laporan unit belajar lbm 4 blok 8

Upload: isma-suss-lolaloading

Post on 02-Jun-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    1/28

    LAPORAN

    SGD 6 BLOK 9

    OROFACIAL PAIN

    Anggota Kelompok :

    1. Apriana Nofita Sari 31101300341

    2. Ega Rochmawati 31101300346

    3. Farida Musyfa 31101300350

    4. Isma Susanti 31101300354

    5. Junizaf Iqbal 31101300356

    6. Rizal Saeful Drajat 31101300365

    7. Thaufiqkitri 31101300391

    8. Tia Lovita 31101300392

    9. Tiara Bistya Astari 31101300393

    10.Tri Anggasari 31101300394

    11.

    Wilda Noor Izzati Muslim 31101300396

    FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

    UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

    SEMARANG

    2014

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    2/28

    ii

    LEMBAR PERSETUJUAN

    LAPORAN TUTORIAL

    SGD 6 BLOK 8 LBM 4

    PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK

    Telah Disetujui oleh :

    Semarang, 8 Juli 2014

    Tutor

    drg. Gustina Pasca

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    3/28

    iii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali

    yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan semesta alam atas segala berkat,

    rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat

    menyelesaikan laporan SGD dengan judul Persetujuan Tindakan Medik.

    Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena

    itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing SGD

    Fakultas Kedokteran Gigi Unissula serta teman-teman yang turut berperan dalam pembuatan

    laporan ini secara langsung maupun tidak langsung. Dari sanalah semua kesuksesan ini

    berawal, semoga semua ini dapat memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada

    langkah yang lebih baik lagi.

    Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,

    namun kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kamimenerima kritik dan

    saran yang membangun agar laporan ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharapagar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

    Jazakumullah khairan katsiran wa jazzakumullah ahsanal jaza.

    Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Semarang, 8 Juli 2014

    Penyusun

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    4/28

    iv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL............................................................................................................ i

    LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................ ii

    KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii

    DAFTAR ISI......................................................................................................................... iv

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

    B.

    Skenario ..................................................................................................................... 2

    C.

    Identifikasi Masalah ................................................................................................... 2

    BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

    A. Dasar Teori................................................................................................................. 3

    B. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 22

    BAB III : Penutup

    A. Kesimpulan ................................................................................................................ 23

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... v

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    5/28

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif

    antaradokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa

    yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihatdari aspek hukum

    bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan

    sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Atau Informed Consent adalah

    persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya

    setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan

    dilakukan terhadap pasien tersebut. Tujuan Informed Consent adalah memberikan

    perlindungan kepada pasien serta memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap

    suatu kegagalan dan bersifat negative.

    Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak

    (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada

    dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi

    informasi secukupnya

    Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45

    serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent

    adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga

    terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan

    kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

    Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter,

    dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak dan

    kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek hukum yakni sesuatu yang

    bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan

    hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak

    saja maupun oleh dua pihak.

    Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,

    disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga

    tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana

    maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.

    http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080
  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    6/28

    2

    Pasien berusia 18 tahun datang ke Praktek Drg. A dengan keluhan gusinya

    bengkak dan sering berdarah. Kemudian Drg. A melakukan pemeriksaan dan

    dicurigai adanya keganasan. Sehingga Drg. A menyarankan untuk dibawa ke Drg.

    B yang lebih kompeten untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan

    diberikan surat pengantat. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Drg. B, kasus

    pasien perlu dilakukan tindakan medis sehingga Drg. B menyiapkan prosedur

    sebelum dilakukan tindakan medis.

    Diskusikan skenario tersebut dengan menggunakan seven jumps!

    Untuk itu,Contoh sebagai calon doktergigi,perlu untuk mengetahui tentang aspek

    hukum informed consent. Selain itu perlu pula mengetahui isi dari informed consent serta

    format informed consent yang sah secara hukum.

    B. Skenario

    Judul : Pasien harus di rujuk nich...

