di kantor cabang jabodetabek, pengendalian internal disentralisasi di Kantor Pusat Bank Mega. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi.Konsep regional di wujudkan Bank Mega dengan membentuk kantor- kantor wilayah (kanwil) di sejumlah daerah. Tujuan pembentukan kanwil tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembinaan kantor cabang yang dewasa ini terus berkembang dengan cepat.Sepanjang tahun 2006, Bank Mega telah meningkatkan proses evaluasi terhadap produk dan aktivitas baru yang berkaitan dengan bisnis dan nasabah. Dengan pengembangan proses evaluasi tersebut, kinerja setiap produk, baik produk liabilities (jasa) maupun produk kredit dapat segera diketahui kelayakannya. Evaluasi juga dimaksudkan untuk menilai kembali risiko atas produk terkait yang semakin kompleks. Risiko strategikUntuk meningkatkan kerja di tahun 2006, Bank Mega telah merumuskan strategi bisnis yang lebih baik di bidang funding maupun lending. Penyempurnaan strategi tersebut diikuti dengan perubahan proses bisnis, struktur organisasi, dan struktur wewenang. Strategi baru tersebut ditujukan untuk memperkecil risiko strategic yang dihadapi Bank Mega sejak terjadi gejolak ekonomi (harga bahan minyak, suku bunga, inflasi, daya beli masyarakat) pada akhir tahun 2005. Risiko hukumHal yang dilakukan oleh Bank Mega untuk meningkatkan pengelolaan risiko hukum adalah dengan mengembangkan sekaligus membagi unit kerja yang menangani permasalahan hukum menjadi dua bagian, yakni corporate legal dan kredit legal. Sementara itu, untuk pengelolaan manajemen pengelolaan risiko pada Bank Mega Syariah menghadapi risiko- risiko tersebut, kecuali risiko tingkat Bunga karena Perbankan Islam tidak akan berurusan dengan bunga.

DAFTAR PUSTAKA

Tariqullah, Khan, dkk. 2008. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : PT.Bumi aksaraMachmud, Amir, dkk. 2010. Bank Syariah. Jakarta : Penerbit Erlangga Taswan, 2006. Manajemen Perbankan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN YOGYAKARTAAntonio, Muh. Syafii. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani