lp dhf new1

Upload: ngurah-aditya

Post on 09-Mar-2016

250 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lp

TRANSCRIPT

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengue Hemorhagic Fever (DHF)

Nama: I Gusti Ngurah Putu Andy PrasetiaNIM: 13-321-1939Kelas: A7-E

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKAPPNI BALIDENPASAR2015

A. KONSEP DASAR PENYAKIT1. Definisia. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer Sjaefullah, 2000 : 20)b. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty (DKK Banyumas, 2011).c. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit DBDdapat menyerang anak-anak dan orang dewasa (Dinkes Jateng, 2005).

2. EpidemologIWabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai Dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang. Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus Dengue melalui transportasi laut. Seorang pakar bernama Rush telah menulis tentang Dengue berkaitan dengan break bone fever yang terjadi di Philadelphia tahun 1780. Kebanyakan wabah ini secara klinis adalah demam Dengue walaupun ada beberapa kasus berbentuk haemorrhargia. Penyakit DBD di Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan Bangkok tahun 1958 (Soegijanto S., Sustini F, 2004) dan dilaporkan menjadi epidemi di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965), dan Calcutta (1963) (Soedarmo, 2002).DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1970. Kasus pertama di Jakarta dilaporkan tahun 1968, diikuti laporan dari Bandung (1972) dan Yogyakarta (1972) (Soedarmo, 2002). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul Riau, Sulawesi Utara, dan Bali (1973), serta Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat (1974). DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 1997 dan telah terjangkit di daerah pedesaan (Suroso T, 1999). Angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1983), dan mencapai angka tertinggi tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang (Soegijanto S., 2004).Selama awal tahun epidemi di setiap negara, penyakit DBD ini kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun. Walaupun demikian, berbagai negara melaporkan bahwa kasus-kasus dewasa meningkat selama terjadi kejadian luar biasa (Soegijanto S., 2004). Jumlah kasus dan kematian Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir menunjukkan angka yang fluktuatif, namun secara umum cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 dan 2004 terjadi lonjakan kasus yang cukup drastis karena adanya KLB, yaitu tahun 2001 sebanyak 8246 penderita (angka insiden: 23,50 per-100 ribu penduduk), dan tahun 2004 (sampai dengan Mei) sebanyak 7180 penderita (angka insidens: 20,34 per 100 ribu penduduk). Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok umur baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di perkampungan maupun di perumahan elite, semuanya bisa terkena Demam Berdarah (Huda AH., 2004).Case Fatality Rate penderita DBD pada tahun 2004 sebesar 0,7 dan insidence rate sebesar 45. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus, prevalensi serotipe virus Dengue, dan kondisi metereologis. DBD secara keseluruhan tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki (Soegijanto S., 2003; Soegijanto S., Sustini F., 2004). Distribusi umur pada mulanya memperlihatkan proporsi kasus terbanyak adalah anak berumur 15 tahun (Soedarmo, 2002)

3. Etiologi Demam dengue disebabkan oleh virus dengue Nyamuk Aedes Aegypti. Dalam sistem ilmiah yang menamakan dan mengklasifikasikan virus, virus dengue tersebut merupakan bagian dari family FlaviviridaedangenusFlavivirus.

4. Faktor Predisposisia. Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersihb. Banyaknya genangan air pada musim hujanc. Tidak menutup tempat penampungan aird. Kurangnya informasi mengenai DHF

5. PatofisiologiVirus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi . Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggoroka dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. .Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plamsa, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovo23

PATHWAYNyamuk aedes aegypty

Gigitan nyamuk aedes aegypty

Viremia ( infeksi virus dengue )

Terjadi infeksi stimulasi Retikulo Endotel peningkatan permeabilitas Sistem ( RES ) Dinding kapiler/vaskulerMerangsang hipotalamus pembesaran haticairan intravaskuler keluarPeningkatan suhu tubuh Hepatomegaly ke ekstravaskuler

Hipertermia Demam akut Mendesak ronggapembesaran plasmaabdomen kebocoran plasmamual, muntah

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhKurang dari kebutuhan tubuh Nafsu makan menurunHt meningkat hipoproteinemia hiponatremiaHipovolemia

Resiko Syok hipovolemia

Resiko kekurangan volume cairan

6. KlasifikasiMenurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat keparahan.a. Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes torniket positifdan muntah memar.b. Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.c. Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.d. Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) yaitu:a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue without warning signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya:1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.2) Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.3) Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargis, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.4) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas)b. Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet.