    C. Identifikasi Masalah

    1. Jelaskan pengertian, fungsi dan komponen dari inform consent!

    2. Jelaskan pengertian, fungsi, macam, dan komponen dari surat rujukan!

    3.

    Jelaskan dasar hukum dari inform consent dan surat rujukan!

    4.

    Jelaskan siapa saja yang berhak memberikan surat pengantar ke dokter yang

    lebih kompeten (menurut hukum)!

    http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080http://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=8883521558896358080
  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    7/28

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A.LANDASAN TEORI

    1. Informed Consent

    Secara harfiah Informed Consent merupakan padanan kata dari: Informed

    artinya telah diberikan penjelasan/informasi ,dan Consent artinya persetetujuan yang

    diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.

    Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah

    mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti

    persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian suatu

    persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed

    consent dapat didefinisikan sebagaipersetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau

    keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan

    terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

    Menurut D. Veronika Komalawati, SH , informed consent dirumuskan

    sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan

    dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya

    medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai

    segala resiko yang mungkin terjadi.

    Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang

    berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan

    kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut

    diberi informasi secukupnya.

    Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk

    menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk

    risiko terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh

    dokter. Oleh karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan

    dokter. Biasanya, klien menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi.

    Formulir itu adalah suatu catatan mengenai persetujuan tindakan, bukan persetujuan

    tindakan itu sendiri.

    Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan bedah spesifik

    adalah tanggung jawab dokter. Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan kepada

    perawat di beberapa institusi dn tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    8/28

    4

    menjadi bagian dalam proses pemberian informasi tersebut, praktik tersebut sangat

    tidak dianjurkan (Aiken dan Catalano, 1994, hlm. 104).

    2. Tujuan Informed Consent

    Di Indonesia informed Consent tentu memiliki maksud tujuan diatur terlihat

    dari arti pentinganya perlindungan terhadap hak-hak azasi pasien untuk menentukan

    nasib sendiri (hak informasi tentang penyakitnya, hak untuk menerima/menolak

    rencana perawatan). Juga merupakan suatu tindakan konkrit atas penghormatan

    kalangan kesehatan terhadap hak perorangan. mengingat perlu dan pentinya

    pembatasan Otorisasi Tenaga kesehatan terhadap pasien juga merupakan hal yang bisa

    dilepaskan.

    Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan

    medis (pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan : Melindungi

    pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang

    dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis

    yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi

    pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan

    biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan

    medisnya;

    Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari

    tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak

    terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin

    dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan

    standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak

    dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian

    (negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan

    dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.

    Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent

    mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :

    1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

    2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

    3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati

    pasien

    4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

    5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    9/28

    5

    6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan

    7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan

    kesehatan.

    Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter.

    Akan tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa

    dalam kasus-kasus sebagai berikut :

    1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi

    2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai

    teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.

    3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan

    banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.

    4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien

    5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan

    riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien.

    Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang

    cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed

    consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan

    nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua

    informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.

    Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan

    guncangan psikis pada pasien.

    Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik

    yang kuat. Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus

    mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.

    Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent

    menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang

    diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

    3. Fungsi Pemberian Informed Consent

    Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

    Penghormatan terhadap hak otonomi perorangan yaitu hak untuk menentukan

    nasibnya sendiri

    Proteksi terhadap pasien sebagai subjek penerima pelayanan kesehatan (health

    care receiver = HCR)

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    10/28

    6

    Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien

    Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

    Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

    Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan

    Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk melakukan introspeksi

    terhadap diri sendiri.

    4. Ruang Lingkup Informed Consent

    Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada

    pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu

    mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak

    dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian

    pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan

    dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam

    mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat,

    faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa

    pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.

    Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya

    penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif. Hak-

    hak pasien dalam pemberian inform consentadalah:

    Hak atas informasi

    Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita,

    tindakan medik apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit

    sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya,

    alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.

    Hak atas persetujuan (Consent)

    Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan

    tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup

    tentang keputusan yang ia berikan ,dimana orang tersebut secara

    hukum mampu memberikan consent. Kriteria consent yang syah yaitu

    tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang betanggung jawab,

    hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    11/28

    7

    beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan

    konsekuensinya. Hak persetujuan atas dasar informasi (Informed

    Consent).

    a) Hak atas rahasia medis

    b) Hak atas pendapat kedua (Second opinion)

    c)

    Hak untuk melihat rekam medik

    d) Hak perlindungan bagi orang yg tidak berdaya (lansia, gangguann mental,

    anak dan remaja di bawah umur)

    e) Hak pasien dalam penelitian

    f) Hak pasien membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapatkan

    informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi dalam penelitian tanpa

    sangsi, bebas bahaya, percakapan tentang sumber pribadi dan hak

    terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.

    g) Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang

    berlaku di rumah sakit

    h) Hak memperoleh pelayanan yg adil dan manusiawi

    i) Hak memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai

    dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi

    j)

    Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan

    sesuai dengan peraturan yg berlaku di rumah sakit

    k)

    Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan

    mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri

    sesudah memperoleh informasi yg jelas tentang penyakitnya

    l)

    Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis

    m)Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya

    selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya

    n)

    Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di

    rumah sakit

    o) Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit

    terhadap dirinya

    p) Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual

    q) Hak didampingi perawat atau keluarga pada saat diperiksa dokter

    5.

    Bentuk-Bentuk Informed Consent

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    12/28

    8

    Ada dua bentuk persetujuan tindak medik yang sesuai dengan peraturan

    berlaku antara lain:

    1. Tersirat ( Implied Consent) dimana persetujuan tindakan medik

    dianggap telah diberikan kepada pihak pasien Persetujuan Tersirat ( Implied

    Consent) Tanpa pernyataan yang tegas, hanya dengan isyarat yang diterima

    tenaga kesehatan berdasarkan sikap dan tindakan pasien. Dalam kondisi

    normal : umumnya merupakan tindakan yang sudah diketahui umum/biasa.

    Dalam kondisi darurat : pasien tak mungkin diajak komunikasi, keluarga tak

    ditempat ( Permenkes 585/1989, Pasal 11) merupakan Presumed consent.

    2. Dinyatakan ( Expressed Consent) merupakan persetujuan dinyatakan

    dengan lisan atau tulisan. Pada tindakan yang melebihi prosedur yang umum

    /biasa dilakukan ; pemeriksaan genital / rectal atau lisan. Tindakan invasif/

    berisiko; pembedahan untuk terapi/diagnosis dengan tertulis

    Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan

    medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan

    tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

    1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis

    yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes

    No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.

    319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung

    resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah

    sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang

    perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi

    informed consent);

    2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis

    yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan

    oleh pihak pasien;

    3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat,

    misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung

    menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan

    dilakukan terhadap dirinya.

    6. Unsur Informed Consent

    Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3

    (tiga) unsure sebagai berikut :

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    13/28

    9

    1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter

    2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan

    3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.

    7. Komponen-komponen Informed Consent

    1) Threshold elements

    Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh

    karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang

    yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk

    membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan

    sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki

    kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh diantaranya terdapat

    berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu.

    Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah

    dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah

    pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau

    telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak

    kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa

    sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.

    2) Information elements

    Terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan)

    danunderstanding (pemahaman). Elemen ini berdasarkan pemahaman yang

    adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan

    informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai

    pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus

    diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :

    Standar Praktik Profesi

    Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan

    informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas

    tenga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bakebiasaan tersebut di atas

    tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak

    bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna

    dari sisi sosial pasien.

    Standar Subyektif

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    14/28

    10

    Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh

    pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk

    pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil

    (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai

    yang secara individual dianut oleh pasien.

    Standar pada reasonable person

    Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya,

    yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah

    memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.

    3) Consent elements

    Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,

    kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak

    ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari

    tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan

    dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya

    8. Halhal yang dapat di informasikan

    Hasil Pemeriksaan

    Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

    Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah

    diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.

