lp askep dhf gek tya dkk

30
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DHF (Dengue Hemoragic Fever) Oleh : D IV Keperawatan T.k 2 Semester 3 Ni Kadek Aryastuti (P07120214007) I Nyoman Sugiharta Dana (P07120214008) Ni Putu Epriliani (P07120214010) I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012) I Gusti Ngurah Agung Kusuma Sedana (P07120214015) Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016 Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)

Upload: nonik

Post on 23-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan dhf

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DHF (Dengue Hemoragic Fever)

Oleh :

D IV Keperawatan T.k 2 Semester 3

Ni Kadek Aryastuti (P07120214007)

I Nyoman Sugiharta Dana (P07120214008)

Ni Putu Epriliani (P07120214010)

I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)

I Gusti Ngurah Agung Kusuma Sedana (P07120214015)

Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016

Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)

Ngakan Raka Saputra (P07120214036)

I Putu Dharma Partana (P07120214038)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2015

Page 2: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

PASIEN DHF (DENGUE HEMORAGIC FEVER)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegyph (Sri Rezeki H. Hadinegoro, Soegeng, dkk, 2004).

Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada

anak dan dewasa dengan gejala utama, nyeri otot dan sendi, yang biasanya

memburuk setelah dua hari pertama (Arif Mansjoer, dkk, 2000).

B. Etiologi

Demam berdarah dengue (DBD) / DHF adalah penyakit demam yang

berlangsung akut menyerang baik dewasa maupun anak-anak tetapi lebih

banyak menimbulkan korban pada anak-anak berusia > 15 tahun (Thomas

Surusa, Ali Imran Umar, 2004). Demam dengue dan demam berdarah

dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus

flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat

molekul 4 x 106. Nyamuk aedes aegyph maupun aedes aibopictus

merupakan vektor penular virus dengue dari penelitian kepada orang lain

dengan melalui gigitannya. Nyamuk betina lebih menyukai menghisap

darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja

hari (Alan R. Tumbelaka, 2004).

Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya

nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk

memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur.

1

Page 3: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari

nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan

benda-benda berwarna hitam atau merah. Infeksi virus dalam tubuh nyamuk

dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan

kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi

virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah,

berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap

darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya,

risiko penularan virus menjadi semakin besar.

      Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-

4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah

dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3

merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe

dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis

dan west nille virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan

mamalia seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei

epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue

pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan

virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes ( stegomyia ) dan

toxorhynchites. ( Suhendro,2007 : 1709 )

C. Pola Epidemiologis

Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) di Indonesia dikenal

dengan istilah Demam Berdarah Dengue. Penyakit ini mulai ditemukan

pertama kali di Surabaya pada tahun 1968, namun kepastian virologiknya

baru diperoleh pada tahun 1970.

Saat ini DHF masih merupakan masalah kesehatan yang ditakuti

masyarakat karena sering menimbulkan kematian pada anak-anak bahkan

orang dewasa. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit

2

Page 4: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

endemik di daerah tropis yang memiliki tingkat kematian tinggi terutama

pada anak-anak. Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian DBD

maupun Demam Dengue (DD) yang tinggi. Berdasarkan publikasi World

Health Organization(WHO) dalam Dengue Guidelines for Diagnosis,

Treatment, Prevention and Control, dengue merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang besar di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan di

Indonesia pada tahun 1968, angka kejadian DBD di Indonesia terus

meningkat. Pada tahun 2007, dilaporkan telah terjadi 150.000 kasus DBD

dengan lebih dari 25.000 kasus terjadi di Jakarta dan Jawa Barat. Indonesia

yang berada di wilayah tropis pada daerah ekuator memungkinkan

perkembangbiakan Aedes aegypti yang merupakan vektor dari virus

dengue. Beberapa laporan menyebutkan Case Fatality Rate (CFR) dari

kasus DBD di Indonesia mencapai 1% (WHO, 2009;Karyanti &

Hadinegoro, 2009)

Dinas Kesehatan Kota Denpasar memperkirakan jumlah kasus Demam

Berdarah Dengue (DBD) di wilayahnya tersebut meningkat pada Tahun

2015. Untuk bulan ini musim penularan terendah. Namun, pada Tahun 2015

diperkirakan mengalami peningkatan kasus mengingat di Denpasar menjadi

daerah urbanisasi Untuk tahun ini dari Januari hingga Oktober 2014 dari

empat kecamatan yakni Denpasar Barat kasus DBD tertinggi sebanyak 613

orang dengan angka kematian dua orang. Kemudian, peringkat kedua untuk

kasus DBD berada di Denpasar Selatan dengan jumlah 591 orang dengan

jumlah kematian dua orang. Menyusul di kecamatan Denpasar Utara

terdapat sebanyak 309 kasus dengan angka kematian satu orang. "Untuk

kecamatan Denpasar Timur cukup rendah dengan kasus 248 orang dengan

angka kematian tiga orang, bahwa dari hasil evaluasi kasus DBD Tahun

2013 di Denpasar terdapat sebanyak 1.766 orang terserang penyakit itu

dengan angka kematian sebanyak tiga orang. Dibandingkan dengan kasus

yang sama Tahun 2012 tercatat 1.009 orang dengan angka kematian

sebanyak tiga orang.

3

Page 5: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

Kondisi penyakit DHF di Indonesia yang sering menimbulkan wabah

dengan angka kesakitan yang masih cukup tinggi, sangat membutuhkan

penanganan yang serius . Pengetahuan dari individu, keluarga dan

masyarakat tentang penyakit DHF dan cara penanggulangannya sangat

penting untuk menurunkan angka kesakitan yang terjadi di masyarakat.

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada prilaku sebagai hasil

jangka menengah dari pendidikan kesehatan, sedangkan prilaku kesehatan

akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan dimasyarakat.

Karena prilaku masyarakat sendiri juga dipengaruhi oleh faktor genetik dan

lingkungan. (Notoatmodjo, S. 1997)

Untuk memahami berbagai situasi epidemiologis yang muncul, penting

untuk mengenali beberapa aspek dasar interaksi virus. Aspek – aspek

tersebut meliputi :

1. Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak

2. Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, yang

infeksi tersebut : pada beberapa epidemi rasio kesakitan yang tampak

hampir mencapai 1. Akan tetapi, beberapa strain virus mengakibatkan

kasus yang sangat ringan baik pada anak mauun orang dewasa yang

sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa terlihat

di dalam masyarakat.

3. Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin

menimbukan perdarahan gastrointestinal yang parah begitu juga kasus

peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di

Taiwan, banyak orang dewasa yang mengalai pedarahan yang berat

yang di hubungkan dengan DEN -1 juga mengalami penyakit ulkus

peptikum.

Siklus Penularan :

a. Vektor : Aedes aegypti, spesies Aedes (Stegomyia) lain

b. Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 – 10 hari

c. Infeksi virus dengue pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk

betina

4

Page 6: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

d. Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 – 13 hari (rata – rata 4 – 7 hari )

e. Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung selama rata –

rata lima hari setelah awitan

f. Penularan vertikan dapat terjadi, yang mungkin penting bagi

kelangsungan hidup virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.

D. Patofisiologi

Patogenesis demam dengue berkaitan dengan adanya respon kekebalan

pada host (inang), yang dipicu oleh infeksi virus dengue. Infeksi primer

atau infeksi pertama biasanya tidak terlalu mengkhawatirkan, akan tetapi

jika terjadi infeksi sekunder dengan beberapa serotype yang berbeda maka

dapat menyebabkan infeksi yang berat.dan diklasifikasikan sebagai demam

berdarah dengue (DBD) atau/dan dengue shock syndrome (DSS),

tergantung pada tanda-tanda klinis yang muncul.

Imunitas (cross-reactive antibodies) yang didapatkan dari reaksi silang

antara antibody dan antigen yang tidak netral oleh infeksi primer

sebelumnya menimbulkan fenomena yang dinamakan antibody-dependent

enhancement (ADE). Hal inilah yang menyebabkan beban virus dalam

tubuh semakin berat dan terjadi peningkatan infeksi dalam sel inang. Sel-sel

keturunan monosit-makrofag adalah tempat utama terjadinya replikasi

virus, akan tetapi virus dapat menginfeksi jaringan lain dalam tubuh seperti

hati, otak, pancreas dan jantung.

Patogenesis ini juga melibatkan antigen-presenting sel dendritik, respon

imun humoral, dan respon imun sel-sel yang dimediasi. Proliferasi sel-sel T

memori dan produksi sitokinin pro-inflamasi menyebabkan terjadinya

disfungsi sel endotel pembuluh darah, sehingga menyebabkan kebocoran

plasma. Terdapat beberapa sitokinin dengan konsentrasi yang lebih tinggi

seperti interferon-gamma, tumor necrosis factor (TNF)-alpha, dan

interleukin-10, dapat mengurangi tingkat oksida nitrat dan beberapa faktor

komplemen. NS1 merupakan modulator dari jalur komplemen dan

memainkan peran dalam tingkat rendah faktor komplemen. Setelah

5

Page 7: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

terjadinya infeksi, cross-reactive antibodies yang sepesifik, sel T CD4 dan

CD8+, menetap dalam tubuh bertahun-tahun.

Kebocoran pembuluh darah adalah ciri khas DBD dan DSS, dan

menyebabkan peningkatan hematokrit, hipoalbuminemia, dan efusi pleura

atau ascites. Kebocoran plasma ini disebabkan oleh permeabilitas pembuluh

darah meningkat yang disebabkan oleh mediator antara lain C3A, C5a

selama tahap demam akut dan menonjol selama tahap infeksi. Peningkatan

hematokrit bisa saja tidak terjadi karena kenungkinan adanya perdarahan

berat lainnya atau karena telah diberikan cairan pengganti secara intravena

pada awalnya.

E. Pathway

6

Page 8: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

7

Page 9: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

F. Tanda dan Gejala

Kriteria klinis DBD / DHF menurut WHO (1997)

1. Demam mendadak tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis

demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada

punggung, tulang, persendian dan kepala.

2. Perdarahan (termasuk uji bendung positif) seperti petekie, epistaksis,

hematemeis, melena

3. Hepatomegali

4. Syok : nadi kecil dan cepat disertai gelisah dan akral dingin.

5. Konsentrasi (kadar Ht > 20% dan normal)

lan R. Tumbelaka, 2004).

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF,

gambaran lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF

adalah :

a. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu

menelan.

b. Keluhan pada saluran pencernaan :mual, muntah, tidak nafsu makan

(anoreksia), diare, konstipasi.

c. Keluhan sistem yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,

tulang dan sendi, (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri uluhati,

pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan

(flushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrinasi dan fotopobia,

otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa

pegal.

G. Klasifikasi DHF

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara

klinis menurut WHO dibagi menjadi :

1. Derajat 1

8

Page 10: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji

torniquet + trombosit dan hemokonsentrasi

2. Derajat 2

Disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain

3. Derajat 3

Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah

rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari.

4. Derajat 4

Syok hebat dengan nadi tak teraba dan tekanan daraqh tidak dapat diukur,

biasa disebut DSS (Dengue Syock Syndrom)

H. Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium

Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF

meliputi:

a. Laboratorium

Darah lengkap

1) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)

Normal : pria (40-48 %) wanita (

2) Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm³)

Normal : 150000-400000/ui

3) Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin

4) Asidosis

5) Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia

b. Uji tourniquet positif

Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan

dengan cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik

dan diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10

atau lebih ptekie per 2,5 cm². Pada DHF biasanya uji tourniquet

memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie atau lebih. Uji

tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan selama masa shok,

9

Page 11: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan fase

shok.

c. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat

terjadi karena adanya rembesen plasma.

d. Urine : albuminuria ringan

e. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada

hari ke 5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal.

f. Pemeriksan serologi, Uji serologi untuk infeksi dengue dapat

dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu :

1. Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada

masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah

kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali.

Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji

neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.

2. Uji serologi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada

tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam

golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi

antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM

antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas

IgM.(Nursalam, 2005).

g. dilakukan pengukuran titer antibody pasien dengan cara haemaglutination

inhibition tes (HI test)/ dengan uji pengikatan komplemen (complemen

fixation test/ CFT) diambil darah vena 2-5 ml

h. USG : hematomegali-splenomegali

I. Penatalaksanaan Pasien DHF

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :

1. Tirah baring atau istirahat baring.

2. Diet, makan lunak.

10

Page 12: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter

dalam 24 jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan

garam saja.

3. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam dan jika kondisi pasien memburuk

observasi ketat tiap jam.

4. Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap hari.

5. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan untuk

menurunkan suhu menjadi < 39o C, dianjurkan pemberian parasetamol,

salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) karena dapat menyebabkan

gastritis, perdarahan atau asidosis.

6. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

 Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan,

yaitu :

a. Keadaan umum memburuk

b. Hati semakin membesar

c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia

d. Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala

7. Pada pasien dewasa, analgetik atau sedative ringan kadang-kadang

diperlukan untuk mengurangi sakit kepala, nyeri otot atau nyeri sendi.

8. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).

J. Komplikasi

1. Ensefalopatif

2. Perdarahan intraktranial

3. Hernia batang otak

4. Sepsis

5. Pneumonia

6. Hidrasi berlebihan

7. Syok

8. Perdarahan otak

(Monica Ester, 1999).

11

Page 13: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

A Pengkajian Keperawatan

Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis

yang terorganisasi yang meliputi tiga aktivitas dasar yaitu : Pertama,

mengumpulkan data secara sistematis; kedua, memilah dan mengatur data

yang dikumpulkan, ketiga mendokumentasikan dalam format yang dapat

dibuka kembali. (Tarwoto wartonah, 2006)

Adapun data-data yang dikumpulkan pada saat melakukan pengkajian

adalah sebagai berikut :

1. Data  Subyektif

a.Panas

b. Lemah

c.Nyeri ulu hati

d. Mual dan tidak nafsu makan

e.Sakit menelan

f. Pegal seluruh tubuh

g. Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala

h. Haus

2. Data Obyektif

a.Suhu tinggi selama 2 - 7 hari

b. Kulit terasa panas

c.Wajah tampak  merah , dapat disertai tanda kesakitan

d. Nadi cepat

e.Selaput mukosa mulut kering

f. Ruam dikulit lengan dan kaki

g. Epistaksis

h. Nyeri tekan pada epigastrik

i. Hematomesis

j. Melena

k. Gusi berdarah

l. Hipotensi

12

Page 14: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

3. Data Penunjang

a. Hematokrit

b. Trombositopenia

c. Masa perdarahan memanjang

Pengkajian

1. Identitas

DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian

anak, remaja dan dewasa (Effendy, 1995).

2. Keluhan Utama

Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu

makan menurun.

3. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal

seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu

makan menurun.

4. Riwayat penyakit terdahulu

Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.

5. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat

menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan

melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

6. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti

kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti

airnya, bak mandi jarang dibersihkan.

Pengkajian Per Sistem

1. Sistem Pernapasan

13

Page 15: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis,

pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi,

krakles.

2. Sistem Persyarafan

Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada

grade IV dapat trjadi DSS

3. Sistem Cardiovaskuler

Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,

trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat,

lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV

nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

4. Sistem Pencernaan

Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,

pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu

makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.

5. Sistem perkemihan

Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan

mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.

6. Sistem Integumen.

Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif

pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan

spontan pada kulit.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari

ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan atau (grade)

Demam Berdarah Dengue, adalah sebagai berikut:

a) 1)   Grade I    : kesadaran komposmentis, keadaan umum  lemah,

tanda-tanda vital dan nadi lemah.

14

Page 16: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

b) 2)   Grade II   : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan

perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi

lemah, kecil dan tidak teratur.

c) 3)   Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah,

nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.

d) 4)   Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,

tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,

berkeringat, dan kulit tampak biru.

a. Sistem integumen

1) Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan

2) muncul keringat dingin, dan lembab.

3) Kuku sianosis/tidak

b. Kepala dan leher

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy),

mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada

grade II, III, IV. Pada mulut  didapatkan bahwa mukosa mulut

kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan. Sementara

tenggorokan mengalami hiperemia pharing ( pada Grade II, III, IV).

c. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax

terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan

( efusi pleura), rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat pada

grade III dan IV.

d. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali), asites.

e. Ekstremitas.

Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

15

Page 17: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien dengan DHF

antara lain sebagai berikut :

1. Hipertermi hubungan dengan proses penyakit.

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, anoreksia dan sakit menelan.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan

cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. (Panduan Diagnosa

Keperawatan Nanda 2009-2011)

C. Perencanaan NOC dan NIC

No

DxNOC NIC

1 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24

jam, pasien dengan

hipertermi diharapkan dapat

teratasi dengan kriteria hasil :

NOC - Temperature

Regulation 3900

Suhu dalam rentang normal

(36-37)

Nadi dan RR dalam rentang

normal (nadi

60-100x/menit.RR:16-

24X/Menit)

Tidak ada perubahan warna

kulit,dan tidak pusing tidak

merasa mual

NIC - Thermoregulation

0800

Monitor suhu maksimal 4

jam sekali

Monitor TTV

(TD,N.Suhu,RR)

Monitor intake dan output

cairan.

Selimuti pasien

Tingkatkan sirkulasi udara

Catat adanya fluktasi

tekanan darah

16

Page 18: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

2 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24

jam, pasien dengan

ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

diharapkan dapat teratasi

dengan kriteria hasil :

NOC - Nutritional Status

(status nutrisi) :

Intake nutrisi meningkat

sesuai dengan diit

Intake makanan dan cairan

meningkat sesuai dengan

diet

Menunjukkan perubahan

prilaku/pola hidup untuk

menigkatkan/mempertahanka

n BB.

NIC - Nutrition

Management

Catat status nutrisi pasien

pada penerimaan,catat

turgor kulit.BB,Intergritas

mukosa oral,kemampuan

menelan,riwayat

mual/muntah/diare

Pastikan pola diet biasa

pasien

Awasi masukan dan

pengeluaran nutrisi dan

BAB secara periodik

Selidiki adanya anoreksia

3 Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24

jam, pasien dengan resiko

kekurangan volume cairan

diharapkan dapat teratasi

dengan kriteria hasil :

Balance Fluid:

Tekanan darah dalam batas

normal

Intake output 24 jam seimbang

Tidak ada suara nafas

Fluid Management :

Monitor BB setiap hari

Set tetesan infus permenit

Tingkatkan oral intake

Monitor hasil lab yang

relevan (BUN, HMT,

albumin)

Monitor status hemodinamik

Monitor TTV

Monitor tanda dan gejala

17

Page 19: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

tambahan

Tidak ada asites

Tidak ada edema

Tidak gelisahh/cemas

retensi cairan

Berikan diet

D. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan

untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah

rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

Dalam kasus klien DHF ini perawat melakukan tindakan yang berkaitan

dengan thermoregulation, nutrisi management, dan fluid management.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan

dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasimemungkinkan

perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian,

analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. Disini criteria hasil yang

diharapkan perawat sebagai pembuat rencana keperawatan adalah suhu

tubuh pasien berada pada kisaran normal (36-37), intake nutrisi meningkat,

intake output cairan 24 jam seimbang.

18

Page 20: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

DAFTAR PUSTAKA

Doengus ME, Moorhouse MF, GE Isster AC, 1999. Rencana Asuhan

Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien. Jakarta, EGC.

Ester Monica, 1999. Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian

Demam Berdarah Dengue. Jakarta, EGC.

Mansjoer Arif, Triyanti Kaspuji, Savitri Rokimi, Wardhani Wahyu Ika,

Setiawulan Wiwiek, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid I.

Jakarta : Media Aesculapius.

Rachmanuddin Chair Yahya. 2007. Available :

(Online)http://www.jevuska.com/2012/12/11/patofisiologi-demam-

berdarah-dengue-dan-dss/?subscribe=success#blog_subscription-2

Herdman, T Heatrher, PhD, RN, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan

Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue PhD, RN dkk. 2004. Nursing Outcome Classification (NOC)

Fourth Edition. United State of America : Mosby Elsevier

Moorhead, Sue PhD, RN dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC)

United State of America : Mosby Elsevier

Surosa Thomas, Ali Imran Umar, 2004. Epidemiologi dan Penanggulangan

Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI.

Sutaryo, 2004. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Jakarta :

FKUI.

19

Page 21: Lp Askep Dhf Gek Tya Dkk

Soedarmo Sumarno Poorwo, 2004. Masalah Demam Berdarah Dengue Di

Indonesia. Jakarta : FKUI.

Tumbelaka Alan R, 2004. Diagnosis Demam Dengue /Demam Berdarah

Dengue. Jakarta : FKUI.

Tucker SM, dkk, 1998. Standar Perawatan Klien Edisi V, Volume 4. Jakarta,

EGC.

Wartona Tarwoto, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika

20