7. Manifestasi Klinisa. DemamPenyakit didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antiseptic1) Kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat terjadi kejang demam2) Saat fase demam mulai cenderung dan klien tampak seakan sembuh, tetapi juga sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam3) Hari ke 3, 4 dan 5 adalah fase kritis yang harus dicermati dan pada hari ke 6 dapat terjadi syok, kemungkinan terjadi perdarahan dankadar trombosit sangat rendahb. Tanda-tanda PerdarahanPenyebab perdarahan pada DBD adalah: trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravascular yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniuquet positif, petechia, purpura ekimasis, dan perdarahan konjunctiva. Petechia merupakan tanda khas perdarahan yang sering ditemukan. Tanda ini dapat ditemukan pada epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis dan dapat perdarahan subkonjunctiva atau hematuria.c. HepatomegaliDitemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dan hanya sekedar dapat diraba sampai 2 cm di bawa lengkungan iga kanan. Derajat pembesar hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati, berhubungan dengan adanya perdarahan, pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.d. SyokPada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam turun disertai dengan keringat, perubahan denyut nadi dan tekanan darah, ujung ekstremitas teraba dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi sebagai akibat dari perembesa plasma beberapa saat setelah suhu turun antara hari ke 3-7 terdapat tanda kegagalan sirkulasi.1) Kulit teraba kasar dan lembab terutama di ujung jari dan kaki2) Sianosis di sekitar mulut3) Klien menjadi gelisah4) Nadi cepat, lemah kecil sampai tak teraba5) Pada saat akan syok beberapa klien tampak sangat lemah, gelisah dan sakit perutSyok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, klien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau cepat sembuh setelah penggantian cairan. Apabila syok tidak dapat diatasi akan terjadi komplikasi asidosis metabolik.

8. Pemeriksaan fisik1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital : Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tinggi; nadi cepat,lemah,kecil sampai tidak teraba;tekanan darah menurun (sistolok menurunb sampai 80 mmHg atau kurang.2) Body system1) Pernapasan (B1 : BreathingAnamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan O2.Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan pharingitis karena demam yang tinggi,suara napas tambahan (ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai penurunan kesadaran. 2) Cardiovaskuler (B2 : Bleeding) Anamnesa : Pada derajat 1dan 2 keluhan memdadak demam tinggi 2 7 hari badan lemah,pusing,mual muntah,derajat 3 dan 4 orang tua/keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran gelisah dan kejang. Pemeriksaan fisik : Derajat 1 Uji torniquet positif,merupakan satu-satunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 ptekie,purpura,echymosis dan perdarahan konjungtiva Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral,nadi cepat,hipotensi,sakit kepala ,menurunnya volome plasma,meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,trombositopenia dan diatesis hemoragic. Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.3) Persarafan (B3: Brain) Anamnesa :Pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi derajat 1dan 2 serta penurunan tingkat kesadaran pada derajat 3 dan 4. Pemeriksaan fisik :Pada derajat 2 konjungtiva mengalami perdarahan, sedang penurun-anTingkat kesadaran (composmentis, ke-apatis, ke-somnolent,kesopor kekoma )atau gelisah,GCS menurun,pupil miosis atau midriasis,reflek fisiologis atau patologis sering terjadi pada derajat 3 dan 4.4) Perkemihan Eliminasi Uri (B4: Bladder) Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing. Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun(oliguria sampai anuria),warna berubah pakat dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4.5) Pencernaan Eliminasi Alvi (B5: Bowel) Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu makan,haus,sakit menelan,derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu hati. Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 Mukosa mulut kering,hiperemia tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan Nyeri tekan,sakitmenelan, pembesaran limfe,nyeri tekan epigastrik, hematemisis dan melena.6) Tulang otot integumen (B6: Bone) Anamnesa : pasien mengeluh otot,persendian dan punggung,kepanas-an,wajah tampak merah pada derajat 1 dan 2,derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama.Pemeriksaan fisik : Nyeri pada sendi, otot,punggung dan kepala;kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat disertai tanda kesakitan,pegal seluruh tubuh derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan.

9. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Laboratoriuma. Jumlah LeukositNormal biasanya menurun dengan jumlah dominasi sel neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah limfosit secara relative meningkat. Peningkatan jumlah sel limfosit tipikal atau limfosit plasma biru 74% di daerah tepi dapat dijumpai pada hari sakit ke 3 sampai hari ke 7.b. Jumlah TrombositPenurunan jumlah trombosit menjadi