    Risiko

    Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya

    antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi

    idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang

    diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut

    juga harus diberitahu pada pasien.

    Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan

    terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya

    pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk

    melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat

    melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.

    Alternatif

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    15/28

    11

    Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan

    terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang

    ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi

    hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan

    subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan

    kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.

    Rujukan atau konsultasi

    Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan

    dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-

    pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia

    merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya

    dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih

    baik darinya.

    Prognosis

    Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele,

    ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak

    mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak

    mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua

    ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter.

    Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed

    consent.

    9. Aspek Hukum Informed Consent

    Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter,

    dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak dan

    kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek hukum yakni sesuatu

    yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi

    perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang

    dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.

    Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan

    medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi

    dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata,

    hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    16/28

    12

    Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur

    yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan

    kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan

    pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara

    umum berlaku pada barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti

    rugi.

    Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan adalah

    kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu, adanya kesalahan kecil (ringan) pada

    pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk

    menjatuhkan sanksi pidana.

    Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana

    jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa

    tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu

    memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat

    dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum

    (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

    (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan

    harus menghormatinya;

    Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan

    adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang

    penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology

    invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak

    pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak

    pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

    Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari

    bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan

    hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan

    kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan.

    Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak

    mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan

    oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-

    yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam

    lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    17/28

    13

    Adanya kewajiban dari pihak pemberi informasi dalam menyampaikan sebuah

    persetujuan tindak medik yang akan dilakukan atau setelah dilakukan. Tentunya tenaga

    kesehatan harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/ keluarga

    diminta atau tidak diminta. Informasi tersebut: harus dengan jelas yang berkaitan

    dengan penyakit pasien ; prosedur diagnostik, tindakan/terapi, alternatif terapi

    dan pembiayaanserta resiko yang mungkin timbul dari proses tersebut dan harus

    dijelaskan selengkap-lengkapnya, kecuali dipandang merugikan pasien atau pasien

    menolak untuk diberikan informasi. Informasi itu juga sewajarnya diberikan oleh

    tenaga kesehatan yang melakukan tindakan atau tenaga kesehatan lain yang diberi

    wewenang, dan bila dipandang perlu informasi bisa diberikan pada pihak keluarga

    pasien.

    Persetujuan dari pasien dari merupakan hal yang harus sangat diperhatikan,

    pasien tepat tidak dibawah tekanan hubungan tenaga pasien. Sebelum dan

    sesudahnya telah mendapatkan informasi lengkap, dan pihak yang membuat

    persetujuan adalah mereka pasien dewasa (lebih dari 21 tahun atau sudah menikah )

    atau dapat diwakilkan pihak Keluarga/ Wali/ induk semang.

    Syarat sahnya persetujuan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga medis

    terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas, diberikan oleh orang yang

    sanggup membuat perjanjian.Telah mendapatkan penjelasan dan memahaminya,

    Mengenai susuatu hal yang khas dari persetujuan ini, tindakan dilakukan pada situasi

    yang sama.

    Tetapi penolakan (informed refusal) bisa juga dilakukan oleh pasien, karena

    merupakan hak pasien/ keluarga pasien dan tiada satupun tenaga kesehatan yang bisa

    memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien maka sebaiknya pihak rumah sakit/ dokter

    meminta pasien/ kel menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik

    tersebut di lembaran khusus.

    10. Sanksi Hukum terhadap Informed Consent

    1. Sanksi pidana

    Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan

    pasien dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal

    351 KUHP

    2. Sanksi perdata

    Tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian dapat

    digugat dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    18/28

    14

    3. Sanksi administratif

    Pasal 13 Pertindik mengatur bahwa :

    Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien

    atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin

    praktik.

    11. Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Informed Consent

    Bagi pasien

    a) Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis

    b) Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada

    waktu untuk tanya jawab

    c) Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu

    mencerna informasi

    d) Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.

    Bagi petugas kesehatan

    a) Pasien tidak mau diberitahu.

    b) Pasien tak mampu memahami.

    c) Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.

    d) Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

    12.

    Kualitas Informasi yang di berikan

    Kualitas informasi sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, selera,

    dan iman seseorang mengolah stimulus menjadi informasi. Burch (1986:5)

    mengatakan bahwa sebuah informasi yang berkualitas sangat ditentukan oleh

    kecermatan (accuracy), tepat waktu (timeliness) dan relevansinya (relevancy).

    Keakuratan informasi adalah bila informasi tersebut terbebas dari bias. Informasi

    dikatakan tepat waktu bila dihasilkan pada saat diperlukan. Adapun relevansi suatu

    informasi berhubungan dengan kepentingan pengambilan keputusan yang telah

    direncanakan.

    Informasi yang tidak adekuat sering menimbulkan masalah dalam

    menginterpretasikan perawatan klien di Rumah Sakit seperti kecemasan pada keluarga

    menolak dilakukan tindakan medik atau tindakan keperawatan invasif.

    Adekuatnya informasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam

    menyampaikan pesan melalui komunikasi terapeutik, pengetahuan dan pemahaman

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    19/28

    15

    dasar tentang penyakit. Dalam melaksanakan tindakan invasif hal-hal yang perlu

    diinformasikan adalah:

    o Alasan dilakukan tindakan tersebut.

    o Manfaat atau kegunaannya.

    o Langkah-langkah yang akan dilakukan.

    o Persiapan yang akan dibutuhkan.

    o Cara perawatan setelah pemasangan alat tersebut.

    Dengan telah dijelaskannya kegunaan dari pemasangan alat tersebut oleh

    perawat diharapkan akan meningkatkan kerja sama perawat dan orang tua yang pada

    gilirannya diharapkan akan menurunkan tingkat kecemasan orang

    tua(Setiawan,1992,Sachari, 1996, Whaley and Wongs, 1999).

    Penerimaan informasi bagi seseorang dipengaruhi oleh:

    1) Tingkat pendidikan

    Semakin tinggi pendidikan orang tua akan semakin luas wawasan

    pengetahuan dan akan semakin mudah untuk menerima dan

    mengangkat informasi yang disampaikan. Tingkat pendidikan ini akan

    berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi, penerimaan informasi

    oleh petugas kesehatan serta menentukan penilaian objektif dan

    kognitif terhadap pengalaman prioritas yang lain (Andrew, MC. Ghie,

    1999).

    2) Pengalaman

    Pengalaman adalah sesuatu yang telah dihayati (Purwardaminta, 1991).

    Pengalama baik bersifat efektif dan kognitif akan mempengaruhi

    seseorang dalam mengambil keputusan terhadap kehidupannya,

    pengalaman juga dapat terjadi setelah melakukan penginderaan

    terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

    indera yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba,

    sebagian besar pengethuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

    (Andrew, MC. Ghie, 1999).

    3) Nilai sosial dan budaya

    Nilai sosial adalah segala sesuatu yang mendasari perilaku seseorang

    yang ditinjau dari segi nilai-nilai, kemanusiaan pengaruh dari individu

    lain dan sebagainya. Sistem nilai yang dianut oleh sesorang akan dapat

    mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan yang diambil untuk

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    20/28

    16

    mencapai tujuan. Dalam pembangunan kesehatan, aspek tingkah laku

    yang didasari oleh faktor sosial budaya perlu mendapat perhatian,

    karena umumnya program kesehatan lebih berhasil apabila intensitas

    tingkah laku sosial budaya individu ataupun masyarakat tidak begitu

    kuat (Azwar, 1996).

    13.Surat Rujukan

    Surat rujukan adalah surat pengantar tenaga medis dalam hal ini ditujukan

    kepada dokter maupun dokter gigi secara tertulis yang bertujuan sebagai advice

    (petunjuk pengobatan) maupun pengobatan secara lebih lanjut kepada tenaga medis

    yang lebih berkompeten dalam bidangnya. Dalam dunia kedokteran gigi, surat rujukan

    biasanya diberikan oleh dokter gigi umum kepada dokter yang lebih berkompeten atau

    dokter spesialis, contohnya diagnosa sementara dokter gigi umum adalah tumor maka

    sebaiknya pasien segera dirujuk kepada dokter gigi yang lebih berkompeten, yaitu

    dokter gigi spesialis penyakit mulut. Ataupun dokter gigi yang ingin mengetahui kadar

    gula darah dan tekanan darah pasien dapat memberikan surat rujukan kepada dokter

    umum ataupun dokter spesialis penyakit dalam

    14.Unsur-unsur apa saja yang ada dalam surat rujukan medik

    1. Kop surat (nama instansi kesehatan dan alamat yang merujuk

    2. Badan surat (tujuan rujukan, asal rujukan, nomer rujukan, perihal rujukan, tanggal

    dibuat rujukan, isi rujukan)

    3. Penutup

    15.Manfaat rujukan :

    1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (bila sistemnya berjalan sesuai

    dengan yang seharusnya)

    2. Kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien akan terpenuhi (terbentuk team work)

    16.

    Masalah dalam rujukan

    1. Rasa kurang percaya pasien terhadap dokter (bila rujukan/konsultasi inisiatif dokter)

    2. Rasa kurang senang pada diri dokter (bila rujukan/ konsultasi atas permintaan pasien)

    3. Bila tidak ada jawaban dari konsultasi

    4. Bila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan

    5. Bila ada pembatas (sikap/ perilaku,biaya, transportasi)

    6. Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk.

    17.

    Tata Laksana Konsultasi dan Rujukan

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    21/28

    17

    Dasarnya adalah kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah disepakati bersama,

    dan sistem kesehatan terutama sub sistem pembiayaan kesehatan yang

    berlaku.Konsultasi (McWhinney, 1981):

    a. Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi

    b. Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat, formulir

    khusus, catatan di rekam medis, formal/ informal lewat telefon)

    c. Keterangan lengkap tentang pasien

    d. Konsultan bersedia memberikan konsultasi

    18.Tata cara rujukan

    Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan

    rujukan.

    Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti

    dokter ahli tertentu.

    Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan

    dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang

    memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan

    yang dilakukan oleh dokter keluarga.

    Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap

    mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan

    diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat

    pengobatan atau yang lainnya.

    Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib

    memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya,

    harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih seuai.

    Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja

    Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan

    Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak

    19.Pembagian wewenang & tanggungjawab

    1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderitasepenuhnya

    kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu

    tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.

    2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan

    penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    22/28

    18

    3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita

    sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya

    4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita

    epenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan

    wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.

    20.Jenis Rujukan

    1. Rujukan secara konseptual terdiri atas:

    Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah

    medik perorangan yang antara lain meliputi:

    a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional

    dan lain-lain.

    b.

    Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih

    lengkap.

    c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim

    tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi

    pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas

    pelayanan.

    2.

    Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan

    masyarakat yang meluas meliputi:

    a. Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.

    b.

    Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan

    sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta

    penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.

    c.

    Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat

    terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan masal,

    pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

    3.

    Rujukan Terencana

    Menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit jauh-jauh hari bagi ibu

    risiko tinggi/Risti. Sejak awal kehamilan diberi KIE. Ada 2 macam rujukan terencana

    yaitu :

    a. Rujukan Dini Berencana (RDB) untuk ibu dengan APGO dan AGO ibu Risti

    masih sehat belum inpartu, belum ada komplikasi persalinan, ibu berjalan sendiri

    dengan suami, ke RS naik kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah, murah,

    dan tidak membutuhkan alat ataupun obat.

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    23/28

    19

    b. Rujukan Dalam Rahim (RDR) : di dalam RDB terdapat pengertian RDR atau

    Rujukan In Utero bagi janin ada masalah, janin risiko tinggi masih sehat misalnya

    kehamilan dengan riwayat obstetrik jelek pada ibu diabetes mellitus, partus

    prematurus iminens. Bagi janin, selama pengiriman rahim ibu merupakan alat

    transportasi dan inkubator alami yang aman, nyaman, hangat, steril, murah, mudah,

    memberi nutrisi dan O2, tetap pada hubungan fisik dan psikis dalam lindungan

    ibunya.

    Pada jam-jam krisis pertama bayi langsung mendapatkan perawatan

    spesialistik dari dokter spesialis anak. Manfaat RDB/RDR: pratindakan diberi KIE,

    tidak membutuhkan stabilisasi, menggunakan prosedur, alat, obat standar (obat

    generik), lama rawat inap pendek dengan biaya efisien dan efektif terkendali, pasca

    tindakan perawatan dilanjutkan di puskesmas.

    4.Rujukan Tepat Waktu/RTW untuk ibu dengan gawat darurat-obstetrik, pada

    kelompok FR III AGDO perdarahan antepartum dan preeklampsi berat /eklampsia

    dan ibu dengan komplikasi persalinan dini yang dapat terjadi pada semua ibu hamil

    dengan atau tanpa FR. Ibu GDO membutuhkan RTW dalam menyelaatkan ibu atau

    BBL.

    5.

    Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan

    eksternal.

    a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di

    dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu)

    ke puskesmas induk

    b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang

    pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas

    rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

    6.

    Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan Medik dan

    rujukan Kesehatan.

    a. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya

    penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien

    puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus)

    ke rumah sakit umum daerah.

    b. Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan

    upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).

    Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    24/28

    20

    gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi

    puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).

    21.Jenjang Pelayanan Kesehatan

    Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan

    dibedakan atas lima, yaitu:

    1.

    Tingkat rumah tangga

    Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.

    2. Tingkat masyarakat

    Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu,

    polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.

    3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama

    Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional

    dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.

    4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua

    Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit

    paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja

    masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra

    pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten

    atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan

    lain-lain.

    5.

    Fasilitas pelayanan tingkat ketiga

    Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah

    sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen

    kesehatan.

    22. Jalur Rujukan

    Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:

    1.

    Rujukan upaya kesehatan perorangan

    1) Antara masyarakat dengan puskesmas

    2) Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas

    3) Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

    4) Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan

    lainnya.

    2.

    Rujukan upaya kesehatan masyarakat

    1) Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    25/28

    21

    2) Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun

    lintas sektoral

    Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa

    diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    26/28

    22

    B. Kerangka Knsep

    Mampu Tidak mampu

    Informed Consent

    Tindakan

    Surat rujukan

    Tindakan

    Kasus Medis

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    27/28

    23

    BAB III

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai

    dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang informed consent

    melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi

    dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau

    Informed Consent. Serta dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004.

    Informed Consent yang diperoleh dengan tata cara yang tidak benar tidak dapat di

    anggap sebagai penemu hak otonomi pasien, sehingga tindakan tersebut merupakan tindakan

    melanggar hukum namun demikian pelaksanaan informed Consennt di indonesia hanya

    dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai dalam budaya setempat yang sangat bervariasi.

    B. Saran

    Dalam Hal ini semoga dapat membatu pengetahuan dan menambah ilmu

    pengetahuan kita dalam kesehatan , dan yang terpenting adalah dalam hal ini Pemerintah

    Bertanggung jawab merencanakan , mengatur, menyelenggarakan dan membina Serta

    mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh

    masayarakat. Juga sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh

    masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-

    tingginya, terhadap Informed Consent agar kelak tidak terjadi perselisihan

  • 8/10/2019 Laporan UNIT BELAJAR LBM 4 Blok 8

    28/28

    DAFTAR PUSTAKA

    Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. 2005.Bioetik dan Hukum

    Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Penerbit Pustaka

    Dwipar.

    J. Guwandi. Informed consent Consent. FKUI. Jakarta. 2004.

    M.jusuf H & Amri Amir. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. 1999.

    Yuningsih, Yuyun dkk. 2008. Praktik Keperawatan Profesional Konsep & Perspektif, Ed. 4 .

    Jakarta : EGC

    Anies. 2006. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran yang Bermutu.Semarang